Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA AKUT

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III

Dosen Pengampu:

Rizky Muliani S.Kep.,Ners.,M.Kep

Disusun oleh:

Fitri indriani AK 118064

Hana nabilah AK 118076

Ica nur agustina AK 118076

Lia yuliana AK 118092

Marcella AK 118098

M jaenudin AK 118096

Yayah badriah AK 118092

Yuliana nurannisa AK 118208

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga


tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Soepardi, et
al.,ed. 2007). Robbins & Cotran (2009) menjelaskan bahwa otitis media akut
dan kronik paling sering terjadi pada bayi dan anak. Kelainan ini
menyebabkan eksudasi serosa (jika disebabkan oleh virus), tetapi dapat
menjadi supuratif jika terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab otitis media
menurut Brunner & Suddarth (2002) otitis media akut disebabkan oleh
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya steril.
Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah
Streptoccocus pneumoniae, Hemophylus influenzae, dan Moraxella
catarrhalis oleh Williams & Wilkins (2011) menambahkan bakteri penyebab
otitis media akut adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli,
Pneumococcus, Streptococcus anhaemolyticus, Proteus vulgaris, dan
Pseudomonas aerugenosa. Gejala otitis media akut dapat bervariasi menurut
beratnya infeksi, bisa sangat ringan dan sementara atau sangat berat ditandai
adanya eksudat di telinga tengah yang mengakibatkan kehilangan pendengaran
konduktif, nyeri telinga, demam, kehilangan pendengaran, tinitus, membran
timpani sering tampak merah dan menggelembung. Prevelensi Otitis media
juga merupakan salah satu penyakit langganan anak. Prevalensi terjadinya
otitis media di seluruh dunia untuk usia 10 tahun sekitar 62 % sedangkan
anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83 %. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75
% anak mengalami minimal 1 episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan
hampir setengah dari mereka mengalaminya 3 kali atau lebih. Di Inggris,
setidaknya 25 % anak mengalami minimal 1 episode sebelum usia 10 tahun
( Abidin, 2009). Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia
3-6 tahun.

1
B. Rumusan Masalah

Otitis Media Akut merupakan penyakit yang masih tinggi prefelensinya di


dunia dan Indonesia dengan penuntasan masalah yang lambat berdasarkan
gambaran data maka diperlukan sebuah langkah strategis untuk
mengatasinya melalui pemahaman tentang penyakit Otitis Media.

C. TujuanPenulisan

a. Tujuan Umum

Setelah proses perkuliahan diharapkan mahasiswa mampu memberikan


asuhan keperawatan pasien dengan sistem persepsi sensori secara
komprehensif.
b. Tujuan Khusus

Mahasiswa diharapkan mampu :

1) Menjelaskan definisi OMA

2) Menyebutkan etiologi terjadinya OMA

3) Menyebutkan tanda dan gejala OMA

4) Menjelaskan patofisiologi terjadinya OMA


5) Menjelaskan klasifikasi dan stadium OMA
6) Menjelaskan penatalaksanaan OMA

7) Menyebutkan komplikasi OMA

8) Menjelaskan pemeriksaan penunjang OMA

9) Mamberikan asuhan keperawatan pada pasien denga OMA


c. Manfaat Penulisan

1) Bagi mahasiswa/mahasiswi

Makalah ini hendaknya memberikan masukan dalam


pengembangan diri untuk pengembangan pengetahuan mahasiswa/
mahasiswi mengenai pentingnya memahami penyakit OMA secara
menyeluruh.

2
2) Bagi penulis

Dengan makalah ini, di harapkan mampu memberikan pemahaman


yang lebih tentang penyakit OMA.

3
BAB
II
TINJAUAN TEORI

DEFINISI
Otitis Media adalah infeksi telinga meliputi infeksi saluran telinga luar (Otitis Eksterna),
saluran telinga tengah (Otitis Media), dan telinga bagian dalam (Otitis Interna). (Rahajoe, N. 2012).
Otitis media ialah radang telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi atau anak yang
biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas. (William, M. Schwartz., 2004).
Otitis Media adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena masuknya
bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, S. 2001).
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga tengah, tuba
eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Djaafar, Z.A, 2007).

ETIOLOGI

Ada beberapa faktor yang menyebabkan otitis lebih sering terjadi pada anak dibandingkan
dewasa. Tuba eustakius anak berbeda dibandingkan dengan orang dewasa yakni tuba
eustakius anak lebih horizontal dan lubang pembukaan tonus tubarius dikelilingi oleh folikel
limfoid yang banyak jumlahnya. Adenoid pada anak dapat mengisi nasofaring, sehingga
secara mekanik dapat menyumbat lubang hidung dan tuba eustakius serta dapat berperan
sebagai fokus infeksi pada tuba. Tuba eustakius secara normal tertutup pada saat menelan.
Tuba eustakius melindungi telinga tengah dari sekresi nasofaring, drainase sekresi telinga
tengah, dan memungkinkan keseimbangan tekanan udara dengan tekanan atmosfer dalam
telinga tengah. Obstruksi mekanik ataupun fungsional tuba eustakius dapat mengakibatkan
efusi telinga tengah. Obstruksi mekanik intrinsik dapat terjadi akibat dari infeksi atau alergi
dan obstruksi ekstrinsik akibat adenoid atau tumor nasofaring.

Obstruksi fungsional dapat terjadi karena jumlah dan kekakuan dari kartilago penyokong
tuba. Obstruksi fungsional ini lazim terjadi pada anak-anak. Obstruksi tuba eustakius
mengakibatkan tekanan telinga tengah menjadi negatif dan jika menetap mengakibatkan
efusi transudat telinga tengah. Bila tuba eustakius mengalami obstruksi tidak total, secara
mekanik, kontaminasi sekret nasofaring dari telinga dapat terjadi karena refluks (terutama
bila membran timpani mengalami perforasi), karena aspirasi, atau karena peniupan selama
menangis atau bersin. Perubahan tekanan atau barotrauma yang cepat juga dapat
menyebabkan efusi telinga tengah yang bersifat hemoragik. Bayi dan anak kecil memiliki
4
tuba yang lebih pendek dibandingkan dewasa, yang mengakibatkannya lebih rentan terhadap
refluks sekresi nasofaring.
Faktor lain yaitu respon imun bayi yang belum sempurna. Infeksi saluran nafas yang
berulang juga sering mengakibatkan otitis media melalui inflamasi dan edema mukosa dan
penyumbatan lumen tuba eustakius. Kuman yang sering menyebabkan otitis media
diantaranya Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis,
Menurut Siegel RM and Bien JP (2004) dalam IKA Unair .

KLASIFIKASI

Otitis media dapat dibagi menjadi 4 yaitu :

 Otitis media supuratif

 Otitis media supuratif akut atau otitis media akut

 Otitis Media Akut

Otitis media akut (OMA) adalah onset akut (< 2 minggu) disertai efusi telinga tengah
yang ditandai oleh menonjolnya membran timpani, terbatas atau hilangnya mobilitas
membran timpani, adanya cairan dibelakang membran timpani, gejala yang timbul
berupa gejala inflamasi telinga tengah mencakup otalgia yang mengganggu tidur atau
aktivitas normal dan eritema membran timpani. OMA dibagi menjadi 5 fase yaitu: OMA
oklusi tuba, OMA hiperemis, OMA supurasi, OMA perforasi, OMA resolusi sesuai
dengan patofisiologi otitis media akut.

 Otitis Media Supuratif Kronis

Otitis media supuratif kronis (OMSK): inflamasi persisten pada telinga tengah atau

rongga mastoid dengan perforasi membran timpani dan otorea persisten (menurut
WHO: > 2 minggu; otolaringologis: > 2-3 bulan aktif) serta tidak membaik dengan
medikasi. OMSK dibedakan menurut lokasi perforasi membran timpani menjadi
OMSK benigna dan OMSK maligna. Pada OMSK benigna perforasi terjadi pada
bagian sentral membran timpani (bisa sembuh dengan sendirinya), dan pada OMSK
maligna perforasi terjadi pada bagian attic/pars tensa.x

 Otitis media non sufuratif atau Otitis media serosa

 Otitis media serosa akut ( batortrauma atau aerotitis )

 Otitis media spesifik, seperti otitis media sifilitika atau otitis tuberkulosa
5

 Otitis media adhesiva


STADIUM OMA

OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada
perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium
hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium
resolusi (Djaafar, 2007).

Membran Timpani Normal

 Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh
retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di
dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani
terjadi dan posisi malleusmenjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga
berkurang. Edema yang terjadi pada tuba. Eustachius juga menyebabkannya
tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang-kadang tetap normal dan
tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah
terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda
dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam
pada stadium ini (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

 Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi

Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang
ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya
sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang
berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses
inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium
ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia,
telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi
gangguan ringan, tergantung dari cepatnya
6
proses hiperemis. Hal ini terjadi karena
terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar
antara dua belas jam sampai dengan satu hari (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

Membran Timpani Heperemis

 Stadium Supura

Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau


bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada
mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur.
Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran
timpani menonjol atau bulgingke arah liang telinga luar.

Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu
meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan
tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran
konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.

Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan


baik akan menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya
nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah
yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-v ena
kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan
nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau
yellow spot. Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan
miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada
membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang
telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali,
sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup
kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh
lagi (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).
7
Membran Timpani Bulging dengan pus Purulen

 Stadium Perforasi

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret


berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke
liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi
(berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian
antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah
menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak .Jika mebran
timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung
melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.
Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah
sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif
kronik(Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

Membran Timpani Perforasi

 Stadium Resolusi

Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan


berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran
timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali
dan sekret purulen akan berkurang 8dan akhirnya kering. Pendengaran kembali
normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran
timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran
timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang
timbul.Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis
media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa
mengalami perforasi membran timpani (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dalam menegakkan diagnosis OMA terdapat tiga hal yang harus diperhatikan:

 Penyakit muncul secara mendadak (akut)

 Ditemukan tanda efusi pada telinga tengah, dengan tanda: menggembungnya membran
timpani(bulging), terbatas atau tidak adanya gerakan membran timpani, adanya
bayangan cairan dibelakang membran timpani, dan adanya cairan yang keluar dari
telinga.

 Terdapat tanda atau gejala peradangan pada telinga tengah, dengan tanda: kemerahan
pada membran timpani, adanya nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas

Berikut pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan:

 Otoskopi

Adalah pemeriksaan telinga dengan menggunakan otoskop terutama untuk


melihat gendang telinga. Pada otoskopi didapatkan hasil adanya gendang telinga
yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau
agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga

 Otoskop Pneumatic

Merupakan alat pemeriksaan bagi melihat mobilitas membran timpani pasien


terhadap tekanan yang diberikan. Membrane timpani normal akan bergerak
apabila diberitekanan. Membrane timpani yang tidak bergerak dapat disebabkan
oleh akumulasi cairan didalam telinga tengah, perforasi atau timpanosklerosis.
Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya
diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa

 Timpanometri

Untuk mengkonfirmasi 9 penemuan otoskopi pneumatik dilakukan


timpanometri. Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas
membran timpani dan rantai tulang pendengaran. Timpanometri merupakan
konfirmasi penting terdapatnya cairan di telinga tengah.Timpanometri juga dapat
mengukur tekanan telinga tengah dan dengan mudah menilai patensi tabung
miringotomi dengan mengukur peningkatan volume liang telinga
luar.Timpanometri punya sensitivitas dan spesifisitas 70-90% untuk deteksi
cairan telinga tengah, tetapi tergantung kerjasama pasien.Pemeriksaan dilakukan
hanya dengan menempelkan sumbat ke liang telinga selama beberapa detik, dan
alat akan secara otomatis mendeteksi keadaan telinga bagian tengah.

 Timpanosintesis

Timpanosintesisdiikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah,


bermanfaat pada pasien yang gagal diterapi dengan berbagai antibiotika, atau
pada imunodefisiensi. Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran
timpani, dengan analgesia lokal untuk mendapatkan sekret dengan tujuan
pemeriksaan dan untuk menunjukkan adanya cairan di telinga tengah dan untuk
mengidentifikasi patogen yang spesifik.

 Uji Rinne

Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara telinga
pasien.

Langkah:

Tangkai penala digetarkan lalu ditempelkan pada prosesus mastoid (hantaran


tulang) hingga bunyi tidak lagi terderngar. Penala kemudian dipindahkan ke
depan telinga sekitar 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila
tidak terdengar disebut Rinne negatif (-)

 Uji Webber

Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan


telinga kanan. 10

Langkah:
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di
verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu). Apabila
bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana
bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi

 Uji Swabach

Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang yang


diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.

Langkah:

Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai


tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada
prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila
pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila
pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya
yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila
pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila
pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan
Schwabach sama dengan pemeriksa.

PATOFISIOLOGI OMA

Kuman penyebab utama pada Otitis Media Akut ialah bakteri piogenik, seperti
streptokokus hemolitikus, stafilokokus aureus, pneumokokus. Selain itu kadang-kadang
ditemukan juga hemofilus influenza, proteus vulgaris dan pseudomonas aurugenosa
(Soepardi & Iskandar, 2001: 51). Menurut Muscari (2005: 220) patofisiologi otitis
media akut (OMA) yaitu terjadi disfungsi tuba eustachii memungkinkan invasi bakteri
ke telinga tengah dan mengobstruksikan drainase sekret. Komplikasi yang mungkin
terjadi antara lain kehilangan pendengaran, timpanosklerosis (jaringan parut), perforasi
timpanik, otitis adesif ("lem-telinga"), otitis media supuratif kronis, mastoiditis,
meningitis, dankolesteatoma.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan otitis lebih sering terjadi pada anak
dibandingkan dewasa. Tuba eustakius anak berbeda dibandingkan dengan orang dewasa
yakni tuba eustakius anak lebih horizontal dan lubang pembukaan tonus tubarius
dikelilingi oleh folikel limfoid yang banyak jumlahnya. Adenoid pada anak dapat mengisi
nasofaring, sehingga secara mekanik dapat menyumbat
11 lubang hidung dan tuba eustakius
serta dapat berperan sebagai fokus infeksi pada tuba.
Tuba eustakius secara normal tertutup pada saat menelan. Tuba eustakius
melindungi telinga tengah dari sekresi nasofaring, drainase sekresi telinga tengah, dan
memungkinkan keseimbangan tekanan udara dengan tekanan atmosfer dalam telinga
tengah. Obstruksi mekanik ataupun fungsional tuba eustakius dapat mengakibatkan efusi
telinga tengah. Obstruksi mekanik intrinsik dapat terjadi akibat dari infeksi atau alergi
dan obstruksi ekstrinsik akibat adenoid atau tumor nasofaring. Obstruksi fungsional dapat
terjadi karena jumlah dan kekakuan dari kartilago penyokong tuba. Obstruksi fungsional
ini lazim terjadi pada anak-anak. Obstruksi tuba eustakius mengakibatkan tekanan telinga
tengah menjadi negatif dan jika menetap mengakibatkan efusi transudat telinga tengah.
Bila tuba eustakius mengalami obstruksi tidak total, secara mekanik, kontaminasi sekret
nasofaring dari telinga dapat terjadi karena refluks (terutama bila membran timpani
mengalami perforasi), karena aspirasi, atau karena peniupan selama menangis atau bersin.
Perubahan tekanan atau barotrauma yang cepat juga dapat menyebabkan efusi telinga
tengah yang bersifat hemoragik. Bayi dan anak kecil memiliki tuba yang lebih pendek
dibandingkan dewasa, yang mengakibatkannya lebih rentan terhadap refluks sekresi
nasofaring. Faktor lain yaitu respon imun bayi yang belum sempurna. Infeksi saluran
nafas yang berulang juga sering mengakibatkan otitis media melalui inflamasi dan edema
mukosa dan penyumbatan lumen tuba eustakius. Kuman yang sering menyebabkan otitis
media diantaranya Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae, dan
Moraxellacatarrhalis.
Otitis media akut merupakan inflamasi telinga tengah dengan onset gejala dan
tanda klinis yang cepat, seperti nyeri, demam, anoreksia, iritabel, atau juga muntah. otitis
media yang disertai efusi ditandai dengan ditemukannya efusi telinga tengah yang
asimtomatik. Dari pemeriksaan otoskopi didapatkan gerakan membran timpani yang
menurun, dengan bentuk menjadi cembung, kemerahan dan keruh.

12
MANIFESTASI KLINIS OMA

Manifestasi klinis otitis media menurut Wong et al 2008 :

 Terjadi setelah pernafasan atas

 Otalgia (sakit telinga)

 Demam

 Rabas purulen (otorea) mungkin ada, mungkin tidak


13
Manifestasi klinis pada bayi atau anak yang masih kecil:

 Menangis

 Rewel, gelisah, sensitive

 Kecenderungan menggosok, memegang, atau menarik telinga yang sakit

 Menggeleng-gelengkan kepala

 Sulit untuk memberi kenyamanan pada anak

 Kehilangan nafsu makan

Manifestasi klinis pada anak yang lebih besar :

 Menangis dan atau mengungkapkan perasaan tidak nyaman

 Iritabilitas

 Kehilangan nafsu makan

 Limfadenopati servikal anterior

 Letargi

 Pada pemeriksaan otoskopi menunjukan membran utuh yang tampak merah


terang dan menonjol, tanpa terlihat tonjolan tulang dan refleks ringan.

Data Masalah
Do: Nyeri
Klien mengatakan nyeri pada telinga
sebelah kiri
Ibu klien mengatakan anaknya sering
memegang dan menarik-narik
telinga kirinya
Ds:
Pada pemeriksaan otoskop terlihat
bulging pada membran tympani,
edema
Hancurnya epitel superficial telinga 14
Terdapat eksudat berbentuk purulen di
kavum tympani

Do: Hipertermi
Ibu klien mengatakan anak sering
mengalami ispa yang suka kambuh
Ds:
Suhu 40 C
Nadi 70 x/menit
TD 100/90 mmHg
RR 32x/menit

Diagnosa Keperawatan

 Nyeri b.d peradangan pada telinga tengah

Hipertermia b.d proses inflamasi

Intervensi

 Nyeri b.d peradangan pada telinga tengah

Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karateristik durasi,


frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana nyeri terjadi

Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan klien

Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Rasional : Analgetik membantu untuk mengurangi rasa nyeri

 Hipertermia b.d proses inflamasi

Monitor suhu sesering mungkin

Rasional : Untuk memantau adanya infeksi

Monitor intake dan output


15
Rasional : Membantu dalam menganalisa keseimbangan cairan dan derajat
kekurangan cairan

Selimuti klien

Rasional : Untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh

Kompres klien pada lipat paha dan axila

Rasional : Memberikan kompres pada daerah lipat paha dan axila dan
mempercepat penurunan suhu tubuh

Kolaborasi pemberian antipiretik sesuai indikasi

Rasional : Pemberian obat antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh

KOMPLIKASI OMA

 Kehilangan pendengaran
Selama fase otitis media akut bila ada efusi, terdapat kehilangan pendengaran kondusif
yang biasanya sembuh sempurna pada penderita yang diobati dengan memadai. Namun,
proses radang dapat merangsang fibrosis, hialinisasi, dan endapan kalsium pada
membran timpani (MT) dan pada struktur telinga tengah. Plak timpanosklerosis ini
tampak sebagai bercak
bahan putih ireguler. Timpanosklerosis dapat menghalangi mobilitas membran timpani
(MT) dan kadang-kadang dapat memfiksasi rantai osikula.

 Perforasi Membran Timpani (MT)


Membran Timpani (MT) dapat mengalami perforasi akibat nekrosis jaringan selama
infeksi. Perforasi ini biasanya kecil, terjadi pada bagian sentral pars tensa, dan
menyembuh secara spontan bila infeksi sembuh. Perforasi yang lebih besar mungkin
tidak dapat menutup. Otitis media tuberkulosis biasanya menyebabkan banyak perforasi
kecil. Rantai osikula juga terkena oleh nekrosis. Paling lazim prosesus longus inkus
nekrosis, mengakibatkan osikula tidak konsisten. Perforasi membran timpani (MT)
menetap dan nekrosis osikula, Keduanya menyebabkan kehilangan pendengaran
kondusif yang memerlukan koreksi bedah dengan timpanoplasti.

 Kolesteatoma
16
Pada proses penyembuhan perforasi, epitel skuamosa, dapat tumbuh kedalam telinga
tengah, membentuk struktur seperti kantong yang mengumpulkan debris epitel yang
lepas. Kista ini di sebut "kolesteatoma".

 Paralisis sarafkranial
Paralisis n. fasialis dapat terjadi pada otitis media supuratif akut. Sekitar sepertiga
penderita mempunyai tulang yang tidak sempurna yang menutupi n. fasialis dalam
teinga tengah. Paralisis dapat parsial atau total. Penyembuhan biasanya total jika
digunakan terapi antibiotik dan dilakukan

17
miringotomi. Pemasangan PET memberikan jalan secara langsung bagi antibiotik untuk
diteteskan pada daerah yang meradang.

 Labirinitis
Selama otitis media akut, respon radang yang di sebut "labirinitis serosa" dapat terjadi.
Biasanya ada vertigo ringan tetapi bukan kehilangan pendengaran. Namun jika bakteri
menginvasi labirin melalui fenestra ovalis ratundum, terjadi labirinitis supuratif
akutyang menyebabkan vertigo berat, nistagmus dan kehilangan pendengaran
sensorineural berat. Mungkin perlu dilakukan drainase bedah terhadap labirin untuk
menghindari infeksi intrakranium.

 Mastoiditis
Keterlibatan mastoid dengan radang dan eksudat purulen selalu ada selama otitis media
akut, seperti ditunjukkan oleh keopakan sistem sel udara (mastoiditis) rontgenografi.
mastoiditis supuratif akut menggambarkan osteomielitis mastoid koalesen akut, sekat-
sekat sel udara mengalami nekrosis dan sistem sel udara menjadi konfluen. Hal ini
disertai dengan nyeri berat dibelakang telinga, pembengkakan dan radang pada mastoid,
dan perpindahan aurikula ke depan dan lateral kepala. Pada pemeriksaan otoskop,
dinding posterosuperior saluran telinga tampak melengkung. Kadang-kadang, ujung
mastoid karena infeksi dan nanah meluap ke dalam bidang leher yang terletak di sebelah
anterior m. sternokleidomastoideus (absesbezold).

18
 Meningitis
Komplikasi intrakranium otitis media akut yang paling lazim adalah meningitis. Komplikasi
ini paling sering terjadi bila diagnosis dan terapi terlambat.

 HidrosefalusOtitis
Komplikasi intrakranium lain adalah serebritis, abses epidural, abses otak, dan trombosis
sinus lateralis. Hidrosefalus otitis terjadi bila ada trombosis sinus petrosus.

19
BAB

III

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus 2

Seorang anak laki-laki usia 7 tahun dibawa ke poli THT karena mengeluh nyeri pada telinga
sebelah kiri. Ibu klien mengatakan anaknya sering memegang dan menarik-narik telinga kirinya.
Selain itu, klien sering gelisah ketika tidur dan tiba-tiba menjerit ketika tidur. TTV : suhu 40 C,
nadi 70 x/menit, TD 100/90 mmHg, RR = 32x/menit. Ibu klien mengatakan anak sering
mengalami ISPA yang suka kambuh.Pada pemeriksaan menggunakan otoskop, terlihat bulging
pada membrane tympani, edema, hancurnya epitel superficial telinga dan ada eksudat berbentuk
purulen di kavum tympani. Dokter menyatakan anak tersebut sudah berada pada stadium
supurasi. Dokter menganjurkan si anak dilakukan irigasi telinga dan diberikan tetes telinga.

PENGKAJIAN

DIAGNOSA KEPERAWATAN

20
DAFTAR PUSTAKA

Djaafar ZA .2007. Kelainan Telinga Tengah, Buku Ajar Ilmu Kesehatan telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher.: Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Ropiah,Siti.2017. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Otitis Media: UPNV,Jakarta

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://
spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/TI15_Otitis-Media-Akut-
Q.pdf&ved=2ahUKEwjJ1bWr1IrqAhUPIbcAHbRpDxoQFjAJegQIARAB&usg=AOvVaw1
8OVGpRoAqMfOyI0dXoPMT. Diakses pada 18 Juni 2020 15.00

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://perpustakaan.poltekkes-
malang.ac.id/assets/file/kti/1401100106/
BAB_2.pdf&ved=2ahUKEwiCufK184rqAhUl7HMBHf48AhcQFjANegQIAhAB&usg=AO
vVaw2nFBLiczIx9gHGXzbC6KYT. Diakses pada 18 Juni 2020. 15.40

Baughman,Diane C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah : buku saku. Alih bahasa: yasim Asih.
Jakarta : EGC.

Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Rahajoe, N. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI
Dapus

Donna L. Wong. Et all. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pedriatik. Cetakn pertama. Jakarta:
EGC

21

Anda mungkin juga menyukai