Oleh Kelompok 4 :
1. DEFINISI
Hiperbilirubinemia merupakan keadaan bilirubin yang meningkat di
dalam darah. Peningkatan tersebut dapat terjadi pada kadar bilirubin total,
bilirubin indirek, dan/atau bilirubin direk. Hal ini dapat diketahui melalui
pemeriksaan bilirubin serum secara kuantitatif (Ambalavanan & Carlo, 2011).
Hiperbilirubinemia adalah suatau keadaan dimana menguningnya,
sklera, kulit atau jaringan lain akibat pelekatan bilirubin dalam tubuh atau
akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5mg/ml dalam 24 jam, yang
menandakan terjadinya gangguan fungsional dari liver, sistem biliary, atau
sistem hematologi (Atikah &Jaya,2015).
Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana tingginya kadar bilirubin
yang terakumulasi dalam darah dan akan menyebabkan ikterus, yang mana
ditandai dengan timbulnya warna kuning pada sklera dan kuku.
Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi baru
lahir. Pasien dengan hiperbilirubinemia neonatal diberi perawatan dengan
fototerapi dan tranfusi tukar (Kristianti,dkk,2015).
Menurut Rulina dan Debby (2013) Bahaya penumpukan bilirubin
yaitu: bilirubin indirek yang larut dalam lemak bila menembus sawar darah
otak akan terikat oleh sel otak yang terdiri terutama dari lemak. Sel otak dapat
menjadi rusak, bayi kejang, menderita kernikterus, bahkan menyebabkan
kematian. Bila kernikterus dapat dilalui, bayi dapat tumbuh tapi tidak
berkembang. Selain bahaya tersebut, bilirubin direk yang bertumpuk di hati
akan merusak sel hati menyebabkan sirosis hepatik (pengerutan hati).
Hiperbilirubinemia (kadar bilirubin tinggi) pada bayi kurang bulan lebih
sering terjadi, lebih cepat terlihat, dan berlangsung lebih lama. Kadar bilirubin
di dalam darah bayi kurang bulan juga lebih tinggi dibanding bayi cukup
bulan (Gambar 5). Hal ini disebabkan oleh sel hati yang masih imatur (belum
matang), uptake dan konyugasi bilirubin lambat dan sirkulasi enterohepatik
yang meningkat.
2. ETIOLOGI
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan.
Penyebab yang sering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat
inkopatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzimG6PD. Hemolisis
ini dapat pula timbul karena adanya perdarahan tertutup (hematoma cepal,
perdarahan sub aponeurotik) atau inkompatibilitas golongan darah Rh.
Infeksi juga memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia;
keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Faktor
lain yaitu hipoksia atau asfiksia, dehidrasi dan asiosis, hipoglikemia dan
polisitemia (Atikah & Jaya,2015).
3. FAKTOR RESIKO
a. ASI yang kurang
Bayi yang tidak mendapat ASI cukup saat menyusui dapat
bermasalah karena tidak cukupnya asupan ASI yang masuk ke usus untuk
memroses pembuangan bilirubin dari dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi
pada bayi prematur yang ibunya tidak memroduksi cukup ASI.
b. Peningkatan jumlah sel darah merah
Peningkatan jumlah sel darah merah dengan penyebab apapun
berisiko untuk terjadinya hiperbilirubinemia. Sebagai contoh, bayi yang
memiliki jenis golongan darah yang berbeda dengan ibunya, lahir dengan
anemia akibat abnormalitas eritrosit (antara lain eliptositosis), atau
mendapat transfusi darah; kesemuanya berisiko tinggi akan mengalami
hiperbilirubinemia.
c. Infeksi/ inkompabilitas ABO-Rh Bermacam infeksi yang dapat terjadi
pada bayi atau ditularkan dari ibu ke janin di dalam rahim dapat
meningkatkan risiko hiperbilirubinemia. Kondisi ini dapat meliputi
infeksi kongenital virus herpes, sifilis kongenital, rubela, dan sepsis.
4. KLASIFIKASI
Atikah dan Jaya, (2015), membagi ikterus menjadi dua yaitu :
a. Ikterus fisiologis
Sering dijumpai pada bayi dengan berat lahir rendah, dan
biasanya akan timbul pada hari kedua lalu menghilang setelah minggu
kedua. Ikterus fisiologis muncul pada hari kedua dan ketiga. Bayi aterm
yang mengalami hiperbilirubin memiliki kadar bilirubin yang tidak lebih
dari 12 mg/dl, dan dapat hilang pada hari ke-14. Penyebabnya ialah
karena bayi kekurangan protein, dan enzim glukoroniil transferase.
b. Ikterus patologis
Merupakan ikterus yang timbul segera dalam 24 jam pertama, dan
terus bertambah 5mg/dl setiap harinya, kadar bilirubin untuk bayi matur
diatas 10mg/dl, dan 15 mg/dl pada bayi prematur, kemudian menetap
selama seminggu kelahiran. Ikterus patologis sangat butuh penanganan
dan perawatan khusus, hal ini disebabkan karna ikterus patologis sangat
berhubungan dengan penyakit sepsis. Tanda – tandanya ialah :
1) Ikterus muncul dalam 24 jam pertama dan kadar melebihi 12 ml/dl.
2) Terjadi peningkatan kadar bilirubin sebanyak 5 mg/dl dalam 24 jam.
3) Ikterus disertai dengan hemolisis.
4) Ikterus akan menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi aterm,
dan 14 hari pada bayi BBLR.
PATHWAY
Ganggguan
Peningkatan Gangguan Gangguan Peningkatan
Transport
Produksi Fungsi Ekskresi Sirkulsi
Biliruin
Bilirubin hati Bilirubin Enterohepatik
Indirek
HIPERBILIRUBIN
Bilirubin Peningkatan
FISIOTERAPI
Indirek Pemecahan
Meningkat Bilirubin
Pemisahan
Perubahan
Bayi Pengeluaran
Suhu
Toksik Dengan Cairan
Lingkungan
bagi Orang Tua Empedu
Jaringan
Pengularan
Perubahan volume
Peran Cairan
Orang Tua Meningkat
Perubahan
Suhu
Lingkungan
5. PATOFISIOLOGI
Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk
akhir dari kataolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi.
Karena sifat hidrofobiknya, bilirubin tak terkonjugasi diangkut dalam
plasma, terikat erat pada albumin. Ketika mencapai hati, bilirubin diangkut
kedalam hepatosit, terikat dengan ligandin. Setelah diekresikan kedalam usus
melalui empedu, bilirubin direduksi menjadi tetrapirol tak berwarna oleh
mikroba diusus besar. Bilirubin tak terkojugasi ini dapat diserap kembali ke
dalam sirkulasi, sehingga meningkatkan bilirubin plasma total
(Mathindas,dkk,2013).
Menurut Atikah & jaya (2015) Bilirubin mengalami peningkatan
pada beberapa keadaan kondisi yang sering ditemukan ialah meningkatnya
beban berlebih pada sel hepar, yang mana sering ditemukan bahwa sel hepar
tersebut belum berfungsi sempurna. Hal ini dapat ditemukan apabila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, pendeknya umur eritrosit
pada jani atau bayi , meningkatnya bilirubin dari sumber lain dan atau
terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik. Bilirubin diproduksi
sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah rusak. Kemudian bilirubin
indirek (tidak terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan cara berikatan dengan
albumin. Bilirubin direk (terknjugasi) kemudian dieksresikan melalui traktus
gastrointestinal. Bayi memiliki usus yang belum sempurna, karena belum
terdapat bakteri pemecah, sehingga pemecahan biliruin tidak berhasil dan
menjadi bilirubn indirek yang kemudian ikut masuk dalam aliran darah,
sehingga bilirubin terus bersirkulasi.
6. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Widagdo (2012), Manifestasi dari hiperbilirubinemia yaitu :
a. Sistem eliminasi : Pada bayi normal, feses akan berwarna kuning
kehijauan, sementara pada bayi dengan hiperbilirubin bisanya akan
berwarna pucat. Hal ini disebabkan oleh bilirubin tak larut dalam lemak
akibat dari kerja hepar yang mengalami gangguan.
b. Sistem pencernaan : Bayi dengan hiperbilirubinemia mengalami
gangguan pada nutrisi, karena biasanya bayi akan tampak lebih malas
dan tampak letargi, dan juga reflek sucking yang kurang, sehingga nutrisi
yang akan dicerna hanya sedkit. Sistem integumen : pada bayi normal,
kulit bayi akan tambah merah muda, akan tetapi pada bayi dengan
hiperbilirubin, kulit bayi akan tampak berwarna kekuningan. Ini
disebabkan karena fungsi hepar yang belum sempurna, defisiensi protein
“Y” , dan juga tidak terdapat bakteri pemecah bilirubin dalam usus akibat
dari imaturitas usus, sehingga bilirubin indirek terus bersirkulasi
keseluruh tubuh.
