Anda di halaman 1dari 9

A.

Definisi
Trauma telinga tengah dapat disebabkan karena trauma tumpul atau trauma tembus pada
kepala, trauma telinga secara langsung, atau barotrauma yang disebabkan oleh trauma
ledakan, perjalanan udara, atau menyelam. Trauma tembus pada telinga tengah dapat
menyebabkan perforasi membran timpani, hemotimpanum, cedera pada tulang-tulang
pendengaran dan saraf fasialis, vertigo, fistula perilimfatik, tuli konduktif dan/atau tuli
saraf

Trauma pada membran timpani disebabkan oleh tamparan, ledakan (barotrauma),


menyelam yang terlalu dalam, luka bakar ataupun tertusuk. Akibatnya timbul gangguan
pendengaran berupa tuli konduktif karena robeknya membran timpani atau terganggunya
rangkaian tulang pendengaran, yang terkadang disertai tinitus.

Trauma membran tympani adalah kelainan pada mebran timpani yang disebabkan oleh
trauma langsung maupun tidak langsung. Biasanya muncul gejala tinius, gangguan
pendengaran, vertigo, dan dapat terjadi infeksi. Penangannya yaitu Pada keadaan akut,
dilakukan pencegahan terjadinya infeksi sekunder dengan menutup liang telinga yang
trauma dengan kasa steril. Biasanya perforasi akan sembuh secara spontan.Operasi
emergensi dilakukan pada trauma tembus dengan gangguan pendengaran sensorineural dan
vertigo, dengan kecurigaan fraktur dan impaksi kaki stapes ke vertbuler atau fistua
perilimpa. Jika perforasi menetap setelah 4 bulan, dan terdapat gangguan pendengaran
konduktif >20 dB, merupakan indikasi timpanoplasti. Lakukan pemeriksaan Audiometri
atau CT scan bila diduga ada benda asing atau rusaknya rangkaian tulang pendengaran

B. Klasifikasi, Etiologi, penatalaksanaan


1. Trauma Penetrasi (trauma tumpul dan trauma tajam).
Trauma tumpul dapat disebabkan oleh kecelakaan atau pukulan langsung sedangkan
trauma tajam disebabkan oleh tusukan. Kedua hal ini menyebabkan perubahan tekanan
mendadak di membran timpani sehingga membran timpani pecah. Trauma tumpul yang
dihubungkan dengan kecelakaan biasanya menyebabkan benturan pada daerah tulang
terutama tulang temporal. Fraktur tulang temporal dan fraktur basis kraniom adalah
trauma yang dapat menyebabkan cedera membrane timpani. Gejala klinis yang tampak
adalah edema, hematoma, dan laserasi.
Penatalaksanaan pada perforasi membran timpani akibat trauma :
- Pada keadaan akut, dilakukan pencegahan terjadinya infeksi sekunder dengan
menutup liang telinga yang trauma dengan kasa steril. Biasanya perforasi akan sembuh
secara spontan.
- Observasi : sembuh spontan lebih berhasil pada 78%-94% daripada intervensi dengan
operasi di awal trauma; secara mikroskopik, tepi membran timpani mengalami
penyembuhan dalam 24 jam pertama.
- Operasi emergensi : Trauma penetrasi langsung dengan tuli syaraf dan vertigo,
persangkaan fraktur dan impaksi kaki stapes ke vestibulum atau fistula perilimph.
- Penatalaksaan emergensi : pertahankan oval window dan perbaiki membran timpani.
Rekonstruksi tulang pendengaran sebagai prosedur kedua tergantung sisa
pendengaran dan audiogram konduksi tulang.
- Penatalaksanaan lanjutan : Timpanoplasti, indikasi : perforasi persisten setelah 4
bulan dan tuli konduktif di atas 20 dB.

2. Trauma Kompresi/Barotrauma
Barotrauma dalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang tiba-tiba di luar
telinga tengah, dapat terjadi pada saat di pesawat terbang atau saat menyelam, yang
menyebabkan tuba gagal untuk membuka. Hukum Boyle menyatakan bahwa suatu
penurunan atau peningkatan pada tekanan lingkungan akan memperbesar atau
menekan (secara berurutan) suatu volume gas dalam ruang tertutup. Bila gas terdapat
dalam struktur yang lentur, maka struktur tersebut dapat rusak karena ekspansi ataupun
kompresi.
Barotrauma dapat terjadi bilamana ruang-ruang berisi gas dalam tubuh (telinga tengah,
paru-paru) menjadi ruang tertutup dengan menjadi buntunya jaras jaras ventilasi
normal. Barotrauma paling sering terjadi pada telinga tengah, hal ini terutama karena
rumitnya fungsi tuba Eustachius. Tuba Eustachius secara normal selalu menutup
namun dapat terbuka pada gerakan menelan, mengunyah, menguap, dan dengan
menuver valsava. Rinitis alergi serta berbagai variasi anatomis individual, semuanya
merupakan predisposisi terhadap disfungsi tuba Eustachius. Seperti yang dijelaskan di
atas, tekanan yang meningkat perlu diatasi dengan menyeimbangkan tekanan,
sedangkan tekanan yang menurun biasanya dapat diseimbangkan secara pasif.
Penurutan tekanan lingkungan akan membuat udara dalam telinga tengah mengembang
dan secara pasif akan keluar melalui tuba Eustachius, sedangkan peningkatan tekanan
lingkungan membuat udara dalam telinga tengah dan dalam tuba Eustachius menjadi
tertekan. Hal ini cenderung menyebabkan penciutan tuba Eustachius.
Jika perbedaan tekanan antara rongga telinga tengah dan lingkungan sekitar menjadi
terlalu besar (sekitar 90-100mmHg) maka bagian kartilaginosa dari tuba Eistachius
akan sangat menciut. Hal ini disebabkan otot yang normal aktivitasnya tidak mampu
membuka tuba. Pada keadaan ini terjadi tekanan negatif di rongga telinga tengah,
sehingga cairan keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa dan kadang-kadang
disertai dengan ruptur pembuluh darah sehingga cairan di telinga tengah dan rongga
mastoid tercampur darah. Jika tidak ditambahkan udara melalui tuba Eustachius untuk
memulihkan volume telinga tengah, maka struktur-struktur dalam telinga tengah dan
jarinan didekatnya akan rusak dengan makin berambahnya perbedaan tekanan. Terjadi
rangkaian kerusakan yang dapat diperkirakan dengan berlanjutnya keadaan vakum
relatif dalam rongga telinga tengah. Mula-mula membran timpani tertarik ke dalam.
Retraksi menyebabkan teregang dan pecahnya pembuluh-pembuluh darah kecil
sehingga tampak gambaran injeksi dan bula hemoragik pada gendang telinga. Dengan
makin meningkatnya tekanan, pembuluh-pembuluh darah kecil pada mukosa telinga
tengah juga akan berdilatasi dan pecah, menimbulkan hemotimpanum. Gejala
barotrauma pada telinga tengah: nyeri, rasa penuh dan berkurangnya pendengaran

Diagnosis barotrauma ini dipastikan dengan otoskopi, gendang telinga tampak


mengalami injeksi dengan pembentukan darah di belakang telinga Kadang-kadang
membran timpani akan mengalami perforasi..

Komplikasi barotrauma pada telinga berupa infeksi telinga akut, ketulian, ruptur atau
perforasi membran timpani. Barotrauma telinga tengah tidak jarang Modul I.XI –
Trauma Telinga 16 menyebabkan kerusakan telinga dalam. Kerusakan telinga dalam
merupakan masalah yang serius dan mungkin memerlukan pembedahan untuk
mencegah kehilangan pendengaran yang menetap. Semua orang yang mengeluh
kehilangan pendengaran dengan barotrauma harus menjalani uji pendengaran untuk
memastikan bahwa gangguan pendengaran bersifat konduktif dan bukannya
sensorineural. Episodeepisode vertigo yang singkat yang terjadi saat naik atau turun
disebut vertigo alternobarik. Hal ini sering dikeluhkan dan lazim menyertai barotrauma
telinga tengah. Selama vertigo dapat mereda dalam beberapa detik, tidak diperlukan
pengobatan ataupun evaluasi lebih lanjut.

Pengobatan barotrauma diantaranya, jika selama penerbangan perubahan tekanan yang


terjadi secara tiba-tiba menyebabkan rasa penuh atau nyeri di telinga, maka untuk
menyamakan tekanan di telinga tengah dan mengurangi rasa nyeri bisa diatasi dengan
menguap, mengunyah permen karet, menghisap permen, menelan. Mengunyah atau
menelan bisa membantu membuka tuba eustachius sehingga udara bias keluar masuk
untuk menyamakan tekanan dengan udara luar. Penderita infeksi atau alergi hidung dan
tenggorokan bisa mengalami rasa nyeri ketika bepergian dengan pesawat terbang atau
menyelam. Untuk meringankan penyumbatan dan membantu membuka tuba
eustakhius diberikan dekongestan, misalnya fenileprin dalam bentuk tetes hidung atau
obat semprot.

Pencegahan barotrauma yaitu menggunakan dekongestan atau antihistamin sebelum


mengalami perubahan ketinggian. Selama menderita infeksi saluran nafas atas atau
selama serangan alergi sebaiknya tidak mengikuti penerbangan, menyelam, atau
bepergian ke daerah denagan ketinggian yang berbeda

3. Perforasi atau hilangnya sebagian jaringan dari membran timpani yang menyebabkan
hilangnya sebagian atau seluruh fungsi dari membrane timpani. Membran timpani
adalah organ pada telinga yang berbentuk seperti diafragma, tembus pandang dan
fleksibel sesuai dengan fungsinya yang menghantarkan energy berupa suara dan
dihantarkan melalui saraf pendengaran berupa getaran dan impuls-impuls ke otak.
Perforasi dapat disebabkan oleh berbagai kejadian, seperti infeksi, trauma fisik atau
pengobatan sebelumnya yang diberikan.
a.) Gejala Klinis
Beberapa gejala klinis yang timbul pada perforasi membran timpani adalah
• Penurunan pendengaran
• Sensasi mendengar suara siulan saat meniup telinga atau bersin
• Cairan yang keluar dari telinga dapat terus menerus
• Tanda-tanda infeksi telinga tengah (demam, nyeri, telinga berdenging)
• Hilangnya fungsi pendengaran (test pendengaran), hal ini menentukan apakah
penderita membutuhkan alat bantuan pendengaran atau tidak.
• Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan biasanya adalah, Otoskopi,
timpanometri, Test pendengaran (swabach, webber, dan rinne)
b.) Tatalaksana
Terapi pengobatan pada perforasi membrane timpani ditujukan untuk
mengendalikan infeksi pada telinga tengah. Mengingat juga penyebab dari
perforasi yang disebabkan pengobatan sebelumnya. Penggunaan anti bacterial
sebaiknya digunakan jika hasil kultur dan resistensi sudah didapatkan. Beberapa
pengobatan invasive adalah, kauterisasi pada ujung membrane timpani.
Penyumbatan pada lubang baik dengan lemak atau bahan sintetis yang tidak
menimbulkan reaksi tubuh penerima (timpanoplasty). Pengobatan yang terakhir ini
memiliki tingkat keberhasilan 80 hingga 90 % tergantung dari besarnya perforasi
maupun komplikasi yang timbul.
c.) Epidemiologi
Insidensi di populasi belum diketahui, tetapi biasanya terdapat pada Negara-negara
berkembang atau Negara tertinggal, hal ini disebabkan oleh kurangnya faktor gizi,
dan tingkat pelayanan kesehatan dari Negara tersebut.
d.) Etiologi
Penyebab tersering dari perforasi membrane timpani adalah infeksi sebelumnya.
Infeksi akut pada telinga tengah seringkali menyebabkan terjadinya kurangnya
suplai darah ke membrane timpani yang seringkali berjalan dengan peningkatan
tekanan pada telinga dalam, hal ini mengakibatkan robeknya atau hilangnya
jaringan membrane timpani, yang biasanya diikuti dengan rasa nyeri. Jika robeknya
membrane timpani tidak menyembuh maka akan terjadi hubungan antara telinga
tengah dan telinga luar, yang seringkali menyebabkan infeksi yang berulang dan
resistensi terhadap antibiotic yang digunakan berulang kali. Komplikasi yang
paling ditakutkan adalah jika infekti telah menyebar kedalam kepala sehingga
menimbulkan infeksi di kepala. Penyebab lain dari perforasi adalah trauma fisik
dari telinga, yang tersering adalah pukulan yang keras kearah telinga dalam, tenaga
yang timbul dapat memecahkan atau merobek membran timpani. Beberapa trauma
yang lain adalah, perubahan tekanan pada telinga yang berubah secara mendadak,
pada contohnya sering pada penyelam, yang didahului dengan gangguan pada
saluran telinga dan mulut, peradangan ataupun infeksi

e.) Patofisiologi
Kuman masuk kebagian eksterna melalui lobang telinga atau melalui tuba eustaci
kemudian menimbulkan infeksi. Infeksi labrinth (telinga interna) merupakan perluasan
telinga media, pengaruh yang paling utama ialah mengenai keseimbangan.
Infeksi dari telinga dari telinga luar, otitis eksterna seringkali oleh bakteri
(stavilokokus, gram negatif organisme atau fungus). Sejenis dermatitis seborrhcic
dapat disebabkan karena pemakaian earkone yang lama. Infeksi terjadi pada selaput
rongga telinga, membengkak dan getah radang dapat mengisi saluran. Furunkel dapat
juga tumbuh pada saluran. Rasa sakit terjadi karena tekanan pada kulit yang sangat
sensitif, menghebat sakitnya karena tidak ada ruang untuk menggelembung dalam
saluran yang bertulang. Kegiatan berenang terutama pada air yang terkontaminasi
sangat mungkin bisa menimbulkan infeksi telinga luar. Infeksi telinga tengah, otitis
media merupakan gangguan yang paling sering terjadi. Infeksi bisa serous, purulen,
akut dan kronik, otitis media yang serous dapat terjadi karena terkumpulnya serum
yang steril didalam telinga tengah bila tuba eustacii tersumbat oleh infeksi yang
terdahulu atau alergi. Otitis media urolenta terjadi karena infeksi bakteri bisa akut atau
kronis. Yang kronis bisa menjalar mastoid, menimbulkan mastoiditis kronis
menyebabkan nekrose kepada gendang telinga, atau radang tulang telinga, timbul tuli.
Mastoiditis akut jarang terjadi karena pengobatan otitis media akut dengan antibiotik.
Persaman dengan mastoititis kronik dapat tumbuh cholestheatoma (tumor jinak) yang
merupakan kantong berisi kotoran yang infeksi. Tumor ini bisa timbul kembali bila
diangkat.

C. ETIOLOGI SECARA UMUM


1. Menurut Soepardi (2000: 30), penyebab utama dari trauma telinga antara lain:
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Perkelahian
c. Kecelakaan dalam bidang olahraga
d. Luka tembak
e. Kebiasaan mengorek kuping
2. Menurut Cody, Kern, Pearson (1991: 90), penyebab utama trauma telinga yaitu:
a. Kompresi mendadak udara di liang telinga.
b. Adanya benda-benda asing (misal: kapas lidi atau ranting-ranting pohon).
c. Trauma kapatis yang menyebabkan fraktur os temporale.
3. Menurut Adams (1997: 84, 95, 131), penyebabnya antara lain:
a. Kebiasaan mengorek kuping dengan jari atau suatu alat seperti jepit
rambut/klip kertas.
b. Perubahan tekanan mendadak-barotrauma, trauma ledakan- atau
karena benda asing dalam liang telinga (aplikator berujung kapas, ujung pena, klip
kertas, dll).
c. Terpapar bising/suara industri yang berintensitas tinggi dan lamanya
paparan.

D. PATOFISIOLOGI SECARA UMUM


Tuli yang disertai gambaran otoskopik dapat disebabkan oleh berbagai jenis trauma,
meliputi kompresi mendadak udara di meatus akustikus eksternus, masuknya benda asing
ke dalam telinga serta trauma kapitis yang menyebabkan fraktura os temporale. Penyebab
yang pertama, kompresi mendadak udara di liang telinga. Suatu kejadian yang tampaknya
ringan, seperti tamparan pada telinga mungkin cukup menyebabkan ruptura membran
timpani. Pasien akan mengalami nyeri telinga yang hebat dan terdapat perdarahan yang
bervariasi pada tepi perforasi. Dapat timbul tuli konduktif dengan derajat yang tergantung
atas ukuran dan lokasi perforasi.
Penyebab yang kedua yaitu masuknya benda-benda asing, seperti kapas lidai atau
ranting-ranting pohon, bila masuk ke dalam meatus akustikus eksternus dapat
menimbulkan cidera yang terasa nyeri, bervariasi dari laserasi kulit liang telinga sampai
destruksi total teinga dalam. Pada trauma hebat, dapat terjadi perforasi membran timpani
disertai perdarahan dan disrupsi tulang-tulang pendengaran, serta pasien akan mengalami
episode vertigo hebat berlarut-larut disertai gejala penyertanya, yang menunjukkan
terkenanya telinga dalam. Trauma yang kurang berat yang menyebabkan tuli konduktif
berupa perforasi membran timpani dengan atau tanpa dislokasi tulang-tulang
pendengaran. (Cody, Kern, Pearson, 1991: 90)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG SECARA UMUM


I. Pemeriksaan dengan Otoskopik
Mekanisme :
-Bersihkan serumen
-Lihat kanalis dan membran timpani
Interpretasi :
- Warna kemerahan, bau busuk dan bengkak menandakan adanya infeksi
- Warna kebiruan dan kerucut menandakan adanya tumpukan darah dibelakang
gendang.
- Kemungkinan gendang mengalami robekan.
II. Pemeriksaan Ketajaman
Test penyaringan sederhana:
-Lepaskan semua alat bantu dengar
-Uji satu telinga secara bergiliran dengan cara tutup salah satu telinga
-Berdirilah dengan jarak 30 cm
-Tarik nafas dan bisikan angka secara acak (tutup mulut)
-Untuk nada frekuensi tinggi: lakukan dgn suara jam

III. Uji Ketajaman Dengan Garpu Tala

Uji weber:

-Menguji hantaran tulang (tuli konduksi)


-Pegang tangkai garpu tala, pukulkan pada telapak tangan
-Letakan tangkai garpu tala pada puncak kepala pasien.
-Tanyakan pada pasien, letak suara dan sisi yang paling keras.

F. PENATALAKSANAAN KEGAWATAN SECARA UMUM


· Pasien diistirahatkan duduk atau berbaring
· Atasi keadaan kritis ( tranfusi, oksigen, dan sebagainya )
· Bersihkan luka dari kotoran dan dilakukan debridement,lalu hentikan perdarahan
· Pasang tampon steril yang dibasahi antiseptik atau salep antibiotik.
· Periksa tanda-tanda vital
· Pemeriksaan otoskopi secara steril dan dengan penerangan yang baik, bila
mungkin dengan bantuan mikroskop bedah atau loup untuk mengetahui lokasi lesi.
· Pemeriksaan radiology bila ada tanda fraktur tulang temporal. Bila mungkin
langsung dengan pemeriksaan CT scan.

G. PENCEGAHAN SECARA UMUM


Higienisitas yang baik seperti mencuci tangan secara teratur, dapat mencegah terjadinya infeksi
aurikula, pasien dilarang menyentuh telinganya dan kuku harus dipotong pendek. (Helmi
Sosialisman dkk,2004)
H.

Kisilevsky Vitally, What to do about Ear Trauma: Investigating the Common Concerns
The Canadian Journal of Diagnosis: Etiopathogenesis. 2012: 111- 117.
2. Kumar P, Clark M. Clinical medicine. 6th ed. Edinburgh: Elsevier Saunders; 2013.
3. Lambert PR., Canalis RF. Anatomy and embryology of the Auditory and Vestibular
Systems. Dalam The Ear Comprehensive Otology., Edited by Canalis RF., Lambert PR.,
Lippincott Williams & Wilkins., Philadelphia. 2014: 2: 17-66.
4. Kolegium Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan leher, Trauma
Telinga, Dalam Modul THT-KL, 2015
5. Francis B. Quinn, Jr., MD, MS(ICS). Temporal Bone Trauma, Grand Rounds
Presentation, UTMB, Dept. of Otolaryngology, October 12, 2012.
6. Lee KJ., Anatomy of the Ear, Dalam Essential Otolaryngology – Head & Neck Surgery.,
9th edition. Appleton & Lange. Connecticut. 2010: 1:1-23.
7. Wallwork, Ben, Black, Bruce, Middle Cranial Fossa Cholesteatoma Following
Temporal Bone Trauma, Australian Journal of Oto-Laryngology, Oktober 2014
8. Wiet RJ., Harvey SA., Bauer GP., Management of Complications of Chronic Otitis
Media. Dalam Otologic Surgery. 2nd Edition., Edited by Brackmann DE., WB Saunders
Company. Philadelphia. 2013: 19: 197-215.
9. Weerda.H, Trauma and Non-inflamatory processes. Surgery of the Auricle,Thieme
Stuttgart New York; 2014.p.24-29
10. Evans Adele Karen, MD, FAAP, Handler Steven D, MD, MBE, Evaluation and
Management of Middle Ear Trauma, November 18, 2014.
11. Neuenschwander Michael.C, MD; Deutsch Ellen.S,MD; Penetrating Middle Ear
Trauma: A report of 2 cases, ENT-Ear,Nose & Throat Journal, January 2012
12. Diaz R, Brodie H, Bailey J Byron , Middle Ear and Temporal BoneTrauma, J, Head &
Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition ,P2058-2077, Lippincott Williams & Wilkins,
2013.
13. Bruno Di Muzio, Dr, Longitudinal temporal bone fractures, on February 13, 2011.
14. Kayoga Ryoji, MD; Ito Ken, MD; Kashio Akinora, MD; Dislocation of Stapes with
Footplate Fracture Caused by Indirect Trauma, Annals of Otology, Rhinology &
Laryngology 119 (9): 628-630, 2014.

Anda mungkin juga menyukai