Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN PADA PASIEN


DENGAN KERACUNAN

OLEH

RITA ERLINDA
NIM : 2102013

INSTITUT KESEHATAN SUMATRA UTARA

PROGRAM STUDI PENDIDKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN INSTITUT KESEHATAN
SUMATERA UTARA
2022

1
KATA PENGANTAR

Segala puji kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat-


Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan Kegawat Daruratan pada pasien dengan Keracunann”.
Pembuatan laporan ini disusun berdasarkan hasil dari praktek belajar
komprehensif, yang dibuat sebagai salah satu tugas KMB I .
Penyusunan laporan kasus ini masih belum sempurna, sebagai penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan
laporan kasus selanjutnya, sehingga dapat bermanfaat bagi yang membaca
dan memberikan informasi kepada semua pihak.

Medan , Desember 2022


Penulis

Rita Erlinda

2
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................. 3
1.3. Tujuan.................................................................................... 4
1.4. Manfaat ................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Definisi ................................................................................. 5
2.2. Etiologi ................................................................................. 5
2.3. Manifestasi Klinis................................................................. 9
2.4. Partofisiologi......................................................................... 9
2.5. Patway................................................................................... 12
2.6. Pemeriksaan penunjang........................................................ 13
2.7. Penatalaksanaan.................................................................... 13

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


3.1. Asuhan Keperawatan Teorri................................................. 21
3.2. Asuhan Keperawatan Kasus................................................ 30

BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan.......................................................................... 34
4.2. Saran..................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 35

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana


seseorang membutuhkan pertolongan segera, karena apabila tidak mendapatkan
pertolongan dengan segera maka dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan
kecacatan permanen. Keadaan gawat darurat yang sering terjadi di masyarakat
antara lain, keadaan seseorang yang mengalami henti napas, henti jantung,
tidak sadarkan diri, kecelakaan, cedera misalnya patah tulang, kasus stroke,
kejang, keracunan, dan korban bencana. Unsur penyebab kejadian gawat
darurat antara lain karena terjadinya kecelakaan lalu lintas, penyakit, kebakaran
maupun bencana alam. Kasus gawat darurat karena kecelakaan lalu lintas
merupakan penyebab kematian utama di daerah perkotaan (Media Aeculapius,
2007).
Menurut American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto
(2007), keadaan gawat darurat adalah suatu kondisi dimana berdasarkan respon
dari pasien, keluarga pasien, atau siapa pun yang berpendapat pentingnya
membawa pasien ke rumah sakit untuk diberi perhatian/tindakan medis dengan
segera. Kondisi yang demikian berlanjut hingga adanya keputusan yang dibuat
oleh pelayanan kesehatan yang profesional bahwa pasien berada dalam kondisi
yang baik dan tidak dalam kondisi mengancam jiwa. Penderita gawat darurat
adalah penderita yang oleh karena suatu penyebab (penyakit, trauma,
kecelakaan, tindakan anestesi) yang bila tidak segera ditolong akan mengalami
cacat, kehilangan organ tubuh atau meninggal (Sudjito, 2007).
Salah satu kejadian gawat darurat yang juga mengancam nyawa manusia
adalah keracunan makanan. Keracunan makanan adalah penyakit yang
disebabkan karena makan makanan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme
atau bahan kimia, atau makanan yang memang mengandung racun. Makanan
dapat terkontaminasi oleh bahan kimia seperti timah atau seng yang

2
menyebabkan keracunan makanan. Beberapa jenis jamur dan ikan tertentu juga
beracun jika dimakan. Kasus yang sering muncul adalah keracunan makanan
yang disebabkan oleh mikroorganisme, seperti bakteri, jamur, virus, dan
parasit.
Keracunan merupakan salah satu kejadian darurat yang sering terjadi
baik di negara maju maupun negara berkembang. Hingga saat ini, tingkat
keracunan pangan yang terjadi di Indonesia masih cukup tinggi. Dan dari
seluruh kasus tersebut, sebagian besar ternyata terjadi di rumah.
Data The Centers for Disease Control and Prevention tahun 2010
menunjukkan, 48 juta orang di Amerika keracunan makanan, 128.000 dirawat
di rumah sakit, dan 3.000 orang meninggal tiap tahunnya akibat kandungan
berbahaya dalam makanan yang mereka konsumsi. Menurut Badan POM
dalam Dadi (2011), angka kejadian keracunan makanan, sebagai salah satu
manifestasi Penyakit Bawaan Makanan (PBM) dapat menjadi indikator situasi
keamanan pangan di Indonesia. Badan kesehatan dunia WHO memperkirakan
bahwa rasio antara kejadian keracunan yang dilaporkan dengan kejadian yang
terjadi sesungguhnya di masyarakat adalah 1:10 untuk negara maju dan 1: 25
untuk negara berkembang.
Di tahun 2011 insiden keracunan makanan terjadi dan terlaporkan di
Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
ada 1.800 lebih, membuat lebih dari 7.000 orang dirawat di rumah sakit dan 11
meninggal dunia. Data nasional yang dirangkum Badan POM juga menjelaskan
bahwa industri jasa boga dan produk makanan rumah tangga memberikan
kontribusi yang paling besar (31%) dibandingkan dengan pangan olahan
(20%), jajanan (13%), dan lain-lain (5%) (Lestari, 2009).
Beberapa agen penyebab keracunan makanan sudah ada dalam makanan
pada saat ternak akan disembelih atau tanaman akan dipanen. Beberapa
mikroorganisme ada yang bisa menyebabkan makanan basi tetapi tidak
berbahaya. Namun, bakteri-bakteri tertentu yang berkembang biak dalam
makanan bisa menghasilkan racun penyebab penyakit. Bakteri Staphylococcus
menghasilkan racun yang bisa menyebabkan muntah dan diare beberapa jam

3
setelah makanan yang terkontaminasi dikonsumsi. Bakteri Clostridium
botulinum menyebabkan masalah yang jauh lebih serius bahkan seringkali
fatal, yakni jenis keracunan makanan yang disebut botulisme.
Penyakit yang disebabkan keracunan makanan biasanya singkat dan
ringan serta tidak menyebabkan kerusakan permanen pada orang sehat. Orang
tua, anak-anak, wanita hamil, dan orang dewasa yang sistem kekebalan
tubuhnya melemah karena penyakit atau obat-obatan paling rentan terhadap
keracunan makanan. Gejala keracunan dapat terjadi beberapa saat setelah
konsumsi makanan yang terkontaminasi. Tetapi pada beberapa kasus, gejala
baru timbul beberapa hari setelahnya. Gejala muntah dan diare yang berat akan
menyebabkan tubuh kekurangan cairan dan elektrolit, dan hal ini merupakan
ancaman serius bagi jiwa penderita, terutama jika tidak dilakukan penanganan
segera. Penyakit bawaan makanan sering dipandang sebagai penyakit yang
ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya. Meskipun terkadang memang
benar, pada banyak kasus dampak kesehatan yang terjadi justru serius dan
bahkan dapat mengakibatkan kematian. Persepsi yang salah ini sebagian terjadi
karena kurangnya perhatian yang diberikan terhadap masalah tersebut.
Dampak kesehatan akibat penyakit bawaan makanan bervariasi menurut
patogen penyebabnya, tahapan dan lamanya pengobatan, juga dengan usia dan
faktor lain yang berkaitan dengan daya tahan dan kerentanan seseorang. Pada
kebanyakan kasus, pasien dengan fungsi kekebalan yang baik akan sembuh
dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Namun, pada kasus lain,
khususnya di kalangan kelompok masyarakat yang rentan (misalnya: lansia,
bayi, anak kecil, ibu hamil dan orang yang mengalami malnutrisi serta
gangguan kekebalan), beberapa penyakit bawaan makanan dapat berakibat
fatal terutama jika tidak tersedia pengobatan yang memadai.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana patofisiologi terjadinya keracunan makanan dan langkah
pengkajian survei primer dan sekunder dalam penatalaksanaan
kegawatdaruratan pasien dengan keracunan makanan dan bahan makanan?

4
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa/ (i) dapat menerapkan dan mengembangkan pola pikir
secara ilmiah terkait penanganan gawat darurat pasien dengan keracunan
makanan dan bahan makanan serta mendapatkan pengalaman dalam
memecahkan masalah.
1.3.2 Tujuan Khusus
Agar mahasiswa/ (i) mampu mengetahui dan memahami tentang:
1) Pathway keracunan makanan dan bahan makanan.
2) Pengkajian survei primer dan sekunder pada klien dengan keracunan
makanan dan bahan makanan.
3) Manajemen penatalaksanaan gawat darurat pada klien dengan
keracunan makanan dan bahan makanan.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Penulis
Diharapkan agar penulis mempunyai tambahan wawasan dan
pengetahuan dalam melaksanakan asuhan keperawatan terkait
penanganan kegawat daruratan pasien dengan keracunan makanan dan
bahan makanan.
1.4.2 Bagi Institusi Pelayanan
Menjadi acuan dalam melaksanakan proses keperawatan dalam
terkait penanganan kegawat daruratan pasien dengan keracunan makanan
dan bahan makanan.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan keperawatan dan sebagai masukan dalam peningkatan proses
keperawatan terkait penanganan kegawat daruratan pasien dengan
keracunan makanan dan bahan makanan.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Racun adalah suatu zat yang memiliki kemampuan untuk merusak sel dan
sebagian fungsi tubuh secara tidak normal (Arisman, 2009). Junaidi (2011)
menyatakan racun adalah suatu zat atau makanan yang menyebabkan efek
bahaya bagi tubuh.
Keracunan makanan adalah suatu penyakit yang terjadi setelah menyantap
makanan yang mengandung racun, berasal dari bahan beracun yang terbentuk
akibat pembusukan makanan dan bakteri (Arisman, 2009). Junaidi (2011)
menyatakan keadaan darurat yang diakibatkan masuknya suatu zat atau makanan
ke dalam tubuh melalui mulut yang mengakibatkan bahaya bagi tubuh disebut
sebagai keracunan makanan.
Perez dan Luke’s (2014) menyatakan keracunan makanan adalah
keracunan yang terjadi akibat menelan makanan atau air yang mengandung
bakteri, parasit, virus, jamur atau yang telah terkontaminasi racun.

2.2 Etiologi
Penyebab keracunan makanan adalah kuman Clostridium botulinum yang
hidup dengan kedap udara (anaerobik), yaitu di tempat-tempat yang tidak ada
udaranya (Junaidi, 2011). Keracunan makanan dapat disebabkan oleh
pencemaran bahan-bahan kimia beracun, kontaminasi zat-zat kimia, mikroba,
bakteri, virus dan jamur yang masuk ke dalam tubuh manusia (Suarjana, 2013).
Di Indonesia ada beberapa jenis makanan yang sering mengakibatkan
keracunan, antara lain:
1) Keracunan botolinum
Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara anaerobik,
yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya. Kuman ini mampu
melindungi dirinya dari suhu yang agak tinggi dengan jalan membentuk

6
spora. Karena cara hidupnya yang demikian itu, kuman ini banyak dijumpai
pada makanan kaleng yang diolah secara kurang sempurna.
Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36 jam
sesudah memakan makanan yang tercemar. Gejala itu berupa lemah badan
yang kemudian disusul dengan penglihatan yang kabur dan ganda.
Kelumpuhan saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan saraf-saraf otak
lainnya, sehingga penderita mengalami kesulitan berbicara dan susah
menelan. Pengobatan hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan
penyuntikan serum antitoksin yang khas untuk botulinum. Oleh karena itu
dalam hal ini yang penting ialah pencegahan.
Pencegahan: sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan
kemudian direbus bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih.
2) Keracunan bongkrek
Bongkrek ialah sejenis tempe yang dalam proses pembuatannya di
campur dengan ampas kelapa dan kacang tanah. Tempe ini seringkali
menyebabkan keracunan karena terkontaminasi oleh bakteri Burkholderia
galdioli yang menghasilkan racun berupa asam bongkrek dan toxoflavin,
serta memusnahkan jamur Rhizopus karena efek antibiotik dari asam
bongkrek.
Gejala timbul setelah 12-48 jam. Biasanya sekaligus beberapa anggota
suatu keluarga terkena. Kematian bisa timbul dari 1-8 hari. Gejala
intoksikasi yaitu: mual, pusing, diplopia, anorexia, merasa lemah, ptosis,
strabismus, kesukaran bernafas, menelan atau berbicara.
3) Keracunan jamur
Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam sesudah
makan jamur yang beracun (Amanita spp). Gejala tersebut berupa sakit
perut yang hebat, muntah, mencret, haus, berkeringat banyak, kekacauan
mental, pingsan.
4) Keracunan jengkol
Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal asam jengkol
dalam saluran kencing. Ada beberapa hal yang diduga mempengaruhi

7
timbulnya keracunan, yaitu: jumlah yang dimakan, cara penghidangan dan
makanan penyerta lainnya.
Gejala klinisnya seperti: sakit pinggang yang disertai dengan sakit
perut, nyeri sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkol yang
berwarna putih nampak keluar bersama air kencing, kadang-kadang disertai
darah.
5) Keracunan ikan laut
Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan. Diduga racun
tersebut terbawa dari ganggang yang dimakan oleh ikan itu. Sejauh
keracunan makanan dari ikan yang bersangkutan, mikroba penyebab
penyakit atau racun itu yang masuk ke dalam tubuh setelah mengkonsumsi
ikan mentah atau dimasak. Hal ini juga bisa terjadi karena polusi kimia
dalam air, dimana mengontaminasi ikan yang tertangkap untuk dijual di
pasar. Gejala-gejala keracunan berbagai binatang laut tersebut muncul kira-
kira 20 menit sesudah memakannya. Gejala itu berupa: mual, muntah,
kesemutan di sekitar mulut, lemah badan dan susah bernafas.
6) Keracunan singkong
Zat beracun dalam singkong adalah asam sianida. Zat ini mengganggu
oksidasi jaringan karena mengikat enzim sitokrom oksidase. Beberapa jam
setelah makan singkong timbul muntah, pusing, lemah, kesadaran menurun
sampai koma, dispneu, sianosis dan kejang.
7) Lain-lain
Penyebab utama makanan terkontaminasi adalah bakteri, virus, atau
parasit. Di bawah ini adalah kontaminasi makanan yang disebabkan oleh
bakteri:
a) Campylobacter. Bakteri jenis ini biasa ditemukan di daging mentah atau
kurang matang, pada susu dan air yang tidak diolah dengan benar. Masa
inkubasi yang disebabkan oleh bakteri ini antara 2-5 hari. Gejala akan
bertahan kurang dari 7 hari.
b) Salmonella. Bakteri ini sering ditemukan di dalam daging mentah atau
daging kurang matang, telur, susu, dan produk olahan susu lainnya.

8
Masa inkubasi akibat salmonella adalah 12-72 jam. Gejala berlangsung
selama 4-7 hari.
c) Escherichia coli (E. coli). Kasus infeksi bakteri ini paling sering
ditemukan setelah mengonsumsi daging yang kurang matang, seperti
pada daging cincang, dan bakso. Bisa juga ditemukan pada susu yang
tidak dipasteurisasi. Masa inkubasi adalah 1 hari hingga seminggu.
Gejala bertahan selama beberapa hari hingga beberapa minggu.
d) Listeria. Bakteri ini ditemukan dalam makanan siap saji, misalnya roti
isi dalam kemasan, irisan daging, dan keju. Khususnya bagi wanita
hamil harus berhati-hati dengan infeksi akibat bakteri ini karena
berisiko menyebabkan keguguran dan komplikasi kehamilan serius
lainnya. Masa inkubasi mulai dari beberapa hari hingga beberapa
minggu. Gejalanya akan selesai dalam waktu tiga hari.
e) Shigella. Bakteri ini bisa muncul pada makanan apa pun yang dicuci
dengan air yang terkontaminasi. Gejalanya biasanya muncul tujuh hari
setelah bakteri masuk ke dalam tubuh dan bertahan sekitar satu minggu.
Bakteri ini menyebabkan disentri.
Berikut adalah kontaminasi makanan yang disebabkan oleh parasit,
yaitu:
a) Amoebiasis. Infeksi parasit sel tunggal bernama Entamoeba histolytica
bisa menyebabkan terjadinya disentri.
b) Giardiasis. Infeksi yang disebabkan oleh parasit bernama Giardia
intestinalis.
c) Cryptosporidiosis. Infeksi parasit yang disebabkan oleh
Cryptosporidium.
d) Parasit yang mengakibatkan keracunan makanan umumnya akan
menimbulkan gejala dalam sepuluh hari setelah Anda mengonsumsi
makanan yang sudah terkontaminasi. Jika tidak segera ditangani, gejala
bisa bertahan hingga berbulan-bulan.
Berikut adalah kontaminasi makan yang disebabkan oleh virus, yaitu:

9
a) Norovirus. Virus ini menyebabkan muntah-muntah dan diare. Infeksi
ini menyebar dengan mudah melalui makanan atau air yang
terkontaminasi, dan terutama melalui tiram mentah. Masa inkubasi
adalah 1-2 hari dan gejala akan hilang dalam dua hari.
b) Rotavirus. Virus ini menjadi penyebab kontaminasi makanan yang
umumnya menimpa anak-anak. Gejalanya muncul satu minggu setelah
mengonsumsi makanan terkontaminasi dan bertahan antara sekitar 6
hari.

2.3 Manifestasi Klinis


Akibat keracunan makanan bisa menimbulkan gejala pada sistem saraf dan
saluran cerna. Suarjana (2013) menyatakan tanda gejala yang biasa terjadi pada
saluran cerna adalah sakit perut, mual, muntah, bahkan dapat menyebabkan
diare. Tanda gejala yang biasa terjadi pada sistem saraf adalah adanya rasa
lemah, kesemutan (parastesi), dan kelumpuhan (paralisis) otot pernafasan
(Arisman, 2009).

2.4 Patofisiologi
Makanan yang kita konsumsi dalam keseharian bermacam-macam, baik
ragam jenis makanan itu. Makanan yang sehat dapat dikatakan makanan yang
layak untuk tubuh dan tidak menyebabkan sakit, baik seketika maupun
mendatang. Dalam mengkonsumsi makanan perlu diperhatikan tentang
kebersihan makanan, kesehatan, serta zat gizi yang terkandung di dalam
makanan tersebut. Hendaknya kita harus pandai dalam memilih makanan yang
akan dkonsumsi supaya makanan tersebut bebas dari zat-zat yang dapat
memasuki tubuh seperti toksik atau racun.
Makanan yang telah terkontaminasi toksik atau zat racun sampai di
lambung akan mengadakan perlawanan diri terhadap benda atau zat asing yang
masuk ke dalam lambung dengan gejala mual, lalu lambung akan berusaha
membuang zat tersebut dengan cara memuntahkannya. Karena seringnya muntah
maka tubuh akan mengalami dehidrasi akibat banyaknya cairan tubuh yang

10
keluar bersama dengan muntahan. Karena dehodrasi yang tinggi maka lama
kelamaan akan lemas dan banyak mengeluarkan keringat dingin.
Banyaknya cairan yang keluar, terjadinya dehidrasi keluarnya keringat
dingin akan merangsang kelenjar hipofisis anterior untuk mempertahankan
homeostatis tubuh dengan terjadinya rasa haus. Apabila rasa haus tidak segera
diatasi maka dehidrasi berat tidak dapat dihindari, bahkan dapat menyebabkan
pingsan sampai kematian.

11
2.5 Pathway

Makanan terkontaminasi yang mengandung Botolinum, Masuk ke saluran cerna


jamur, jengkol, ikan laut, tempe, singkong dll

Masuk ke pembuluh darah Masuk ke usus halus Masuk ke lambung

Iritasi pada lambung


Sel saraf terganggu
Diekskresikan oleh ginjal

Asam lambung meningkat


Tidak terjadi pelepasan
asetilkolin
Kristal asam kolat menumpuk di
dalam tubulus ginjal, ureter dan
Mual
uretra

Otot tidak dapat


berkontraksi Muntah

Obstruksi saluran kemih

Defisit volume cairan


Kelumpuhan otot

Gagal Ginjal Akut Infeksi usus

Hambatan mobilitas fisik Diare


Gangguan fungsi saraf

Disfungsi saraf Pandangan kabur Fotopobia Kerusakan otak

Kematian
Kaku sendi Sulit menelan
Gangguan bicara

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh

12
Gangguan saraf otonom

Kelemahan otot, kram, Nyeri kepala dan Pusat pernafasan


opistototnus otot

Nafas cepat dan


Gangguan pergerakan Nyeri akut dangkal

Pola nafas tidak


efektif
Intoleransi aktivitas

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang bermanfaat dalam diagnosis toksikologi
adalah sebagai berikut:
1) Pemeriksaan Laboratorium: Pada pemeriksaan laboratorium biasanya
dilakukan tes darah, tes urin, tes kondisi tinja, dan pemeriksaan parasit. Tes-
tes ini bertujuan untuk mengetahui jenis organisme penyebab terjadinya
keracunan. Pemeriksaan laboratorium sederhana dapat dilakukan di layanan
kesehatan primer yang memiliki fasilitas, misalnya: pemeriksaan
mikroskopis feses untuk keberadaan telur cacing dan parasit; pewarnaan
Gram, KOH dan metilenblue Loeffler untuk membantu membedakan antara
penyakit invasif dan non-invasif (PMK No. 5 Tahun 2014).
2) Gas Darah Arteri: Hipoventilasi akan menyebabkan peningkatan PCO2
(hiperkapnia). PO2 dapat rendah dengan aspirasi pneumonia atau obat-obat
yang menginduksi edema paru. Oksigenisasi jaringan . yang kurang akibat
hipoksia, hipotensi. Atau keracunan sianida akan menghasilkan asidosis
metabolik. PO2 hanya mengukur oksigen yang larut dalam plasma dan
bukan merupakan total oksigen dalam darah. karena itu pada keracunan

13
karbon monoksida mungkin PO2 tampak normal meskipun ada defisiensi
oksihemoelobin yang nyata dalam darah.
3) Uji Fungsi Ginjal: Beberapa toksin mempunyai efek nefrotoksik; dalam
kasus lain, gagal ginjal merupakan akibat syok, koagulasi intravaskular yang
menyebar (disseminated irrtravascular coagulation, DTC), atau
mioglohinuria. Tingkat kadar nitrogen urea darah dan kreatinin harus diukur
dan dilakukan urinalisis.
4) Osmolalitas Serum: Perhitungan osmolalitas serum terutama bergantung
pada natrium serum, glukosa serum serta nitrogen urea darah.
5) Elektrokardiogram: Pelebaran lama kompleks QRS yang lebih besar dari
0,1 detik adalah khas untuk takar lajak antidepresan trisiktik dan kuinidin.
6) CT-Scan: fotopolos abdomen mungkin berguna, karena beberapa tablet,
khususnya besi dan kalium, dapat berbentuk radiopaque. Foto toraks dapat
menunjukkan pneumonia aspirasi, pneumonia hidrokarbon, atau edema
paru. Bila dicurigai adanya trauma kapitis, dianjurkan untuk pemeriksaan
CT-scan.

2.7 Penatalaksanaan
Pertolongan pertama keracunan makanan yang dapat dilakukan adalah
dengan mengupayakan penderita untuk memuntahkan makanan yang telah
dikonsumsi penderita. Cara yang bisa dilakukan untuk merangsang muntahan
adalah dengan memberikan minuman susu. Selain itu, cara yang bisa dilakukan
adalah dengan meminum segelas air yang telah dicampur dengan satu sendok teh
garam dan berikan minuman teh pekat (Junaidi, 2011).
Menurut Noriko (2013) tanaman teh memiliki potensi sebagai antibakteria
karena mengandung bioaktif yaitu senyawa tanin. Tanin adalah senyawa fenolik
yang terkandung dalam berbagai jenis tumbuhan hijau dengan kadar yang
berbeda-beda. Manfaat tanin selain antibakteria adalah sebagai antiseptik dan
mempunyai sifat sebagai agent pengkelat logam karena adanya pengaruh
fenolik. Pengaruh fenolik bisa memberikan antioksidan bagi tubuh.

14
Hardisman (2014) menyatakan pertolongan pertama keracunan makanan
adalah dengan minum air putih yang banyak, pemberian larutan air yang telah
dicampur dengan garam. Pertolongan pertama yang bisa dilakukan adalah
dengan mengganti cairan dan elektrolit yang hilang akibat muntah atau diare.
Menghindari terjadinya dehidrasi pada korban segera berikan air minum dan
larutan elektrolit yang banyak untuk korban (Sentra informasi keracunan
nasional & Badan pemeriksaan Makanan dan obat SIKERNAS & BPOM, 2012).
Menurut Bahri, Sigit, dkk. (2012) cairan elektrolit dapat diperoleh dari air
kelapa. Air kelapa murni tanpa tambahan gula sedikit menginduksi urinisasi,
sedangkan air kelapa yang ditambah dengan gula banyak menginduksi urinisasi.
Penyebab banyaknya menginduksi urinisasi adalah karena konsentrasi gula yang
tinggi, sehingga absobsi air menjadi lambat dan urinisasi meningkat.
Penatalaksanaan umum kedaruratan keracunan antara lain:
1) Penatalaksanaan Kegawatan
Walaupun tidak dijumpai adanya kegawatan, setiap kasus keracunan
harus diperlakukan seperti keadaan kegawatan yang mengancam nyawa.
Penilaian terhadap tanda-tanda vital seperti jalan napas, sirkulasi, dan
penurunan kesadaran harus dilakukan secara cepat.
2) Resusitasi
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan, periksa pernafasan
dan nadi. Berikan cairan intravena, oksigen, hisap lendir dalam saluran
pernafasan, hindari obat-obatan depresan saluran nafas, kalau perlu
respirator pada kegagalan nafas berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut
ke mulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong.
Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau
menggunakan alat bag – valve – mask.
3) Pemberian cairan intravena untuk pasien penurunan kesadaran
Penderita keracunan makanan yang parah dan mengalami dehidrasi
harus mendapatkan perawatan lanjutan. Dokter biasanya akan memberikan
cairan melalui intravena atau infus. Cairan ini bisa menggantikan cairan
tubuh yang hilang serta menjaga agar tubuh tidak terlalu lemah. Jika dokter

15
memberikan obat-obatan maka bisa dilakukan secara langsung lewat cairan
infus.
4) Pemberian norit/zat karbon aktif
Menurut para ahli makanan dan dokter, pertolongan pertama yang bisa
kita lakukan adalah dengan memberikan karbon aktif atau arang aktif ke
korban. Di pasaran, ada arang aktif yang dijual. Salah satu yang terkenal
norit.
Tablet berwarna hitam ini punya sifat arang aktif yang mampu
menyerap apapun yang ada di sekitarnya, termasuk racun. Semakin banyak
yang dimakan, semakin banyak racun yang diserap. Hanya saja, norit cuma
menyerap racun yang masih di saluran pencernaan dan belum ikut beredar
dalam darah.
Meskipun norit mampu menyerap banyak racun, norit nyatanya juga
menyerap zat gizi dan vitamin yang terdapat pada makanan. Oleh karena itu,
saat menenggak norit, korban juga harus terus diberikan minum air putih
untuk menggantikan zat yang ikut terserap norit.
AC diberikan dalam dosis 50 gram pada orang dewasa dan 1 g/kg
(maksimal 50 gram) pada anak-anak.
Kontraindikasi pemberian norit adalah sebagai berikut:
a) Wanita yang merencanakan kehamilan, wanita hamil, wanita menyusui,
anak-anak, serta lansia dianjurkan untuk berkonsultasi kepada dokter
sebelum mengonsumsi jenis obat ini.
b) Penderita yang mengalami pendarahan, penyumbatan, atau memiliki
lubang pada sistem pencernaan.
c) Penderita yang sedang mengalami dehidrasi.
d) Penderita yang baru melalui prosedur operasi.
e) Penderita yang sedang berada pada kondisi tidak sadar atau penurunan
kesadaran.
f) Penderita dengan proses pencernaan yang lambat.
g) Penderita yang sedang mengonsumsi obat-obatan lain di saat yang
bersamaan.

