Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi dimana jenis yang berat
memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relative tinggi dibandingkan dengan
cedera yang lainnya. Penyebab dari luka bakar selain karena api (baik secara langsung,
ataupun tidak langsung), dapat juga dikarenakan pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik,
maupun bahan kimia, dan siraman air panas. Luka bakar karena api atau akibat lainnya
banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga.
Di Amerika Serikat, kurang lebih terdapat 250.000 orang menderita luka bakar setiap
tahunnya. Dari angka tersebut terdapat 112.000 penderita luka bakar membutuhkan tindakan
emergency, dan sekitar 210 orang meninggal dunia. Di Indonesia belum terdapat angka pasti
mengenai luka bakar, tetapi seiring bertambahnya jumlah penduduk, maka angka penderita
luka bakar akan meningkat.
Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbulkan efek
sistemik yang sangat kompleks.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari luka bakar?
2. Apa etiologi dari luka bakar?
3. Apa sajakah klasifikasi dari luka bakar?
4. Bagaimana patofisiologi dari luka bakar?
5. Bagaimana pathway dari luka bakar?
6. Apa sajakah manifestasi klinis dari luka bakar?
7. Apa sajakah pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien luka bakar?
8. Apa sajakah penatalaksanaan medis pada penderita luka bakar?
9. Bagaimana cara menghitung luas luka bakar?
10. Bagaimana proses penyembuhan luka bakar?
11. Apa sajakah komplikasi dari luka bakar?
12. Bagaimana konsep dasar asuhan keprawaatan pada klien luka bakar?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari luka bakar.
2. Untuk mengetahui etiologi dari luka bakar.
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari luka bakar.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari luka bakar.
5. Untuk mengetahui pathway dari luka bakar.
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari luka bakar.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien luka bakar.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis pada penderita luka bakar.
9. Untuk mengetahui cara menghitung luas luka bakar.
10. Untuk mengetahui proses penyembuhan luka bakar.
11. Untuk mengetahui komplikasi dari luka bakar.
12. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keprawaatan pada klien luka bakar.

BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


2.1 Pengertian Luka Bakar

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
Luka bakar adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis
yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu (Lazarus, 1994
dalam Potter & Perry, 2006:1853).
Luka bakar merupakan jenis luka, kerusakan jaringan atau kehilangan jaringan
yang diakibatkan sumber panas ataupun suhu dingin yang tinggi, sumber listrik, bahan
kimiawi, cahaya, radiasi dan friksi. Jenis luka dapat beraneka ragam dan memiliki
penanganan yang berbeda tergantung jenis jaringan yang terkena luka bakar, tingkat
keparahan, dan komplikasi yang terjadi akibat luka tersebut) (Chemical Burn
Causes:2008).

2.2 Etiologi
1. Luka bakar termal, tipe yang paling sering ditemukan secara umum terjadi karena :
a. Kebakaran rumah
b. Kecelakaan kendaraan
c. Bermain dengan korek api
d. Menggunakan petasan dengan cara yang salah
e. Menggunakan bensin dengan cara yang salah
f. Cedera melepuh dan kecelakaan di dapur (seperti anak yang memanjat kompor
gas atau memegang alat setrika yang panas)
g. Pelecahan anak atau lanjut usia oleh dewasa
h. Pakaian yang terbakar
2. Luka bakar kimia disebabkan senyawa yanga asam, alkali, atau merupakan vesikan
(zat yang menimbulkan lepuhan) yang mengenai tubuh korban karena kontak,
terminum, terhirup (inhalasi), atau karena suntikan.
3. Luka bakar listrik biasanya terjadi karena kontak dengan kawat listrik yang
mengandung arus listrik atau dengan sumber arus listrik tegangan tinggi. Kadang-
kadang luka bakar listrik terjadi pada anak-anak yang menggigit kabel listrik.
4. Luka bakar gesekan atau ekskoriasi terjadi ketika kulit mengalami gesekan hebat
dengan permukaan yang kasar.
5. Luka bakar karena sengatan matahari (sunburn) terjadi karena seseorang terpajan
cahaya matahari secara berlebihan.
(Kowalak, Welsh & Mayer, 2011)

