OLEH:
IKRIMAH SYAM,S.Kep
70900120003
Dosen Pembimbing
A. Pengertian
Asfiksia adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan
tidak bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia dapat terjadi
selama kehamilan atau persalinan [ CITATION Sof12 \l 1033 ].
Asfiksia neonatarum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir [ CITATION Sar11 \l 1033
].
Asfiksia adalah suatu keadaan bayi barulahir yang mengalami gagal
bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak
dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari
tubuhnya [ CITATION Dew12 \l 1033 ].
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur
pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan
hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis [ CITATION Mar13 \l 1033 ].
B. Etiologi dan Faktor Resiko
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan
sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi
berkurang yang mengakibatkan hipoksia bayi di dalam rahim dan dapat
berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui
dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya
adalah [ CITATION Nur151 \l 1033 ]
1. Faktor ibu
a. Preeklampsia dan eklampsia
b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c. Partus lama atau partus macet
d. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan). (Nurarif &
Kusuma, 2015)
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengarahi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dll.
3. Faktor Fetus
a. Kompresi umbilicus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan
janin.
b. Lilitan tali pusat
c. Tali pusat pendek
d. Simpul tali pusat
e. Prolapsus tali pusat
4. Faktor Bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
c. Kelainan bawaan (kongenital)
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan). (Nurarif &
Kusuma, 2015)
5. Tabel Faktor resiko asfiksia neonatrum
Faktor Disebabkan Keterangan
Score 0 1 2
A : Appearance Biru, pucat Badan merah Seluruhnya
(warna kulit) muda merah muda
P : Pulse Tidak ada Ekstremitas biru
(denyut nadi) Lambat Diatas 100
G : Grimace (dibawah 100 x/mnt
(refleks) x/mnt)
1. Respon
terhadap
kateter
dalam Tidak ada respon Menyeringai Batuk atau
lubang bersin
hidung
(dicoba
setelah
orofaring
dibersihkan)
.
2. Tangensial Tidak ada respon Menyeringai Menangis dan
foot siap menarik kaki.
A : Activity Lumpuh Beberapa Fleksi dengan
(tonus otot) ekstremitas baik
pincang
R : Respiration Tidak ada Tangisan lemah Tangisan kuat
(usaha Hipoventilasi
bernafas)
Sumber : Depkes RI, 2008
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR
1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
2. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
D. Patofisiologi
Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), patofiologi terjadinya asfiksia
pada neonates dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau
jalan untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di
dalam paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen
(pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat
melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga darah
dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus
arteriosus kemudian masuk ke aorta.
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai
sumber utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam
jaringan paru, dan alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara
akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di
sekitar alveoli.
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan
tahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik.
Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh
darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran
darah bekurang.
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik,
menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan
tekanan sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran
pada duktus arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi di alveoli oleh
pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak mengandung
oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh
tubuh bayi baru lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan
oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada
saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi,
duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui
duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak
oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan
menggunakan paruparunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama
dan tarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya.
Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi
pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh
darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi
kemerahan.16
2. Kesulitan yang dialami bayi selama masa transisi
Bayi dapat mengalami kesulitan sebelum lahir, selama persalinan atau
setelah lahir. Kesulitan yang terjadi dalam kandungan, baik sebelum atau
selama persalinan, biasanya akan menimbulkan gangguan pada aliran
darah di plasenta atau tali pusat. Tanda klinis awal dapat berupa deselerasi
frekuensi jantung janin. Masalah yang dihadapi setelah persalinan lebih
banyak berkaitan dengan jalan nafas dan atau paru-paru, misalnya sulit
menyingkirkan cairan atau benda asing seperti mekonium dari alveolus,
sehingga akan menghambat udara masuk ke dalam paru mengakibatkan
hipoksia.
Bradikardia akibat hipoksia dan iskemia akan menghambat
peningkatan tekanan darah (hipotensi sistemik). Selain itu kekurangan
oksigen atau kegagalan peningkatan tekanan udara di paru-paru akan
mengakibatkan arteriol di paru-paru tetap konstriksi sehingga terjadi
penurunan aliran darah ke paru-paru dan pasokan oksigen ke jaringan.
Pada beberapa kasus, arteriol di paru-paru gagal untuk berelaksasi
walaupun paru-paru sudah terisi dengan udara atau oksigen (Persisten
Pulmonary Hypertension Newborn, disingkat menjadi PPHN).
3. Reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal
Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke
dalam paruparunya yang mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke
jaringan insterstitial di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol
pulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini
terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap kontriksi, alveoli tetap terisi
cairan dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen.
Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol
pada organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran
darah ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk
mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran darah
akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital. Walaupun
demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi
kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan curah jantung,
penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan aliran darah ke seluruh
organ akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan
oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang
irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian. Keadaan bayi
yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda
klinis seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot
dan organ lain; depresi pernapasan karena otak kekurangan oksigen;
bradikardia (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen
pada otot jantung atau sel otak; tekanan darah rendah karena kekurangan
oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan aliran darah
yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan; takipnu
(pernapasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru; dan
sianosis karena kekurangan oksigen di dalam darah.
4. Mekanisme yang terjadi pada bayi baru lahir mengalami gangguan di
dalam kandungan atau pada masa perinatal
Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda
vital pertama yang berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen.
Setelah periode awal pernapasan yang cepat maka periode selanjutnya
disebut apnu primer. Rangsangan seperti mengeringkan atau menepuk
telapak kaki akan menimbulkan pernapasan. Walaupun demikian bila
kekurangan oksigen terus berlangsung, bayi akan melakukan beberapa
usaha bernapas megap-megap dan kemudian terjadi apnu sekunder,
rangsangan saja tidak akan menimbulkan kembali usaha pernapasan bayi
baru lahir. Bantuan pernapasan harus diberikan untuk mengatasi masalah
akibat kekurangan oksigen.
Frekuensi jantung mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu
primer. Tekanan darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu
sekunder sebagaimana diperlihatkan dalam gambar di bawah ini (kecuali
jika terjadi kehilangan darah pada saat memasuki periode hipotensi). Bayi
dapat berada pada fase antara apnu primer dan apnu dan seringkali
keadaan yang membahayakan ini dimulai sebelum atau selama persalinan.
Akibatnya saat lahir, sulit untuk menilai berapa lama bayi telah berada
dalam keadaan membahayakan. Pemeriksaan fisik tidak dapat
membedakan antara apnu primer dan sekunder, namun respon pernapasan
yang ditunjukkan akan dapat memperkirakan kapan mulai terjadi keadaan
yang membahayakan itu. Jika bayi menunjukkan tanda pernapasan segera
setelah dirangsang, itu adalah apnu primer. Jika tidak menunjukkan
perbaikan apa-apa, ia dalam keadaan apnu sekunder. Sebagai gambaran
umum, semakin lama seorang bayi dalam keadaan apnu sekunder, semakin
lama pula dia bereaksi untuk dapat memulai pernapasan. Walau demikian,
segera setelah ventilasi yang adekuat, hampir sebagian besar bayi baru
lahir akan memperlihatkan gambaran reaksi yang sangat cepat dalam hal
peningkatan frekuensi jantung.
Jika setelah pemberian ventilasi tekanan positif yang adekuat, ternyata
tidak memberikan respons peningkatan frekuensi jantung maka keadaan
yang membahayakan ini seperti gangguan fungsi miokardium dan tekanan
darah, telah jatuh pada keadaan kritis. Pada keadaan seperti ini, pemberian
kompresi dada dan obat-obatan mungkin diperlukan untuk resusitasi
[ CITATION Dep08 \l 1033 ].
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala asfiksia pada neonates menurut Sudarti (2013), yaitu:
1. Tidak bernafas atau nafas megap-megap atau pernafasan lambat (kurang
dari 30 kali per menit).
2. Pernafasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (pelekukan dada).
3. Tangisan lemah atau merintih.
4. Warna kulit biru. ‘
5. Tonus otot lemas atau ekstermitas terkulai.
6. Denyut jantung tidak ada atau lambat (kurang dari 100 kali per menit)
[ CITATION Sud13 \l 1033 ]
F. Komplikasi
Komplikasi ini meliputi beberapa organ:
1. Edema otak dan Perdarahan otak
Pada penderita asfksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi aliran darah ke otak yang menurun. Keadaaan ini akan
menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema
otak. Hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak [ CITATION Man08 \l
1033 ].
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfksia.
Keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya
yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung
akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal
inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah
mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfksia akan mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan
O2 dan kesulitan pengeluaran CO2. Hal ini dapat menyebabkan kejang
pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif [ CITATION Man08 \l
1033 ].
4. Koma
Apabila pada pasien asfksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal, diantaranya : hipoksemia dan
perdarahan pada otak. Sedangkan akibat tindakan dari pemakaian bag and
mask yang berlebihan dapat menyebabkan pneumotoraks, dimana pada
pengembangan paru yang berlebihan dapat menyebabkan alveolus pecah
atau robekan pada mediastinum sehinga udara akan mengisi rongga
pleura / mediastinum [ CITATION Man11 \l 1033 ].
G. Pencegahan
Pencegahan yang komprehensif dimulai dari masa kehamilan, persarilan
dan beberapa saat setelah persalinan. Pencegahan berupa:
1. Melakukan pemeriksaan antenatal rutin miniml 4 kali kunjungn
2. Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap
pada kehamilan yang diduga beresiko bsyinys lahir dengan asfiksia
neonatrum.
3. Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu
4. Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan jann dan deteksi
dini terhadap tanda-tanda asfiksia fetal selama persalinan dengan
kardiotokografi.
5. Meningkatkan keterampilan tenaga obstetric dengan penanganan asfiksia
neonatrum di masing-masing tingkat pelayanan kesehatan
6. Meningkatkan kerjasama tenaga obstetric dalam pemantauan dan
penanganan persalinan.
7. Melakukan perawatan neonatal esensial yang terdiri dari :
a. Peresalinan yang bersih dan aman
b. Stabilisasi suhu
c. Inisiasi pernapasan spontan
d. Inisiasi menyusu dini
e. Pencegahan infeksi terhadap pemberian imunisasi
Setelah persalinan ajarkan pada pasien dan keluarga dalam:
1. Meningkatkan upaya kardiovaskuler efektif
2. Memberikan lingkungan termonetral dan mempertahankan suhu tubuh
3. Cencegah cidera atau komplikasi
4. Mendekatkan kedekatan orangtua-bayi
5. Beri beri asupan ASI sesering mungkin setelah keadaan memungkinkan.
[ CITATION Nur151 \l 1033 ]
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
a. Tindakan Keperawatan:
1) Bersihkan jalan nafas : kepala bayi diletakkan lebih rendah agar
lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan laringioskop untuk
membantu penghisapan lendir dari saluran nafas yang lebih dalam.
2) Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak
memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki
menekan tanda achiles.
3) Mempertahankan suhu tubuh [ CITATION Sar11 \l 1033 ].
b. Tindakan khusus
1) Asfiksia berat: Berikan oksigen dengan tekanan positif dan
intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan
udara yang telah diperkaya dengan oksigen. Tekanan O2 yang
diberikan tidak lebih dari 30 cmH2O. Bila pernafasan spontan
tidak timbul lakukan massage jantung dengan ibu jari yang
menekan pertengahan sternum 80 –100 x/menit.
2) Asfiksia sedang/ringan: Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir,
rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan
kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi
maksimal beri oksigen 1-2 l/mnt melalui kateter dalam hidung,
buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah
secara teratur 20x/menit. Penghisapan cairan lambung untuk
mencegah regurgitasi.
3) Antisipasi kebutuhan resusitasi
Antisipasi, persiapan adekuat, evaluasi akurat dan inisiasi
bantuan sangatlah penting dalam kesuksesan resusitasi neonatus.
Pada setiap kelahiran harus ada setidaknya satu orang yang
bertanggung jawab pada bayi baru lahir. Orang tersebut harus
mampu untuk memulai resusitasi, termasuk pemberian ventilasi
tekanan positif dan kompresi dada. Orang ini atau orang lain yang
datang harus memiliki kemampuan melakukan resusitasi neonatus
secara komplit, termasuk melakukan intubasi endotrakheal dan
memberikan obat-obatan. Bila dengan mempertimbangkan factor
risiko, sebelum bayi lahir diidentifikasi bahwa akan membutuhkan
resusitasi maka diperlukan tenaga terampil tambahan dan persiapan
alat resusitasi [ CITATION Dep08 \l 1033 ].
Bayi prematur (usia gestasi < 37 minggu) membutuhkan
persiapan khusus. Bayi prematur memiliki paru imatur yang
kemungkinan lebih sulit diventilasi dan mudah mengalami
kerusakan karena ventilasi tekanan positif serta memiliki pembuluh
darah imatur dalam otak yang mudah mengalami perdarahan Selain
itu, bayi prematur memiliki volume darah sedikit yang
meningkatkan risiko syok hipovolemik dan kulit tipis serta area
permukaan tubuh yang luas sehingga mempercepat kehilangan
panas dan rentan terhadap infeksi. Apabila diperkirakan bayi akan
memerlukan tindakan resusitasi, sebaiknya sebelumnya dimintakan
informed consent. Definisi informed consent adalah persetujuan
tertulis dari penderita atau orangtua/wali nya tentang suatu
tindakan medis setelah mendapatkan penjelasan dari petugas
kesehatan yang berwenang. Tindakan resusitasi dasar pada bayi
dengan depresi pernapasan adalah tindakan gawat darurat. Dalam
hal gawat darurat mungkin informed consent dapat ditunda setelah
tindakan. Setelah kondisi bayi stabil namun memerlukan perawatan
lanjutan, dokter perlu melakukan informed consent. Lebih baik lagi
apabila informed consent dimintakan sebelumnya apabila
diperkirakan akan memerlukan tindakan [ CITATION Dep08 \l 1033 ].
I. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil
asidosis pada darah tali pusat:
1. PaO2 < 50 mm H2O
2. PaCO2 > 55 mm H2
3. pH < 7,30
Bila bayi sudah tidak membutuhkan bantuan resusitasi aktif, pemeriksaan
penunjang diarahkan pada kecurigaan atas komplikasi, berupa :
1. Darah perifer lengkap Pemeriksaan radiologi/foto dada
2. Analisis gas darah sesudah lahir Pemeriksaan radiologi/foto abdomen
3. tiga posisi
4. Gula darah sewaktu Pemeriksaan USG Kepala
5. Elektrolit darah (Kalsium, Natrium, Kalium)
6. Pemeriksaan EEG
7. Ureum kreatinin CT scan kepala
8. Laktat. [ CITATION Dep08 \l 1033 ]
9. Baby gram (RO dada).
10. USG (Kepala) [ CITATION Nur151 \l 1033 ]
J. Pathway
Menurut Manuaba (2008) :
Tali pusat
Plasenta (degenerasi (kompresi, lilitan
Maternal (hipotensiK. BAB II KONSEP
syok, anemia vaskuler, solusio
DASAR KEPERAWATAN tali pusat, Janin
Uterus (aktivitas plasenta, pertumbuhan (infeksi,anemia
maternal, penekanan hilangnya jelly
“ASFIKSIA NEONATRUM”
kontraksi, gangguan hypoplasia primer) janin,
respirasi,malnutrisi, asidosis, wharton)
A. Pengkajian vaskuler) sungsang)
supine hipotensi)
Merupakan informasi yang dicatat mencakup Identitas orang tua, identitas
bayi baru lahir, riwayat persalinan, pemeriksaan fisik.
1. Identitas ASFIKSIA (sedang, berat)
a. Pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku/bangsa,
tanggal mrs, tanggal pengkajian, ruangan, diagnosa medis no. rekam
medik)
Janin kekurangan O2 Paru-paru terisi cairan ( misal : aspirasi
b. Identitas penanggung jawab (nama orang tua, agama, pendidikan,
mekonium, air ketuban)
& kadar CO meningkat
pekerjaan,
2 alamat, umur)
Pengkajian biodata/ identitas menurut Romauli (2011) antara lain :
Gangguan metabolism &
1) Nama bayi :Untuk mengetahui kapan bayiJalan
Bersihan lahir. perubahan asam basa
2) Tanggal lahir nafas
:Untuk mengetahui kapan tidak
bayi lahir.
Efektif
3) Jenis kelamin :Untuk mengetahui jenis kelamin yang
Napas cepat dilahirkan
Suplai O2 dalam darah ↓ Suplai O2 ke paru ↓ Asidosis respiratorik
4) Nama Orang Tua :Untuk mengetahui identitas orang tua bayi
5) Umur :Untuk mengetahui kurun waktu reproduksi
Apneu Hipoksiasehat, dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan
organ (jantung, Gangguan perfusi-ventilasi
otak paru)
adalah 20-30 tahun. Kerusakan otak
DJJ & TD ↓ 6) Pendidikan :Untuk mengetahui, tingkat pendidikan
mempengaruhi sikapsianosis
perilaku kesehatan seseorang. Napas cuping hidung,
7) Pekerjaan Kematian bayi
:Hal ini untuk mengetahui taraf hidup dan sianosis, hipoksia
Pola Nafas sosial ekonomi agar nasehat kita sesuai. Pekerjaan ibu perlu
Tidak Efektif diketahui untuk mengetahui apakah ada pengaruh pada kehamilan
Gangguan
seperti, bekerja dipabrik rokok, percetakan.
Berduka pertukaran gas
8) Alamat :Untuk mengetahui ibu tinggal dimana
menjaga kemungkinan bila ada ibu yang namanya bersamaan.
Alamat juga diperlukan bila mengadakan kunjungan kepada
Akral dingin
perilaku.
2. Riwayat Kesehatan Resiko Cidera
a. Riwayat kesehatan sekarang
Resiko Hipotermia
- Keluhan utama
Untuk mengetahui alasan pasien yang dirasakan saat pemeriksaan
[ CITATION Rom11 \l 1033 ]. Pasien dengan asfiksia memiliki frekuensi
jantung 100 kali/menit, tonus otot kurang baik, sianosis/pucat.
b. Riwayat kesehatan dahulu
1) Riwayat Kehamilan
Penyakit yang pernah diderita selama hamil, Obat-obatan yang
pernah dikonsumsi selama kehamilan
b. Terapeutik
2) Diskusikan pengambilan keputusan yang diperlukan
c. Edukasi
3) Informasikan bentuk bayi berdasarkan usia gestasi dan lama
kematian
d. Kolaborasi
4) Rujuk kepada toko agama jika perlu
D. Implementasi
Merupakan pengelolaan dari perwujudan intervensi meliputi kegiatan
yaitu validasi, rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana,
memberikan askep dalam pengumpulan data, serta melaksanakan adusa dokter
dan ketentuan RS [ CITATION WIj13 \l 1033 ].
Implementasi merupakan realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan
sesudah tindakan serta menilai data yang baru [ CITATION Kri13 \l 1033 ].
E. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dan suatu proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan rencana tentang kesehatan pasien dengan
tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan
sesama tenaga kesehatan[ CITATION WIj13 \l 1033 ].
Evaluasi merupakan penelitian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang telah diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan [ CITATION Kri13 \l 1033 ].
BAB III KAJIAN INTEGRASI KEILMUAN
Manusia tidak bisa terbebas dari penyakit. Rasulullah senantiasa
menganjurkan untuk berobat bagi orang yang menderita penyakit, karena
kesehatan sangat penting bagi manusia. Hal ini sesuai dengan riwayat Imam
Ahmad:
Artinya:“Dari Usamah bin Syarik, ia berkata: ada orang Badui datang, lalu ia
bertanya: Ya Rasulullah, apakah kami (harus) berobat? Nabi menjawab: “Ya,
karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu penyakit melainkan Ia
menurunkan obat untuknya, orang yang mengerti (tentu) mengetahuinya dan
orang yang bodoh (tentu) tidak mengetahuinya.” (HR. Ahmad)
Berdasarkan hadis di atas dijelaskan, bahwa adanya berbagai upaya (ikhtiyar)
dan itu tidak berarti menafikan tawakal kepada Allah bagi orang yang
mempercayai, bahwa upaya-upaya itu atas izin dan takdir Allah, dan bahwasannya
upaya-upaya itu bukan dengan sendirinya menyembuhkan akan tetapi atas takdir
Allah juga. Karena obat itu terkadang bisa berbalik menjadi penyakit bila takdir
Allah menghendakinya. Namun berobat itu tidak menafikan tawakal, sebagaimana
tidak menafikannya mengusir lapar dan haus dengan makan dan minum.
Demikian pula halnya, menghindari malapetaka, berdoa mohon kesembuhan,
menolak bahaya dan lain sebagainya.
Anak dalam pengertian walad merujuk pada keadaan fisik. yaitu anak yang
dilahirkan dari rahim seorang ibu. pengertian fisiologis ini kemudian
menimbulkan syarat kepatutan bagi perawatan anak secara fisik, hingga ia bisa
berkembang secara optimal[ CITATION Hid15 \l 1033 ] . Konsepsi fisiologis dalam
istilah walad dipertegas kembali dalam Q. S. Ali Imran: 47:
َ َٓا ۚ ُء إِ َذا قWا يَ َشWWق َم
ٗراWۡ ٰ ٓى أَمWض ِ ِ ٰ َذلWا َل َكWWَۖر قٞ بَ َشWد َولَمۡ يَمۡ َس ۡسنِيٞ َقَالَ ۡت َربِّ أَنَّ ٰى يَ ُكونُ لِي َول
ُ Wُك ٱهَّلل ُ يَ ۡخل
ُفَإِنَّ َما يَقُو ُل لَ ۥهُ ُكن فَيَ ُكون
Terjemahnya: “Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai
anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun". Allah
berfirman (dengan perantaraan Jibril): "Demikianlah Allah menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya.Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah
hanya cukup berkata kepadanya:"Jadilah", lalu jadilah dia.”[ CITATION AlQ14 \l
1033 ]
Setiap penyakit itu ada obatnya dan apabila obatnya cocok dengan
penyakitnya maka dengan izin Allah ia akan sembuh. Seperti yang kita ketahui
dari keterangan para dokter, penyakit itu adalah keluarnya tubuh dari saluran yang
semestinya, Sementara pengobatan adalah upaya untuk mengembalikannya.
Kesehatan itu harus selalu dijaga, dan salah satu caranya adalah dengan
memberikan obat-obatan yang berlawanan dengan karakter penyakit itu sendiri.
Begitu misterius dan relatifnya hakekat penyakit dan hakekat obatnya, sehingga
sedikit sekali orang yang mempercayai teori tersebut. Dari sinilah seorang dokter
salah dalam memberikan diagnosa, sehingga pasien yang ditanganinya tidak
sembuh. Kita percaya pada jaminan yang disampaikan Nabi SAW bahwa setiap
penyakit itu pasti ada obatnya. Kalau kemudian kita lihat banyak orang yang
berobat tetapi tidak sembuh, itu karena hakekat obatnya yang belum
diketahui[ CITATION NTh13 \l 1033 ].
Daftar Pustaka
Depkes RI, K. (2008). Pencegahan dan Penatalaksanaan Asfiksia Neonatrum.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Dewi. (2012). Asuhan kebidanan pada Neonatus. Jakarta : Salemba Medika.
Hidayah, N., & dkk. (2015). Perawatan Holistik pada Anak dalam Perspektif
Islam. Makassar: Andira Publisher.
Kemenag RI. (2014). Al-Qur'an dan terjemahan. Departemen Agama Republik
Indonesia.
Kristiyanasari, w. (2013). Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Manuaba. (2011). Ilmu Kebidanan, Kandungan dan KB. Jakarta: EGC.
Manuaba, I. B. (2008). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
Maryumi, A., & Puspita, E. (2013). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Trans Info Media.
Mochtar, R. (2008). Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.
Jakarta: EGC.
Nurarif, & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawat Berdasarkan Diagnose
Medic Dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Mediaction.
Prawirohardjo, S. (2009). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Romauli. (2011). Buku Ajar Askeb I Konsep Dasar Asuhan Kehamilan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Sarwono, W. H. (2010). Pengantar Ilmu Kebidanan Ed 3. Yogyakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sarwono, W. H. (2011). Pengantar Ilmu Kandungan. Ed 4. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim
Pokja SDKI DPP PPNI.
Septiana. (2015). Hubungan Kondisi Ketuban dengan Kejadian Asfiksia pada
Bayi di RSUD Panembahan Senopati Bantul Tahun 2015. Jurnal
Penelitian.
SIKI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim
Pokja DPP PPNI.
SLKI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim
Pokja DPP PPNI.
Sofian, A. (2012). . Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri : Obstetri Operatif,
Obstetri Sosial Ed 3 Jilid 1 & 2. Jakarta: EGC.
Sudarti, d. (2013). Asuhan Kebidanan Neonatus Resiko Tinggi dan Kegawatan.
Yogyakarta.
Thayyarah, N. (2013). uku Pintar Sains dalamAl Quran: Mengerti Mukjizat
IlmiahFirman Allah. Jakarta: Zaman.
Wijaya, A. S., & Putri . (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2 (Keperawatan
Dewasa) Dilengkapi Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.