Anda di halaman 1dari 28

Departemen Keperawatan Anak

LAPORAN PENDAHULUAN “ASFIKSIA NEONATRUM” PADA


NEONATUS

OLEH:

IKRIMAH SYAM,S.Kep
70900120003

Dosen Pembimbing

(Muthahharah, S.Kep, Ns., M.Kep)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XVII


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah ‫ ﷻ‬karena dengan rahmat,


karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan terkait Asfiksia Neonatrum ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya.
Penulis sangat berharap laporan pendahuluan ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai “Asfiksia
Neomatrum” yang terjadi pada anak. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa
di dalam laporan ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan laporan
pendahuluan yang telah penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga laporan pendahuluan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya. Sekiranya laporan pendahuluan yang telah disusun ini dapat
berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa
depan.

Makassar, 11 Januari 2021

Ikrimah Syam, S.Kep


BAB I KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Pengertian
Asfiksia adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan
tidak bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia dapat terjadi
selama kehamilan atau persalinan [ CITATION Sof12 \l 1033 ].
Asfiksia neonatarum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir [ CITATION Sar11 \l 1033
].
Asfiksia adalah suatu keadaan bayi barulahir yang mengalami gagal
bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak
dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari
tubuhnya [ CITATION Dew12 \l 1033 ].
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur
pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan
hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis [ CITATION Mar13 \l 1033 ].
B. Etiologi dan Faktor Resiko
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan
sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi
berkurang yang mengakibatkan hipoksia bayi di dalam rahim dan dapat
berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui
dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya
adalah [ CITATION Nur151 \l 1033 ]
1. Faktor ibu
a. Preeklampsia dan eklampsia
b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c. Partus lama atau partus macet
d. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan). (Nurarif &
Kusuma, 2015)
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengarahi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dll.
3. Faktor Fetus
a. Kompresi umbilicus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan
janin.
b. Lilitan tali pusat
c. Tali pusat pendek
d. Simpul tali pusat
e. Prolapsus tali pusat
4. Faktor Bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
c. Kelainan bawaan (kongenital)
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan). (Nurarif &
Kusuma, 2015)
5. Tabel Faktor resiko asfiksia neonatrum
Faktor Disebabkan Keterangan

Maternal  Hipotensi  Aliran darah menuju plasenta akan


syok dengan berkurang sehingga O2 dan nutrisi makin
sebab apapun tidak seimbang untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme.
 Anemia  Kemampuan transportasi O2 turun
maternal sehingga konsumsi O2 janin tidak
terpenuhi
 Penekanan  Metabolisme janin sebagian menuju
respirasi atau metabolisme anaerob sehingga terjadi
penyakit timbunan asam laktat dan piruvat serta
paru menimbulkan asidosis metabolic
 Malnutrisi  Semuanya memberikan kotribusi pada
 Asidosis dan pertumbuhan konsentrasi O2 dan nutrisi
dehidrasi makin menurun.
 Supine
hipotensi
Uterus  Aktivitas  Menyebabkan aliran darah menuju
kontraksi plasenta makin menurun sehingga O2
memanjang/h dan nutrisi menuju janin makin
iperaktivitas berkurang
 Gangguan  Timbunan glukosanya yang
Vaskuler menimbulkan energy pertumbuhan
melalui O2 dengan hasil akhir CO2 atau
habis karena dikeluarkan melalui paru –
paru atau plasenta janin, tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan.
 Metabolisme beralih menuju
metabolisme anaerob yang menimbulkan
asidosis
Plasenta  Degenerasi  Fungsi plasenta akan berkurang sehingga
vaskuler tidak mampu memenuhi kebutuhan O2
 Solusio dan nutrisi metabolisme janin
plasenta  Menimbulkan metabolisme anaerob dan
 Pertumbuhan akhirnya asidosis dengan pH darah turun.
hypoplasia
primer
Tali  Kompresi  Aliran darah menuju janin berkurang
Pusat tali pusat  Tidak mampu memenuhi nutrisi O2 dan
 Simpul nutrisi
mati/lilitan  Metabolisme berubah menjadi
tali pusat metabolisme anaerob
 Hilangnya
jelly
Wharton

Janin  Infeksi  Kebutuhan metabolisme nutrisi makin


tinggi, sehingga ada kemungkinan tidak
dapat dipenuhi oleh aliran darah dari
plasenta
 Aliran nutrisi dan O2 tidak cukup
 Anemia janin menyebabkan metabolisme janin menuju
metabolisme anaerob, sehingga terjadi
timbunan asam laktat dan piruvat
 Kemampuan untuk transportasi O2 tidak
cukup sehingga metabolisem janin
berubah menjadi menuju anaerob yang
menyebabkan asidosis.
Sumber : [ CITATION Dep08 \l 1033 ]
6. Faktor yang mempengaruhi terjadinya asfiksa.
a. Usia Ibu
Usia ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu
untuk menerima tanggung jawab sebagai seorang ibu sehingga kualitas
sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk
menyehatkan generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di usia
mudah/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa takut
terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia
tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat
reproduksi ibu belum siap untuk hamil. begitu juga kehamilan di usia
tua (di atas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap
kehamilan dan persalinannya serta alat reproduksi ibu terlalu tua untuk
hamil [ CITATION Pra09 \l 1033 ].
b. Partus lama
Partus lama merupakan persalinan yang berlangsung lebih dari 24
jam pada primipara dan lebih dari 18 jam pada multipara. Bila
persalinan berlangsung terlalu lama, maka bisa menimbulkan terjadi
komplikasi baik terhadap ibu dan bayi akan mengalami asfiksia.
Persalinan pada primi lebih lama 5-6 jam dari pada multi. Bila
persalinan berlangsung lama, dapat menimbulkan
komplikasikomplikasi baik terhadap ibu maupun terhadap anak, dan
dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak.
Partus lama merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya asfiksia dan dapat menimbulkan komplikasi baik terhadap
ibu maupun pada bayi serta dapat meningkatkan angka kematian ibu
dan bayi. Partus lama dapat menyebabkan kejadian asfiksia pada bayi
baru lahir, hal ini disebabkan karena semakin lama janin berada di
pintu panggul, maka janin akan mengalami hipoksia sehingga
terjadilah asfiksia [CITATION Moc08 \l 1033 ].
c. Oksitosin atau induksi
Induksi persalinan adalah tindakan terhadap ibu hamil untuk
merangsang timbulnya kontraksi rahim agar terjadi persalinan.
Dampak dari kegagalan His tersebut menyebabkan persalinan lambat
dan lama serta menyebabkan terjadi gangguan metabolisme ke arah
asidosis dan dehidrasi yang memerlukan penanganan sesuai dengan
penyebabnya. Bila hanya kekuatan His yang lemah maka dapat
dilakukan upaya induksi persalinan dengan metode infus oksitosin
[ CITATION Man11 \l 1033 ].
Oksitosin dianggap merangsang pengeluaran prostaglandin
sehingga terjadi kontraksi otot rahim. Komplikasi yang penting
diperhatikan pada induksi persalinan dengan oksitosin adalah ketuban
pecah pada pembukaan kecil yang disertai pecahnya vasa previa
dengan tanda perdarahan dan diikuti gawat janin, darah merah segar,
plolapsus bagian kecil janin terutama tali pusat juga dapat terjadi.
Terjadi gawat janin karena gangguan sirkulasi retroplasenta pada tetani
uteri atau solusio plasenta. Tetania uteri yaitu his yang yang terlalu
kuat dan sering, sehingga tidak terdapat kesempatan untuk relaksasi
otot rahim, akibatnya yaitu, terjadinya partus presipitatus atau partus
yang berlangsung dalam waktu 3 jam, yang mengakibatkan hal yang
fatal seperti terjadinya persalinan tidak pada tempatnya, terjadi trauma
pada janin, trauma jalan lahir ibu yang luas, dan dapat menyebabkan
asfiksia [ CITATION Man11 \l 1033 ].
d. Mekonium dalam ketuban
Kondisi ketuban yang beresiko pada saat ibu bersalin merupakan
salah satu faktor terjadinya asfiksia. Menurut Prawirohardjo (2011)
Apabila kondisi ketuban bermasalah, maka pertumbuhan paru juga
akan bermasalah dan berdampak pada asfiksia. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Septiana (2015), menunjukkan bahwa ada
hubungan antara kondisi ketuban bercampur mekonium dengan
kejadian asfiksia ada bayi baru lahir.
Bayi yang lahir dengan kondisi ketuban yang bercampur
mekonium beresiko sebanyak 2,6 kali terjadi asfiksia pada bayi baru
lahir dibandingkan bayi yang lahir tidak dengan ketuban yang
bercampur mekonium. Mekonium yang kental merupakan penanda
hipoksia pada janin, hipotesis ini ditarik dari anggapan bahwa dalam
rahim, hipoksia meningkatkan persitalsis usus dan relaksasi tonus
sfingter ani. Aspirasi kemungkinan besar terjadi inutero akibat megap-
megap janin yang anoksia. Akibatnya timbul kontroversi mengenai
seberapa besar manfaat pengisapan agresif pada jalan nafas [ CITATION
Sep15 \l 1033 ].
C. Klasifikasi
Menurut Departemen Kesehatan (2008) klasifikasi asfiksia berdasarkan
nilai APGAR yaitu:
APGAR SCORE

Score 0 1 2
A : Appearance Biru, pucat Badan merah Seluruhnya
(warna kulit) muda merah muda
P : Pulse Tidak ada Ekstremitas biru
(denyut nadi) Lambat Diatas 100
G : Grimace (dibawah 100 x/mnt
(refleks) x/mnt)
1. Respon
terhadap
kateter
dalam Tidak ada respon Menyeringai Batuk atau
lubang bersin
hidung
(dicoba
setelah
orofaring
dibersihkan)
.
2. Tangensial Tidak ada respon Menyeringai Menangis dan
foot siap menarik kaki.
A : Activity Lumpuh Beberapa Fleksi dengan
(tonus otot) ekstremitas baik
pincang
R : Respiration Tidak ada Tangisan lemah Tangisan kuat
(usaha Hipoventilasi
bernafas)
Sumber : Depkes RI, 2008
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR
1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
2. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

