Anda di halaman 1dari 12

1.

1 DEFINISI

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau

mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis

atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan

volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah

penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau

penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).

Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai

berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan

berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai

lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron

(Mansjoer dkk, 2007)

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus

merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya.

Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan

kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008)

DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh

kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan

defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart,

2002).
1.2 Diagnosis Diabetes Melitus

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan

adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut

di bawah ini.

1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

2. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan

klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah

cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa

plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta

murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan

TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik

dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki

keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam

praktek sangat jarang dilakukan.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka

dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil

yang diperoleh.

1. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan

glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7.8-11.0

mmol/L).
2. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma

puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6.9 mmol/L).

Kriteria diagnosis DM:

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

1. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari

(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani

seperti biasa

2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,

minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan

3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa

4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgbb (anak-

anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit

5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2

jam setelah minum larutan glukosa selesai

6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa


7. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak

merokok

1.3 Pemeriksaan Penyaring

Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM

namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan

untuk menemukan pasien dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat

ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut

sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua

keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit

kardiovaskular di kemudian hari.

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki salah satu

faktor risiko DM. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan

kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Apabila pada

pemeriksaan penyaring ditemukan hasil positif, maka perlu dilakukan konfirmasi

dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa atau dengan tes toleransi glukosa oral

(TTGO) standar.

Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak

dianjurkan mengingat biaya yang mahal, serta pada umumnya tidak diikuti

dengan rencana tindak lanjut bagi mereka yang diketemukan adanya kelainan.

Pemeriksaan penyaring juga dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk

penyakit lain atau general check-up.


Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk

umumnya (mass-screening = pemeriksaan penyaring) tidak dianjurkan karena

disamping biaya yang mahal, rencana tindak lanjut bagi mereka yang positif

belum ada.  Bagi mereka yang mendapat kesempatan untuk pemeriksaan

penyaring bersama penyakit lain (general check up) , adanya pemeriksaan

penyaring untuk DM dalam rangkaian pemeriksaan tersebut sangat dianjurkan.

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok  dengan salah satu

faktor risiko untuk DM, yaitu :

1. kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )

2. kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)}

3. tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)

4. riwayat keluarga DM

5. riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram

6. riwayat DM pada kehamilan

7. dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl

8. pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau  GDPT (Glukosa Darah

Puasa Terganggu)

Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan

penyaring dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


Catatan :

Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil,

dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa

faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan


1.3 Terapi Untuk Diabetes Mellitus

5 pilar terapi untuk klien Diabetes mellitus :

1. Diet

2. Penkes

3. Exersice

4. Monitoring/control

5. Obat

Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar

gula darah dalam kisaran yang normal. Namun, kadar gula darah yang benar-

benar normal sulit untuk dipertahankan. Meskipun demikian, semakin mendekati

kisaran yang normal, maka kemungkinan terjadinya komplikasi sementara

maupun jangka panjang menjadi semakin berkurang. Untuk itu diperlukan

pemantauan kadar gula darah secara teratur baik dilakukan secara mandiri dengan

alat tes kadar gula darah sendiri di rumah atau dilakukan di laboratorium terdekat.

Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah raga dan diet.

Seseorang yang obesitas dan menderita diabetes tipe 2 tidak akan memerlukan

pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan berolah raga secara

teratur. Namun, sebagian besar penderita merasa kesulitan menurunkan berat

badan dan melakukan olah raga yang teratur. Karena itu biasanya diberikan terapi

sulih insulin atau obat hipoglikemik (penurun kadar gula darah) per-oral.

Berikut ini pembagian terapi farmakologi untuk diabetes, yaitu:

1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

2. Terapi Sulih Insulin


1. Obat hipoglikemik oral

Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah

secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes

tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini

menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh

pankreas dan meningkatkan efektivitasnya.

Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin

tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja

dengan cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus.

Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes

tipe II jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup.

Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa

penderita memerlukan 2-3 kali pemberian. Jika obat hipoglikemik per-oral tidak

dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu diberikan

suntikan insulin.

2. Terapi Sulih Insulin

Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat

menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin

pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan

melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung

sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan).


Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. Pada saat ini,

bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena laju

penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya.

Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di

lengan, paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak

terasa terlalu nyeri.

Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan

lama kerja yang berbeda:

1. Insulin kerja cepat.

Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling

sebentar. Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20

menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam.

Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa

kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan.

2. Insulin kerja sedang.

Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan. Mulai

bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10 jam

dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk

memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk

memenuhi kebutuhan sepanjang malam.

3. Insulin kerja lambat.

Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan. Efeknya

baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.


Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga bisa

dibawa kemana-mana.

Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung kepada:


1. Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya
2. Keinginan penderita untuk memantau kadar gula

darah dan menyesuaikan dosisnya


3. Aktivitas harian penderita
4. Kecekatan penderita dalam mempelajari dan

memahami penyakitnya
5. Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari

hari ke hari.
Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari

insulin kerja sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang

paling minimal.

Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis

insulin, yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua

diberikan pada saat makan malam atau ketika hendak tidur malam.

Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja cepat dan

insulin kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai suntikan insulin kerja cepat

tambahan pada siang hari.

Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang sama

setiap harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis insulinnya tergantung

kepada makanan, olah raga dan pola kadar gula darahnya. Kebutuhan akan insulin

bervariasi sesuai dengan perubahan dalam makanan dan olah raga.

Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak

sepenuhnya sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa
membentuk antibodi terhadap insulin pengganti. Antibodi ini mempengaruhi

aktivitas insulin sehingga penderita dengan resistansi terhadap insulin harus

meningkatkan dosisnya.

Penyuntikan insulin dapat mempengaruhi kulit dan jaringan dibawahnya

pada tempat suntikan. Kadang terjadi reaksi alergi yang menyebabkan nyeri dan

rasa terbakar, diikuti kemerahan, gatal dan pembengkakan di sekitar tempat

penyuntikan selama beberapa jam.

Suntikan sering menyebabkan terbentuknya endapan lemak (sehingga kulit

tampak berbenjol-benjol) atau merusak lemak (sehingga kulit berlekuk-lekuk).

Komplikasi tersebut bisa dicegah dengan cara mengganti tempat penyuntikan dan

mengganti jenis insulin. Pada pemakaian insulin manusia sintetis jarang terjadi

resistensi dan alergi.

Pengaturan diet sangat penting. Biasanya penderita tidak boleh terlalu

banyak makan makanan manis dan harus makan dalam jadwal yang teratur.

Penderita diabetes cenderung memiliki kadar kolesterol yang tinggi, karena itu

dianjurkan untuk membatasi jumlah lemak jenuh dalam makanannya. Tetapi cara

terbaik untuk menurunkan kadar kolesterol adalah mengontrol kadar gula darah

dan berat badan.

Semua penderita hendaknya memahami bagaimana menjalani diet dan olah raga

untuk mengontrol penyakitnya. Mereka harus memahami bagaimana cara

menghindari terjadinya komplikasi.

Penderita juga harus memberikan perhatian khusus terhadap infeksi kaki

sehingga kukunya harus dipotong secara teratur. Penting untuk memeriksakan


matanya supaya bisa diketahui perubahan yang terjadi pada pembuluh darah di

mata.

Anda mungkin juga menyukai