16
h) Penderita yang memiliki alergi terhadap jenis obat-obatan ini atau pada
pengawet dan pewarna makanan serta hewan.
Bila norit tak tersedia, kita bisa menggantikannya dengan susu. Susu
memiliki kelebihan mengikat racun yang ada dalam tubuh agar tak beredar
dalam tubuh. Susu juga bisa merangsang muntah sehingga makanan beracun
bisa ikut keluar.
5) Kumbah Lambung
Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang
kesadarannya menurun, atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil
paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah
keracunan. Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah
lambung sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa
endotrakeal berbalon untuk mencegah aspirasi pneumonia.
6) Pemberian antidot/penawar
Tidak semua racun ada penawarnya sehingga prinsip utama adalah
mengatasi keadaan sesuai dengan masalah. Atropin sulfat (SA) bekerja
dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat penumpukan.
a) Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg.
b) Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menit sampai timbul
gejala-gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi,
midriasis, febris dan psikosis).
c) Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya
setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d) Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian
yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru
dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.
7) Pemberian antibiotik
Untuk beberapa kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh
bakteri maka perlu dibantu dengan obat antibiotik. Obat ini harus diberikan
oleh dokter yang merawat. Biasanya penderita yang terlihat parah seperti
diare dan muntah akut harus menerima obat antibiotik ini. Selain itu

17
penderita juga harus mendapatkan cairan pengganti lewat infus. Beberapa
jenis obat harus diberikan sesuai dengan penyebabnya, berikut beberapa
terapi yang sering diberikan oleh dokter:
a) Ciprofloxacin (Cipro)
b) Norfloksasin (Noroxin)
c) Trimetoprim / sulfametoksazol
d) Doxycycline
e) Rifaximin (Xifaxan, RedActiv, Flonorm)
8) Penilaian Klinis
Upaya yang paling penting adalah anamnese atau aloanamnesis yang
rinci. Beberapa pegangan anamnesis yang penting dalam upaya mengatasi
keracunan, ialah:
a) Kumpulkan informasi selengkapnya tentang seluruh obat yang
digunakan, termasuk yang sering dipakai
b) Kumpulkan informasi dari anggota keluarga, teman dan petugas tentang
obat yang digunakan.
c) Tanyakan dan simpan sisa obat dan muntahan yang masih ada untuk
pemeriksaan toksikologi
d) Tanyakan riwayat alergi obat atau syok anafilaktik
Pada pemeriksaan fisik diupayakan untuk menemukan tanda/kelainan fungsi
autonom yaitu pemeriksaan tekanan darah, nadi, ukuran pupil, keringat, air
liur, dan aktivitas peristaltik usus.
9) Terapi suportif, konsultasi, dan rehabilitasi
Terapi suportif, konsultasi dan rehabilitasi medik harus dilihat secara
holistik dan efektif dalam biaya.

Jangan berikan sirup ipecac atau melakukan apa saja untuk memancing
muntah. Kelompok ahli, termasuk American Association of Poison Control
Centers dan American Academy of Pediatrics, tidak lagi mendukung
penggunaan ipecac pada anak-anak atau orang dewasa yang telah menelan pil
atau zat berpotensi beracun lainnya. Tidak ada bukti baik yang membuktikan

18
efektivitas penggunaan sirup tersebut dan dampaknya seringkali lebih
berbahaya.
Penatalaksanaan keperawatan pasien keracunan meliputi:
a. Penatalaksanaan syok bila terjadi.
b. Pantaulah tanda vital secara berkala.
c. Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Bantu mendapatkan spesimen darah, urine, isi lambung dan muntah.
e. Pantau dan atasi komplikasi seperti hipotensi dan kejang.
f. Bila pasien merasa mual dan ingin muntah, anjurkan untuk memiringkan
kepalanya ke samping.
g. Kompres hangat pada perut. Hal ini akan meringankan kejang dan nyeri di
perut dan kecenderungan untuk muntah.

19
ALGORITMA KERACUNAN MAKANAN
Px dengan keracunan makanan akibat keracunan botolinum, bongkrek, jamur,
jengkol, singkong dan ikan laut.

Px datang dengan keluhan : Lakukan pengkajian SAMPLE (symptom, allergy,


Mual dan muntah- Sesak napas medication, past medical history, last meal, events
Diare- Nyeri perut leading to call)
Keram perut- Badan lemas
Penurunan kesadaran- Pusing
Pemeriksaan diagnostik: Laboratorium, analisa gas
Nyeri berkemih- Oliguria
darah, uji fungsi ginjal

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Brain Bone
Bowel
Pusing Kelemahan
Blood Mual, muntah
Breathing Kejang Bladder Akral dingin
TD menurun Diare
Sesak napas Penurunan Oliguria (pada pasien
CRT >2 detik Nyeri tekan
kesadaran dengan
abdomen
Nyeri kepala dehidrasi berat)

20
Oksigenasi Cek tanda-tanda Pasang kateter Pantau tanda-
Kaji status vital Anjurkan urin tanda vital
Anjurkan
pernapasan Periksa adanya pasien istirahat Pantau intake Cek CRT
kompres hangat
(frekuensi, gejala syok Kolaborasi dan output di perut
irama pemberian Kolaborasi
pernafasan, cairan pemberian
kedalaman kristaloid cairan kristaloid
pernafasan) Kolaborasi Kolaborasi
pemberian pemberian
analgetik dan antiemetik dan
anti konvulsan analgetik

Pemeriksaan laboratorium

Pasien dinyatakan keracunan makanan

Jamur, jengkol, makanan laut Singkong, bongkrek, botolinum

Observasi Kolaborasi pemberian Natrium tiosulfat


Lanjutkan penanganan simptomatik 10-30 ml IV
Kolaborasi pemberian antibiotik Kolaborasi pemberian anti dotum spesifik
Kolaborasi pemberian karbon aktif Perawatan Supportif
bolus IV 1-2,5 mg

21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Teori


A. Pengkajian
1. Survei Primer
Penatalaksanaan awal pasien koma, kejang, atau perubahan keadaan
mental lainnya harus mengikuti cara pendekatan yang sama tanpa
memandang jenis racun penyebab. Usaha untuk membuat diagnosis
toksikologi khusus hanya memperlambat penggunaan tindakan suportif
yang merupakan bentuk dasar “ABCD” pada pengobatan keracunan.
Pertama, saluran napas (A) harus dibersihkan dan muntah atau
beberapa gangguan lain dan, bila diperlukan, suatu alat yang mengalirkan
napas melalui oral atau dengan memasukkan pipa endotrakea. Pada
kebanyakan pasien, penempatan pada posisi sederhana dalam posisi
dekubitus lateral cukup untuk menggerakkan lidah yang kaku (flaccid)
keluar dan saluran napas. Pernapasan (B) yang adekuat harus diuji dengan
mengobservasi dan mengukur gas darah arteri. Pada pasien dengan
insufisiensi pernapasan harus dilakukan intubasi dan ventilasi mekanik.
Sirkulasi (C) yang cukup harus diuji dengan mengukur denyut nadi, tekanan
darah, urin yang keluar, dan evaluasi perfusi perifer. Alat untuk intravena
harus dipasang dan darah diambil untuk penentuan serum glukosa dan untuk
pemeriksaan rutin lainnya.
Pada waktu ini, setiap pasien dengan keadaan mental yang berubah
harus diberi larutan dekstrosa pekat (D). Orang dewasa diberikan larutan
dekstrosa sebanyak 25 g (50 mL larutan dekstrosa 50% secara intravena).
Dekstrosa ini harus diberikan secara rutin, karena pasien koma akibat
hipoglikemia yang dengan cepat dan ireversibel akan kehilangan sel-sel
otak. Pasien hipoglikemia mungkin tampak sebagai pasien keracunan, dan
tidak ada metode yang cepat dan dapat dipercaya untuk membedakannya
dan pasien keracunan. Pada umumnya pemberian glukosa tidak berbahaya

22
sementara menunggu hasil pemeriksaan gula darah. Pada waktu ini, pasien
alkoholik atau malnutrisi juga harus diberi 100 mg tiamin intramuskular
untuk mencegah timbulnya sindrom Wernicke.
Antagonis narkotik nalokson (Narcan) dapat diberikan dengan dosis
0,4-2 mg intravena. Nalokson akan memulihkan pernapasan dan depresi
sistem saraf pusat akibat semua jenis obat narkotika. Ada manfaatnya untuk
mengingat bahwa obat-obat ini menimbulkan kematian terutama akibat
depresi pernapasan; karena itu, bila bantuan pernapasan dan pembebasan
saluran pernapasan telah diberikan, nalokson mungkin tidak diperlukan lagi.
Antagonis benzodiazepin flumazenil bermanfaat pada pasien dengan
kecurigaan takar lajak benzodiazepin, tetapi tidak boleh digunakan bila
terdapat riwayat kejang atau takar lajak antidepresan trisiklik, dan obat ini
tidak boleh digunakan sebagai pengganti penatalaksanaan saluran napas
secara hati-hati.
Penatalaksanaan keracunan memerlukan suatu pengetahuan tentang
bagaimana mengobati hipoventilasi, koma, syok, kejang, dan psikosis.
Pertimbangan toksikokinetik yang mendetil titik banyak artinya bila fungsi-
fungsi vital tidak dipertahankan. Hipoventilasi dan koma memerlukan
perhatian khusus pada penatalaksanaan saluran napas. Gas darah arteri harus
sering diperiksa, dan aspirasi isi lambung harus dicegah. Penatalaksanaan
cairan dan elektrolit mungkin kompleks. Monitoring berat badan, tekanan
vena sentral, tekanan yang mendesak kapiler paru, dan gas darah arteri
diperlukan untuk memastikan pemberian cairan mencukupi tetapi tidak
berlebihan. Dengan tindakan suportif yang tepat untuk koma, syok, kejang,
dan agitasi, umumnya memberikan harapan hidup bagi pasien keracunan.

2. Survei Sekunder

Setelah dilakukan intervensi awal yang esensial, dapat dimulai


evaluasi yang terinci untuk membuat diagnosis spesifik. Hal ini meliputi
pengumpulan riwayat yang ada dan melakukan pemeriksaan fisik singkat

23
yang berorientasi pada toksikologi. Penyebab koma lainnya atau kejang
seperti trauma pada kepala, meningitis, atau kelainan metabolisme harus
dicari dan diobati.
a. Riwayat: Pernyataan dengan mulut tentang jumlah dan jenis obat yang
ditelan dalam kedaruratan toksik mungkin tidak dapat dipercayai.
Bahkan anggota keluarga, polisi, dan pemadam kebakaran atau personil
paramedis harus ditanyai tintuk menggambarkan lingkungan di mana
kedaruratan toksik ditemukan dan semua alat suntik, botol-botol
kosong, produk rumah tangga, atau obat-obat bebas di sekitar pasien
yang kemungkinan dapat meracuni pasien harus dibawa ke ruang gawat
darurat.
b. Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan yang cepat harus dilakukan dengan
penekanan pada daerah yang paling mungkin memberikan petunjuk ke
arah diagnosis toksikologi. Hal ini termasuk tanda-tanda vital, mata dan
mulut, kulit, abdomen, dan sistem saraf.
1) Tanda-tanda vital. Evaluasi dengan teliti tanda-tanda vital (tekanan
darah, denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh) merupakan hal
yang esensial dalam kedaruratan toksikologi. Hipertensi dan
takikardia adalah khas pada obat-obat amfetamin, kokain,
fensiklidin, nikotin, dan antimuskarinik. Hipotensi dan bradikardia,
merupakan gambaran karakteristik dan takar lajak narkotika,
kionidin, sedatif-hipnotik dan beta bloker. Takikardia dan hipotensi
sering terjadi dengan antidepresan trisiklik, fenotiazin, dan teofihin.
Pernapasan yang cepat adalah khas pada amfetamin dan
simpatomimetik lainnya, salisilat, karbon monoksida dan toksin
lain yang menghasilkan asidosis metabolik. Hipertermia dapat
disebabkan karena obat-obat simpatomimetik, antimuskarinik.
salisilat dan obat-obat yang menimbulkan kejang atau kekakuan
otot. Hipotermia dapat disebabkan oleh takar lajak yang berat
dengan obat narkotik, fenotiazin, dan obat sedatif, terutama jika

24
disertai dengan pemaparan pada lingkungan yang dingin atau infus
intravena pada suhu kamar.
2) Mata. Mata merupakan sumber informasi toksikologi yang
berharga. Konstriksi pupil (miosis) adalah khas utituk keracunan
narkotika, klonidin, fenotiazin, insektisida organofosfat dan
penghambat kolinesterase lainnya, serta koma yang dalam akibat
obat sedatif. Dilatasi pupil (midriasis) umumnya terdapat pada
amfetamin, kokain, LSD, atropin, dan obat antirnuskarinik lain.
Nistagmus riorizontal dicirikan pada keracunan dengan fenitoin,
alkohol, barbiturat, dan obat seclatit lain. Adanya nistagmus
horizontal dan vertikal memberi kesan yang kuat keracunan
fensiklidin. Ptosis dan oftalmoplegia merupakan gambaran
karakteristik dari botulinum.
3) Mulut. Mulut dapat memperlihatkan tanda-tanda luka bakar akibat
zat-zat korosif. atau jelaga dan inhalasi asap. Bau yang khas dan
alkohol, pelarut hidrokarbon. Paraldehid atau amonia mungkin
perlu dicatat. Keracunan dengan sianida dapat dikenali oleh
beberapa pemeiriksa sebagai bau seperti bitter almonds. Arsen dan
organofosfat telah dilaporkan menghasilkan bau seperti bau
bawang putih.
4) Kulit. Kulit sering tampak merah, panas, dan kering pada
keracunan dengan atropin dan antimuskarinik lain. Keringat yang
berlebihan ditemukan pada keracunan dengan organofosfat,
nikotin, dan obat-obat simpatomimetik. Sianosis dapat disebabkan
oleh hipoksemia atau methemoglohinemia. Ikterus dapat memberi
kesan adanya nekrosis hati akibat keracunan asetaminofen atau
jamur A manila phailoides.
5) Abdomen. Pemeriksaan abdomen dapat menunjukkan ileus, yang
khas pada keracunan dengan antimuskarinik, narkotik, dan obat
sedatif. Bunyi usus yang hiperaktif, kram perut, dan diare adalah

