Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

SELF MANAGEMENT TERKAIT PERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN


DIABETES MELITUS

Makalah Ini Diajukan Untuk Tugas Mata Kuliah Manajemen Keperawatan

Disusun Oleh :

Kelompok 5

1. Arip Maulana,Am.Kep
2. Eri Budiman, Am.Kep
3. Hariadi, Am.Kep
4. Lilis, Am.Kep
5. Ririn,Am Kep

PROGRAM RPL S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI

2023
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan
kemudahan dan kesehatan kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan sebuah
makalah kelompok untuk mata kuliah Manajemen Keperawatan dengan judul “Self
Management terkait perawatan paliatif pada pasien Diabetes Melitus”.
Penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
memfasilitasi dan memberikan motivasi baik secara materil maupun nonmaterial. Penulis
menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca untuk perbaikan dimasa mendatang.
Akhir kata penulis mengharapkan agar laporan ini dapat memberikan manfaat bagi
bidang pendidikan dan dapat dikembangkan lagi lebih lanjut.

Sukabumi, 31 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 3
C. Tujuan ................................................................................................................ 3
D. Manfaat............................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN TEORI......................................................................................... 4

A. Konsep Dasar Diabetes Melitus.......................................................................... 4


1. Pengertian .................................................................................................... 4
2. Kalsifikasi.................................................................................................... 4
3. Patofisiologi................................................................................................. 4
4. Komplikasi................................................................................................... 7
5. Pemeriksaan Diagnostik............................................................................... 8
6. Penatalaksanaan........................................................................................... 8
B. Konsep Dasar Self Management......................................................................... 10
1. Teori Dorothoa Orem................................................................................... 10
2. Self Management.......................................................................................... 11
3. Diabetes Self Management Education......................................................... 13
4. Self Management Diabetes Melitus Tipe 2.................................................. 16
C. Penelitian Yang Terkait....................................................................................... 21

BAB III PENUTUP....................................................................................................... 24

A. Kesimpulan......................................................................................................... 24
B. Saran .................................................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu diantara penyakit yang tidak
menular yang masih menjadi permasalahan di Indonesia. Diabetes Melitus terjadi
ketika adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah atau yang disebut hiperglikemi,
dimana tubuh tidak dapat menghasilkan cukup hormon insulin atau menggunakan
insulin secara efektif (International Diabetes Fideration, 2017). Data Sample
Registration Survey tahun 2014 menunjukan bahwa DM merupakan penyebab
kematian terbesar nomor 3 di Indonesia setelah stroke dan penyakit jantung koroner
(Kemenkes RI, 2017).

Dari data International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2015 mencatat
bahwa dari prediksi 415 juta pengidap diabetes melitus dewasa berusia 20-79 tahun di
seluruh dunia, terdapat 193 juta (hampir 50%) di antaranya tidak tahu bahwa mereka
terkena diabetes. Bahkan, diperkirakan ada 318 juta orang dewasa lainnya yang
sebenarnya sudah mengalami gangguan toleransi gula (prediabetes, calon pengidap
diabetes). Angka tersebut melampaui populasi penduduk di Indonesia dan
diperkirakan akan terus meningkat menjadi 642 juta jiwa pada tahun 2040. Indonesia
sendiri menduduki peringkat ketujuh di dunia dengan jumlah penderita 10,0 juta atau
sebesar 6,2 % dan diperkirakan akan menjadi peringkat keenam pada tahun 2 2040
dengan jumlah penderita diabetes melitus sebanyak 16, 2 juta jiwa (Tandra. 2018).

Diabetes melitus apabila tidak ditangani akan mengakibatkan komplikasi.


Komplikasi DM dapat dibagi dua yaitu makrovaskular dam mikrovaskular, dimana
komplikasi makrovaskuler seperti penyakit arteri koroner, serebrovaskuler dan
infeksi, sedangkan komflikasi dari mikrovaskuler seperti penyakit retinopati diabetik,
nefropati dan neuropati (Black & Hawks, 2014). Hal tersebut sejalan dengan
International Diabetes Federation (2017), komplikasi DM dapat di bedakan menjadi
komplikasi 3 akut dan kronis. Komplikasi akut termasuk hipoglikemi, diabtic
ketoacedosis (DKA), hiperglikemik hiperosmolar, koma diabetik, kejang atau
penurunan kesadaran dan infeksi, sedangkan komplikasi kronik dapat dibedakan lagi
menjadi dua yaitu mikrovaskuler dan makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler
adalah nefropati, neuropati dan retinopati sedangkan komplikasi makrovaskuler

1
adalah penyakit arteri koroner (CAD) yang menyebabkan angina atau infark miokard,
penyakit arteri periper (PAD) yang berkontribusi terhadap stroke, ensefalopati
diabetik dan diabetic foot.

Untuk mengurangi risiko komplikasi pada Diabetes Melitus dibutuhkan


komponen utama penatalaksanaan DM yaitu penyesuaian diet dan gaya hidup, selain
itu program pendidikan kesehatan terstruktur seperti diabetes education and self
managemet for ongoing and newly diagnosed (DESMOND) juga berperan penting
dalam penatalaksanaan DM tipe 2. Studi klinis telah menunjukan bahwa program
pendidikan kesehatan yang terstruktur dan berfokus pada perubahan prilaku maupun
mendukung pasien yang baru didiagnosa DM tipe 2 untuk memulai perubahan gaya
hidup yang efektif dan bertahan lama (Bilous, R. & Donelly, R., 2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Rosidin, Windani & Abdul (2019) bahwa self-
managemen DM adalah tindakan yang dilakukan oleh pasien DM untuk mengelola
dan mengendalikan DM yang meliputi aktivitas, pengaturan makan (diet), olahraga,
pemantauan gula darah, pengontrolan obat dan perawatan kaki. Tujuan self-
managemen yaitu mengoptimalkan kontrol metabolik dalam tubuh, mencegah
komplikasi akut dan kronis, mengoptimalkan kualitas hidup pasien serta dapat
menekan biaya yang dikeluarkan untuk perawatan atau pengobatan penyakit DM.
Dalam penelitian ini hampir seluruh responden DM tipe 2 (97,1%) melakukan
selfmanagemen sedang.

Studi lainnya yang dilakukan oleh Dewi, M. (2019) menunjukan bahwa


hubungan antara self management dengan kualitas hidup berbanding lurus. Korelasi
ini menunjukkan bahwa semakin self management pasien diabetes melitus tipe 2 baik,
maka semakin baik pula kualitas hidup pasien. Dalam 4 penelitian ini menunjukkan
bahwa sebagian besar pasien DM tipe 2 di Dusun Sonosewu melakukan self
management (60%) cukup dan memiliki kualitas hidup yang cukup (62,5%).

Studi yang dilakukan Hidayah (2019) menunjukan bahwa pada aspek aktivitas
fisik/olahraga, perawatan diri/kaki, serta monitoring kadar gula darah, sebagian besar
responden memiliki status self management diabetes yang kurang yaitu masing-
masing 54,4%, 84,4% dan 82,3%. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Aisyah, Kurniawan & Sari (2020) dimana hasil penelitian terkait
keseluruhan domain selfmanagement menunjukkan bahwa lebih dari setengah

2
responden (54,5%) memiliki kategori self-management rendah dengan domain
pemantauan gula darah sebagai domain dengan persentase kategori rendah terbanyak
(62,6 %).

Studi lain yang dilakukan oleh Kurniawan, Putri & Yudianto (2013)
didapatkan hasil lebih dari setengah responsden (64,9%) melakukan selfmanagement
DM dengan baik dan tidak ada responsden yang berada dalam kategori buruk, dimana
katagori peresentase tertinggi adalah medikasi (94,7%), perawatan kaki (77,7%) dan
Diet (69,1%). Hasil studi lainnya yang dilakukan oleh Handriana & Hijriani (2020)
menunjukan bahwa dari 56 total responden yang memiliki self care management
kurang yaitu 4 orang (7.1%), yang memiliki self care management cukup yaitu 36
orang (64.3%) dan yang memiliki self care management baik yaitu 16 orang (28.6%).
Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah (64.3%) memiliki self care
management cukup.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan masalah dalam
penelitian sebagai berikut :”Bagaimana Self Management terkait perawatan paliatif
pada pasien Diabetes Melitus?”.

C. Tujuan
1. Bagaimana Konsep Dasar Diabetes Melitus ?
2. Bagaimana Konsep Dasar Self Management ?
3. Bagaimana Diabetes Self Management Education ?
4. Bagaimana Self Management Diabetes Melitus Tipe 2 ?

D. Manfaat
1. Untuk Mengetahui Konsep Dasar Diabetes Melitus
2. Untuk Mengetahui Konsep Dasar Self Management
3. Untuk Mengetahui Diabetes Self Management Education
4. Untuk Mengetahui Self Management Diabetes Melitus Tipe 2

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Diabetes Melitus


1. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis progresif yang ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein, mengarah ke hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi) (Black & Hawks,
2014).
Diabetes melitus merupakan kondisi kronis yang ditandai dengan peningkatan
konsentrasi glukosa darah disertai munculnya gejala utama yang khas, yakni urin
berasa manis dalam jumlah yang besar (Bilous, R. & Donelly. R., 2015).
Penyakit DM adalah ibu dari segala penyaki, jika tidak ditangani dengan baik,
penyakit ini akan beranak-pinak dan menghasilkan penyakit lain atau komplikasi
(Tandra. H., 2018).
2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Diabetes melitus diklasifikasikan sebagai salah satu dari empat status klinis
berbeda yang meliputi tipe 1, tipe 2, gestasional, dan tipe DM spesifik lainnya.
Diabetes melitus tipe 1 merupakan hasil destruksi autoimun sel beta, mengarah
kepada defisiensi insulin absolut. DM tipe 2 adalah akibat dari defek sekresi
insulin progresif diikuti dengan resistansi insulin, umumnya berhubungan dengan
obesitas. DM gestasional adalah DM yang didiagnosis selama hamil. DM tipe lain
mungkin sebagai akibat dari defek genetik fungsi sel beta, penyakit pankreas
(misalnya kista fibrosis), atau penyakit yang diinduksi oleh obat-oabtan (Black&
Hawks, 2014).
3. Patofisiologi
a. Etiologi
Beberapa etiologi dari DM menurut Andra & Yessie (2013) yaitu:
1) DM tipe 1 (IDDM/Insulin Dependent Diabetes Melitus)
a) Faktor genetic
Peningkatan kerentanan sel-sel beta dan perkembangan antibody
autoimun terhadap penghancuran sel-sel beta.

4
b) Faktor infeksi virus
Infeksi virus coxsakie pada individu yang peka secara genetik.

c) Faktor imunologi
Respon autoimun abnormal: antibody menyerang jaringan normal
yang dianggap jaringan asing
2) DM tipe 2 (NIDDM/ Non Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Disebakan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor
resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe 2: usia,
obesitas, riwayat keluarga. DM tipe 2 terdiagnosis setelah usia 40 tahun
dan lebih umum diantara dewasa tua, dewasa obesitas, dan etnik serta
populasi ras tertentu. Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2 sel
B menujukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama artinya sekresi
insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Kerusakan sel B
pankreas terjadi secara progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi
insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen.
Diabetes tipe 2 umum ditemukan faktor tersebut, yaitu resistensi insulin
dan defisiensi insulin.
b. Proses Terjadi
DM tipe 1 tidak berkembang pada semua orang yang mempunyai
predisposisi genetik. Pada mereka yang memiliki indikasi resiko penanda gen
(DR3 dan DR4 HLA), DM terjadi kurang dari 1%. Lingkungan telah lama
dicurigai sebagai pemicu DM tipe 1. Insiden meningkat, baik pada musim
semi maupun gugur, dan onset sering 9 bersamaan dengan epidemic berbagai
penyakit virus. Autoimun aktif langsung menyerang sel beta pankreas dan
produknya. ICA dan anti bodi insulin secara progresif menurunkan keefektifan
kadar sirkulasi insulin. Hal ini secara pelan-pelan terus menyerang sel beta dan
molekul insulin endogen sehingga menimbulkan onset mendadak DM.
Patogenesis DM tipe 2 berbeda signifikan dari DM tipe 1. Respon
terbatas sel beta terhadap hiperglikemia tampak menjadi faktor mayor dalam
perkembangannya. Sel beta terpapar secara kronis terhadap kadar glukosa
darah tinggi menjadi secara progresif kurang efisien ketika merespon
peningkatan glukosa lebih lanjut. Fenomena ini dinamai desensitisasi, dapat
kembali dengan menormalkan kadar glukosa.

5
Proses patofisiologi kedua dalam DM tipe 2 adalah resitensi terhadap
aktivitas insulin biologis, baik di hati maupun jaringan perifer. Keadaan ini
disebut sebagai resitensi insulin. Orang dengan DM tipe 2 memiliki penurunan
sensitivitas insulin terhadap kadar glukosa, yang mengakibatkan produksi
glukosa hepatik berlanjut, bahkan sampai dengan kadar glukosa darah tinggi.
Hal ini bersama dengan ketidakmampuan otot dan jaringn lemak untuk
meningkatkan ambilan glukosa. Mekanisme penyebab resistansi insulin perifer
tidak jelas: namun, ini tampak terjadi setelah insulin berikatan terhadap
reseptor pada permukaan sel (Black & Hawks, 2014).
c. Manifestasi Klinis
1) Poliuria (Banyak buang air kecil)
Hal ini terjadi ketika kadar gula (glukosa) melebihi ambang batas ginjal
dan sesuai dengan sifat glukosa yang menarik air sehingga menarik air dari
urin kemudian urin menjadi banyak. Biasanya penderita diabetes buang air
kecil dengan intensitas dan volume melebihi normal.
2) Polidipsi (Banyak minum)
Akibat dari poliuria (banyak buang air kecil), maka penderita diabetes
melitus akan merasa haus sehingga akan banyak minum untuk mengganti
air yang banyak keluar melalui urin tadi.
3) Poliphagia (Banyak makan)
Para penderita diabetes, meskipun banyak makan, tetapi sari makanan
yang berupa glukosa itu tidak dapat masuk ke dalam sel untuk
memproduksi energi, karena kekurangan hormon insulin. sehingga
menyebabkan tubuh akan selalu merasa kelaparan, tubuh sering merasa
lemah. Kompensasinya penderita diabetes makan lebih banyak.
4) Berat badan turun
Karena pankreas kurang mencukupi kebutuhan hormon insulin untuk
mengubah gula menjadi tenaga, tubuh akan menggunakan simpanan lemak
dan protein yang ada, sehingga simpenan lemak dan protein terkuras dan
berat badan turun.
5) Cepat lelah
Karena gula di dalam darah tidak dapat diubah menjadi tenaga selsel
tubuh, maka badan cepat merasa lelah, kurang bertenaga dan bahkan
mengantuk.

6
6) Gatal di daerah kemaluan
Tingginya kadar gula dalam darah memberikan ruang potensial
berkembangnya jamur. Oleh karena itu penderita diabetes rentan terhadap
infeksi jamur di tempat tertentu, seperti disekitar kemaluan, terutama pada
wanita (Indriasari, 2013).
4. Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi diabetes melitus menurut Black & Hawks (2014) dapat dibagi dua
yaitu makrovaskular dam mikrovaskular.
a. Komplikasi Makrovaskuler
Penyakit makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar) mencerminkan
aterosklerosis dengan penumpukan lemak pada lapisan dalam dinding
pembuluh darah, adapun komplikasi yang termasuk makrovaskular yaitu:
1) Penyakit ateri koroner
Pada pasien DM penyakit arteri koroner terjadi dua kali lebih
memungkinkan dibandingkan dengan pasien non DM, ini dapat terjadi
karena peningkatan liposis sehingga meningkatkan gliserol asam lemak
bebas sehingga terjadi penumpukan lemak didalam pembuluh darah yang
terjadi di arteri.
2) Penyakit serebrovaskular
Penyakit serebrovaskular, terutama infark aterotromboembolik
dimanifestasikan dengan serangan iskemik transien dan cerebrovascular
attact (stroke), hal ini dapat terjadi ketika terjadi penumpukan lemak di
pembuluh darah otak sehingga terjadi stroke.
3) Infeksi
Pasien DM rentan terhadap infeksi, hal ini terjadi karena kerusakan
pembuluh darah sehingga tidak dapat membawa cukup oksigen, sel darah
putih, zat gizi, dan antibody ke tempat luka sehingga terjadi infeksi.
b. Komplikasi Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terjadi pada pembuluh darah kecil, ada beberapa
komplikasai mikrovaskular, yaitu:
1) Retinopati diabetic
Retinopati diabetik adalah penyebab utama kebutaan pada pasien DM, hal
ini terjadi ketika retina kehilangan darah pembawa oksigen yang

7
dikarenakan hiperglikemia, sehingga jaringan retina kekurangan oksigen
dan terjadi retinopati diabetik.

2) Nefropati
Nefropati dapat terjadi pada pasien DM dengan gula darah yang tidak
terkontrol, hal ini dapat terjadi ketika gula darah menyerapa cairan intra sel
kedalam pembuluh darah sehingga melebihi batas ginjal yang
mengakibatkan pengeluaran urine yang mengandung glukosa lebih sering,
hal ini dapat mengakibatkan kerusakan pada glomerulus ginjal.
3) Neuropati
Serabut saraf tidak memiliki suplai darah sendiri, sehingga saraf
bergantung pada difusi zat gizi dan oksigen lintas membran. Ketika akson
dan dendrit tidak mendpat zat gizi, saraf mentranmisikan implus pelan-
pelan, selain itu peningkatan akumulasi sorbitol di jaringan saraf yang
akan mengakibatkan fungsi sensori dan motoris menurun
5. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnosik yang dapat dilakukan pada pasien DM
menurut Black & Hawks, (2014), yaitu :
a. Pemeriksaan Gula Darah
1) Gula darah puasa (normalnya: < 110 mg/dl).
2) Gula darah 2 jam setelah makan (normalnya: < 140 mg/dl).
3) Gula darah sewaktu (normalnya: < 200 mg/dl).
b. Pemeriksaan HbA1c
HbA1c atau hemoglobin glikosilase, nilai normalnya 5,7-6,4 %. Glukosa
secara normal melekat dengan sendirinya pada molekul hemoglobin dalam sel
darah merah. Sekali melekat, glukosa ini tidak dapat dipisahkan, oleh karena
itu lebih tinggi kadar glukosa darah maka kadar hemoglobin glikosilase juga
lebih tinggi.
c. Pemeriksaan Ketonuria
Adanya keton dalam urin mengindikasikan bahwa tubuh memakai lemak
untuk sumber energy utama, yang mungkin mengakibatkan ketoasidosis.
6. Penatalaksanaan

8
Menurut Damayanti (2015) ada lima pilar penatalaksanaan pada pasien DM,
yaitu terapi nutrisi, latihan fisik, pemantauan, terapi farmakologi dan pendidikan,
yang dapat dibagi menjadi dua yaitu farmakologi dan non farmakologi.
a. Penatalaksanaan Farmakologi
1) Obat hipoglikemik oral (OHO)
OHO saat ini terbagi dala dua kelompok, yaitu:
a) Obat yang memperbaiki kerja insulin, seperti metformin, glitazone,
dan akarbose, obat-oabatan ini bekerja ditempat dimana terdapat
insulin yang mengatur glukosa darah.
b) Obat yang meningkatkan produksi insulin, seperti sulfonil, repaglinid,
nateglinid, obat-obatan ini bekerja dengan cara meningkatkan
pelepasan insulin yang menambah kadar insulin di pembuluh darah.
2) Insulin Insulin dapat dikelompokan menjadi dua yaitu insulin kerja pendek
atau cepat dan insulin kerja panjang.
a) Insulin kerja pendek atau cepat
Lama kerja dari insulin ini adalah 4-8 jam, insulin jenis ini diberikan
30 menit sebelum makan untuk mengendalikan kadar gula darah
sesudah makan, contoh insulin manusia kerja pendek (Humulin S dan
Actrapid).
b) Insulin kerja panjang
Lama kerja daridari insulin ini adalah 12-24 jam, insulin jenis ini
paling lambat diserap oleh tubuh dan bertujuan untuk mengendalikan
kadar gula darah puasa. Umumnya hanya digunakan satu kali (sebelum
tidur malam), contoh insulin analog kerja panjang (Lantus, Levemir,
Ezelin). Biasanya insulin disuntikan pada pasien diabetes melitus tipe 1
karena pada diabetes melitus tipe 1 insulin tidak dapat dihasilkan,
tetapi insulin bisa diberikan pada pasien diabetes melitus tipe 2,
apabila gula darah pasien tidak dapat dikontrol menggunakan obat oral,
diet dan olahraga, selain itu indikasi penyuntikan 14 insulin pada
pasien diabetes melitus tipe 2 yaitu ketika gula darah pasien lebih dari
250 mg/dl.
b. Penatalaksanaan Non Farmakologi
1) Pendidikan kesehatan

9
Pendidikan kesehatan pada pasien DM diperlukan karena penatalaksanaan
DM memerlukan prilaku penanganan yang khusus seumur hidup. Pasien
tidak hanya belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri guna
menghindari fluktuasi kadar gula darah yang mendadak, tetapi juga harus
memiliki prilaku preventif dalam gaya hidup untuk menghindari
komplikasi diabetik jangka panjang.
2) Pemantauan kadar gula darah
Penentuan kadar glukosa darah secara mandiri atau selfmonitoring blood
glucose (SMBG) memungkinkan untuk deteksi dan mencegah
hiperglikemia atau hipoglikemia, pada akhirnya akan mengurangi
komplikasi diabetic jangka panjang, hal ini berhubungan dengan
pemberian insulin dan dosis insulin yang diperlukan pasien DM.
3) Manajemen diet
Tujuan umum penatalaksanaan diet pasien DM antara lain: mencapai kadar
glukosa darah dan lipid mendekati normal, berat badan normal, mencegah
komplikasi, serta meningkatkan kualitas hidup.
4) Olahraga atau latihan fisik
Olahraga mengaktifkan ikatan insulin dan reseptor insulin di membrane
plasma sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah.

B. Konsep Dasar Self Management


1. Teori Dorothea Orem
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan propesional yang bersifat holistic
dan koperhensif yang mencakup bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual kepada
individu, keluarga, maupun masyarakat baik dalam keadaan sehat maupun sakit
melalui kiat-kiat keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan. Menurut teori keperawatan self care dari Dorothea Orem, manusia
merupakan mahluk bio-psiko-sosial yang bertanggung jawab tehadap perawatan
mandiri termasuk fsik, psikologis, interpersonal dan aspek sosial dari fungsi
manusia. Manusia mempunyai kemampuan untuk berkembang dan belajar dalam
memenuhi kebutuhan self car-nya.
Teori Orem dikenal dengan teori keperawatan self care deficit, teori ini
disusun berdasarkan tiga teori yang berhubungan yaitu: self care, self care deficit
dan nursing system. Ketiga teori tersebut dihubungkan oleh enam konsep sentral

10
yaitu: self care, self care agency, therapeutik self care demand, self care deficit,
nursing agency dan nursing system. Dorothea Orem menjelaskan bahwa self care
berhubungan kapabilitas bahwa orang dewasa harus mengatur perkembangan dan
fungsi diri mereka sendiri. Self car agency kekuatan untuk merawat diri sendiri
atau kemampuan yang kompleks dari individu atau orang dewasa untuk
mengetahui dan memenuhi kebutuhannya yang ditunjukan untuk melakukan
fungsi dan perkembangan tubuh. Sedangkan therapheutik self care demand
merupakan seluruh tindakan self care yang harus dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan akan self care dengan metode valid atau tindakan perawatan diri secara
total yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu untuk memenuhi seluruh
kebutuhan perawatan diri individu melalui cara-cara tertentu seperti, pengaturan
nilai-nilai terkait dengan keadekuatan pemenuhan udara, cairan serta pemenuhan
elemen-elemen aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut,
disini lah masuk self management dalam penatalaksanaan DM tipe 2 (Ardhiyanto.
D.M., 2019).
2. Self Management
a. Pengertian Self Management
Dalam bahasa Indonesia : self-management adalah suatu proses di
mana klien mengubah perilaku mereka sendiri secara langsung dengan
menggunakan satu strategi atau kombinasi beberapa strategi (Elvina. S. N.,
2019).
Self management atau pengelolaan diri merupakan suatu strategi
pengubahan perilaku yang bertujuan untuk mengarahkan perilaku seseorang
dengan suatu teknik atau kombinasi teknik terapeutik (Suanto. I., 2016).
Self management melibatkan pemantauan diri, penguatan yang positif,
kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri dan penguasaan terhadap
rangsangan. Self management atau pengelolaan diri merupakan suatu strategi
pengubahan perilaku yang bertujuan untuk mengarahkan perilaku seseorang
dengan suatu teknik atau kombinasi teknik terapeutik (Elvina. S. N., 2019).
b. Tujuan Self Management
Self management bertujuan untuk membantu konseli menyelesaikan
masalah, teknik ini menekankan pada perubahan tingkah laku konseli yang
dianggap merugikan orang lain. Self management merupakan upaya individu
untuk melakukan perencanaan, pemusatan perhatian, dan evaluasi terhadap

11
aktivitas yang dilakukan. Di dalamnya terdapat kekuatan psikologis yang
memberi arah pada individu untuk mengambil keputusan dan menentukan
pilihannya serta menetapkan cara-cara yang efektif dalam mencapai
tujuannya. Pada dasarnya, pengelolaan diri terjadi ketika seseorang terlibat
dalam satu perilaku dan mengendalikan terjadinya perilaku lain (perilaku
sasaran) dikemudian waktunya. Self management melibatkan adanya perilaku
pengendali dan perilaku yang terkendali (Elvina. S. N., 2019).
Sedangkan menurut Crobin dan strauss (1988) dalam Ardhiyanto. D.
M. (2019) menyatakan ada tiga aspek tujuan self management yang dijabarkan
sebagai berikut:

1) Medical atau behavioural management (manajemen medis)


Manajemen medis berkaitan dengan prilaku individu dalam menjalani
pengobatan, mengikuti suatu diet atau menggunakan alat kesehatan terkait
lainnya. Pada dasarnya manajemen medis terkait dengan asupan informasi
medis individu terkait dengan penyakitnya.
2) Role management
Role management berkaitan dengan mempertahankan, mengubah dan
menciptakan prilaku atau peran sehari-hari. Contoh: individu dengan back
pain akan perlu untuk merubah cara partisipasi dalam suatu aktifitas
olahraga maupun pada beberapa aktivitas lain, seperti berkebun dan
lainnya. Role management dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa
pendekatan congnitive behaviourale therapy seperti perumusan tujuan
(goal setting), serta pembuatan rencana tindakan (action plan).
3) Emotional management
Emotional management berkaitan dengan menghadapi segmen emosional
dari penyakit yang dihadapi. Emosi seperti kemarahan, kekuatan, rasa
frustasi dan depresi umum dialami oleh seseorang dengan penyakit kronis,
dengan demikian belajar untuk mengelola emosi ini menjadi bagian dari
usaha untuk mengelola kondisinya.
c. Tahap-tahap self management
Adapun tahap-tahap self management menurut Elvina. S. N., (2019), sebagai
berikut:

12
1) Konseli mengidentifikasi dan mencatat sasaran perilaku dan mengontrol
penyebab serta akibatnya.
2) Konseli mengidentifikasi perilaku yang diharapkan arah perubahannya.
3) Konseli menjelaskan kemungkinan strategi pengelolaan diri (self
management).
4) Konseli memilih satu atau lebih strategi self management.
5) Konseli menyatakan secara verbal persetujuan untuk menggunakan
strategi self management.
6) Konselor memberikan instruksi dan model strategi yang dipilih.
7) Konseli mengulang pemahaman strategi yang dipilih.
8) Konseli menggunakan strategi yang dipilih.
9) Konseli mencatat penggunaan strategi serta tingkat perilaku sasaran.
10) Data konseli diperiksa oleh konselor bersama konseli dan konseli
melanjutkan atau membuat revisi program.
11) Membuat catatan dan penyajian data pada diri sendiri dan penguat demi
kemajuan.

3. Diabetes Self Management Education


a. Definisi
Diabetes Self Management Education berkelanjutan yang dilakukan
untuk memfasilitasi pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan klien dengan
diabetes melitus untuk melakukan perawatan mandiri (Funnell, et al., 2011).
Diabetes Self Management Education merupakan perawatan berbasis keluarga
yang berkesinambungan dan komprehensif yang melibatkan keluarga di
tempat tinggal klien dengan tujuan untuk meningkatkan, mempertahankan dan
memaksimalkan kemandirian klien secta mengurangi dampak dari penyakit
diabetes (Triwibowo, 2013).
Diabetes Self Management Education menggunakan metode pedoman,
konseling, dan intervensi perilaku guna meningkatkan pengetahuan mengenai
DM Serta keterampilan individu dan keluarga dalam mengelola diabetes.
penderita diabetes yang diberikan edukasi diharapkan dapat mengubah pola
hidupnya Sehingga dapat mengontrol gula darah dengan baik.
b. Tujuan

13
Diabetes Self Management Education bertujuan untuk mendukung
pengambilan keputusan, perilaku perawatan mandiri, pemecahan masalah dan
kolaborasi dengan tim kesehatan untuk memperbaiki hasil klinis "Status
kesehatan. kualitas hidup (Haas. 2012). Diabetes Self Management Education
mcngintegrasikan lima Pilar penatalaksanaan DM Yang mengkankan pada
intervensi perilaku Secara mandiri (Norris et 2002). Menun_Jt (Sutandi.
2012). tujuan utama Diabetes Self Management Education ialah diharapkan
terjadi peningkatan kualitas hidup, pengendalian metabolisme Yang baik serta
mencegah terjadinya komplikasi, Oleh karna itu penyakit diabetes sangat
penting untuk dimengerti dan dipahami oleh pasien dan keluarga.

c. Prinsip
Prinsip utama Diabetes Self Management Education menurut Funnell
ef_al. (2008) adalah pendidikan diabetes ini mampu dalam memperbaiki hasil
klinis dan kualitas hidup pasien meskipun dalam jangka pendek. Diabetes Self
Management Education telah berkembang dari model pengajaran primer
menjadi lebih teoritis yang berdasarkan pada model pemberdayaan pasien,
program edukasi yang menggabungkan antara strategi perilaku dan psikososial
terbukti dapat mernparbaiki hasil klinis, dukungan berkelanjutan merupakan
aspek yang sangat penting untuk mernpertahankan kemajuan yang diperoleh
pasien selarng program Diabetes Self Management Education dan penetapan
tujuan perilaku adalah strategi efektif dalam mendukung selfcare behavior.
d. Standar
Dalam pelaksanaaan Diabetes Self Management Education terdiri dari
10 standar yang terbagi menjadi 3 Domain yaitu :
1) Struktur
a) Standar 1 (Internal Struktur)
Diabetes Self Management Education terdiri dari struktur organisasi,
misi, tujuan serta menjadi Diabetes Self Management Education bagian
dari perawatan pada pasien diabetes. Pentingnya tujuan, sasaran,
hubungan dan peran serta manajerial akan meningkatkan pendidikan
yang berkualitas untuk Diabetes Self Management yang efektif.
b) Standar 2 (external input)

14
Kesatuan Diabetes Self Management Education harus merujuk pada
satu tim dalam mempromosikan kualitas Diabetes Self Management
Education. Tim tersebut terdiri dari berbagai masyarakat,termasuk
individu dengan diabetes, tenaga kesehatan, komunitas dan pembuat
kebijakan.
c) Standar 3 (Akses)
Kesatuan Diabetes Self Management Education akan mengidentifikasi
pendidikan kesehatan dengan menentukan Siapa Yang memberikan
pelayanan.Bagaimana Cara terbaik untuk memberikan pendidikan
diabetes dan sumber daya yang dapat memberikan dukungan sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidup penderita DM.
d) Standar 4 (Program Koordinator)
Koordinator Diabetes Self Management Education ditunjuk untuk
memastikan pelaksanaan Standar dan mengawasi jalannya layanan
Diabetes Self Management Education.Koordinator skan bertanggung
jaswab untuk semua komponen Diabetes Self Management Education.
termasuk Praktik berbasis bukti, desain layanan, evaluasi, dan
peningkatan mutu berkelanjutan
2) Proses
a) Standar 5 (Instruksional Staff)
Diabetes Self Management Education dapat dilakukan oleh satu
atau lebih tenaga kesehatan. Edukator Diabetes Self Management
Education mempersiapkan materi yang akan disampaikan secara
berkelanjutan.
b) Standar 6 (Kurikulum)
Dalam penyusunan kurikulum harus menggambarkan adanya
fakta DM, petunjuk praktek, dengan kriteria untuk hasil evaluasi, akan
berfungsi sebagai kerangka kerja untuk penyediaan Diabetes Self
Management Education. Kebutuhan pasien Pre-DM dan DM akan
menentukan elemen kurikulum apa saja yang diperlukan.
c) Standar 7 (Individualisasi)
Kolaborasi antara individu maupun DM dengan edukator dalam
melakukan pengkajian individual edakasi untuk menentukan
pendekatan petaksanaan Diabetes Self Management Education dan

15
strategi dalam mendukung manajemen pasien Pengkajian, perencanaan
edukaki, dan intervensi akan didokumentasikan pada dokumen
Diabetes Self Management Education.
d) Standar 8 (Ongoing Support)
Dalam mendukung Diabetes Self Management Education
dilakukan perencanaan follow-up dengan kolaborasi antara pasien dan
edukator hasil follow-up akan diiinformasikan terhadap pihak terkait
Diabetes Self Management Education.

3) Hasil
a) Standar 9 (Pasien Progress)
Keefektifan dari Diabetes Self Management Education. dilihat
dari bagaimam capaian pengelolaan diri pasien diabetes. Keberhasilan
Diabetes Self Management Education dilihat dari tujuh faktor penting
yaitu aktivitas sehat makan, minum Obat, pemantauan glukosa darah,
diabetes diri perawatan terkait pemecahan masalah, mengurangi. risiko
akut dan komplikasi kronis, serta psikososial aspek hidup dengan
diabetes. Edukator Diabetes Self Management Education akan
mengevaluasi elektivitas dari intervensi pendidikan menggunakan
teknik pengukuran yang tepat.
b) Standar 10 (Quality improvement)
Koordinator Diabetes Self Management Education akan
mengukur dampak dan efektivitas dari Diabetes Self Management
Education dalam melakukan perbaikan Diabetes Self Management
Education dengan menggunakan perbaikan kualitas secara
berkelanjutan.

4. Self Management Diabetes Melitus Tipe 2


a. Pengertian self management DM tipe 2
Self managemen DM adalah tindakan yang dilakukan oleh pasien DM
untuk mengelola dan mengendalikan DM yang meliputi aktivitas, pengaturan

16
makan (diet), olahraga, pemantauan gula darah, pengontrolan obat dan
perawatan kaki (Rosidin, Windani & Abdul (2019).
Self management diabetes adalah tindakan yang dilakukan perorangan
untuk mengontrol diabetes meliputi tindakan pengobatan dan pencegahan
komplikasi. Beberapa aspek yang termasuk dalam selfmanagement diabetes
yaitu pengaturan pola makan (diet), aktivitas fisik atau olahraga, monitoring
gula darah, kepatuhan konsumsi obat, serta perawatan diri atau kaki.
Penerapan self management yang optimal pada pasien diabetes dapat
membantu dalam meningkatkan pencapaian tujuan dalam penatalaksanaan
DM Tipe 2. Oleh sebab itu, dibutuhkan kepatuhan atau kedisiplinan dari
pasien dalam menerapkan self management diabetes guna meningkatkan
kualitas hidup pasien (Hidayah, 2019).
b. Tujuan self management pada DM tipe 2
Tujuan Self managemen yaitu mengoptimalkan kontrol metabolik
dalam tubuh, mencegah komplikasi akut dan kronis, mengoptimalkan kualitas
hidup pasien serta dapat menekan biaya yang dikeluarkan untuk perawatan
atau pengobatan penyakit DM (Rosidin, Windani, & Abdul, 2019).
Menurut Arfin (2011) dalam Kurniawan, Putri & Yudianto (2013),
tujuan utama pengelolaan DM adalah mengatur kadar glukosa dalam batas
normal guna mengurangi gejala dan mencegah komplikasi DM. Hal yang
mendasar dalam pengelolaan DM, terutama DM tipe 2 adalah perubahan pola
hidup, meliputi pola makan yang baik dan olahraga teratur. Kemampuan
individu dalam mengelola kehidupan sehari-hari, mengendalikan serta
mengurangi dampak penyakit yang dideritanya dikenal dengan self
management. Perilaku sehat yang merepresentasikan self management pada
pasien DM antara lain mengikuti pola makan sehat, meningkatkan kegiatan
jasmani, menggunakan obat DM dan obat-obat pada keadaan khusus secara
aman dan teratur, melakukan pemantauan kadar gula darah serta melakukan
perawatan kaki secara berkala (Kurniawan, Putri & Yudianto, 2013).
c. Aspek self management pada pasien DM tipe 2
Ada lima aspek self management yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan
dari pengobatan pada pasien DM tipe 2, yaitu:
1) Manajemen diet

17
Tujuan umum penatalaksanaan diet pasien DM antara lain: mencapai
kadar glukosa darah dan lipid mendekati normal, berat badan normal,
mencegah komplikasi, serta meningkatkan kualitas hidup. Standar
kompensasi makanan untuk pasien DM yang dianjurkan oleh Konsensus
Perkeni adalah karbohidrat 45-65 %, protein 10-20 %, lemak 20-25 %,
kolestrol < 300 mg/hari , serat 25 g/hari, garam dan pemanis dapat
digunakan secukupnya. Penentuan 20 status gizi dapat dipakai rumus
indeks massa tubuh (IMT) dengan rumus BB (Kg) / TB (M2 ), nilai
normal IMT adalah 18,5-23,5 untuk wanita dan 22,5-25 untuk laki-laki
(Damayanti. 2015).
Secara umum pola makan pasien DM yang harus diingat yaitu jumlah,
jadwal dan jenis atau disebut 3J. jumlah: memperhatikan jumlah dan
kandungan gizi dalam makanan, disesuaikan dengan berat badan, tinggi
badan, aktivitas fisik, adanya infeksi atau tidak, jadwal: jadwal makan
pasien DM harus ditepati, karena hal ini berhubungan dengan proses
metabolism dan pengeluaran insulin dalam tubuh, jenis: jenis makanan
bagi penderita DM harus dipilih yang tidak member efek kenaikan gula
darah secara endadak dan tinggi, missal lebih memilih roti atau kentang
disbanding nasi sebagai makanan pokok, meningkatkan porsi sayur dan
buah Indriasari (2013).
2) Manajemen medikasi
Adapun untuk aspek medikasi yaitu pengobatan antidiabetes secara
oral bagi penderita DM tipe 2 yang berfungsi untuk membantu
mengaktifkan insulin dalam tubuh sangat dibutuhkan oleh penderita DM,
terutama ketika penderita mengalami stres atau sakit karena perlu melawan
resistensi insulin dan kontrol gula darah yang memadai (Rosidin, Windani
& Abdul, 2019).
Pada DM tipe 2, insulin terkadang diperlukan sebagai terapi jangka
panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika dengan diet,
latihan fisik dan obat hiperglikemia oral (OHO) tidak dapat menjaga gula
darah dalam rentang normal (Damayanti. 2015).
3) Manajemen aktivitas fisik atau olahraga
Olahraga mengaktifkan ikatan insulin dan reseptor insulin di membran
plasma sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah, manfaat olahraga

18
adalah menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin,
memperbaiki sirkulasi darah dan tonus otot, 21 mengubah kadr lemak
darah yaitu meningkatkan kadar HDL dan menurunkan kadar kolestrol
total serta trigliserida. Prinsip olahraga pasien DM pada prinsipnya sama
saja dengan perinsip latihan jasmani pada umumnya, yaitu mengikuti F, I,
D, J yang dapat dijelaskan sebagai berikut: F merupakan frekuensi 3-5
x/minggu secara teratur, I merupakan intensitas ringan dan sedang 60-70
% maxsimum heart rate, D merupakan durasi 30-60 menit setiap
melakukan olahraga dan J merupakan jenis olahraga yang dianjurkan
adalah aerobik yang bertujuan untuk meningkatkan stamina seperti jalan-
jalan, jogging, berenang, senam berkelompok atau aerobik dan bersepeda
(Damayanti. 2015).

4) Manajemen pemantauan gula darah


Penentuan kadar glukosa darah secara mandiri atau self-monitoring
blood glucose (SMBG) memungkinkan untuk deteksi dan mencegah
hiperglikemia atau hipoglikemia, pada akhirnya akan mengurangi
komplikasi diabetik jangka panjang, hal ini berhubungan dengan
pemberian insulin dan dosis insulin yang diperlukan pasien DM
(Damayanti, 2015).
5) Manajemen perawatan kaki
Bagi penderita DM perawatan kaki sangatlah penting karena gangguan
pada kaki adalah masalah yang paling umum mengakibatkan penderita
harus dirawat, amputasi atau cacat seumur hidup. Perawatan kaki dapat
dilakukan dengan cara mencuci kaki dengan air bersih setelah bekegiatan,
member lotion secukupnya jika kaki kering, gunakan sepatu atau sandal
yang pas dengan ukuran kaki untk setiap berkegiatan (Rosidin, Windani &
Abdul, 2019).
5. Faktor-faktor yang berhubungan dengan manajemen diri pada DM
e. Umur
Penderita diabetes yang lebih tua memiliki tingkat manajemen diri yang lebih
tinggi pada diet, olahraga, dan perawatan kaki daripada individu yang lebih
muda (Sundari,2018). Penderita diabetes yang lebih tua dengan tingkat

19
pendidikan yang lebih tinggi juga akan lebih baik dalam perawatan diri
daripada orang tua yang buta huruf (Sundari, 2018).
f. Tingkat pendidikan
Seseorang dengan pendidikan tinggi umumnya memiliki pemahaman yang
baik tentang pentingnya perilaku perawatan diri dan memiliki keterampilan
manajemen diri yang lebih baik untuk menggunakan informasi peduli diabetes
yang diperoleh melalui berbagai media dibandingkan dengan tingkat
pendidikan rendah (Sundari, 2018). Seseorang dengan tingkat pendidikan yang
lebih tinggi memiliki tingkat manajemen diri yang lebih tinggi terhadap diet,
olahraga, dan pemeriksaan gula darah mandiri, dan lebih mudah untuk
memahami informai kesehatan yang berhubungan dengan diet, aktivitas fisik,
dan pemeriksaan gula darah mandiri.
g. Pekerjaan
Penderita diabetes yang bekerja memiliki tingkat manajemen diri lebih rendah
untuk latihan fisik daripada penderita yang tidak bekerja. Penderita diabetes
yang lebih muda yang bekerja bisa memiliki jadwal dan tanggung jawab yang
sangat banyak, membuat perilaku manajemen diri diabetesnya menjadi
prioritas rendah bagi mereka (Sundari, 2018).
h. Efikasi diri
Sesorang yang hidup dengan DM yang memiliki tingkat efikasi diri yang lebih
tinggi lebih berpartisipasi dalam perilaku manajemen diri diabetes. Efikasi diri
yang lebih tinggi lebih mungkin untuk menunjukkan pengaturan diet secara
optimal, olahraga, monitoring glukosa darah mandiri, dan perawatan kaki
(Sundari, 2018).
i. Lamanya menderita diabetes
Seseorang dengan durasi penyakit lebih lama memiliki pengalaman dalam
mengatasi penyakit mereka dan melakukan perilaku perawatan diri yang lebih
baik. Seseorang yang telah didiagnosis dengan diabetes bertahun-tahun dapat
menerima diagnosis penyakitnya dan rejimen pengobatannya, serta memiliki
adaptasi yang lebih baik terhadap penyakitnya dengan mengintregasikan gaya
hidup baru dalam kehidupan mereka sehari- hari (Sundari, 2018).
j. Dukungan sosial
Dukungan sosial merupakan prediktor penting dalam perilaku perawatan diri
pada pasien diabetes. Ketika pasien didiagnosis dengan penyakit kronis, maka

20
pasien tersebut memerlukan bantuan perawatan dari teman dan keluarga.
Pasien DM melakukan perilaku perawatan diri yang lebih baik ketika mereka
menerima dukungan dari keluarga dan teman-temannya.
k. Asuransi
Penderita DM yang tidak memiliki asuransi kesehatan biasanya memiliki
perilaku kurang baik dalam minum obat dan memantau kadar glukosa darah
mereka secara teratur.
l. Komunikasi antara pasien dan provider
Tujuan utama komunikasi antara pasien dan provider adalah untuk bertukar
informasi tentang penyakit dan perawatannya. Sebuah gaya komunikasi yang
positif dapat meningkatkan pemahaman pasien dan mengingat informasi
tentang penyakit. Interaksi antara pasien dan provider dapat memperkuat
kepercayaan pasien dan dapat mempengaruhi hasil kesehatan. Komunikasi
antara pasien dan provider yang lebih baik dapat membantu membangun
hubungan saling percaya, dan menjadi landasan bersama untuk
mempromosikan manajemen diri pasien dengan diabetes.
m. Bahasa dan budaya
Keterbatasan bahasa dan budaya pada materi pendidikan manajemen diri pada
diabetes yang tepat dan program yang tersedia untuk pasien dengan diabetes,
misalnya pada etnis Cina-Amerika. Kebanyakan program pendidikan
manajemen diri pada diabetes tersedia dalam bahasa Inggris dan didasarkan
pada budaya Barat, seperti jenis pilihan makanan dan membaca label, sehingga
menyulitkan pasien diabetes Cina-Amerika untuk mengikuti program tersebut.
n. Kepercayaan terhadap efektivitas pengobatan
Kepercayaan terhadap efektivitas pengobatan merupakan faktor penting yang
mempengaruhi manajemen diri diabetes. Xu (2008), mengungkapkan bahwa
pada pasien Cina dapat menggunakan pendekatan medis Barat untuk
mengontrol diabetes mereka, sementara untuk strategi manajemen penyakit,
mereka lakukan berdasarkan tradisi pengobatan Cina. Kepercayaan dalam
pengobatan Cina dapat mengurangi kepercayaan pasien dalam efektivitas
pengobatan medis Barat untuk diabetes.

C. Penelitian Terkait

21
Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan, Putri & Yudianto (2013) dengan
judul “Perilaku Self-Management Pasien Diabetes Melitus (DM)” dengan jumlah
sampel yang digunakan yaitu 94 orang yang di jaring secara acak atau random
sampling. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kuantitatif. Analisis data yang
digunakan adalah analisis deskriptif menggunakan distribusi frekuensi dengan hasil
61 orang (64,9 %) melakukan self management dalam katagori baik, 33 orang (35,1
%) melakukan self management dalam katagori sedang dan 0 orang (0 %) melakukan
self management dalam katagori buruk.
Putri. D. M. P., (2019), melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Antara
Self Management Dan Kualitas Hidup Pasien diabetes Melitus Type 2” dengan jumlah
populasi 40 orang dengan teknik sampling yang digunakan yaitu total sampling.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Analisis data chi square dengan
hasil p value = 0,002 (< 0,05) yang artinya bahwa hubungan antara self management
dengan kualitas hidup berbanding lurus. Korelasi ini menunjukkan bahwa semakin
self management pasien Diabetes Melitus Type 2 baik, maka semakin baik pula
kualitas hidup pasien. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar pasien
DM Tipe 2 di Dusun Sonosewu melakukan self management (60%) cukup dan
memiliki kualitas hidup yang cukup (62,5%).
Rosidin, Windani & Abdul (2019), melakukan penelitiab dengan judul
“Gambaran Self-Management Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di Puskesmas
Tarogong Kabupaten Garut” dengan jumlah sampel 138 pasien dari 210 populasi
dengan teknik sampling non probability sampling dengan pendekatan konsekutif
sampling. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kuantitatif. Analisis data
menggunakan distribusi frekuensi berdasarkan item pertanyaan per subvariabel
dengan hasil 4 pasien (2,9 %) melakukan self management baik, 134 pasien (97,1 %)
melakukan self management sedang dan 0 pasien (0 %) melakukan self management
buruk.
Handriana & Hijriani (2020), melakukan penelitian dengan judul “Gambaran
Self Care Management Pada Pasien Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas
Majalengka” dengan jumlah sampel 56 orang. Penelitian ini menggunakan desain
deskriptif dengan hasil dari 56 total responden yang memiliki self care management
kurang yaitu 4 orang (7.1%), yang memiliki self care management cukup yaitu 36
orang (64.3%) dan yang memiliki self care management baik yaitu 16 orang (28.6%).

22
Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah (64.3%) memiliki self care
management Cukup.
Penelitian yang dilakukan oleh Hidayah (2019), dengan judul “Hubungan
Perilaku Self-Management Dengan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Pucang Sewu, Surabaya” dengan jumlah sampel
79 orang dari 209 populasi dengan teknik sampling random sampling. Penelitian ini
menggunakan desain cross sectional. Analisis data menggunakan chi square dengan
hasil nilai p value lebih kecil dari 0,05, sehingga H0 ditolak yang artinya bahwa
terdapat hubungan antara perilaku self management diabetes (yang menggambarkan
status self management diabetes) dengan kadar gula darah pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2. Analisis besar resiko diperoleh nilai PR (Prevalen Rasio) sebesar 1,21 yang
artinya bahwa perilaku self management diabetes yang kurang merupakan faktor
resiko atau faktor determinan (faktor penyebab) terjadinya regulasi kadar gula darah
yang tidak terkontrol.
Penelitian yang dilakukan Aisyah, Kurniawan & Sari (2020), dengan judul
“Self Management Pasien Diabetes Melitus Dengan Komplikasi Kardiovaskular Dan
Implikasinya Terhadap Indikator Klinik” dengan jumlah sampel 123 pasien, penelitian
ini menggunakan desain korelasional. Analisis data menggunakan analisis deskriptif
dengan hasil penelitian menunjukkan lebih dari setengah responden (54,5%) berada
pada kategori self management rendah dimana domain pemantauan merupakan
domain dengan persentase kategori rendah paling besar (62,6%). Rerata skor self
management yang lebih tinggi ditemukan pada pasien yang mencapai target indikator
klinik; tekanan darah sistolik < 140mmHg, kolesterol darah < 200mg%, dan gula 29
darah sewaktu < 200mg%. Namun, perbedaan skor self management yang signifikan
hanya ditemukan pada indikator gula darah (p = 0,05). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pasien DM dengan komplikasi kardiovaskular di tempat
penelitian ini perlu meningkatkan perilaku selfmanagement terutama dalam aspek
pemantauan.
Penelitian yang dilakukan oleh Febriani. D. H., Ayuningtiyas. G. S. & Yuliati.
M., (2021), dengan judul “Gambaran Self Management Pada Penderita DM Tipe 2 Di
Salah Satu Rumah Swasta Di Kelaten” dengan jumlah sampel 40 orang dengan teknik
sampling Accidental sampling, penelitian ini menggunakan desain deskriptif
kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Analisis data
menggunakan analisis univariat dengan menggunakan peringkasan data dalam bentuk

23
kategori (n) dan presentase tiap kategori (%), dengan hasil penelitian didapatkan
bahwa sebagian besar responden memiliki self management baik (85%) dengan skor
rata-rata masing-masing domain diet (7,12), manajement glukosa (7,93), aktivitas
fisik (8,13), penggunaan layanan kesehatan (7,25). Dari keempat domain self
management, domain aktivitas fisik paling baik diantara keempat domain yang ada,
sedangkan untuk domain diet paling buruk diantara keempat domain yang ada.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Self-management merupakan kemampuan individu untuk mengelola gejala,
mengelola pengobatan, mengelola fisik, mengelola psikososial, dan mengelola
perubahan gaya hidup yang melekat dalam kehidupan penderita Diabetes Melitus.
Self Management dapat memberdayakan individu untuk mengatasi penyakit dengan
meningkatkan kepercayaan diri dalam menangani kondisi kronis yang sedang dialami.
Self Management telah terbukti memiliki efek positif yang signifikan pada hasil
kesehatan orang dengan berbagai lainnya jenis penyakit kronis. Mengingat pentingnya
Self Management di antara penderita kanker dapat membuktikan adanya hubungan
terhadap kualitas hidup pada kesehatan.
B. Saran
Hubungan Self Management dengan kualitas hidup penderita Diabetes Melitus
merupakan hal sederhana yang dapat dilakukan. Self Management mampu
meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup dengan melakukan edukasi,
membimbing dan memberi dukungan pada penderita Diabetes Melitus dalam

24
pelaksanaan program Self Management dengan mengontrol gejala, melakukan
pengobatan, mengatasi kesehatan fisik dan psikis, dan perawatan secara mandiri yang
berdampak pada meningkatnya kualitas hidup dan kesejahteraan penderita Diabetes
Melitus. Hal ini diharapkan agar penderita Diabetes Melitus memiliki motivasi untuk
menjadikan kualitas hidupnya lebih baik. Makalah ini diharapkan memiliki manfaat
bagi keluarga agar bisa membantu dan mengajarkan Self Management.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2005) Prinsip Dasar Ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Amaliyah, R. (2016) ‘Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Tingkat Pendidikan dengan


Kepatuhan Diet pada Pralansia Penderita Diabetes Mellitus’. Perpustakaan
Universitas Airlangga.

Andra & Yessie. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta:Nuha Medika.

Ardhiyanto. D.M., (2019). Hubungan Kecerdasan Spiritual Dan Lama Menderita Dengan
Self Management Pada Pasien Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 Di Poli Penyakit Dalam
RSU Haji Surabaya. Surabaya: Perpustakaan Universitas Airlangga.

Atika, S., Mudatsir dan Mutiawati, E. (2016) ‘Self Management dengan Prilaku Diet
Penderita Diabetes Mellitus Di Puskesmas’, Jurnal Ilmu Keperawatan, 4(2), pp. 87–
96. Available at: http://jurnal.unsyiah.ac.id/JIK/article/view/5290.

Bilous, R. & Donelly, R. (2015). Buku Pegangan Diabetes. Jakarta. Bumi Medika.

Black. & Hawks. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis Untuk Hasil Yang
Diharapkan. Jakarta. Salemba Medika.

Brillianti, P. (2016). Hubungan self management dengan kualitas hidup pasien pascastroke di
Wilayah Puskesmas Pisangan Ciputat. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/ handle/123456789/30628

25
Chaplin, H., Hazan, J., & Wilson, P. (2012). Self-management for people with long-term
neurological conditions. British Journal of Community Nursing, Vol. 17, pp. 250–257.
https://doi.org/10.12968/bjcn.2012.17.6.250

Damayanti. (2015). Diabetes Mellitus & Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta. Nuha


Medika.

Dewi, M. (2019). Hubungan Antara Self Management Dan Kualitas Hidup Pasien Diabetes
Melitus Type 2. Yogyakarta: Jurnal Kesehatan Karya Husada.

Nurlaily_ (2010), Analisis Beberapa Faktor Risiko Terjadinya Diabetes Mellitus pada RSUD
dr. Mm. Dunda Limboto Kab. Gorontalo

Nursalam., 2017. Metodologi Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis Edisi 5. Jakarta:


Salemba Medika

Nursalam., 2015. Metodologi Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis Edisi 4. Jakarta:


Salemba Medika.

Zainuddin, M., Utomo, W., & Herlina. (2015). Hubungan stres dengan kualitas hidup
penderita diabetes mellitus tipe 2. JOM, 2(1), 890–898.

26

Anda mungkin juga menyukai