DISUSUN OLEH:
DWI YULIANTI
2211040006
2. Etiologi
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat
disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme
kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah Escherichia coli,
Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia. Spesies Enterococcus,
Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan
suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik langsung dari mikroorganisme
penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari host terhadap infeksi.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok
septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70% isolat
yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja; sisanya
ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Kultur lain seperti sputum,
urin, cairan serebrospinal, atau cairan pleura dapat mengungkapkan etiologi spesifik,
tetapi daerah infeksi lokal yang memicu proses tersebut mungkin tidak dapat diakses
oleh kultur.
Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi
dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih lama,
terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-pasien AIDS, terapi
medis (misalnya dengan glukokortikoid atau antibiotika), prosedur invasif (misalnya
pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis.
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi
yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan
panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
1) Infeksi paru-paru (pneumonia)
2) Flu (influenza) 3) Appendiksitis 4) Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
5) Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
6) Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter telah
dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
7) Infeksi pasca operasi 8) Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau
encephalitis. Sekitar pada satu dari lima kasus, infeksi dan sumber sepsis tidak dapat
terdeteksi.
3. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala sepsis neonatorum dibagi menjadi enam kelompok, antara
lain :
1. Gejala umum : Tampak sakit, Tidak mau minum, Suhu naik turun, Sklerema
2. Gejala gastrointestinal : Muntah, Diare, Hepatomegali, Perut kembung
3. Gejala saluran nafas : Dispneu, Takipneu, Sianosis
4. Gejala kardiovaskuler : Takikardi, Edema, Dehidrasi
5. Gejala syaraf pusat: Letargi, Iritabel, Kejang
6. Gejala hematomegali: Ikterus, Splenomegali,Pteki/perdarahan, Lekopenia(Fauziah
dan Sudarti, 2013).
4. Patofisiologi
1. Selama dalam kandungan
Oleh karena terlindung berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion
khorion dan beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion, janin selama dalam
kandungan sebenarnya relatif aman terhadap kontaminasi. Namun,terdapat
beberapa kemungkinan kontaminasi kuman melalui :
a. Infeksi kuman yang diderita ibu yang dapat mencapai janin melaluialiran
darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin.
b. Prosedur tindakan obstetri yang kurang memperhatikan factor antiseptic
misalnya pada saat pengambilan contoh darah janin.
c. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan
berperan dalam infeksi janin.
2. Setelah lahir
Kontaminasi kuman dapat terjadi dari lingkungan bayi oleh karena antara lain
hal-hal berikut ini :
1. Infeksi silang
2. Alat-alat yang digunakan bayi kurang bersih / steril
3. Prosedur invasive seperti kateterisasi umbilicus
4. Kurang memperhatikan tindakan aseptic
5. Rawat inap terlalu lama Bayi yang dirawat terlalu banyak / padat (Maryunani
dan Nurhayati, 2019)
5. Pathway
6. Komplikasi
Komplikasi sepsis neonatorum antara lain meningitis yang dapat
menyebabkan terjadinya hidrosefalus dan atau leukomalasia periventrikular.
Komplikasi acuterespiratory distress syndrome (ARDS) dan syok septik dapat
dijumpai pada pasien sepsis neonatorum. Komplikasi lain adalah berhubungan dengan
penggunaan aminoglikosida,seperti tuli dan/ atau toksisitas pada ginjal,
komplikasi akibat gejala sisa atau sekuele berupa defisit neurologis mulai dari
gangguan perkembangan sampai dengan retardasi mental bahkan sampai
menimbulkan kematian (Depkes, 2017).
7. Pemeriksaan Penunjang
Gejala sepsis sering kali tidak khas pada bayi. Maka diperlukan pemeriksaan
laboratorium untuk menegakkan diagnosis sepsis, hal ini meliputi beberapa hal
sebagaiberikut :
1. Pemeriksaan hematologi
a) Trombosit : < 100.000/µL
b) Leukosit : dapat meningkat atau menurun
c) Pemeriksaan kadar D-Dimer
Tes darah lainnya dapat memeriksa fungsi organ tubuh seperti hati dan
ginjal(Maryunani dan Nurhayati, 2019).
2. Kultur darah untuk menentukan ada atau tidaknya bakteri di dalam darah
(Putra,2012).
3. Urine diambil dengan kateter steril untuk memeriksa urine di bawah mikroskop,
dan kultur urine untuk mengetahui ada atau tidaknya bakteri (Putra,2012).
4. Fungsi lumbal (pengambilan cairan otak dari tulang belakang) untuk mengetahui
bayi terkena meningitis (Putra, 2012)
a) Lebih dari 30 sel darah putih (30x10 9/L);diduga infeksi bila lebih dari
20/mm3 sel darah putih (20x10 9/L) dan lebih dari 5/mm3 (5x10 9/L)
neutrofil.
b) Protein — pada bayi cukup bulan > 200mg/dL (>2g/L)
c) Glukosa — kurang dari 30% gula darah.
d) Dapat timbul streptokokkus group B pada pemeriksaan gram tanpa ada sel
darah putih yang muncul (Fanaroff dan Lissauer, 2013).
5. Rontgen terutama paru-paru untuk memastikan ada atau tidaknya pneumonia
(Putra, 2012).
6. Jika bayi menggunakan perlengkapan medis di tubuhnya, seperti infus ataukateter,
maka cairan dalam perlengkapan medis tersebut akan diperiksa ada atautidaknya
tanda-tanda infeksi (Putra, 2012).
7. Pemeriksaan C-Reactive Protein (CRP) merupakan pemeriksaan protein yang
disintesis di hepatosit dan muncul pada fase akut bila terdapat kerusakan jaringan
(Maryunani dan Nurhayati, 2019)
8. .Lokasi infeksi-pertimbangkan aspirasi jarum atau biopsi untuk pemeriksaan gram
dan mikroskopi direk(Fanaroff dan Lissauer, 2013)
9. .Aspirat trakea bila menggunakan ventilasi mekanik.Pertimbangkan (Fanaroff dan
Lissauer, 2013).
10. Kultur vagina ibu (Fanaroff dan Lissauer, 2013).
11. Kultur jaringan plasenta dan histopatologi (Fanaroff dan Lissauer, 2013).
12. Skrining antigen cepat (Fanaroff dan Lissauer, 2013).
13. Gas darah (Fanaroff dan Lissauer, 2013).
14. Skrining koagulasi (Fanaroff dan Lissauer, 2013).
8. Penatalaksanaan
a. Terapi suportif—jalan napas, pernapasan, sirkulasi (A-B-C: airway,
breathing,circulation). Periksa gula darah.
b. Obati dengan antibiotik segera bila ada dugaan sepsis, segera setelah mengambil
kultur tetapi sambil menunggu hasil kultur.
c. Pilihan antibiotik bergantung kepada kejadian dan praktik setempat.
a. Sepsis awitan dini (Early-onset sepsis). Mencakup organisme gram positif
dangram negatif, contoh: penicillin/amoxcillin+aminoglikosida (misalnya:
gentamisin / tobramisin).
b. Sepsis awitan lambat (Late-onset sepsis). Perlu juga mencakup stafilokokus
dan enterokokkus koagulase negatif, contoh : methicillin/flucloxacillin +
gentamisin atau sefalosporin / gentamisin + vancomysin.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi (d.0005 hal 26)
2) Hipertermia b.d proses penyakit
3) Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolism (D0019)
4) Intoleransi aktifitas b.d kelemahan(D0056)
5) Risiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
3. Intervensi Keperawatan
No Dx keperawatan Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
.
1. Pola napas tidakSLKI: Pola napas SIKI: Pemantauan respirasi
efektif b.dSetelah dilakukan - Monitor frekuensi, irama,
hambatan upaya Tindakan keperawatan kedalaman dan upaya napas
napas selama 3x 24 jam. - Monitor pola napas
(Kelemahan otot Diharapkan masalah - Monitor adanya sumbatan
pernapasan) hipertermi teratasi, jalan napas
dengan kriteria hasil: - Palpasi kesimetrisan ekspansi
- Dispnea menurun paru
- Frekuensi napas - Auskultasi bunyi napas
membaik - Monitor saturasi oksigen
- Penggunaan otot - Monitor hasil x ray thorax
bantu napas - Document hasil pemantauan
menurun - Informasikan hasil
- Kedalaman napas pemantauan
membaik
2. Hipertermi b.d SLKI: Termoregulasi SIKI: Managemen hipertermi
proses penyakit Setelah dilakukan - Monitr suhu tubuh
Tindakan keperawatan - Monitor kadar elektrolit
selama 3x 24 jam. - Monitor haluaran urin
Diharapkan masalah - Sediakan lingkungan yang
hipertermi teratasi, dingin
dengan kriteria hasil: - Lepaskan dan longgarkan
- Suhu tubuh pakaian
membaik - Basaki dan kipasi permukaan
- Suhu kulit tubuh
membaik - Berikan cairan oral
- Tekanan darah - Kompres dingin pada dahi,
membaik leher, dada, abdomen, aksila
- Berikan oksigen
- Anjurkan tirah baring
- Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena
3. Defisit nutrisi SLKI: Status nutrisi SIKI: Manajemen nutrisi
b.d peningkatan bayi - Identifikasi status nutrisi
kebutuhan Tujuan : - Monitor asupan makanan
metabolisme setelah dilakukan - Monitor berat badan
tindakan keperawatan - Observasi daya hisap bayi
diharapkan defisit - Monitor hasil pemeriksaan
nutrisi membaik. laboratorium
Kriteria hasil: status - Berikan makanan melalui
nutrisi bayi selang OGT
- Berat badan - Anjurkan kepada keluarga
meingkat pasien untuk memebrikan
- Panjang badan nutrisi ASI ekslusif selama 6
meningkat bulan
- Prematuritas - Kolaborasi dengan Tim Ahli
menurun gizi
- Pucat menurun
- Kesulitan makan
menurun
- Pola makan
membaik
Erlina, D.M. (2014). Asuhan Kebidanan pada Bayi dengan Sepsis Neonatorum di Ruang
KBRT RSUD Dr. Moewardi. Surakarta. STIKes Kusuma Husada.Karya Tulis Ilmiah
Kristiyanasari, weni. (2013). Asuhan Keperawatan Neonatusdan Anak. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Marmi, Raharjdjo. (2012). Asuhan Neonatus Bayi Balita dan Anak Prasekolah. Yogjakarta:
Pustaka Belajar.
Putra, R.S. (2012). Asuhan Neonatus Bayi dan Balita untuk Keperawatan dan
Kebidann. Yogjakarta: D-Medika.
Ridha, H. R. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Setiati, Siti et al. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 6, Jilid 2. Jakarta: Interna
Publishing
Smeltzer. Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC.
Terri. (2014). Buku Praktikum Keperawatan Pediatric. Jakarta: EGC.
Tim POKJA SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: DPP PPNI.
Tim POKJA SLKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: DPP PPNI
Tim POKJA SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
selatan: DPP PPNI.
Wong, DL et al. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Vol.2. Jakarta: EGC