25
urnum terjadi pada keracunan dengan organofosfat, besi, arsen,
teofihin, dan A.phalloides.
6) Sistem saraf. Pemeriksaan neurologik yang teliti adalah esensial.
Kejang fokal atau defisit motorik lebih menggambarkan lesi
struktural (seperti perdarahan intrakranial akibat trauma) daripada
ensefalopati toksik atau metabolik. Nistagmus, disartria, dan
ataksia adalah khas pada keracunan fenitoin, alkohol, barbiturat,
dan keracunan sedatif lainnya. Kekakuan dan hiperaktivitas otot
umum ditemukan pada metakualon, haloperidol, fensiklidin (PCP),
dan obat-obat simpatomimetik. Kejang sering disehabkan oleh
takar lajak antidepresan trisiktik, teotilin, isoniazid, dan fenotiazin.
Koma ringan tanpa refleks dan bahkan EEG isoelektrik mungkin
terlihat pada koma yang dalam karena obat narkotika dan sedatif-
hipnotik, dan mungkin menyerupai kematian otak.
c. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan laboratorium. Laboratorium rutin (darah, urin, feses,
lengkap) tidak banyak membantu.
2) Pemeriksaan darah lengkap, kreatinin serum (N: 0,5-1,5 mg/dl),
elektrolit serum (termasuk kalsium (N: 9-11 mg/dl).
3) Foto thorax kalau ada kecurigaan udema paru.
4) Pemeriksaan EKG. Pemeriksaan ini juga perlu dilakukan pada
kasus keracunan karena sering diikuti terjadinya gangguan irama
jantung yang berupa sinus takikardi, sinus bradikardi, takikardi
supraventrikuler, takikardi ventrikuler, fibrilasi ventrikuler, asistol,
disosiasi elektromekanik. Beberapa faktor predosposisi timbulnya
aritmia pada keracunan adalah keracunan obat kardiotoksik,
hipoksia, nyeri dan ansietas, hiperkarbia, gangguan elektrolit darah,
hipovolemia, dan penyakit dasar jantung iskemik.

26
B. Diagnosa
1. (00132) Nyeri akut b/d agen cedera biologis.
2. (00032) Pola nafas tidak efektif b/d distress pernafasan.
3. (00002) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake
tidak adekuat (anoreksia, mual dan muntah), kesulitan menelan.
4. (00027) Defisit volume cairan b/d muntah, diare.
5. (00085) Hambatan mobilitas fisik b/d paralisis, ketidakmampuan otot
berkontraksi.
6. (00092) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.

C. Intervensi

No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Setelah dilakukan tindakan 1) Lakukan pengkajian nyeri
keperawatan 1x 24 jam diharapkan secara komprehensif termasuk
nyeri berkurang, menghilang dengan lokasi, durasi frekuensi,
kriteria hasil: karakteristik, kualitas dan faktor
Pain level, dibuktikan dengan respon presipitasi
nonverbal pasien menunjukkan tidak 2) Observasi reaksi nonverbal dari
ada nyeri, tanda vital dalam batas ketidaknyamanan
normal, tidak ada masalah pola tidur, 3) Bantu pasien dan keluarga
pasien melaporkan nyeri berkurang. untuk mencari dan menemukan
Pain control, dibuktikan dengan dukungan
pasien dapat melakukan teknik 4) Kontrol lingkungan yang
nonfarmakologis untuk mengurangi dapat mempengaruhi nyeri

nyeri. seperti suhu ruangan,


pencahayaan dan kebisingan
5) Kurangi faktor presipitasi nyeri
6) Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
7) Ajarkan tentang teknik non

27
farmakologi: napas dalam,
relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
8) Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri:
9) Tingkatkan istirahat
10) Berikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
11) Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali

2. Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor vital sign


keperawatan 1x 24 jam diharapkan 2) Identifikasi kebutuhan insersi
pola nafas menjadi efektif dengan jalan nafas buatan
kriteria hasil: 3) Posisikan pasien untuk
NOC : Status Pernapasan : memaksimalkan ventilasi
Pertukaran Gas tidak akan 4) Monitor status respirasi: adanya
terganggu dibuktikan dengan : suara nafas tambahan
Kesadaran composmentis, TTV 5) Kolaborasi dengan tim medis:
menjadi normal, pernafasan menjadi pemberian oksigen
normal yaitu tidak mengalami nafas
Dangkal

28
3. Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor intake dan output
keperawatan selama 1 x 24 jam makanan/cairan dan hitung
pemenuhan nutrisi dapat masukan kalori perhari sesuai
adekuat/terpenuhi dengan kriteria kebutuhan
hasil: 2) Kaji kebutuhan nutrisi parenteral
Status Gizi Asupan Makanan dan 3) Pilih suplemen nutrisi sesuai
Cairan ditandai pasien nafsu makan kebutuhan
meningkat, mual dan muntah hilang, 4) Bantu pasien memilih makanan
pasien tampak segar yang lunak dan lembut
Status Gizi; Nilai Gizi terpenuhi 5) Berikan nutrisi yang dibutuhkan
dibuktikan dengan BB meningkat, sesuai batas diet yang dianjurkan
BB tidak turun. 6) Kolaborasikan pemberian anti
emesis sesuai indikasi

4. Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor intake dan output,


keperawatan selama 1x24 jam karakter serta jumlah feses
diharapkan kebutuhan cairan 2) Observasi kulit kering berlebihan
terpenuhi dengan kriteria hasil: dan membran mukosa, penurunan
a. Tidak adanya tanda-tanda turgor kulit
dehidrasi 3) Anjurkan klien untuk
b. Vital sign dalam batas normal meningkatkan asupan cairan per
oral
4) Kolaborasi pemberian cairan
paranteral sesuai indikasi

5. Setelah dilakukan tindakan 1) Tentukan batasan pergerakan


keperawatan selama 1x24 jam sendi dan efeknya terhadap
diharapkan kemampuan mobilitas fungsi sendi
fisik meningkat dengan kriteria hasil: 2) Monitor lokasi dan
a. Kekuatan otot meningkat kecenderungan adanya nyeri dan
b. Tidak ada kaku sendi ketidaknyamanan selama

29
c. Dapat bergerak dengan mudah pergerakan/aktivitas
3) Lakukan latihan ROM pasif atau
ROM dengan bantuan, sesuai
indikasi
4) Jelaskan pada pasien atau
keluarga manfaat dan tujuan
melakukan latihan sendi
5) Dukung pasien untuk melihat
gerakan tubuh sebelum memulai
latihan

6. Setelah dilakukan tindakan 1) Observasi adanya pembatasan


keperawatan selama 1x24 jam klien dalam melakukan aktivitas
diharapkan klien dapat memenuhi 2) Kaji adanya fakor yang
kebutuhan dirinya dengan kriteria menyebabkan kelelahan
hasil: 3) Monitor nutrisi dan sumber
a. Ketidaknyamanan setelah energi yang adekuat
beraktivitas berkurang 4) Bantu klien dalam memenuhi
b. Dapat memenuhi kebutuhan kebutuhannya
sehari-hari 5) Bantu klien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari

30
3.2 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
Contoh Kasus:
Tuan A dibawa ke puskesmas Kertapati oleh istrinya setelah makan
tempe. Istri klien mengatakan bahwa klien muntah 4 jam yang lalu setelah
makan tempe bongkrek. Kondisi klien mengalami penurunan kesadaran
somnolen, muntah, diare, dehidrasi dan pusing. Dari hasil pengkajian
sementara didapatkan: Tekanan darah 100/60 mmHg; BB 54 kg (BB semula 55
kg); Nadi 67 x/ menit; RR 32 x/menit; Suhu 36oC. Istri klien mengatakan
bahwa klien tidak memiliki riwayat alergi sebelumnya.