2.3 Klasifikasi Luka Bakar


Klasifikasi dari luka bakar menurut Kowalak, Welsh & Mayer (2011), yaitu :
1. Luka Bakar Derajat Pertama
Luka bakar derajat pertama (derajat satu) menyebabkan cedera setempat atau
distruksi setempat pada kulit (hanya lapisan epidermisnya) akibat kontak langsung
(seperti terkena tumbahan bahan kimia) atau kontak tidak langsung (seperti senatan
matahari). Fungsi barrier (sawar) pada kulit tetep utuh dan luka bakar jenis ini tidak
mengancam kehidupan korban
2. Luka Bakar Derajat Dua dengan Ketebalan Parsial-Superfisial (second-degree
superficial partial-thickness)
Luka bakar ini meliputi destruksi epidermis dan sebagian dermis. Lepuh yang
dindingnya dan berisi cairan terjadi dalam tempo beberapa menit setelah cedera.
Ketika lepuh ini pecah, ujung-ujung saraf akan terpajan dengan udara. Karena
respons nyeri dan taktil masih utuh, penanganan luka bakar ini menimbulkan nyeri
yang sangat. Fungsi saraf pada kulit sudah hilang pada derajat luka bakar ini.
3. Luka Bakar Derajat Dua dengan Ketebalan Parsial-Dalam (second-degree deep
partial-thickness)
Luka bakar ini meliputi destruksi epidermis dan dermis yang menimbulkan lepuh
dan edema ringan sedang dserta rasa nyeri. Folikel rambut masih utuh sehingga
rambut masih dapat tumbuh kembali. Apabila diandingkan dengan luka bakar
second-degree superficial partial-thickness maka pada luka bakar ini tidak begitu
terdapat rasa nyeri karena neuron sensorin sudah mengalami destruksi yang luas.
Derah di sekitar luka bakar sangat sensitive dengan rasa myeri. Fungsi sawar pada
kulit menghilang
4. Luka Bakar Derajat Tiga
Luka bakar ini merupakan luka bakar yang berat dan mengenai setiap sistem serta
organ tubuh. Luka bakar derajat tiga meluas lewat epidermis serta dermis dan
menganai lapisan jaringan dan subkutan
5. Luka Bakar Derajat Empat
Luka bakar derajat empat meliputi otot, tulang, dan jaringan interstisial. Dalam
waktu beberapa jam saja, cairna dan protei berpindah dari kapiler ke ruang interstial
sehingga terjadi edema. Pada keadaaan ini tumbul respons imunologi yang segera
terhadap cedera luka bakar sehingga sepsis akibat luka bakar merupakan ancaman
yang serius. Akhirnya, peningkatan kebutuhan kalori sesudah seseorang mengalami
luka bakar akan meningkatkan laju metabolik.
.
2.4 Patofisiologi Luka Bakar
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh.
Panas tersebut mungkin dipindahkan melalui konduksi atau radiasi kulit dengan luka
bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis,dermis maupun jaringan subkutan,
tergantung faktor dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas (Effendi, 1999).
Cidera luka bakar mempengaruhi semua sistem organ. Besarnya respon
patofisiologis ini adalah berkaitan erat dengan luasnya luka bakar dan dan mencapai
massa stabil ketika terjadi luka bakar kira-kira 60% seluruh luas permukaan tubuh
(Hudak & gallo, 1996).

Tingkat keperawatan perubahan tergantung kepada luas dan kedalaman luka bakar
yang menimbulkan kerusakan dimulai dari terjadinya luka bakar dan berlangsung
sampai 48-72 jam pertama. Kondisi ditandai dengan pergeseran cairan dari komponen
vaskuler ke ruang interstitium. Bila jaringan terbakar, vasodilatasi meningkatkan
permeabilitas kapiler, dan timbul perubahan permeabilitas sel pada yang luka bakar dan
di sekitarnya. Dampaknya jumlah cairan yang banyak berada pada ekstra sel, sodium
chloride dan protein melalui daerah yang terbakar dan membentuk gelembung-
gelembung dan oedema atau keluar melalui luka terbuka. Akibat adanya oedema luka
bakar lingkungan kulit mengalami kerusakan. Kulit sebagai barier mekanik berfungsi
sebagai mekanisme pertahanan diri yang penting dari organisme yang mungkin masuk.
Terjadi kerusakan lingkungan kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk dalam
tubuh dan menyebabkan infeksi luka yang dapat memperlambat proses penyembuhan
luka. Dengan adanya oedema juga berpengaruh terhadap peningkatan peregangan
pembuluh darah dan syarat yang dapat menimbulkan rasa nyeri juga dapat mengganggu
mobilitas pasien.

Dengan kehilangan cairan dari sistem vaskuler, terjadi homo konsentrasi dan
hematokrit naik, cairan darah menjadi kurang lancar pada daerah luka bakar dan nutrisi
kurang. Adanya cedera luka bakar menyebabkan tahanan vaskuler perifer meningkat
sebagai akibat respon stress neurohormonal. Hal ini meningkatkan afterload jantung dan
mengakibatkan penurunan curah jantung lebih lanjut. Akibat penurunan curah jantung,
menyebabkan metabolisme anaerob dan hasil akhir produk asam ditahan karena
rusaknya fungsi ginjal. Selanjutnya timbul asidosis metabolik yang menyebabkan
perfusi jaringan terjadi tidak sempurna.

Mengikuti periode pergeseran cairan, pasien tetap dalam kondisi nyeri akut.
Periode ini ditandai dengan anemi dan malnutrisi. Anemi berkembang akibat banyak
kehilangan eritrosit. Keseimbangan nitrogen negatif mulai terjadi pada waktu terjadi
luka bakar dan disebabkan kerusakan jaringan kehilangan protein, dan akibat respon
stress. Ini terus belangsung selama periode akut karena terus menerus kehilangan
protein melalui luka.

Gangguan respiratory timbul karena obstruksi saluran nafas bagian atas atau
karena efek syok hipovolemik. Obstruksi saluran nafas bagian diatas disebabkan karena
inhalasi bahan yang merugikan atau udara yang terlalu panas, menimbulkan iritasi
kepada saluran nafas, eodema laring dan obstruksi potensial.

2.5 Pathway
2.6 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala luka bakar bergantung pada tipe luka bakar dan dapat meliputi :
1. Nyeri dan eritma setempat yang biasa terjadi tanpa lepuh dalam waktu 24 jam
pertama (luka bakar derajat satu).
2. Menggigil, sakit kepala, edema local dan nausea serta vomitus (pada luka bakar
derajat satu yang lebih parah).
3. Lepuhan berdinding tipis berisi carian, yang muncul dalam tempo beberapa menit
seduah cedera disertai edema ringan hingga sedang dan rasa nyeri (luka baakr derajat
dua dengan ketebalan parsial superfisial).
4. Tampilan putih seperti lilin pada daerah yang rusak (luka bakar derajat dua dengan
ketebalan parsial-dalam).
5. Jaringan seperti bahan dari kulit yang berwarna putih, cokelat, atau hitam dengan
pembuluh darah yang terlihat dan mengalami thrombosis akibat destruksi elastisitas
kulit (bagian dostrum tangan merupakan lokasi paling sering terdapat vena yang
mengalami thrombosis) tanpa disertai lepuhan (luka bakar derajat tiga).
6. Daerah yang menonjol dan berwarna seperti perak, yang biasa terlihat pada tempat
terkena arus listrik (luka bakar elektrik).
7. Bulu hidung yang berbau sangit, luka bakar mukosa, erubahan suara, batuk-batuk,
mengi, hangus pada mulut atau hidung, dan sputum berwarna gelap (karena inhalasi
asap dan kerusakan paru)

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Doenges (2000), diperlukan pemeriksaan penunjang pada luka bakar yaitu :
1. Hitung Darah Lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran
darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya
cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan
cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang
diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi.
Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida
(PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena
kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi
dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan ,
kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan
interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal,
tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau
luasnya cedera.
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.

2.8 Penatalaksanaan Medis


Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk membantu proses regenerasi kulit akibat
luka bakar, mengidentifikasi infeksi, serta mengidentifikasi status cairan. Cara yang
biasanya digunakan untuk mengatasi luka bakar adalah :
1. Hidroterapi
Membersikan luka dapat dilakukan dengan cara hidroterapi. Hidroterapi ini
terdiri dari merendam dan dengan shower. Tindakan ini dilakukan selama 30 menit
atau kurang untuk klien dengan luka bakar akut, dibersihkan secara perlahan atau
hati-hati dengan menggunakan berbagai macam larutan seperti sodium hipokloride,
profidon iodine dan chlorohexidine. Jika hidroterapi tidak dilakukan, maka luka
dapat dibersihkan dan dibilas diatas tempat tidur klien dan ditambahkan dengan
penggunaan zat antimikroba.
2. Debridemen
Debridemen luka meliputi pengangkatan eschar. Tindakan ini dilakukan untuk
meningkatkan penyembuhan luka melalui pencegahan proliferasi bakteri di bagian
bawah eschar. Debridemen luka pada luka bakar meliputi debridement secara
mekanik, debridement enzimatik dan dengan tindakan pembedahan
3. Obat-obatan
a. Antibiotika : Tidak diberikan bila klien datang <6 jam sejak kejadian
Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan
sesuai hasil kultur.
b. Analgetik : Kuat (Morfin, petidin)
c. Antasida : Kalau perlu
4. Resusitasi jalan nafas
Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
a. Intubasi Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan
manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai
fasilitas pemelliharaan jalan nafas.
b. Krikotiroidotomi Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu
agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi.
Krikotiroidotomi memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih
mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika
dibanding dengan intubasi.
c. Pemberian oksigen 100% Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen
jika terdapat patologi jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati
dalam pemberian oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress
oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat vasodilator dan
modulator sepsis.
d. Perawatan jalan nafas
e. Penghisapan sekret (secara berkala)
f. Pemberian terapi inhalasi Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih
baik didalam lumen jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah
dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar natrium
klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu. Selain itu bias
ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan
produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan steroid
(masih kontroversial)
g. Bilasan bronkoalveolar
h. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
i. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi
paru
5. Resusitasi cairan
Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar,
Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena yang
adekuat harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena luka
bakar.Adanya luka bakar diberikan cairan resusitasi karena adanya akumulasi
cairan edema tidak hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh tubuh.
Telah diselidiki bahwa penyebab permeabilitas cairan ini adalah karena keluarnya
sitokin dan beberapa mediator, yang menyebabkan disfungsi dari sel, kebocoran
kapiler.
Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan mengembalikan
perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema. Kehilangan cairan terbesar adalah pada
4 jam pertama terjadinya luka dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam
pertama setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah
pemberian
garam ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel
tubuh. Pemberian cairan paling popular adalah dengan Ringer laktat untuk 48 jam
setelah terkena luka bakar. Output urin yang adekuat adalah 0.5 sampai
1.5mL/kgBB/jam.

Formula yang terkenal untuk resusitasi cairan adalah formula Parkland :

24 jam pertama. Cairan Ringer laktat : 4ml x kgBB x %luka bakar

Contohnya: Seorang pria dengan berat 80 kg dengan luas luka bakar 25 %


Jadi, pria tersebut membutuhkan cairan : (25) X (80 kg) X (4 ml) = 8000 ml dalam
24 jam pertama ( jumlah cairan 4000 mL diberikan dalam 8 jam dan jumlah
cairan sisanya 4000 mL diberikan dalam 16 jam berikutnya).
Cara lain adalah cara Evans :

1 mL x kgBB x % luka bakar

1. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah NaCl / 24 jam.
2. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumah plasma / 24 jam (no
1 dan 2) pengganti cairan yang hilang akibat oedem. Plasma untuk mengganti
plasma yang keluar dari pembuluh dan meninggikan tekanan osmosis hingga
mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali cairan yang telah keluar)
3. 2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan yang hilang akibat
penguapan)
Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama,
sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan pada hari pertama. Dan hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.

Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan
rumus Baxter yaitu :

% luka bakar x kgBB x 4 cc

Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu
larutan RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan setengah cairan hari
pertama.
Contoh : seorang dewasa dengan BB 50 kg dan luka bakar seluas 20 % permukaan
kulit akan diberikan 50 x 20 % x 4 cc = 4000 cc yang diberikan hari pertama dan
2000 cc pada hari kedua.

Cara lain yaitu Rumus Brooke Army, yaitu:

1,5 mL x kgBB x % luas luka bakar

a. RL : 1,5 ml x kgBBx % luas luka bakar


b. Glukosa (5% dalam air ) : 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama,separuh sisanya dalam 16 jam
berikutnya
Hari 2 : separuh dari cairan elektrolit dan koloid yang diberikan pada hari
sebelumnya, seluruh penggantian insensible.
Luka bakar derajat dua dan tiga yang melebihi 50% luas permukaan tubuh
dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh

Cara lain yaitu Rumus Konsensus, yaitu:

2 4 mL x kgBB x % luas luka bakar

Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam


berikutnya.
Contoh penggantian cairan :
Pasien berbobot 70 kg dengan luas luka bakar 50%
Rumus konsensus : 2 - 4 ml x kgBB x%luka bakar
Hitung: 2 x 70 x 50 = 7000 ml/24 jam
Pemberian infuse : 8 jam pertama = 3500 ml atau 437 ml/jam
Berikutnya16 jam = 3500 ml atau 219 ml/jam

Kebutuhan kalori pasien dewasa dengan menggunakan formula Curreri,


yaitu:

25 kcal/kgBB/hari ditambah dengan 40 kcal/% luka bakar/hari

Petunjuk perubahan cairan, yaitu:


a. Pemantauan urine output tiap jam
b. Tanda-tanda vital, tekanan vena sentral
c. Kecukupan sirkulasi perifer
d. Tidak adanya asidosis laktat, hipotermi
e. Hematokrit, kadar elektrolit serum, pH dan kadar glukosa
6. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan
sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka
pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan
sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak.
Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan
mencegah terjadinya atrofi vili usus.
7. Pertolongan pertama pada pasien dengan luka bakar
a. Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya dengan
menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan
oksigen pada api yang menyal
b. Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek Torniket,
karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi oedem
c. Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air atau
menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas
menit. Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi
berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas.
Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan
mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama sehingga kerusakan lebih
dangkal dan diperkecil.
d. Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih luas karena
bahaya terjadinya hipotermi. Es tidak seharusnya diberikan langsung pada luka
bakar apapun.
e. Evaluasi awal
f. Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka akibat
trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing Circulation) yang
diikuti dengan pendekatan khusus pada komponen spesifik luka bakar pada
survey sekunder
Saat menilai airway perhatikan apakah terdapat luka bakar inhalasi.
Biasanya ditemukan sputum karbonat, rambut atau bulu hidung yang gosong.
Luka bakar pada wajah, oedem oropharyngeal, perubahan suara, perubahan
status mental. Bila benar terdapat luka bakar inhalasi lakukan intubasi
endotracheal, kemudian beri Oksigen melalui mask face atau endotracheal
tube. Luka bakar biasanya berhubungan dengan luka lain, biasanya dari luka
tumpul akibat kecelakaan sepeda motor. Evaluasi pada luka bakar harus
dikoordinasi dengan evaluasi pada luka-luka yang lain. Meskipun perdarahan
dan trauma intrakavitas merupakan prioritas utama dibandingkan luka bakar,
perlu dipikirkan untuk meningkatkan jumlah cairan pengganti. Anamnesis
secara singkat dan cepat harus dilakukan pertama kali untuk menentukan
mekanisme dan waktu terjadinya trauma. Untuk membantu mengevaluasi
derajat luka bakar karena trauma akibat air mendidih biasanya hanya mengenai
sebagian lapisan kulit (partial thickness), sementara luka bakar karena api biasa
mengenai seluruh lapisan kulit (full thickness).

2.9 Luas Luka Bakar


Berat luka bakar (Combustio) bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia
dan kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma
inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka bakar. Jaringan lunak tubuh akan terbakar
bila terpapar pada suhu di atas 46oC. Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu
permukaan dan lamanya kontak. Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak.
Seiring dengan peningkatan suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat,
terjadi kehilangan cairan, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan
pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan
syok, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi. Luka
bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi metabolisme. Semakin
luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya meningkat, dan
penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan dalam persen
terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka
bakar, yaitu:
1. Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak
tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya
dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.
2. Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa Pada dewasa digunakan rumus 9,
yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas
kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta
tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia.
Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang
dewasa. Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal
dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
a. Kepala dan leher : 9%
b. Lengan masing-masing 9% : 18%
c. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
d. Tungkai maisng-masing 18% : 36%
e. Genetalia atau perineum : 1%
Total : 100%
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala
anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan
luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan
rumus 10-15-20 untuk anak.

Gambar 1. Luas Luka Bakar


3. Metode Lund dan Browder
Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di
kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan
pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh
pada anak dapat menggunakan Rumus 9 dan disesuaikan dengan usia:
a. Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso dan
lengan persentasenya sama dengan dewasa.
b. Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai dan
turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.

Gambar 2. Tabel Persentase Luka Bakar Menurut Lund and Browder

2.10 Proses Penyembuhan Luka


Berdasarkan klasifikasi lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua yaitu:
akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka
waktu 23 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-
tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 46 minggu. Pada dasarnya proses
penyembuhan luka sama untuk setiap cedera jaringan lunak. Begitu juga halnya dengan
kriteria sembuhnya luka pada tipa cedera jaringan luka baik luka ulseratif kronik, seperti
dekubitus dan ulkus tungkai, luka traumatis, misalnya laserasi, abrasi, dan luka bakar,
atau luka akibat tindakan bedah. Luka dikatakan mengalami proses penyembuhan jika
mengalami proses fase respon inflamasi akut terhadap cedera, fase destruktif, fase
proliferatif, dan fase maturasi. Kemudian disertai dengan berkurangnya luasnya luka,
jumlah eksudat berkurang, jaringan luka semakin membaik.
Tubuh secara normal akan merespon terhadap luka melalui proses peradangan
yang dikarakteristikan dengan lima tanda utama yaitu bengkak, kemerahan, panas, nyeri
dan kerusakan fungi. Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase (Potter &Perry,
2005) yaitu:
1. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 34 hari. Dua proses utama
terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis (penghentian
perdarahan) akibat vasokonstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi
pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan
bekuan darah di daerah luka. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka.
Scab membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme.
Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Sel epitel membantu
sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya
mikroorganisme. Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan
dan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan.
Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Selama sel
berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerahinterstitial. Tempat ini
ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24 jam
setelah cidera atau luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris
melalui proses yang disebut fagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor
angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhirpembuluh
darah. Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan.
Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan. Respon segera
setelah terjadi injuri akan terjadi pembekuan darah untuk mencegah kehilangan
darah. Karakteristik fase ini adalah tumor, rubor, dolor, calor, functio laesa. Lama
fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi.
2. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke4 atau 5 sampai hari ke 21.
Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi fibroblas, sel inflamasi, pembuluh darah
yang baru, fibronectin and hyularonic acid.Fibroblas(menghubungkan sel-sel
jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah terjadi luka.
Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut
proteoglikankira-kira 5 harisetelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein
yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat
menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka.
Kapilarisasi dan epitelisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang
memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan
3. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke21 dan berakhir 12 tahun. Fibroblasterus
mensintesis kolagen. Kolagen menyalin dirinya,menyatukan dalam struktur yang
lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis
putih. Dalam fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari
peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi
vaskularitas luka. Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubahbentuk luka
serta peningkatan kekuatan jaringan. Terbentuk jaringan parut 5080% sama
kuatnya dengan jaringan sebelumnya. Kemudian terdapat pengurangan secara
bertahap pada aktivitas selular dan vaskularisasi jaringan yang mengalami
perbaikan (Syamsulhidjayat, 2005).

2.11 Komplikasi
Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari
ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka (Burninjury, 2013).
1. Infeksi luka bakar
Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering terjadi. Sistem
integumen memiliki peranan sebagai pelindung utama dalam melawan infeksi. Kulit
yang rusak atau nekrosis menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap patogen di udara
seperti bakteri dan jamur. Infeksi juga dapat terjadi akibat penggunaan tabung atau
kateter. Kateter urin dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius, sedangkan tabung
pernapasan dapat memicu infeksi traktus respirasi seperti pneumonia (Burninjury,
2013).
2. Terganggunya suplai darah atau sirkulasi
Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat menyebabkan kondisi
hipovolemik atau rendahnya volume darah. Selain itu, trauma luka bakar berat lebih
rentan mengalami sumbatan darah (blood clot)pada ekstremitas. Hal ini terjadi akibat
lamanya waktu tirah baring pada pasien luka bakar. Tirah baring mampu menganggu
sirkulasi darah normal, sehingga mengakibatkan akumulasi darah di vena yang
kemudian akan membentuk sumbatan darah (Burninjury, 2013).
3. Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan psikologis. Pada luka
bakar derajat III, pembentukan jaringan sikatriks terjadi secara berat dan menetap
seumur hidup. Pada kasus dimana luka bakar terjadi di area sendi, pasien mungkin
akan mengalami gangguan pergerakan sendi. Hal ini terjadi ketika kulit yang
mengalami penyembuhan berkontraksi atau tertarik bersama. Akibatnya, pasien
memiliki gerak terbatas pada area luka. Selain itu,pasien dengan trauma luka bakar
berat dapat mengalami tekanan stress pasca trauma atau post traumatic stress
disorder (PTSD). Depresi dan ansietas merupakan gejala yang sering ditemukan pada
penderita (Burninjury, 2013).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


2.1 Pengkajian Keperawatan
1. Aktifitas
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang
sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
2. Sirkulasi
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan
nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan
kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri);
disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
3. Integritas ego
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
4. Eliminasi
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis
(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan
bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20%
sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
5. Nutrisi
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
6. Neurosensori
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD)
pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan
retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik
(syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
7. Aman Nyaman
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif
untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan
sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat
kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
8. Pernafasan
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera
inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan
menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan
nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema
laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret
jalan nafas dalam (ronkhi).
9. Keamanan
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler
lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan
cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase
intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa
hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut
dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh;
ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari
tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam
setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis.
Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka
bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal
sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan
sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).

Pemerikasaan fisik
1. Breathing
Kaji adanya tanda distres pernapasan, seperti rasa tercekik, tersedak, malas bernafas,
atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atu tenggorokan, hal ini
menandakan adanya iritasi pada mukosa.Adanya sesak napas atau kehilangan suara,
takipnea atau kelainan pada uaskultasi seperi krepitasi atau ronchi. (Sjaifuddin, 2006)
2. Blood
Pada luka bakar yang berat, perubahan permiabilitas kapiler yang hampir
menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyababkan
kondisi hipovolemik. Volume cairan intravascular mengalami defisit, timbul ketidak
mampuan menyelenggarakan proses transportasi oksigen kejaringan (syok).
Sjaifuddin (2006)
3. Brain
Manifestasi sistem saraf pusat karena keracunan karbon monoksida dapat berkisar
dari sakit kepala, sampai koma, hingga kematian (Huddak dan Gallok, 1996)
4. Bledder
Haluaran urin menurun disebabkan karena hipotensi dan penurunan aliran darah ke
ginjal dan sekresi hormone antideuretik serta aldosteron (Hudak dan Gallok, 1996)
5. Bowel
Adanya resiko paralitik usus dan distensi lambung bisa terjadi distensi dan mual.
Selain itu pembentukan ulkus gastrduodenal juga dikenal dengan Curlings biasanya
merupakan komplikasi utama dari luka bakar (Hudak dan Gallok, 1996).
6. Bone
Penderita luka bakar dapat pula mengalami trauma lain misalnya mengalami patah
tulang punggung atau spine.

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri Akut b/d Agens cedera fisik (mis., luka bakar)
2. Gangguan perfusi jaringan b/d kerusakan jaringan epidermis.
3. Kerusakan integritas kulit b/d cedera kimiawi kulit
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d obstruksi trakheobronkhial, oedema
mukosa, kompresi jalan nafas
5. Gangguan pertukaran gas b/d keracunan karbon monoksida, inhalasi asap dan
obstruksi saluran nafas atas
6. Risiko kekurangan volume cairan yang dibuktikan oleh peningkatan permeabilitas
kapiler dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka bakar
7. Risiko infeksi yang dibuktikan oleh prosedur infasif
8. Citra tubuh b/d cedera
(NANDA, 2015)
2.3 Rencana Keperawatan
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dialami oleh masyarakat. Jenis yang
berat dari luka bakar memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif lebih tinggi
dari cedera yang disebabkan oleh sebab lain. Penyebab dari luka bakar selain oleh sebab api
(baik secara langsung dan tidak langsung), juga dikarenakan pajanan suhu tinggi dari
matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka bakar akibat api yang tidak langsung seperti
tersiram air panas sering terjadi dalam kecelakaan rumah tangga.

3.2 Saran

Diharapkan seorang perawat agar dapat lebih professional dalam segi pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki, sehingga dapat melakukan penanganan luka bakar dengan cepat
dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.M. Butcher, H.K. Dochterman, J.M. Wagner, C.M. 2016. Nursing Interventions
Classification (NIC). Singapore : Elsevier Global Rights.

Burninjury. 2013. Burn complications. Diakses tanggal 24 September 2017. Tersedia dari :
http://burninjuryguide.com/burn-recovery/burncomplications/

Delaune & Ladner. 2002. Fundamental of Nursing Standarts and Practice Second Edition. USA:
Delmar.

Effendi, C. 1999. Perawatan Pasien Luka Bakar. Jakarta : ECG.

Herdman, T.H. 2015-2017. NANDA Internasional Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi &
Klasifikasi 2015. Jakarta : EGC

Hudak & Gallo. 1996 . Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Edisi VI. Jakarta : ECG.

Marylin E. Doenges. 2000 . Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: EGC.

Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M.L. Swanson, E. 2016. Nursing Outcomes Classification


(NOC). Singapore: Elsevier Global Rights.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik Edisi
IV. Jakarta : ECG.

Syamsuhidayat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : ECG.

Anda mungkin juga menyukai