Anda di halaman 1dari 33

1

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GANGGUAN SISTEM


PERSEPSI SENSORI (OMA, OMK, DAN MASTOIDITIS)

OLEH
KELOMPOK III

EURUSIA ITA BRIA (131211123018)


EVELINE P.M. MAU (131211123019)
LILIK SRIWIYATI (131211123020)
NI MADE JULIANDARI (131211123021)
FIRMAN MAULANA S. (131211123022)
MERY FARIDA (131211123023)
PETRUS K S TAGE (131211123024)
MUHAMAD ZAINUDIN (131211123025)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNAIR
SURABAYA
2012
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Soepardi, et
al.,ed. 2007). Robbins & Cotran (2009) menjelaskan bahwa otitis media akut
dan kronik paling sering terjadi pada bayi dan anak. Kelainan ini
menyebabkan eksudasi serosa (jika disebabkan oleh virus), tetapi dapat
menjadi supuratif jika terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab otitis media
menurut Brunner&Suddarth (2002) otitis media akut disebabkan oleh
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya steril.
Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah
Streptoccocus pneumoniae, Hemophylus influenzae, dan Moraxella
catarrhalis oleh Williams & Wilkins (2011) menambahkan bakteri penyebab
otitis media akut adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli,
Pneumococcus, Streptococcus anhaemolyticus, Proteus vulgaris, dan
Pseudomonas aerugenosa. Gejala otitis media akut dapat bervariasi menurut
beratnya infeksi, bisa sangat ringan dan sementara atau sangat berat ditandai
adanya eksudat di telinga tengah yang mengakibatkan kehilangan
pendengaran konduktif, nyeri telinga, demam, kehilangan pendengaran,
tinitus, membran timpani sering tampak merah dan menggelembung.
Prevelensi Otitis media juga merupakan salah satu penyakit langganan anak.
Prevalensi terjadinya otitis media di seluruh dunia untuk usia 10 tahun sekitar
62 % sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83 %. Di Amerika Serikat,
diperkirakan 75 % anak mengalami minimal 1 episode otitis media sebelum
usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya 3 kali atau lebih.
Di Inggris, setidaknya 25 % anak mengalami minimal 1 episode sebelum usia
10 tahun ( Abidin, 2009). Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi
pada usia 3-6 tahun.

2
3

Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu


infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis
(Brunner dan Suddarth 2002) sementara itu menurut Nurbaiti Iskandar 1997)
mastoiditis adalah penyakit sekunder dari otitis media yang tidak dirawat atau
perawatannya tidak adekuat. Mastoiditis merupakan penyakit yang berbahaya
ini dikarenakan masalah yang timbul sebagai akibat dari infeksinya, gejala-
gejala awal yang timbul adalah gejala peradangan pada telinga tengah, seperti
demam, nyeri pada telinga, hilangnya sensasi pendengaran, bahkan kadang
timbul suara berdenging pada satu sisi telinga hingga dapat menyebabkan tuli.
Prevalensi terjadinya mastoiditis di seluruh dunia untuk usia 10 tahun sekitar
62 % sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83 %. Di Amerika Serikat,
diperkirakan 75 % anak mengalami minimal 1 episode mastoiditis sebelum
usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya 3 kali atau lebih.
Di Inggris, setidaknya 25 % anak mengalami minimal 1 episode sebelum usia
10 tahun di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6
tahun ( Abidin 2009). Dari catatan medis di salah satu rumah sakit di Jakarta
Pusat sepanjang Januari 2004 sampai Desember 2005 didapatkan 95 pasien
dengan mastoiditis akut. Hanya pasien yang belum mendapatkan pengobatan
baik topikal ataupun sistemik sekurangnya 5 hari terakhir yang dilakukan
dalam penelitian. Angka kejadian mastoiditis rata-rata 27 tahun termuda 5
tahun dan tertua 70 tahun terbanyak antara 21-30 tahun (36,8%) terhadap
kesamaan distribusi gender dalam penelitian ini (laki-laki 53,7% dan wanita
46,3%).(Anonim 2008). Berdasarkan urain peningkatan khasus mastoiditis
yang masih tinggi diatas maka diperlukan perhatian dari komponen
masyarakat terutama tenaga kesehatan seperti perawat untuk mengetahui dan
memahami, penyakit mastoiditis guna mengatasi penyakit ini. Berdasarkan
masalah diatas sebagai langkah awalnya penulis yang adalah perawat perlu
membuat makalah tentang mastoiditis untuk mengetahui dan memahami
penyakit ini
4

B. Rumusan Masalah
1. Pernyataan Masalah

Otitis Media Akut, Otitis Media Kronik dan Mastoiditis merupakan


penyakit yang masih tinggi prefelensinya di dunia dan Indonesia dengan
penuntasan masalah yang lambat berdasarkan gambaran data maka
diperlukan sebuah langkah strategis untuk mengatasinya melalui
pemahaman tentang penyakit mastoiditis
2. TujuanPenulisan
a. Tujuan Umum
Setelah proses perkuliahan diharapkan mahasiswa mampu memberikan
asuhan keperawatan pasien dengan sistem persepsi sensori secara
komprehensif
b. Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu :
1) Menjelaskan definisi OMA, OMK, dan Mastoiditis
2) Menyebutkan etiologi terjadinya OMA, OMK, dan Mastoiditis
3) Menyebutkan tanda dan gejala OMA, OMK, dan Mastoiditis
4) Menjelaskan patofisiologi terjadinya OMA, OMK, dan Mastoiditis
5) Menjelaskan penatalaksanaan OMA, OMK, dan Mastoiditis
6) Menyebutkan komplikasi OMA, OMK, dan Mastoiditis
7) Menjelaskan prognosis pasien dengan OMA, OMK, dan
Mastoiditis
8) Mamberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan OMA,

OMK, dan Mastoiditis

c. Manfaat Penulisan

1) Bagi mahasiswa/mahasiswi

Makalah ini hendaknya memberikan masukan dalam


pengembangan diri untuk pengembangan pengetahuan mahasiswa/
mahasiswi mengenai pentingnya memahami penyakit OMA,
OMK, dan Mastoiditis secara menyeluruh
5

2) Bagi penulis

Dengan makalah ini, di harapkan mampu memberikan pemahaman

yang lebih tentang penyakit OMA, OMK, dan Mastoiditis


6

BAB II
TINJUAN TEORI

A. Otitis MediaAkut
1. Definisi
a. Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.
(Soepardi, et al.,ed. 2007)
b. Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah. (Brunner &
Suddarth 2002)
c. Otitis media akut adalah inflamasi pada telinga tengah yang berkaitan
dengan akumulasi cairan. (Williams & Wilkins 2011)

2. Klasifikasi Otitis Media


Robbins & Cotran (2009) menjelaskan bahwa otitis media akut dan kronik
paling sering terjadi pada bayi dan anak. Kelainan ini menyebabkan
eksudasi serosa (jika disebabkan oleh virus), tetapi dapat menjadi supuratif
jika mengalami infeksi bakteri.
Soepardi et al.,ed. (2007) mengklasifikasikan otitis media seperti bagan di
bawah ini:
Otitis Media

Otitis Otitis media


media serosa/ non
supuratif supuratif

Otitis media Otitis Otitis media Otitis


supuratif media serosa/non media
akut supuratif supuratif serosa/non
kronik akut supuratif
kronik
** supuratif : eksudat purulen
** non supuratif/ serosa : eksudat non purulen

6
7

3. Etiologi
Brunner&Suddarth (2002) menjelaskan otitis media akut disebabkan oleh :
a. Masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya
steril.
Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah
Streptoccocus pneumoniae, Hemophylus influenzae, dan Moraxella
catarrhalis. Williams & Wilkins (2011) menambahkan bakteri
penyebab otitis media akut adalah Staphylococcus aureus, Escherecia
coli, Pneumococcus, Streptococcus anhaemolyticus, Proteus vulgaris,
dan Pseudomonas aerugenosa.
b. Paling sering terjadi bila terjadi disfungsi tuba eustachii seperti
obstruksi yang diakibatkaan oleh infeksi saluran pernapasan atas,
inflamasi jaringan di sekitarnya (misalnya: sinusitis, hipertrofi
adenoid), atau reaksi alergi (misalnya: rinitis alergika).
Williams & Wilkins (2011) menyebutkan penyebab otitis media akut
supuratif adalah karena adanya infeksi melalui :
a. Tuba eustachius
b. Membran timpani
c. Infeksi melalui aliran darah
Lanjutnya Williams & Wilkins (2011) menyebutkan faktor-faktor
predisposisi terjadinya otitis media akut supuratif adalah sebagai berikut :
a. Usia
Biasanya terjadi pada usia anak-anak
b. Sosio-ekonomi
Kejadian tertinggi pada populasi dengan higiene rendah, penduduk
padat dan malnutrisi
c. Iklim
Sering terjadi pada musim dingin khususnya pada musim salju
d. Ras
Lebih sering terjadi pada orang dengan kulit putih daripada kulit hitam
e. Adanya massa pada nasofaringeal, contohnya polip, karsinoma,
limpoma
8

f. Gangguan pernapasan
Rinitis dan sinusitis kronis memproduksi mukus yang terinfeksi yang
mana akan memasuki tuba eustachius, sehingga menyebabkan infeksi
pada tuba eustachius
g. Alergi
Faktor alergi yang menyebabkan otitis media akut belum diketahui
secara pasti
h. Sindrom imunodefisiens

4. Patofisiologi
Brunner & Suddarth (2002) menjelaskan terjadinya otitis media akut
adalah akibat adanya bakteri masuk melalui tuba eusthacii akibat
kontaminasi sekresi dari nasofaring. Bakteri juga bisa masuk telinga
tengah bila ada perforasi membrana timpani.
Williams & Wilkins (2011) menyampaikan umumnya otitis media dari
nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, kecuali pada kasus
yang relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan
membran timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi
dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian
lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.
Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan
eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah
menjadi sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari
nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh pejamu dan virulensi
bakteri akan menentukan progresivitas penyakit.
Robbins & Cotran (2009) menyampaikan bahwa apabila serangan
berulang otitis media akut tanpa resolusi akan menyebabkan penyakit
kronik.

5. Manifestasi Klinis
Gejala dapat bervariasi menurut beratnya infeksi, bisa sangat ringan dan
sementara atau sangat berat.
a. Adanya eksudat di telinga tengah yang mengakibatkan kehilangan
pendengaran konduktif.
9

b. Nyeri telinga
c. Demam
d. Kehilangan pendengaran
e. Tinitus
f. Membran timpani sering tampak merah dan menggelembung
6. Stadium OMA
a. Stadium oklusi tuba eustachius
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di
dalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi
tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa
akibat virus atau alergi.
b. Stadium hiperemis (presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau
seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang
telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar
terlihat.
c. Stadium supurasi
Membran timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang
hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial
serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani. Pasien tampak
sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga bertambah
berat. Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia,
thrombophlebitis dan nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini
terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan kekuningan pada
membran timpani. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
d. Stadium perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulen kuman yang
tinggi, dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar
mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Pasien yang semula
gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur tenang.
10

e. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal
kembali. Bila terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan
mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah
maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan.

7. Pemeriksaan Diagnostik
Williams & Wilkins (2011) menyebutkan pemeriksaan diagnostik untuk
gangguan telinga adalah sebagai berikut:
a. Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh,
bengkak dan tidak tembus cahaya dengan kerusakan mogilitas.
b. Kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui
organisme penyebab.
c. Laboratorium
1) Pemeriksaan kultur dan sensitivitas terhadap eksudat menunjukkan
organisme penyebab
2) Hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis

8. Penatalaksanaan
Menurut Williams & Wilkins (2011), penatalaksanaan otitis media akut
meliputi:
a. Terapi antibiotik, seperti amoksilin
b. Analgetik seperti aspirin atau asetaminofen
c. Sedatif (pada anak kecil)
d. Terapi dekongestan nasofaring
Penatalaksanaan bergantung pada efektivitas terapi (misalnya dosis
antibiotika oral dan durasi terapi), virulensi bakteri, dan status fisik pasien.
Dapat diberikan antibiotik spektrum luas yang tepat dan awal. Bila terjadi
pengeluaran cairan bisa diresepkan preparat otik antibiotika. (Brunner &
Suddarth 2002)

9. Komplikasi
Menurut Brunner & Suddarth (2002), komplikasi otitis media akut
meliputi komplikasi sekunder mengenai mastoid dan komplikasi
11

intrakranial serius, seperti meningitis atau abses otak dapat terjadi


meskipun jarang. Sedangkan menurut Williams & Wilkins (2011),
komplikasi otitis media akut antara lain:
a. Ruptur membran timpani yang terjadi secara spontan
b. Perforasi yang terjadi secara terus-menerus
c. Otitis media kronik
d. Mastoiditis
e. Meningitis
Meningitis adalah penyakit radang selaput otak (meningen). Penyebab
meningitis antara lain adalah adanya rhinorhea, otorhea pda basis
kranial yang memungkinkan kontaknya cairan cerebrospinal dengan
lingkungan luar. Angka kejadian meningitis di dunia adalah 1-3 orang
per 100.000 orang. Terdapat 11 pasien penderita meningitis dari 4160
kasus otitis media supuratif kronik.
f. Kolesteatoma
g. Abses, septikemia
h. Limfadenopati, leukositosis
i. Kehilangan pendengaran permanen dan timpanosklerosis
j. Vertigo

10. Prognosis
Prognosis pada Otitis Media Akut baik apabila diberikan terapi yang
adekuat (antibiotik yang tepat dan dosis yang cukup )

B. Otitis Media Kronik


1. Definisi
Menurut Brunner & Suddart (2002) otitis media kronik adalah kondisi
yang berhubungan dengan patologi jaringan ireversibel dan biasanya
disebabkan karena episode berulang otitis media akut. Sering berhubungan
dengan perforasi menetap membran timpani.
Nursiah (2003) menjelaskan bahwa otitis media supuratif kronik ialah
infeksi kronik di telinga tengah lebih dari 2 bulan dengan adanya perforasi
membran timpani, sekret yang keluar dari telinga tengah dapat terus
12

menerus atau hilang timbul. Sekret bisa encer atau kental, bening atau
berupa nanah. Otitis media supuratif kronik ( OMSK) di dalam masyarakat
Indonesia dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga berair.

2. Etiologi
Brunner & Suddart (2002) menjelaskan otitis media akut disebabkan
karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang
normalnya steril. Paling sering terjadi bila terjadi disfungsi tuba eustachii
seperti obstruksi yang diakibatkaan oleh infeksi saluran pernapasan atas,
inflamasi jaringan di sekitarnya (misalnya: sinusitis, hipertrofi adenoid),
atau reaksi alergi (misalnya: rinitis alergika). Bakteri yang umum
ditemukan sebagai organisme penyebab adalah Streptoccocus
pneumoniae, Hemophylus influenzae, dan Moraxella catarrhalis.

3. Patofisiologi
Bakteri masuk melalui tuba eusthacii akibat kontaminasi sekresi dari
nasofaring. Bakteri juga bisa masuk telinga tengah bila ada perforasi
membrana timpani.

4. Manifestasi Klinis
Brunner & Suddart (2002) menyebutkan manifestasi klinis pasien dengan
otitis media kronik adalah sebagai berikut:
a. Otorea intermitten atau persisten yang berbau busuk
b. Evaluasi otoskopik membrana timpani memperlihatkan adanya
perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai massa putih di
belakang membrana timpani atau keluar ke kanalis eksternus melalui
luang perforasi.
c. Hasil audiometri pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan
kehilangan pendengaran konduktif atau campuran
Sedangkan menurut Williams & Wilkins (2011), manifestasi klinis pada
otitis media kronis antara lain:
a. Penebalan dan penebalan jaringan parut pada membran timpani
b. Penurunan atau kehilangan mobilitas membran timpani
c. Kolesteatoma
13

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
1) Pemeriksaan kultur dan sensitivitas terhadap eksudat menunjukkan
organisme penyebab
2) Hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis
b. Pencitraan
Pemeriksaan ronsen menunujukkan keterlibatan mastoid.
c. Timpanometri
Mendeteksi kehilangan pendengaran dan mengevaluasi penyakit
telinga tengah
d. Audiometri
Menunjukkan derajat kehilangan pendengaran
e. Otoskopi pneumatik
Dapat menunjukkan penurunan mobilitas membran timpani

6. Penatalaksanaan
a. Terapi obat
Pasien mendapatkan obat anti-inflamasi berupa deksametason dengan
dosis 0,6mg/kg/hari selama 4 hari. Pemberian kortikosteroid ini sesuai
dengan beberapa literatur yang menjelaskan bahwa tujuan pemberian
obat ini untuk mencegah kecacatan seperti paresis fasialis dan ketulian.
Jang et al.17 melaporkan pemberian steroid (prednison) pada kasus
labirintitis memberikan respons yang cukup baik. Pemberian
kortikosteroid pada kasus meningitis diduga dapat mengurangi edema
otak, hipertensi intrakranial dan inflamasi meningen. Pada kasus ini
diberikan antibiotik topikal karena masih terdapatnya cairan yang
keluar dari telinga tengah setelah pemasangan pipa ventilasi. Beberapa
penelitian membuktikan bahwa pemberian antibiotik dan
kortikosteroid bersamaan secara topikal lebih efektif dan aman untuk
membantu drainase dan mengurangi sekresi telinga tengah setelah
pemasangan pipa ventilasi dibandingkan hanya dengan 9 antibiotik
topikal saja. Pemberian antibiotik dan kortikosteroid topikal dengan
dosis 2x3-5 tetes/hari selama 7 hari.
14

f. Pembedahan
Berbagai prosedur pembedahan dapat dilakukan bila dengan
penanganan obat tidak efektif. Yang paling sering adalah
timpanoplasti-rekonstruksi bedah membran timpani dan osikulus.
Tujuan timpanoplasti adalah mengembalikan fungsi telinga tengah,
menutup lubang perforasi telinga tengah, mencegah infeksi berulang,
dan memperbaiki pendengaran. Ada 5 tipe timpanoplasti, yaitu tipe I
(miringoplasti) dirancang untuk menutup luka perforasi pada membran
timpani. Sedangkan tipe II-V meliputi perbaikan yang lebih intensif
struktur telinga tengah. Struktur dan derajat keterlibatannya bisa
berbeda, namun bagian semua prosedur timpanoplasti meliputi
pengembalian kontinuitas mekanisme konduksi suara.

7. Komplikasi
Infeksi kronik telinga tengah tidak hanya mengakibatkan kerusakan
membrana timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir
selalu melibatkan mastoid.
Menurut Williams & Wilkins (2011), komplikasi otitis media kronik
antara lain:
a. Mastoiditis
b. Meningitis
Meningitis adalah penyakit radang selaput otak (meningen). Penyebab
meningitis antara lain adalah adanya rhinorhea, otorhea pada basis
kranial yang memungkinkan kontaknya cairan cerebrospinal dengan
lingkungan luar. Angka kejadian meningitis di dunia adalah 1-3 orang
per 100.000 orang. Terdapat 11 pasien penderita meningitis dari 4160
kasus otitis media supuratif kronik.
c. Kolesteatoma
d. Abses, septikemia
e. Limfadenopati, leukositosis
f. Kehilangan pendengaran permanen dan timpanosklerosis
g. Vertigo
15

8. Prognosis
OMK tipe benigna
Prognosis dengan pengobatan lokal, otorea dapat mengering. Tetapi sisa
perforasi sentral yang berkepanjangan memudahkan infeski dari
nasofaring atau bakteri dari meatus eksterna khususnya terbawa oleh air,
sehingga penutupan membrane timpani disarankan.
OMK tipe maligna
Prognosis kolesteatom yang tidak diobati akan berkembang menjadi
meningitis, abes otak, paralisis fasialis atau labirinitis supuratif yang
semuanya fatal. Sehingga OMSK tipe maligna harus diobati secara aktif
sampai proses erosi tulang berhenti.
(George L, Adams, 1997)

C. Mastoiditis
1. Pengertian
Ada banyak pengertian mengenai penyakit mastoiditis yang dirumuskan
oleh para ahli sebagai berikut mastoiditis adalah pengumpulan pus di
dalam sel mastoid menyebabkan nekrosis dinding-dinding sel mastoid
(Soepardi et al 2003:52). Mastoiditis adalah kelanjutan dari peradangan
atau infeksi kronik yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam
kavum timpani ( OMP kronik ) (Herawati S. and Sri Rukmini 2002: 31).
Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang disebabkan oleh suatu infeksi
telinga tengah, jika tidak diobati dapat terjadi osteomeletis. (Brunner and
Suddarth, 2000 ). Mastoiditis adalah proses peradangan tulang mastoid
dan telinga tengah dan biasanya terjadi tidak selalu didahului oleh episode
supuratif akut atau otitis sub akut media. (M. Nussinovitch, R.et al 2004).
Mastoiditis adalah infeksi supuratif dari sel-sel udara mastoid, dan
komplikasi potensi otitis media.(Morimoto 2002 ) sehingga dapat
disimpulkan bahwa mastoiditis adalah infeksi pada tulang mastoid dan
dinding-dinding selnya yang berawal dari infeksi telingah tengah sehingga
dapat terjadi peradangan dan infeksi kronik dan bila tidak diobati akan
terjadi nekrosis dan osteomelitis
16

2. Etiologi
Penyebab mastoiditis adalah bakteri yang lazim mencangkup streptokokus
beta hemophilus grup A , streptococcus pneumoniae , staphilococcus
aureus dan hemophilus influenza. ( Sabiston, David C 1994 : 289).
Streptococcus pneumoniae patogen paling sering terisolasi di mastoiditis
akut, prevalensi sekitar 25%. Grup A beta-hemolitik streptokokus ,
staphylococcus pyogenes , s.aureus , moraxella catarrhalis , haemophilus
influenza. Karena otitis media ( AOM ) adalah penyakit pendahuluan ,
agen etiologi yang paling umum yang menyebabkan mastoiditis adalah
stretococcus pneumoniae , diikuti oleh haemophilus influenzae dan
streptococcus pyogenes.

3. Patofisiologi
Menurut Adam (1997) patofisiologi mastoiditis dimulai dari infeksi telinga
tengah yang kemudian menjalar mengenai tulang mastoid dan sel-sel yang
di dalamnya, hal ini mengakibatkan terjadinya proses nekrosis tulang
mastoid serta merusak struktur tulang, bila tidak segera dilakukan
pengobatan terhadap infeksinya maka dapat mengakibatkan terjadinya
abses sub peritoneal pada mastoid. Apabila infeksi merusak tulang di
sekitarnya sampa nanah dapat keluar mungkin terjadi :
a. Keluar melalui permukaan luar dan prosesus mastoid, sehingga terjadi
abses subperitoneal pada mastoid
b. Ke bawah mulai ujung prosesus masuk leher
c. Ke depan mulai dingding belakang liang telinga
d. Ke atas melalui pegmen (atap) rongga telinga masuk fosa chranial
media
e. Ke belkang melalui fosa chranial posterior
Kebanyakan mastoiditis akut ditemukan pada pasien yang tidak
mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan yang mengalami
infeksi telinga yang tidak cepat ditangani. Mastoiditis kronis ini dapat
mengakibatkan terjadinya pembentukan koleteatoma yang merupakan
pertumbuhan kulit ke dalam ( epitel squamosa ) dari lapisan membran
timpani ke telinga tengah. Kulit dari membran timpani lateral membentuk
17

kantong luar berisi kulit yang rusak dan bahan sebaseus, kantong dapat
melekat ke struktur telinga dalam nastoid bila tidak ditangani ,
kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralysys nerfus
facialis , kehilangan pendengaran sensori neural dan atau gangguan
keseimbangan ( akibat erosi telinga dalam) dan abses otak. Pembedahan
pada mastoid yang mengalami kelainan peradangan ditujukkan untuk
mengangkat koleteatoma mencapai struktur yang sakit dan dapat mencapai
kondisi telinga yang aman kering dan sehat.mastoidektomi biasanya
dilakukan melalui insisi post aurikular dan infeksi dihilangkan dengan
menghilangkan udara di mastoid. Begitu pasien bangun , pembiusan harus
diperhatikan setiap tanda paries fanalis yang harus segera dilaporkan ke
dokter bila terjadi kelemahan fasial balutan pada mastoid harus
dilonggarkan dan pasien dikembalikan ke meja operasi. Luka dibuka dan
nervus fasialis didekompresi untuk melonggarkan kanalis tulang yang
mengelilingi nervus fasialis

4. Manifestasi Klinis
Menurut Herawati S. and Sri Rukmini (2002 : 32) manifestasi klinis dari
mastoiditis sebagai berikut
a. Nyeri telinga
b. Otorea
c. Gangguan pendengaran yang makin bertambah
d. Pada pemeriksaan otologik akan tampak otorea melalui perforasi
membran timpani , kadang – kadang saging di dinding posterior liang
telinga.
e. Bila belum terbentuk abses akan terlihat daerah yang hiperemis yang
nyeri tekan.
f. Demam
g. Saraf wajah kelemahan / tanda-tanda neurologis
h. Otalgia
i. Lesu / Malaise
j. Rhinorrhea
k. Pusing
18

5. Komplikasi
Selain terjadi beberapa masalah diatas mastoiditis dapat berkomplikasi ke
beberapa organ berikut
a. Ekstrakranial , komplikasi ke arah inferior
Adanya kolesteatoma akan menimbulkan pressure necrosis dan akan
merusak korteks mastoid sehingga akan terjadi abses subperiostal.
Abses yang terbentuk di daerah planum mastoid, disebut abses retro
aurikuler.untuk pengobatan dapat dilakukan insisi abses atau
mastoidektomi.
b. Intratemporal
1) Labirintitis
Penjalaran kearah medial ini terjadi karena adanya fistel pada
kanalis semisirkularis lateral atau pada foramen ovale akibat erosi
dari kolesteatoma. Pasien biasanya mengeluh mual dan muntah.
Penatalaksanaan dengan mastoidektomi.
2) Paresis N.VII
Kolesteatoma yang menumpuk akan menimbulkan destruksi
tulang kanalais N.VII sehingga N.VII terbuka dan terkena lesi
c. Intrakranial
1) Abses ektra dura
Penimbunan nanah antara segmen dan dura. Keluhan yang
dirasakan adalah nyeri kepala dan telinga yang hebat. Terapi yang
diperlukan adalah mastoidektomi dan dibuat drainase untuk
mengeluarkan nanah.
2) Meningitis
Suatu keradangan yang merata pada sub arachnoid .
3) Abses otak
Biasanya mengenai lobus temporal.penderita mengeluh nyeri
kepala hebat dan muntah.
d. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Luntz et al dari 223
kasus berturut-turut mastoiditis akut, 16 pasien disajikan dengan
19

komplikasi, meningitis bakteri, labyrinthitis, dan wajah Kelumpuhan


nervus.
Sementara itu perpanjangan proses menular dari mastoiditis dapat
meliputi:
a. Posterior perluasan ke sinus sigmoid (trombosis menyebabkan)
b. Posterior ekstensi untuk tulang oksipital untuk menciptakan
osteomyelitis of calvaria atau abses Citelli
c. Superior ekstensi ke fosa kranial posterior, ruang subdural, dan
meningen
d. Anterior ekstensi ke akar zygomatic
e. Lateral ekstensi untuk membentuk abses subperiosteal
f. Inferior ekstensi untuk membentuk abses Bezold
g. Medial ekstensi ke puncak petrosa
h. Intratemporal keterlibatan saraf wajah dan / atau labirin.
(PP Devan et al 2011 )

6. Pemeriksaan Diagnostik
Hasil ct scan dari mastoiditis adalah penghancuran garis mastoid,
hilangnya septa tulang dalam sel-sel udara, "koalesensi" sel udara mastoid
dan hypoaeration dari mastoid, selain itu, ct scan dengan kontras sangat
membantu dalam menggambarkan komplikasi intrakranial. (Morimoto
2002 )

7. Penatalksanaan
a. Penanganan lokal meliputi pembersihan hati-hati telinga menggunakan
mikroskop dan alat penghisap. Pemberian tetes antibiotika atau
pemberian bubuk antibiotika membantu bila ada cairan purulen.
Antibiotika sistemik biasanya tidak diresepkan kecuali pada kasus
infeksi akut.
b. Timpanoplasti.
Berbagai prosedur pembedahan dapat dilakukan bila dengan
penanganan obat tidak efektif. Yang paling sering adalah
timpanoplasti-rekonstruksi bedah membrana timpani dan osikulus.
Tujuan timpanoplasti adalah mengembalikan fungsi telinga tengah,
20

menutup lubang perforasi telinga tengah, mencegah infeksi berulang,


dan memperbaiki pendengaran.
c. Mastoidektomi
Tujuan operasi mastoidektomi adalah untuk menghilangkan sumber
infeksi, mencegah terjadinya komplikasi, dan mempertahankan fungsi
pendengaran.
Beberapa jenis mastoidektomi :
1) Rongga terbuka
Termasuk dalam golongan ini adalah mastoidektomi radikal yang
bertujuan untuk membersihkan jaringan patologi dalam selula
mastoid. Antrum mastoid , dan kavum timpani.
2) Rongga tertutup
Mastoidektomi simpel (schwartze ) yang bertujuan untuk
membersihkan jaringan patologi dalam selula mastoid kemudian
dipasang drain.
21

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Menurut Tucker et al (2007) pengkajian yang dilakukan pada sistem
pendengaran meliputi :
1. Data Subjektif
a. Sakit telinga
b. Sakit kepala
c. Penurunan, kehilangan ketajaman pendengaran pada satu atau kedua
telinga
d. Distorsi suara
e. Tinitus
f. Merasakan penuh atau sumbatan di dalam telinga
g. Mendengar gaung suara sendiri
h. Mendengar suara letupan saat menguap atau menelan
i. Vertigo, pusing, ketidakseimbangan
j. Gatal pada telinga
k. Merasa denyut jantung di telinga
l. Drainase telinga (berwarna gelap, merah, hitam, jernih, kuning)
m. Penggunaan minyak, lidi kapas, jepit rambut untuk membersihkan
telinga
2. Data Objektif
a. Penampilan umum
b. Tanda vital : peningkatan TD, suhu, nadi, dan pernapasan
c. Kemampuan mendengar : penggunaan alat bantu dengar
d. Kemampuan membaca gerakan bibir atau menggunakan bahasa isyarat
e. Keterlambatan bicara dan perkembangan bahasa (jika pada anak kecil)
f. Refleks terkejut
g. Toleransi terhadap suara yang keras
h. Tipe, warna, dan banyaknya drainase telinga
i. Riwayat medikasi (streptomisin, salisilat, kuinin, gentamisin)

21
22

j. Alergi
k. Usia (pertimbangan gerontologis)
l. Kaji tingkat gangguan pendengaran

B. Diagnosa Keperawatan
Masalah Keperawatan
1. Pre Operasi
a. Nyeri akut
b. Resiko cidera
c. Ansietas
d. Gangguan body image
e. Kerusakan integritas jaringan
f. Gangguan komunikasi verbal
g. Kurang pengetahuan
h. Manajemen regimen terapeutik tidak efektf
2. Post Operasi
a. Gangguan komunikasi verbal
b. Resiko cidera
c. Resiko infeksi

C. Intervensi
Pre Operasi
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan agen cidera faktor biologis :
inflamasi telinga
a. Tujuan : pasien mampu mengontrol nyeri setelah dilakukan
tindakan perawatan selama 1 x 24 jam
b. Kriteria hasil :
1) Mengekspresikan pemahaman tentang faktor penyebab nyeri
2) Menunjukkan kemampuan untuk mengurangi atau mengontrol
nyeri dengan menggunakan keterampilan yang dipelajari
c. Intervensi
1) Kaji lokasi, tipe, durasi dan frekuensi nyeri
23

Rasional : mengetahui karekteristik nyeri yang dirasakan pasien


2) Kaji intensitas nyeri dengan menggunakan skala 0 sampai 5 (0
tidak ada nyeri dan 5 nyeri hebat) atau skala nyeri standar lainnya
Rasional : mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan pasien
3) Kaji faktor penyebab nyeri
Rasional : membantu dalam pemberian terapi
4) Diskusikan tindakan pereda nyeri yang efektif dan tidak efektif
bagi pasien
Rasional : menentukan tindakan yang paling efektif bagi pasien
dalam meredakan nyeri
5) Kaji efek nyeri pada pasien
Rasional : mengetahui adanya masalah lain akibat nyeri yang
dialami pasien
6) Ajarkan tehnik pereda nyeri sesuai kubutuhan pasien (misal :
tehnik relaksasi, imajinasi, sentuhan)
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien tentang cara
meredakan nyeri
7) Berikan analgesik sesuai program
Rasional : mengurangi nyeri dengan terapi farmakologis
8) Dorong dukungan keluarga dan orang terdekat
Rasional : dukungan keluarga membantu pasien dalam
mentoleransi nyeri

2. Resiko cidera yang berhubungan dengan faktor regulatori : disfungsi


sensori
a. Tujuan : pasien mampu terhindar dari cidera setelah dilakukan
tindakan perawatan selama 1 x 24 jam
b. Kriteria hasil :
1) Menunjukkan pemahaman mengenai potensi bahaya kesehatan
2) Mempraktikkan tindakan pencegahan cidera untuk diri sendiri
3) Tetap bebas dari cidera
24

c. Intervensi
1) Kaji ketajaman auditori pasien
Rasional : menentukan tingkat disfungsi sensori pasien
2) Pertahankan lingkungan aman untuk pasien
Rasional : meminimalkan terjadinya cidera pada pasien
3) Orientasikan pasien pada lingkungan sekitar
Rasional : meminimalkan terjadinya cidera pada pasien dengan
mengenal lingkungan sekitarnya
4) Sediakan alat yang diperlukan dan pastikan kemampuan pasien
untuk mencapainya dengan mudah
Rasional : meminimalkan terjadinya cidera pada pasien
5) Pertahankan pagar tempat tidur dan posisi tempat tidur yang aman
Rasional : menghindarkan pasien jatuh dari tempat tidur
6) Bantu pasien dengan aktivitas harian
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan aktivitas harian pasien
7) Jelaskan semua pengobatan, prosedur dan perawatan, sadari
adanya hambatan bahasa
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien tentang
pengobatan dan perawatan penyakitnya
8) Berikan medikasi sesuai kebijakan
Rasional : membantu kesembuhan penyakit pasien
9) Berikan penyuluhan kesehatan tentang pencegahan bahaya
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien dalam
pencegahan bahaya pada dirinya

3. Ansietas yang berhubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahan


a. Tujuan : klien mampu mengatasi anietas setelah dilakukan
tindakan perawatan selama 1 x 24 jam
b. Kriteria hasil :
1) Memahami penyebab ansietas
2) Menunjukkan tingkah laku yang positif dalam mengatasi ansietas
3) Melaporkan penurunan tingkat ansietas
25

c. Intervensi
1) Pertahankan lingkungan tenang, tanpa stress
Rasional : untuk mengurangi tingkat ansietas
2) Kaji tingkat ansietas
Rasional : sebagai dasar dalam memberikan konsultasi
3) Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan perasaan
Rasional : mengungkapkan ansiatas yang dirasakan
4) Jelaskan tentang rencana asuhan keperawatan, termasuk jika ada
rencana operasi dan libatkan pasien dalam rencana perawatan
Rasional : untuk mengurangi tingkat ansietas
5) Tunjukkan kepercayaan diri dan sikap caring, tidak menghakimi
Rasional : meningkatkan kepercayaan pasien sehingga dapat
membantu mengurangi tingkat ansietas
6) Gunakan gambar saat menjelaskan prosedur atau pengobatan
Rasional : untuk memperjelas pemahaman pasien
7) Dorong pasien untuk berkomunikasi dengan orang terdekat
Rasional : guna memberikan dukungan
8) Hindari menggunakan sistm interkomunikasi elektronik perawat-
pasien bila pasien menderita pendengaran parsial
Rasional : karena dapat menyababkan frustasi
9) Evaluasi kemampuan pasien untuk menggunakan indera lain
(terutama penglihatan dan sentuhan)
Rasional : untuk membantu aktivitas harian
10) Kuatkan penjelasan dokter mengenai gangguan pendengaran
Rasional : untuk meningkatkan pengetahuan dan perasaan
aman pasien
26

Post OP
1. Gangguan komuniksi verbal yang berhubungan dengan terjadinya tuli
konduksi akibat pengangkatan tulang mastoid
a. Tujuan : klien mampu melakukan komunikasi dengan
keterampilan yang telah dipelajari setelah dilakukan
tindakan perawatan selama 2 x 24 jam
b. Kriteria hasil :
1) Meningkatkan keterampilan yang telah dipelajari untuk
komunikasi
2) Menunjukkan tingkah laku koping positif
3) Menerima keterbatasan yang disebabkan oleh gangguan
pendengaran
c. Intervensi
1) Kaji dan bangun cara berkomunikasi
Rasional : mengetahui kemampuan pasien berkomunikasi
2) Berbicara dengan lambat dan mengucapkan kata dengan jelas
Rasional : supaya pasien dapat menerima pembicaraa dengan
jelas
3) Hanya berbicara dengan satu orang dalam satu waktu
Rasional : menghindari kebingungan pasien dalam
menangkap pembicaraan
4) Berdiri agar pasien dapat melihat mulut anda dengan jelas
Rasional : memungkinkan pasien memahami pembicaraan
dari gerakan bibir
5) Bicara dengan satu kalimat sederhanan dahulu untuk menentukan
tingkat keterampilan pasien (Perkataan perawat berkumis lebih
sulit dimengerti pasien)
Rasional : mengukur kemampuan pasien dalam menerima
pembicaraan
6) Tunjukkan objek pembicaraan dengan tepat
Rasional : memperjelas penerimaan pasien tentang objek
pembicaraan
27

7) Ulangi kalimat yang diucapkan bila pasien tidak mengerti pada


awalnya
Rasional : agar pasien bisa lebiih mengerti
8) Bahasa isyarat
a) Tentukan apakah pasien mampu berkomunikasi dengan kertas
dan pensil karena sebagian besar karyawan rumah sakit tidak
mampu berbahasa isyarat
b) Lakukan kerjasama dengan keluarga atau orang terdekat pasien
dalam komunikasi untuk memberi dukungan
Rasional : penggunaan bahasa isyarat bisa membantu pasien
dalam berkomunikasi dengan orang lain
9) Kertas dan pensil
a) Tulis pesan dengan jelas menggunakan kalimat pendek dan
sederhana
b) Buat daftar tilik tentang frase yang paling sering digunakan dan
instruksikan pasien untuk memeriksa frase yang sesuai
c) Sediakan waktu bagi pasien untuk memahami dan menjawab
Rasional : membantu dalam pasien berkomunikasi

2. Resiko infeksi yang berhubungan dengan tindakan pembedahan


a. Tujuan : pasien mampu mencapai keutuhan integritas kulit
setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24
jam
b. Kriteria hasil :
1) Tidak terjadi peradangan/ infeksi yang ditandai dengan luka bersih
dan kering, daerah sekitar luka tidak bengkak
2) Tidak terjadi infeksi sistemik
3) Tetap afebris
c. Intervensi
1) Pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam, khususnya suhu tubuh
Rasional : mengetahui adanya keabnormalan TTV
28

2) Observasi insisi untuk mengidentifikasi tanda infeksi meliputi :


kemerahan, nyeri tekan, pembengkakan pada luka insisi, pasien
mengeluh nyeri, rabas yang tidak biasa, peningkatan suhu tubuh
Rasional : mengetahui adanya tanda-tanda infeksi
3) Pertahankan agar sumbat telinga luar tetap bersih dan kering
Rasional : meminimalkan resiko infeksi arena balutan yang
lembab
4) Ganti sumbat luar bila perlu
Rasional : mempertahankan kebersihan sumbatan
5) Laporkan perdarahan, drainase berlebihan kepada dokter
Rasional : mengevaluasi adanya tanda infeksi
6) Pertahankan tehnik aseptik
Rasional : mempertahankan sterilitas untuk meminimalkan
infeksi
7) Laksanakan pemberian antibiotik sesuai program terapi
Rasional : menghindarkan dari infeksi dan mendukung
kesembuhan pasien
8) Pantau peningkatan SDP
Rasional : Mengindikasikan adanya infeksi
9) Diskusikan tentang tanda dan gejala yang harus dilaporkan kepada
dokter :
a) Peningkatan suhu badan
b) Peningkatan nyeri dan/ atau drainase telinga
c) Penurunan ketajaman pendengaran
d) Perdarahan
e) Pusing
f) Sakit kepala
g) Kaku kuduk
Rasional : untuk mendapatkan penanganan yang segera
29

3. Resiko cidera yang berhubungan dengan terjadinya tuli konduksi akibat


pengangkatan tulang mastoid
a. Tujuan : pasien mampu terhindar dari cidera setelah dilakukan
tindakan perawatan selama 3 x 24 jam
b. Kriteria hasil :
1) Menunjukkan pemahaman mengenai potensi bahaya kesehatan
2) Mempraktikkan tindakan pencegahan cidera untuk diri sendiri
3) Tetap bebas dari cidera
c. Intervensi
1) Kaji ketajaman auditori pasien
Rasional : menentukan tingkat disfungsi sensori pasien
2) Pertahankan lingkungan aman untuk pasien
Rasional : meminimalkan terjadinya cidera pada pasien
3) Sediakan alat yang diperlukan dan pastikan kemampuan pasien
untuk mencapainya dengan mudah
Rasional : meminimalkan terjadinya cidera pada pasien
4) Pertahankan pagar tempat tidur dan posisi tempat tidur yang aman
Rasional : menghindarkan pasien jatuh dari tempat tidur
5) Bantu pasien dengan aktivitas harian
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan aktivitas harian pasien
6) Jelaskan semua pengobatan, prosedur dan perawatan, sadari
adanya hambatan bahasa
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien tentang
pengobatan dan perawatan penyakitnya
7) Berikan medikasi sesuai kebijakan
Rasional : membantu kesembuhan penyakit pasien
8) Berikan penyuluhan kesehatan tentang pencegahan bahaya
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien dalam
pencegahan bahaya pada dirinya
9) Jelaskan pada pasien untuk menghindari menghembuskan udara
melalui hidung
Rasional : akan menyebabkan sekret keluar dari tuba eustasius
ke telinga bagian tengah
30

10) Penggunaan alat bantu dengar


a) Kaji kemampuan pasien dalam menggunakan dan merawat alat
bantu dengar
b) Pastikan alat bantu sudah dipasang dan dinyalakan sebelum
berbicara
c) Periksa tingkat kekuatan, baterai dan fungsinya
d) Tentukan keras suara yang nyaman bagi pasien
Rasional : meningkatkan keterampilan pasien dalam
menggunakan alat bantu dengar
Etiologi: 31
1. Streptococus pneumoni
2. Haemophylus influenza
Faktor resiko: Higiene buruk Faktor presipitasi: ISPA
3. Moraxella katharralis

Kontaminasi mikroorganisme patogenik

Mikroorganisme masuk ke dalam tuba eustachii

Hiperemi dan edema tuba


eustachii

Hiperplasi limfoid pada submukosa

Penurunan Kerusakan integritas Perforasi membran timpani


Non perforasi
fungsi dengar jaringan

Pengobatan Infeksi telinga tengah

MK: Resiko Supuratif Non supuratif


cidera

MK: Gangguan Nyeri telinga


Cairan eksudat dan transudat
komunikasi verbal meningkat
Nyeri akut

MK: Gangguan body image

Sekret keluar lebih dari 2 bulan

Higene buruk Terapi yang Terapi yang Virulensi Imun rendah


lambat inadekuat kuman tinggi

MK: Kurang
Pengetahuan
MK: Managemen Regimen
Terapeutik tidak efektif
OMA 32
Bakteri anaerob

Tidak ditangani dengan baik


Masuk cavum mastoid

OMK
Terjadi peradangan
Reguimen terapeutik yang jelek

Mengeluarkan nanah Perluasan infeksi ke sel udara


Mastoiditis
Otolitis

Tidak ditangani Penanganan lokal Mastoidektomi


MK: penurunan harga diri

Terjadi pembentukan Pembersihan Pre operasi Post operasi


koleesteatoma telinga+pemberian PB

Melekat ke struktur Mendesak lobus Kurang pengetahuan


Pemberian tidak rutin
telinga tengah+mastoid temporal Tuli
konduksi
Resiko terjadi infeksi Ansietas
Abses otak
Paralisis neuron fasialis berulang
Mendesak MK:
telinga dalam Nyeri 1. Gangguan
Luka insisi
Gangguan pendengaran Penebalan mukosa komunikasi verbal
sensori neural 2. Resiko cidera
Keseimbangan
terganggu Menekan pembuluh darah MK: Resiko infeksi
MK:
1. Gangguan
komunikasi verbal Resiko Cidera
2. Resiko cidera
33

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Taufik. 2009. Otitis Media Akut. http ://library.usu.ac.id (diambil 28 september
2012)

Brunner & Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC.

George L, Adams. 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : EGC.

Soepaardi, et al., 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala & Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Djafar, Zainul A. 2003. Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga, Hidung,


Tenggorok Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Tucker, Susan Martin, et al., 2007. Standar Perawatan Pasien Perencanaan


Kolaboratif & Intervensi Keperawatan. Volume 2 Edisi 7. Jakarta : EGC

28

Anda mungkin juga menyukai