D. Patofisiologi
Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), patofiologi terjadinya asfiksia
pada neonates dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau
jalan untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di
dalam paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen
(pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat
melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga darah
dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus
arteriosus kemudian masuk ke aorta.
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai
sumber utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam
jaringan paru, dan alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara
akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di
sekitar alveoli.
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan
tahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik.
Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh
darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran
darah bekurang.
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik,
menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan
tekanan sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran
pada duktus arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi di alveoli oleh
pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak mengandung
oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh
tubuh bayi baru lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan
oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada
saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi,
duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui
duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak
oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan
menggunakan paruparunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama
dan tarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya.
Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi
pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh
darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi
kemerahan.16
2. Kesulitan yang dialami bayi selama masa transisi
Bayi dapat mengalami kesulitan sebelum lahir, selama persalinan atau
setelah lahir. Kesulitan yang terjadi dalam kandungan, baik sebelum atau
selama persalinan, biasanya akan menimbulkan gangguan pada aliran
darah di plasenta atau tali pusat. Tanda klinis awal dapat berupa deselerasi
frekuensi jantung janin. Masalah yang dihadapi setelah persalinan lebih
banyak berkaitan dengan jalan nafas dan atau paru-paru, misalnya sulit
menyingkirkan cairan atau benda asing seperti mekonium dari alveolus,
sehingga akan menghambat udara masuk ke dalam paru mengakibatkan
hipoksia.
Bradikardia akibat hipoksia dan iskemia akan menghambat
peningkatan tekanan darah (hipotensi sistemik). Selain itu kekurangan
oksigen atau kegagalan peningkatan tekanan udara di paru-paru akan
mengakibatkan arteriol di paru-paru tetap konstriksi sehingga terjadi
penurunan aliran darah ke paru-paru dan pasokan oksigen ke jaringan.
Pada beberapa kasus, arteriol di paru-paru gagal untuk berelaksasi
walaupun paru-paru sudah terisi dengan udara atau oksigen (Persisten
Pulmonary Hypertension Newborn, disingkat menjadi PPHN).
3. Reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal
Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke
dalam paruparunya yang mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke
jaringan insterstitial di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol
pulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini
terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap kontriksi, alveoli tetap terisi
cairan dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen.
Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol
pada organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran
darah ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk
mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran darah
akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital. Walaupun
demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi
kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan curah jantung,
penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan aliran darah ke seluruh
organ akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan
oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang
irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian. Keadaan bayi
yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda
klinis seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot
dan organ lain; depresi pernapasan karena otak kekurangan oksigen;
bradikardia (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen
pada otot jantung atau sel otak; tekanan darah rendah karena kekurangan
oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan aliran darah
yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan; takipnu
(pernapasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru; dan
sianosis karena kekurangan oksigen di dalam darah.
4. Mekanisme yang terjadi pada bayi baru lahir mengalami gangguan di
dalam kandungan atau pada masa perinatal
Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda
vital pertama yang berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen.
Setelah periode awal pernapasan yang cepat maka periode selanjutnya
disebut apnu primer. Rangsangan seperti mengeringkan atau menepuk
