Anda di halaman 1dari 45

Referat

Otitis Media Supuratif Kronik

Disusun oleh :

1. Maharani H2A013025
2. Isfi Sabila Izzati H2A013044
3. Findi Wira P. H2A013045
4. Muhammad Rizky I H2A012056
Pembimbing
dr.Wahyu Budi M, Sp.THT, Msi.Med

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................................1
DAFTAR ISI................................................................................................................2
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4
A. Latar Belakang.........................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................6
A. Definisi……………..............…………..…………………………………….........6
B. Epidemiologi…………...……..……………....…………………..…………….....6
C. Etiologi………………………..………………………………….....…………......7
D. Patogenesis...............................................................................................................9
E. Patologi.......…………………..………………………………………..…...….....11
F. Letak Perforasi........................................................................................................12
G. Klasifikasi OMSK...................................................................................................12
H. Manifestasi Klinis…………………………..…………………......……………...17
I. Diagnosis…………...………………………..…....……………….......................19
J. Penatalaksanaan…………………………………………..…..……………...….21
K. Komplikasi……………………………………….……….....……...………….....28
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...............…….....44

2
DAFTAR GAMBAR

2.1 Anatomi tuba eustachius anak dan dewasa......................................………………....6


2.2 Perjalanan Penyakit OMSK..........…......………………..………...............…………11
2.3 Cholesteatoma ............................…......………………..…………...............……….15
2.4 Tipe- tipe timpanoplasti.......................………………..…………...............……….27

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Otitis media supuratif kronik (OMSK) atau dahulu yang disebut Otitis
Media Perforata (OMP) ialah infeksi kronik di telinga tengah lebih dari 2 bulan
dengan adanya perforasi membran timpani, sekret yang keluar dari telinga tengah
dapat terus menerus atau hilang timbul. Sekret bisa encer atau kental, bening atau
berupa nanah. Otitis media supuratif kronik (OMSK) didalam masyarakat
Indonesia dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga berair. Kebanyakan
penderita OMSK menganggap penyakit ini merupakan penyakit yang biasa yang
nantinya akan sembuh sendiri. Penyakit ini pada umumnya tidak memberikan rasa
sakit kecuali apabila sudah terjadi komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan
pada penderita OMSK tipe maligna seperti labirinitis, meningitis, abses otak yang
dapat menyebabkan kematian. Kadangkala suatu eksaserbasi akut oleh kuman
yang virulen pada OMSK tipe benign pun dapat menyebabkan suatu komplikasi.1
Bakteri aerob penyebab OMSK antara lain: Pseudomonas aeruginosa,
Proteus mirabilis, Stafilokokus aureus, Stafilokokus epidermidis, Streptokokus b-
hemolitikus, Difteroid, Streptokokus viridan, Proteus dan Enterobakter sp. Bakteri
anaerob yang sering dijumpai antara lain: Bakteroides fragilis, Peptokokus,
Peptostreptokokus, Klosstridium sporogenes, Klostridium perfringens dan
Klostridium novyi.2
Pada dasarnya keberhasilan pengobatan penyakit infeksi bakteri dengan
antibiotik merupakan hasil akhir dari 3 komponen, yaitu penderita, bakteri dan
antibiotika.Hal ini disebabkan karena penyakit infeksi bakteri adalah manifestasi
klinik dari interaksi antara penderita dan bakteri. Adapun untuk pengobatan infeksi
dibutuhkan antibiotika yang tepat dan daya tahan tubuh penderita itu sendiri.
Memilih antibiotika yang tepat dapat dilakukan berdasarkan sekurang-kurangnya
mengetahui jenis bakteri penyebab penyakit dan akan lebih baik lagi apabila

4
disertai dengan adanya hasil uji kepekaan pemeriksaan mikrobiologi. Ketidak
patuhan penderita dalam perawatan, kuman yang resisten, bentuk anatomi telinga,
adanya komplikasi, menyebabkan kesulitan dalam hal pengobatan dan perawatan
penderita OMSK.2

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana
terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani
tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul.
Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah dan berlangsung
lebih dari 2 bulan.2
Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran
timpani atau sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan seperti
pada anterior, posterior, inferior atau subtotal. Menurut Ramalingam bahwa
OMSK adalah peradangan kronis lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft
sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis yang
ireversibel.3
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain disebabkan, kondisi
sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek.
Kebanyakan melaporkan prevalensi OMSK pada anak termasuk anak yang
mempunyai kolesteatom, tetapi tidak mempunyai data yang tepat, apalagi insiden
OMSK saja, tidak ada data yang tersedia.6
C. ETIOLOGI
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan
faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s
syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang
merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor Host

6
yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi
immun sistemik. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-
mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest
sebagai sekresi telinga kronis.6
Penyebab OMSK antara lain: 6
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas,
tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan
sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang
lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan
kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah
insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan
sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita
otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari
otitis media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui
faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya
berkembang menjadi keadaan kronis
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah
hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan
bahwa metode kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama
dijumpai adalah Gram negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme
lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas

7
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi
saluran nafas atas.Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah
menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara
normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan
bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar
terhadap otitis media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih
tinggi dibanding yang bukan alergi.Yang menarik adalah dijumpainya
sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria
atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh
edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih
belum diketahui.Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan
untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa
tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani


menetap pada OMSK :6,7

a. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan


produksi sekret telinga purulen berlanjut.
b. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan
spontan pada perforasi.
c. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.

8
d. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan
yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga
mencegah penutupan spontan dari perforasi.

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah


supuratif menjadi kronis majemuk, antara lain :6,7
a. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.
1) Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
2) Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
b. Perforasi membran timpani yang menetap.
c. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya
pada telinga tengah.
d. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. Hal ini
dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan
granulasi atau timpanosklerosis.
e. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di
mastoid.
f. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau
perubahan mekanisme pertahanan tubuh.

D. PATOGENESIS
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang
temporal menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu
saluran yang menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan
telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya
radang telinga tengah ini (otitis media).
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan
tertutup danakan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi

9
untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara
luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang
pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar
menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih
mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM
daripada dewasa.6

Gambar 2.1 Anatomi tuba eustachius anak dan dewasa


Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari
nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan
terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di
telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh
sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal
seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan
menambah permiabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret
di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin
kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri
menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.6
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah
bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified
respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan
tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia,

10
mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM
ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk
lapisan epitel sederhana.6

Gambar 2.2 Perjalanan Penyakit OMSK


E. PATOLOGI
OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap.
Keadaan kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium
dari pada keseragaman gambaran patologi. Secara umum gambaran yang
ditemukan adalah:
1. Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral.
2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit
3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya
infeksi sebelumnya.
4. Pneumatisasi mastoid
OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi
mastoid paling akhir terjadi antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering
terhenti atau mundur oleh otitis media yang terjadi pada usia tersebut atau lebih

11
muda. Bila infeksi kronik terus berlanjut, mastoid mengalami proses sklerotik,
sehingga ukuran prosesus mastoid berkurang.6
F. LETAK PERFORASI 1,2
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan
postero-superior, kadang-kadang sub total.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari
anulus fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai
perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan
kolesteatom.
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired
cholesteatoma.
G. KLASIFIKASI OMSK
OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu
1. OMSK tipe aman (tipe mukosa = tipe benign = tipe tubotimpani = tipe jinak =
tipe aman = tipe rhinogen) 1,2
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars
tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit.
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba
eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi
yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu
campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta
migrasi sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan
dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe
respirasi dan mukosiliar yang jelek.
Secara klinis terbagi atas:4
a. Fase aktif

12
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya
didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius,
atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar.
Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi
bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa.
Jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga luar. Perluasan
infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan
penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif
gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum
dengan atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang
adanya sekret yangberpulsasi diatas kuadran posterosuperior.
b. Fase tidak aktif / fase tenang
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering
dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa
tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau
suatu rasa penuh dalam telinga.
Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :
1) Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis
2) Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis
3) Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat
yang terkontaminasi
4) Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia
5) Otitis media supuratif akut yang berulang
2. OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna = tipe atikoantral = tipe ganas
= tipe tidak aman = tipe tulang) 1,2
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit
atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan
terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai
menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf,

13
konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah
yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
a. Kongenital
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki
dan Clemis (1965) adalah:
1) Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
2) Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau
dari epitel undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama
perkembangan. Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada
telinga tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa.
Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli saraf berat unilateral, dan
gangguan keseimbangan.
b. Didapat
Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang dari suatu kantong
retraksi. Jika telah terbentuk adhesi antara permukaan bawah kantong
retraksi dengan komponen telinga tengah, kantong tersebut sulit untuk
mengalami perbaikan bahkan jika ventilasi telinga tengah kembali normal.
Area kolaps pada segmen atik atau segmen posterior pars tensa membrane
timpani. Epitel skuamosa pada membrane timpani normalnya membuang
lapisan sel-sel mati dan tidak terjadi akumulasi debris, tapi jika terbentuk
kantong retraksi dan proses pembersihan ini gagal, debris keratin akan
terkumpul dan pada akhirnya membentuk kolesteatoma. Pengeluaran epitel
melalui leher kantong yang sempit menjadi sangat sulit dan lesi tersebut
membesar. Membran timpani tidak mengalami ‘perforasi’ dalam arti kata
yang sebenarnya : lubang yang terlihat sangat kecil, merupakan suatu
lubang sempit yang tampak seperti suatu kantong retraksi yang berbentuk
seperti botol, botol itu sendiri penuh dengan debris epitel yang menyerupai
lilin. Teori lain pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa metaplasia

14
skuamosa pada mukosa telinga tengah terjadi sebagai respon terhadap
infeksi kronik atau adanya suatu pertumbuhan ke dalam dari epitel
skuamosa di sekitar pinggir perforasi, terutama pada perforasi marginal.
Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma
didapat, yang dapat terjadi akibat aktivitas enzimatik pada lapisan
subepitel. Granuloma kolesterol tidak memiliki hubungan dengan
kolesteatoma, meskipun namanya hampir mirip dan kedua kondisi ini dapat
terjadi secara bersamaan pada telinga tengah atau mastoid.Granuloma
kolesterol, disebabkan oleh adanya kristal kolesterol dari eksudat
serosanguin yang ada sebelumnya. Kristal ini menyebabkan reaksi benda
asing, dengan ciri khas sel raksasa dan jaringan granulomatosa.

Gambar 2.3 Cholesteatoma

Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal juga:5


1. OMSK aktif

15
OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif. Pada
jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah
berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi
dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar
jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang
besar pada liang telinga luas. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid
mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap
harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi, atau
jika granulasi pada mesotimpanum dengan atau tanpa migrasi sekunder dari
kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret yang berpulsasi diatas kuadran
posterosuperior.
2. OMSK tenang
OMSK tenang ialah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau
kering. Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan
mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif
ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh
dalam telinga.
Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :
a. Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis.
b. Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis.
c. Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang
terkontaminasi.
d. Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia.
e. Otitis media supuratif akut yang berulang.

Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja,
dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya

16
OMSK tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada
OMSK tipe aman tidak teradapat kolesteatoma.
Yang dimaksud dengan OMSK tipe maligna ialah OMSK yang
disertai dengan kolesteatoma. OMSK ini dikenal juga dengan OMSK tipe
bahaya atau OMSK tipe tulang. Perforasi pada OMSK tipe bahaya letaknya
marginal atau di atik, kadang kadang terdapat juga kolesteatoma pada OMSK
dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau
fatal timbul pada OMSK tipe bahaya.
H. MANIFESTASI KLINIS1,2,7
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan
encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh
aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe
jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering
kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran
timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul.
Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas
atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang.
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga.
Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan
kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping
kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid
dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan
mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan
adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya
kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa
nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran

17
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat
hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat
bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom,
tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang
pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang
pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga
tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat
karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen
rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila
terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang
dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.
3. Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat
karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman
komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau
dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder.
Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis,
subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.

18
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :1
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum
timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
I. DIAGNOSIS
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT
terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan
sederhana untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui
jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri
nada murni, audiometri tutur (speech audiometry) dan pemeriksaan BERA
(brainsystem evoked response audiometry) bagi pasien/ anak yang tidak
kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada murni. 1,2,7
Pemeriksaan penunjang lain berupa foto rontgen mastoid serta kultur dan
uji resistensi kuman dari sekret telinga. Untuk melengkapi pemeriksaan,
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :7
1. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya
ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan
dan mobilitas.
Derajat ketulian nilai ambang pendengaran
a. Normal : -10 dB sampai 26 dB
b. Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
c. Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
d. Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
e. Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
f. Tuli total : lebih dari 90 dB.

19
2. Pemeriksaan Radiologi.7
a. Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan
atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi
sinus lateral dan tegmen.
b. Proyeksi Mayer atau Owen,
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak
gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat
diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
c. Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan
yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum
dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam
potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran
akibat.
d. Proyeksi Chause III
Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau
CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom.
3. Bakteriologi6
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah
Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan
bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella
kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid,
Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp.

20
J. PENATALAKSANAAN
Terapi OMSK memerlukan waktu ama dan harus berulang. Pengobatan
penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor
penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Bila didiagnosis kolesteatoma,
maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat-obatan dapat digunakan untuk
mengontrol infeksi sebelum operasi.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi,
dimana pengobatanannya dibagi atas:
1. Konservatif
2. Pembedahan7

OMSK Benigna Tenang


Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk
jangan mengorektelinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang
berenang dan segera berobatbila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila
fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksiberulang serta gangguan pendengaran.7

OMSK Benigna Aktif


Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah :
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani
2. Pemberian antibiotika :
a. antibiotika/antimikroba topikal
b. antibiotika sistemik7

1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (aural toilet)

21
Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang
baik bagi perkembangan mikroorganisme. Pembersihan kavum timpani dengan
menggunakan cairan pencuci telinga berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari.
Garam faal agar lingkungan bersifat asam sehingga merupakan media yang
buruk untuk pertumbuhan kuman.7
2. Pemberian antibiotik topikal
Setelah sekret berkurang, terapi dilanjutkan dengan memberikan obat
tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid, hal ini
dikarenakan biasanya ada gangguan vaskularisasi ditelinga tengah sehingga
antibiotika oral sulit mencapai sasaran optimal. Cara pemilihan antibiotika yang
paling baik adalah berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
Preparat antibiotika topikal untuk infeksi telinga tersedia dalam bentuk
tetes telinga dan mengandung antibiotika tunggal atau kombinasi, jika perlu
ditambahkan kortikosteroid untuk mengatasi manifestasi alergi lokal. Obat
tetes yang dijual di pasaran saat ini banyak mengandung antibiotika yang
bersifat ototoksik. Oleh sebab itu, jangan diberikan secara terus menerus lebih
dari 1-2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang.8
Antibiotika yang sering digunakan untuk OMSK adalah:8
a. Kloramfenikol
Losin et. al (1983) melakukan penelitian pada 30 penderita OMSK
jinak aktif mendapatkan bahwa sensistifitas kloramfenikol terhadap masing-
masing kuman adalah sebagai berikut: Bacteroides sp. (90%), Proteus sp.
(73,33%), Bacillus sp. (62,23%), Staphylococcus sp. (60%), dan
Pseudomonas sp. (14,23%).
b. Polimiksin B atau Polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif,
Pseudomonas, E.coli,Klebsiella, dan Enterobakter tetapi tidak efektif

22
(resisten) terhadap kuman Gram positif seperti Proteus dan B. Fragilis dan
toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.

c. Gentamisin
Gentamisisn adalah antibiotika derivat aminoflikosida dengan
spektrum yang luas dan aktif untuk melawan organisme Gram positif dan
negatif. Saah satu bahaya dari pemberian gentamisin tetes telinga adalah
kemungkinan terjadinya kerusakan telinga dalam. Telah diketahui bahwa
pemberian gentamisin secara sistemik akan menyebabkan efek ototoksik.
d. Ofloksasin
Ofloksasin mempunyai aktifitas yang kuat untuk bakteri Gram negatif
dan positif dan bekerja dengan cara menghambat enzim DNA gyrase. Pada
OMSK dengan perforasi membrana timpani, konsentrasi tinggi ofloksasin
telah ditemukan 30 menit setelah pemberian solutio ofloksasin 0,3%.
Berdasarkan penelitian, pemakain tetes siprofloksasin lebih berhasil dan
lebih murah dibandingkan tetes kloramfenikol, dan tidak dijumpai efek
ototoksik. Keuntungan lainnya ofloksasin dapat diberikan secara tunggal
tanpa antibiotik oral.
e. Antibiotik oral
Secara oral, dapat diberikan antibiotika golongan ampisilin atau
eritromisin sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai
penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin, dapat diberikan ampisilin-
asam klavulanat. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus
disertai pembersihan sekret.8
Terapi antibiotika sistemik yang dianjurkan pada OMSK adalah:8
a. Pseudomonas: aminogliosida + karbenisilin
b. P. Mirabilis: ampisilin atau sefalosporin
c. P.morganii, P.vulgaris : aminoglikosida +karbenisilin

23
d. Klebsiella: sefalosporin atau aminoglikosida
e. E.coli: ampisilin atau sefalosporin
f. S.aureus antis-stafilikokus: penisiln, sefalosforin, eritromisin,
aminoglikosida
g. Streptokokus: penisilin, sefalosforin, ertiromisin, sminoglikosida
h. B. Fragilis: klindamisin.
Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob.
Metronidazol dapat diberikan pada OMSK aktif dosis 400 mg 3 kali sehari,
selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu. Antibiotika
golongan kuinolon tidak dianjurkan untuk anak berusia dibawah 16 tahun.8
Bila sekret telah kering tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi
selama 2 bulan maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti
yang bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegab terjadinya komplikasi serta
memperbaiki pendengaran.8
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dengan sekret yang
banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret
berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung
antibiotik dan kortikosteroid. Dianjurkan irigasi dengan garam faal agar
lingkungan bersifat asam dan merupakan media yang burukuntuk
tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakan bahwa tempat infeksi pada OMSK
sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono menggunakan
antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup
memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada
telinga tengah dan kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal
dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan
antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari
1minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik adalah dengan
berdasarkan kulturkuman penyebab dan uji resistensi.8

24
f. Jenis pembedahan OMSK
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis baik tipe aman atau bahaya, antara
lain:1,7
1) Mastoidektomi sederhana (simple Mastoidectomy).
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan
pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini
dilakukan pembersihan ruangan mastoid dari jaringan patologik.
Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada
operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
2) Mastoidektomi Radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi
atau kolesteotoma yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid
dan kavum tympani dibersihkan dari semua jaringan patologik dan
mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak di
perbaiki.
Kerugian operasi ini adalah pasien tidak diperbolehkan berenang
seumur hidupnya. Pasien harus dating dengan teratur untuk control,
supaya tidak terjadi infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali,
sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier pasien.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft)
pada rongga operasi serta membuat meatoplast yang lebar, sehingga
rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu
meatus telinga luar menjadi lebar.
3) Mastoidektomi radikal dengan Modifikasi
4) Miringoplasti.
5) Timpanoplasti7
Timpanoplasti adalah prosedur menghilangkan proses patologik
didalam telinga tengah dan diikuti rekontruksi system konduksi suara

25
pada telinga tengah.Timpanoplasti diajukan pertama kali oleh Wullstein
tahun 1953 yang kemudian membagi timpanoplasti menjadi V tipe pada
tahun 1956. Tujuan dari timpanoplasti itu sendiri ialah mengembalikan
fungsi telinga tengah , mencegah infeksi berulang dan memperbaiki
pendengaran. Tujuan lainnya membersihkan semua jaringan patolgis
dimana anatomi dari meatus eksternus termasuk sulkus timpani utuh.
Kavum mastoid dibuka untuk menghindari system aerasi yang tertutup.
Aerasi dapat diperoleh dengan membersihkan penyumbatan antara
kavum tympani, antrum, dan system sel mastoid.
Indikasi timpanoplasti dilakukan pada OMSK tipe aman dengan
kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bias
ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa.
Pada operasi ini selain rekontruksi membrane tympani sering
kali harus dilakukan juga rekontruksi tulang pendengaran. Sebelum
rekontruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani
dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan
patologis.
Tipe-tipe Timpanoplasti
a) Tipe I
Disebut juga miringoplasti. Operasi ini merupakan
timpanoplasti yang paling ringan, dengan melakukan rekontruksi
hanya pada membrane tympani dan cangkokan bersandar pada
maleus. Indikasi operasi ini dilakukan padaOMSK tipe aman yang
sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh
perforasi yang menetap.
Pada tipe I ini seharusnya dapat memulihkan pendengaran
konduktifsampai normal atau hamper normal.

26
Gambar 2.4
Tipe- tipe

Timpanoplasti

Pendekatan ganda timpanoplasti (combined Approach Tympanoplasty)


Operasi ini merupakan tekni operasi timpanoplasti yang dikerjakan
pada kasus OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan
granulasi yang luas.

27
Tujuan operasi untuk menyembuhkanmenyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal
(tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga).
Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi kavum timpani,
dikerjakan melalui dua jalan (combined approach) yaitu melalui liang telinga
dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi
ini pada OMSK tipe bahaya belum disepakati oleh para ahli, oleh karena
sering terjadi kambuhnya kolesteatoma kembali.
K. KOMPLIKASI OMSK
Otitis media supuratif, baik yang akut atau kronis
mempunyai potensi untuk menjadi serius dan menyebabkan kematian.
Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan
patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme
yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan
komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna,
tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang
virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi.9
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan
telinga tengah yang normal dilewati, sehingga infeksi dapat menjalar ke
struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani,
yang mampu melokalisasi infeksi. Sawar kedua adalah dinding tulang kavum
timpani dan sel mastoid. Dinding pertahanan ketiga adalah jaringan
granulasi.9
Penyebaran secara hematogen dapat diketahui dengan adanya :9
1. Komplikasi terjadi pada awal infeksi atau eksaserbasi akut
2. Gejala prodromal tidak jelas
3. ada operasi, didapatkan dinding tulang teling tengah utuh, dan tulang
serta lapisan muko periosteal meradang dan mudah berdarah
Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui bila :9

28
1. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit
2. Gejala prodromal mendahului gejala infeksi
3. Pada operasi ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara fokus
supurasi dengan struktur sekitarnya
Penyebaran melalui jalan yang sudah ada dapat diketahui bila :9
1. Komplikasi terjadi pada awal penyakit
2. Serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin juga
dapat ditemukan fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang, atau riwayat
otitis media yang sudah sembuh
3. Pada operasi ditemukan jalan penjalaran sawar tulang yang bukan karena
erosiBila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi
gejala, seperti otorea terus terjadi, dan pada pemeriksaan otoskopik tidak
menunjukkan berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan,
maka harus diwaspadai kemungkinan terjadinya komplikasi. Pada
stadium akut, yang dapat merupakan tanda bahaya antara lain; naiknya
suhu tubuh, nyeri kepala, atau adanya malaise, drowsiness, somnolen,
atau gelisah. Dapat juga timbulnya nyeri kepala di bagian parietal atau
oksipital, dan adanya mual, muntah proyektil, serita kenaikan suhu
badan yang menetap selama terapi, merupakan tanda komplikasi
intrakranial. Pada OMSK, tanda penyebaran penyakit dapat
terjadi setelah sekret berhenti, karena menandakan adanya sekret purulen
yang terbendung.
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra
kranial harus melewati 3 macam lintasan:9
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
2. Menembus selaput otak.
3. Masuk ke jaringan otak.
Insidensi terjadinya komplikasi dari otitis media kronik dan
kolesteatoma sudah menurun sejak semakin banyaknya antibiotik

29
pada awal abad ke 20. Bagaimanapun, komplikasi ini dapat terus
terjadi, dan bisa berakibat fatal apabila tidak diidentifikasi dan diterapi
secara tepat. Terapi dari komplikasi otitis media kronik tidak
sama dengan penanganan terhadap otitis media akut, karena biasanya
memerlukan tindakan intervensi bedah.9
Otitis media kronik (OMK) dikenal sebagai infeksi atau inflamasi
persisten dari telinga tengah dan mastoid. Kondisi ini melibatkan
perforasi dari membran timpani, dengan adanya cairan yang keluar dari
telinga (otorrhea) secara intermiten atau terus-menerus. Dengan terjadinya
otomastoiditis kronis dan disfungsi dari tuba eustachius yang persisten,
membran timpani melemah, yang meningkatkan kemungkinan atelektasis
telinga atau pembentukan kolesteatoma.9
Kedekatan dari telinga tengah dan mastoid ke
intratemporal dan intrakranial meningkatkan risiko infeksi terjadinya
komplikasi dari struktur kompartemen yang berlokasi di sekitar daerah
itu. Otitis media akut (OMA) dan komplikasinya lebih sering terjadi pada
anak kecil, sedangkan komplikasi sekunder untuk otitis media kronis
dengan atau tanpa klesteatoma lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua
dan dewasa.9
Komplikasi dari OMA dan OMK dikenal dengan menggunakan
sistem klasifikasi yang dibagi menjadi komplikasi intrakranial dan
ekstrakranial. Komplikasi ekstrakranial dibagi lagi menjadi
komplikasi extratemporal dan intratemporal. Pengembangan dan
penggunaan antibiotik yang tepat dapat menurunkan komplikasi yang
merugikan. Namun, komplikasi dapat terus terjadi, dan kewaspadaan klinis
diperlukan untuk deteksi dini dan pengobatan. Selanjutnya, dengan terus
berkembangnya patogen yang multi drug resistant, komplikasi ini mungkin
menjadi lebih sering terjadi karena antibiotik yang ada saat ini menjadi
kurang efektif.9

30
Komplikasi yang dapat terjadi pada otak :
1. Kompliksi Extrakranial9
a) Abses Subperiosteal
Abses subperiosteal adalah komplikasi ekstrakranial dari OMK
yang paling sering terjadi. Abses ini terjadi di korteks mastoid ketika
proses infeksi dalam sel-sel udara mastoid meluas ke ruang
subperiosteal. Perluasan ini paling sering terjadi sebagai akibat dari
erosi korteks sekunder menjadi mastoiditis akut atau coalescent, tetapi
juga dapat terjadi sebagai akibat dari perluasan vaskular sekunder
menjadi phlebitis dari vena mastoid. Abses subperiosteal
terlihat lebih sering pada anak-anak muda dengan OMA,
tetapi juga ditemukan pada otitis kronis dengan dan tanpa
cholesteatoma. Cholesteatoma dapat menghalangi aditus ad
antrum, mencegah terhubungnya dari isi dari mastoid yang
terinfeksi dengan ruang telinga tengah dan tuba eustachius. Obstruksi
ini meningkatkan kemungkinan dekompresi yang infeksius
sampai korteks mastoid, menyajikan klinis sebagai abses
subperiosteal atau abses Bezold.
Diagnosis
Seringkali, diagnosis abses subperiosteal dibuat atas dasar
klinis. Umumnya, pasien akan datang dengan gejala sistemik,
termasuk demam dan malaise, bersama dengan tanda-tanda lokal,
termasuk daun telinga yang menonjol ke arah lateral dan inferior, dan
juga terdapat daerah yang fluktuatif, eritematosa, dan nyeri di belakang
telinga. Bila diagnosis tidak pasti pada evaluasi klinis, CT scan kontras
dapat menunjukkan abses dan mungkin defek kortikal pada mastoid.
Sebuah kasus dapat dibuat untuk CT scan kontras dari
tulang temporal pada semua pasien dengan gejala-gejala ini, untuk
membantu dalam perencanaan terapi dan untuk menyingkirkan

31
kemungkinan komplikasi lainnya. Mastoiditis tanpa abses,
limfadenopati, abses superfisial, dan kista sebasea terinfeksi
adalah kemungkinan lain yang harus disingkirkan.
b) Abses Bezold
Abses Bezold adalah abses cervical yang berkembang mirip
dengan abses subperiosteal secara patologi. Dengan adanya mastoiditis
coalescent, jika korteks mastoid terkena pada ujungnya, sebagai
lawan dari korteks lateral, abses akan berkembang di leher,
dalam sampai sternokleidomastoid. Abses ini dideskripsikan
sebagai massa yang dalam dan lembut pada leher. Karena
abses berkembang dari sel-sel udara di ujung mastoid, ini
ditemukan pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa, di mana
pneumatisasi dari mastoid telah diperpanjang sampai ke ujung.
Sebagian besar dari abses ini adalah hasil dari ekstensi langsung
melalui korteks, selain itu adalah dari transmisi melalui korteks utuh
dengan cara phlebitis vena mastoid. Meskipun abses Bezold adalah
komplikasi dari OMA dengan mastoiditis yang lebih sering terjadi
pada anak-anak, abses ini juga dikenal sebagai komplikasi dari OMK
dengan cholesteatoma.
Diagnosis
CT scan kontras dari leher dan mastoid dianjurkan untuk
membuat diagnosis dari abses Bezold. Presentasi dari pembesaran
massa yang dalam dan lembut di leher harus dibedakan dari
inflamasi limfadenopati leher, yang sulit atas dasar klinis saja. CT scan
abses Bezold yang menunjukkan abses melingkar yang meningkat
dengan peradangan di sekitarnya, dapat menunjukkan dehiscence
tulang di ujung mastoid, dan dapat membantu dalam perencanaan
operasi.
2. Komplikasi Intratemporal9

32
a) Fistula Labirin
Fistula labirin terus menjadi salah satu komplikasi yang paling
umum dari otitis kronis dengan cholesteatoma, dan telah dilaporkan
terjadi pada sekitar 7% dari kasus. Beberapa keadaan ini lebih
mengganggu ahli bedah otologic daripada terdapatnya sebuah labirin
terbuka yang ditemukan pada saat operasi cholesteatoma. Risiko
kehilangan pendengaran sensorineural yang signifikan sebagai akibat
manipulasi bedah membuat labirin terbuka dan pengelolaannya
menjadi topik yang sangat kontroversial.
Karena lokasinya di dekat antrum, kanalis semisirkularis
horizontal adalah bagian yang paling sering terlibat dari labirin, dan
menyumbang sekitar 90% dari fistula ini. Meskipun kanal horisontal
biasanya terlibat, fistula dapat terjadi di kanal posterior dan superior,
dan di koklea itu sendiri. Fistula koklea dikaitkan dengan
insidensi terjadinya gangguan pendengaran yang jauh lebih tinggi
ditemui dibandingkan dengan labirin fistula.
Erosi tulang dari kapsul otic dapat terjadi melalui dua
proses yang berbeda. Dengan terdapatnya cholesteatoma,
mediator diaktifkan dari matriks, atau tekanan dari
cholesteatoma itu sendiri, dapat menyebabkan osteolisis dan membuka
labirin. Namun, fistula labirin dapat terjadi dari resorpsi kapsul otic
karena mediator inflamasi bila tidak ada cholesteatoma, yang biasanya
terjadi pada OMK dengan granulasi.
Salah satu alasan kontroversi dalam membahas fistula
ini adalah kurangnya sistem pembagian stadium yang dapat
diterima. Beberapa sistem telah diusulkan. Sistem diperkenalkan
oleh Dornhoffer dan Milewski, sistem ini berkaitan dengan
keterlibatan labirin yang mendasarinya. Fistula dengan erosi
tulang dan endosteum utuh diklasifikasikan sebagai stadium I

