Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN POST SECTIO CAESAREA (SC)

A. Konsep Dasar Nifas


1. Pengertian
Puerperium (masa nifas) adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan
untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Kejadian yang
terpenting dalam nifas adalah involusi dan laktasi.
Masa nifas adalah periode sekitar 6 minggu sesudah melahirkan anak, ketika alat-alat
reproduksi tengah kembali kepada kondisi normal.(Barbara F. weller 2005).
Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-
alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam.
(Abdul Bari Saifuddin,2002).
2. Masa Post Partum
a. Immediet post partum periode (24 jam pertama setelah melahirkan).
b. Early post partum periode (hari kedua sampai ketujuh setelah melahirkan).
c. Late post partum (minggu kedua/ketiga sampai keenam setelah melahirkan).
3. Adaptasi Psikologis
Adaptasi psikologis menjadi 3 fase :
a. Fase taking in, yaitu fase ketergantungan, hari pertama sampai dengan hari ketiga
post partum, fokus pada diri sendiri, berperilaku pasif, dan ketergantungan
menyatakan ingin makan dan tidur serta sulit membuat keputusan.
b. Fase taking hold, yaitu fase transisi dari ketergantungan kemandiri, dari ketiga
sampai dengan kesepuluh post partum, fokus sudah ke bayi, mandiri dalam
perawatan diri, mulai memperhatikan fungsi tubuh sendiri dan bayi, mulai terbuka
dalam menerima pendidikan kesehatan.
c. Fase letting go, yaitu fase dimana sudah mengambil tanggung jawab peran yang
baru, hari kesepuluh sampai dengan enam minggu post partum, ibu sudah
melaksanakan fungsinya, ayah berperan sebagai ayah, dan berinteraksi denga
B. Perubahan Fisiologi Maternal Periode Pascapartum
Periode pacsa partum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Perubahn fisiologis yang terjadi
sangat jelas, walaupun dianggap normal, dimana proses pada kehamilan berjalan terbaik.
Banyak factor termasuk tingkat energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir,
dan perawatan serta dorongan semangat yang diberikan tenaga kesehatan professional
ikut membentuk respon ibu terhadap bayinya selama masa ini. Untuk member perawatan
yang menguntungkan ibu, bayi, dan keluarganya, seorang perawat harus memanfaatkan
pengetahuannya tentang anatomi dan fisiologi ibu pada periode pemulihan, karakteristik
dan perilaku bayi baru lahir, dan respon keluarga terhadap kelahiran seorang anak.
1. SISTEM REPRODUKSI DAN STRUKTUR TERKAIT
a. Uterus
1) Proses involusi
Involusi adalah proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil. Proses ini
dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos
uterus.Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-
kira 2 cm dibawah ubilikus dengan bagian fundus bersandar pada
promontorium sakralis. Besar uterus kira-kira sama dengan sewaktu usia
kehamilan 16 minggu (berat sekitar 1000 g).Dalam waktu 12 jam, tinggi
fundus mencapai kurang lebih mencapai 1 cm diatas umbilicus.Perubahan
inovulasi berlangsung sangat cepat.Fundus turun kira-kira 1 sampai 2 cm setiap
24 jam. Pada hari keenam fundus normal akan berada di pertengahan antara
umbilicus dan simfisis pubis. Uterus tidak bias dipalpasi pada abdomen pada
hari ke-9 pascapartum.Uterus yang pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali
berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 g 1 minggu setelah
melahirkan dan 350 g (11 sampai 12 ons) 2 minggu setelah lahir. Seminggu
setelah melahirkan uterus berada didalam panggul sejati lagi. Pada minggu
keenam beratnya menjadi 50 sampai 60 g.Pada masa pascapartum penurunan
kadar hormon esterogen dan progesteron menyebabkan terjadinya autolisis,
perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel
tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap.Inilah yang
menyebabkan ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.Kegagalan uterus
untuk kembali pada keadaan tidak hamil disebut involusi paling sering
disebabkan tertahannya fragmen plasenta dan infeksi.
2) Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterin
yang sangat besar.Hemostatis pascapartum dicapai terutama akibat kompresi
pembuluh darah ntramiomentrium, bukan oleh agregasi trombosit dan
pembentukan bekuan.Hormone oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh darah,
danmembantu hemostatis. Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum
intensitas kontraksi uterus bias berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena
penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus pada masa ini, biasanya
suntikan oksitosin (pitosin) secara intravena atau intramuscular diberikan
segera setelah plasenta lahir.Ibu yang merencanakan menyusui bayinya,
dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan
bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.
3) Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap
kencang.Relaksasi dan kontraksi yang periodic sering dialami multipara
sehingga menimbulkan nyeri.Rasa nyeri setelah melahirkan ini lebih nyata
setelah ibu melahirkan, di tempat uterus terlalu menegang (misalnya pada bayi
besar, kembar) menyusui dan pelepasan oksitosin tambhan biasanya
meningkatkan nyeri karena keduanya merangsang kontraksi uterus.
4) Tempat plasenta
Setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, konstriksi vaskular dan trombosis
menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak
teratur. Pertumbunhan endometrium ke atas menyebabkan pelepasan jaringan
nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik
penyembuhan luka. Proses penyembuhan yang unik ini memampukan
endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan
implantasi dan plasentasi untuk kehamilan yang akan datang. Regenerasi
endometrium selesai pada akhir minggu ketiga masa partum, kecuali pada
bekas tempat plasenta.Regenerasi pada tempat ini biasanya tidak selesai sampai
enam minggu setelah melahirkan.
5) Lochea
Lochea adalah rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna
merah, kemudian berubah menjadi merah tua atau merah coklat.Rabas ini dapat
mengandung bekuan darah kecil. Selama dua jam pertama setelah lahir, jumlah
cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal selama
yang keluar selama menstruasi. Setelah waktu tersebut aliran lokia harus
semakin berkurang.Lokia rubra terutama mengandung darah dan debris desisua
serta debris trofoblastik.Aliran menyembur, menjadi merah muda atau coklat
setelah 3 sampai 4 hari (lokia serosa).Lokia serosa terdiri dari darah lama,
serum, leukosit, dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warna
cairan ini menjadi kuning sampai putih (lokia alba). Lokia alba mengandung
leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum, dan bakteri. Lokia alba bisa
bertahan selama dua sampai enam minggu setelah bayi lahir.
b. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. Delapan belas jam
pascapartum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan
kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap
edematosa, tipis dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu
melahirkan.Ektoserviks terlihat memar dan ada sedikit laserasi kecil, kondisi yang
optimal untuk perkembangan infeksi.Muara serviks yang berdilatasi 10 cm
sewaktu melahirkan, menutup secara bertahap.Dua jari mungkin masih bisa
dimasukkan kedalam muara serviks pada hari ke-4 sampai hari ke-6 pasca partum,
tetapi hanya tungkai kuret terkecil yang dapat dimasukkan pada minggu ke-2.
Muara serviks eksterna tidak akan terbentuk lingkaran seperti sebelum
melahirkan, tetapi terlihat memanjang seperti suatu celah, sering disebut seperti
mulut ikan. Laktasi menunda produksi esterogen yang mempengaruhi mukus dan
mukosa.
c. Vagina dan perineum
Esterogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina
dan hilangnyarugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara
bertahap ke ukuran sebelum hamil, enam sampai 8 minggu setelah bayi lahir.
Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat, walaupun tidak akan
menonjol pada wanita nulipara. Pada umumnya rugae akan memipih secara
permanen. Mukosa tetap atrofikpada wanita yang menyusui sekurang-kurangnya
sampai menstruasi dimulai kembali.Penebalan mukosa vagina terjadi seiring
pemulihan fungsi ovarium.Kekurangan esterogen menyebabkan penurunan jumlah
pelumas mukosa vagina.Kekeringan lokal dan rasa tidak nyaman saat koitus
(dispareunia) menetap sampai fungsi ovarium kembali normal dan menstruasi
dimulai lagi.Biasanya wanita dianjurkan menggunakan pelumas larut air saat
melakukan hubungan seksual untuk mengurangi nyeri.
d. Topangan otot panggul
Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera sewaktu
melahirkan dan masalah ginekologi dapat timbul dikemudian hari.Jaringan
penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat ibu melahirkan
memerlukan waktu sampai enam bulan untuk kembali ke tonus semula.Istilah
relaksasi panggul berhubungan dengan pemanjangan dan melemahnya topangan
permukaan struktur panggul.Struktur ini terdiri atas uterus, dinding vagina
posterior atas, uretra, kandung kemih, dan rectum.Walaupun relaksasi dapat
terjadi pada setiap wanita, tetapi biasanya merupakan komplikasi yang timbul
terlambat akibat melahirkan.
2. SISTEM ENDOKRIN
a. Hormon plasenta
Selama periode pascapartum, terjadi pengeluaran plasenta menyebabkan
penurunan signifikan hormon-hormon yang diproduksi oleh organ tersebut.
Penurunan hormon human placental lactogen (hPL), esterogen, dan kortisol, serta
placental enzyme insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga
kadar gula darah menurun secara yang bermakna pada puerperium.Kadar
esterogen dan progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar,
kadar terendahnya dicapai kira-kira satu minggu pascapartum.
b. Hormon hipofisis dan fungsi ovarium
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak
menyusui berbeda.Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui
tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadarfollicle-stimulating
hormone (FSH) terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui,
disimpulkan ovarium tidak berespons terhadap stimulasi FSH ketika kadar
prolaktin meningkat (Bowes, 1991).Kadar prolaktin meningkat secara progresif
sepanjang masa hamil. Pada wanita menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat
sampai minggu keenam setelah melahirkan (Bowes, 1991). Kadar prolaktin serum
dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama stiap kali menyusui, dan banyak
makanan tambahan yang diberikan. Kekuatan mengisap kemungkinan juga akan
mempengaruhi kadar prolaktin. Hal ini memperjelas bukti bahwa menyusui
bukanlah bentuk KB (Keluarga Berencana) yang baik.
3. ABDOMEN
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomennya akan
menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Dalam dua
minggu setelah melahirkan, dinding abdomen wanita itu akan rileks. Diperlukan
sekitar enam minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hamil.
Kulit memperoleh kembali elastisitasnya, tetapi sejumlah kecil stria menetap.
Pengembalian tonus otot bergantung kepada kondisi tonus sebelum hamil, latihan
fisik yang tepat, dan jumlah jaringan lemak.
4. SISTEM URINARIUS
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut
menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah
wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama masa
pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Diperlukan waktu kira-kira dua sampai delapan minggu supaya hipotonia
pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum
hamil.
a. Komponen Urin
Glikosuria ginjal yang diinduksi oleh kehamilan menghilang. Laktosuria positif
pada ibu menyusui merupakan hal yang normal. BUN (blood urea nitrogen), yang
meningkat selama masa pascapartum, merupakan akibat otolisis uterus yang
berinvolusi. Pemecahan kelebihan protein di dalam sel uterus juga menyebabkan
proteinuria ringan (+1) selama satu sampai dua hari setelah wanita melahirkan.

b. Dieresis Pascapartum
Dalam 12 jam setelah melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan cairan yang
tertimbun di jaringan selama ia hamil. Salah satu mekanisme untuk mengurangi
cairan yang teretensi selama masa hamil ialah diaphoresis luas, terutama pada
malam hari, selama dua sampai tiga hari pertama setelah melahirkan. Dieresis
pascapartum, yang disebabkan oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya
peningkatan tekanan vena pada tungkai bawah, dan hilangnya peningkatan
volume darah akibat kehamilan, merupakan mekanisme lain tubuh untuk
mengatasi kelebihan cairan.
c. Uretra dan Kandung Kemih
Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan,
yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat
mengalami hiperemis dan edema, seringkali disertai daerah daerah kecil
hemoragi. Pengambilan urine dengan cara bersih atau melalui keteter sering
menunjukkan adanya trauma pada kandung kemih. Penurunan berkemih, seiring
dieresis pascapartum, bisa menyebabkan distensi kandung kemih.
5. SISTEM PENCERNAAN
a. Nafsu Makan
Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan sehingga ia boleh mengonsumsi
makanan ringan. Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anastesia dan
keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan untuk memperoleh
makanan dua kali dari jumlah yang biasa dikonsumsi disertai konsumsi cemilan
yang sering ditemukan.
b. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama
waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anesthesia bisa
memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
c. Defekasi
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah
ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun
selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum
persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu
seringkali sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya di
perineum akibat episiotomi, lasersi atau hemoroid. Kebiasaan buang air yang
teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali ke normal.
6. PAYUDARA
Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara selama hamil
(estrogen, progesterone, human chorionic gonadotropin, prolaktin, kortisol dan
insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormone-
hormon ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah
ibu menyusui atau tidak.
a. Ibu Tidak Menyusui
Payudara biasanya terba nodular (pada wanita tidak hamil teraba granular).
Nodularitasnya bersifat bilateral dan difus. Apabila wanita memilih untuk tidak
menyusui dan tidak menggunakan obat antilaktogenik, kadar prolaktin akan turun
dengan cepat. Sekresi dan ekskresi kolostrum menetap selama beberapa hari
pertama setelah melahirkan. Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi
dilakukan pada hari kedua dan ketiga, dapat ditemukan adanya nyeri seiring
dimulainya produksi susu. Pada hari ketiga atau keempat pascapartum bisa terjadi
pembengkakan (engorgement). Payudara teregang (bengkak), keras, nyeri bila
ditekan, dan hangat jika diraba (kongesti pembuluh darah menimbulkan rasa
hangat). Distensi payudara terutama disebabkan oleh kongesti sementara vena dan
pembuluh limfatik, bukan akibat penimbunan air susu. Air susu dapat dikeluarkan
dari puting. Jaringan payudara di aksila (tail of Spence) dan jaringan payudara
atau puting tambahan juga bisa terlibat. Pembengkakan dapat hilang dengan
sendirinya dan rasa tidak nyaman biasanya berkurang dalam 24 sampai 36 jam.
Apabila bayi belum menghisap (atau dihentikan), laktasi berhenti dalam beberapa
hari sampai satu minggu.
b. Ibu yang Menyusui
Ketika laktasi terbentuk, terba suatu massa (benjolan), tetapi kantong susu yng
terisi berubah posisi dari hari ke hari. Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba
lunak dan suatu cairan kekuningan, yakni kolostrum, dikeluarkan dari payudara.
Setelah laktasi dimulai, payudara teraba hangat dan keras ketika disentuh. Rasa
nyeri akan menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan (tampak seperti
susu skim) dapat dikeluarkan dari putting susu. Putting susu harus diperiksa untuk
dikaji erektilitasnya, sebagai kebalikn dari inverse, dan untuk menemukan apakah
ada fisura atau keretakan.
7. SISTEM KARDIOVASKULAR
a. Volume Darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilagan
darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler
(edema fisiologis). Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah
total yang cepat, tetapi terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan
tubuh yang menyebabkan volume darah menurun dan lambat. Pada minggu ketiga
dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai mencapai
volume sebelum hamil. Hipervolemia yang diakibatkan kehamilan (peningkatan
sekurang-kurangnya 40% lebih dari volume tidak hamil) menyebabkan
kebanyakan ibu bisa menoleransi kehilangan darah saat melahirkan. Banyak ibu
kehilangan 300 sampai 400 ml darah sewaktu melahirkan bayi tunggal
pervaginam atau sekitar dua kali lipat jumlah ini pada saat operasi sesaria.
Penyesuaian pembuluh darah maternal setelah melahirkan berlangsung dramatis
dan cepat. Respons wanita dalam menghadapi kehilangan darah selama masa
pascapartum dini berbeda dari respons wanita tidak hamil. Tiga perubahan
fisiologis pascapartum yang melindungi wanita: (1) hilangnya sirkulasi
uteroplasenta yang mengurangi ukuran pembuluh darah maternal 10% sampai
15%, (2) hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus
vasodilatasi, dan (3) terjadinya mobilisasi air ekstravaskuler yang disimpan
selama wanita hamil. Oleh karena itu, syok hipovolemik biasanya tidak terjadi
pada kehilangan darah normal.
b. Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat sepanjang
masa hamil. Segera setelah wanit melahirkan, keadaan ini akan meningkat behkan
lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasanya melintasi
sirkuit uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum. Nilai ini meningkat
pada semua jenis kelahiran atau semua pemakaian konduksi anesthesia (Bowes,
1991).
Data mengenai kembalinya hemodinamika jantung secara pasti ke kadar normal
tidak tersedia, tetapi nilai curah jantung normal ditemukan, bila pemeriksaan
dilakukan 8 sampai 10 minggu setelah wanita melahirkan (Bowes, 1991).
c. Tanda-Tanda Vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita dalam keadaan
normal. Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan darah sistol
maupun diastole dapat timbul dan berlangsung selama sekitar empat hari setelah
wanita melahirkan (Bowes, 1991). Fungsi pernafasan kembali ke fungsi saat
wanita tidak hamil pada bulan keenam setelah wanita melahirkan. Setelah rahim
kosong, diafragma menurun, aksis jantung kembali normal, dan impuls titik
maksimum (point of maximum impulse [PMII]) dan EKG kembali normal.
d. Tanda Vital setelah Melahirkan
Temuan Normal Deviasi dari Nilai Normal dan Penyebab yang Mungkin
Temperature Selama 24 jam pertama dapat meningkat sampai 38 derajat celcius
sebagai akibat efek dehidrasi persalinan. Selama 24 jam wanita harus tidak
demam.
e. Denyut Nadi
Denyut nadi dan volume sekuncup serta curah jantung tetap tinggi selama jam
pertama setelah bayi lahir. Kemudian mulai menurun dengan frekuensi yang tidak
diketahui. Pada minggu ke-8 sampai ke-10 setelah melahirkan, denyut nadi
kembali ke frekuensi sebelum hamil.
f. Pernafasan
Perafasan harus berada dalam rentang normal sebelum melahirkan
g. Tekanan Darah
Tekanan darah sedikit brubah atau menetap. Hipotensi ortostatik, yang
diindikasikan oleh rasa pusing dan seakan ingin pingsan segera setelah berdiri,
dapat timbul dalam 48 jam pertama. Hal ini merupakan akibat pembengkakan
limpa yang terjadi setelah wanita melahirkan. Diagnosis sepsis puerperal baru
dipikirkan, jika suhu tubuh ibu meningkat sampai 38°C setelah 25 jam pertama
setelah bayi lahir dan terjadi lagi atau menetap selama dua hari. Kemungkinan lain
ialah mastitis, endometritis, infeksi saluran kemih, dan infeksi sistemik. Frekuensi
denyut nadi yang cepat atau semakin meningkat dapat menunjukkan hipovolemia
akibat perdarahan.
8. Konsep Dasar Penyakit SC
a) Pengertian
 Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin di lahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat badan janin di atas 500 gram
(Sarwono,2009).
 Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut, sectio caesarea juga dapat di
definisikan sebagai suatu histektomi untuk melahirkan janin dalam rahim
(Mochtar,2011).
b) Etiologi
a. Indikasi Ibu :
a) Panggul sempit absolute
b) Placenta previa
c) Ruptura uteri mengancam
d) Partus lama
e) Partus tak maju
f) Pree ekslampsia dan hipertensi
b. Indikasi Janin
a) Kelainan letak
1. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan
/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang
yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan
letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada
perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih
dulu ditolong dengan cara lain.
2. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang
bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
b) Gawat janin
c) Janin besar
c. Kontra indikasi
a) Janin mati
b) Syok, anemia berat
c) Kelainan kongenital berat

9. Tujuan Sectio Caesarea


Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim.
Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya
jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta
previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio
caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati.
10. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)
a. Abdomen (SC Abdominalis)
1. Sectio Caesarea Transperitonealis
 Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada
corpus uteri.
 Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.
2. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
 Sayatan memanjang (longitudinal)
 Sayatan melintang (tranversal)
 Sayatan huruf T (T Insisian)
c. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
10cm.
Kelebihan :
 Mengeluarkan janin lebih memanjang
 Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
 Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
 Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
 Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka
bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan
pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu
yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -
kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini
maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
 Penjahitan luka lebih mudah
 Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
 Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi
uterus ke rongga perineum
 Perdarahan kurang
 Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan
lebih kecil
Kekurangan :
 Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan
yang banyak.
 Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi

11. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa
hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis,
sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan
sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah
ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat
diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama
sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC
transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria
uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Komplikasi - komplikasi lain seperti :
 Luka kandung kemih
 Embolisme paru - paru
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura
uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea
klasik.

12. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan
menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien
secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri
akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.
13. Pemeriksaan Penunjang
 Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
 Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
 Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
 Urinalisis / kultur urine
 Pemeriksaan elektrolit
14. Penatalaksanaan Medis Post SC
a. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian
dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan
transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
 Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi
 Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
 Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
 Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
 Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri, dan pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu tekanan
darah, nadi, pernafasan,suhu.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
 Identitas klien dan penanggung
 Keluhan utama klien saat ini
 Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
 Riwayat penyakit keluarga
 Keadaan klien meliputi :
a. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
b. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan
atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan
labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau
kecemasan.
c. Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
e. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin
ada.
f. Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
h. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas
operasi
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi
d. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi
e. Perubahan peran bd ketidaksiapan ibu
3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawata Kriteria Hasil
n

Nyeri akut Setelah diberikan 1. Lakukan 1. Mempengaruhi


berhubungan asuhan pengkajian pilihan /
dengan keperawatan secara pengawasan
pelepasan selama … x 24 jam komprehensif keefektifan
mediator diharapkan nyeri tentang nyeri intervensi.
nyeri klien berkurang / meliputi
(histamin, terkontrol dengan lokasi,
prostaglandin kriteria hasil : karakteristik,
) akibat  Klien durasi, 2. Tingkat ansietas
trauma melaporkan frekuensi, dapat
jaringan nyeri kualitas, mempengaruhi
dalam berkurang / intensitas persepsi / reaksi
pembedahan terkontrol nyeri dan terhadap nyeri.
(section  Wajah faktor
caesarea) tidak presipitasi.
tampak 2. Observasi
respon 3. Mengetahui
meringis
sejauh mana
 Klien nonverbal
dari pengaruh nyeri
tampak
ketidaknyama terhadap
rileks,
nan kualitas hidup
dapat
(misalnya pasien.
berisitirahat
, dan wajah 4. Memfokuskan
beraktivitas meringis) kembali
sesuai terutama perhatian,
kemampua ketidakmamp meningkatkan
n uan untuk kontrol dan
berkomunika meningkatkan
si secara harga diri dan
efektif. kemampuan
3. Kaji efek koping
pengalaman
5. Memberikan
nyeri
ketenangan
terhadap
kualitas kepada pasien
hidup (ex: sehingga nyeri
beraktivitas, tidak bertambah
tidur,
istirahat,
rileks,
6. Analgetik dapat
kognisi,
mengurangi
perasaan, dan
pengikatan
hubungan
mediator
sosial)
kimiawi nyeri
4. Ajarkan
pada reseptor
menggunakan
nyeri sehingga
teknik
dapat
nonanalgetik
mengurangi rasa
(relaksasi
nyeri
progresif,
latihan napas
dalam,
imajinasi,
sentuhan
terapeutik.)
5. Kontrol
faktor - faktor
lingkungan
yang yang
dapat
mempengaru
hi respon
pasien
terhadap
ketidaknyama
nan (ruangan,
suhu, cahaya,
dan suara)
6. Kolaborasi
untuk
penggunaan
kontrol
analgetik,
jika perlu.
Risiko tinggi Setelah diberikan 1. Tinjau ulang 1. Kondisi dasar
terhadap asuhan kondisi dasar / seperti diabetes /
infeksi keperawatan faktor risiko hemoragi
berhubungan selama … x 24 jam yang ada menimbulkan
dengan diharapkan klien sebelumnya. potensial risiko
trauma tidak mengalami Catat waktu infeksi /
jaringan / infeksi dengan pecah ketuban. penyembuhan
luka bekas kriteria hasil : luka yang buruk.
operasi (SC)  Tidak Pecah ketuban
terjadi yang terjadi 24
tanda - jam sebelum
tanda pembedahan
infeksi dapat
(kalor, menimbulkan
rubor, 2. Kaji adanya koriamnionitis
dolor, tanda infeksi sebelum
tumor, (kalor, rubor, intervensi bedah
fungsio dolor, tumor, dan dapat
laesea) fungsio laesa) mempengaruhi
 Suhu dan proses
nadi dalam penyembuhan
batas 3. Lakukan luka
normal ( perawatan luka 2. Mengetahui
suhu = 36,5 dengan teknik secara dini
-37,50 C, aseptik terjadinya
frekuensi infeksi sehingga
nadi = 60 - 4. Inspeksi dapat dilakukan
100x/ balutan pemilihan
menit) abdominal intervensi secara
 WBC terhadap tepat dan cepat
dalam batas eksudat / 3. Meminimalisir
normal rembesan. adanya
(4,10-10,9 Lepaskan kontaminasi
10^3 / uL) balutan sesuai pada luka yang
indikasi dapat
menimbulkan
infeksi
4. Balutan steril
5. Anjurkan klien menutupi luka
dan keluarga dan melindungi
untuk mencuci luka dari cedera
tangan sebelum / kontaminasi.
/ sesudah Rembesan dapat
menyentuh menandakan
luka terjadinya
6. Pantau hematoma yang
peningkatan memerlukan
suhu, nadi, dan intervensi lanjut
pemeriksaan
5. Cuci tangan
laboratorium
menurunkan
jumlah WBC /
resiko terjadinya
sel darah putih
infeksi
nosokomial

6. Peningkatan
suhu, nadi, dan
WBC
merupakan salah
satu data
penunjang yang
7. Kolaborasi dapat
untuk mengidentifikasi
pemeriksaan adanya bakteri
Hb dan Ht. di dalam darah.
Catat perkiraan Proses tubuh
kehilangan untuk melawan
darah selama bakteri akan
prosedur meningkatkan
pembedahan produksi panas
8. Anjurkan dan frekuensi
intake nutrisi nadi. Sel darah
yang cukup putih akan
meningkat
sebagai
kompensasi
untuk melawan
9. Kolaborasi bakteri yang
penggunaan menginvasi
antibiotik tubuh.
sesuai indikasi 7. Risiko infeksi
pasca
melahirkan dan
proses
penyembuhan
akan buruk bila
kadar Hb rendah
dan terjadi
kehilangan
darah
berlebihan.
8. Mempertahanka
n keseimbangan
nutrisi untuk
mendukung
perpusi jaringan
dan memberikan
nutrisi yang
perlu untuk
regenerasi
selular dan
penyembuhan
jaringan
9. Antibiotik dapat
menghambat
proses infeksi
Ansietas Setelah diberikan 1. Kaji respon 1. Keberadaan
berhubungan asuhan psikologis sistem
dengan keperawatan terhadap pendukung klien
kurangnya selama … x 6 jam kejadian dan (misalnya
informasi diharapkan ketersediaan pasangan) dapat
tentang ansietas klien sistem memberikan
prosedur berkurang dengan pendukung dukungan secara
pembedahan, kriteria hasil : psikologis dan
penyembuhan  Klien membantu klien
, dan terlihat dalam
perawatan lebih mengungkapkan
post operasi 2. Tetap bersama masalahnya
tenang dan
klien, bersikap 2. Keberadaan
tidak
tenang dan perawat dapat
gelisah
 Klien menunjukkan memberikan
mengungka rasa empati dukungan dan
pkan perhatian pada
bahwa klien sehingga
ansietasnya klien merasa
berkurang 3. Observasi nyaman dan
respon mengurangi
nonverbal klien ansietas yang
(misalnya: dirasakannya
gelisah) 3. Ansietas
berkaitan seringkali tidak
dengan ansietas dilaporkan
yang dirasakan secara verbal
namun tampak
4. Dukung dan pada pola
arahkan perilaku klien
kembali secara nonverbal
mekanisme 4. Mendukung
koping mekanisme
koping dasar,
meningkatkan
rasa percaya diri
5. Berikan
klien sehingga
informasi yang
menurunkan
benar
ansietas
mengenai
5. Kurangnya
prosedur
informasi dan
pembedahan,
misinterpretasi
penyembuhan,
klien terhadap
dan perawatan
informasi yang
post operasi
dimiliki
6. Diskusikan sebelumnya
pengalaman / dapat
harapan mempengaruhi
kelahiran anak ansietas yang
pada masa lalu dirasakan
6. Klien dapat
mengalami
penyimpangan
memori dari
7. Evaluasi melahirkan.
perubahan Masa lalu /
ansietas yang persepsi yang
dialami klien tidak realistis
secara verbal dan
abnormalitas
mengenai proses
persalinan SC
akan
meningkatkan
ansietas.
7. Identifikasi
keefektifan
intervensi yang
telah diberikan

3. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan criteria hasil yang di harapkan (Gordon,1994 dalam
Potter&Perry 2011).
4. Evaluasi keperawatan
Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan rencana
keperawatan yang menandakan seberapa jauh tindakan dan pelaksanaan
nya berhasil dengan adanya komponen:
S: Subjektif pernyataan atau keluhan pasien
O: Objektif data yang di observasi oleh perawat atau keluarga
A: Analisis kesimpulan dari subjektif dan objektif
P: Planning rencana tindakan yang akan di lakuk
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC

Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi.


Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi


dan KB. Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana


Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC

Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT


Gramed

Anda mungkin juga menyukai