telapak kaki akan menimbulkan pernapasan. Walaupun demikian bila
kekurangan oksigen terus berlangsung, bayi akan melakukan beberapa
usaha bernapas megap-megap dan kemudian terjadi apnu sekunder,
rangsangan saja tidak akan menimbulkan kembali usaha pernapasan bayi
baru lahir. Bantuan pernapasan harus diberikan untuk mengatasi masalah
akibat kekurangan oksigen.
Frekuensi jantung mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu
primer. Tekanan darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu
sekunder sebagaimana diperlihatkan dalam gambar di bawah ini (kecuali
jika terjadi kehilangan darah pada saat memasuki periode hipotensi). Bayi
dapat berada pada fase antara apnu primer dan apnu dan seringkali
keadaan yang membahayakan ini dimulai sebelum atau selama persalinan.
Akibatnya saat lahir, sulit untuk menilai berapa lama bayi telah berada
dalam keadaan membahayakan. Pemeriksaan fisik tidak dapat
membedakan antara apnu primer dan sekunder, namun respon pernapasan
yang ditunjukkan akan dapat memperkirakan kapan mulai terjadi keadaan
yang membahayakan itu. Jika bayi menunjukkan tanda pernapasan segera
setelah dirangsang, itu adalah apnu primer. Jika tidak menunjukkan
perbaikan apa-apa, ia dalam keadaan apnu sekunder. Sebagai gambaran
umum, semakin lama seorang bayi dalam keadaan apnu sekunder, semakin
lama pula dia bereaksi untuk dapat memulai pernapasan. Walau demikian,
segera setelah ventilasi yang adekuat, hampir sebagian besar bayi baru
lahir akan memperlihatkan gambaran reaksi yang sangat cepat dalam hal
peningkatan frekuensi jantung.
Jika setelah pemberian ventilasi tekanan positif yang adekuat, ternyata
tidak memberikan respons peningkatan frekuensi jantung maka keadaan
yang membahayakan ini seperti gangguan fungsi miokardium dan tekanan
darah, telah jatuh pada keadaan kritis. Pada keadaan seperti ini, pemberian
kompresi dada dan obat-obatan mungkin diperlukan untuk resusitasi
[ CITATION Dep08 \l 1033 ].
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala asfiksia pada neonates menurut Sudarti (2013), yaitu:
1. Tidak bernafas atau nafas megap-megap atau pernafasan lambat (kurang
dari 30 kali per menit).
2. Pernafasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (pelekukan dada).
3. Tangisan lemah atau merintih.
4. Warna kulit biru. ‘
5. Tonus otot lemas atau ekstermitas terkulai.
6. Denyut jantung tidak ada atau lambat (kurang dari 100 kali per menit)
[ CITATION Sud13 \l 1033 ]
F. Komplikasi
Komplikasi ini meliputi beberapa organ:
1. Edema otak dan Perdarahan otak
Pada penderita asfksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi aliran darah ke otak yang menurun. Keadaaan ini akan
menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema
otak. Hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak [ CITATION Man08 \l
1033 ].
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfksia.
Keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya
yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung
akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal
inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah
mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfksia akan mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan
O2 dan kesulitan pengeluaran CO2. Hal ini dapat menyebabkan kejang
pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif [ CITATION Man08 \l
1033 ].
4. Koma
Apabila pada pasien asfksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal, diantaranya : hipoksemia dan
perdarahan pada otak. Sedangkan akibat tindakan dari pemakaian bag and
mask yang berlebihan dapat menyebabkan pneumotoraks, dimana pada
pengembangan paru yang berlebihan dapat menyebabkan alveolus pecah
atau robekan pada mediastinum sehinga udara akan mengisi rongga
pleura / mediastinum [ CITATION Man11 \l 1033 ].
G. Pencegahan
Pencegahan yang komprehensif dimulai dari masa kehamilan, persarilan
dan beberapa saat setelah persalinan. Pencegahan berupa:
1. Melakukan pemeriksaan antenatal rutin miniml 4 kali kunjungn
2. Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap
pada kehamilan yang diduga beresiko bsyinys lahir dengan asfiksia
neonatrum.
3. Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu
4. Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan jann dan deteksi
dini terhadap tanda-tanda asfiksia fetal selama persalinan dengan
kardiotokografi.
5. Meningkatkan keterampilan tenaga obstetric dengan penanganan asfiksia
neonatrum di masing-masing tingkat pelayanan kesehatan
6. Meningkatkan kerjasama tenaga obstetric dalam pemantauan dan
penanganan persalinan.
7. Melakukan perawatan neonatal esensial yang terdiri dari :
a. Peresalinan yang bersih dan aman
b. Stabilisasi suhu
c. Inisiasi pernapasan spontan
d. Inisiasi menyusu dini
e. Pencegahan infeksi terhadap pemberian imunisasi
Setelah persalinan ajarkan pada pasien dan keluarga dalam:
1. Meningkatkan upaya kardiovaskuler efektif
2. Memberikan lingkungan termonetral dan mempertahankan suhu tubuh
3. Cencegah cidera atau komplikasi
4. Mendekatkan kedekatan orangtua-bayi
5. Beri beri asupan ASI sesering mungkin setelah keadaan memungkinkan.
[ CITATION Nur151 \l 1033 ]
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
a. Tindakan Keperawatan:
1) Bersihkan jalan nafas : kepala bayi diletakkan lebih rendah agar
lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan laringioskop untuk
membantu penghisapan lendir dari saluran nafas yang lebih dalam.
2) Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak
memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki
menekan tanda achiles.
3) Mempertahankan suhu tubuh [ CITATION Sar11 \l 1033 ].
b. Tindakan khusus
1) Asfiksia berat: Berikan oksigen dengan tekanan positif dan
intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan
udara yang telah diperkaya dengan oksigen. Tekanan O2 yang
diberikan tidak lebih dari 30 cmH2O. Bila pernafasan spontan
tidak timbul lakukan massage jantung dengan ibu jari yang
menekan pertengahan sternum 80 –100 x/menit.
2) Asfiksia sedang/ringan: Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir,
rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan
kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi
maksimal beri oksigen 1-2 l/mnt melalui kateter dalam hidung,
buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah
secara teratur 20x/menit. Penghisapan cairan lambung untuk
mencegah regurgitasi.
3) Antisipasi kebutuhan resusitasi
Antisipasi, persiapan adekuat, evaluasi akurat dan inisiasi
bantuan sangatlah penting dalam kesuksesan resusitasi neonatus.
Pada setiap kelahiran harus ada setidaknya satu orang yang
bertanggung jawab pada bayi baru lahir. Orang tersebut harus
mampu untuk memulai resusitasi, termasuk pemberian ventilasi
tekanan positif dan kompresi dada. Orang ini atau orang lain yang
datang harus memiliki kemampuan melakukan resusitasi neonatus
secara komplit, termasuk melakukan intubasi endotrakheal dan
memberikan obat-obatan. Bila dengan mempertimbangkan factor
risiko, sebelum bayi lahir diidentifikasi bahwa akan membutuhkan
resusitasi maka diperlukan tenaga terampil tambahan dan persiapan
alat resusitasi [ CITATION Dep08 \l 1033 ].
Bayi prematur (usia gestasi < 37 minggu) membutuhkan
persiapan khusus. Bayi prematur memiliki paru imatur yang
kemungkinan lebih sulit diventilasi dan mudah mengalami
kerusakan karena ventilasi tekanan positif serta memiliki pembuluh
darah imatur dalam otak yang mudah mengalami perdarahan Selain
itu, bayi prematur memiliki volume darah sedikit yang
meningkatkan risiko syok hipovolemik dan kulit tipis serta area
permukaan tubuh yang luas sehingga mempercepat kehilangan
panas dan rentan terhadap infeksi. Apabila diperkirakan bayi akan
memerlukan tindakan resusitasi, sebaiknya sebelumnya dimintakan
informed consent. Definisi informed consent adalah persetujuan
tertulis dari penderita atau orangtua/wali nya tentang suatu
tindakan medis setelah mendapatkan penjelasan dari petugas
kesehatan yang berwenang. Tindakan resusitasi dasar pada bayi
dengan depresi pernapasan adalah tindakan gawat darurat. Dalam
hal gawat darurat mungkin informed consent dapat ditunda setelah
tindakan. Setelah kondisi bayi stabil namun memerlukan perawatan
lanjutan, dokter perlu melakukan informed consent. Lebih baik lagi
apabila informed consent dimintakan sebelumnya apabila
diperkirakan akan memerlukan tindakan [ CITATION Dep08 \l 1033 ].
I. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil
asidosis pada darah tali pusat:
1. PaO2 < 50 mm H2O
2. PaCO2 > 55 mm H2
3. pH < 7,30
Bila bayi sudah tidak membutuhkan bantuan resusitasi aktif, pemeriksaan
penunjang diarahkan pada kecurigaan atas komplikasi, berupa :
1. Darah perifer lengkap Pemeriksaan radiologi/foto dada
2. Analisis gas darah sesudah lahir Pemeriksaan radiologi/foto abdomen
3. tiga posisi
4. Gula darah sewaktu Pemeriksaan USG Kepala
5. Elektrolit darah (Kalsium, Natrium, Kalium)
6. Pemeriksaan EEG
7. Ureum kreatinin CT scan kepala
8. Laktat. [ CITATION Dep08 \l 1033 ]
9. Baby gram (RO dada).
10. USG (Kepala) [ CITATION Nur151 \l 1033 ]
J. Pathway
Menurut Manuaba (2008) :
Tali pusat
Plasenta (degenerasi (kompresi, lilitan
Maternal (hipotensiK. BAB II KONSEP
syok, anemia vaskuler, solusio
DASAR KEPERAWATAN tali pusat, Janin
Uterus (aktivitas plasenta, pertumbuhan (infeksi,anemia
maternal, penekanan hilangnya jelly
“ASFIKSIA NEONATRUM”
kontraksi, gangguan hypoplasia primer) janin,
respirasi,malnutrisi, asidosis, wharton)
A. Pengkajian vaskuler) sungsang)
supine hipotensi)
Merupakan informasi yang dicatat mencakup Identitas orang tua, identitas
bayi baru lahir, riwayat persalinan, pemeriksaan fisik.
1. Identitas ASFIKSIA (sedang, berat)
a. Pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku/bangsa,
tanggal mrs, tanggal pengkajian, ruangan, diagnosa medis no. rekam
medik)
Janin kekurangan O2 Paru-paru terisi cairan ( misal : aspirasi
b. Identitas penanggung jawab (nama orang tua, agama, pendidikan,
mekonium, air ketuban)
& kadar CO meningkat
pekerjaan,
2 alamat, umur)
Pengkajian biodata/ identitas menurut Romauli (2011) antara lain :
Gangguan metabolism &
1) Nama bayi :Untuk mengetahui kapan bayiJalan
Bersihan lahir. perubahan asam basa
2) Tanggal lahir nafas
:Untuk mengetahui kapan tidak
bayi lahir.
Efektif
3) Jenis kelamin :Untuk mengetahui jenis kelamin yang
Napas cepat dilahirkan
Suplai O2 dalam darah ↓ Suplai O2 ke paru ↓ Asidosis respiratorik
4) Nama Orang Tua :Untuk mengetahui identitas orang tua bayi
5) Umur :Untuk mengetahui kurun waktu reproduksi
Apneu Hipoksiasehat, dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan
organ (jantung, Gangguan perfusi-ventilasi
otak paru)
adalah 20-30 tahun. Kerusakan otak
DJJ & TD ↓ 6) Pendidikan :Untuk mengetahui, tingkat pendidikan
mempengaruhi sikapsianosis
perilaku kesehatan seseorang. Napas cuping hidung,
7) Pekerjaan Kematian bayi
:Hal ini untuk mengetahui taraf hidup dan sianosis, hipoksia

Pola Nafas sosial ekonomi agar nasehat kita sesuai. Pekerjaan ibu perlu
Tidak Efektif diketahui untuk mengetahui apakah ada pengaruh pada kehamilan
Gangguan
seperti, bekerja dipabrik rokok, percetakan.
Berduka pertukaran gas
8) Alamat :Untuk mengetahui ibu tinggal dimana
menjaga kemungkinan bila ada ibu yang namanya bersamaan.
Alamat juga diperlukan bila mengadakan kunjungan kepada
Akral dingin
perilaku.
2. Riwayat Kesehatan Resiko Cidera
a. Riwayat kesehatan sekarang
Resiko Hipotermia
- Keluhan utama
Untuk mengetahui alasan pasien yang dirasakan saat pemeriksaan
[ CITATION Rom11 \l 1033 ]. Pasien dengan asfiksia memiliki frekuensi
jantung 100 kali/menit, tonus otot kurang baik, sianosis/pucat.
b. Riwayat kesehatan dahulu
1) Riwayat Kehamilan
Penyakit yang pernah diderita selama hamil, Obat-obatan yang
pernah dikonsumsi selama kehamilan

2) Kaji riwayat persalinan (prenatal, natal, neonatal, posnatal)


a) Antenatal care (ANC) Untuk mengetahui riwayat ANC teratur
atau tidak, sejak hamil berapa minggu, tempat ANC dan
riwayat kehamilannya .
b) Jenis Persalinan
c) BB Lahir
d) Kelainan Kongenital
e) Post Natal : bayi lahir mengalami asfiksia dan tidak
berpenyakit menular
f) Adanya riwayat usia kehamilan kurang bulan.
g) Adanya riwayat air ketuban bercampur meconium.
h) Adanya riwayat lahir tidak bernafas atau menangis.
i) Adanya riwayat gangguan atau kesulitan waktu lahir (lilitan tali
pusat, sungsang, ekstrasi vakum, ekstrasi forsep, dll) [CITATION
Wij09 \l 1033 ].
c. Riwayat Penyakit ibu
1) Penyakit yang pernah diderita
2) Operasi
3) Alergi
d. Riwayat Imunisasi
Untuk mengetahui sudah/belum, kapan dan berapa kali yang nantinya
akan mempengaruhi kekebalan ibu dan bayi terhadap penyakit tetanus
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji apakah dalam keluarga pernah mengalami penyakit yang sama
atau penyakit infeksi lainnya.
3. Kebutuhan dasar
a. Sirkulasi
Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/menit. Tekanan
darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
1) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas
maksimal tepat di kiri dari mediasternum pada ruang intercosta
III/IV.
2) Murmur biasanya terjadi di selama beberapa jam pertama
kehidupan.
3) Tali pusat putih dan bergelatin mengandung 2 arteri 1 vena.
b. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
c. Makanan/cairan
1) Berat badan: 2500-4000 gram.
2) Panjang badan: 44-45 cm.
3) Turgor kulit elastis (bervarias sesuai gestasi).
d. Neurosensori
1) Tonus otot: fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
2) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
3) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukan abnormalitas genetik, hipoglikemia atau efek nerkotik
yang memanjang).
e. Pernafasan
1) Skor APGAR: skor optimal antara 7-10.
2) Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
3) Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum awalnya
silindrik thorak: kertilago xifoid menonjol umum terjadi.
f. Keamanan
Suhu rentan dari 36,50C -37,5oC. Ada vermiks (jumlah dan distribusi
tergantung pada usia gestasi).
g. Kulit
Kulit lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/kaki dapat terlihat, warna
merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukan
memar minor (misal: kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna
herliquin, petekie pada kepala/wajah (dapat menunjukan peningkatan
tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak
portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis dan mata atau
pada nukhal), atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan
bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mingkin ada (penempatan
elektroda internal). [ CITATION Kri13 \l 1033 ]
4. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala  : tidak ada kelainan
b. Muka  : sianosis / pucat
c. Mata  : Konjungtiva pucat, sclera tidak icterus, tidak ada perdarahan.
d. Hidung  : adapernafasan cuping hidungtidak ada nafas spontan.
e. Telinga  : simetris, tidak mengeluarkan cairan
f. Mulut  : reflek hisap lemah warna bibir biru
g. Leher   : tidak ada pembesaran kelenjar limfe, venajugularis
h. Dada  : terdapat retraksi dinding dada, pernfasan diafragmatik, tidak
adabenjolan, irregular, bayi ronkhi (+), wheezing (-)
i. Abdomen           : tali pusat belum lepas dan sudah ditali
j. Genetalia           : testis belum turun, glan penis normal
k. Ekstremitas        : warna kulit dan kuku sianosis, tonus otot lemah.
B. Diagnosis Keperawatan
Menurut [ CITATION SDK17 \l 1033 ], Diagnosis Keperawatan yang dapat
muncul pada Asfiksia Neonatrum adalah:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas
2. Pola nafas tidak efektif b.d sindrom hipoventilasi
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-pervusi
4. Resiko hipotermia b.d penurunan laju metabolisme
5. Berduka b.d kematian keluarga atau orang yang berarti
C. Intervensi dan Rasional
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas
Tujuan : Setelah dilakukan intervesi keperawatan bersihan jalan nafas
meningkat
Kriteria Hasil:
 Batuk efektif meningkat
 Produksi sputum menurun
 Mengi
 Wheezing menurun
 Gelisah menurun
 Frekuensi nafas membaik
 Sianosis menurun
 Pola nafas membaik[ CITATION SLK19 \l 1033 ]
Intervensi 1: Penghisapan Jalan Nafas
a. Observasi
1) Identifikasi kebutuhan dilakukan penghisapan
Rasional: Untuk memungkinkan reoksigenasi.
2) Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah penghisapan
Rasional: Pernapasan bising, ronki dan mengi menunjukkan
tertahannya secret.
3) Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera
sebelum, selama dan sesudah suction
Rasional: Membantu untuk mengidentifikasi perbedaan status
oksigen sebelum dan sesudah suction.
b. Terapeutik
3) Gunakan teknik aseptic
Rasional: mencegah terjadinya infeksi silang
4) Gunakan teknik penghisapan tertutup, sesuai indikasi
5) Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan
Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi
c. Edukasi
6) Beritahu keluarga tentang suction
Rasional: Membantu memberikan informasi yang benar pada
keluarga
Intervesi 2: Resusitasi : Neonatus (NIC)
Tindakan :
1. Siapkan perlengkapan resusitasi sebelum persalinan.
2. Tes resusitasi bagian suction dan aliran O2 untuk memastikan dapat
berfungsi dengan baik.
3. Tempatkan BBL di bawah lampu pemanas radiasi.
4. Masukkan laryngoskopy untuk memvisualisasi trachea untuk
menghisap mekonium.
5. Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium dari
jalan nafas bawah.
6. Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau punggung bayi.
7. Monitor respirasi.
8. Lakukan auskultasi untuk memastikan vetilasi adekuat.
2. Pola nafas tidak efektif b.d sindrom hipoventilasi
Intervensi : Manajemen jalan napas
Tujuan: Pola Nafas membaik
Kriteria Hasil:
 Dispnea menurun
 Pengguanaan otot bantu menurun
 Pernapasan cuping hidung menurun
 Frekuensi nafas membaik
 Kedalaman napas membaik
Tindakan:
a. Observasi
1) Monitor pola napas (frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas)
Rasional: untuk mengetahui pola napas terkait frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas.
2) Monitor bunyi napas
Rasional: untuk mengetahui ada atau tidak bunyi napas tambahan
3) Monitor adanya produksi sputum
Rasional: untuk mengetahui jumlah dan warna sputum
b. Terapeutik
4) Posisikan posisi semi fowler atau fowler
Rasional: pemberian dengan posisi semi fowler atau fowler
membantu pasien memaksimalkan ventilasi sehingga kebutuhan
oksigen terpenuhi melalui proses pernapasan
5) Berikan oksigen
Rasional: mengurangi sesak napas pda pasien
6) Berikan air hangat
Rasional: penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme
bronkus
c. Edukasi
7) Mengajarkan teknik batuk efektif, jika perlu
Rasional: untuk membersihkan laring, trakea, dan bronkiolus dari
sekret atau benda asing di jalan nafas
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-pervusi
Intervensi: Pemantauan respirasi
Tujuan: Pertukaran gas membaik
Kriteria Hasil:
 Tingakt kesadaran meningkat
 Dispnea menurun
 Bunyi nafas tambahan menurun
 Diaphoresis menurun
 Takikardia membaik
 PCO2 membaik
 PO2 membaik
Tindakan:
a. Observasi
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
Rasional: untuk mnegetahui frekuensi, irama, kedalaman, dan
upaya napas pada pasien
2) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
Rasional: untuk mengetahui bentuk pola nafas pada pasien
3) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Rasional: untuk melihat kesimetrisan paru saat terjadi inspirasi-
ekspirasi
4) Auskultasi bunyi napas
Rasional: Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis.
Ronki, mengi menunjukkan akumulasi secret/ketidakmampuan
untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan
peningkatan kerja pernafasan
5) Monitor saturasi oksigen
Rasional: Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan/atau saturasi
atau peningkatan PaCO2 menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi/perubahan program terapi.
b. Terapeutik
1) Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Rasional: memberi jarak waktu pemantauan respirasi sebagai
pengontrol dalam melakukan tindakan
2) Dokumentasikan hasil pemantauan
Rasional: pendokumentasian hasil pemantaun sebagai alat untuk
melihat perkembangan dan bukti pertanggung jawaban tindakan
c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Rasional: memberikan pemahaman tentang tujuan dan prosedur
tindakan
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Rasional: memberikan informasi kepada tenaga kesehatan dan
keluarga pasien
4. Resiko hipotermia b.d penurunan laju metabolism
Intervensi: Manajemen Hipotermia
Tujuan: Termoregulasi membaik
Kriteria hasil:
 Saturasi Oksigen meningkat
 PaO2 meningkat
 Pucat menurun
 Akral dingin menurun
 PaO2 memnurun
 Tekanan darah membaik
 Tekanan nadi membaik
 Pengisian kapiler membaik
Tindakan:
a. Observasi
1) Monitor suhu tubuh
Rasional: Mengetahui terjadinya hipotermi.
2) Identifikasi penyebab hipotermia (mis. Terpapar suhu lingkungan,
pakaian tipis, kerusakan lingkungan, penurunan laju metabolism,
kekurangan lemak subkutan)
Rasional: untuk mengidentifikasi penyebab terjadinya hipotermia
3) Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia (mis. Hipotermia
ringan: takipnea, disartia, mengggigil, hipertensi, diuresis;
hipetermia sedang: aritmia, hipotensi, apatis, koagulapati, reflex
menurun; hipotermia berat: oliguria, reflex menhghilang, edema
paru, asam-basa abnormal)
Rasional: untuk mengetahui tanda dan gejala hipotermia yang
terjadi pada bayi
b. Terapeutik
4) Sediakan lingkungan yang hangat (mis. Atur suhu ruangan,
incubator)
Rasional: Mambantu BBL tetap berada pada keadaan yang sesuai
dengan keadaannya.
5) Lakukan penghangatan pasif (mis. Selimut, menutup kepala,
pakaian tebal)
Rasional: Mambantu BBL tetap berada pada keadaan yang sesuai
dengan keadaannya.
5. Berduka b.d kematian keluarga atau orang yang berarti
Intervensi: Dukungan Proses Berduka
Tujuan: Tingkat berduka membaik
Kriteria Hasil:
 Verbalisasi menerima kehilangan membaik
 Perasaan sedih menurun
 Menangis menurun
 Marah menurun
 Panik menurun
Tindakan :
a. Observasi
1) Identifikasi reaksi awal terhadap kematian bayi
Rasional: untuk mengetahui respon orangtua terhadap kematian
bayinya

b. Terapeutik
2) Diskusikan pengambilan keputusan yang diperlukan
c. Edukasi
3) Informasikan bentuk bayi berdasarkan usia gestasi dan lama
kematian
d. Kolaborasi
4) Rujuk kepada toko agama jika perlu
D. Implementasi
Merupakan pengelolaan dari perwujudan intervensi meliputi kegiatan
yaitu validasi, rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana,
memberikan askep dalam pengumpulan data, serta melaksanakan adusa dokter
dan ketentuan RS [ CITATION WIj13 \l 1033 ].
Implementasi merupakan realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan
sesudah tindakan serta menilai data yang baru [ CITATION Kri13 \l 1033 ].
E. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dan suatu proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan rencana tentang kesehatan pasien dengan
tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan
sesama tenaga kesehatan[ CITATION WIj13 \l 1033 ].
Evaluasi merupakan penelitian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang telah diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan [ CITATION Kri13 \l 1033 ].
BAB III KAJIAN INTEGRASI KEILMUAN
Manusia tidak bisa terbebas dari penyakit. Rasulullah senantiasa
menganjurkan untuk berobat bagi orang yang menderita penyakit, karena
kesehatan sangat penting bagi manusia. Hal ini sesuai dengan riwayat Imam
Ahmad:
Artinya:“Dari Usamah bin Syarik, ia berkata: ada orang Badui datang, lalu ia
bertanya: Ya Rasulullah, apakah kami (harus) berobat? Nabi menjawab: “Ya,
karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu penyakit melainkan Ia
menurunkan obat untuknya, orang yang mengerti (tentu) mengetahuinya dan
orang yang bodoh (tentu) tidak mengetahuinya.” (HR. Ahmad)
Berdasarkan hadis di atas dijelaskan, bahwa adanya berbagai upaya (ikhtiyar)
dan itu tidak berarti menafikan tawakal kepada Allah bagi orang yang
mempercayai, bahwa upaya-upaya itu atas izin dan takdir Allah, dan bahwasannya
upaya-upaya itu bukan dengan sendirinya menyembuhkan akan tetapi atas takdir
Allah juga. Karena obat itu terkadang bisa berbalik menjadi penyakit bila takdir
Allah menghendakinya. Namun berobat itu tidak menafikan tawakal, sebagaimana
tidak menafikannya mengusir lapar dan haus dengan makan dan minum.
Demikian pula halnya, menghindari malapetaka, berdoa mohon kesembuhan,
menolak bahaya dan lain sebagainya.
Anak dalam pengertian walad merujuk pada keadaan fisik. yaitu anak yang
dilahirkan dari rahim seorang ibu. pengertian fisiologis ini kemudian
menimbulkan syarat kepatutan bagi perawatan anak secara fisik, hingga ia bisa
berkembang secara optimal[ CITATION Hid15 \l 1033 ] . Konsepsi fisiologis dalam
istilah walad dipertegas kembali dalam Q. S. Ali Imran: 47:
َ َ‫ٓا ۚ ُء إِ َذا ق‬W‫ا يَ َش‬WW‫ق َم‬
‫ ٗرا‬Wۡ‫ ٰ ٓى أَم‬W‫ض‬ ِ ِ‫ ٰ َذل‬W‫ا َل َك‬WWَ‫ۖر ق‬ٞ ‫ بَ َش‬W‫د َولَمۡ يَمۡ َس ۡسنِي‬ٞ َ‫قَالَ ۡت َربِّ أَنَّ ٰى يَ ُكونُ لِي َول‬
ُ Wُ‫ك ٱهَّلل ُ يَ ۡخل‬
ُ‫فَإِنَّ َما يَقُو ُل لَ ۥهُ ُكن فَيَ ُكون‬
Terjemahnya: “Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai
anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun". Allah
berfirman (dengan perantaraan Jibril): "Demikianlah Allah menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya.Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah
hanya cukup berkata kepadanya:"Jadilah", lalu jadilah dia.”[ CITATION AlQ14 \l
1033 ]
Setiap penyakit itu ada obatnya dan apabila obatnya cocok dengan
penyakitnya maka dengan izin Allah ia akan sembuh. Seperti yang kita ketahui
dari keterangan para dokter, penyakit itu adalah keluarnya tubuh dari saluran yang
semestinya, Sementara pengobatan adalah upaya untuk mengembalikannya.
Kesehatan itu harus selalu dijaga, dan salah satu caranya adalah dengan
memberikan obat-obatan yang berlawanan dengan karakter penyakit itu sendiri.
Begitu misterius dan relatifnya hakekat penyakit dan hakekat obatnya, sehingga
sedikit sekali orang yang mempercayai teori tersebut. Dari sinilah seorang dokter
salah dalam memberikan diagnosa, sehingga pasien yang ditanganinya tidak
sembuh. Kita percaya pada jaminan yang disampaikan Nabi SAW bahwa setiap
penyakit itu pasti ada obatnya. Kalau kemudian kita lihat banyak orang yang
berobat tetapi tidak sembuh, itu karena hakekat obatnya yang belum
diketahui[ CITATION NTh13 \l 1033 ].
Daftar Pustaka
Depkes RI, K. (2008). Pencegahan dan Penatalaksanaan Asfiksia Neonatrum.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Dewi. (2012). Asuhan kebidanan pada Neonatus. Jakarta : Salemba Medika.
Hidayah, N., & dkk. (2015). Perawatan Holistik pada Anak dalam Perspektif
Islam. Makassar: Andira Publisher.
Kemenag RI. (2014). Al-Qur'an dan terjemahan. Departemen Agama Republik
Indonesia.
Kristiyanasari, w. (2013). Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Manuaba. (2011). Ilmu Kebidanan, Kandungan dan KB. Jakarta: EGC.
Manuaba, I. B. (2008). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
Maryumi, A., & Puspita, E. (2013). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Trans Info Media.
Mochtar, R. (2008). Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.
Jakarta: EGC.
Nurarif, & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawat Berdasarkan Diagnose
Medic Dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Mediaction.
Prawirohardjo, S. (2009). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Romauli. (2011). Buku Ajar Askeb I Konsep Dasar Asuhan Kehamilan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Sarwono, W. H. (2010). Pengantar Ilmu Kebidanan Ed 3. Yogyakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sarwono, W. H. (2011). Pengantar Ilmu Kandungan. Ed 4. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim
Pokja SDKI DPP PPNI.
Septiana. (2015). Hubungan Kondisi Ketuban dengan Kejadian Asfiksia pada
Bayi di RSUD Panembahan Senopati Bantul Tahun 2015. Jurnal
Penelitian.
SIKI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim
Pokja DPP PPNI.
SLKI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim
Pokja DPP PPNI.
Sofian, A. (2012). . Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri : Obstetri Operatif,
Obstetri Sosial Ed 3 Jilid 1 & 2. Jakarta: EGC.
Sudarti, d. (2013). Asuhan Kebidanan Neonatus Resiko Tinggi dan Kegawatan.
Yogyakarta.
Thayyarah, N. (2013). uku Pintar Sains dalamAl Quran: Mengerti Mukjizat
IlmiahFirman Allah. Jakarta: Zaman.
Wijaya, A. S., & Putri . (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2 (Keperawatan
Dewasa) Dilengkapi Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai