Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


PADA PASIEN NY S DENGAN DIAGNOSA STATUS ASMATIKUS
DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT MEDIKA PANDAAN PASURUAN

DISUSUN OLEH KELOMPOK 7 :


AGUS HARI WINARNO ( 202073002 )
AHMAD SAIFUL AFANDI (202073025)
DWI ERNA SARI (202073001)
INDRA RUDIANSYA(202073047 )
NURUL MUFIDAH (202073007)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes BINA SEHAT PPNI KAB. MOJOKERTO
TA.2020-2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan asuhan keperawatan ini diajukan oleh :

Nama Kelompok 7
NIM -
Program Studi Profesi Ners
Judul Asuhan Keperawatan Laporan pendahuluan asuhan keperawatan gawat
darurat pada pasien Ny S dengan diagnosa status
asmatikus di Rumah Sakit Mitra Sehat Medika
Pandaan Pasuruan

Pandaan, 15 April 2021

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

(Yeni Widya Lestari.AMd.Kep) ( Emyk Windartik,S.Kep.Ns.,M.Kes)

Mengetahui
Kepala Ruangan

(Yeni Widya Lestari.AMd.Kep)

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
DIAGNOSA MEDIS STATUS ASMATIKUS
1. Pengertian
Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi hipersensitif
mukosa bronkus terhadap alergen. Reaksi hipersensitif pada bronkus dapat
mengakibatkan pembengkakan pada mukosa bronkus. (Sukarmain, 2009).
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional
(Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak
langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes
RI, 2007 ).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan
wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas),
kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan
ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi
sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin
besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan
biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan ( Purnomo, 2008 ).
2. Etiologi
Penyebab hipersensitifitas saluran pernapasan pada kasus asma banyak
diakibatkan oleh faktor genetik (keturunan). Sedangkan faktor pemicu
timbulnya reaksi hipersensistifitas saluran pernapasan dapat berupa:
1. Hirup debu yang didapatkan dijalan raya maupun debu rumah tangga.
2. Hirupan asap kendaraan, asap rokok, asap pembakaran.
3. Hirup aerosol (asap pabrik yang bercampur gas buangan seperti nitrogen).
4. Pajanan hawa dingin.
5. Bulu binatang.
6. Stress yang berlebihan.
Selain factor- faktor diatas kadang juga ada individu yang sensitife
terhadap faktor pemicu diatas tetapi penderita lain tidak. ( Sukarmin,
2009).
3. Manifestasi klinis
Manifestasi klinik pada pasien asmatikus adalah batuk, dyspnoe (sesak nafas),
dan wheezing (terengah-engah). Pada sebagian penderita disertai dengan rasa
nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan
gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat,
dalam, gelisa, duduk dengan tangan menyangga ke depan serta tampak otot-
otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :
a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan
test provokasi bronkial di laboratorium.
2) Tingkat II :
a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas (batuk, sesak
nafas, wheezing).
b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a. Tanpa keluhan.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi
jalan nafas.
c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah
diserang kembali.
4) Tingkat IV :
a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan
nafas.
5) Tingkat V :
a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan
asma akut yang berat bersifat refrakter (tak beraksi) sementara
terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang
reversibel ( Sukarmin, 2009 ).
4. Patofisiologi
Karakteristik dasar dari asma ( konstriksi otot polos bronchial,
pembengkakan mukosa bronchial, dan pengentalan sekresi ) mengurangi
diameter bronchial dan nyata pada status asmatikus.
Abnormalitas ventilasi – perfusi yang mengakibatkan hipoksemia dan
respirasi alkalosis pada awalnya, diikuti oleh respiratori asidosis.Terhadap
penurunan PaO2 dan respirasi alkalosis dengan penurunan PaCO2 dan
peningkatan pH. Dengan meningkatnya keparahan status asmatikus,
PaCO2 meningkat dan pH turun, mencerminkan respirasi asidosis
( Krisanty Paula, 2009 ).
5. Patway
6. Penatalaksanaan
Semua penderita yang dirawat inap di rumah sakit memperlihatkan
keadaan obstruktif jalan napas yang berat. Perhatian khusus harus
diberikan dalam perawatan, sedapat mungkin dirawat oleh dokter dan
perawat yang berpengalaman. Pemantauan dilakukan secara tepat
berpedoman secara klinis, uji faal paru ( APE ) untuk dapat menilai respon
pengobatan apakah membaik atau justru memburuk. Perburukan mungkin
saja terjadi oleh karena konstriksi bronkus yang lebih hebat lagi maupun
sebagai akibat terjadinya komplikasiseperti infeksi, pneumothoraks,
pneumomediastinum yang sudah tentu memerlukan pengobatan lainnya.
Efek samping obat yang berbahaya dapat terjadi pada pemberian drips
aminofilin. Dokter yang merawat harus mampu dengan akurat menentukan
kapan penderita meski dikirim ke unit perawatan intensif.
Penderita status asmatikus yang dirawat inap di ruangan, setelah dikirim
dari UGD dilakukan penatalaksaanan sebagai berikut :
1. Pemberian terapi oksigen dilanjutkan
Terapi oksigen dilakukan megnatasi dispena, sianosis, danhipoksemia.
Oksigen aliran rendah yang dilembabkan baik dengan masker Venturi
atau kateter hidung diberikan. Aliran oksigen yang diberikan
didasarkan pada nilai – nilai gas darah. PaO2 dipertahankan antara 65
dan 85 mmHg. Pemberian sedative merupakan kontraindikasi. Jika
tidak terdapat respons terhadap pengobatan berulang, dibutuhkan
perawatan di rumah sakit.
2. Agonis β2
Dilanjutkan dengan pemberian inhalasi nebulasi 1 dosis tiap jam,
kemudian dapat diperjarang pemberiannya setiap 4 jam bila sudah ada
perbaikan yang jelas. Sebagian alternative lain dapat diberikan dalam
bentuk inhalasi dengan nebuhaler / volumatic atau secara injeksi. Bila
terjadi perburukan, diberikan drips salbutamol atau terbutalin.
3. Aminofilin
Diberikan melalui infuse / drip dengan dosis 0,5 – 0,9 mg/kg BB /
jam. Pemberian per drip didahului dengan pemberian secara bolus
apabila belum diberikan. Dosis drip aminofilin direndahkan pada
penderita dengan penyakit hati, gagal jantung, atau bila penderita
menggunakan simetidin, siprofloksasin atau eritromisin. Dosis tinggi
diberikan pada perokok. Gejala toksik pemberian aminofilin perlu
diperhatikan. Bila terjadi mual, muntah, atau anoreksia dosis harus
diturunkan. Bila terjadi konfulsi, aritmia jantung drip aminofilin
segera dihentikan karena terjadi gejala toksik yang berbahaya.
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid dosis tinggi intraveni diberikan setiap 2 – 8 jam
tergantung beratnya keadaan serta kecepatan respon. Preparat pilihan
adalah hidrokortison 200 – 400 mg dengan dosis keseluruhan 1 – 4
gr / 24 jam. Sediaan yang lain dapat juga diberikan sebagai alternative
adalah triamsiolon 40 – 80 mg, dexamethason / betamethason 5 – 10
mg. bila tidak tersedia kortikosteroid intravena dapat diberikan
kortikosteroid per oral yaitu predmison atau predmisolon 30 – 60 mg/
hari.
5. Antikolonergik
Iptropium bromide dapt diberikan baik sendiri maupun dalam
kombinasi dengan agonis β2secara inhalasi nebulisasi terutama
penambahan – penambahan ini tidak diperlukan bila pemberian agonis
β2 sudah memberikan hasil yang baik.
6. Pengobatan lainnya
a. Hidrasi dan keseimbangan elektrolit
Dehidrasi hendaknya dinilai secara klinis, perlu juga pemeriksaan
elektrolit serum, dan penilaian adanya asidosis metabolic. Ringer
laktat dapat diberikan sebagai terapi awal untuk dehidrasi dan pada
keadaan asidosis metabolic diberikan Natrium Bikarbonat.
b. Mukolitik dan ekpetorans
Walaupun manfaatnya diragukan pada penderita dengan obstruksi
jalan berat ekspektorans seperti obat batuk hitam dan gliseril
guaikolat dapat diberikan, demikian juga mukolitik bromeksin
maupun N-asetilsistein.
c. Fisioterapi dada
Drainase postural, fibrasi dan perkusi serta teknik fisioterapi
lainnya hanya dilakukan pada penderita hipersekresi mucus sebagai
penyebab utama eksaserbasi akut yang terjadi.
d. Antibiotic
Diberikan kalau jelas ada tanda – tanda infeksi seperti demam,
sputum purulent dengan neutrofil leukositosis.
e. Sedasi dan antihistamin
Obat – obat sedative merupakan indikasi kontra, kecuali di ruang
perawatan intensif. Sedangkan antihistamin tidak terbukti
bermanfaat dalam pengobatan asma akut berat malahan dapat
menyebabkan pengeringan dahak yang mengakibatkan sumbatan
bronkus.
7. Penatalaksanaan lanjutan
Setelah diberikan terapi intensif awal, dilakukan monitor yang
ketat terhadap respon pengobatan dengan menilai parameter klinis
seperti sesak napas, bising mengi, frekuensi napas, frekuensi nadi,
retraksi otot bantu napas. APE, fotothoraks, AGD, kadar serum
aminofilin, kadar kalium dan gula darah diperiksa sebagai dasar
tindakan selanjutnya.
Indikasi perawatan intensif
Penderita yang tidak menunjukkan respon terhadap terapi intensif
yangdiberikan perlu dipikirkan apakah penderita akan dikirim ke
unit perawatan intensif. Adapun penderita yang memerlukan
perawatan intensif yaitu
a. Terdapat tanda- tanda kelelahan
b. Gelisah, bingung, kesadaran menurun
c. Terjadi henti napas ( PaO2 < 40 mmHg atau PaCO2 > 45
mmHg ) sesudah pemberian oksigen.
8. Penatalaksanaan lanjutan diruangan
Pada penderita yang telah menunjukkan respon yang baik terhadap
pengobatan, terapi intensif dilanjutkan paling sedikit 2 hari. Pada 2
– 5 hari pertama semua pengobatan intravena diganti, diberikan
steroid oral dan aminofilin oral serta agonis β2 dengan inhaler
dosis terukur 6 – 8 x/ hari atau preparat oral 3 – 4 x/hari. Pada hari
5 – 10, steroid oral ( predmison, predmisolon ) diturunkan, obat
agonis β2 dan aminofilin diteruskan ( Nugroho, 2016 ).
7. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam
mengkaji obstruksi jalan nafas akut.
2. Pemeriksaan gas darah arteri dilakukan jika pasien tidak mampu
melakukan manufer fungsi pernafasan karena obstruksi berat
atau keletihan, atau bilapasien tidak berespon terhadap tindakan
3. Arus puncak ekspirasi APE mudah di periksa dengan alat yang
sederhana, flowmeter dan merupakan data yang objektif dalam
menentukan derajat beratnnya penyakit
4. Pemeriksaan foto thorax pemeriksaan ini terutama dilakukan
untuk melihat hal – hal yang ikut memperburuk atau komplikasi
asma akut yang perlu juga mendapat penanganan seperti
atelektasis, pneuonia, dan pneumothorax
5. Elektrokardiografi tanda- tanda abnormalita sementara dan
refersible setelah terjadi perbaikan klinis adalah gelombang p
meninggi ( p = pulmonal ), takikardi dengan atau tanda aritmia
supraventrikuler, tanda – tanda hipertrofi ventrikel kanan dan
defiasi aksis ke kanan ( Nugroho, 2016 ).
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah
1. Pneumotoraks
2. Atelektasis
3. Gagal nafas
4. Bronchitis ( Nur Arif Amin, 2015 ).
Konsep Asuhan Kegawatdaruratan Pada Status Asmatikus

A. Pengkajian
1. Pengkajian primer
a. Airway
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya
penumpukan sputum pada jalan nafas. Hal ini
menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status
asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak
karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang dapat
diperoleh.
b. Breathing
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan
bertambahnya usaha napas pasien untuk memperoleh
oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status
asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya
henti napas. Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha
ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya bising
mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak mampu
menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau
kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini dapat
diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau
adanya mengi.
c. Circulation
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat
untuk memperoleh oksgien maka jantung berkontraksi kuat
untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan
adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit.
Terjadi pula penurunan tekanan darah sistolik pada waktu
inspirasi. Pulsus paradoksus, lebih dari 10 mmHg. Arus
puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan
atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari
120 lt/menit. Adanya kekurangan oksigen ini dapat
menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap circulation
ini.
d. Disability
Pada tahap pengkajian ini diperoleh hasil bahwa pasien
dengan status asmatikus mengalami penurunan kesadaran.
Disamping itu pasien yang masih dapat berespon hanya
dapat mengeluarkan kalimat yang terbata – bata dan tidak
mampu menyelesaikan satu kalimat akibat usaha napas
yang dilakukannya sehingga dapat menimbulkan
kelelahan .Namun pada penurunan kesadaran semua
motorik sensorik pasien unrespon.
2. Pengkajian sekunder
a. Pemeriksaan fisik head to toe.
b. Pemeriksaan keadaan umum dan kesadaran
c. Eliminasi
Kaji haluaran urin, diare/konstipasi.
d. Makanan/cairan
Penambahan BB yang signifikan, pembengkakan ekstrimitas
oedema pada bagian tubuh.
e. Nyeri/kenyamanan
Nyeri pada satu sisi, ekspres imeringis.
f. Neurosensori
Kelemahan :perubahankesadaran
B. Diagnosa
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
2. Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas
3. Ketidakefektian perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen
C. Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
Intervensi :
NOC :
a. Menunjukan pembersihan jalan nafas yang efektif.
b. Mengeluarkan sekresi secara efektif
c. Mempunyai irama dan frekwensi pernafasan dalam rentang
normal.
d. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal

NIC :
Airway suction
a. Pastikan kebutuhan oral/ tracheal suctioning
b. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning
c. Informasikan kepada klien dan keluarga tentang suctioning
d. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi
suction nasotrakeal
e. Anjurkan alat yang steril setiap melakukan tindakan
f. Monitor status oksigen pasien.

Airway management
a. Buka jalan nafas
b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
c. Indentifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
buatan
d. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
e. Berikan bronchodilator bila perlu
f. Monitor respirasi dan status O2
2. Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas
NOC :
a. Pertukaran gas dan ventilasi pasien tidak bermasalah
b. Tidak menggunakan pernafasan mulut
NIC :
Airway management
a. Buka jalan nafas
b. Posiskan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
c. Pasang mayo bila perlu
d. Lakukan suction pada mayo
e. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
f. Monitor konsentrasidan status O2
g. Terapioksigen
h. Bersihkan mulut, hidung dan secret pada trakea
i. Pertahankan jalannafas yang paten
j. Atur peralatan oksigenasi
k. Monitor aliran oksigenasi
l. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi.
Vital sign management
a. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
b. Catat adanya fluktasi tekanan darah
c. Ukur tekanan darah pada kedua lengan dan bandingkan
d. Monitor frekuensi dan irama pernafasan
e. Monitor suhu,warna dan kelembaban kulit
f. Monitor adanya tekanana nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik.
3. Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi
NOC :
a. Dapat memepertahankan Pertukaran CO2 atau O2 di alveolar
dalam keadaan normal
b. Tidak terdapat cyanosis pada pasien
c. Pasien tdk mengalami nafas dangkal atau ortopnea
NIC
Airway management
a. Buka jalan nafas
b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
c. Pasang mayo bilaperlu
d. Lakukan suction pada mayo
e. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
f. Monitor konsentrasi dan status O2
Respiratory monitoring :
a. Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
b. Catat pengerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
c. tambahan , retraksi otot supraclavikular dan intercostatis
d. Monitor suara nafas, seperti dengkur
e. Monitor kelelahan otot diafragma ( gerakan paradoksis )
f. Tentukan kebutuhan suction dengan mengaukultasi pada jalan
nafas utama
g. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui
hasilnya
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Ester. 2009. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan.


EGC : Jakarta.

Kosasih, Alvin. 2008. Diagnosis Dan Tatalaksana Kegawatdaruratan


Paru Dalam Praktek Sehari-Hari. Jakarta: Sagung Seto.

Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan


Gangguan System Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Morton, Patricia Gonce. 2011. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan


Kep. Holistik, Ed. 8, EGC : Jakarta.

Sadguna, Dwija. 2011. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan


Pasien Gagal Nafas. http://www.scribd.com. Diakses tanggal 1
november 2017 jam 15.56 WIB.

Swidarmoko, Boedi. 2010. Pulmonologi Intervensi Dan Gawat Darurat


Napas. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA KLIEN DENGAN STATUS ASMATIKUS DI RUANG IGD
RUMAH SAKIT MITRA SEHAT MEDIKA PANDAAN

DISUSUN OLEH KELOMPOK 7 :


AGUS HARI WINARNO (202073002)
AHMAD SAIFUL AFANDI (202073025)
DWI ERNA SARI (202073001)
INDRA RUDIANSYA (202073047)
NURUL MUFIDAH (202073007)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes BINA SEHAT PPNI KAB. MOJOKERTO
TA.2020-2021
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA KLIEN DENGAN STATUS ASMATIKUS DI RUANG IGD
RUMAH SAKIT MITRA SEHAT MEDIKA PANDAAN

I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS
Identitas Pasien :
Nama : Ny. S
Usia : 30 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Suku /bangsa : Jawa/indonesia
Agama : Islam
Alamat : Dusun Kwangen Desa Plintaan Pandaan
Diagnosa Medis : Status Asmatikus
Nomer RM : 998.660
Tanggal masuk : 13 April 2021
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. C
Usia : 25 thn
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Karyawan Pabrik Estentex
Hubungan dengan pasien : Suami
B. KEADAAN PASIEN SECARA UMUM
Keadaan Umum :
1. Pasien tampak lemas
2. Terpasang oksigen nasal 5 lpm
3. Terpasang Infus Ringer Laktat 14 TPM drip aminophilin 2 ampul.
1. Pengkajian Primer
1) Airway
a. Terdapat secret pada jalan nafas
b. Tidak ada pendarahan jalan nafas.
c. Suara nafas whezzing+ronchi
2) Breathing
a. Pasien sesak nafas
b. Ada retraksi dinding dada
c. Ada nafas cuping hidung
d. RR 32 x/menit
3) Circulation
a. TD 140/90mmHg.
b. HR 98 x/menit
c. Akral dingin
d. Tidak sianosis
4) Dissability
a. Kesadaran : Compos mentis
b. GCS : 4,5,6
c. Tidak ada kejang
d. Tidak ada reflek patologis Babinski atau burzinski
5) Expossure
a. Pasien tampak sesak nafas
b. Lemas
c. Tidak ada fraktur atupun luka
3. Pengkajian sekunder
1) Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sesak nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan sesak nafas dan batuk berdahak 3 hari tidak
sembuh-sembuh dan mempunyai riwayat asma sudah 5 tahun,
klien mengatakan tidak bisa bernafas, klien mengatakan tidak
nyaman saat bernafas, lelah saat bernafas, klien mengatakan
lemas, klien mengatakan berkeringat lebih banyak dari biasanya,
klien juga dibantu saat aktivitas oleh suaminya dirumah. Setelah
3 hari tidak ada perubahan kemudian pasien dibawa ke IGD
Rumah Sakit Mitra Sehat Medika Pandaan
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah beberapa kali dirawat di rs , terakhir dirawat pada
bulan November 2020 dengan keluhan yang sama. Pasien juga
mempunyai riwayat asma.
d. Riwayat penyakit keluarga
Dalam keluarga ayah pasien merupakan penderita asma kronis.

2) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Lemah
b. TTV: RR : 32 x/menit
TD : 140/90 mmHg
HR : 97 x/menit
Suhu : 35,8 ˚C
c. Kepala
1. Rambut panjang berwarna pirang, lurus dan
bersih
2. Mata: Conjungtiva tidak anemis, Sklera tidak
ikterik, Pupil isokor diameter 3 mm.
3. Hidung: simetris, tdak ada polip tidak ada lendir
atau sumbatan, ada cuping hidung, septum hidung jelas.
4. Telinga: simetris, tidak ada serumen. Membrane
thympani normal.
d. Thorak
Inspeksi : perkembangan dada kanan dan kiri simetris ada retraksi
interkosta,
Palpasi : fremitus raba kanan dan kiri sama,
Perkusi : terdengar bunyi sonor,
Auskultasi : terdengar bunyi tambahan wheezing dan rochi

e. Pada pemeriksaan jantung didapatkan hasil :


Inspeksi : ictus cordic tidak nampak
Palpasi : ictus cordic kuat angkat
Perkusi : batas jantung tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni

f. Pemeriksaan abdomen :

Inspeksi : dinding perut datar, tidak ada lesi,


Auskultasi : terdengar bising usus dan peristaltik usus 14x/menit.
Perkusi : terdengar suara tympani
Palpasi tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada penumpukan cairan.

Pada anus pasien tidak terdapat hemoroid, dan pasien tidak


terpasang kateter, bersih, dan tidak ada tanda tanda iritasi kulit.

g. Pada ekstremitas atas pada tangan kiri terpasang infus


RL+Aminophiline 2 amp 14 tetes per menit (tpm), dan
ekstremitas bagian kanan bias digerakkan, tidak ada luka maupun
edema. Pada ekstremitas bawah tidak ada oedem, tidak ada
gangguan gerak hanya saja terlihat lemas

3) Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium:
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Elektrolit
SE
Natrium 138 135-145
Kalium 3,6 3,5-5,0
Clorida 110 90-108
Faal Ginjal
Ureum
BUN 35 10-50
Kreatin 1.0 0,6-1,3
Darah Lengkap
Hemoglobin 12,7 L:14-18 P:12-16
Leukosit 8,9 3,5-10,0
LED 14 L:0-10 P:0-20
Eritrosit 5.10 3,8-5,80
PCV 38,8 L:40-54 P:35-47
Trombosit 350 L:139-400 P:150-420
Diff(Neu,Limfo,Mono 83/12/5/1/1 50-70/20-40/3-12/0-1
,
Eosinofil,Basofil) 76 80-97
MCV 24,9 26,5-33,5
MCH 32,8 31,5-35,0
MCHC

b. Radiologi : Belum ada bacaan


c. EKG: Sinus Rhytm
4) Program terapi
a. Infus Ringer Laktat 14 Tpm drip aminophilin 2 ampul
b. Injeksi Ranitidin 1 amp.
c. Injeksi Metil prednisolone 125 mg.
d. Injeksi Cepraz 1 gram
e. Oksigen 5 liter per menit
f. Nebulizer : Combivent 1 amp dan cairan NaCl 2 cc
II. ANALISA DATA
No Data Fokus Masalah Etiologi
1. DS: Ketidakefektifan Peningkatan
Pasien mengatakan sesak nafas dan bersihan jalan nafas produksi mukus
batuk berdahak
DO:
1. Pasien tampak sesak
2. Respirasi 32 x/menit
3. Pernafasan cuping hidung
4. Suara nafas whezzing + Ronchi
5. Terpasang O2 Nassal 5 Lpm
6. Retraksi dinding dada
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan produksi mucus

IV. RENCANA KEPERAWATAN


No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan 1. Respiratory status : Airway Management
bersihan jalan Airway patency a. Auskultasi suara nafas, catat
nafas b.d a. RR stabil adanya suara tambahan
peningkatan b. Irama nafas kembali b. Posisikan pasien semi fowler
produksi mucus normal untuk memaksimalkan ventilasi
c. Jalan nafas seperti c. Lakukan fisioterapi dada jika
tercekik tidak ada perlu
2. Respiratory status :
d. Ajarkan batuk efektif
Ventilation
e. Berikan bronkodilator bila perlu
a. Bernafas melalui
f. Anjurkan minum air hangat
hidung
b. Suara nafas
Terapi Oksigen
tambahan tidak ada
a. Pertahankan jalan nafas yang
paten
b. Berikan oksigen nasal atau
masker
c. Monitor aliran oksigen
d. Pertahankan posisi pasien semi
fowler

Vital sign Monitoring


a. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
b. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
b. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
c. Monitor suara paru
d. Monitor pola pernapasan
abnormal
e. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
f. Monitor sianosis perifer
g. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)

V. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


No.dx Tgl/Waktu Implementasi Evaluasi TTD
1 13 April 2021 a. Memberikan S:
Jam 23:00. oksigen nasal 5 Pasien mengatakan sesak
Lpm nafas berkurang

b. memposisikan O:

pasien fowler 1. Klien Kooperaktif


2. Whezzing masih ada
untuk
3. Pasien terpasang
memaksimalkan
infus Rl 14 Tpm drip
ventilasi
aminophilin 2 ampul
c. Mengauskultasi
4. Terpasang O2 Nassal
suara nafas 5 Lpm
whezzing +ronchi A:
d. Monitoring vital Masalah bersihan jalan nafas
sign teratasi sebagian

Td : 140/90 mmHg P:

Suhu : 35,8 C Lanjutkan intervensi


Airway Management
Nadi : 97 x/menit
Therapi Oksigen
RR : 32 x/menit
Monitoring Vital Sign
e. Memasang Infus
Ringer lalktat 14
Tpm Drip
Aminophilin 2
ampul
f. Memberikan
nebulizer
combiven + 2 cc
Nacl 0,9 %
g. Mengeluarkan
sekret dengan cara
pasien disuruh
batuk

Anda mungkin juga menyukai