c. Sestem kerja hepar (ekresi hepar) : Pada bayi yang mengalami
hiperbilirubin biasanya disebabkan oleh sistem kerja hepar yang imatur,
akibatnya hepar akan mengalami gangguan pemecahan bilirubin,
sehingga bilirubin tetap bersirkulasi dengan pembuluh drah untuk
menyebar keseluruh tubuh.
d. Sistem persyarafan : Bilirubin indirek yang berlebihan serta kurangnya
penanganan akan terus menyebar hingga ke jaringan otak dan syaraf, hal
ini sangat membahayakan bagi bayi, dan akan menyebabkan kern ikterus,
dengan tanda dan gejala yaitu kejang-kejang, penurunan kesadaran,
hingga bisa menyebabkan kematian.
7. PENATALAKSANAAN
Menurut Mathindas, dkk (2013) penatalaksanaan pada pasien
hiperbilirubunemia yaitu :
a. Fototerapi
Fototerapi dapat digunakan tunggal atau dikombinasi dengan
transfusi pengganti untuk menurunkan bilirubin. Bila neonatus dipapar
dengan cahaya berintensitas tinggi, tindakan ini dapat menurunkan
bilirubin dalam kulit. Secara umum, fototerapi harus diberikan pada
kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Neonatus yang sakit dengan berat
badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi bila konsentrasi bilirubin
5 mg/dl. Beberapa pakar mengarahkan untuk memberikan fototerapi
profilaksis 24 jam pertama pada bayi berisiko tinggi dan berat badan lahir
rendah.
b. Intravena immunoglobulin (IVIG)
Pemberian IVIG digunakan pada kasus yang berhubungan
dengan faktor imunologik. Pada hiperbilirubinemia yang disebabkan oleh
inkompatibilitas golongan darah ibu dan bayi, pemberian IVIG dapat
menurunkan kemungkinan dilakukannya transfusi tukar.
c. Transfusi pengganti
Transfusi pengganti digunakan untuk mengatasi anemia akibat
eritrosit yang rentan terhadap antibodi erirtosit maternal; menghilangkan
eritrosit yang tersensitisasi; mengeluarkan bilirubin serum; serta
meningkatkan albumin yang masih bebas bilirubin dan meningkatkan
keterikatannya dangan bilirubin.
d. Penghentian ASI
Pada hiperbilirubinemia akibat pemberian ASI, penghentian
ASI selama 24-48 jam akan menurunkan bilirubin serum. Mengenai
pengentian pemberian ASI (walaupun hanya sementara) masih terdapat
perbedaan pendapat.
e. Terapi medikamentosa
Phenobarbital dapat merangsang hati untuk menghasilkan
enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya.
Obat ini efektif diberikan pada ibu hamil selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan phenobarbital post
natal masih menjadi pertentangan oleh karena efek sampingnya (letargi).
Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya melalui
urin sehingga dapat menurunkan kerja siklus enterohepatika.
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Cooper (2009), Pemeriksaan penunjang pada hiperbilirubinemia
yaitu :
a. Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamila dan byi pada saat
lahir.
b. Bila ibu memiliki golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan darah
tali pusat pada setiap persalinan untuk pemeriksaan lanjutan yang
dibutuhkan.
c. Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24
jam pertama kelahiran.
d. Uji cooms direk untuk mendeteksi adanya antibodi maternal pada sel
darah merah janin.
e. Uji Cooms indirek untuk mengetahui adanya antibodi maternal dalam
serum.
f. Menghitung retikulosit-meningkat akibat hemolisis saat sel darah merah
baru diproduksi.
g. Golongan darah ABO dan tipe rhesus negative (Rh) terdapat
kemungkinan inkompatibilitas.
h. Taksiran hemoglobin/hematokrit untuk menkaji anemia.
i. Menghitungsel darah putih untuk mendeteksi infeksi.
j. Sampel serum untuk imunoglobulin spesifik guna melihat adanya infeksi
TORCH.
k. Assay glukosa-6 fosfat dehidrogenase (G6PD).
l. Zat dalam urine, misalnya galaktosa
9. KOMPLIKASI
Komplikasi yang biasa terjadi pada hiperbilirubinemia menurut
Mitayani (2012) adalah sebagai berikut :
a. Ikterik ASI.
b. Kernik ikterus (bilirubin ensefalitis).
10. PROGNOSIS
Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin
indirek telah melalui aliran darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin
menderita kern ikterus atau ensefalopati biliaris. Kernikterus (ensefalopati
biliaris) adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin tak
terkonjugasi didalam sel-sel otak. Risiko bayi dengan eritroblastosis foetalis
secara langsung berkaitan dengan kadar bilirubin serum : hubungan antara
kadar bilirubin serum dan kern ikterus pada bayi cukup bulan yang sehat
masih belum pasti. Bilirubin indirek yang larut dalam lemak dapat melewati
aliran darah otak dan masuk ke otak dengan difusi apabila kapasitas albumin
untuk mengikat bilirubin dan protein plasma lainnya terlampaui dan kadar
bilirubin bebas dalam plasma bertambah. Pada setiap bayi nilai persis kadar
bilirubin yang bereaksi indirek atau kadar bilirubin bebasdalam darah yang
jika dilebihi akan bersifat toksik tidak dapat diramalkan, tetapi kern
ikterus jarangterjadi pada bayi cukup bulan yang sehat (Nelson, dkk 2012).
Manifestasi klinis akut bilirubin ensefalopati pada fase awal bayi
dengan ikterus berat akantampak letargis, hipotonik, dan reflek menghisap
buruk, sedangkan pada fase intermediate Ditandai dengan moderate stupor ,
iritabilitas, hipertoni. Untuk selanjutnya bayi akan demam,high-pitced
cry ,kemudian akan menjadi drowsiness dan hipotoni (Kosim, 2012).
Pada kern ikterus, gejala klinik pada permulaan tidak jelas, antara lain
dapat disebutkan yaitubayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar,
gerakan tidak menentu (involuntary movements),kejang, tonus otot meninggi,
leher kaku dan akhirnya opistotonus (Saifuddin,2009).
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian pada kasus hiperbilirubinemia meliputi :
a. Identitas
seperti : Bayi dengan kelahiran prematur, BBLR, dan lebih sering
diderita oleh bayi laki-laki.
b. Keluhan utama
Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas menyusu, tampak
lemah, dan bab berwarna pucat.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan umum bayi lemah, sklera tampak kuning, letargi, refleks
hisap kurang, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah .20mg/dl dan
sudah sampai ke jaringan serebral maka bayi akan mengalami kejang
dan peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai dengan tangisan
melengking.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ibu bermasalah dengan hemolisis. Terdapat gangguan
hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah
A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar obstruksi
saluran pencernaan, ibu menderita DM. Mungkin praterm, bayi kecil
usia untuk gestasi (SGA), bayi dengan letardasio pertumbuhan intra
uterus (IUGR), bayi besar untuk usia gestasi (LGA) seperti bayi
dengan ibu diabetes. Terjadi lebih sering pada bayi pria daripada bayi
wanita.
3) Riwayat kehamilan dan kelahiran
Antenatal care yang kurang baik, kelahiran prematur yang dapat
menyebabkan maturitas pada organ dan salah satunya hepar, neonatus
dengan berat badan lahir rendah, hipoksia dan asidosis yang akan
menghambat konjugasi bilirubin, neonatus dengan APGAR score
rendah juga memungkinkan terjadinya hipoksia serta asidosis yang
akan menghambat konjugasi bilirubin.
2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Kepala-leher.
Ditemukan adanya ikterus pada sklera dan mukosa.
b. Dada
Ikterus dengan infeksi selain dada terlihat ikterus juga akan terlihat
pergerakan dada yang abnormal.
c. Perut
Perut membucit, muntah, kadang mencret yang disebabkan
oleh gangguan metabolisme bilirubin enterohepatik.
d. Ekstremitas
Kelemahan pada otot.
e. Kulit
Menurut rumus kramer apabila kuning terjadi di daerah kepala dan leher
termasuk ke grade satu, jika kuning pada daerah kepala serta badan
bagian atas digolongkan ke grade dua. Kuning terdapat pada kepala, badan
bagian atas, bawah dan tungkai termasuk ke grade tiga, grade empat jika
kuning pada daerah kepala, badan bagian atas dan bawah serta kaki
dibawah tungkai, sedangkan grade 5 apabila kuning terjadi pada daerah
kepala, badan bagian atas dan bawah, tungkai, tangan dan kaki.
f. Pemeriksaan neurologis
Letargi, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah mencapai jaringan
serebral, maka akan menyebabkan kejang-kejang dan penurunan
kesadaran.
g. Urogenital
Urine berwarna pekat dan tinja berwarna pucat. Bayi yang sudah
fototerapi biasa nya mengeluarkan tinja kekuningan.
3. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan bilirubin serum
Bilirubin pada bayi cukup bulan mencapai puncak kira-kira 6 mg/dl,
antara 2 dan 4 hari kehidupan. Jika nilainya diatas 10 mg/dl yang berarti
tidak fisiologis, sedangkan bilirubin pada bayi prematur mencapai
puncaknya 10-12 mg/dl, antara 5 dan 7 hari kehidupan. Kadar bilirubin
yang lebih dari 14 mg/dl yaitu tidak fisiologis. Ikterus fisiologis pada bayi
cukup bulan bilirubin indirek munculnya ikterus 2 sampai 3 hari dan
hilang pada hari ke 4 dan ke 5 dengan kadar bilirubin yang mencapai
puncak 10-12 mg/dl, sedangkan pada bayi dengan prematur bilirubin
indirek munculnya sampai 3 sampai 4 hari dan hilang 7 sampai 9 hari
dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 15 mg/dl/hari. Pada ikterus
patologis meningkatnya bilirubin lebih dari 5 mg/dl perhari.
b. Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong
empedu
c. Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan
hepatitis dan atresia biliary.
(Widagdo, 2012)
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
No. Diagnosa Noc Nic
1. Ikterus neonatus Setelah dilakukan asuhan keperawatan, 1. Fototerapi: neonatus
B.d neonatus maka didapatkan kriteria: A. Kaji ulang riwayat maternal dan bayi mengenai
mengalami kesulitan 1. Adaptasi bayi baru lahir adanya faktor risiko terjadinya hyperbilirubinemia.
transisi kehidupan A. Warna kulit (5) B. Observasi tanda-tanda
ekstra B. Mata bersih (5) (warna) kuning.
uterin,keterlambatan C. Kadar bilirubin (5) C. Periksa kadar serum bilirubin, sesuai kebutuhan, sesuai protokoldan
pengeluaran permintaan dokter.
mekonium, 2. Organisasi (pengelolaan) bayi prematur D. Edukasikan keluarga mengenai prosedur dalam perawatan isolasi.
penurunan berat A. Warna kulit (5) E. Tutup mata bayi, hindari penekanan yang berlebihan.
badan tidak F. Ubah posisi bayi setiap 4jam per protokol.
terdeteksi, pola 3. Fungsi hati , resiko gangguan.
makan tidak tepat A. Pertumbuhan dan perkembangan bayi 2. Monitor tanda vital
dan usia ≤ 7 hari. dalam batas normal.(5) A. Monitor nadi, suhu, dan frekuensi pernapasan dengan tepat.
B. Tanda-tanda vital bayi dalam batas B. Monitor warna kulit, suhu, dan kelembaban
normal(5).
2. Hipertermi b.d suhu Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka 1. Temperature regulation
lingkungan tinggi didapatkan kriteria: (pengaturan suhu)
dan efek fototerapi. 1. Termoregulasi. c. Monitor suhu minimal tiap 2 jam.
A. Berkeringat saat panas (5) d. Rencanakan monitoring suhu secara continue
B. Gemetaran saat dingin.(5) e. Monitor nadi dan rr.
C. Tingkat f. Monitor warna dan suhu kulit.
Pernafasan. (5) g. Sesuaikan suhu yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
h. Monitor tanda tanda hipotermi
2. Kontrol resiko : hipertermi. i. Tingkatkan cairan dan nutrisi.
a. Teridentifikasi nya tanda dan gejala j. Berikan antipiretik jika perlu.
hipertermi (5) k. Gunakan kasur yang dingin dan mandi air hangat untuk perubahan
b. Modifikasi lingkungan untuk mengontrol suhu tubuh yang sesuai.
suhu tubuh (5)
2. Manajemen demam
a. Monitor suhu secara kontinue
b. Monitor keluaran cairan
c. Monitor warna kulit dan suhu
d. Monitor masukan dan keluaran.
3. Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka Infection control (kontrol infeksi).
Proses invasif. didapatkan kriteria: a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
Kontrol resiko : proses infeksi. Faktor risiko infeksi b. Pertahankan teknik isolasi.
Teridentifikasi. (5) c. Batasi pengunjung bila perlu.
d. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan.
e. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
f. Gunakan baju, sarung tangan sebagai pelindung.
g. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat.
h. Tingkatkan intake nutrisi.
i. Berikan terapi antibiotik bila perlu yang mengandung infection
protection (proteksi terhadap infeksi).
5. Risiko kekurangan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka Manajemen cairan
volume cairan b.d didapatkan kriteria: keseimbangan cairan. a. Monitor berat badan
tidak adekuatnya a. Intake dan output b. Timbang popok.
intake cairan, efek Seimbang dalam 24 jam.(5) c. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
fototerapi dan diare. b. Turgor kulit membaik (5) d. Monitor vital sign.
e. Dorong masukan oral
f. Monitor pernafasan, tekanan darah, dan nadi.
g. Monitor status hidrasi (kelembapan membrane mukosa, nadi
adekuat, tekanan darah ortostatik).
h. Monitor warna, kuantitas dan banyaknya keluaran urin.
i. Berikan cairan yang sesuai.
j. Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan.
k. Monitor berat badan.
6. Risiko Setelah dilakukan asuhan keperawatan, 1 maka 1. Manajemen cairan
kerusakan didapatkan kriteria: a. Monitor berat badan.
Integritas kulit b.d 1. Integritas jaringan : kulit dan membran mukosa. b. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
hiperbilirubinemia a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan c. Dorong masukan oral. D. Monitor status hidrasi (kelembapan
(sensasi, elastisitas, hidrasi). (5) membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik).
b. Perfusi jaringan baik. (5) d. Berikan cairan yang sesuai.
Atikah,M,V & Jaya,P. 2015. Buku Ajar Kebidanan Pada Neonatus, Bayi, dan
Balita. Jakarta. CV.Trans Info Media
Cooper, Fraser. 2009. Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta: EGC.
Kristanti ,H,M. Etika,R. Lestari,P . 2015. Hyperbilirubinemia Treatment Of
Neonatus. Folia Medica Indonesian Vol. 51
Suradi, Rulina dan Debby Letupeirissa.2013. AIR SUSU IBU DAN IKTERUS.
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/air-susu-ibu-dan-ikterus. Diakses pada
hari selasa
M. Sholeh kosim , dkk. Buku Ajar Neonatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jakarta . 2012
Mathindas serly, Rocky Wilar dan Audrey Wahani.2013. HIPERBILIRUBINEMIA
PADA NEONATUS. Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi Manado Jurnal Biomedik Vol 5 (1) : S4-10
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10
editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC
Saifuddin AB. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:
EGC. 2009.
Widagdo. (2012). Masalah Dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan Demam, Sagung
Seto : Jakarta
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan
berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien.
Pengkajian dilakukan dengan berbagai cara yaitu anamnesis, observasi,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik yang dilakukan di laboratorium
(Surasmi, 2013)
1. Anamnese orang tua/keluarga
Meliputi :
Nama bayi, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, anak ke berapa, BB/
PB dan alamat, nama orang tua bayi.
2. Riwayat keperawatan
a. Riwayat kehamilan
Kurangnya antenal care yang baik. Penggunaan obat-obat yang
meningkatkan ikterus. Misalnya salisilat sulkaturosic oxitosin yang
dapat mempercepat proses konjugasi sebelum ibu partus.
b. Riwayat persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan atau dokter. Lahir prematur/
kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoxin dan aspixin.
c. Riwayat postnatal
Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat, kulit bayi
tampak kuning.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak Polychitemia, gangguan
saluran cerna dan hati (hepatitis).
e. Riwayat psikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang
tua
f. Pengetahuan keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahaman orang tua tentang
bayi yang ikterus.
3. Kebutuhan sehari-hari
a. Nutrisi
Pada umumnya bayi malas minum (refleks mengisap dan menelan
lemah) sehingga berat badan (BB) bayi mengalami penurunan. Palpasi
abdomen dapat menunjukan pembesaran limpa, hepar.
b. Eliminasi
Biasanya bayi mengalami diare, urin mengalami perubahan warna
gelap pekat, hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze) dan feses
mungkin lunak/ cokelat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.
Bising usus hipoaktif, pasase mekonium mungkin lambat.
c. Istirahat
Bayi tampak cengeng dan mudah terbangun.
d. Aktifitas
Bayi biasanya mengalami penurunan aktifitas, letargi, hipototonus dan
mudah terusik.
e. Personal hygiene
Kebutuhan personal hygiene bayi oleh keluarga terutama ibu.
f. Neurosensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang
parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran/kelahiran
ekstraksi vakum. Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidros
fetalis mungkin ada dengan inkompatibilitis Rh berat.
g. Pernapasan
Riwayat asfiksia
Krekels, mukus bercak merah muda (edema pleural, hemoragi
pulmonal)
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Tampak lemah, pucat, ikterus dan aktivitas menurun
b. Kepala, leher : Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput /
mukosa pada mulut. Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan
melakukan Tekanan langsung pada daerah menonjol untuk bayi
dengan kulit bersih ( kuning), dapat juga dijumpai cianosis pada bayi
yang hypoksia
c. Dada : Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan
tanda peningkatan frekuensi nafas, status kardiologi menunjukkan
adanya tachicardia, khususnya ikterus yang disebabkan oleh adanya
infeksi
d. Perut : Peningkatan dan penurunan bising usus /peristaltic perlu
dicermati. Hal ini berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan
fototerapi. Gangguan Peristaltik tidak diindikasikan fototerapi, Perut
membuncit, muntah , mencret merupakan akibat gangguan
metabolisme bilirubin enterohepatik, splenomegali dan hepatomegali
dapat dihubungkan dengan Sepsis bacterial, tixoplasmosis, rubella
e. Urogenital : Urine kuning dan pekat, Adanya faeces yang pucat /
acholis / seperti dempul atau kapur merupakan akibat dari gangguan /
atresia saluran empedu
f. Ekstremitas : Menunjukkan tonus otot yang lemah
g. Kulit : Tanda dehidrasi ditunjukkan dengan turgor jelek. Elastisitas
menurun, Perdarahan bawah kulit ditunjukkan dengan ptechia,
echimosis, ikterus pada kulit dan sklera mata.
h. Pemriksaan Neurologis : Adanya kejang, epistotonus, lethargy dan
lainlain menunjukkan adanya tanda- tanda kern – ikterus (Surasmi,
2013)
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah : DL, Bilirubin > 10 mg %
b. Biakan darah, CRP menunjukkan adanya infeksi
c. Screnning enzim G6PD (glucose 6 phosphate dheydrogenase)
menunjukkan adanya penurunan
d. Screnning Ikterus melalui metode Kramer
e. Pemeriksaan Bilirubin Direct >0,2 mg/dl
f. Pemeriksaan Bilirubin Indirect >0,60-10,50 mg/dl
g. Pemeriksaan Bilirubin Total >12 mg/dl (Suriadi, 2001)
B. Diagnosa Keperawatan
C. Analisa Data
Imaturis system
2. DS : - regulasi tubuh
DO : Termoregulasi
- Suhu tubuh 36,3°C Tidak Efektif
- Bayi dalam inkubator dengan
suhu 33°C
- Akral dingin
- BB : 2085 g
- UK 32 minggu
Fototerapi
3. DS : -
DO : Risiko cidera
- Fototerapi
- prematuritas
- BB: 2085 gram
- Bil. Direk : 0,40
- Bil indirek: 9,97
- UK : 32 minggu
- RR : 50 x/m
- HR: 138 x/m
- S: 36,3 °C
Kurang terpapar
4. DS: Orang tua mengatakan tidak informasi
mengerti tentang penyakit kuning. Defisit pengetahuan
Dan
sering bertanya kenapa anaknya
disinar
biru
DO :
- Kurangnya informasi
- Orangtua terlihat bingung
ketika
membicarakan penyakit anaknya
D. Tabel Daftar Masalah Kolaboratif / Diagnosa Keperawatan
Rabu, 31 Maret
Risiko cidera ditandai dengan
2021
kegagalan mekanisme pertahanan
tubuh
4. 33 Maret 2021
G. Evaluasi
S: merupakan ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluarkan secara subjektif oleh
pasien atau keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.