Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN OTITIS MEDIA SUPERATIF KRONIK

Oleh:
Nurhidayanti
70900122028

PERSEPTOR LAHAN PERSEPTOR INSTITUSI

()

PROFESI NERS ANGKATAN XXI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
1

i1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.w.t, karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan terkait otitis media
superatif kronik (OMSK) ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Penulis sangat berharap laporan pendahuluan ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai masalah medis dengan Tumor Paru. Penulis juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
laporan pendahuluan yang telah penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga laporan pendahuluan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan pendahuluan yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan.

ii
iii

DAFTAR ISI
SAMPUL
KATA PENGANTAR...........................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN
A. Defenisi......................................................................................
B. Fisiologi......................................................................................
C. Klasifikasi...................................................................................
D. Teori ..........................................................................................
E. i...................................................................................................
BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian..................................................................................
B. Klasifikasi Data..........................................................................
C. Kategorisasi Data.......................................................................
D. Analisa Data...............................................................................
E. Diagnosis....................................................................................

Intervensi
iv
1

BAB I

TIJAUA PUSTAKA

A. Definisi
Otiti media merupakan keadaan kompleks dari infeksi dan implamasi yang menyerang
telinga tengah. Otiti media superatif kronik (OMSK) adalah peradangan kronik telinga
dengan perforasi membrane timpani dan dengan ditandai keluarnya secret dari telinga lebih
dari dua bulan baik terus menerus maupu hilang. Ada dua tipe yang terdapat pada OMSK
yaitu tipe aman (tanpa kolesteatoma) dan tipe bahaya (dengan adanya kolesteatoma) (Farida
and Oktaria 2016).
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius,
antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas
seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ket elinga tengah melalui tubaeustachius.
B. Etiologi
Faktor infeksi yang disebabkan oleh otitis media superatif kronik biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba
Eustachius (Amelia 2020). Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor
predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan down’s syndrom. Faktor
host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun
sistemik. Penyebab OMSK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi,
dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi.
Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara
umum, diet, tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor
genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi
belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
2

3. Otitis media sebelumnya


Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis
media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa
yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi
kronis.
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan bahwa metode kultur
yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram-
negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran napas bagian atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas
atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada
dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap
otitis media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian
penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-
toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustacius
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema
tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum
diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk
mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak
mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.
3

C. Patofisiologi

Otitis media sering diawali dengan penyumbatan pada saluran eustasius yang terjadi
akibat infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar
ke telinga tengah. Penyumbatan ini juga dapat diakibatkan oleh tumor. Saat bakteri
melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya
sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri
dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dan
menyumbat saluran eustasius. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran
Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di
belakang gendang telinga. ketika lendir bertambah banyak pendengaran dapat terganggu
karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan
organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas (Amelia 2020).
D. Klasifikasi
1. Tipe tubotimpani ( tipe jinak - tipe aman - tipe rhinogen)
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan
gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor
lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi
saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien
dengan daya tahan tubuh yang rendah, di samping itu campuran bakteri aerob dan
anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel
skuamous. Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
a. Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah
berenang di mana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi
dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dan jarang
ditemukan polip yang besar pada liang telinga luas. Perluasan infeksi ke sel-
sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa
yang menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk
mengontrol infeksi.
4

b. Penyakit tidak aktif


Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan
mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli
konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus, and atau
suatu rasa penuh dalam telinga.
2. Tipe atikoantral ( tipe ganas - tipe tidak aman - tipe tulang )
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral lebih
sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang
mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah
suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan
epitel bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu
kolesteatom kongenital dan kolesteatom didapat.
a. Kolesteatom kongenital
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital adalah:
1) Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
2) Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3) Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel
undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang
temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli
saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.
b. Kolesteatom didapat
1) Primary acquired cholesteatoma.
Koelsteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida
2) Secondary acquired cholesteatoma.
Berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan peradangan kronis
biasanya bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi marginal pada
bagian posterosuperior. Terbentuknya dari epitel kanal aurikula eksterna yang
masuk ke kavum timpani melalui perforasi membran timpani atau kantong
retraksi membran timpani pars tensa.
5

Bentuk perforasi membran timpani akibat OMSK antara lain:


1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-
superior, kadang-kadang sub total.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus
fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi
total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan
kolesteatom
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired
cholesteatoma (Anindita 2017).
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
2. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani
3. Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi jarum
dari telinga tengah melalui membrane timpani).
4. Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang
telinga yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai respon gendang telinga
terhadap perubahan tekanan udara
F. Komplikasi
Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang
menyebabkan otorea. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna,
tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada
OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi intra kranial yang
serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan
kolesteatom. Adam dkk mengemukakan klasifikasi sebagai berikut:
1. Komplikasi di telinga tengah yaitu perforasi persisten, erosi tulang pendengaran
dan paralisis nervus fasial.
2. Komplikasi telinga dalam yaitu fistel labirin, labirinitis supuratif dan tuli saraf
(sensorineural).
6

3. Komplikasi ekstradural yaitu abses ekstradural, trombosis sinus lateralis dan


petrositis.
4. Komplikasi ke susunan saraf pusat yaitu meningitis, abses otak dan hidrosefalus
otitis.
G. Penyimpangan Kdm
7

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala: Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, dispnea karena
aktivitas.
Tanda: Kelesuan (biasanya tahap lanjut)
2. Sirkulasi
Gejala: JVD (obstruksi vana kava). Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan
efusi). Takikardi/ disritma. Jari tubuh.
3. Integritas ego
Gejala: Perasaan takut. Takut hasil pembedahan menolak kondisi yang berat/ potensi
keganasan.
4. Eliminasi
Gejala: Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil). Peningkatan frekuensi/ jumlah
urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
5. Makanan/ cairan
Gejala: Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan makanan.
Kesulitan menelan. Haus/ peningkatan masukan cairan.
Tanda: Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut). Edema wajah/ leher,
dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/ periorbital (ketidakseimbangan
hormonal, karsinoma sel kecil). Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal,
tumor epidermoid).
6. Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Nyeri dada ( tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu pada tahap
lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi. Nyeri bahu/ tangan
(khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma). Nyeri abdomen hilang timbul.
7. Pernafasan
Gejala: batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau produksi sputum.
Nafas pendek pekerja yang terpajan polutan, debu industri serak, paralisis pita suara.
Riwayat merokok
8

Tanda: Dispnea, meningkat dengan kerja peningkatan fremitus taktil (menunjukkan


konsolidasi) krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara),
krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea (area yang mengalami lesi). Hemoptysis.
8. Keamanan
Tanda: Deman mungkin ada (sel besar atau karsinoma). Kemerahan, kulit pucat
(ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil).
9. Seksualitas
Tanda: Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel besar). Amenorea/
impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil).
10. Penyuluhan
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker (khususnya paru), tuberculosis.
Kegagalan untuk membaik.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan Kenyamanan
Kode : D.0077
a. Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau funsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
b. Penyebab :
1) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemis, neoplasma).
2) Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan).
3) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan.
c. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1) Mengeluh nyeri
Objektif
1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif
9

3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Sulit tidur
d. Kondisi Klinis Terkait
6) Kondisi pembedahan
7) Cedera traumatis
8) Infeksi
9) Sindrom coroner akut
10) Glaucoma

Ansietas

Kategori : Psikologis
Subkategori : Integritas Ego
Kode : D.0080 (SDKI, 2017).
a. Definisi
Kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek yang tidak jelas
dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan
tindakan untuk menghadapi ancaman.

b. Penyebab
1) Krisis situasional
2) Kebutuhan tidak terpenuhi
3) Krisis maturasional
4) Ancaman terhadap konsep diri
5) Ancaman terhadap kematian
6) Kekhawatiran mengalami kegagalan
7) Disfungsi system keluarga
8) Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
9) Faktor keturunan (tempramen mudah teragitasi sejak lahir)
10) Penyalahgunaan zat
11) Terpapar bahaya lingkungan (mis. Toksin, polutad,dan lain-lain)
10

12) Kurang terpapar informasi


c. Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
1) Merasa bingung
2) Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
3) Sulit berkosentrasi
Objektif
1) Tampak gelisah
2) Tampak tegang
3) Sulit tidur
d. Kondisi klinis terkait
1) Penyakit kronis progresif (mis. Kanker, penyakit autoimun)
2) Penyakit akut
3) Hospitalisasi
4) Rencana operasi
5) Kondisi diagnosis penyakit belum jelas
6) Penyakit neurologis
7) Tahap tumbuh kembang
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut
Manajemen Nyeri :
Intervensi Keperawatan (PPNI, 2018) :
a. Observasi
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8) Monitor efek samping penggunaan analgetik
11

b. Terapeutik
1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. hipnosis,
akupresur, terapi musik, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat atau dingin).
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3) Fasilitas istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri.
c. Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik nonformakologis untuk mengurangi rasa nyeri.

d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional :
1) Mengetahui daerah nyeri, kualitas, kapan nyeri dirasakan, faktor pencetus, berat
ringannya nyeri yang dirasakan.
2) Untuk mengajarkan pasien apabila nyeri timbul
3) Untuk mengurangi rasa nyeri
4) Untuk mengetahui keadaan umum pasien.
5) Mengalihkan rasa nyeri yang dirasakan pada pasien
12

DAFTAR PUSTAKA

Amelia, Maya Rizky. 2020. “Identifikasi Mikroorganisme Penyebab Otitis Media Supuratif Kronik Dan
Kepekaannya Terhadap Antibiotik.” Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada 11 (1): 579–84.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.351.

Anindita, Mita. 2017. “Otitis Media Supuratif Kronik Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Jenis Dan Derajat
Kurang Pendengaran Pada Penderita Otitis Media,” 7–25.

Farida, Yusi, and Dwita Oktaria. 2016. “Tatalaksana Terkini Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK).” J
Medula Unila 6 (1): 180–84. http://repository.lppm.unila.ac.id/2303/1/Yusi-dan-Dwita-_-
Tatalaksana-Terkini-Otitis-Media-Supuratif-Kronis-OMSK.pdf.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan
2. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan 2.
Jakarta: DPP PPNI.

Uliyah, M., & Hidayat, A. A. (2021). Keperawatan Dasar 1 untuk Pendidikan Vokasi. e-book
keperawatan: Health Books Publishing

Anda mungkin juga menyukai