Anda di halaman 1dari 51

PROPOSAL LTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI DENGAN


PENERAPAN INTERVENSI TERAPI MUSIK KLASIK DI RUANG
JANTUNG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATAHER
JAMBI TAHUN 2021

OLEH :
PUTRI DWI ADHA
NIM.PO.71.20.22.0.00.18

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI
TAHUN AKADEMIK 2021

1
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN......................................................................


RIWAYAT HIDUP PENULIS.........................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
DAFTAR TABEL............................................................................................
DAFTAR GAMBAR........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
A. Latar Belakang................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................
C. Tujuan LTA ...................................................................................
D. Manfaat LTA..................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................


A. Konsep Hipertensi..........................................................................
1. Definisi Hipertensi...................................................................
2. Anatomi fisiologi Jantung........................................................
3. Etiologi Hipertensi...................................................................
4. Klasifikasi Hipertensi...............................................................
5. Manifestasi Hipertensi.............................................................
6. Faktor resiko Hipertensi...........................................................
7. Penatalaksanaan Hipertensi......................................................
8. Komplikasi Hipertensi.............................................................
9. Pencegahan Hipertensi.............................................................
B. Konsep Asuhan Keperawatan .......................................................
1. Pengkajian................................................................................
2. Diagnosa keberawatan .............................................................
3. Intervensi Keperawatan ...........................................................
4. Implementasi Keperawatan ....................................................
5. Evaluasi Keperawatan..............................................................
C. Terapi Musik Klasik.......................................................................
1. Definisi Terapi Musik Klasik...................................................
2. Bentuk Terapi Musik Klasik....................................................
3. Tuhuan Terapi Musik Klasik....................................................
4. Manfaat Terapi Musik Klasik..................................................
5. Kelebihan dan kekurangan Terapi Musik Klasik.....................

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi adalah suatu keadaan kronis yang ditandai dengan

meningkatnya tekanan darah pada dinding pembuluh darah arteri. Keadaan

tersebut mengakibatkan jantung bekerja lebih keras untuk mengedarkan darah

keseluruh tubuh melalui pembuluh darah (Yanita, 2017). Hipertensi berkaitan

dengan tekanan sistolik atau tekanan distolik atau tekanan keduanya.

Hipertensi dapat didefisinikan sebagai tekanan darah tinggi persisten dimana

tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan distoliknya diatas 90mmHg

(Wijaya, 2013).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO), prevalensi

tekanan darah tinggi tahun 2014 pada orang dewasa berusia 18 tahun keatas

sekitar 22%. Penyakit ini juga menyebabkan 40% kematian akibat penyakit

jantung dan 51% kematian akibat stroke. Selain secara global, sekitar 57,6%

penyakit hipertensi menjadi salah satu penyakit tidak menular yang paling

banyak di derita masyarakat Indonesia, Hal ini dibuktikan melalui jumlah

kunjungan hipertensi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang terus

meningkat setiap tahunnya (Kemenkes RI, 2017).

Secara nasional hasil Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi

penduduk dengan tekanan darah tinggi sebesar 34,11%. Prevalensi tekanan

darah tinggi pada perempuan (36,85%) lebih tinggi dibanding dengan laki-laki

(31,34%). Prevalensi di perkotaan sedikit lebih tinggi (34,43%) dibandingkan

dengan perdesaan (33,72%). Prevalensi semakin meningkat seiring dengan

pertambahan umur, prevalensi hipertensi di indonesia yang tinggi yaitu

3
sebesar 25,8%. Prevalensi tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti

Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%), Jawa Barat (29,4%),

dan Gorontalo (29,4%) ( Kemenkes RI, 2014 ). Berdasarkan data Provinsi

Jambi Tahun 2018 hipertensi merupakan masalah kesehatan tertinggi di jambi

berkisaran 25,9% - 49,6%.

Hipertensi sering disebut sebagai The Silent Killer karena gangguan

ditahap awal adalah asimtomatis, tetapi bisa menyebabkan kerusakan organ

secara permanen yang terjadi pada organ-organ vital. Apabila vasokontriksi

pembuluh darah berlangsung secara berkepanjangan maka dapat

mengakibatkan kerusakan permanen pada ginjal dan menimbulkan ke gagalan

ginjal. Tidak hanya itu, vasokontriksi juga dapat menyebabkan otak dan

jantung mengalami kerusakan secara permanen. Beberapa tanda dan gejala

yang dirasakan oleh klien hipertensi tingkat lanjut di antaranya, klien akan

mengalami sakit/ nyeri kepala terutama di saat bangun pagi, epitaksis,

penglihatan menjadi kabur, nyeri dada, vomiting, ansietas, tremor (Udjanti

WJ, 2011).

Upaya yang dapat dilakukan perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan kepada pasien hipertensi meliputi pengkajian, perumusan

diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi

keperawatan. Salah satu masalah yang sering dirasakan oleh pasien hipertensi

adalah nyeri (Koes Irianto, 2014).

Nyeri pada Hipertensi disebabkan akibat perubahan struktur pembuluh

darah sehingga terjadi penyumbatan pada pembuluh darah, kemudian terjadi

vasokonstriksi dan terjadi gangguan sirkulasi pada otak dan terjadi resistensi

pembuluh darah otak meningkat dan menyebabkan terjadinya nyeri kepala

4
pada Hipertensi (Hastuti, 2015).

Hipertensi dan komplikasinya dapat diminimalkan dengan

penatalaksanaan menggunakan terapi farmakologis dan non-farmakologis.

Terapi nonfarmakologis mencakup kepatuhan menjalankan diet, menurunkan

berat badan, rajin berolah raga, mengurangi konsumsi garam, diet rendah

lemak, dan diet rendah kolesterol (Finasari & Setyawan, 2014). Selain itu,

terapi nonfarmakologis juga dapat dilakukan dengan menjaga pola hidup sehat

seperti tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, mengurangi makanan

yang mengandung tinggi kalium, batasi kafein, hindari stress, dan kontrol

tekanan darah secara teratur (Finasari & Setyawan, 2014).

Terapi musik merupakan salah satu terapi nonfarmakologis yang

berdampak pada penurunan tekanan darah. Dengan stimulasi beberapa irama

yang didengar, musik dapat menurunkan kadar kortisol yaitu hormon stres

yang berkontribusi terhadap tekanan darah tinggi, serta memperbaiki fungsi

lapisan dalam pembuluh darah yang menyebabkan pembuluh darah dapat

meregang sebesar 30% ( Finasari & Setyawan, 2014). Musik juga

mempengaruhi sistem saraf parasimpatis yang meregangkan tubuh dan

memperlambat denyut jantung, serta memberikan efek rileks pada organ-

organ tubuh ( Finasari & Setyawan, 2014).

Musik adalah bagian dari budaya sejak masa lalu sampai saat ini.

Musik diketahui mempunyai peran dalam mempengaruhi dan membentuk

respon sosial dalam konteks yang berbeda-beda, seperti pada kegiatan ritual,

sosial, dan upacara politik. Secara tradisional, musik dianggap berdampak

terhadap respon fisik dan emosional (Asrin & Mulidah, 2009). Dalam dunia

kesehatan, musik digunakan untuk penanganan pasien berbagai usia dari bayi,

5
anak-anak, dewasa dan orang tua dalam penurunan kecemasan ketika di rawat

dan membantu manimbulkan rasa rileks (Wilianto & Adiyanti, 2012).

Terapi musik merupakan teknik yang sangat mudah dilakukan dan

terjangkau. Efeknya menunjukan bahwa musik dapat mempengaruhi

ketegangan atau kondisi rileks pada diri seseorang, kareana dapat merangsang

pengeluaran endorphine dan serotonim. Endorphine dan Serotonin merupakan

sejenis morfin alami tubuh dan juga metanonin sehingga tubuh merasa lebih

rileks pada seseorang yang mengalami stress (Djohan, 2009).

Berdasarkan uraian fenomena diatas, membuat penulis tertarik untuk

mengangkat judul “Asuhan Keperawatan pada pasien Hipertensi dengan

penerapan intervensi Terapi Musik Klasik”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas penulis membuat rumusan masalah yaitu

bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada pasien Hipertensi dengan Penerapan

Intervensi Terapi Musik Klasik di Ruang Jantung Rumah Sakit Umum Daerah

Raden Mataher Jambi Tahun 2021.

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Memberikan gambaran Asuhan Keperawatan pada Pasien Hipertensi

dengan penerapan Intervensi Terapi Musik Klasik di Ruang Jantung

Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mataher Jambi Tahun 2021.

2. Tujuan khusus

6
a. Memahami Konsep Hipertensi dan Asuhan Keperawatan pada

pasien Hipertensi dengan Penerapan Intervensi Terapi Musik

Klasik di Ruang Jantung Rumah Sakit Umum Daerah Raden

Mataher Jambi Tahun 2021.

b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien Hipertensi

dengan Penerapan Intervensi Terapi Musik Klasik di Ruang

Jantung Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mataher Jambi Tahun

2021.

c. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosis keperawatan pada

pasien Hipertensi dengan Penerapan Intervensi Terapi Musik

Klasik di Ruang Jantung Rumah Sakit Umum Daerah Raden

Mataher Jambi Tahun 2021.

d. Mahasiswa mampu melakukan intervensi pada pasien Hipertensi

dengan Penerapan Intervensi Terapi Musik Klasik di Ruang

Jantung Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mataher Jambi Tahun

2021.

e. Mahasiswa mampu melakukan implementasi pada pasien

Hipertensi dengan Penerapan Intervensi Terapi Musik Klasik di

Ruang Jantung Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mataher Jambi

Tahun 2021.

f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada pasien Hipertensi

dengan Penerapan Intervensi Terapi Musik Klasik di Ruang

Jantung Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mataher Jambi Tahun

2021.

g. Mahasiswa mampu melakukan pendokumentasian pada pasien

7
Hipertensi dengan Penerapan Intervensi Terapi Musik Klasik di

Ruang Jantung Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mataher Jambi

Tahun 2021.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi RSUD Raden Mataher

Hasil penulisan Laporan Tugas Akhir ners ini diharapkan dapat

digunakan sebagai dasar pengembangan manajemen asuhan

keperawatan dan membantu pelayanan asuhan keperawatan.

2. Bagi Pasien Hipertensi

Sebagai tambahan informasi dan dapat menambah pengetahuan tentang

penyakit Hipertensi dan manfaat mendengarkan musik klasik.

3. Bagi Pendidikan

Hasil penulisan Laporan Tugas Akhir ners ini diharapkan dapat

menambah referensi dibidang keperawatan medikal bedah pada pasien

Hipertensi di Ruang Jantung.

4. Bagi Penulis

Hasil penulisan Laporan Tugas Akhir ners ini diharapakan memberikan

pengetahuan dan memperkaya pengalaman bagi penulis dalam

memberikan dan menyusun asuhan keperawatan pada pasien Hipertensi

sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program

Profesi Ners di Poltekkes Kemenkes Jambi.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Hipertensi

1. Definisi

Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal

dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Seseorang

dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi

dari 140/90 mmHg (Elizabeth dalam Ardiansyah M., 2012).

Menurut Price (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H. (2016),

Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik

sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg.

Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita penyakit jantung,

tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan

pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar

resikonya.

Sedangkan menurut Hananta I.P.Y., & Freitag H. (2011),

Hipertensi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam

pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari suatu periode.

Hipertensi dipengaruhi oleh faktor risiko ganda, baik yang bersifat

endogen seperti usia, jenis kelamin dan genetik/keturunan, maupun

yang bersifat eksogen seperti obesitas, konsumsi garam, rokok dan

kopi.

Menurut American Heart Association atau AHA dalam Kemenkes

(2018), hipertensi merupakan silent killer dimana gejalanya sangat

9
bermacam-macam pada setiap individu dan hampir sama dengan

penyakit lain. Gejala-gejala tersebut adalah sakit kepala atau rasa berat

ditengkuk. Vertigo, jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan

kabur, telinga berdenging atau tinnitus dan mimisan.

2. Anatomi dan Fisiologi jantung

a. Anatomi Jantung

1) Jantung

System kardiovaskuler terdiri atas jantung, pembuluh darah

(arteri, vena, kapiler) dan sistem limfatik. Fungsi utama system

kardiovaskular adalah mengalirkan darah yang kaya oksigen ke seluruh

tubuh dan memompa darah dari seluruh tubuh (jaringan) ke sirkulasi

paru untuk dioksigenasi (Aspiani, 2016).

Jantung merupakan organ utama sistem kardiovaskular, berotot

dan berongga, terletak di rongga toraks bagian mediastunum. Jantung

berbentuk seperti kerucut tumpul dan bagian bawah disebut apeks

terletak lebih ke kiri dari garis medial, bagian tepi terletak pada ruang

interkosta IV kiri atau sekitar 9 cm dari kiri linea medioklavikularis,

bagian atas disebut basis terletak agak ke kanan pada kosta ke III

sekitar 1 cm dari tepi lateral sternum. Memiliki ukuran panjang sekitar

12 cm, lebar 8-9 cm, dan tebal 6 cm. Berat jantung sekitar 200-425

gram, pada laki-laki sekitar 310 gram dan pada perempuan sekitar 225

gram (Aspiani, 2016).

Jantung adalah organ muscular yang tersusun atas dua atrium

dan dua ventrikel. Jantung dikelilingi oleh kantung pericardium yang

10
terdiri atas dua lapisan,yakni:

a) Lapisan visceral (sisi dalam )

b) Lapisan perietalis (sisi luar)

Dinding jantung mempunyai tiga lapisan, yaitu:

a) Epikardium merupakan lapisan terluar , memiliki struktur yang

sama dengan pericardium visceral.

b) Miokardium, merupakan lapisan tengah yang terdiri atas otot yang

berperan dalam menentukan kekuatan konstraksi.

c) Endokardium, merupakan lapisan terdalam terdiri atas jaringan

endotel yang melapisi bagian dalam jantung dan menutupi katup

jantung.

Jantung mempunyai empat katup, yaitu:

1. Trikupidalis

2. Mitralis (katup AV)

3. Pulmonalis (katup semilunaris)

4. Aorta (katup semilunaris)

Jantung memiliki 4 ruang , yaitu atrium kanan, atrium kiri dan

ventrikel kanan. Atrium terletak diatas ventrikel dan saling berdampingan.

Atrium dan ventrikel dipisahkan oleh katup satu arah. Antara rongga

kanan dan kiri dipisahkan oleh septum.

11
Gambar 2.1 :anatomi jantung

2) Pembuluh darah

Setiap sel didalam tubuh secara langsung bergantung pada

keutuhan dan fungsi system vaskuler, karena darah dari jantung akan dikiri

ke setiap sel melalui system tersebut. Sifat structural dari setiap bagian

system sirkulasi darah sistemik menentukan peran fisiologinya dalam

integrasi fungsi kardiovaskular. Keseluruhan system peredaran (system

kardiovaskular) terdiri atas arteri, arteriola, kapiler, venula, dan vena

(Aspiani, 2016).

a) Arteri adalah pembuluh darah yang tersusun atas tiga lapisan

(intima,media,adventisia) yang membawa darah yang mengandung

oksigen dari jantung ke jaringan.

b) Arteriol adalah pembuluh darah dengan resistensi kecil yang

mevaskularisasi kapiler.

c) Kapiler menghubungkan dengan arteriol menjadi venula (pembuluh

darah yang lebih besr yang bertekanan lebih rendah dibandingkan

dengan arteriol), dimana zat gizi dan sisa pembuangan mengalami

pertukaran

12
d) Venula bergabung dengan kapiler menjadi vena

e) Vena adalah pembuluh yang berkapasitas-besar, dan bertekanan

rendah yang membalikkan darah yang tidak berisi oksigen ke jantung.

(Lyndon, 2014)

b. Fisiologi

1) Siklus jantung

Siklus jantung adalah rangkaian kejadian dalam satu irama jantung.

Dalam bentuk yang pailng sederhana, siklus jantung adalah kontraksi

bersamaan kedua atrium, yang mengikuti suatu fraksi pada detik

berikutnya karena kontraksi bersamaan kedua ventrikel.

Sisklus jantung merupakan periode ketika jantung kontraksi dan

relaksasi. Satu kali siklus jantung sama dengan satu periode sistole

(saat ventrikel kontraksi) dan satu periode diastole (saat ventrikel

relaksasi). Normalnya, siklus jantung dimulai dengan depolarisasi

spontan sel pacemarker dari SA node dan berakhir dengan keadaan

relaksasi ventrikel.

Pada siklus jantung, systole (kontraksi) atrium diikuti sistole

ventrikel sehingga ada perbedaan yang berarti antara pergerakan darah

dari ventrikel ke arteri. Kontraksi atrium akan diikuti relaksasi atrium

dan ventrikel mulai ber kontraksi. Kontraksi ventrikel menekan darah

melawan daun katup atrioventrikuler kanan dan kiri dan menutupnya.

Tekanan darah juga membuka katup semilunar aorta dan pulmonalis.

Kedua ventrikel melanjutkan kontraksi, memompa darah ke arteri.

Ventrikel kemudian relaksasi bersamaan dengan pengaliran kembali

13
darah ke atrium dan siklus kembali.

a) Sistole atrium

b) Sistole ventrikel

c) Diastole ventrikel

2) Tekanan darah

Tekanan darah (blood pressure) adalah tenaga yang diupayakan

oleh darah untuk melewati setiap unit atau daerah dari dinding

pembuluh darah, timbul dari adanya tekanan pada dinding arteri.

Tekanan arteri terdiri atas tekanan sistolik, tekanan diastolik, tekanan

pulsasi, tekanan arteri rerata.

Tekanan sistolik yaitu tekanan maksimum dari darah yang

mengalir pada arteri saat ventrikel jantung berkontraksi, besarnya

sekitar 100-140 mmHg. Tekanan diastolic yaitu tekanan darah pada

dinding arteri pada saat jantung relaksasi, besarnya sekitar 60-90

mmHg. Tekanan pulsasi merupakan reflek dari stroke volume dan

elastisitas arteri, besarnya sekitar 40-90 mmHg. Sedangkan tekanan

arteri rerata merupakan gabungan dari tekanan pulsasi dan tekanan

diastolic yang besarnya sama dengan sepertiga tekanan pulsasi

ditambah tekanan diastolik. Tekanan darah sesungguhnya adalah

ekspresi dari tekanan systole dan tekanan diastole yang normal

berkisar120/80 mmHg. Peningkatan tekanan darah lebih dari normal

disebut hipertensi dan jika kurang normal disebut hipotensi. Tekanan

darah sanagat berkaitan dengan curah jantung, tahanan pembuluh

darah perifer ( R ). Viskositas dan elastisitas pembuluh darah

(Aspiani, 2016)

14
3. Etiologi

Menurut Ardiansyah M (2012) penyebab hipertensi dibagi menjadi 2

golongan sebagai berikut :

a. Hipertensi primer (esensial)

Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau hiperetnsi yang

90% tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga

berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial diantaranya :

1. Genetik

Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi lebih tinggi

mendapatkan penyakit hipertensi.

2. Jenis kelamin dan usia

Lelaki berusia 35-50 tahun dan wanita yang telah menopause

berisiko tinggi mengalami penyakit hipertensi.

3. Diit konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak.

Konsumsi garam yang tinggi atau konsumsi makanan dengan

kandungan lemak yang tinggi secara langsung berkaitan dengan

berkembangnya penyakit hipertensi.

4. Berat badan obesitas

Berat badan yang 25% melebihi berat badan ideal sering dikaitkan

dengan berkembangnya hipertensi.

5. Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol

Merokok dan konsumsi alkohol sering dikaitkan dengan

berkembangnya hipertensi karena reaksi bahan atau zat yang

terkandung dalam keduanya.

15
b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang diketahui

penyebabnya. Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa penyakit,

yaitu :

1. Coarctationaorta, yaitu penyempitan aorta congenital yang

mungkin terjadi beberapa tingkat pada aorta toraksi atau aorta

abdominal. Penyembitan pada aorta tersebut dapat menghambat

aliran darah sehingga terjadi peningkatan tekanan darah diatas area

kontriksi.

2. Penyakit parenkim dan vaskular ginjal. Penyakit ini merupakan

penyakit utama penyebab hipertensi sekunder. Hipertensi

renovaskuler berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih

arteri besar, yang secara langsung membawa darah ke ginjal.

Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien dengan hipertensi

disebabkan oleh aterosklerosis atau fibrous dyplasia (pertumbuhan

abnormal jaringan fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait

dengan infeksi, inflamasi, serta perubahan struktur serta fungsi

ginjal.

3. Penggunanaan kontrasepsi hormonal (esterogen).

Kontrasepsi secara oral yang memiliki kandungan esterogen dapat

menyebabkan terjadinya hipertensi melalui mekanisme renin-

aldosteron-mediate volume expantion. Pada hipertensi ini, tekanan

darah akan kembali normal setelah beberapa bulan penghentian

oral kontrasepsi.

4. Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks

16
adrenal dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal- mediate

hypertension disebabkan kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan

katekolamin.

5. Kegemukan (obesitas) dan malas berolahraga.

6. Stres, yang cenderung menyebabkan peningkatan tekanan darah

untuk sementara waktu.

7. Kehamilan

8. Luka bakar

9. Peningkatan tekanan vaskuler

10. Merokok.

Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin.

Peningkatan katekolamin mengakibatkan iritabilitas miokardial,

peningkatan denyut jantung serta menyebabkan vasokortison yang

kemudian menyebabkan kenaikan tekanan darah.

4. Klasifikasi Hipertensi

Menurut Tambayong (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H. 2016),

klasifikasi hipertensi klinis berdasarkan tekanan darah sistolik dan

diastolik yaitu :

Tabel 2.1 Klasifikasi derajat hipertensi secara klinis

N Kategori Sistolik Diastolik


o (mmHg) (mmHg)
1. Optimal <120 <80
2. Normal 120-129 80-84
3. High Normal 130-139 85-89
4. Hipertensi
5. Grade 1 (ringan) 140-159 90-99
6. Grade 2 (sedang) 160-179 100-109
7. Grade 3 (berat) 180-209 100-119
8. Grade 4 (sangat ≥210 ≥210

17
berat)
Sumber : Tambayong dalam Nurarif A.H., & Kusuma H. (2016).

Menurut World Health Organization (dalam Noorhidayah, S.A. 2016)

klasifikasi hipertensi adalah :

a. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama

dengan 140 mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90

mmHg.

b. Tekanan darah perbatasan (border line) yaitu bila sistolik 141-

149 mmHg da n diastolik 91-94 mmHg.

c. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar

atau sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau

sama dengan 95 mmHg.

5. Manifestasi Klinis Hipertensi

Menurut Tambayong (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H., 2016), tanda

dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :

a. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan

peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh

dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak

akan pernah terdiagnosa jika tekanan darah tidak teratur.

b. Gejala yang lazim

Seing dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi

meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataanya ini

merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien

18
yang mencari pertolongan medis.

Gejala Hipertensi antara lain :

1. Mengeluh sakit kepala, pusing

2. Lemas, kelelahan

3. Sesak nafas

4. Gelisah

5. Mual

6. Muntah

7. Epistaksis

8. Kesadaran menurun

6. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi

Menurut Aulia, R. (2017), faktor risiko hipertensi dibagi menjadi 2

kelompok, yaitu :

a. Faktor yang tidak dapat diubah

Faktor yang tidak dapat berubaha adalah :

1) Riwayat Keluarga

Seseorang yang memiliki keluarga seperti, ayah, ibu, kakak

kandung/saudara kandung, kakek dan nenek dengan hipertensi

lebih berisiko untuk terkena hipertensi.

2) Usia

Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya

usia. Pada laki-laki meningkat pada usia lebih dari 45 tahun

sedangkan pada wanita meningkat pada usia lebih dari 55

tahun.

19
3) Jenis Kelamin

Dewasa ini hipertensi banyak ditemukan pada pria daripada

wanita.

4) Ras/etnik

Hipertensi menyerang segala ras dan etnik namun di luar

negeri hipertensi banyak ditemukan pada ras Afrika Amerika

daripada Kaukasia atau Amerika Hispanik.

b. Faktor yang dapat diubah

Kebiasaan gaya hidup tidak sehat dapat meningkatkan hipertensi

antara lain yaitu :

1) Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi

karena dalam rokok terdapat kandungan nikotin. Nikotin

terserap oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan

diedarkan ke otak. Di dalam otak, nikotin memberikan sinyal

pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin atau adrenalin

yang akan menyemptkan pembuluh darah dan memaksa

jantung bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih

tinggi (Murni dalam Andrea, G.Y., 2013).

2) Kurang aktifitas fisik

Aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan

oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi.

Kurangnya aktifitas fisik merupakan faktor risiko independen

untuk penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan

20
dapat menyebabkan kematian secara global (Iswahyuni, S.,

2017).

3) Konsumsi Alkohol

Alkohol memiliki efek yang hampir sama dengan karbon

monoksida, yaitu dapat meningkatkan keasaman darah. Darah

menjadi lebih kental dan jantung dipaksa memompa darah

lebih kuat lagi agar darah sampai ke jaringan mencukupi

(Komaling, J.K., Suba, B., Wongkar, D., 2013). Maka dapat

disimpulkan bahwa konsumsi alkohol dapat meningkatkan

tekanan darah.

4) Kebiasaan minum kopi

Kopi seringkali dikaitkan dengan penyakit jantung koroner,

termasuk peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol

darah karena kopi mempunyai kandungan polifenol, kalium,

dan kafein. Salah satu zat yang dikatakan meningkatkan

tekanan darah adalah kafein. Kafein didalam tubuh manusia

bekerja dengan cara memicu produksi hormon adrenalin yang

berasal dari reseptor adinosa didalam sel saraf yang

mengakibatkan peningkatan tekanan darah, pengaruh dari

konsumsi kafein dapat dirasakan dalam 5-30 menit dan

bertahan hingga 12 jam (Indriyani dalam Bistara D.N., &

Kartini Y., 2018).

5) Kebiasaan konsumsi makanan banyak mengandung garam,

Garam merupakan bumbu dapur yang biasa digunakan untuk

21
memasak. Konsumsi garam secara berlebih dapat

meningkatkan tekanan darah. Menurut Sarlina, Palimbong, S.,

Kurniasari, M.D., Kiha, R.R. (2018), natrium merupakan

kation utama dalam cairan ekstraseluler tubuh yang berfungsi

menjaga keseimbangan cairan. Natrium yang berlebih dapat

mengganggu keseimbangan cairan tubuh sehingga

menyebabkan edema atau asites, dan hipertensi.

6) Kebiasaan konsumsi makanan lemak

Menurut Jauhari (dalam Manawan A.A., Rattu A.J.M., Punuh

M.I, 2016), lemak didalam makanan atau hidangan

memberikan kecenderungan meningkatkan kholesterol darah,

terutama lemak hewani yang mengandung lemak jenuh.

Kolesterol yang tinggi bertalian dengan peningkatan

prevalensi penyakit hipertensi.

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Setiap program terapi memiliki suatu tujuan yaitu

untuk mencegah kematian dan komplikasi, dengan mencapai dan

mempertahankan tekanan darah arteri pada atau kurang dari 140/90 mmHg

(130/80 mmHg untuk penderita diabetes melitus atau penderita penyakit

ginjal kronis) kapan pun jika memungkinkan (Smeltzer, 2013).

a. Pendekatan nofarmakologis mencakup penurunan berat badan;

pembatasan alkohol dan natrium; olahraga teratur dan relaksasi.

Diet DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) tinggi

buah, sayuran, dan produk susu rendah lemak telah terbukti

menurunkan tekanan darah tinggi (Smeltzer, 2013).

22
b. Pilih kelas obat yang memiliki efektivitas terbesar, efek samping

terkecil, dan peluang terbesar untuk diterima pasien. Dua kelas

obat tersedia sebagai terapi lini pertama : diuretik dan penyekat

beta (Smeltzer, 2013).

c. Tingkatkan kepatuhan dengan menghindari jadwal obat yang

kompleks (Smeltzer, 2013).

Menurut Irwan (2016), tujuan pengobatan hipertensi adalah

mengendalikan tekanan darah untuk mencegah terjadinya komplikasi,

adapun penatalaksanaannya sebagai berikut :

a. Non Medikamentosa Pengendalian faktor risiko. Promosi

kesehatan dalam rangka pengendalian faktor risiko, yaitu :

1. Turunkan berat badan pada obesitas.

2. Pembatasan konsumsi garam dapur (kecuali mendapat HCT).

3. Hentikan konsumsi alkohol.

4. Hentikan merokok dan olahraga teratur.

5. Pola makan yang sehat.

6. Istirahat cukup dan hindari stress.

7. Pemberian kalium dalam bentuk makanan (sayur dan buah) diet

hipertensi.

Penderita atau mempunyai riwayat keluarga dengan

hipertensi diharapkan lebih hati-hati terhadap makanan yang dapat

memicu timbulnya hipertensi, antara lain :

1. Semua makanan termasuk buah dan sayur yang diolah dengan

menggunakan garam dapur/ soda, biskuit, daging asap, ham,

bacon, dendeng, abon, ikan asin, telur pindang, sawi asin,

23
asinan, acar, dan lainnya.

2. Otak, ginjal, lidah, keju, margarin, mentega biasa, dan lainnya.

3. Bumbu-bumbu; garam dapur, baking powder, soda kue, vetsin,

kecap, terasi, magi, tomat kecap, petis, taoco, dan lain-lain.

b. Medikamentosa meliputi : Hipertensi ringan sampai sedang, dicoba

dulu diatasi dengan pengobatan non medikamentosa selama 2-4

minggu. Medikamentosa hipertensi stage 1 mulai salah satu obat

berikut :

1. Hidroklorotiazid (HCT) 12,5-25 mg/hari dosis tunggal pagi

hari

2. Propanolol 2 x 20-40 mg sehari.

3. Methyldopa

4. MgSO4

5. Kaptopril 2-3 x 12,5 mg sehari

6. Nifedipin long acting (short acting tidak dianjurkan) 1 x 20-60

mg

7. Tensigard 3 x 1 tablet

8. Amlodipine 1 x 5-10 mg

9. Diltiazem (3 x 30-60 mg sehari) kerja panjang 90 mg sehari.

Sebaiknya dosis dimulai dengan yang terendah, dengan evaluasi

berkala dinaikkan sampai tercapai respons yang diinginkan. Lebih tua usia

penderita, penggunaan obat harus lebih hati-hati. Hipertensi sedang sampai

berat dapat diobati dengan kombinasi HCT + propanolol, atau HCT +

kaptopril, bila obat tunggal tidak efektif. Pada hipertensi berat yang tidak

sembuh dengan kombinasi di atas, ditambahkan metildopa 2 x 125-250

24
mg. Penderita hipertensi dengan asma bronchial jangan beri beta blocker.

Bila ada penyulit/ hipertensi emergensi segera rujuk ke rumah sakit.

8. Komplikasi

Komplikasi hipertensi berdasarkan target organ, antara lain sebagai berikut

(Irwan, 2016):

a. Serebrovaskuler: stroke, transient ischemic attacks, demensia vaskuler,

ensefalopati.

b. Mata : retinopati hipertensif.

c. Kardiovaskuler : penyakit jantung hipertensif, disfungsi atau hipertrofi

ventrikel kiri, penyakit jantung koroner, disfungsi baik sistolik maupun

diastolik dan berakhir pada gagal jantung (heart failure).

d. Ginjal : nefropati hipertensif, albuminuria, penyakit ginjal kronis.

e. Arteri perifer : klaudikasio intermiten

9. Pencegahan

Pencegahan Sebagaimana diketahui pre hipertensi bukanlah suatu

penyakit, juga bukan sakit hipertensi, tidak diindikasikan untuk diobati

dengan obat farmasi, bukan target pengobatan hipertensi, tetapi populasi

pre hipertensi adalah kelompok yang berisiko tinggi untuk menuju

kejadian penyakit kardiovaskular. Menurut Riyadi (2011), pencegahan

hipertensi terbagi atas dua bagian, yaitu :

a. Pencegahan primer Faktor risiko hipertensi antara lain: tekanan darah

di atas rata-rata, adanya riwayat hipertensi pada anamnesis keluarga,

ras (negro), takikardia, obesitas, dan konsumsi garam yang berlebihan

25
dianjurkan untuk

1) Mengatur diet agar berat badan tetap idel juga untuk menjaga agar

tidak terjadi hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, dan

sebagainya.

2) Dilarang merokok atau menghentikan merokok.

3) Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah

garam.

4) Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.

b. Pencegahan sekunder. Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita

telah diketahui menderita hipertensi karena faktor tertentu, tindakan

yang bisa dilakukan berupa :

1) Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat

maupun tindakan-tindakan seperti pencegahan primer.

2) Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol

secara normal atau stabil mungkin.

3) Faktor-faktor risiko penyakit jantung iskemik yang lain harus

dikontrol.

4) Batasi aktivitas.

Skema 1.1 WOC Hipertensi

26
27
B. Asuhan Keperawatan Pasien Hipertensi

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.

Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya.

Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang terajadi pada tahap ini

akan menentukan diagnosis keperawatan. Diagnosis yang diangkat akan

menentukan desain perencanaan yang ditetapkan.(Adib, 2009).

Menurut Debora (2011) tahapan pengkajian sebagai berikut yaitu :

a. Biodata

Data lengkap dari pasien meliputi : nama lengkap, umur, jenis kelamin,

kawin / belum kawin, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan,

pendapatan, dan alamat identitas penanggung, meliputi : nama lengkap,

jenis kelamin, umur, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan,

hubungan dengan pasien dan alamat.

b. Keluhan utama

Keluhan hipertensi biasanya bermula dari nyeri kepala yang disebabkan

oleh peningkatan tekanan aliran darah ke otak.

c. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Keadaan yang didapatkan pada saat pengkajian misalnya pusing,

jantung kadang berdebar-debar, cepat lelah, palpitasi, kelainan

pembuluh retina (hypertensi retinopati), vertigo dan muka merah dan

epistaksis spontan.

2) Riwayat kesehatan masa lalu

28
Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan :

a) Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui

penyebabnya. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetic,

lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatis dan faktor-faktor

yang meningkatkan resiko seperti : obesitas, alcohol, merokok, serta

polisetemia.

b) Hipertensi sekunder atau hipertensi renal, penyebabnya seperti:

Penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vascular, dan

hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Penyakit hipertensi lebih banyak menyerang wanita daripada pria dan

penyakit ini sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan yaitu jika orang tua

mempunyai riwayat hipertensi maka anaknya memilik resiko tinggi

menderita penyakit seperti orang tuanya.

e. Riwayat psikososial

Gejala : Riwayat kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah kronik,

factor stress multiple.

Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian,

tangisan yang meledak, gerak tangan empati, muka tegang,

gerak fisik, pernafasan menghela nafas, penurunan pola bicara.

f. Riwayat spiritual

Pada riwayat spiritual bila dihubungkan dengan kasus hipertensi belum

dapat diuraikan lebih jauh, tergantung dari dan kepercayaan masing-masing

individu.

g. Pemeriksaan fisik

29
1) Keadaan umum : Pasien nampak lemah

2) Tanda-tanda vital :

Suhu tubuh kadang meningkat, pernapasan dangkal dan nadi juga cepat,

tekanan darah sistolik diatas 140 mmHg dan diastolic di atas 90 mmHg.

3) Review of sistem

a) Sirkulasi

Gejala : Riwayat hipertensi, atherosklerosis, penyakit jan- tung

kongesti / katup dan penyakit serebrovaskuler.

Tanda : Kenaikan tekanan darah

Nadi : denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis,

perbedaan denyut.

Denyut apical: titik point of maksimum impuls, mungki

bergeser atau sangat kuat.

Frekuensi / irama: takikardia, berbagai disritmia.

Bunyi jantung: tidak terdengar bunyi jantung I, pada

dasar bunyi jantung II dan bunyi jantung III. Murmur

stenosis valvular.

Distensi vena jugularis/kongesti vena.

Desiran vaskuler tidak terdengar di atas karotis,

femoralis atau epigastrium (stenosis arteri).

Ekstremitas: perubahan warna kulit, suhu dingin,

pengisian kapiler mungkin lambat atau tertunda.

b) Neurosensori

Gejala : Keluhan pening/ pusing, berdenyut, sakit kepala sub

30
occipital.

Episode bebas atau kelemahan pada satu sisi tubuh.

Gangguan penglihatan dan episode statis staksis.

Tanda : Status mental: perubahan keterjagaaan, orientasi.

Pola/isi bicara, afek, proses fikir atau memori.

Respon motorik: penurunan kekuatan, genggaman

tangan

Perubahan retinal optik: sclerosis, penyempitan arteri

ringan-mendatar, edema, papiladema, exudat, hemoragi.

c) Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala : Angina (penyakit arteri koroner / keterlibatan jantung).

Nyeri tungkai yang hilang timbul/klaudasi.

Sakit kepala oxipital berat. Nyeri abdomen/massa.

d) Pernafasan (berhubungan dengan efek cardiopulmonal tahap lanjut

dari hipertensi menetap/berat).

Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja tachypnea,

ortopnea, dispnea, nocturnal paroxysmal, batuk

dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.

Tanda : Distress respirasi / penggunaan otot aksesori pernafasan,

bunyi nafas tambahan, sianosis.

e) Keamanan

Keluhan : Gangguan koordinasi / cara berjalan.

Gejala : Episode parastesia unilateral transien, hypotensi

postural.

31
h. Aktivitas sehari-hari

1) Aktivitas

Gejala : Kelemahan, letih nafas pendek, gaya hidup monoton.

Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,

tachypnea.

2) Eliminasi

Gejala : Gejala ginjal saat ini atau yang lalu (misalnya: infeksi,

obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa lalu).

3) Makanan dan cairan

Gejala : Makanan yang disukai mencakup makanan tinggi

garam, lemak, kolesterol serta makanan dengan kandungan

tinggi kalori.

Tanda : Berat badan normal atau obesitas. Adanya edema, kongesti

vena, distensi vena jugulalaris, glikosuria.

i. Pemeriksaan diagnostik

1) BUN / kreatinin : Memberikan informasi tentang perfusi / fungsi

ginjal.

2) Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat mening-

katkan hipertensi.

3) Urinalisa : Darah, protein, glukosa sangat mengisyaratkan

disfungsi

ginjal dan atau adanya diabetes.

4) EKG : Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola

regangan,

gangguan konduksi.

32
j. Penatalaksanaan

1) Pengobatan non farmakologis dapat berupa penurunan berat badan dan

diet rendah garam.

2) Pengobatan farmakologis untuk regresi hipertrofi ventrikel kiri pada

hipertensi berdasarkan penelitian yang didapatkan ACE inhibitor, beta-

blocker, antagonis kalsium dan diuretik mengurangi massa ventrikel

kiri dan ternyata ACE inhibitor menunjukkan pengobatan yang paling

efektif.

2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai

seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan

atau proses kehidupan yang aktual atau potensial (Sharon, 2014). Diagnosa

keperawatan yang mungkin muncul ditemukan pada pasien dengan

hipertensi menurut (Doenges, 2010) adalah :

a. Resiko Tinggi Penurunan Curah jantung berhubungan dengan

peningkatan afterload, vasokontriksi, iskemia miokardia, hipertrofi.

b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

c. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler selebral.

d. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya

hipertensi yang diderita.

e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi rencana

pengobatan berhubungan dengan kurang pengetahuan / daya ingat.

3. Intervensi

33
Intervensi keperawatan merupakan tindakan yang dirancang untuk

membantu klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat

yang diinginkan dalam hasil yang sudah diharapkan (Dongoes, 2010).

34
Tabel 2.1. Intervensi Menurut Nanda Nic Noc

No Diagnosa
Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
dx Keperawatan
1. Resiko tinggi NOC : Cardiac Pump NIC : Cardiac Care
penurunan effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri
curah Circulation Status dada (intensitas,
jantung Vital Sign Status lokasi, durasi)
berhubungan Kriteria Hasil: 2. Catat adanya
dengan 1. Tanda Vital disritmia jantung
peningkatan dalam rentang 3. Catat adanya tanda
afterload, normal (Tekanan dan gejala penurunan
vasokonstrik darah, Nadi, cardiac putput
si, respirasi) 4. Monitor status
hipertrofi/rig 2. Dapat kardiovaskuler
iditas mentoleransi 5. Monitor adanya
ventrikuler, aktivitas, tidak perubahan tekanan
iskemia ada kelelahan darah
miokard 3. Tidak ada edema 6. Monitor respon
paru, perifer, dan pasien terhadap efek
tidak ada asites pengobatan
4. Tidak ada antiaritmia
penurunan 7. Atur periode latihan
kesadaran dan istirahat untuk
menghindari
kelelahan
8. Monitor adanya
dyspneu, fatigue,
tekipneu dan
ortopneu
2. Intoleransi NOC : Energy NIC : Energy
aktivitas conservation Self Management
berhubungan Care : ADLs 1. Observasi adanya
dengan Kriteria Hasil : pembatasan klien
kelemahan, 1. Berpartisipasi dalam melakukan
ketidakseimb dalam aktivitas aktivitas
angan suplai fisik tanpa 2. Dorong anal untuk
dan disertai mengungkapkan
kebutuhan peningkatan perasaan terhadap
oksigen. tekanan darah, keterbatasan
nadi dan RR 3. Kaji adanya factor
2. Mampu yang menyebabkan
melakukan kelelahan
aktivitas sehari 4. Monitor nutrisi dan
hari (ADLs) sumber energi
secara mandiri tangadekuat
5. Monitor pasien akan
adanya kelelahan
fisik dan emosi secara

35
berlebihan
6. Monitor respon
kardivaskuler
terhadap aktivitas
7. Kolaborasikan
dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan
progran terapi yang
tepat.
8. Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan diwaktu luang
9. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
10. Monitor respon fisik,
emosi, social dan
spiritual
3. Nyeri akut NOC : Pain Level, NIC : Pain Management
berhubungan Pain control, 1. Lakukan pengkajian
dengan Comfort level nyeri secara
peningkatan Kriteria Hasil : komprehensif
tekanan 1. Mampu termasuk lokasi,
vaskuler mengontrol nyeri karakteristik, durasi,
serebral (tahu penyebab frekuensi, kualitas
nyeri, mampu dan faktor presipitasi
menggunakan 2. Observasi reaksi
tehnik nonverbal dari
nonfarmakologi ketidaknyamanan
untuk 3. Gunakan teknik
mengurangi komunikasi
nyeri, mencari terapeutik untuk
bantuan) mengetahui
2. Melaporkan pengalaman nyeri
bahwa nyeri pasien
berkurang 4. Bantu pasien dan
dengan keluarga untuk
menggunakan mencari dan
manajemen nyeri menemukan
3. Mampu dukungan
mengenali nyeri 5. Kontrol lingkungan
(skala, intensitas, yang dapat
frekuensi dan mempengaruhi nyeri
tanda nyeri) seperti suhu ruangan,
4. Menyatakan rasa pencahayaan dan
nyaman setelah kebisingan
nyeri berkurang 6. Pilih dan lakukan

36
5. Tanda vital penanganan nyeri
dalam rentang (farmakologi, non
normal farmakologi dan inter
personal)
7. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi (terapi
musik klasik)
8. Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
9. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
4. Cemas Setelah dilakukan NIC : Anxiety Reduction
berhubungan tindakan 1. Gunakan pendekatan
dengan krisis keperawatan selama yang menenangkan
situasional 3 x 24 jam, cemas 2. Nyatakan dengan
sekunder pasien berkurang jelas harapan
adanya Kriteria hasil: terhadap pelaku
hipertensi Anxiety Control pasien
yang diderita Coping Vital 3. Jelaskan semua
Sign Status prosedur dan apa
1. Menunjukan yang dirasakan
teknik untuk selama prosedur
mengontrol 4. Temani pasien untuk
cemas teknik memberikan
nafas dalam keamanan dan
2. Postur tubuh mengurangi takut
pasien rileks 5. Identifikasi tingkat
dan ekspresi kecemasan
wajah tidak 6. Bantu pasien
tegang mengenal situasi yang
3. Mengungkap menimbulkan
kan cemas kecemasan
berkurang 7. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
5. Kurang NOC : Kowlwdge : NIC : Teaching : disease
pengetahuan disease process Process
berhubungan Kowledge : health 1. Berikan penilaian
dengan Behavior tentang tingkat
kurangnya Kriteria Hasil : pengetahuan pasien
informasi 1. Pasien dan tentang proses
tentang keluarga penyakit yang
proses menyatakan spesifik

37
penyakit pemahaman 2. Jelaskan patofisiologi
tentang penyakit, dari penyakit dan
kondisi, bagaimana hal ini
prognosis dan berhubungan dengan
program anatomi dan fisiologi,
pengobatan dengan cara yang
2. Pasien dan tepat.
keluarga mampu 3. Diskusikan pilihan
melaksanakan terapi atau
prosedur yang penanganan
dijelaskan secara 4. Dukung pasien untuk
benar mengeksplorasi atau
3. Pasien dan mendapatkan second
keluarga mampu opinion dengan cara
menjelaskan yang tepat atau
kembali apa yang diindikasikan
dijelaskan 5. Eksplorasi
perawat/tim kemungkinan sumber
kesehatan atau dukungan,
lainnya. dengan cara yang
tepat
6. Rujuk pasien pada
grup atau agensi di
komunitas lokal,
dengan cara yang
tepat
7. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk
melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan
cara yang tepat

4. Implementasi

Implementasi adalah proses keperawatan dengan melaksanakan

berbagai strategis keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah

direncanakan. (Doengoes, 2010). Tujuan dari pelaksanaan adalah

membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang

mencakup peningkatan kesehatan pencegahan penyakit. Pemulihan

kesehatan dan mempasilitas koping perencanaan tindakan keperawatan

38
akan dapat dilaksanakan dengan baik. Jika klien mempunyai keinginan

untuk berpatisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan selama tahap

pelaksanaan perawat terus melakukan pengumpulan kembali apa yang

dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap terakhir proses keperawatan dengan cara menilai

sejauh mana tujuan diri rencana keperawatan tercapai atau tidak. (Doengoes,

2010). Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam

mencapai tujuan.

C. Terapi Musik Klasik

1. Definisi

Musik klasik adalah musik yang komposisinya lahir dari budaya

Eropa pada zaman klasik atau kuno. Dibandingkan dengan musik lainnya,

melodi dan frekuensi yang tinggi pada musik klasik mampu merangsang

dan memperdayakan kreatifitas serta menenangkan atau memberi

semangat dan yang jelas musik klasik berperan dalam mempengaruhi

perasaan dan emosi (Lidyansyah, 2013)

Terapi musik klasik adalah penggunaan musik sebagai alat terapis

untuk memperbaiki, memelihara, mengembangkan mental, fisik dan

kesehatan emosi. Terapi musik merupakan suatu bentuk terapi dibidang

kesehatan yang menggunakan musik dan aktivitas musik untuk mengatasi

berbagai masalah dalam aspek baik, fisik, psikologis, kognitif dan

kebutuhan sosial individu. Terapi musik dapat digunakan dalam

39
lingkup klinis, pendidikan dan sosial bagi pasien yang membutuhkan

pengobatan atau intervensi pada aspek sosial dan psikologis (Gusti,

2014).

Jenis musik klasik yang mempunyai karakteristik bersifat terapi

adalah musik yang nondramatis, dinamikanya bisa diprediksi, memiliki

nada yang lembut, harmonis salah satunya musik klasik mozart. Music

Klasik Mozart adalah musik yang dapat berpengaruh memperlambat dan

menyeimbangkan otak, selain itu music Mozart yang lemut dan seimbang

antara beat, ritme serta harmoninya dapat memodifikasi gelombang otak.

Musik Mozart dengan judul “symphony No. 40 in G minor, K. 550” akan

mengaktifkan gelombang di area otak. Music sampai ke otak melalui

saraf dan mengaktifkan gelombang beta di otak dengan sinyal 14-20

gelombang per detik akan diubah menjadi gelombang alpha atau sekitar

8-13 gelombang per detik, gelombang ini membuat orang rileks (Djohan,

2006).

Music klasik Mozart memiliki tempo 60-80 ketukan per menit,

tanpa lirik, mengalun, dapat menstimulasi gelombang alpha dan tetha

pada otak yang mengaktifkan sistem limbik sehingga mmembuat tubuh

rileks, menimbulkan efek neuroendokrin dan merangsang pelepasan zat

endorphin yang dapat mengurangi persepsi kecemasan. (Alexander,

2007)

2. Bentuk terapi musik

Ada dua macam bentuk terapi musik :

a. Terapi aktif

40
Terapi aktif adalah keahlian menggunakan musik dan elemen musik

untuk meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan

kesehatan mental, fiisk, emosional, dan spiritual. Terapi aktif ini

dapat dilakukan dengan cara mengajak pasien bernyanyi, belajar

bermain musik bahkan membuat lagu yang singkat atau dengan kata

lain terjadi interaksi yang aktif antara yang diberi terapi dengan yang

memberi terapi.

b. Terapi pasif

Terapi pasif adalah dengan cara mengajak klien mendengarkan

musik, dan hasilnya akan efektif bila pasien mendengarkan musik

yang disukainya.

3. Tujuan terapi musik

Terapi musik mempunyai tujuan membantu mengekspresikan perasaan,

membantu rehabilitasi fisik, memberi pengaruh positif terhadap suasana

hati dan emosi, meningkatkan emosi, serta menyediakan kesempatan

yang unik untuk berinteraksi dan membangun kedekatan emosional.

Dengan demikian, terapi musik juga dapat membantu mengatasi stres

atau kecemasan, mencegah penyakit, dan menghilangkan rasa sakit

(Gusti, 2014).

4. Manfaat terapi musik

Menurut Natalina (2013) terapi musik merupakan pengobatan secara

holistik yang langsung pada symtom penyakit. Terapi ini berhasil jika ada

kerjasama antara klien dengan terapis. Terapi musik memiliki beberapa

manfaat, diantaranya :

41
a. Musik pada bidang kesehatan

a) Menurunkan tekanan darah. Melalui ritmik musik yang stabil

memberi irama teratur pada sitem kerja jantung

b) Menstimulasi kerja otak. Mendengarkan musik dengan

harmoni yang baik akan menstimulasi otak untuk melakukan

proses analisa terhadap lagu tersebut.

c) Meningkatkan imunitas tubuh. Suasana yang ditimbulkan oleh

musik akan mempengaruhi sistem kerja hormon manusia, jika

kita mendengar musik yang baik/positif maka hormon yang

meningkatkan imunitas tubuh juga akan berproduksi

b. Musik meningkatkan kecerdasan

a) Daya ingat.

Menyanyi dengan menghafalkan lirik lagu akan melatih daya

ingat

b) Konsentrasi.

Saat terlibat dalam bermusik akan mneybabkan otak bekerja

secara fokus

c) Emosional.

Musik mampu memberi pengaruh emosional makhluk hidup.

c. Musik meningkatkan kerja otot

d. Musik meningkatkan produktifitas, kreatifitas dan imajinasi

e. Musik menyebabkan tubuh menghasilkan hormon “kebahagiaan”

(beta endorfin). Karakter makhluk hidup dapat terbentuk melalui

musik, rangkaian nada yang indah akan membangkitkan perasaan

42
bahagia/semangat positif.

f. Musik mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan

sosialisasi. Bermusik akan menciptakan sosialisasi karena dalam

bermusik dibutuhkan komunikasi.

Nurseha (2012) menjelaskan bahwa musik klasik mempunyai

fungsi menenangkan pikiran dan kataris emosi, serta dapat

mengoptimalkan tempo, ritme, melodi dan harmoni yang teratur dan

dapat menghasilkan gelombang alfa serta gelombang beta dalam

gendang telinga sehingga memberikan ketenangan yang membuat

otak siap menerima masukan baru, efek rileks dan menidurkan.

Terapi musik yang berupa suara diterima oleh saraf

pendengaran, diubah menjadi vibrasi yang kemudian disalurkan ke

otak melalui sitem limbik. Dalam sistem limbik (amiglanda dan

hipotalamus) memberikan stimulus ke sistem saraf otonom yang

berkaitan erat dengan sistem endokrin yang menurunkan hormon-

hormon yang berhubungan dengan stres dan kecemasan, kemudian

stimulus mengaktifkan hormon endofrin untuk membantu

meningkatkan rasa rileks dalam tubuh seseorang. (Stuart, 2007)

5. Kelebihan dan kekurangan terapi musik klasik

a. Kelebihan

Penggunaan musik klasik sebagai terapi tidak merusak, tidak

mahal, aman, tidak membutuhkan keahlian khusus dalam

pemberiannya dan tidak ada efek samping yang negatif, serta

dapat menurunkan tekanan darah

43
b. Kekurangan

Penggunaan musik klasik harus menggunakan media untuk

mendengarkan, tidak bisa dilakukan pada pasien dengan

gangguan pendengaran

44
lampiran 1

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (sop)

“Terapi Musik Klasik”

Pengertian : Pemanfaatan kemampuan musik dan elemen musik

oleh terapis kepada klien

Tujuan : Memperbaiki kondisi fisik, emosional, dan kesehatan

spiritual pasien.

Persiapan alat & bahan : 1. Tape music / Radio, Hand phone

2. Compact Disc (CD) Musik

3. Headset

4. Alat-alat musik yang sesuai

PROSEDUR

a. Pre interaksi

1. Cek catatan keperawatan atau catatan medis klien (jika ada)

2. Siapkan alat-alat

3. Identifikasi faktor atau kondisi yang dapat menyebabkan kontra

indikasi

4. Cuci tangan

b. Tahap orientasi

1. Beri salam dan panggil klien dengan namanya

45
2. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada

klien/keluarga

c. Tahap kerja

1. Berikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan dilakukan

2. Menanyakan keluhan utama klien

3. Jaga privasi klien. Memulai kegiatan dengan cara yang baik

4. Menetapkan perubahan pada perilaku dan/atau fisiologi yang

diinginkan seperti relaksasi, stimulasi, konsentrasi, dan mengurangi

rasa sakit.

5. Menetapkan ketertarikan klien terhadap musik.

6. Identifikasi pilihan musik klien.

7. Berdiskusi dengan klien dengan tujuan berbagi pengalaman dalam

musik.

8. Pilih pilihan musik yang mewakili pilihan musik klien

9. Bantu klien untuk memilih posisi yang nyaman.

10. Batasi stimulasi eksternal seperti cahaya, suara, pengunjung,

panggilan telepon selama mendengarkan musik.

11. Dekatkan tape musik/CD dan perlengkapan dengan klien.

12. Pastikan tape musik/CD dan perlengkapan dalam kondisi baik.

13. Dukung dengan headphone jika diperlukan.

14. Nyalakan music dan lakukan terapi music.

46
15. Pastikan volume musik sesuai dan tidak terlalu keras.

16. menghidupkan musik dan meninggalkannya dalam waktu yang

lama.

17. Fasilitasi jika klien ingin berpartisipasi aktif seperti memainkan alat

musik atau bernyanyi jika diinginkan dan memungkinkan saat itu.

18. Hindari stimulasi musik setelah nyeri/luka kepala akut.

19. Menetapkan perubahan pada perilaku dan/atau fisiologi yang

diinginkan seperti relaksasi, stimulasi, konsentrasi, dan mengurangi

rasa sakit.

20. Menetapkan ketertarikan klien terhadap musik.

21. Identifikasi pilihan musik klien.

d. Terminasi

1. Evaluasi hasil kegiatan (kenyamanan klien)

2. Simpulkan hasil kegiatan

3. Berikan umpan balik positif

4. Kontrak pertemuan selanjutnya

5. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik

6. Bereskan alat-alat

7. Cuci tangan

e. Dokumentasi

1. Catat hasil kegiatan di dalam catatan keperawatan

47
a) Nama Pasien, Umur, Jenis kelamin, dan lain-lain

b) Keluhan utama

c) Tindakan yang dilakukan (terapi musik)

d) Lama tindakan

e) Jenis terapi musik yang diberikan

f) Reaksi selama, setelah terapi pemberian terapi musik

g) Respon pasien.

h) Nama perawat

i) Tanggal pemeriksaan

Hawari (2013)

48
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami Dan Menghindari Hipertensi, Jantung,

Dan Stroke. Yogyakarta: Dianloka.

AHA (american Heart Association). (2017). Hypertension : The Silent Killer :

Updated JNC-8 Guideline Recommendations. Alabama Pharmacy

Association.

Andrea, G. Y. (2013). korelasi derajat hipertensi dengan stadium penyakit

kronikdi DRUP Kariadi Semarang. Fakultas Kediokteran Universitas

Diponegoro.

Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah. Yogyakarta: DIVA Press.

Arif, Muttaqin., 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Kardiovaskular dan hematologi. Salemba Medika, Jakarta.

Aspiani, R.Y. 2016. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan

Kardiovaskular Aplikasi NIC & NOC. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Aulia, R., (2018). Pengaruh Pengetahuan Terhadap Kepatuhan Pasien Hipertensi

Di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr.Moewardi Surakarta Periode

FebruariApril 2018. Journal of Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Bistara, D.N. dan Kartini, Y. 2018. Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Kopi

dengan Tekanan Darah Pada Dewasa Muda. Jurnal Kesehatan Vokasional

Vol. 3 No. 1

Debora, Oda (2011). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta :

Salemba medika.

Depkes, 2019, Hipertensi Penyakit Paling Banyak Diidap Masyarakat,

Departemen Kesehatan RI, Jakarta

49
Doengoes. M. E, Et. Editor Monica, E. 2010. Nursing Care Plans Guidelines for

Planning and Documenting Patient Care, Edisi 3. Alih Bahasa: Kariasa IM.

Jakarta: EGC

Hananta I.P.Y., Freitag H (2011). Deteksi Dini dan Pencegahan Hipertensi dan

Stroke. Yogyakarta : MedPress.

Hartanti et al. (2016). Terapi Nafas Dalam Menurunkan Tekanan darah Pasien

Hipertensi. Vol IX. No.1

Hartanti R.D, Wardana D.P, Fajar R.A (2016). Terapi Relaksasi Napas Dalam

Menurunkan Tekanan Darah Pasien Hipertensi. Jurnal Ilmiah Kesehatan

Vol.9 No.1

Hastuti, R.T., & Insiyah. (2015). Penurunan tekanan darah dengan menggunakan

tehnik nafas dalam (deep breathing) pada pasien hipertensi di puskesmas

bendosari kabupaten sukoharjo. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 4,

No 2,November 2015, hlm 82- 196

Irianto, Koes 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan

Klinis. Penerbit Alfabeta. Bandung.

Irwan. 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Yogyakarta:Deepublish. 122

hal

Iswahyuni, S 2017, ‘Hubungan Antara Aktifitas Fisik Dan Hipertensi Pada

Lansia, Profesi (Profesional Islam)  Media Publikasi Penelitian, vol.14, no.2,

hlm. 1

Jumriani et al. 2019. DETERMINAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA

PENGUNJUNG POSBINDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

BALLAPARANG KOTA MAKASSAR. Jurnal Nasional Ilmu Kesehatan

(JNIK).

50
Kemenkes RI. Hipertensi. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian

kesehatan RI. 2014; (Hipertensi):1-7.

Kementerian Kesehatan RI. Profil Penyakit Tidak Menular Tahun 2016. Jakarta:

Kementerian Kesehatan RI; 2017.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan

Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus. Yogyakarta:

Penerbit Mediaction.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.

Saputra, Lyndon. (2014). Buku saku keperawatan. Jakarta : Binarupa Aksara

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.

Sujono Riyadi, S. M. 2011. Buku Keperawatan Medikal Bedah.Pustaka Pelajar:

Yogyakarta

Suwardianto, H., Kurnia, E. (2011). Pengaruh Terapi Relaksasi Nafas Dalam

( Deep Breathing) Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Penderita

Hipertensi Di Puskesmas Kota Wilayah Selatan Kota Kediri. Jurnal

STIKES. Volume 4. ISSN 2085-0921.

Udjianti, Wajan Juni. 2011. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba

Medika

WHO. Global Status Report On Noncommunicable Diseases. Switzerland: WHO

Press; 2014. 10 p.

Wijaya et al. 2013. Keperawatan Medikal Bedah I. Yogyakarta. Nuha Medika.

Yanita. (2017). Berdamai dengan Hipertensi. Jakarta : Bumi Medika.

51

Anda mungkin juga menyukai