OLEH
KELOMPOK 3 :
DENPASAR
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Luka bakar merupakan kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh berbagai sumber non-
mekanik seperti zat kimia, listrik, panas, sinar matahari atau radiasi nuklir (Murray &
Hospenthal, 2008).
Cidera yang terjadi dari kontak langsung ataupun paparan terhadap sumber panas,
kimia,listrik, atu radiasi disebut sebagai luka bakar (Joyce.2014)
B. Penyebab
Menurut Wong and Whaley’s 2003, tanda dan gejala pasa luka bakar :
1. Grade I
Kerusakan pada epidermis ( Kulit bagian luar ), kulit kering kemerahan, nyeri sekali,
sembuh dalam 3-7 hari dan tidak ada jaringan parut
2. Grade II
Kerusakan pada epidermis ( kulit bagian luar ) dan dermis ( kulit bagian dalam ), terdapat
vesikel ( benjolan berupa cairan atau nanah ) dan oedem sub kutan ( adanya penimbunan
dibawah kulit ), luka merah dan basah, mengkilap, sangat nyeri, sembuh dalam 21-28
hari tergantung komplikasi infeksi.
3. Grade III
Kerusakan pada semua lapisan kulit, nyeri tidak ada, luka merah keputih-putihan (seperti
merah yang terdapat serat putih dan merupakan jaringan mati ) atau hitam keabu-abuan
( seperti luka kering dan gosong juga termasuk jaringan mati ), tampak kering, lapisan
yang rusak tidak sembuh sendiri ( perlu skin graf ).
Metode Rule Of Nines untuk menentukan daerah permukaan tubuh total ( Body Surface
Area : BSA ).
Kepala 19 17 13 10
Leher 2 2 2 2
Badan Depan 13 13 13 13
Badan Belakang 13 13 13 13
Pantat 5 5 5 5
Genetalia 1 1 1 1
Lengan Atas 4 4 4 4
Lengan Bawah 3 3 3 3
Tangan 2½ 2½ 2½ 2½
Paha 5½ 6½ 8½ 8½
Betis 5 5 5½ 6
Kaki 3½ 3½ 3½ 3½
D. Rumus Baxter
Luka Bakar
Kerusakan Jaringan
( epidermis, dermis )
Gangguan Integritas
Jaringan/Kulit
F. Patofisiologi
Luka bakar ( Combustio ) pada tubuh dapat terjadi karena konduksi panas
langsung atau radiasi elektromagnetik. Setelah terjadi luka bakar yang parah, dapat
mengakibatkan gangguan hemodinamika, jantung, paru, ginjal serta metabolik akan
berkembang lebih cepat. Dalam beberapa detik saja setelah terjadi jejas yang
bersangkutan, isi curag jantung akan menurun, mugkin sebagai akibat dari refleks yang
berlebihan serta pengambilan vena yang menurun. Kontaktibilitas miokardium tidak
mengalami gangguan.
Segera setelah terjadi jejas, permeabilitas seluruh pembuluh darah meningkat,
sebagai akibatnya air, elektrolit, serta protein akan hilang dari ruang pembuluh darah
masuk ke falam jaringan interstisial, baik dalam tempat yang luka maupun yang tidak
mengalami luka. Kehilangan ini terjadi secara berlebihan dalam 12 jam pertama setelah
terjadi luka an dapat mencapai sepertiga dari volume darah. Selama 4 hari yang pertama
sebanyak 2 pool albumin dalam plasma dapat hilang,dengan demikian kekurangan
albumin serta bebrapa macam proteiin plasma lainnya merupakan masalah yang sering
didapatkan.
Dalam jangka waktu bebrappa menit setelah luka bakar besar, pengaliran plasma
dan laju filtrasi glomerolus mengalami penurunan, sehingga timbul oliguria. Sekresi
hormon antideuretika dan aldosteron meningkat. Lebih lanjut lagi mengakibatkan
penurunan pembentukan kemih, penyerapan natrium oleh tubulus dirangsang, eksresi
kalium diperbesar dan kemih dikonsentrasikan secara optimal.
G. Pemeriksaan Penunjang
3. GDA ( Gas Darah Arteri ): Untuk mengetahui adanya kecurigaan cidera inhalasi
4. Elektrolit serum : Kalium dapat menigkatkan pada awal sehubungan dengan cidera
jaringan penurunan funsgi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena
kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemia
dapat terjadi bila mulai diuresis
5. Natrium Urin
8. Albumin stres : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan
9. BUN atau kreatinan : peninggian menunjukan penurunan perfusi atau fungsi ginjal,
tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan
10. Loop aliran volume : memberikan pengkajian invasif terhadap efek atau luasnya
cedera
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distrimia
12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pasien luka bakar sesuai dengan kondisi dan pasien dirawat
me;ibatkan berbagai lingkungan perawatan dan disiplin ilmu antara lain mencakup
penanganan awal (ditempat kejadian), penanganan pertama diunit gawat darurat,
penanganan diruang intensif atau bangsal. Tindakan yang diberikan antara lain adalah
terapi cairan, fiseoterapi dan psikiatri. Pasien dengan luka bakar memerlukan obat -
obatan topical. Pemeberian obat-obatan topicalanti microbial bertujuan untuk
mensterilkan luka akan tetapi akan menekan pertumbuhan mikroorganisme dan
mengurangi kolonisasi, dengan memeberikan obat-obatan topical secara tepat dan efektif
dapat mengurangi terjadinya infeksi luka dan mencegah yang sering kali masih menjadi
penyebab kematian pasien ( Effendi C, 1999)
I. Pencegahan Komplikasi
1. Segera
Sindrom kompartemen dari luka bakar sirkum ferensial ( luka bakar pada ekstremitas
iskemia ekstremitas, luka bakar toraks hipoksia dari gagal napas restriktif) (cegah dengan
eskarotomi segera )
2. Awal
a. Hiperkalemia ( Dari sitolisis pada luka bakar luas). Obati dengan insulin dan
dekstrose
b. Gagal ginjal akut ( Kombinasi dari hipovolemia, sepsis, toksin jaringan ). Cegah
dengan resusitasi dini agresif, pastikan GFR tinggi pada pemberian cairan dan
diuretik, obati sepsis
c. Ulkus akibat stres ( ulkus Curling ) (cegah dengan antasid, bloker H 2 atau inhibitor
pompa proton profilaksis).
d. Infeksi ( waspadai Streptococcus). Obati infeksi yang timbul (106 organisme pada
biopsi luka ) dengan antibiotik sistemik.
A. Pengkajian Kritis
1. Pengkajian Sekunder
Secondary survey ini merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara
head to toe, dari depan hingga belakang.
a. Monitor tanda – tanda vital
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan tambahan
Data demografi meliputi identitas pasien nama, usia, jenis kelamin, alamat dll
Keluhan utama : luas cidera akibat ari intensitas panas (suhu) dan durasi
pemajanan, jika terdapat trauma inhalasi ditemukan keluhan stridor, takipnea,
dispnea, dan pernafasan seperti bunyi burung gagak ( kidd, 2010)
Riwayat penyakit sekarang : mekanisme trauma perlu diketahui karena ini
penting, apakah penderita terjebak dalam ruang tertutup, sehingga kecurigaan
terhadap trauma inhalasi yang dapat mennimbulkan obstruksi jalan nafas. Kapan
kejadiannya terjadi (Sjaifuddin, 2006)
Riwayat penyakit dahulu : penting dikaji menentukan apakah pasien mempunyai
penyakit yang sama yang tidak melemahkan kemamuan untuk mengatasi
perpindahan cairan dan melawan infeksi ( misalnya diabetes melitus, gagal
jantung kongestif, dan sianosis) atau bila terdapat masalah – masalah ginjal,
pernafasan atau gastro intestinal. Bebrapa masalah seperti diabetes, gagal ginjal
dapat menjadi akut selama proses pembakaran. Jika terjadi cidera inhalasi pada
keadaan penyakit kardiopulmonal ( misalnya gagal jantung kongestif, enfisema)
maka status pernafasan akan sangat tearganggu (Hudak dan Gallo, 1996)
Penyakir keluarga : kaji riwayat penyakit keluarga yang kemungkinan bisa
ditularkan atau diturunkan secara genetik kepada pasien seperti penyakit DM,
hipertensi, asma, TBC dll.
Review of System
B1 : nafas20 x/menit, tidak ada sesak nafas, bentuk dada
simetris, penggunaan otot bantu nafas tidak ada, saat diperkusi sonor, suara nafas
normal.
B2 : Tidak ada peningkatan JVP, HR : 96x/ menit, BP :
170/100 mmHg
B3 : pupil normal, orientasi tempat-waktu-orang baik,
reflek bicara baik, pendengaran baik, penglihatan baik, GCS : 15
B4 : urin pekat, Osmolaritas serum >450 mOsm/kg,
Natrium serum = 170 mmol/L
B5 : kehausan dan penurunan nafsu makan
B6 : bola mata cekung, kelemahan otot, membran mukosa
mulut kering
2. Pengkajian Primer
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya harus dicek
Airway, Breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
a. Airway
Menurut Moenadjat (2009), membebaskan jalan nafas dari sumbatan yang terbentuk
akibat edema mukosa jalan nafas ditambah sekret yang diproduksi berlebihan
(hipereksresi) dan mengalami pengentalan. Pada luka bakar kritis disertai dengan
trama inhalasi, intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) dan atau krikotiroidektomi
emergensi dikerjakan pada kesempatan pertama sebelm dijumpai obstruksi jalan
nafas yang dapat menyebabkan distres pernafasan. Pada luka bakar akut dengan
kecurigaan trauma inhalasi, pemasangan pipa nasofaringeal, endotrakeal merupakan
prioritas pertama pada resusitasi, tanpa menunggu adanya distres nafas. Baik
pemasangan nasofaringeal, intubasi dan atau krikotiroidektomi merupakan sarana
pembebasan jalan nafas dari sekret yang diproduksi, memfasilitasi terapi inhalasi
yang efektif dan memungkinkan lavase bronkial dikerjakan. Namun pada kondisi
sudah dijumpai obstruksi, krikotiroidektomi merupakan indikasi dan pilihan. Apabila
terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang Endotracheal Tube
(ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adala: terkurung dalam api,
luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar dan sputum yang hitam. Kaji ada
tidaknya sumbatan pada jalan nafas pasien.
F : Feel / rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi perawat
b. Breathing
1. Pemberian oksigen
Oksigen diberikan 2-4 liter /menit adalah memadai. Bila sekret banyak, ddapat
ditambah menjadi 4-6 liter/menit. Dosis ini sudah mencukupi, penderita trauma
inhalasi mengalami gangguan aliran masuk (input) oksigen tinggi (>10 L/menit )
atau dengan tekanan karena akan menyebabkan hiperoksia (dn barotrauma) yang
diikuti terjadinya stres oksidatif .
2. Humidifikasi
Oksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian uap air adalah untuk
mengencerkan sekret kental (agar mudah dikeluarkan) dan meredam proses
inflamasi mukosa
3. Terapi inhalasi
4. Lavase bronkoaveolar
Prosedur Lavase bronkoaveolar lebih dapat diandalkan untuk mengatasi
permaslashan yang timbul pada mukosa jalan nafas dibandingkan tindakan
humidifier atau nebulixer. Sumbatan oleh sekret yang melekat erat (mucusplug)
dapat dilepas dan dikeluarkan. Prosedur ini dikerjakan menggunakan metode
endoskopik (bronkoskopik) dan merupakan gold standart. Setelah bertujuan
terapeutik, tindakan ini merupakan prosedur duagnostik untuk melakukan evalusi
jalan nafas
5. Rehabillitasi pernafasan
Pengaturan posisi
Prosedur ini awalnya dilakukan secara pasif kemudian dlaukan secara aktif saar
hemodinamik stabil dan pasien sudh lebih kooperatif
6. Penggunaan ventilator
Kaji pergerakan dinding thorax simetris atau tidak, ada atau tidaknya kelainan pada
pernafasan misalnya dispnea, takipnea, bradipnea, ataupun sesak. Kaji juga apakah
ada suara nafas tambahan seperti snoring, gargling, ronkhi atau wheezing. Selain itu
kaji juga kedalaman nafas pasien.
c. Circulation
Warna kulit tergantung pada deerajat luka bakar, melambatnya capillary refill time,
hipotensi, mukosa kering, nadi meningkat. Menurut Djumhana (2011), penanganan
sirkulasi dilakukan dengan pemasangan IV line dengan kateter yang cukup besar,
dianjurkan untuk pemasangan CVP untuk mempertahankan volume sirkulasi
1. Pemasangan infus untravena atau IV line dngan 2 jalur mengunakan jarum atau
kateter yang besar minimal 18, hal ini penting untuk keperluan resusitasi dan
transfusi, dianjurkan pemasangan CVP
Formula Baxter
b. Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya dalam 16 jam
berikutnya.
Kaji ada tidaknya peningkatan tekanan darah, kelainan detak jantung misalnya
takikardi, brakikardi. Kaji juga ada tidaknya sianosis dan capilar refil. Kaji juga
kondisi akral dan nadi pasien.
d. Disability
Kaji ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks, pupil
anisokor dan nilai GCS
e. Exposure
B. Diagnosa Keperawatan
Edukasi
b. Anjurkan mengkonsumsi
makanan
secara mandiri
Kolaborasi
a. Kolaborasi prosedur
debridement
b. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika
perlu
pemicu nyeri
mandiri
d. Anjurkan menggunakan
analgetik
secara tepat
Kolaborasi
perlu
nutrisi
cairan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika
perlu
4. Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan asuhan Perawatan Tirah Baring (I.14572) Observasi
keperawatan selama
a. Untuk mengetahui kondisi
Fisik 3x24 jam diharapkan … Tindakan : kulit pasien
pasien membaik, dengan
kriteria hasil : Observasi Terapeutik
Edukasi
intervensi
D. Implementasi Keperawatan
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah membandingkan suatu hasil/ perbuatan dengan standar untuk tujuan
pengambilan keputusan yang tepat sejauh mana tujuan tercapai.