Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik (Chronic Kidney Desease)


2.1.1 Definisi Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis(Chronic Kidney Desease) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam, 2009:47).
Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan
gangguan fungsi ginjal yang progesif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan sampah nitrogen lain dalam darah) (Surhayanto,
2009:183).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik
uremik) di dalam darah (Muttaqin, 2011:166).
.Gagal ginjal sering dijumpai dengan diabetes melitus di tandai dengan naik
nya kadar gula dalam darah . Insulin adalah hormon yang di gunakan tubuh untuk
mengurangi kadar gula dalam darah. Diabetes tipe 1 itu di akibatkan karena pankreas
tidak bisa menghasilkan insulin. Diabetes Tipe ke 2 itu karena kondisi dengan istilah
Resistan Insulin . Masalahnya dengan kondisi ini , pankreas masih akan terlihat baik
baik saja . Tapi karena darah menolak insulin dan menjadi kebal terhadap insulin
yang di hasilkan pankreas , maka pankreas akan menghasilkan lebih banyak insulin
dan akhirnya pankreas akan kelelahan dan tidak bisa memproduksi insulin lagi. Saat
pankreas tidak bisa bekerja lagi , maka orang tersebut secara otomatis akan
mengalami Diabetes tipe 1 karena secara teknis tubuh anda sekarang memerlukan
insulin yang gagal di produksi oleh pankreas. Jadi penyandang diabetes 1 bisa di
berikan injeksi insulin yang berkala . Namun diabetes tipe 2 harus melakukan
pengelolaan kadar gula darah .

2.1.2 Etiologi

1
2

Menurut Muttaqin, 2012: 166) etiologi dari gagal ginjal kronis yaitu sebagai
berikut:
2.1.2.1 Penyakit dari Ginjal
1) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteriti.
2) Batu ginjal: nefrolitiasis
3) Kista di ginjal: polcystis kidney.
4) Trauma langsung pada ginjal.
5) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
6) Diabetes
2.1.2.2 Penyakit Umum di Luar Ginjal
1) Penyakit sistemik: diabetes melius, hipertensi dan kolesterol tinggi.
2) Dyslipidemia.
3) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria dan hepatitis.
4) Preeklamsi.
5) Obat-obatan.
6) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar).

2.1.3 Patofisiologi
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan
penimbunan produk sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang
sakit.Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal
ginjal kronis mungkin minimal karena nefron-nefron lain yang sehat mengambil
alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan laju filtrasi,
reabsorbsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi dalam proses tersebut.
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, nefron yang tersisa
menghadapi tugas yang semakin berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak
dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan
tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reasorbsi protein.
Seiring dengan penyusutan progresif nefron, terjadi pembentukkan jaringan
parut dan penurunan aliran darah ginjal.Pelepasan renin dapat meningkat dan
bersama dengan kelebihan beban cairan, dapat menyebabkan hipertensi.Hipertensi
mempercepat gagal ginjal, mungkin dengan meningkatkan filtrasi (karena tuntutan
3

untuk reasorbsi) protein plasma dan menimbulkan stress oksidatif.Kegagalan


ginjal membentuk eritropoietin dalam jumlah yang adekuat sering kali
menimbulkan anemia dan keletihan akibat anemia berpengaruh buruk pada
kualitas hidup.Selain itu, anemia kronis dapat menyebabkan penurunan oksigenasi
jaringan di seluruh tubuh dan mengaktifkan refleks-refleks yang ditujukan untuk
meningkatkan curah jantung guna memperbaiki oksigenasi.Refleks ini mencakup
aktivasi susunan saraf simpatis dan peningkatan curah jantung.Akhirnya,
perubahan tersebut merangsang individu yang menderita gagal ginjal mengalami
gagal jantung kongestif sehingga penyakit ginjal kronis menjadi satu faktor risiko
yang terkait dengan penyakit jantung (Corwin, 2009:729).
Menurut (Muhammad, 2012:34), perjalanan umum gagal ginjal kronis dapat
dibagi menjadi 4 stadium, yaitu sebagai berikut.
2.1.3.1 Stadium I (Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40%– 75%))
Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik dan laju
filtrasi glomerulus 40-50% tetapi, sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi. Pada
tahap ini penderita ini belum merasakan gejala gejala dan pemeriksaan
laboratorium faal ginjal masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin
serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan
memberikan beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih yang lama atau
dengan mengadakan test GFR yang teliti.
2.1.3.2 Stadium II (Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20% – 50%))
Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal
daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat
dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan
pencegahan pemberian obat-obatan yang bersifat mengganggu faal ginjal. Bila
langkah- langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita
masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein
dalam diet.Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi
kadar normal.
4

Stadium III (Gagal Ginjal (faal ginjal kurang dari 10%))


Pada tahap ini laju filtrasi glomerulus 10-20% normal, BUN dan kreatinin
serum meningkat. Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan
dimana tak dapat melakukan tugas sehari - hari sebagaimana mestinya. Gejala-
gejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak nafas,
pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan
akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Oleh karena itu, penderita
tidak dapat melakukan tugas sehari-hari.
2.1.3.4 Stadium IV (End Stage Meal Disease (ESRD))
Stadium akhir timbul pada sekitar 90% dari massa nefron telah hancur. Nilai
GFR nya 10% dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10
ml/menit atau kurang.Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan
meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak
sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh.
Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari
karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang
tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia
dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem
dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal
kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
5

2.1.4 Web Of Caution


6

2.1.5 Manifestasi Klinis


Menurut (Muhammad, 2012:40), manifestasi klinis pada Gagal Ginjal
Kronik(Chronic Kidney Desease)yaitu sebagai berikut:
2.1.5.1 Gangguan pada Gastrointestinal
1) Anoreksia, mual/muntah akibat adanya gangguan metabolisme protein
dalam usus dan terbentuknya zat toksik.
2) Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur
yang kemudian diubah menjadi ammonia oleh bakteri, sehingga napas
penderita berbau ammonia.
2.1.5.2 Sistem Kardiovaskular
1) Hipertensi.
2) Dada terasa nyeri dan sesak napas.
3) Gangguan irama jantung akibat sklerosis dini.
4) Edema
2.1.5.3 Gangguan Sistem Saraf dan Otak
1) Miopati, kelainan dan hipertrofi otot.
2) Ensepalopati metabolik, lemah, tidak bisa tidur, dan konsentrasi
terganggu.
2.1.5.4 Gangguan Sistem Hematologi dan Kulit
1) Anemia karena kekurangan produksi eritropoetin.
2) Kulit pucat kekuningan akibat anemia dan penimbuann urokrom.
3) Gatal-gatal akibat toksik uremik.
4) Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).
5) Gangguan fungsi kulit (fagositosis dan kematosis berkurang).
2.1.5.5 Gangguan Sistem Endokrin:
1) Gangguan metabolisme glukosa retensi insulin dan gangguan sekresi
insulin.
2) Gangguan seksual/libido; fertilitas dan penurunan seksual pada laki-
laki dan gangguan sekresi imun.
2.1.5.6 Gangguan pada Sistem Lain
1) Tulang mengalami osteodistrofi renal.
7

2) Asidosis metabolik.

2.1.6 Komplikasi
Menurut (Corwin, 2009:730), komplikasi dari penyakit gagal ginjal kronik
adalah sebagai berikut.
2.1.6.1 Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban volume, ketidakseimbangan
elektrolit, asidosis metabolik, azotemia, dan uremia.
2.1.6.2 Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia
dan uremia berat. Asidosis metabolik memburuk, yang secara mencolok
merangsang kecepatan pernapasan.
2.1.6.3 Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensefalopati uremik, dan
pruritus (gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi.
2.1.6.4 Penurunan pembentukan eriropoietin dapat menyebabkan sindrom
anemia kardiorenal, suatu trias anemia yang lama, penyakit
kardiovaskular, dan penyakit ginjal yang akhirnya menyebabkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas.
2.1.6.5 Dapat terjadi gagal jantung kongestif.
2.1.6.6 Tanpa pengobatan dapat terjadi kima dan kematian.

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut (Arif Muttaqin, 2011:172), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut.
2.1.7.1 Laju Endap Darah (LED)
Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan hipoalbuminemia.
2.1.7.2 Ureum dan kreatinin
Meninggi,biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin kurang lebih
20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran
cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran
kemih. Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari kreatinin, pada
diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
8

2.1.7.3 Hiponatremi
Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya terjadi pada
gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya dieresis.
2.1.7.4 Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
Terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D3 pada GGK.
2.1.7.5 Phosphatealkaline meninggi akibat gangguan metabolism tulang, terutama
Isoenzim fosfatase lindi tulang.
2.1.7.6 Hipoalbuminemia dan hipokolestrolemia
Umumnya disebabkan gangguan metabolism dan diet rendah protein.
2.1.7.7 Peninggi gula darah
Akibat gangguan metabolism karbohidrat pada gagal ginjal (resistensi
terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
2.1.7.8 Hipertrigliserida
Akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggi hormon insulin
dan menurunnya lipoprotein lipase.
2.1.7.9 Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang
menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun,
semuanya disebabkan retensi asam-asam organic pada gagal ginjal.

2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan Gagal Ginjal adalah sebagai berikut.
2.1.8.1 Pencegahan
Pencegahan mencakup perubahan gaya hidup dan jika diperlukan, obat
untuk mengontrol hipertensi, obat pengontrol glikemik yang baik bagi penderita
diabetes, dan jika mungkin menghindari obat-obat nefrotoksik. Pemakaian lama
analgesik yang mengandung kodein dan obat-obat anti-inflamasi non steroid
(NSAID) harus dihindari, khususnya pada individu yang mengalami gangguan
ginjal. Diagnosis dini dan pengobatan lupus eritematosus sistemik dan penyakit
lainnya yang diketahui merusak ginjal amat penting. Selain itu, pada semua
stadium pada gagal ginjal kronik pencegahan infeksi perlu dilakukan (Elizabeth
corwin, 2009:731).
9

2.1.8.2 Penatalaksanaan Medis


Menurut (Arif Muttaqin, 2011:173), tujuan penatalaksanaan adalah menjaga
keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut.
1) Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal
yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis
memperbaiki abnormalitas biokimia ;menyebabkan cairan, protein, dan
natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan
perdarahan; dan membantu penyembuhan luka.
2) Koreksi hiperkalemi. Mengendalikan kalium darah sangat penting karena
hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama
harus diingat adlah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan
pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EKG dan
EEG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan
mengurangi intake kalium, pemberian Na bikarbonat, dan pemberian infus
glukosa.
3) Koreksi anemia. Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor
defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat
diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggi
Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat,
misalnya ada insufisiensi koroner.
4) Koreksi asidosis. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus
dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada
permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan,
jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialysis peritoneal dapat
juga mengatasi asidosis.
5) Pengendalian hipertensi. Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan
vasodilator dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan
hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi
natrium.
6) Transplantasi ginjal. Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pasien
GGK, maka seluruh faal ginjal diganti dengan ginjal yang baru.
10

2.1.8.3 Penatalaksanaan Keperawatan


Menurut (Price, 2005:965), penatalaksanaan keperawatan pada pasien
dengan gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut:
1) Pengaturan Diet Protein
Pembatasan tidak hanya mengurangi kadar BUN dan mungkin juga hasil
metabolism protein toksik yang belum diketahui, tetapi juga mengurani
asupan kalium, fosfat, dan produksi ion hydrogen yang berasal dari protein.
Mempertahankan keseimbangan protein pada diet protein 20g mungkin
dilakukan, menyediakan protein dalam nilai biologik yang tertinggi dan
kalori yang memadai.
2) Pengaturan Diet Kalium
Jumlah yang diperbolehkan dalam diet adalah 40 hingga 80 mEq/hari.
Tindakan yang harus dilakukan adalah dengan tidak memberikan obat-
obatan atau makanan yang tinggi kandungan kalium.
3) Pengaturan Diet Natrium Dan Air
Jumlah natrium yang biasanya diperbolehkan adalah 40 hingga 90
mEq/hari. Tapi asupan natrium yang optimal harus ditentukan secara
individual pada setiap pasien untuk mempertahankan hidrasi yang baik.
11

2.2 Konsep Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keeprawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk menegvaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Nursalam,
2001:17).
Menurut (Arif Muttaqin, 2011:171), pengkajian yang dapat dilakukan pada
pasien dengan gagal ginjal kronik adalah adalah sebagai berikut:
2.2.1.1 Keluhan utama
Keluhan utama yang di dapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak ada
selera makan anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas
berbau (ureum), dan gatal pada kulit.
2.2.1.2 Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola
napas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau ammonia,
dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien meminta
pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa.
2.2.1.3 Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik Benign Prostatic Hyperplasia,
dan prostatektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi
sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting
untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya
riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
2.2.1.4 Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem).
12

2.2.1.5 Pemeriksaan Fisik


Menurut (Muttaqin, 2012:171-172), pemeriksaan fisik pada pasien dengan
gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut:
1) B1 (Breathing)
Klien bernapas engan bau urine (feter urenik) sering didapatkan pada fase ini.
Respons uremia didipatakan adanya pernapasan kussmaul. Pola napas cepat dan
dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan koarbon dioksida yang
menumpuk di sirkulasi.
2) B2 (Blood)
Pada kondisi uremia berat, tindakan auksultasi perawatat akan menemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial. Didapatkan
tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT >3
detik, palpitasi, nyeri dada atau angina dan sesak napas, gangguan irama jantung,
edema penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan anemia. Anemia sebagai akibat
dari penurunan produksi eripoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel
darah merah, dan kehilangan darah.
3) B3 (Brain)
Didapatkan pemurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses pikir dan disoreintasi. Klien sering didapatkan adanya kejang,
adanya neuropati perifer, kram otot dan nyeri otot.
4) B4 (Bladder)
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut). Abdomen
kembung, diare, atau konstipasi.Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah,
coklat, berawan. Oliguria, dapat menjadi anuria.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau
mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
13

6) B6 (Bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk
saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, demam (sepsis, dehidrasi),
petekie, fraktur tulang, jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisiksecara umum sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari jaringan.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan atau bresiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan,
membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2001:35).
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan gagal
ginjal kronik adalah sebagai berikut:
2.2.2.1 Perubahan nutrisi: kurang dari pemenuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah pembatasan diet dan perubahan membran
mukosa mulut (Surhayanto, 2009:193).
2.2.2.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis (Surhayanto, 2009:193).
2.2.2.3 Aktual/risiko tinggi aritmia berhubungan dengan gangguan konduksi
elektrikal efek sekunder dari penurunan kalium sel (Muttaqin, 2011:174).
2.2.2.4 Aktual/resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan
dengan penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium (Muttaqin,
2011:174).
2.2.2.5 Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
gangguan status metabolic, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan
sensasi (neuropati perifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas
akumulasi ureum dalam kulit (Muttaqin, 2011:174).
2.2.2.6 Gangguan konsep diri (gambaran diri) berhubungan dengan penurunan
fungsi tubuh, tindakan dialisis, koping maladaptif (Muttaqin, 2011:174).
14

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan diartikan sebagai suatu dokumentasi tulisan tangan
dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi (Nursalam, 2001:51).
2.2.3.1 Perubahan nutrisi: kurang dari pemenuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah pembatasan diet dan perubahan membran mukosa
mulut.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam, maka masukan nutrisi yang adekuat dapat
dipertahankan.
Kriteria evaluasi:
1) Berat badan stabil
2) Nafsu makan meningkat
3) Tidak ditemukan edema
Intervensi:
1) Kaji status nutrisi: perubahan berat badan, nilai laboratorium (BUN,
kreatinin, protein, besi, dan transferin).
Rasional: Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan
evaluasi intervensi.
2) Kaji pola diet nutrisi: riwayat diet, makanan kesukaan, dan hitung
kalori.
Rasional: Pola diet dulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam
menyusun menu.
3) Kaji faktor yang merubah dalam masukan nutrisi: mual, muntah,
anoreksia, diet yang tidak menyenangkan, depresi, kurang memahami
pembatasan, stomatitis.
Rasional: Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat
diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
4) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makanan dengan protein
yang mengandung nilai biologis tinggi seperti telur, daging, produk
susu.
Rasional: Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan
nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
penyembuhan.
15

5) Jelaskan alasan pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit


ginjal dan peningkatan urea dan kreatinin.
Rasional: Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet
urea, kreatinin dengan penyakit ginjal.
6) Kolaborasi dengan keluarga dalam pemberian makan dengan porsi
kecil tapi sering.
Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual yang berhubungan
dengan status uremik/menurunnya peristaltik.
7) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
Rasional:Faktor yang tidak menyenangkan dapat menimbulkan anoreksia.
8) Timbang berat badan setiap hari.
Rasional:Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
9) Observasi dan catat masukan makanan pasien.
Rasional:Mengawasi masukan konsumsi/kualitas kekurangan konsumsi
makanan.

2.2.3.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, anemia, retensi


produk sampah dan prosedur dialisis.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam pasien dapat berpartisipasi dalam
aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria evaluasi:
1) Berkurangnya keluhan lelah.
2) Perasaan lebih berenergi.
3) Frekuensi pernapasan dan frekuensi jantung kembali dalam rentang
normal setelah penghentian aktivitas.
Intervensi:
1) Kaji faktor yang menimbulkan keletihan: anemia,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, retensi produk sampah,
depresi.
Rasional: Menyediakan informasi mengenai indikasi tingkat
keletihan.
2) Bantu pasien dalam beraktivitas bila pasien tidak mampu
melakukannya sendiri.
16

Rasional: Agar bertahap secara mandiri dan tidak ketergantungan


dengan orang lain.
3) Anjurkan aktivitas alternatif pada saat istirahat.
Rasional: Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang
dapat ditoleransi dan istirahat yang cukup.
4) Anjurkan untuk istirahat setelah dialisis.
Rasional: Istirahat yang adekuat setelah dialisis dianjurkan, bagi
banyak pasien yang melelahkan.
5) Kolaborasi dengan dokter bila keluhan kelelahan menetap.
Rasional: Ini dapat menandakan kemajuan kerusakan ginjal dan
perlunya penilaian tambahan dalam terapi.
2.2.3.3 Aktual/risiko tinggi aritmia berhubungan dengan gangguan konduksi
elektrikal efek sekunder dari penurunan kalium sel.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam, curah jantung mengalami peningkatan.
Kriteria evaluasi :
1) Klien tidak gelisah.
2) Klien tidak mengeluh mual-mual dan muntah.
3) GCS: 4,5,6.
4) TTV dalam batas normal.
5) Akral hangat dan CRT <3 detik.
6) EKG dalam batas normal dan kadar kalium dalam batas normal.
Intervensi:
1) Monitor tekanan darah, nadi, catat bila da perubahan tanda-tanda
vital dan keluhan dispnea.
Rasional: Adanya edema paru, kongesti vascular dan keluhan
dispnea menunjukkan adanya gagal ginjal. Hipertensi
yang signifikan merupakan akibat dari gangguan rennin
angiotensin dan aldosteron. Ortostatik hipertensi juga
dapat terjadi akibat dari defisit cairan intravascular.
2) Beri oksigen 3l/mnt.
Rasional: Memberikan asupan oksigen tambahan yang diperlukan
tubuh.
3) Monitoring EKG
17

Rasional: Melihat adanya kelainan konduksi listrik jantung yang


dapat menurunkan curah jantung.
4) Kolaborasi dalam pemberian suplemen kalium oral seperti obat
Aspar K.
Rasional: Kalium oral Aspar K dapat menghasilkan lesi usus kesil, oleh
karena itu klien harus dikaji dan diberi peringatan tentang
distensi abdomen, nyeri, atau perdarahan GI.
5) Manajemen pemberian kalium intravena.
Rasional: Pada kasus yang berat, pemberian kalium harus dalam
larutan nondekstrosa, sebab dekstrosa merangsang
pelepasan insulin sehingga menyebabkan K+ berpindah
masuk ke dalam sel. Kecepatan infuse tidak boleh
melebihi 20 mEq K+ per jam untuk menghindari terjadinya
hiperkalemia.
2.2.3.4 Aktual/resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan
dengan penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan
sistemik.
Kriteria evaluasi:
1) Klien tidak sesak napas.
2) Edema ekstremitas berkurang.
3) Piting edema (-).
4) Produksi urine >600 ml/hari.
Intervensi:
1) Kaji adanya edema ekstremitas
Rasional: Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
2) Istirahatkan/anjurkan klien untuk tirah baring pada saat edema masih
terjadi.
Rasional: Menjaga klien dalam keadaan tirah baring selama
beberapa hari mungkin diperlukan untuk meningkatkan
dieresis yang bertujuan mengurangi edema.
3) Kaji tekanan darah.
Rasional: Sebagai ssalah satu cara untuk mengetahui peningkatan
jumlah cairan yang dapat diketahui dengan
18

meningkatkan beban kerja jantung yang dapat diketahui


dari meningkatnya tekanan darah.
4) Ukur intake dan output.
Rasional: Penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan urine
output.
5) Timbang berat badan.
Rasional: Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan
gangguan keseimbangan cairan.
6) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai
dengan indikasi.
Rasional: Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard
untuk melawan efek hipoksia/iskemia
7) Kolaborasi :
(1) Berikan diet tanpa garam.
Rasional: Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan
volume plasma.
(2) Berikan diet rendah protein tinggi kalori.
Rasional: Diet rendah protein untuk menurunkan insufisiensi
renal dan retensi nitrogen yang akan meningkatkan
BUN. Diet tinggi kalori untuk cadangan energy dan
mengurangi katabolisme protein.
(3) Berikan diuretic, contoh: furosemide, spironolakton,
hidronolakton.
Rasional: Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma
dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga
menurunkan resiko terjadinya edema paru.
(4) Adenokortikosteroid, golongan prednison.
Rasional: Adenokortikosteroid, golongan prednisone, digunakan
unttuk menurunkan proteinuri.
(5) Lakukan dialisis.
Rasional:Dialisis akan menurunkan volume cairan yang
berlebih.
2.2.3.5 Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
gangguan status metabolic, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan
19

sensasi (neuropati perifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas


akumulasiureum dalam kulit.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria evaluasi:
1) Kulit tidak kering.
2) Hiperpigmentasi berkurang.
3) Memar pada kulit berkurang.
Intervensi:
1) Kaji terhadap kekeringan kulit, pruritus, ekskoriasi, dan infeksi.
Rasional: Perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan aktivitas
kelenjar keringat atau pengumpulan kalsium dan fosfat
pada lapisan kutaneus.
2) Kaji terhadap adanya petekie dan purpura.
Rasional: Perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan
penurunan jumlah dan fungsi platelet akibat uremia.
3) Monitor lipatan kulit dan area edema.
Rasional: Area-area ini sangat mudah terjadinya injury.
4) Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan bersih.
Rasional: Penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan urine
output.
5) Kolaborasi dalam pemberian pengobatan antipruritus sesuai
pesanan.
Rasional: Mengurangi stimulus gatal pada kulit
2.2.3.6 Gangguan konsep diri (gambaran diri) berhubungan dengan penurunan
fungsi tubuh, tindakan dialysis, koping maladaptif.
Tujuan:Dalam waktu 1 jam pasien mampu mengembangkan koping.
Kriteria evaluasi:
1) Pasien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan.
2) Mampu menyatakan atau mengkonsumsi denagn orang terdekat
tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi.
3) Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi.
20

4) Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri


dengan cara yang akurat tanpa harga dri yang negatif.
Intervensi:
1) Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat
ketidakmampuan.
Rasional: Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana
perawatan atau pemilihan intervensi.
2) Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada pasien.
Rasional: Mekanisme koping pada beberapa pasien dapat menerima
dan mengatur perubahan fungsi secara efektif dengan
sedikit penyesuaian diri, sedangkan yang lain mengalami
koping maladaptive dan mempunyai kesulitan dalam
membandingkan, mengenal, dan mengatur kekurangan
yang terdapat pada dirinya.
3) Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaan.
Rasional: Menunjukkan penerimaan, membantu pasien untuk
mengenal dan mulai menyesuaikan dengan perasaan
tersebut.
4) Catat ketika pasien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau
mengingkari dan menyatakan inilah kematian.
Rasional: Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau
perasaan negative terhadap gambaran tubuh dan
kemampuan menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta
dukungan emosional.
5) Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingatkan
kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa masih dapat
menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat.
Rasional: Membantu pasien untuk melihat bahwa perawat menerima
kedua bagian sebagai bagian dari seluruh tubuh.
Mengijinkan pasien untuk merasakan adanya harapan dan
mulai menerima situasi baru.
21

6) Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki


kebiasaan.
Rasional: Membantu mengingatkan perasaan harga diri dan
mengontrol lebih dari satu area kehidupan.
7) Anjurkan orang yang terdekat untuk mengijinkan pasien melakukan
sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya.
Rasional: Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan
membantu perkembangan harga diri, serta memengaruhi
proses rehailitasi.
8) Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau
partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi.
Rasional: Pasien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan
pengertian tentang peran individu masa mendatang.

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan segala
sesuatu yang diperlukan dalam tindakan. Persiapan tersebut meliputi kegiatan-
kegiatan :Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap
perencanaan,menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang
diperlukan, mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin
timbul,menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan,
mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan yang akan
dilaksanankan mengidentifikasi aspekhukum dan etik terhadap resiko dari
potensial tindakan.

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannyasudah berhasil dicapai, melalui evaluasi memungkinkan perawat
untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa,
perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.

Anda mungkin juga menyukai