Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi, jenis yang berat
memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan
cedera oleh sebab lain. Penyebab luka bakar selain terbakar api langsung atau tidak
langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka
bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas, banyak
terjadi pada kecelakaan rumah tangga (Sjamsuhidajat, 2004; DEPKES RI, 2007).
Kulit adalah organ kompleks yang memberikan pertahanan tubuh pertama terhadap
kemungkinan lingkungan yang merugikan. Kulit melindungi tubuh terhadap infeksi,
mencegah kehilangan cairan tubuh, membantu mengontrol suhu tubuh, berfungsi sebagai
organ eksretoridan sensori, membantu dalam proses aktivasi vitamin D, dan
mempengaruhi citra tubuh. Luka bakar adalah hal yang umum, namun merupakan bentuk
cedera kulit yang sebagian besar dapat dicegah.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari luka bakar?
2. Bagaimana etiologi dari luka bakar?
3. Bagaimana patofisiologi dari luka bakar?
4. Bagaimana karakteristik luka bakar (fase, zona, kedalaman, luas, serta penilaian
berat dan ringannya luka bakar)
5. Bagaimana konsep keperawatan (pengakajian, diagnosa dan intervensi) pada luka
bakar?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep medis dan konsep keperawatan pada luka
bakar
2. Tujuan Khusus
a. Memahami definisi dari luka bakar
b. Memahami etiologi dari luka bakar
c. Memahami patofisiologi dari luka bakar
d. Memahami karakteristik luka bakar (kedalaman, luas, serta penilaian berat dan
ringannya luka bakar)
e. Memahami konsep keperawatan (pengakajian, diagnosa dan intervensi) pada
luka bakar
BAB II
TINJAUAN MEDIS
A. Definisi
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit dengan luka bakar
akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan
tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak dengan sumber panas/penyebabnya.
Kedalaman luka bakar akan mempengaruhi kerusakan/ gangguan integritas kulit dan
kematian sel-sel (Yepta, 2003).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih
berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka bakar dan menyebabkan
kerusakan organ. Bahan kimia terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat
reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan
proses penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan
kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam
kerusakan jaringan yang terjadi (Moenadjat, 2003).

B. Etiologi
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah:
1. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald), jilatan api
ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak dengan
objek-objek panas lainnya (logam panas, dan lain-lain) (Moenadjat, 2005).
2. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar bahan kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan dalam bidang industry militer ataupun bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga (Moenadjat, 2005).
3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang disebabkan karena arus, api dan ledakan. Aliran
listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah.
Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga
menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari
lokasi kontak,baik kontak dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat, 2005).
4. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injury
ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam
dunia kedokteran dan industry. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga
dapat menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat, 2005).

C. Patofisiologi
Jaringan lunak akan mengalami cedera bila terkena suhu diatas 115 0F (460C).
Luasnya kerusakan bergantung pada suhu permukaan dan lama kontak. Sebagai contoh
pada kasus luka bakar tersiram air panas pada orang dewasa, kontak selama 1 detik
dengan air yang panas dari shower dengan suhu 68,9 0C dapat menimbulkan luka bakar
yang merusak epidermis dan dermis sehingga terjadi cedera derajat tiga (full-thickness
injury). Sebagai manifestasi dari cedera luka bakar panas, kulit akan melakukan
pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan pembentukan oksigen reaktif dan
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan menyebabkan penurunan tekanan
onkotik. Hal ini menyebabkan kehilangan cairan serta viskositas plasma meningkat
dengan menghasilkan suatu formasi mikrotrombus. Cedera luka bakar dapat
menyebabkan keadaan hipermetabolik yang dimanifestasikan dengan adanya demam,
peningkatan laju metabolisme, peningkatan ventilasi, peningkatan curah jantung,
peningkatan glukoneogenesis, serta meningkatkan katabolisme otot viseral dan rangka.
Adanya luka pada sistem pernafasan misalnya pada wajah yang merusak mukosa
sehingga terjadi udema pada laring dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan
menyebabkan ketidakefektifan pola nafas. Terjebak kebakaran dalam ruangan tertutup
juga dapat menyebabkan cedera inhalasi sehingga terjadi cedera alveolar yang ditandai
dengan adanya sputum berkarbon yang memunculkan diagnosa ketidakefektifan bersihan
jalan nafas yang diakibatkan karena keracunan gas (PCO 2 yang meningkat sedangkan
PO2 turun). Keracunan gas tersebut dan sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas
kapiler akan menyebabkan adanya penurunan cairan intravaskuler sehingga terjadi
hipovolemia dan hipoksia jaringan dan memunculkan diagnosa ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer (Muttaqin & Kumala, 2012, Nurarif dan Hardhi, 2015).
Bila luas bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa
mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala
khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah
menurun, dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal
terjadi setelah delapan jam (Wim De Jong, 2004). Untuk luka bakar yang lebih kecil,
tanggapan tubuh terhadap cedera terlokalisasi pada area yang terbakar. Namun, pada
luka yang lebih luas (misalnya, meliputi 25% atau lebih total area permukaan tubuh
[total body surface area-TBSA]), tanggapan tubuh terhadap cedera bersifat sistemik dan
sebanding dengan luasnya cedera. Tanggapan sistemik terhadap cedera luka bakar
biasanya bifasik, ditandai oleh penurunan fungsi (hipofungsi) yang diikuti dengan
peningkatan fungsi (hiperfungsi) setiap sistem organ. (Black & Hawk, 2009)
Patway
Suhu Tinggi/Termal Bahan Sengatan Radias
Kimia listrik i

Terpaparnya kulit dengan penyebab

Luka
Bakar

Peningkatan permeabilitas Cedera jaringan


kapiler kulit
Vasodilatasi pembuluh Kulit coklat kemerahan,
darah hitam
Volume darah arteri ↓ Kerusakan pada dermis,
epidermis dan subkutan
Pengeluaran air,
natrium klorida, protein
dalam sel Kematian sel- gangguan
sel intregitas
Menurunnya Oedem Nyeri Akut kulit/jaringa
cairan intraseluler n
Hipovolemi
Resiko a
hipovolemia ↓aliran darah

↓ sirkulasi dan volume


vaskuar
Kebutuhan O2 ↑

Takipnea, RR

Pola napas tidak
efektif
D. Klasifikasi luka bakar
1. Kedalaman luka bakar
a. Luka bakar derajat I
1) Kerusakan terbakar pada lapisan epidermis (superficial).
2) Kulit kering, hiperemik berupa eritema.
3) Tidak dijumpai bulae.
4) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
5)  Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari.
6)  Contohnya adalah luka bakar akibat sengantan matahari.
b. Luka bakar derajat II
1) Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi
disertai proses eksudasi.
2) Dijumpai bullae.
3) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
4) Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas
kulit normal.
Luka bakar derajat II dibedakan menjadi:
1) Derajat II dangkal (superficial).
a) Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
b)  Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh.
c) Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari, tanpa
operasi penambalan kulit (skin graft).
2) Derajat II dalam (deep).
a)  Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian besar masih utuh.
c) Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa.
Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
Bahkan perlu dengan operasi penambalan kulit (skin graft).
c. Luka bakar derajat III
1) Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam.
2) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
mengalami kerusakan.
3)  Tidak dijumpai bulae.
4) Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, karena kering letaknya
lebih rendah dibanding kulit sekitar.
5) Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai
eskar.
6) Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf
sensorik mengalami kerusakan/kematian.
7) Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari
dasar luka.

Gambar Derajat Luka bakar

2. Luas luka bakar


Banyak cara menghitung luas luka bakar, tetapi yang banyak dipakai adalah
cara Rule of Nine dari Wallace, adalah sebagai berikut (untuk dewasa):

a. Luas Luka Bakar Berdasarkan Rule Of Nine


NO AREA %

1. Kepala dan Leher 9

2. Badan Depan 18

3. Badan Belakang 18

4. Kelamin 1

5. Tangan Kanan 9

6. Tangan Kiri 9

7. Paha Kanan 9

8. Paha Kiri 9

9. Kaki Kanan 9

10. Kaki Kiri 9

Total 100

Perhitungan luas luka bakar untuk anak ≤ 15 tahun ditetapkan berdasarkan


modifikasi dari Rule of Nine sebagai berikut:
Tabel 2. Luas luka bakar berdasarkan Rule of Nine untuk usia kurang dari sama
dengan 15 tahun

NO DAERAH PERMUKAAN TUBUH 0-1 TH 5 TH 15 TH


1 Kepala, muka dan leher 18 % 14 % 10 %
2 Badan sebelah depan 18 % 18 % 18 %
3 Badan sebelah belakang 18 % 18 % 18 %
4 Alat gerak atas kanan 9% 9% 9%
5 Alat gerak atas kiri 9% 9% 9%
6 Alat gerak bawah kanan 14 % 16 % 18 %
7 Alat gerak bawah kiri 14 % 16 % 18 %
Jumlah total 100 % 100 % 100 %
Antara umur 1-5 tahun, tiap tahun tiap tungkai bertambah 0,4 % dan antara umru 5-
15 tahun, tiap tahun tiap tungkai bertambah 0,2 %. Satu telapak tangan penderita
mempunyai luas 1 % dari luas tubuhnya.
b. Metode Lund and Browder
Metode yang lebih tepat untuk memperkirakan luas permukaan tubuh yang
terbakar adalah metode Lund dan Browder yang mengakui bahwa persentase
luas luka bakar pada berbagai bagian anatomik, khususnya kepala dan tungkai,
akan berubah menurut pertumbuhan. Dengan membagi tubuh menjadi daerah-
daerah yang sangat kecil dan memberikan estimasi proporsi luas permukaan
tubuh untuk bagian-bagian tubuh tersebut, kita bisa memperoleh estimasi
tentang luas permukaan tubuh yang terbakar. Evaluasi pendahuluan dibuat
ketika pasien tiba di rumah sakit dan kemudian direvisi pada hari kedua serta
ketiga paska luka bakar karena garis demarkasi biasanya baru tampak jelas
sesudah periode tersebut.
Area 0-1 1-4 5-9 10-14 15 Dewasa
thn thn thn thn thn
Kepala 19 17 13 11 9 7
Leher 2 2 2 2 2 2
Anterior 13 13 13 13 13 13
tubuh
Posterior 13 13 13 13 13 13
tubuh
Bokong 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
kanan
Bokong kiri 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Genitalia 1 1 1 1 1 1
Lengan atas 4 4 4 4 4 4
kanan
Lengan atas 4 4 4 4 4 4
kiri
Lengan 3 3 3 3 3 3
bawah kanan
Lengan 3 3 3 3 3 3
bawah kiri
Telapak 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
tangan kanan
Telapak 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
tangan kiri
Paha kanan 5,5 6,5 8 8,5 9 9,5
Paha kiri 5,5 6,5 8 8,5 9 9,5
Kaki kanan 5 5 5,5 6 6,5 7
Kaki kiri 5 5 5,5 6 6,5 7
Telapak kaki 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
kanan
Telapak kaki 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
kiri
Total 100 100 100 100 100 100
c. Metode Telapak Tangan
Pada banyak pasien dengan luka bakar yang menyebar, metode yang
dipakai untuk memperkirakan persentase luka bakar adalah metode telapak
tangan (palm method). Lebar telapak tangan pasien kurang lebih sebesar 1%
luas permukaan tubuhnya. Lebar telapak tangan dapat digunakan untuk menilai
luas luka bakar.

3. Berat dan Ringannya Luka Bakar


Berdasarkan berat / ringan luka bakar, diperoleh beberapa kategori penderita
(Yefta Moenadjat, 2003):

a. Luka bakar berat / kritis (major burn)


1)  Derajat II-III > 20% pada klien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50
tahun.
2)  Derajat II-III > 25% pada kelompok usia selain disebutkan pada butir
pertama.
3) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki dan perineum.
4) Adanya trauma pada jalan napas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas
luka bakar.
5) Luka bakar listrik tegangan tinggi.
6) Disertai trauma lainnya (misal fraktur iga / lain-lain).
7) Klien-klien dengan risiko tinggi.
b. Luka bakar sedang (moderate burn)
1)  Luka bakar dengan luas 15-25% pada dewasa, dengan luka bakar derajat III <
10%.
2) Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40
tahun, dengan luka bakar derajat III < 10%.
3) Luka bakar dengan derajat III < 10% pada anak maupun dewasa yang tidak
mengenai muka, tangan, kaki dan perineum.
c. Luka bakar ringan (mild burn)
1) Luka bakar dengan luas < 15% pada dewasa.
2) Luka bakar dengan luas < 10% pada anak dan usia lanjut.
3) Luka bakar dengan luas < 2% pada segala usia; tidak mengenai muka, tangan,
kaki dan perineum.
4. Fase luka bakar
Menurut Musliha (2010), fase luka bakar terbagi menjadi tiga fase :
a. Fase akut
Disebut fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami
ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas),
circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau
beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran
pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera
inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut.Pada fase
akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera
termal yang berdapak pada sistemik.
b. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan
atas kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan:
1) Proses inflamasi dan infeksi
2) Problem penutupan luka
3) Keadaan hipermetabolisme
c. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.

E. Penatalaksanaan Luka Bakar


Penatalaksanaan pasien luka bakar sesuai dengan kondisi dan tempat pasien dirawat
melibatkan berbagai lingkungan perawatan dan disiplin ilmu antara lain mencakup
penanganan awal (ditempat kejadian), penanganan pertama di unit gawat darurat,
penanganan di ruangan intensif dan bangsal. Tindakan yang dilakukan antara lain terapi
cairan, fisioterapi dan psikiatri pasien dengan luka bakar memerlukan obat-obatan
topikah karena eschar tidak dapat ditembus dengan pemberian obat antibiotik sistemis.
Pemberian obat-obatantopikah anti mikrobial bertujuan tidak untuk mensterilkan luka
akan tetapi untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme dan mengurangi kolonisasi,
dengan pemberian obat-obatan topikah secara tepat dan efektif dapat mengurangi
terjadinya infeksi luka dan mencegah sepsis yang sering kali masih terjadi penyebab
kematian pasien.
1. Tatalaksana resusitasi luka bakar
Tatalaksana resusitasi jalan napas
a. Inkubasi : tindakan inkubasi dikerjakan sebelum edema mukosa
b. Krikotiroidomi :bertujuan sama dengan inkubasi hanya dianggap agresif
c. Pemberian oksigen 100%
d. Perawatan jalan napas
e. PenghiasanSecret
f. Pemberian terapi inhalasi
g. Bilasan bronkoalveolor
h. Perawatan rehabilitatif untuk respirtif
i. Eskarotomi
2. Tatalaksana resusitasi cairan
a. Cara Evans
Rumus Evans
1) Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah
NaCl / 24 jam
2) Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg =jumah
plasma / 24 jam
nomor 1 dan 2 pengganti cairan yang hilang akibat oedem. Plasma untuk
mengganti plasma yang keluar dari pembuluh dan meninggikan tekanan
osmosis hingga mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali cairan
yang telah keluar)
3) 2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan yang
hilang akibat penguapan)
Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan pada hari pertama. Dan hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.
b. Cara baxter
Memberikan teknik resusitasi cairan pada 954 pasien luka bakar dengan
menggunakan formulasi cairan :
4 mL x KgBB x total luas permukaan tubuh (TLPT)
dan didapatkan hasil sekitar 70% yaitu 438 dewasa dan 516 anak-anak
mengalami keluaran yang baik.
3. Resusitasi nutrisi
Penatalaksanaan Nutrisi pada Pasien Luka BakarTerapi nutrisi merupakan bagian
dari tatalaksana pasien luka bakar mulai dari fase akut hingga fase rehabilitasi.
Tujuan tatalaksana nutrisi pada pasien luka bakar ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan energi, mempertahankan status gizi, mengatasi hiperkatabolik dan
kehilangan nitrogen, mencegah muscle wasting, mempercepat penyembuhan luka,
meningkatkan fungsi imun, dan menurunkan resiko overfeeding. Penatalaksanaan
untuk mencegah resiko overfeeding yaitu diberikan sebesar 20-25 kkal/kg/hari pada
fase akut dan fase awal kritis, sedangkan pada fase anabolitik (flow) atau
penyembuhan dapat diberikan 25-30 kkal/kg/hari.
4. Penanganan Luka
a. Pendinginan luka
b. Debridemen
5. Tindakan pembedahan
a. Split cangkok kulit
b. Flap
6. Terapi manipulasi lingkungan
a. Fase inflamasi
b. Fase fibrolastic
c. Fase maturbasi

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Hitung darah lengkap: Perhatikan Hematokrit menunjukkan hemokonsentrasi


sehubungan dengan perpindahan cairan. Menurutnya hematokrit dan sel darah merah
menjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit akan meningkat sebagai respons inflamasi
3. Analisa Gas Darah ( AGD ) : untuk kecurigaan cidera inhal
4. Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cidera jaringan,
hypokalemia terjadi bila diuresis.
5. Albumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada edema jaringan.
6. Kreatinin meningkat menunjukan perfusi jaringan.
7. EKG : tanda iskemik miokardia dapat terjadi pada luka bakar
8. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya

BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Anamnesa

a. Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku,


bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor registrasi dan diagnose medis.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu

Penting untuk menentukan apakah pasien, mempunyai penyakit yang merubah


kemampuan untuk memenuhi keseimbangan cairan dan daya pertahanan terhadap
infeksi (seperti Diabetes mellitus , gagal jantung, sirosis hipatis, gangguan
pernafasan).

c. Riwayat Kesehatan Sekarang

1) Sumber kecelakaan
2) Sumber panas atau penyebab yang berbahaya
3) Gambaran yang mendalam bagaimana luka bakar terjadi
4) Factor yang mungkin berpengaruh seperti alcohol, obat-obatan
5) Keadaan fisik disekitar luka bakar
6) Peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk rumah sakit

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Didalam keluarga klien apakah memeliki riwayat penyakit yang sama dengan
yang diderita klien.

e. Riwayat Psiko- Sosio- Spiritual


Pengkajian psikologi meliputi status emosi, kognitif, dan perilaku klien,
pengkajian mekanisme koping klien terhadap penyakit yang diderita.

2. Pola Kesehatan Sehari-hari


a. Pola kebiasaan

Pasien biasanya melakukan kegiatan berhubungan dengan benda panas dan


sangat beresiko.

b. Pola tidur dan istirahat

Pasien mengeluh sulit tidur karena merasa tidak nyaman ataupun nyeri pada
bagian luka.

c. Pola eliminasi

Pasien pada pola eliminasi mengeluh susah melakukan seperti biasa, BAK
(volume, warna, frekwensi), BAB (frekwensi, warna, bau)

d. Pola hubungan dan peran

Terjadinya perubahan peran dan hubungan karena terhambatnya pola aktivitas.

e. Pola persepsi dan konsep diri

Pasien merasa tidak berdaya ketika sakit dan punya harapan untuk sembuh

3. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum

1) Tingkat kesadaran :Compos metis, Keadaan umum: lemah


2) Tanda-tanda vital

a) Tekanan darah
b) Nadi
c) Respirasi
d) Suhu tubuh

b. Pemeriksaan fisik head to toe

1) Kepala
Untuk mengetahui turgor kulit dan mengetahui adanya lesi atau bekas luka.

Inspeksi : lihat ada lesi atau tidak, warna rambut, edema, dan penyebaran
rambut, luka bakar jika ada

Palpasi : meraba dan tentukan elastisitas turgor kulit beserta tekstur kasar
atau halus, akral dingin/ hangat.

2) Rambut
Untuk mengetahui warna rambut, kebersihan rambut, penyebaran rambut.

Inspeksi : penyebaran rambut merata atau tidak dan adanya ketombe atau
tidak.

Palpasi :mudah rontok atau tidak, rambut lengket atau tidak.

3) Wajah
Untuk mengetahui bentuk dan fungsi kepala, untuk mengetahui luka dan
kelainan pada kepala.

Inspeksi : lihat kesimetrisan wajah antara kanan dan kiri jika ada perbedaan
maka ada kelumpuhan atau parase.

Palpasi : respon nyeri dengan melakukan penekanan sesuai kebutuhan.

4) Mata

Untuk mengetahui bentuk mata, fungsi mata serta untuk melihat apakah ada
kelainan pada mata.
Inspeksi: lihat warna konjungtiva dan sclera mata (kuning atau ikterik), pupil
isokor, medriasis atau miosis.

Palpasi : lihat apakah ada tekanan intra okuler. Apabila ada maka ketika
dilakukan penenkanan akan terasa keras, kaji jika ada nyeri tekan.

5) Hidung
Untuk mengetahui bentuk dan fungsi hidung

Inspeksi : lihat bentuk hidung simetris atau tidak, apakah ada kemerahan atau
lesi hidung bagian dalam.

Palpasi : lakukaan penekanan apakah ada nyeri tekan pada sinus, apakah ada
nyeri tekan pada pangkal hidung, apakah terjadi benjolan.

6) Mulut dan Faring


Untuk mengetahui apakah ada kelainan pada mulut dan faring.

Inspeksi : lihat apakah ada kelainan pada bibir (bibir sumbing), bentuk bibir
simetris atau tidak, warna bibir, kelembapan, apakah ada gigi yang
berlubang, kebersihan gigi, serta lihat apakah ada pembesaran pada tonsil.

Palpasi : ada lesi atau massa pada area mulut dg melakukan penekanan di
daerah pipi, serta kaji jika ada nyeri tekan.

7) Telinga

Untuk mengetahui fungsi telinga dan melihat apakah ada kondisi abnormal
pada telinga.

Inspeksi : lihat warna daun telinga, bentuk, simetris atau tidak antara kanan
dan kiri, serta lihat apakah ada serumen.

Palpasi : lakukn penekanan ringan apakah ada nyeri tekan atau tidak dan
elastisitas kartilago.

8) Leher

Untuk mengetahui fungsi dan apakah ada kelainan pada leher.


Inspeksi : lihat warna kulit, bentuk, amati adanya pembesaran kelenjar tiroid,
ada luka bakar atau tidak

Palpasi : lakukan penekanan pada leher dengan cara meletakkan kedua


tangan disisi samping leher dan pasien suruh menelan lalu rasakan apakah
ada pembesaran tiroid pada sisi leher.

9) Dada

Untuk mengetahui bentuk, frekuensi, nyeritekan, irama pernafasan dan bunyi


paru.

Inspeksi : lihat kesimetrisan dada kanan dan kiri, apakah ada retraksi dada
atau tidak, ada luka bakar atau tidak

Palpasi: apakah ada benjolan serta nyeri tekan, lihat apakah ada pelebaran
pada ictus cordis.

Perkusi: untuk melihat batas normal paru.

Auskultasi: untuk mengetahui bunyi nafas.

10) Abdomen

Untuk mengetahui warna, bentuk perut, peristaltic usus, dan apakah ada nyeri
tekan.

Inspeksi: amati bentuk perut, warna kulit, apakah ada benjolan, dan asites,
ada luka bakar atau tidak.

Auskultasi: dengarkan peristaltik usus dan hitung apakah ada peningkatan


pada bising usus.

Palpasi: apakah ada lesi, dan nyeri tekan.

Perkusi: apakah ada hipertimpani atau tidak.

11) Musculoskeletal/ Ektremitas


Untuk mengetahui mobilitas kekutan otot.

Inspeksi : lihat apakah ada atrofi pada ekstremitas, ada atau tidak luka bakar

Palpasi : lakukan penekanan dan minta pasien untuk memberi tahanan pada
eskstremitas untuk melihat kekuatan otot pada anggota gerak atas dan bawah.

12) Pemeriksaan Nervus

a) N.I olfaktorius : untuk memeriksa indra penciuman dengan bau- bauan


yg tajam .
b) N.II optikus : pemeriksaan ketajaman penglihatan dengan visual test
snellen card.
c) N. III,IV,VI okulomotorius, throkhlearis, abdusens : apakah ada paralisis
pada salah satu mata, pemeriksaan pupil, gerakan bola mata.
d) N. V trigeminus : apakah ada gangguan mengunyah, kasus stroke
terkadang terdapat paralisis pada saraf trigeminus.
e) N. VII fasialis : kaji persepsi pengecapan, dan kesimetrisan wajah.
f) N. VIII akustikus : apakah ada gangguan pendengaran .
g) N. IX dan X glosofaringeus dan vagus : kemampuan menelan berfungsi
secara normal atau tidak, serta ajak klien untuk membuka mulut untuk
menilai fungsi dari vagus.
h) N. XI asesorius : minta klien untuk menengok kesisi salah satu tubuh
serta mengangkat bahu.
i) N. XII hipoglosus : melihat saraf motorik untuk ekstrinsik dan intrinsik
lidah .

13) Pemeriksaan Integumen

Inspeksi: amati warna kulit, kaji adanya lesi dan edema

Palpasi: kelembaban kulit, mengecek suhu kulit dengan cara membandingkan


kedua kaki dan lengan tangan dengan menggunakan jari, tarik/cubit untuk
mengetahui turgor kulit (normalnya kembali cepat). Wallace membagi tubuh
atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan rule of nine of Wallace
yaitu :
a) Kepala dan leher :9%
b) Lengan masing-masing 9% :18%
c) Badan depan 18%, badan bagian belakang :36%
d) Tungkai masing-masing 18 :36%
e) Genitalia/perinium :1%

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada pasien luka bakar yang mungkin muncul :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (terbakar) (D.0077)


2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (luka bakar). (D.0129)
3. Resiko hipovolumia berhubungan dengan evaporasi (D.0034)
4. Resiko infeksi dibuktikan dengan kerusakan integritas kulit. (D.0142)
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk tubuh (luka
bakar) (D.0083)

C. Intervensi Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (terbakar) (D.0077)


Setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama 1X24 jam maka ekspetasi nyeri
akut menurun dengan kriteria hasil:
1) Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat (5)
2) Keluhan nyeri menurun (5)
3) Meringis menurun (5)
4) Gelisah menurun (5)
5) Kesulitan tidur menurun (5)
6) Frekwensi nadi membaik (5)
7) Tekanan darah membaik (5)
8) Napsu makan membaik (5)
Intervensi:
Edukasi Manajemen Nyeri (I.12391)
Edukasi:
1) Jelaskan penyebab periode, dan strategi meredakan nyeri
2) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
3) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
4) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Edukasi Teknik Napas (I.12452)

Edukasi:

1) Jelaskan tujuan dan manfaat teknik napas

2) Jelaskan prosedur teknik napas

3) Anjurkan memposisikan tubuh senyaman mungkin (mis. duduk, baring)

4) Anjurkan menutup mata dan berkonsentrasi penuh

5) Ajarkan melakukan inspirasi dengan menghirup udara melalui hidung secara


perlahan

6) Ajarkan melakukan ekspirasi dengan menghembuskan udara mulut mencucu


secara perlahan

7) Demonstrasikan menarik napas selama 4 detik, menahan napas selama 2 detik


dan menghembuskan napas selama 8 detik

Kompres Dingin (I.08234)

Observasi:

1) Identifikasi kontra indikasi kompres dingin (mis. penurunan sensasi, penurunan


sirkulasi)
2) Identifikasi kondisi kulit yang akan dilakukan kompres dingin
3) Periksa suhu alat kompres
4) Monitor iritasi kulit atau kerusakan jaringan selama 5 menit pertama

Terapeutik

1) Pilih metode kompres yang nyaman dan mudah didapat (mis. kantong plastik
tahan air, kemasan gel beku, kain atau handuk)
2) Pilih lokasi kompres
3) Balut alat kompres dingin dengan kain pelindung, Jika perlu
4) Lakukan kompres dingin pada daerah yang cedera
5) Hindari penggunaan kompres pada jaringan yang terpapar terapi radialis

Edukasi

1) Jelaskan prosedur penggunaan kompres dingin


2) Anjurkan tidak menyesuaikan pengaturan suhu secara mandiri tanpa
pemberitahuan sebelumnya
3) Ajarkan cara menghindari kerusakan jaringan akibat dingin

Pemberian Analgesik (I.08243)

Observasi

1) Identifikasi karakteristik nyeri (mis. pencetus, pereda, kualitas, lokasi,


intensitas, frekuensi, durasi)
2) Identifikasi riwayat alergi obat
3) Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. narkotika, non-narkotika, atau
NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
4) Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
5) Monitor efektivitas analgesik

Terapeutik
1) Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika
perlu
2) Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opiold untuk
mempertahankan kadar dalam serum
3) Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan respons pasien
4) Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan efek yang tidak
diinginkan

Edukasi

1) Jelaskan efek terapi dan efek samping obat

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (luka bakar).


(D.0129)
Setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama 1X24 jam maka ekspetasi integritas
kulit/jaringan meningkat dengan kriteria hasil:
1) Elastisitas meningkat (5)
2) Hidrasi meningkat (5)
3) Perfusi jaringan meningkat (5)
4) Kerusakan jaringan menurun (5)
5) Kerusakan lapisan kulit menurun (5)
6) Nyeri menurun (5)
7) Perdarahan menurun (5)
8) Kemerahan menurun (5)
9) Suhu kulit membaik (5)
Intervensi:
Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
Observasi
1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem,
penggunaan mobilitas)
Edukasi
1) Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion, serum)
2) Anjurkan minum air yang cukup
3) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4) Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
5) Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem

Perawatan Luka (I.14564)


Observasi:
1) Monitor karakteristik luka (mis. drainase, warna, ukuran, bau)
2) Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik:
1) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
2) Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
3) Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
4) Bersihkan jaringan nekrotik
5) Berikan salep yang sesuai ke kulit atau Lesi, jika perlu
6) Pasang balutan sesuai jenis luka
7) Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
8) Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
9) Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
10) Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari
11) Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. vitamin A, vitamin C, Zinc,
asam amino), sesuai indikasi
12) Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transkutaneus), jika perlu
Edukasi:
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
3) Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi:
1) Kolaborasi prosedur debridement (mis. enzimatik, biologis, mekanis,
autolitik), jika perlu
2) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

3. Resiko hipovolumia berhubungan dengan evaporasi (D.0034)


Setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama 1X24 jam maka ekspetasi volume
cairan membaik dengan kriteria hasil:
1) Kekuatan nadi meningkat (5)
2) Turgor kulit meningkat (5)
3) Output urine meningkat (5)
4) Perasaan lemah menurun (5)
5) Keluhan haus menurun (5)
6) Frekwensi nadi membaik (5)
7) Tekanan darah membaik (5)
8) Membrane mukosa membaik (5)
9) Status mental membaik (5)
10) Suhu tubuh membaik (5)
Intervensi :
Manajemen Hipovolemia (I.03116)
Observasi:
1) Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering, volume urine menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah)
2) Monitor intake dan output cairan
Terapeutik:
1) Hitung kebutuhan cairan
2) Berikan posisi modified Trendelenburg
3) Berikan asupan cairan oral
Edukasi:
1) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
2) Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL)
2) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
3) Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate)
4) Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
Pemantauan Cairan (I.03121)
Observasi:
1) Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
2) Monitor frekuensi napas
3) Monitor tekanan darah
4) Monitor waktu pengisian kapiler
5) Monitor elastisitas atau turgor kulit
6) Monitor jumlah, warna dan berat jenis urin
7) Monitor kadar albumin dan protein total
8) Monitor hasil pemeriksaan serum (mis. osmolaritas serum, hematokrit,
natrium, kalium, BUN)
9) Monitor intake dan output cairan
10) Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering, volume urine menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah, konsentrasi urin meningkat, berat badan menurun
dalam waktu singkat)
11) Identifikasi faktor risiko ketidakseimbangan cairan (mis. prosedur
pembedahan mayor, trauma atau perdarahan, luka bakar, aferesis, obstruksi
intestinal, peradangan pankreas, penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi
intestinal)
Terapeutik:
1) Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
2) Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

4. Resiko infeksi dibuktikan dengan kerusakan integritas kulit. (D.0142)

Setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama 1X24 jam maka ekspetasi resiko
infeksi menurun dengan kriteria hasil:
1) Napsu makan meningkat (5)
2) Demam menurun (5)
3) Kemerahan menurun (5)
4) Nyeri menurun (5)
5) Cairan berbau busuk menurun (5)
6) Kadar sel darah putih membaik (5)
7) Kultur area luka membaik (5)

Intervensi :
Pencegahan Infeksi (I.14539)
Observasi:
1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistematik
Terapeutik:
1) Batasi jumlah pengunjung
2) Berikan perawatan kulit pada area edema
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
4) Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
Edukasi:
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka dan luka operasi
4) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
5) Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Perawatan Luka Bakar (I.14565)
Observasi:
1) Identifikasi penyebab luka bakar
2) Identifikasi durasi terkena luka bakar dan riwayat penanganan luka
sebelumnya
3) Monitor kondisi luka (mis. persentasi ukuran luka, derajat luka, perdarahan,
warna dasar luka, infeksi, eksudat, bau luka, kondisi tepi luka)
Terapeutik:
1) Gunakan teknik aseptik selama merawat luka
2) Lepaskan balutan lama dengan menghindari nyeri dan perdarahan
3) Redam dengan air steril jika balutan lengket pada luka
4) Bersihkan luka dengan cairan steril (mis. NaCl 0,9%, cairan antiseptik)
5) Lakukan terapi relaksasi untuk mengurangi nyeri
6) Jadwalkan frekuensi perawatan luka berdasarkan ada atau tidaknya infeksi,
jumlah eksudat dan jenis balutan yang digunakan
7) Gunakan modem dressing sesuai dengan kondisi luka (mis. hydrocolloid,
polymer, crystaline cellulose)
8) Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5
g/kgBB/ hari
9) Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. vitamin A, vitamin C, asam
amino), sesuai indikasi
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
Kolaborasi
1) Kolaborasi prosedur debridement (mis. enzimatik, biologis, mekanis,
autolitik), jika perlu
2) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk tubuh (luka


bakar) (D.0083)

Setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama 1X24 jam maka ekspetasi citra
tubuh meningkat dengan kriteria hasil:
1) Melihat bagian tubuh meningkat (5)
2) Menyentuh bagian tubuh meningkat (5)
3) Verbalisasi kehilangan bagian tubuh meningkat (5)
4) Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun (5)
5) Verbalisasi kekhawatiran pada penolakan/reaksi orang lain menurun (5)
6) Hubungan social membaik (5)
Intervensi:
Promosi Citra Tubuh (I.09305)
Observasi:
1) Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
2) Identifikasi budaya, agama, jenis kelamin, dan umur terkait citra tubuh
3) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi social
4) Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
5) Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh yang berubah
Terapeutik
1) Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
2) Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
3) Diskusikan kondisi stress yang mempengaruhi citra tubuh (mis. luka
penyakit, pembedahan)
4) Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis
5) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh
Edukasi:
1) Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh
2) Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
3) Anjurkan menggunakan alat bantu (mis. pakaian, wig, kosmetik)
4) Anjurkan mengikuti kelompok pendukung (mis. kelompok sebaya)
5) Latih peningkatan penampilan diri (mis. berdandan)
6) Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain maupun kelompok
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kulit adalah organ kompleks yang memberikan pertahanan tubuh pertama terhadap
kemungkinan lingkungan yang merugikan. Kulit yang melindungi tubuh dari infeksi,
mencegah kehilangan cairan tubuh, membantu mengontrol suhu tubuh, berfungsi sebagai
organ eksretoridan sensori, membantu dalam proses aktivasi vitamin D, dan
mempengaruhi citra tubuh.
Luka bakar adalah hal yang umum, namun merupakan bentuk cedera kulit yang
sebagian besar dapat dicegah. Luka bakar adalah kerusakan atau keghilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik
dan radiasi.
Luka Bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi.

B. Saran
Agar pembaca memahami dan mengerti tentang Luka bakar, tingkat luka bakar,
tindakan pada luka bakar agar dapat bermanfaat serta berguna bagi pembaca dan
masyarakat umum.
DAFTAR PUSTAKA

Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen.
Jakarta : Salemba Medika
Black & Hawk. 2009. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Buku 2. Singapore: Elsevier

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017) . Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017) . Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017) . Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tugas : Keperawatan medikal bedah 3

Dosen : Andi nurhikmah mahdi,


S.Kep,.Ns,.M.Kep

KONSEP MEDIS DAN KEPERAWATAN

DENGAN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN


LUKA BAKAR

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK 1

IAN SAPUTRA 164201021046

AULIA MAY 164201021036


SITI HAJAR LASOMAR 4201020009

AGUNG IKSANTO 4201020015

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN(STIKES)
IST BUTON BAUBAU
TAHUN 2022

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa ta’ala yang telah memberi rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep
Medis Dan Keperawatan Dengan Gangguan System Integuen Luka Bakar”.
Makalah ini disusun khusus untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah 3.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada
dosen pengampuh ibu Andi nurhikmah mahdi, S.Kep,.Ns,.M.Kep.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Akan tetapi,
penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Segala kritik, koreksi,
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa
mendatang.

Baubau 03 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1

A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
C. Tujuan...................................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN MEDIS............................................................................................... 3

A. Definisi.................................................................................................................... 3
B. Etiologi.................................................................................................................... 3
C. Patofosiologi............................................................................................................ 4
D. Klasifikasi................................................................................................................ 6
E. Penatalaksanaan .................................................................................................... 10
F. Pemeriksaan Penunjang........................................................................................... 12

BAB III KONSEP KEPERAWATAN................................................................................ 13

A. Pengkajian............................................................................................................... 13
B. Diagnose.................................................................................................................. 19
C. Intervensi ................................................................................................................ 19

BAB IV PENUTUP............................................................................................................. 20

A. Kesimpulan.............................................................................................................. 29
B. Saran........................................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 30

Anda mungkin juga menyukai