Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

SINDROM NEFROTIK

Oleh :

Kelompok 4

1. Luh Putu Novianti 17.321.2725


2. Ni Luh Febri Suryanthi 17.321.2738

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

2019
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Definisi dari Sindrom Nefrotik Commented [H1]: Ganti semua penomeran memakai angka,,
jngan pakai huruf atau dicampur
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis,
meliputi proteinuria masif > 3,5 gr/hr, hipoalbuminemia, edema,
hiperlipidemia. Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat merusak
membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas
glomerulus (Muttaqin, 2012). Sindrom nefrotik terjadi tiba-tiba, terutama pada
anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin
yang kental akibat proteinuria berat.Pada dewasa terlihat adalah edema pada
kaki dan genitalia (Mansjoer, 2012).
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat
hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal ( Ngastiyah, 2005).

B. Etiologi dari Sindrom Nefrotik


Menurut Mansjoer, 2012 Penyebab sindrom nefrotik yang pasti
belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun,
yaitu suatu reaksi antigen – antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi :
1) Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi
maternofetal.Resisten terhadap semua pengobatan.Prognosis buruk dan
biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2) Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lainnya, Penyakit
kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid,
Glumerulonefritis akut atau kronik, Trombosis vena renalis, Bahan kimia
seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa,
Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik.

3) Sindrom nefrotik idiopatik


Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer.
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn
pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, terbagi menjadi :
a. Kelainan minimal

Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel


berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG
pada dinding kapiler glomerulus.

b. Nefropati membranosa

Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang


tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.

c. Glomerulonefritis proliferatif

Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus.Terdapat proliferasi sel


mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan
sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat, dengan
penebalan batang lobular, Terdapat prolefirasi sel mesangial yang
tersebar dan penebalan batang lobular, Dengan bulan sabit ( crescent),
Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai
kapsular dan viseral. Prognosis buruk.

d. Glomerulonefritis membranoproliferatif

Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai


membran basalis di mesangium.Titer globulin beta-IC atau beta-IA
rendah.Prognosis buruk.

e. Glomerulosklerosis fokal segmental

Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus.Sering


disertai atrofi tubulus.Prognosis buruk.
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 menurut muttaqin. 2012
adalah:

1) Primer, berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti:


a. Glomerulonefritis
b. Nefrotik sindrom perubahan minimal
2) Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain,
seperti:
a. Diabetes mellitus
b. Sistema lupus eritematosus
c. Amyloidosis
C. Klasifikasi dari Sindrom Nefrotik

Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:

a) Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic


syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah.
Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir
normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
b) Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system
endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
c) Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal.
Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala
awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua
pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama
kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.
D. Patofisiologi Sindrom Nefrotik
Manifestasi primer sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma
protein, terutama albumin, kedalam urine. Meskipun hati mampu
meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus
mempertahankannya jika albumin terus menerus hilang melalui ginjal.
Akhirnya terjadi hipoalbuminemia. Menurunnya tekanan onkotik
menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari system
vaskuler kedalam ruang cairan ekstraseluler. Penurunan sirkulasi darah
mengaktifkan system rennin – Angiotensin, menyebabkan retensi natrium
dan edema lebih lanjut. Hilangnya protein dalam serum menstimulasi
sintesis lipoprotein dihati dan peningkatan konsentrasi lemak dalam darah
(hiperlipidemia).
Sindrom nefrotik dapat terjadi disetiap penyakit renal intrinsic atau
sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum
penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga
terjadi pada orang dewasa termasuk lansia. Penyebab mencakup
glomerulonefrotis kronik, diabetes mellitus disertai glomerulosklerosis
intrakapiler, amilodosis ginjal, penyakit lupus eritematosus sistemik dan
trombosis vena renal.
E. Patway Commented [H2]: Cek semua kalimat diagnose keperawatan,
apakah menurut nanda dan SDKI bahasanya masih seperti itu?
Update ilmu
Etiologi :
Glomerulus
- autoimun
- pembagian secara umum
Permiabilitas
glomerulus 
Sistem imun
menurun

Porteinuria masif

Resiko tinggi infeksi

Hipoproteinemia
Hipoalbumin

Hipovolemia Sintesa protein


hepas 
Tekanan onkotik
plasma 

Aliran Sekresi Hiperlipidemia


darah ke ADH 
ginjal  Volume
plasma  Malnutrisi
Pelepasan
renin Reabsorbsi Retensi natrium renal 
air dan Gangguan nutrisi kurang dari
natrium kebutuhan
Vasokonstriksi Edema
Usus
Efusi pleura
- Gangguan volume cairan lebih
dari kebutuhan
Sesak
- Kerusakan integritas kulit
Penatalaksanaan

Hospitalisasi
Tirah baring
Diet

Kecemasan Kurang Ketidapatuhan Intoleransi


anak dan pengetahuan : aktivitas
orang tua kondisi, prognosa
dan program
Resti gangguan pemeliharaan
perawatan
kesehatan

F. Gejala Klinis dari Sindrom Nefrotik


a) Edema, sembab pada kelopak mata
b) Rentan terhadap infeksi sekunder
c) Hematuria, azotemeia, hipertensi ringan
d) Kadang-kadang sesak karena ascites
e) Produksi urine berkurang
G. Pemeriksaan Penunjang

1. Urin

a) Protein

Pada SN terjadi proteinuria dimana urin mengandung protein

 0,05 – 0,1 gr/kgBB/hr. Proteinuria bisa selektif, yang hanya

terdiri dari albumin saja dengan berat molekul rendah atau non

selektif dimana proteinuria terdiri dari berbagai protein dari yang

berberat molekul rendah sampai yang berberat molekul tinggi

yaitu IgG. Pada kasus ini didapatkan hasil laborat proteinuria +++

(positif 3).
b) Sedimen

Hematuria makroskopik jarang, biasanya merupakan petunjuk

adanya kelainan glomerulonefritis yang lebih parah, Hematuria

mikroskopik di dapatkan pada 25 % kasus SN sensitive-steroid tipe

kelainan minimal. Pada kasus ini didapatkan hasil laborat sediment

yaitu leukosit 2 – 4/ LPB, eritrosit 0 – 1/ LPB, dan epitel penuh/

LPK.

c) Elektrolit

Ekskresi natrium urin rendah (< 5 mmol / 24 jam), berhubungan

dengan retensi natrium dan edema, ekskresi kalium urin bervariasi

sesuai intake.

2. Darah

a) Protein serum bermakna, sedangkan lipid serum biasanya

meningkat. Kadar albumin biasanya turun di bawah 2 gr / dl dan

bahkan dapat < 1 gr / dl. Elektroforesis menunjukkan tidak hanya

terjadi penurunan kadar albumin saja, tetapi juga terjadi

peningkatan 2-globulin dan peningkatan ringan -globulin serta

penurunan -globulin.IgG menurun bermakna, IgA menurun

sedikit, IgM meningkat, sementara IgE normal atau meningkat.

Tidak selalu didapatkan kelainan kadar komplemen C3 dan C4.

Biasanya kadar komplemen C3 menurun pada tipe bukan kelainan

minimal. Kadar antithrombin III plasma menurun oleh karena

terbuang melalui urin, merupakan salah satu penyebab

hiperkoagulobilitas pada anak dengan sindrom nefrotik. Kadar


beberapa komponen protein dalam kaskade koagulasi meningkat,

sehingga menimbulkan risiko trombosis. Pada kasus ini didapatkan

protein total serum 3,8 mg/100 mL dan albumin 2,0 mg/100 mL.

b) Lemak

Hiperlipidemia merupakan konsekuensi dari :

a. Meningkatnya sintesis hepatik kolesterol, trigliserid dan

lipoprotein.

b. Penurunan katabolisme lipoprotein karena penurunan

aktivitas lipase lipoprotein

c. Penurunan aktivitas reseptor LDL dan peningkatan

lepasnya HDL melalui urin.

Pada kasus ini didapatkan hasil laborat cholesterol total 361

mg/100 mL.

c) Urea, Kreatinin, Elektrolit

Kadar urea dan kreatinin plasma pada awalnya biasanya normal,

tetapi pada beberapa kasus dapat meningkat. Elektrolit serum

biasanya tetap dalam batas normal. Pada kasus ini didapatkan hasil

laborat ureum 35,2 mg/100 mL dan creatinin 0,16 mg/100 mL.

d) Hematologi

Kadar hemoglobin dan hematokrit dapat menurun atau meningkat

dalam korelasi terbalik dengan volume plasma. Dapat terjadi

anemia. Umumnya terjadi peningkatan jumlah trombosit.3 Pada

kasus ini didapatkan hasil laborat Hb 11,8 gr/dL, trombosit

591.000/mm3, Ht 35%, leukosit 13.100/mm3 dan LED 80mm/jam.


H. Penatalaksanaan dari Sindrom Nefrotik

Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut


dan menurunkan risiko komplikasi.

1. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk


mengurangi atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan
hipoalbuminemia, mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu:

a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai


kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam
secukupnya dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-
3 gram/kgBB/hari.
b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan
diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada
beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat
digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari) selama pengobatan
diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik
dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
c. Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya
TBC
d. Diuretikum

Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid,


klortahidon, furosemid atau asam ektarinat.Dapat juga diberikan
antagonis aldosteron seperti spironolakton (alkadon) atau kombinasi
saluretik dan antagonis aldosteron

e. Obat simvastatin
Berdasarkan jurnal dengan judul “simvastatin in Nephrotic
Syndrome” bahwa simvastatin dapan menurunkan kadar lipid dalam
darah

f. Diet

Diet rendah garam (0,5 – 1 gr sehari) membantu menghilangkan


edema. Minum tidak perlu dibatasi karena akan mengganggu fungsi
ginjal kecuali bila terdapat hiponatremia. Diet tinggi protein teutama
protein dengan ilai biologik tinggi untuk mengimbangi pengeluaran
protein melalui urine, jumlah kalori harus diberikan cukup banyak.

g. Kemoterapi:
a) Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang
mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari
hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari.
Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan
setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek
samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan,
osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan
hipertensi.
b) Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk
mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton
dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini
didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini
termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Tirah baring: Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama
beberapa harimungkin diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna
mengurangi edema. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya
cairan di rongga thoraks akan menyebabkan sesak nafas. Berikan alas
bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan
memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan lebih
rendah dan akan menyebabkan edema hebat).
b. Terapi cairan: Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output
diukur secara cermat da dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi
kehilangan cairan dan berat badan harian.
c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan
kulit. Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang
sering, plester atau verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong
urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut
dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga
tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang
tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
d. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak
mata dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab
dengan air hangat.
e. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri
abdomen dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan
memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
f. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung
mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga
merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan
siklofosfamid.
g. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat,
penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan
dekubitus.
h. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali
tergangu dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini
merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang
berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah
sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua
sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini.
Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena
mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
i. Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum
untuk mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah
terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab
kematian pasien).
I. Komplikasi Sindrom Nefrotik

a. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah


akibat hipoalbuminemia.
b. Shock hipovolemik: terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1
gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga
menyebabkan shock.
c. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi
sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma.
d. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
e. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi
untuk mencegah terjadinya trombosis vena ini sering terjadi pada vena
renalis. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan
pemberian heparin.
f. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya
penumpukan cairan di dalam jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di
dalam intravaskuler.
g. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk
kedalam paru-paru yang menyebabkan hipoksia dan dispnea.
h. Perburukan pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan)
i. Kerusakan kulit
j. Peritonitis (berhubungan dengan asites)
k. Hipovolemia
l. Komplikasi tromboemboli- terombosis vena renal, trombosis vena dan
arteri ekstremitas dan trombosis arteri serebral
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

1. PENGKAJIAN

a. Identitas.
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun
setiap 100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki
dan perempuan yaitu 2:1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami
komplikasi nefrotic syndrome.

b. Riwayat Kesehatan.
1) Keluhan utama.
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun

2) Riwayat penyakit dahulu.


Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar
bahan kimia.

3) Riwayat penyakit sekarang.


Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun,
konstipasi, diare, urine menurun.

c. Riwayat kesehatan keluarga.


Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani
dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua
tahun setelah kelahiran.

d. Riwayat kehamilan dan persalinan


Tidak ada hubungan.

e. Imunisasi.
Tidak ada hubungan.

f. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.


Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan
ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah
erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus
kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks
untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.

Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs


rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman
baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan
menjadi anak peragu.

Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai


mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru,
menggunakan alat-alat sederhana.

Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang


dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-
jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal
empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.

Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan,


keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari
orang tua, teman.

g. Riwayat nutrisi.
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga.

h. Pengkajian persistem.
a) Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi
pleura karena distensi abdomen

b) Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi
ringan bisa dijumpai.
c) Sistem persarafan.
Dalam batas normal.

d) Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml

e) Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah
perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.

f) Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.

g) Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.

h) Sistem endokrin
Dalam batas normal

i) Sistem reproduksi
Dalam batas normal.

j) Persepsi orang tua


Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.

2. Diagnosa Keperawatan
a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder
akibat peningkatan permiabilitas glomerulus ditandai dengan pasien
mengalami edema
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi
sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
c) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
d) Kurang pengetahuan kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya sumber informasi. Commented [H3]: Di pathway ada 7,, silakan buat 7 diagnosa di
sini,, konsisten
3. Rencana tindakan keperawatan Commented [H4]: Jumlah intervensi, harus sesuai dengan
jumlah diagnose yaitu 7, konsisten

Rencana perawatan
Hari/tg Dx
Tujuan dan ttd
l No Intervensi Rasional Commented [H5]: Penomeran intervensi dan rasional harus
kriteria hasil sejajar

Setelah 1. TTV 1. TTV merupakan


dilakukan acuan untuk
asuhan mengetahui
2. Catat intake dan
keperawatan perkembangan
output secara
kesehatan pasien
selama 3x24 akurat Commented [H6]: Jika masih teori, waktu dikosongkanm

jam diharapkan
2. Tekanan darah dan
3. Kaji dan catat
volume cairan BJ urin dapat
tekanan darah,
menjadi indikator
tubuh akan pembesaran
regimen terapi
abdomen, BJ
seimbang
urine
1
dengan kriteria 3. Estimasi penurunan
edema tubuh
hasil 4. Timbang berat
badan tiap hari
penurunan
dalam skala yang 4. Mencegah edema
edema, ascites, sama bertambah berat

kadar protein
5. Berikan cairan 5. Pembatasan protein
darah
secara hati-hati bertujuan untuk
meningkat, dan diet rendah meringankan beban
garam. kerja hepar dan
output urine
mencegah
adekuat 600 – 6. Diet protein 1-2 bertamabah
gr/kg BB/hari. rusaknya
700 ml/hari,
hemdinamik ginjal.
tekanan darah
normal(<120/8
0 mmHg )

dan nadi dalam

batas normal.
Setelah 1. Motivasi 1. Agar pasien mau
dilakukan asuhan pasien agar makan
kepeawatan mau makan
selama 3 x 24
2. Meningkatkan
jam diharapkan
2. Bantu memberi nafsu makan dan
kebutuhan nutrisi
makan dalam asupan nutrisi
akan terpenuhi
keadaan hangat
dengan kriteria
hasil napsu 3. Meningkatkan
makan baik, 3. Anjurkan asupan nutrisi
tidak terjadi keluarga
hipoprtoeinemia, memberi
2 4. Mengurangi
porsi makan anaknya makan
resiko hipertensi
yang dengan porsi
dihidangkan sedikit tapi
dihabiskan, sering 5. Variasi makanan
edema dan dapat
ascites tidak ada. meningkatkan
4. Diit rendah
nafsu makan
garam

5. Kolaborasi
dengan Ahli
Gizi dalam
pemberian diit
Setelah dilakkan 1. Lindungi anak 1. Meminimalkan
asuhan dari orang- masuknya
keperawatan orang yang organisme
3 selamam 3 x 24 terkena infeksi Mencegah
2.

jam diharapkan melalui terjadinya infeksi


tidak terjadi pembatasan nosokomial
infeksi dengan pengunjung.
kriteria hasil 3. Mencegah
tanda-tanda terjadinya infeksi
2. Tempatkan
infeksi tidak ada, nosokomial
anak di
tanda vital dalam 4. Membatasi
ruangan non
batas normal, ada masuknya bakteri
infeksi
perubahan ke dalam
perilaku keluarga tubuhDeteksi dini
dalam melakukan 3. Cuci tangan adanya infeksi
perawatan. sebelum dan dapat mencegah
sesudah sepsis.
melakukan
tindakan

4. Lakukan
tindakan
invasif secara
aseptik

Setelah 1. kaji ulang roses 1. Memberikan


dilakukan asuhan penyakit dan pengetahuan dasar
keperawatan harapan yang dimana pasien
selama 2 x 24 akan datang dapat membuat
jam diharapkan 2. Gerikan pilihan
pasien mengerti evaluasi berdasarkan
4 tentang kondisi tentang: informasi.
dan sumber infeksi, 2. Pengetahuan apa
berpartisipsasi tindakan untuk yang diharapkan
dalam mencegah dapat mengurangi
pemeriksaan penyebaran, ansietas dan
diagnostik, jelaskan membantu
rencana pemberian mengembangkan
pengobatan dan antibiotik, kepatuhan pasien
tindakan pemeriksaan terhadap rencana
keperawatan diri diagnostik: terapeutik
preventif. tujuan, 3. Instruksi verbal
gambaran dapat dengan
singkat, mudah untuk
persiapan yang dilupakan.
dibutuhkan 4. pasien sering
sebelum menghentikan
pemeriksaan, obat mereka, jika
perawatan tanda-tanda
sebelum dan penyakit mereda.
sesudah 5. Untuk mendeteksi
pemeriksaan. isyarat indikatif
3. Pastikan pasien kemungkinan
atau orang ketidakpatuhan
terdekat telah dan membantu
menulis mengembangkan
perjanjian penerimaan
untuk rencana
perawatan terapeutik.
lanjut dan
instruksi
tertulis untuk
perawatan
sesudah
pemeriksaan.
4. Instruksikan
pasien untuk
menggunakan
obat yang
diberikan.
5. Berikan
kesempatan
pada pasien
untuk
mengekspresik
an perasaan dan
masalah
tentang rencana
pengobatan.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi di sesuaikan dengan intervensi atau perencanaan
5. Evaluasi
Diagnosa 1
1. Keseimbangan cairan terpenuhi
2. Pasien tidak menagalami edema
3. Pasien tidak ascites
Diagnosa 2

1. Nafsu makan bertambah


2. Tidak terjadi hipoproteinuri
Diagnosa 3

1. Tidak terjadi infeksi


2. Perubahan personal hyginekeluarga dan pasien
Diagnosa 4
1. Pengetahuanpasiententangkondisipenyakitnyabertambah.
2. Pasien pasien lebih memahami kondisi dirinya saat ini.
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R.E. MD, dkk. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 3 Edisi
15.Jakarta: EGC

Dr. Nursalam, pransisca. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan


gangguan sistem perkemihan. Salemba medika. Jakarta.

Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.

Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Satu Diagnosa Keperawatan


Nanda NIC NOC, Edisi 9. EGC. Jakarta

Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:


Salemba Medika

Mansjoer, Arif, dkk, (2012), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1, Media
Aesculapius: Jakarta

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC

Price A & Wilson L. 2005. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process


(Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit). Jakarta: EGC.

Suharyanto, tato, & mudjid, abdul. 2009. Asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem perkemihan. Salemba Medika. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai