Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN KESEIMBANGAN PADA LANSIA

DISUSUN OLEH

NAMA:AYUB MAMU

NIM:C017182001

PROGARAM STUDY DIII VOKASI KEPERAWATAN ASMAT

FAKULTAS KEPERWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2020/2021

PERSEPTOR INSTITUSI LAHAN PERSEPTOR ISNSTITUSI

(…………………………………..) ( ……………………………………..)
Devinisi
Gangguan cairan dan elektrolit sangat umum pada periode perioperatif. Cairan intravena
dengan jumlah yang besar sering diperlukan untuk memperbaiki defisit cairan dan
mengkompensasi kehilangan darah selama operasi. Cairan dan elektrolit di dalam tubuh
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Komposisi cairan dan elektrolit di
dalam tubuh diatur sedemikan rupa agar keseimbangan fungsi organ vital dapat
dipertahankan.Gangguan besar dalam keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dengan cepat
mengubah kardiovaskular, saraf, dan fungsi neuromuskular, dan penyedia anestesi harus
memiliki pemahaman yang jelas air normal dan elektrolit fisiologi.Kebutuhan cairan dan
elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh membutuhkan perubahan
yang tetap dalam berespons terhadap stressor fisiologis dan lingkungan. Keseimbangan cairan
adalah esensial bagi kesehatan. Dengan kemampuannya yang sangat besar untuk
menyesuaikan diri, tubuh mempertahankan keseimbangan, biasanya dengan proses-proses faal
(fisiologis) yang terintegrasi yang mengakibatkan adanya lingkungan sel yang relatif konstan
tapi dinamis. Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan.
ETIOLOGI

Gangguan keseimbangan pada lansia dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada sisrtem
neurologis atau saraf pusat,sistem sensorik terutama system visual, provioseptip dan vestibuler
serta ditambah dengan sistem muskuloseleta. Perubahan pada sistem neurologis dapat
menyebabkan perubahan psikososial diantaranya adalah kerusakan kognitif, kecemasan dan
ketakutan. Faktor resiko internal dan eksternal juga dapat menyebabkan gangguan
keseimbangan pada lansia. Faktor resiko internal dapat berupa gangguan patologis atau
penyakit yang diakibatkan oleh perubahan fisiologis dan psikososial pada lansia. Selain itu
karasteristik usia lanjut seperti usia, jenis kelamin dan pekerjaan,riwayat jatuh yang dapat
menyebabkan takut jatuh, aktivitas fisik,nutrisi, serta medikasi dapat menjadi faktor resiko
gangguan keseimbangan. Faktor resiko eksternal dapat berupa lingkungan,penggunaan alat
bantu jalan, alas kaki serta pakaian yang tidak adekuat.
Patofisiologi
Pada arthritis rematoid , reaksi auto imun ( yang dijelaskan sebelumnya) terutama terjadi
dalam jaringan synovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-
enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema,proliferasi memberana synovial
dan akhirnya pembentukan pannus, pannus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan
mengganggu pergerakan sendi.

Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degenerative dengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekakuan kontraksi otot. Lamanya rheumatoid arthritis
berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan.
Sementara ada orang yang sembuh dari serangan dan selanjutnya tidak diserang lagi. Namun
pada sebagian kecil individu terjadi progresof yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang
terus menerus dan terjadi.
Manisfestasi klinis
Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli arthritis rheumatoid.

Persendia yang paling sering terkena adalah sendi tangan, pergelangan tangan, sendi lutut,
sendi siku, pergelangan kaki, sendi bahu serta sendi panggul dan biasanya bersifat
bilateral/simetris. Tetapi kadangkadang hanya terjadi pada satu sendi disebut artritis
rheumatoid monoartikular ( Charuddin.

a) Stadium awal

Malase, penurunan BB, rasa cape, sedikit demam dan anemia. Gejala

local yang berupa pembengkakan, nyeri dengan gangguan gerak pada sendi matakarpofalangial

b) Stadium lanjut

Kerusakan sendi dan deformitas yang bersifat permanen, selanjutnya timbul/ketidak setabilan
sendi akibat rupture/ ligament yang menyebabkan deformitas rheumatoid yang khas berupa
deficit ulnar jarijari, deviasi radial/volar pergelangan tangan serta valgus lutut dan kaki.
Komplikasi
Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain, seperti adanya proses granulasi di bawah
kulit yang disebut subcutan nodule. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi
jaringan otot. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli. Terjadi splenomegali.

sesuai dengan kebutuhan tubuh, terutama banyak memakan ikan laut. Mengkonsumsi
suplemen bisa menjadi pilihan, terutama yang mengandung Omega 3. Di dalam omega 3
terdapat zat yang sangat efektif untuk memelihara persendian agar tetap lentur
dan.Penatalaksanaan medik pada pasien RA diantaranya :

1. Pendidikan : Meliputi tentang pengertian, patofisiologi, penyebab dan prognosis penyakit ini.

2. Istirahat : Karena pada RA ini disertai rasa lelah yang hebat.

3. Latihan : Pada saat pasien tidak merasa lelah atau inflamasi berkurang, ini bertujuan untuk
mempertahankan fungsi sendi pasien.

4. Termoterapi.

5. Gizi yaitu dengan memberikan gizi yang tepat.

6. Pemberian Obat-obatan :
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Akibat dari gangguan keseimbangan adalah jatuh dan sering mengarah pada injuri, kecacatan,
kehilangan kemandirian dan kurangnya kualitas hidup (Nevid,et al,1989). Jatuh merupakan
kejadian yang tidak disengaja sebagai konsekuensi dalam mempertahankan pukulan yang keras,
kurangnya kesadaran, serangan paralisis yang tiba-tiba pada struk atau serangan epilepsy
(Kelong International Working Grup,1987 dalam Lord,et al,2007). Jatuh mengakibatkan akibat
keterbatasan fisik,mengurangi kapasitas untuk melaksanakan aktivitas sehari- hari, kegagalan
sistem pernapasan dan muskuloseletal, kerusakan fisik, fraktur pada panggul radius, ulna,
humerus, kaki, leher,injuri seperti luka memar, lecet dan terkilir, subdural
hematoma,hospitalisasi, peningkatan biaya perawatan dan bahkan mortalitas. Resiko kejadian
jatuh dapatdikurangi dengan cara meningkatkan keseimbangan .
Penatalaksanaan
Terapi dimulai dengan pendidikan pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang
akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik antara pasien dan keluarganya dengan dokter
atau tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa hubungan yang baik akan sukar untuk dapat
memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang
lama.Penanganan medik pemberian salsilat atau NSAID (Non Steriodal Anti-Inflammatory Drug)
dalam dosis terapeutik. Kalau diberikan dalam dosis terapeutik yang penuh, obat-obat ini akan
memberikan efek anti inflamasi maupun analgesik. Namun pasien perlu diberitahukan untuk
menggunakan obat menurut resep dokter agar kadar obat yang konsisten dalam darah bisa
dipertahankan sehingga keefektifan obat anti-inflamasi tersebut dapat mencapai tingkat yang
optimal. Menjaga supaya rematik tidak terlalu mengganggu aktivitas seharihari, sebaiknya
digunakan air hangat bila mandi pada pagi hari. Dengan air hangat pergerakan sendi menjadi
lebih mudah bergerak. Selain mengobati, kita juga bisa mencegah datangnya penyakit ini,
seperti : Tidak melakukan olahraga secara berlebihan, menjaga berat badan tetap stabil,
menjaga asupan makanan selalu seimbang.

Pencegahan.
a. Identifikasi faktor resiko

Setiap lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya faktor intrinsic
risiko jatuh, perlu dilakukan assessment keadaan sensorik, neurologis, musculoskeletal
dan penyakit sistematik yang sering menyebabkan jatuh.

Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabakan jatuh harus dihilangkan.
Penerangan harus cukup tetapi tidak terlalu menyilau, lantai datar tidak licin dan bersih
sehingga tidak menganggu jalan atau aktivitas lansia.

b. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan Lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan
tubuhnya dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Bila goyangan tubuh pada
saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh rehabilitas medis.

c. Mengatur atau mengatasi faktor situasional

Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan mengusahakan perbaikan


lingkungan, faktor situasional yang berupa aktivitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi
kesehatan lanjut usia. Aktivitas tersebut tidak boleh melampaui batasan yang diperbolehkan
baginya sesuai pemeriksaan kondisi fisik. Maka dianjurkan lanjut usia tidak melakukan aktivitas
fisik yang sangat melelahkan atau berisiko tinggi untuk terjadinya jatuh.

DAFTAR PUSTAKA
1 Sherwood L. Keseimbangan Cairan dan Asam-Basa. In: Fisiologi Manusia

Dari Sel ke Sistem. VIII. Jakarta: ECG; 2014. p. 585–618.

2 Yaswir R, Ferawati I. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium ,

Kalium dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium. 2012;1(2):80–5.

3 Wilson LM. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit serta Penilaiannya. In:

Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit. 6th ed. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2005. p. 308–27.

4 Litbang Kemkes. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Lap Nas

2013 [Internet]. 2013.

5 Widoyono. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan

Pemberantasannya. Penerbit Erlangga; 2011.

6 Dyah Ragil WL YDP. Hubungan Antara Pengetahuan Dan Kebiasaan

Mencuci Tangan Pengasuh Dengan Kejadian Diare Pada Balita. J Heal

Educ. 2017;2(1):39–46.

7 Sukbit Pengendalian Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan Kemenkes RI.

Pengendalian Diare di Indonesia. Bul Jendela Data dan Inf Kesehat. 2011;2.

8 Wardani S, Purborini N. Bagaimanakah Pengkajian dan Pemberian

Rehidrasi pada Anak Diare Akut di Rumah Sakit ? 2017

9 Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B SA. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. VI. InternaPublishing. Jakarta: InternaPublishing; 2014.

10 World Health Organization. Diarrhoeal disease. 2014.

11 Marcdante, Kliegmen E, Jenson B et al, Sistem Pencernaan, dalam:Nelson;

Ilmu Kesehatan anak, Edisi.6, Siangapore: Elsevier Inc, 2014, pp.451-499

12 Ditjen PP dan PL 2010. Profil Kesehatan Indonesia. Departemen Kesehatan


R I; 2010.

13 Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011.

Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2012.

14 Kementrian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta:

Kementrian Kesehatan RI; 2016.

15 Kementrian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai