Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

LUKA BAKAR ( COMBUSTIO )

OLEH

KELOMPOK 3 :

1. Kadek Ayu Ulan Sudariyanthini (193213020)

2. Ni Nyoman Ayu Krisna Sari (193213037)

3. Ni Putu Cintya Dewi (193213038)

4. Ni Putu Eka Cintya Parwita (193213040)

5. Putu Riska Pramudita Dewi (193213049)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

1. KONSEP DASAR LUKA BAKAR ( COMBUSTIO )

A. Definisi

Luka bakar merupakan kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh berbagai sumber non-
mekanik seperti zat kimia, listrik, panas, sinar matahari atau radiasi nuklir (Murray &
Hospenthal, 2008).
Cidera yang terjadi dari kontak langsung ataupun paparan terhadap sumber panas,
kimia,listrik, atu radiasi disebut sebagai luka bakar (Joyce.2014)
B. Penyebab

Menurut Wong 2003, luka bakar dapat disebabkan oleh :


1. Panas : Basah (air panas, minyak)
Kering (uap, metal, api)
2. Kimia : Asam kuat seperti Asam Sulfat
Basa kuat seperti Natrium Hidroksida
3. Listrik : Voltage tinggi, petir
4. Radiasi : Termasuk X-ray
C. Tanda dan Gejala

Menurut Wong and Whaley’s 2003, tanda dan gejala pasa luka bakar :
1. Grade I
Kerusakan pada epidermis ( Kulit bagian luar ), kulit kering kemerahan, nyeri sekali,
sembuh dalam 3-7 hari dan tidak ada jaringan parut
2. Grade II

Kerusakan pada epidermis ( kulit bagian luar ) dan dermis ( kulit bagian dalam ), terdapat
vesikel ( benjolan berupa cairan atau nanah ) dan oedem sub kutan ( adanya penimbunan
dibawah kulit ), luka merah dan basah, mengkilap, sangat nyeri, sembuh dalam 21-28
hari tergantung komplikasi infeksi.

3. Grade III

Kerusakan pada semua lapisan kulit, nyeri tidak ada, luka merah keputih-putihan (seperti
merah yang terdapat serat putih dan merupakan jaringan mati ) atau hitam keabu-abuan
( seperti luka kering dan gosong juga termasuk jaringan mati ), tampak kering, lapisan
yang rusak tidak sembuh sendiri ( perlu skin graf ).
Metode Rule Of Nines untuk menentukan daerah permukaan tubuh total ( Body Surface
Area : BSA ).

Table lund and browder


Usia (Tahun)
Area (%)
0-1 1-4 5-9 10-15

Kepala 19 17 13 10

Leher 2 2 2 2

Badan Depan 13 13 13 13

Badan Belakang 13 13 13 13

Pantat 5 5 5 5

Genetalia 1 1 1 1
Lengan Atas 4 4 4 4

Lengan Bawah 3 3 3 3

Tangan 2½ 2½ 2½ 2½

Paha 5½ 6½ 8½ 8½

Betis 5 5 5½ 6

Kaki 3½ 3½ 3½ 3½

D. Rumus Baxter

4 x BB x Luas Luka Bakar (LLB) %


E. Pathway

Panas, kimia, radiasi, listrik

Luka Bakar

Kerusakan Jaringan

( epidermis, dermis )

Port de entry Takut bergerak Luka terbuka, kulit Merangsang saraf


terkelupas perifer
Mikroorganisme ↓
↓ ↓
Pergerakan terbatas
↓ Jaringan kulit hipertropi Alarm nyeri

Resiko Infeksi ↓ ↓
Gangguan Mobilitas Fisik
Elastisitas kulit menurun Nyeri Akut

Gangguan Integritas
Jaringan/Kulit
F. Patofisiologi

Luka bakar ( Combustio ) pada tubuh dapat terjadi karena konduksi panas
langsung atau radiasi elektromagnetik. Setelah terjadi luka bakar yang parah, dapat
mengakibatkan gangguan hemodinamika, jantung, paru, ginjal serta metabolik akan
berkembang lebih cepat. Dalam beberapa detik saja setelah terjadi jejas yang
bersangkutan, isi curag jantung akan menurun, mugkin sebagai akibat dari refleks yang
berlebihan serta pengambilan vena yang menurun. Kontaktibilitas miokardium tidak
mengalami gangguan.
Segera setelah terjadi jejas, permeabilitas seluruh pembuluh darah meningkat,
sebagai akibatnya air, elektrolit, serta protein akan hilang dari ruang pembuluh darah
masuk ke falam jaringan interstisial, baik dalam tempat yang luka maupun yang tidak
mengalami luka. Kehilangan ini terjadi secara berlebihan dalam 12 jam pertama setelah
terjadi luka an dapat mencapai sepertiga dari volume darah. Selama 4 hari yang pertama
sebanyak 2 pool albumin dalam plasma dapat hilang,dengan demikian kekurangan
albumin serta bebrapa macam proteiin plasma lainnya merupakan masalah yang sering
didapatkan.
Dalam jangka waktu bebrappa menit setelah luka bakar besar, pengaliran plasma
dan laju filtrasi glomerolus mengalami penurunan, sehingga timbul oliguria. Sekresi
hormon antideuretika dan aldosteron meningkat. Lebih lanjut lagi mengakibatkan
penurunan pembentukan kemih, penyerapan natrium oleh tubulus dirangsang, eksresi
kalium diperbesar dan kemih dikonsentrasikan secara optimal.
G. Pemeriksaan Penunjang

1. Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) turun menunjukan adanya pengeluaran


darah yang banyak sedangkan peningkatanlebih dari 15% mengindikasikan adanya
cidera

2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau


inflamasi

3. GDA ( Gas Darah Arteri ): Untuk mengetahui adanya kecurigaan cidera inhalasi

4. Elektrolit serum : Kalium dapat menigkatkan pada awal sehubungan dengan cidera
jaringan penurunan funsgi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena
kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemia
dapat terjadi bila mulai diuresis

5. Natrium Urin

6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan


interstisial atau gangguan pompa, natrium

7. Glukosa serum : Peninggian glukosa serum menunjukkan respon stres

8. Albumin stres : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan

9. BUN atau kreatinan : peninggian menunjukan penurunan perfusi atau fungsi ginjal,
tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan

10. Loop aliran volume : memberikan pengkajian invasif terhadap efek atau luasnya
cedera

11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distrimia

12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar

H. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan pasien luka bakar sesuai dengan kondisi dan pasien dirawat
me;ibatkan berbagai lingkungan perawatan dan disiplin ilmu antara lain mencakup
penanganan awal (ditempat kejadian), penanganan pertama diunit gawat darurat,
penanganan diruang intensif atau bangsal. Tindakan yang diberikan antara lain adalah
terapi cairan, fiseoterapi dan psikiatri. Pasien dengan luka bakar memerlukan obat -
obatan topical. Pemeberian obat-obatan topicalanti microbial bertujuan untuk
mensterilkan luka akan tetapi akan menekan pertumbuhan mikroorganisme dan
mengurangi kolonisasi, dengan memeberikan obat-obatan topical secara tepat dan efektif
dapat mengurangi terjadinya infeksi luka dan mencegah yang sering kali masih menjadi
penyebab kematian pasien ( Effendi C, 1999)
I. Pencegahan Komplikasi

1. Segera

Sindrom kompartemen dari luka bakar sirkum ferensial ( luka bakar pada ekstremitas
iskemia ekstremitas, luka bakar toraks hipoksia dari gagal napas restriktif) (cegah dengan
eskarotomi segera )
2. Awal

a. Hiperkalemia ( Dari sitolisis pada luka bakar luas). Obati dengan insulin dan
dekstrose

b. Gagal ginjal akut ( Kombinasi dari hipovolemia, sepsis, toksin jaringan ). Cegah
dengan resusitasi dini agresif, pastikan GFR tinggi pada pemberian cairan dan
diuretik, obati sepsis
c. Ulkus akibat stres ( ulkus Curling ) (cegah dengan antasid, bloker H 2 atau inhibitor
pompa proton profilaksis).
d. Infeksi ( waspadai Streptococcus). Obati infeksi yang timbul (106 organisme pada
biopsi luka ) dengan antibiotik sistemik.

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS LUKA BAKAR

A. Pengkajian Kritis

1. Pengkajian Sekunder
Secondary survey ini merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara
head to toe, dari depan hingga belakang.
a. Monitor tanda – tanda vital
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan tambahan
 Data demografi meliputi identitas pasien nama, usia, jenis kelamin, alamat dll
 Keluhan utama : luas cidera akibat ari intensitas panas (suhu) dan durasi
pemajanan, jika terdapat trauma inhalasi ditemukan keluhan stridor, takipnea,
dispnea, dan pernafasan seperti bunyi burung gagak ( kidd, 2010)
 Riwayat penyakit sekarang : mekanisme trauma perlu diketahui karena ini
penting, apakah penderita terjebak dalam ruang tertutup, sehingga kecurigaan
terhadap trauma inhalasi yang dapat mennimbulkan obstruksi jalan nafas. Kapan
kejadiannya terjadi (Sjaifuddin, 2006)
 Riwayat penyakit dahulu : penting dikaji menentukan apakah pasien mempunyai
penyakit yang sama yang tidak melemahkan kemamuan untuk mengatasi
perpindahan cairan dan melawan infeksi ( misalnya diabetes melitus, gagal
jantung kongestif, dan sianosis) atau bila terdapat masalah – masalah ginjal,
pernafasan atau gastro intestinal. Bebrapa masalah seperti diabetes, gagal ginjal
dapat menjadi akut selama proses pembakaran. Jika terjadi cidera inhalasi pada
keadaan penyakit kardiopulmonal ( misalnya gagal jantung kongestif, enfisema)
maka status pernafasan akan sangat tearganggu (Hudak dan Gallo, 1996)
 Penyakir keluarga : kaji riwayat penyakit keluarga yang kemungkinan bisa
ditularkan atau diturunkan secara genetik kepada pasien seperti penyakit DM,
hipertensi, asma, TBC dll.
 Review of System
B1 : nafas20 x/menit, tidak ada sesak nafas, bentuk dada
simetris, penggunaan otot bantu nafas tidak ada, saat diperkusi sonor, suara nafas
normal.
B2 : Tidak ada peningkatan JVP, HR : 96x/ menit, BP :
170/100 mmHg
B3 : pupil normal, orientasi tempat-waktu-orang baik,
reflek bicara baik, pendengaran baik, penglihatan baik, GCS : 15
B4 : urin pekat, Osmolaritas serum >450 mOsm/kg,
Natrium serum = 170 mmol/L
B5 : kehausan dan penurunan nafsu makan
B6 : bola mata cekung, kelemahan otot, membran mukosa
mulut kering
2. Pengkajian Primer

Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya harus dicek
Airway, Breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.

a. Airway

Menurut Moenadjat (2009), membebaskan jalan nafas dari sumbatan yang terbentuk
akibat edema mukosa jalan nafas ditambah sekret yang diproduksi berlebihan
(hipereksresi) dan mengalami pengentalan. Pada luka bakar kritis disertai dengan
trama inhalasi, intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) dan atau krikotiroidektomi
emergensi dikerjakan pada kesempatan pertama sebelm dijumpai obstruksi jalan
nafas yang dapat menyebabkan distres pernafasan. Pada luka bakar akut dengan
kecurigaan trauma inhalasi, pemasangan pipa nasofaringeal, endotrakeal merupakan
prioritas pertama pada resusitasi, tanpa menunggu adanya distres nafas. Baik
pemasangan nasofaringeal, intubasi dan atau krikotiroidektomi merupakan sarana
pembebasan jalan nafas dari sekret yang diproduksi, memfasilitasi terapi inhalasi
yang efektif dan memungkinkan lavase bronkial dikerjakan. Namun pada kondisi
sudah dijumpai obstruksi, krikotiroidektomi merupakan indikasi dan pilihan. Apabila
terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang Endotracheal Tube
(ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adala: terkurung dalam api,
luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar dan sputum yang hitam. Kaji ada
tidaknya sumbatan pada jalan nafas pasien.

L : Look / lihat gerakan nafas aau pengembangan dada, danya

retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran

L : Listen/dengar aliran udara pernafasan

F : Feel / rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi perawat

b. Breathing

Adanya kesulitan bernafas, masalah pada pengembangan dada terkait keteraturan


dan frkuensinya. Adanya suara nafas tambahan ronkhi, wheezing atau stridor.

Moenadjat (2009), pastikan pernafasan adekuat dengan :

1. Pemberian oksigen

Oksigen diberikan 2-4 liter /menit adalah memadai. Bila sekret banyak, ddapat
ditambah menjadi 4-6 liter/menit. Dosis ini sudah mencukupi, penderita trauma
inhalasi mengalami gangguan aliran masuk (input) oksigen tinggi (>10 L/menit )
atau dengan tekanan karena akan menyebabkan hiperoksia (dn barotrauma) yang
diikuti terjadinya stres oksidatif .

2. Humidifikasi

Oksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian uap air adalah untuk
mengencerkan sekret kental (agar mudah dikeluarkan) dan meredam proses
inflamasi mukosa

3. Terapi inhalasi

Terapi inhalasi menggunakan nebulizer efwktif apabila dihembuskan melalui pipa


endotrakea atau krikotiroidektomi. Prosedur ini dikerjakan pada kasus trauma
inhalasi akibat uap gas atau sisa pembakaran bahan kimia yang berisfat toksilk
terhadap mukosa. Dasarnya adalah untuk mengatasi bronko konstriksi yang
potensial terjadi akibat zat kimia. Gejala hipersekresi diatasi dengan pemberian
atropin sulfas dan mengatasi proses inflamasi akut menggunakan steroid.

4. Lavase bronkoaveolar
Prosedur Lavase bronkoaveolar lebih dapat diandalkan untuk mengatasi
permaslashan yang timbul pada mukosa jalan nafas dibandingkan tindakan
humidifier atau nebulixer. Sumbatan oleh sekret yang melekat erat (mucusplug)
dapat dilepas dan dikeluarkan. Prosedur ini dikerjakan menggunakan metode
endoskopik (bronkoskopik) dan merupakan gold standart. Setelah bertujuan
terapeutik, tindakan ini merupakan prosedur duagnostik untuk melakukan evalusi
jalan nafas

5. Rehabillitasi pernafasan

Proses rwhabilitas pernafasan dimulai seawal mungkin. Beberapa proses rehabiltasi


yang dapat dilakukan sejak fase akut antara lain :

 Pengaturan posisi

 Melatih reflek batuk

 Melatih otot-otot pernafasan

Prosedur ini awalnya dilakukan secara pasif kemudian dlaukan secara aktif saar
hemodinamik stabil dan pasien sudh lebih kooperatif

6. Penggunaan ventilator

Penggunaan diperlukan pada kasus – kasus dengan distresparpernafasan secara


bermakna memperbaiki fungsi sistem pernafasan dengan positive end-expiratory
pressure (PEEP) dan volume kontrol.

Kaji pergerakan dinding thorax simetris atau tidak, ada atau tidaknya kelainan pada
pernafasan misalnya dispnea, takipnea, bradipnea, ataupun sesak. Kaji juga apakah
ada suara nafas tambahan seperti snoring, gargling, ronkhi atau wheezing. Selain itu
kaji juga kedalaman nafas pasien.

c. Circulation

Warna kulit tergantung pada deerajat luka bakar, melambatnya capillary refill time,
hipotensi, mukosa kering, nadi meningkat. Menurut Djumhana (2011), penanganan
sirkulasi dilakukan dengan pemasangan IV line dengan kateter yang cukup besar,
dianjurkan untuk pemasangan CVP untuk mempertahankan volume sirkulasi

1. Pemasangan infus untravena atau IV line dngan 2 jalur mengunakan jarum atau
kateter yang besar minimal 18, hal ini penting untuk keperluan resusitasi dan
transfusi, dianjurkan pemasangan CVP

2. Pemasangan CVP ( Central Venous Pressure )


Merupakan perangkat untuk memasukan cairan, nutrisi parentearal dan
merupakan parameter dalam menggambarkan informasi volume cairan yang
ada dalam sirkulasi. Secara sederhana, penurunan CVP terjadi pada kondisi
hipovalemia. Nilai CVP yang tidak meningkat pada resusitasi cairan
dihubungkan dengan adanya peningkatan permeabilits kapiler. Luka bakar
menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan edema, pada luka
bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena kebocoran plasma yang
luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar dapat diberikan dengan
Formula Baxter.

Formula Baxter

a. Total cairan : 4cc x berat badan x luas luka bakar

b. Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya dalam 16 jam
berikutnya.

Kaji ada tidaknya peningkatan tekanan darah, kelainan detak jantung misalnya
takikardi, brakikardi. Kaji juga ada tidaknya sianosis dan capilar refil. Kaji juga
kondisi akral dan nadi pasien.

d. Disability

Kaji ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks, pupil
anisokor dan nilai GCS

e. Exposure

Pakaian pasien segera dievakuasi guna mengurangi pajanan berkelanjutan serta


menilai luas dan derajat luka bakar.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial; oedema


mukosa; kompresi jalan nafas
2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/ jaringan; pembentukan oedema
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute
abnormal
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan
perlindungan kulit; jaringan traumatic
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
matabolic
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Gangguan Integritas Setelah dilakukan asuhan Perawatan Luka (I.14564) Observasi


Jaringan/Kulit keperawatan selama
3x24 jam diharapkan … Tindakan : a. Untuk mengetahui kondisi
pasien membaik, dengan Observasi luka
kriteria hasil : b. Untuk mengetahui luka
a. Monitor karakteristik luka (mis.
1. Penyatuan kulit terinfeksi atau tidak
meningkat drainase, warna, ukuran, bau)
Terapeutik
2. Penyatuan tepi luka b. Monitor tanda-tanda infeksi
meningkat a. Agar pasien merasa nyaman
Terapeutik
3. Jaringan granulasi b. Untuk mencegah infeksi
a. Lepaskan balutan dan plester
meningkat
secara c. Merangsang penyembuhan
4. Pembentukan luka
perlahan
jaringan parut
lebih cepat
meningkat b. Cukur rambut disekitar daerah
luka, d. Mempercepat kesembuhan
5. Edema pada sisi
luka
luka menurun jika perlu
e. Mempercepatkan kesembuhan
6. Peradangan luka c. Bersihkan dengan cairan NaCl
menurun atau luka
7. Nyeri menurun pembersih nontoksik, sesuai f. Mencegah infeksi

kebutuhan g. Untuk mencegah kontaminasi


d. Bersihkan jaringan nekrotik mikroorganisme

e. Berikan salep yang sesuai ke h. Mencegah infeksi

kulit/lesi, jika perlu i. Mencegah decubitus

f. Pasang balutan sesuai jenis luka j. Mempercepat kesembuhan


luka
g. Pertahankan teknik steril saat
k. Mempercepat kesembuhan
melakukan perawatan luka luka
h. Ganti balutan sesuai jumlah l. Untuk menghilangkan nyeri
eksudat
Edukasi
dan drainase
a. Menambah informasi terkait
i. Jadwalkan perubahan posisi
setiap 2 jam atau sesuai kondisi penyakit yang diderita
pasien
b. Untuk mempercepat
j. Berikan diet dengan kalori 30-35 kesembuhan

kkal/kgBB/hari dengan protein luka


1,25-
c. Agar keluarga dan pasien
1,5g/kgBB/hari mampu

k. Berikan suplemen vitamin dan secara mandiri melakukan

mineral (mis. vitamin A, vitamin perawatan luka


C,
Kolaborasi
Zinc, asam amino), sesuai indikasi
a. Membantu mempercepat
l. Berikan terapi TENS (stimulasi penyembuhan luka
saraf
b. Mencegah infeksi
transkutaneous), jika perlu

Edukasi

a. Jelaskan tanda dan gejala


infeksi

b. Anjurkan mengkonsumsi
makanan

tinggi kalori dan protein

c. Anjurkan prosedur perawatan


luka

secara mandiri

Kolaborasi

a. Kolaborasi prosedur
debridement

(mis. enzimatik, biologis,


mekanis,

autolitik), jika perlu

b. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika
perlu

2. Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri (I.08238) Observasi


keperawatan selama
3x24 jam diharapkan … Tindakan : a.Untuk mengetahui tindakan
pasien membaik, dengan Observasi apa
kriteria hasil : yang selanjutnya akan dilakukan
a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
a. Kemampuan b.Untuk mengetahui tingkat
durasi, frekuensi, kualitas, nyeri
menuntaskan aktivitas intensitas
meningkat c.Untuk mengetahui tingkat
nyeri nyeri
b. Keluhan nyeri b. Identifikasi skala nyeri
menurun d.Untuk mencegah nyeri
c. Identifikasi respons nyeri non e.Untuk mengetahui pemahaman
c. Meringis menurun verbal
d. Sikap protektif pasien terhadap nyeri
d. Identifikasi faktor yang
menurun memperberat f. Untuk mengetahui tindakan
e. Gelisah menurun dan memperingan nyeri selanjutnya
f. Kesulitan tidur e. Identifikasi pengetahuan dan g.Untuk mengetahui kondisi
menurun pasien
keyakinan tentang nyeri
g. Menarik diri menurun terhadap nyeri
f. Identifikasi pengaruh budaya
h. Berfokus pada diri h.Untuk mengetahui terapi yang
sendiri terhadap respon nyeri
diberikan berhasil atau tidak
menurun g. Identifikasi pengaruh nyeri pada
i. Untuk mencegah
i. Diaforesis menurun kualitas hidup bertambahnya

j. Perasaan depresi h. Monitor keberhasilan terapi masalah keperawatan

(tertekan) menurun komplementer yang sudah Terapeutik


diberikan
k. Perasaan takut a. Untuk mengurangi nyeri
i. Monitor efek samping
mengalami cedera penggunaan b. Untuk meringankan nyeri

berulang menurun analgetik c. Untuk meringankan nyeri

Terapeutik d. Untuk mengetahui terapi yang

a. Berikan teknik nonfarmakologis cocok untuk meringankan nyeri

untuk mengurangi rasa nyeri (mis. Edukasi

TENS, hipnosis akupresur, terapi a. Agar pasien dan keluarga

musik, biofeedback, terapi pijat, mengerti kapan nyeri muncul

aromaterapi, teknik imajinasi b. Agar pasien dan keluarga


secara
terbimbing, kompres
hangat/dingin, mandiri dapat meringankan
nyeri
terapi bermain)
yang dirasakan
b. Kontrol lingkungan yang
c. Untuk mengetahui hal apa
memperberat rasa nyeri (mis. suhu yang

ruangan, pencahayaan, bisa menyebabkan nyeri


kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur bertambah

d. Pertimbangkan jenis dan d. Untuk mengurangi nyeri


sumber
e. Untuk meringankan nyeri
nyeri dalam pemilihan strategi
Kolaborasi
meredakan nyeri
a. Untuk menghilangkan nyeri
Edukasi

a. Jelaskan penyebab, periode dan

pemicu nyeri

b. Jelaskan strategi meredakan


nyeri

c. Anjurkan memonitor nyeri


secara

mandiri

d. Anjurkan menggunakan
analgetik

secara tepat

e. Ajarkan teknik nonfarmakologis

untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian analgetik,


jika

perlu

3. Resiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi (I.14539) Observasi


keperawatan selama
3x24 jam diharapkan … Tindakan : a. Untuk mengetahui adanya
pasien membaik, dengan Observasi infeksi
kriteria hasil :
a. Monitor tanda dan gejala infeksi Terapeutik
a. Kebersihan tangan
lokal dan sistemik a. Mencegah kontaminasi
meningkat
Terapeutik b. Mengurangi infeksi
b. Kebersihan badan
a. Batasi jumlah pengunjung c. Menjaga kebersihan
meningkat
b. Berikan perawatan kulit pada d. Mencegah kontaminasi
c. Demam menurun area
mikroorganisme
d. Kemerahan menurun edema
Edukasi
e. Nyeri menurun c. Cuci tangan sebelum dan
sesudah a. Menambah informasi terkait
f. Bengkak menurun
kontak dengan pasien dan penyakit yang diderita
g. Vesikel menurun
lingkungan pasien b. Menjaga kebersihan

d. Pertahankan teknik aseptik pada c. Menjaga diri dan orang lain


dari
pasien berisiko tinggi
paparan kuman
Edukasi d. Agar pasien dan keluarga

a. Jelaskan tanda dan gejala mengerti tentang keadaan luka


infeksi
e. Untuk mengurangi risiko
b. Ajarkan cara mencuci tangan infeksi
dengan
f. Untuk mengurangi risiko
benar infeksi

c. Ajarkan etika batuk Kolaborasi

d. Ajarkan cara memeriksa kondisi a. Mencegah infeksi


luka

atau luka operasi

e. Anjurkan meningkatkan asupan

nutrisi

f. Anjurkan meningkatkan asupan

cairan

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika

perlu

4. Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan asuhan Perawatan Tirah Baring (I.14572) Observasi
keperawatan selama
a. Untuk mengetahui kondisi
Fisik 3x24 jam diharapkan … Tindakan : kulit pasien
pasien membaik, dengan
kriteria hasil : Observasi Terapeutik

a. Pergerakan a. Monitor kondisi kulit a. Untuk membuat pasien


ekstremitas meningkat merasa
Terapeutik
b. Kekuatan otot nyaman
a. Tempatkan pada kasur
meningkat terapeutik, b. Memberikan rasa nyaman
c. Nyeri menurun pada
jika tersedia
d. Kecemasan menurun pasien
b. Posisikan senyaman mungkin
e. Gerakan tidak c. Untuk menjaga agar tidak
c. Pertahankan seprei tetap kering,
terkoordinasi menurun lembab
bersih dan tidak kusut
f. Gerakan terbatas d. Untuk mencegah pasien jatuh
d. Pasang sideralis, jika perlu
menurun e. Untuk memudahkan perawat
e. Posisikan tempat tidur dekat
g. Kelemahan fisik dengan mengontrol pasien
menurun nurse station, jika perlu f. Untuk memudahkan pasien

f. Dekatkan posisi meja tidur mengambil sesuatu

g. Berikan latihan gerak aktif atau g. Untuk melatih mobilisasi


pasif pasien

h. Pertahankan kebersihan pasien h. Untuk menjaga kebersihan

i. Fasilitasi pemenuhan kebutuhan pasien


sehari-hari i. Untuk memfasilitasi
kebutuhan
j. Berikan stocking antiembolisem,
jika harian pasien

perlu j. Untuk mencegah terjadi


gesekan
k. Ubah posisi setiap 2 jam
antara kulit pasien dan seprei
Edukasi
k. Untuk memberikan posisi
a. Jelaskan tujuan dilakukan tirah yang
baring
nyaman

Edukasi

a. Untuk memberi tahu pasien

tentang tujuan dilakukan

intervensi
D. Implementasi Keperawatan

Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat pada kebutuhan keperawatan, strategi


implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Kozier et al, 1995). Pelaksanaan
implementasi akan mengidentifikasi, mengapa sesuatu terjadi, apa yang terjadi, kapan,
bagaimana dan siapa yang melakukan intervensi (Deden Dermawan, 2012).

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah membandingkan suatu hasil/ perbuatan dengan standar untuk tujuan
pengambilan keputusan yang tepat sejauh mana tujuan tercapai.

Evaluasi keperewatan : membandingkan efek/hasil suatu tindakan keperawatan dengan


norma atau kriteria tujuan yang sudah dibuat. (Deden dermawan, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Hudak & Gallo.(1997).Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik.Jakarta:EGC


Moenadjat Y.2009. Luka bakar masalah dan tatalaksana. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Murray C & Hospenthal DR. 2008. Burn wound infections. Diakses tanggal 3 Juli 2018.
Tersedia dari :http://emedicine.medscape.com/article/213595-overview
Pusbankes. 2012. Modul pelatihan penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD)/ basic
trauma cardiac life support (BTCLS). Yogyakarta : tim pusbankes 118 – persi DIY
Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI tahun 2013. Diakses: 3 juli 2018, dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf.
Wong, Donna L. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC. 2003.

Anda mungkin juga menyukai