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama klien : Tn. A
Usia : 26 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal masuk: 14 Juni 2017
No. Register : 0903055
Diagnosa medik: Keracunan Makanan
2. Keluhan Utama / Alasan MRS
Klien mengalami penurunan kesadaran yaitu somnolen, muntah
setelah makan tempe, pusing.
3. Pengkajian Primer
a. Airway
Tidak ada sumbatan jalan nafas. RR: 32 x/ menit, cepat dan
dangkal.
b. Breathing
Irama pernafasan cepat, Kedalaman dangkal, RR : 32
x/menit.
c. Circulation

31
Tekanan Darah pasien : 100/60 mmHg (kuat dan regular),
Nadi : 67 x/menit, capillary refill : <2 dtk, EKG menunjukkan
sinus bradikardia.
d. Disability
Reaksi pupil kiri/kanan (+) terhadap cahaya, besar pupil
kanan 2/kiri 2. Tingkat kesadaran somnolen.
4. Pengkajian Sekunder. Pengkajian dilakukan alloanamnesa dengan
keluarga klien.
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Istri klien mengatakan bahwa klien muntah 4 jam yang lalu
setelah makan tempe bongkrek.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Istri klien mengatakan klien belum pernah dirawat dirumah
sakit.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga klien tidak ada keluarga yang mempunyai
keluhan yang sama dengan klien.
d. Anamnesa singkat
Istri klien mengatakan bahwa klien tidak memiliki riwayat
alergi.
e. Pemeriksaan head to toe
1) Kepala: mesosephal, klien berambut lurus dan panjang, dan
tidak rontok.
2) Mata: besar pupil kanan kiri 2 dan reaksi pupil keduanya (+)
terhadap cahaya kunjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik.
3) Telinga: bersih tidak terdapat serumen dan tidak mengalami
gangguan pendengaran
4) Hidung: Bentuk hidungnya simetris, tidak terdapat polip pada
hidung.
5) Wajah: wajah klien tampak simetris.

32
6) Mulut: tampak hipersekrasi kelenjar ludah, mukosa mulut
basah, bibir basah.
7) Leher: Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
8) Dada: Simetris, tidak ada kelainan bentuk, RR 32 x/menit,
cepat dan dangkal, HR 55x/menit, suara jantung S1 dan S2
tunggal
9) Abdomen: tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak asites,
tidak ada luka memar, peristaltik usus 8x/mnit, perkusi
hipertimpani.
10) Ekstremitas: Tidak terdapat luka, capilari revil <2 detik, akral
dingin
11) Genetalia: Bersih tidak ada kelainan, Tidak terdapat
luka/ulkus, tidak terpasang kateter.
f. Pemeriksaan tanda-tanda vital:
1) TD : 100/60 mmHg
2) BB : 54 kg (BB semula 55 kg)
3) Nadi : 67 x/ menit
4) RR : 32 x/menit
5) Suhu : 36oC

B. DIAGNOSA
1. Pola nafas tidak efektif b/d distress pernafasan.
2. Defisit volume cairan b/d muntah, diare.

C. INTERVENSI

No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor vital sign
keperawatan 1x 24 jam diharapkan 2) Identifikasi kebutuhan insersi
pola nafas menjadi efektif dengan jalan nafas buatan
kriteria hasil: 3) Posisikan pasien untuk

33
NOC : Status Pernapasan : memaksimalkan ventilasi
Pertukaran Gas tidak akan 4) Monitor status respirasi: adanya
terganggu dibuktikan dengan : suara nafas tambahan
Kesadaran composmentis, TTV 5) Kolaborasi dengan tim medis:
menjadi normal, pernafasan menjadi pemberian oksigen
normal yaitu tidak mengalami nafas
Dangkal
2. Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor intake dan output,
keperawatan selama 1x24 jam karakter serta jumlah feses
diharapkan kebutuhan cairan 2) Observasi kulit kering berlebihan
terpenuhi dengan kriteria hasil: dan membran mukosa, penurunan
a. Tidak adanya tanda-tanda turgor kulit
dehidrasi 3) Anjurkan klien untuk
b. Vital sign dalam batas normal meningkatkan asupan cairan per
oral
4) Kolaborasi pemberian cairan
paranteral sesuai indikasi

34
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Keracunan adalah masuknya toksin yang dapat membahayakan tubuh.
Pada hakekatnya semua zat dapat berlaku sebagi racun, tergantung pada dosis
dan cara pemberiannya. Proses keracunan dapat berlangsung secara perlahan,
dan lama kemudian baru menjadi kegawatdarurat, atau dapat juga berlangsung
dengan cepat dan segera menjadi keadaan gawat darurat.
Bahan makanan pada umumnya merupakan media yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme. Proses pembusukan
merupakan proses awal dari akibat aktivitas mikroorganisme yang
mempengaruhi langsung kepada nilai bahan makanan tersebut untuk
kepentingan manusia. Selain itu, keracunan bahan makanan dapat juga
disebabkan oleh bahan makanannya sendiri yang beracun, terkontaminasi oleh
protozoa, parasit, bakteri yang patogen dan juga bahan kimia yang bersifat
racun.

4.2 Saran
1. Diharapkan mahasiswa hendaknya benar-benar memahami manajemen
kegawatdaruratan pada klien dengan kasus keracunan, sehingga dapat
menerapkan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien.
2. Untuk pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur yang berkaitan
dengan makalah ini, sehingga mempermudah mahasiswa dalam pembuatan
makalah yang lebih baik, sehingga dapat dijadikan acuan bagi peserta
didik lainnya.

35
DAFTAR PUSTAKA

Doheny K. Most common foods for foodborne illness: CDC report. Medscape
Medical News. January 30, 2013.

Fajri. (2012). Keracunan Obat dan bahan Kimia Berbahaya. Dari:


http://fajrismart.wordpress.com/2011/02/22/keracunan-obat-dan-bahan-kimia-
berbahaya/. Diakses tanggal 17 Agustus 2017.

Jacobs RA. General problems in infectious diseases: acute infectious diarrhea. In:
Tierney LM Jr, McPhee SJ, Papadakis MA, eds. Current Medical Diagnosis
and Treatment 2001. 40th ed. New York, NY: McGraw-Hill; 2000:1215-6.

Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info
Media.

Lee JH, Shin H, Son B, Ryu S. Complete genome sequence of Bacillus cereus
bacteriophage BCP78. J Virol. Jan 2012;86(1):637-8.

Logan NA. Bacillus and relatives in foodborne illness. J Appl Microbiol. Mar
2012;112(3):417-29.

Mansjoer Arif, 2009, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1 Media Aesculapius,
FKUI, Jakarta.

Sartono. (2012). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.


Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah,
vol: 3. Jakarta: EGC.

Syamsi. (2012). Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Gigitan Serangga.


Dari:http://nerssyamsi.blogspot.com/2012/01/konsep-kegawatdaruratan-pada-
pasien.html. Diakses tanggal 17 Agustus 2017.

36

Anda mungkin juga menyukai