33
fistula. Jika endosteum ini terkena, namun ruang perilymphatic
tidak, fistula ini diklasifikasikan sebagai stadium II a. Ketika
perilymph ini terkena oleh penyakit atau sengaja disedot, fistula
dikategorikan sebagai stadium II b. Stadium III menunjukkan bahwa
labirin membran dan endolymph telah terganggu oleh penyakit atau
intervensi bedah.
Diagnosis
Pasien yang memiliki erosi yang signifikan dari labirin klasik ini
datang dengan vertigo subjektif dan tes fistula yang positif pada
pemeriksaan. Sayangnya, gambaran klasik tidak sensitif dalam
identifikasi preoperatif fistula. Vertigo periodik atau disekuilibrium
yang signifikan ditemukan pada 62% sampai 64% dari pasien yang
memiliki fistula sebelum operasi. Tes fistula positif dalam 32% sampai
50% dari pasien yang ditemukan memiliki fistula selama eksplorasi
bedah. Meskipun kehilangan pendengaran sensorineural
ditemukan di sebagian besar pasien (68%), itu bukan indikator yang
sensitif untuk fistula.
Meskipun adanya gangguan pendengaran sensorineural,
vertigo, atau tes fistula positif pada pasien yang memiliki
cholesteatoma harus meningkatkan kecurigaan untuk fistula, tidak
adanya tanda-tanda tadi tidak menjamin labirin tulang utuh. Hal ini
sebagai alasan bahwa pendekatan bedah yang bijaksana adalah dengan
mengasumsikan adanya fistula di setiap kasus cholesteatoma, untuk
mencegah komplikasi yang tak terduga.
Walaupun pencitraan universal untuk semua pasien yang
memiliki cholesteatoma belum standar, tinjauan literatur
menunjukkan bahwa penggunaan pencitraan CT pra operasi
meningkat. Karena ketidakmampuan untuk secara akurat mendiagnosis
fistula preoperatif atas dasar klinis, peningkatan dalam pencitraan

34
merupakan upaya untuk meningkatkan deteksi suatu labirin, nervus
facialis , atau dura yang terkena, untuk membantu dalam perencanaan
operasi. Sayangnya, kemampuan untuk mendeteksi fistula secara
akurat pada CT pra operasi telah dilaporkan sebagai 57% sampai 60%.
Dalam laporan saat ini CT scan tidak lebih sensitif daripada anamnesis
dan pemeriksaan fisik dalam mendeteksi fistula labirin. Diagnosis
definitif untuk fistula hanya dibuat intraoperatif, yang
menegaskan kembali kebutuhan untuk menangani semua kasus
cholesteatoma dengan hati-hati.
b) Mastoiditis Coalescent
Mastoiditis adalah spektrum penyakit yang harus didefinisikan
dengan tepat untuk diterapi secara memadai. Mastoiditis, didefinisikan
sebagai penebalan mukosa atau efusi mastoid, adalah umum dalam
suatu otitis akut atau kronis, dan dilihat secara rutin pada CT scan.
Mastoiditis secara klinis menyajikan postauricular eritema, nyeri,
dan edema, dengan daun telinga ke arah posterior dan inferior.
Pemeriksaan lebih lanjut diindikasikan untuk menentukan
pengobatan yang paling tepat.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya mastoiditis klinis,
CT scan harus dilakukan untuk mengevaluasi abses subperiosteal
atau mastoiditis coalescent. Mastoiditis Coalescent adalah
proses akut, infeksi tulang mastoid, dengan kehilangan
karakteristik tulang trabekuler. Ini adalah komplikasi yang jarang
terjadi, dan terlihat biasanya pada anak-anak muda dengan OMA.
Klasik, mastoiditis coalescent digambarkan sebagai terjadi
di mastoid yang terpneumatisasi pada OMA yang tidak
sempurna diobati, sedangkan otitis kronis dan cholesteatoma
terjadi pada tulang temporal sklerotik. Namun, sebanyak 25% dari

35
kasus mastoiditis coalescent telah dilaporkan terjadi pada tulang
temporal sklerotik dengan OMK dan cholesteatoma.
c) Facial Paralysis
Otogenic yang menyebabkan kelumpuhan saraf wajah
termasuk OMA, OMK tanpa cholesteatoma, dan cholesteatoma.
Yang pertama biasanya terjadi dengan saluran tuba pecah dalam
segmen timpani, yang memungkinkan kontak langsung mediator
inflamasi dengan saraf wajah itu sendiri. OMK dengan atau
tanpa cholesteatoma dapat mengakibatkan kelumpuhan wajah
melalui keterlibatan saraf pecah, atau melalui erosi tulang.
Kelumpuhan wajah sekunder untuk OMA sering terjadi pada anak
dengan paresis tidak lengkap yang datang tiba-tiba dan biasanya
singkat dengan pengobatan yang tepat.
Di sisi lain, kelumpuhan sekunder pada OMK atau
cholesteatoma sering menyebabkan kelumpuhan wajah progresif
lambat dan memiliki prognosis yang lebih buruk.
Diagnosis kelumpuhan wajah otogenic dibuat atas dasar klinis.
Paresis atau kelumpuhan wajah pada OMA, OMK, atau cholesteatoma
bukanlah diagnosis yang sulit untuk dibuat hanya dengan
pemeriksaan sendiri. Peran diagnostik pencitraan CT
dipertanyakan.
Meskipun CT scan tidak diperlukan, dapat berguna
dalam perencanaan terapi dan konseling pasien. Ketika
cholesteatoma melibatkan saluran tuba, juga dapat mengikis
struktur seperti labirin atau tegmen. Selanjutnya, tingkat erosi tulang
dari kanal tuba dan derajat keterlibatannya lebih dapat dinilai pada CT.
3. Komplikasi Intrakranial 10,11
a) Meningitis

36
Meningitis adalah komplikasi intrakranial yang paling umum dari
OMK, dan OMA adalah penyebab sekunder yang paling umum
dari meningitis. Dalam seri terbaru komplikasi OMK, meningitis
terjadi pada sekitar 0,1% dari subyek. Meskipun ini tetap merupakan
komplikasi yang signifikan, tingkat kematian akibat meningitis otitic
telah menurun secara signifikan, dari 35% di era preantibiotic sampai
5% di era postantibiotic. Meningitis dapat muncul dari tiga rute
otogenic yang berbeda: penyebaran hematogen dari meninges dan
ruang subarachnoid, menyebar dari telinga tengah atau mastoid
melalui saluran yang telah terjadi (fisura Hyrtl), atau melalui
erosi tulang dan penyuluhan langsung. Dari ketiga
kemungkinan, meningitis otogenic paling umum adalah hasil dari
penyebaran hematogen.
Diagnosis cepat meningitis bergantung pada pengenalan dari
tanda-tanda peringatan oleh dokter. Tanda-tanda bahwa harus
meningkatkan kecurigaan komplikasi intrakranial termasuk
demam persisten atau intermiten, mual dan muntah; iritabilitas,
letargi, atau sakit kepala persisten. Tanda-tanda yang juga membantu
diagnosis proses intrakranial meliputi perubahan visual; kejang onset
baru, kaku kuduk, ataksia, atau status mental menurun. Jika ada
tanda-tanda mencurigakan itu terjadi, pengobatan segera dan
pemeriksaan lebih lanjut sangat penting. Antibiotik spektrum
luas, seperti sefalosporin generasi ketiga, harus diberikan
selama tes diagnostik sedang dilakukan. CT scan atau MRI
kontras akan menunjukkan peningkatan karateristik meningeal
dan menyingkirkan komplikasi intrakranial tambahan yang dikenal
terjadi pada hingga 50% dari kasus ini. Dengan tidak adanya efek
massa yang signifikan pada pencitraan, pungsi lumbal harus

37
dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan memungkinkan
untuk kultur dan tes sensitivitas.
b) Abses Otak
Abses otak adalah komplikasi intrakranial kedua yang
paling umum dari otitis media setelah meningitis, tetapi
mungkin yang paling mematikan. Berbeda dengan meningitis, yang
lebih sering disebabkan oleh OMA, otak abses hampir selalu
merupakan hasil dari OMK. Lobus temporal dan otak kecil yang
paling sering terkena dampaknya. Abses ini berkembang sebagai
hasil dari perpanjangan hematogen sekunder menjadi tromboflebitis
di hampir semua kasus, tetapi erosi tegmen dengan abses epidural
dapat menyebabkan abses lobus temporal.
Hasil kultur dari abses ini biasanya steril, dan, bila positif,
biasanya mengungkapkan flora campur, namun Proteus yang lebih
sering dikultur daripada patogen lain. Perkembangan klinis yang
terlihat pada pasien ini terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama
digambarkan sebagai tahap ensefalitis, dan termasuk gejala seperti flu
yaitu gejala demam, kekakuan, mual, perubahan status mental, sakit
kepala, atau kejang. Tahap ini diikuti oleh laten, diam atau di mana
gejala akut mereda, namun kelelahan umum dan kelesuan bertahan.
Tahap ketiga dan terakhir menandai kembalinya gejala akut,
termasuk sakit kepala parah, muntah, demam, perubahan status
mental, perubahan hemodinamik dan peningkatan tekanan
intrakranial. Tahap ketiga adalah disebabkan rongga abses
yang pecah atau meluas.
Diagnosis seperti dengan meningitis, setiap gejala yang
mungkin mengindikasikan keterlibatan intrakranial membutuhkan
tindakan cepat. Dengan adanya gejala ini, CT scan atau MRI kontras
harus dipesan sementara IV antimikroba terapi dimulai. Untuk abses

38
otak, MRI lebih unggul. Meskipun MRI memberikan detil yang lebih
baik mengenai abses sendiri, CT scan memberikan informasi
berharga tentang erosi tulang mastoid, dan dapat membantu
dalam menentukan penyebab abses dan pilihan pengobatan yang
paling tepat. Pencitraan itu sendiri adalah diagnostik abses
parenkim yang signifikan, dan evaluasi menyeluruh dari
pencitraan diperlukan untuk menyingkirkan komplikasi
intrakranial secara bersamaan, atau bukti tekanan intrakranial
meningkat.
c) Trombosis Sinus Lateral
Sinus sigmoid atau trombosis sinus lateralis merupakan
komplikasi yang terkenal dari otitis media dimana tercatat 17%
sampai 19% kasus dari komplikasi intrakranial. Kedekatan dari
telinga tengah dan sel udara mastoid ke sinus vena dural
memudahkan mereka untuk menjadi trombosis dan
tromboflebitis sekunder terhadap infeksi dan peradangan di
telinga tengah dan mastoid. Keterlibatan sinus sigmoid atau lateral
dapat hasil dari erosi tulang sekunder untuk OMK dan
cholesteatoma, dengan perpanjangan langsung dari proses
menular ke ruang perisinus, atau dari penyebaran ruang
dari tromboflebitis vena mastoid. Setelah sinus telah terlibat,
dan trombus intramural berkembang, dapat menghasilkan sejumlah
komplikasi yang serius. Hidrosefalus Otitic dikenal untuk
mempersulit sejumlah besar kasus ini. Bekuan yang
terinfeksi dapat menyebar ke arah proximal melibatkan
pertemuan sinus (torcular herophili) dan sinus sagital, menyebabkan
hidrosefalus yang mengancam jiwa, atau menyebar ke arah distal
untuk melibatkan vena jugularis interna. Keterlibatan vena jugularis
interna meningkatkan risiko emboli paru septik.

39
Diagnosis didapatkan presentasi klasik dari trombosis sinus
sigmoid atau lateral adalah adanya demam tinggi yang tajam dalam
pola "picket fence", sering terlihat dengan sakit kepala dan malaise
umum. Seperti banyak komplikasi ini, tingkat kecurigaan yang tinggi
diperlukan karena demam spiking mungkin tumpul oleh penggunaan
antibiotik bersamaan. Dengan adanya demam tinggi spiking, atau
kepedulian untuk tekanan intrakranial meningkat, CT scan harus
dikontraskan dilakukan untuk melihat tromboflebitis. Dinding sinus
akan lebih cerah dengan kontras dan menghasilkan tanda delta
karakteristik yang berkaitan dengan trombosis sinus. Dengan
adanya trombosis sinus signifikan, sebuah Venogram resonansi
magnetik MRI dijamin, karena mereka dapat digunakan
serial untuk mengevaluasi propagasi gumpalan atau resolusi.
d) Abses Epidural
Adanya abses epidural sering dapat membahayakan dalam
perkembangan. Abses ini berkembang sebagai hasil dari
penghancuran tulang dari cholesteatoma atau dari mastoiditis
coalescent. Tanda-tanda dan gejala tidak berbeda secara signifikan
dari yang ditemukan dalam OMK. Kadang-kadang, iritasi dural dapat
mengakibatkan peningkatan otalgia atau sakit kepala yang berfungsi
sebagai tanda menyangkut di latar belakang OMK.
Karena komplikasi ini tidak begitu jelas dalam presentasi
klinis, sehingga sering ditemukan secara kebetulan pada saat
operasi cholesteatoma atau CT scan untuk keperluan lain.
Diagnosis didapatkan tidak ada gejala yang sensitif atau spesifik
sugestif dari proses penyakit ini. Kecurigaan klinis yang
tinggi diperlukan untuk mendiagnosis abses epidural sebelum
operasi. Kehadiran otalgia meningkat atau sakit kepala
sebaiknya meningkatkan kecurigaan untuk komplikasi intrakranial.

40
CT scan atau MRI kontras cukup untuk mendiagnosis abses ini.
Bahkan dengan evaluasi yang cermat, diagnosis ini sering dibuat
pada saat operasi.
e) Otitis Hydrocephalus
Otitis hidrosefalus digambarkan sebagai tanda-tanda dan gejala
menunjukkan peningkatan tekanan intrakranial dengan LCS
yang normal pada pungsi lumbal, yang dapat hadir sebagai
komplikasi dari OMA, OMK, atau operasi otologic. "Hidrosefalus
Otitic" sampai sekarang belum dipahami seluruhnya, begitu juga dari
sisi patofisiologi Ini adalah sebuah ironi karena kondisi ini dapat
ditemukan tanpa otitis, dan pasien tidak memiliki ventrikel yang
melebar menunjukkan tanda hidrosefalus. Symonds, yang
menciptakan istilah otitic hidrosefalus, merasa bahwa kondisi ini
dikembangkan dari infeksi sinus (transversal) lateral, dengan
perluasan thrombophlebitis ke pertemuan sinus untuk melibatkan
sinus sagital superior. Peradangan atau infeksi dari sinus sagital
superior mencegah penyerapan LCS melalui vili arachnoid, sehingga
tekanan intrakranial meningkat. Hal ini biasanya terjadi
tromboflebitis menular sebagai akibat dari infeksi otologic, tetapi
beberapa kasus juga terdapat pada kasus tanpa operasi
otologic atau otitis. Selanjutnya, meskipun trombosis sinus
lateral biasanya ditemukan pada hidrosefalus otitic, kasus telah
dilaporkan tanpa trombosis sinus dural.
Diagnosis hidrosefalus otitic membutuhkan tingkat
kecurigaan yang tinggi untuk mengenali gejala sugestif. Gejala-
gejala yang ditemukan pada pasien ini adalah akibat dari tekanan
intrakranial yang meningkat dan menyebar termasuk sakit kepala,
mual, muntah, perubahan visual, dan kelesuan. Kehadiran
gejala ini memerlukan pemeriksaan menyeluruh dan pencitraan.

41
Pemeriksaan fundoscopic harus dilakukan untuk mengevaluasi
papilledema sebagai bukti tekanan intrakranial meningkat. MRI dan
MRV harus dilakukan untuk mengevaluasi untuk pembesaran
ventrikel, atau komplikasi intrakranial yang lain, seperti trombosis
sinus yang signifikan dengan obstruksi. Peningkatan tekanan
intrakranial dengan gejala klinis dan papilledema tanpa adanya
dilatasi ventrikel atau meningitis sudah cukup untuk membuat
diagnosis ini. MRV akan mengkonfirmasi keberadaan dan tingkat
trombosis sinus dural, tetapi tidak diperlukan untuk membuat
diagnosis hidrosefalus otitis

BAB III
KESIMPULAN

1. Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan peradangan atau infeksi kronis
yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani, ditandai
dengan perforasi membran timpani, sekret yang keluar terus-menerus atau hilang

42
timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. OMSK
terjadi akibat Otitis Media Akut (OMA) dikarenakan terapi yang terlambat
diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh
pasien rendah atau hygiene buruk.
2. Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT
terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan
sederhana untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui
jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri
nada murni, audiometri tutur (speech audiometry) dan pemeriksaan BERA
(brainsystem evoked response audiometry) bagi pasien/ anak yang tidak
kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada murni.
3. Tatalaksana OMSK dapat berupa terapi konservatif atau dengan medikamentosa
dan terapi pembedahan. Tergantung pasien yang terdiagnosis OMSK tipe aman
atau OMSK tipe bahaya.
4. Komplikasi penyakit OMSK dapat melibatkan komplikasi extrakranial (Abses
Subperiosteal, Abses Bezold), komplikasi intratemporal (Fistula Labirin,
Mastoiditis Coalescent, Facial Paralysis), komplikasi intracranial (Meningitis,
Abses Otak, Trombosis Sinus Lateral, Abses Epidural, Otitic Hydrocephalus)

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu


kesehatan telinga hidung tenggorok kepala & leher. 7 th edition. Jakarta: Badan
Penerbit FK UI, 2014 .h. 62-7, 70-5.

43
2. Adams FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta;
Balai Penerbit FKUI; 1997

3. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan
mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT.
Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-118

4. Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. July 2006.


Available from URL: http://www.pediatrics.org/

5. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan
mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT.
Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-118

6. Nursiah S. Pola kuman aerob penyebab OMSK dan kepekaan terhadap


beberapa antibiotika di bagian THT. Bagian Penerbit Library USU. 2003.

7. Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical


Journal of Australia. 2004. Available from URL: http://www.mja.com.au/

8. Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of


ototopical antibiotics for chronic suppurative otitis media in
Aboriginal children: a community-based, multicentre, double-blind
randomised controlled trial. Medical Journal of Australia. 2003. Available
from URL: http://www.mja.com.au/

9. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam:


Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73

44
10. Thapa N, Shirastav RP. Intrakranial complication of chronic suppuratif otitis
media, attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004; 1: 36-39
Available from URL: http://www.jneuro.org/

11. Miura MS, Krumennauer RC, Neto JFL. Intrakranial complication of


chronic suppuratif otitis media in children. Brazillian Journal of
Otorhinolaringology. 2005. Available from URL: http://www.rborl.org.br/

45

Anda mungkin juga menyukai