Gejala Klinis
Beberapa gejala klinis yang timbul pada perforasi membran timpani adalah
Penurunan pendengaran
Sensasi mendengar suara siulan saat meniup telinga atau bersin
Cairan yang keluar dari telinga
telinga dapat terus menerus
menerus
Tanda-tanda infeksi telinga tengah (demam, nyeri, telinga berdenging)
Hilangnya fungsi pendengaran (test pendengaran), hal ini menentukan apakah penderita
membutuhkan alat bantuan pendengaran atau tidak.
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan biasanya adalah, Otoskopi, timpanometri, Test
pendengaran (swabach, webber, dan rinne)
Tatalaksana
Terapi pengobatan pada perforasi membrane timpani ditujukan untuk m engendalikan infeksi pada
telinga tengah. Mengingat juga penyebab dari perforasi yang disebabkan pengobatan sebelumnya.
Penggunaan anti bacterial sebaiknya digunakan jika hasil kultur dan resistensi sudah didapatkan.
Beberapa pengobatan invasive adalah, kauterisasi pada ujung membrane timpani. P enyumbatan
pada lubang baik dengan lemak
l emak atau bahan sintetis yang tidak menimbulkan reaksi tubuh penerima
(timpanoplasty). Pengobatan yang terakhir ini memiliki tingkat keberhasilan 80 hingga 90 %
tergantung dari besarnya perforasi maupun komplikasi yang timbul.
Epidemiologi
Insidensi di populasi belum diketahui, tetapi biasanya terdapat pada Negara-negara berkembang
atau Negara tertinggal, hal ini disebabkan oleh kurangnya faktor gizi, dan tingkat pelayanan
kesehatan dari Negara tersebut.
Etiologi
Penyebab tersering dari perforasi membrane timpani adalah i nfeksi sebelumnya. Infeksi akut pada
telinga tengah seringkali menyebabkan terjadinya kurangnya suplai darah ke membrane timpani
yang seringkali berjalan dengan peningkatan tekanan
tekanan pada telinga dalam, hal ini mengakibatkan
robeknya atau hilangnya jaringan membrane timpani, yang biasanya diikuti dengan rasa nyeri. Jika
robeknya membrane timpani tidak menyembuh maka akan terjadi hubungan antara telinga tengah
dan telinga luar, yang seringkali menyebabkan infeksi yang berulang dan resistensi terhadap
antibiotic yang digunakan berulang kali. Komplikasi yang paling ditakutkan adalah jika infekti telah
menyebar kedalam kepala sehingga
sehingga menimbulkan infeksi di kepala. Penyebab lain dari perforasi
adalah trauma fisik dari telinga, yang tersering adalah pukulan yang keras kearah telinga dalam,
tenaga yang timbul dapat memecahkan atau merobek membran timpani. Beberapa trauma yang lain
adalah, perubahan tekanan pada telinga yang berubah secara mendadak, pada contohnya sering
pada penyelam, yang didahului dengan gangguan pada saluran telinga dan mulut, peradangan
ataupun infeksi.
http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/67/perforasi-membran-timfani
DEFINISI
Perforasi Gendang Telinga ( Eardrum Perforation)
Perforation) adalah suatu keadaan dimana ditemukan
lubang pada gendang telinga. Gendang telinga ( membran timpani)
timpani) merupakan pemisah antara
telinga luar dan telinga tengah. Jika gelombang suara menyentuhnya maka gendang telinga
akan bergetar dan hal ini merupakan awal dari proses perubahan gelombang suara menjadi
impuls saraf yang akan menuju ke otak.
Jika terjadi kerusakan pada gendang telinga maka proses pendengaranpun akan terganggu.
Gendang telinga juga bertindak sebagai penghalang masuknya bahan-bahan dari luar telinga
(misalnya bakteri). Jika terjadi perforasi gendang telinga, maka bakteri dengan mudah akan
masuk ke dalam telinga dan menyebabkan terjadinya infeksi.
menyebar kedalam kepala sehingga
sehingga menimbulkan infeksi di kepala. Penyebab lain dari perforasi
adalah trauma fisik dari telinga, yang tersering adalah pukulan yang keras kearah telinga dalam,
tenaga yang timbul dapat memecahkan atau merobek membran timpani. Beberapa trauma yang lain
adalah, perubahan tekanan pada telinga yang berubah secara mendadak, pada contohnya sering
pada penyelam, yang didahului dengan gangguan pada saluran telinga dan mulut, peradangan
ataupun infeksi.
http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/67/perforasi-membran-timfani
DEFINISI
Perforasi Gendang Telinga ( Eardrum Perforation)
Perforation) adalah suatu keadaan dimana ditemukan
lubang pada gendang telinga. Gendang telinga ( membran timpani)
timpani) merupakan pemisah antara
telinga luar dan telinga tengah. Jika gelombang suara menyentuhnya maka gendang telinga
akan bergetar dan hal ini merupakan awal dari proses perubahan gelombang suara menjadi
impuls saraf yang akan menuju ke otak.
Jika terjadi kerusakan pada gendang telinga maka proses pendengaranpun akan terganggu.
Gendang telinga juga bertindak sebagai penghalang masuknya bahan-bahan dari luar telinga
(misalnya bakteri). Jika terjadi perforasi gendang telinga, maka bakteri dengan mudah akan
masuk ke dalam telinga dan menyebabkan terjadinya infeksi.
PENYEBAB
Lubang pada gendang telinga bisa terjadi jika suatu benda dimasukkan ke dalam telinga
(misalnya cotton-bud ) atau jika suatu benda secara tidak sengaja masuk ke dalam telinga
(misalnya ranting pohon yang terlalu rendah).
r endah). Terjadinya lubang pada gendang telinga juga
bisa disebabkan oleh peningkatan tekanan yang
yang terjadi secara tiba-tiba (misalnya
(misaln ya akibat
ledakan, tamparan atau menyelam) atau oleh penurunan tekanan yang juga terjadi secar a tiba-
tiba.
Infeksi telinga juga bisa menyebabkan perforasi gendang telinga karena terjadi peningkatan
tekanan cairan di dalam
dal am telinga tengah sehingga mendorong gendang telinga dan akhirn ya
terbentuklah lubang pada gendang telinga.
GEJALA
Perforasi gendang telinga menyebabkan nyeri hebat yang timbul secara tiba-tiba, diikuti oleh
perdarahan dari telinga, hilangnya pendengaran dan tinitus (telinga berdenging). Kehilangan
pendengaran akan lebih buruk jika disertai
disertai oleh gangguan pdada rantai tulang pendengaran
atau cedera pada telinga bagian dalam. Cedera pa da telinga bagian dalam juga bisa
menyebabkan vertigo (perasaan berputar).
Dalam waktu 24-48 jam bisa keluar nanah dari telinga, terutama ji ka telinga kemasukan air.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Dengan menggunakan
otoskop,
otoskop, dokter bisa melihat adanya lubang pada gendang telinga.
PENGOBATAN
Untuk mencegah terjadinya infeksi, biasanya diberikan antibiotik per-oral (melalui
per-oral (melalui mulut).
Penderita harus menjaga agar telinganya tetap kering. Jika terjadi infeksi, bisa diberikan obat
tetes telinga yang mengandung antibiotik. Biasanya tanpa pengobatan lebih lanjut, gendang
telinga akan membaik. Tetapi jika dalam waktu 2 bulan tidak terjadi perbaikan, maka per lu
dilakukan pembedahan untuk memperbaiki gendang telinga ( timpanoplasti).
timpanoplasti).
Jika hilangnya pendengaran bersifat menetap, diduga telah terjadi gangguan pada tulang
pendengaran dan harus diperbaiki melalui pembedahan.
PENCEGAHAN
Berhati-hatilah ketika sedang membersihkan telinga dengan menggunakan cotton bud. Jika
telinga kemasukan sesuatu, mintalah bantuan dokter umum/dokter ahli untuk
mengeluarkannya. Obatilah infeksi telinga secara tuntas.
http://sehat-enak.blogspot.com/2010/01/perforasi-gendang-telinga.html
Pendahuluan
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan
keseimbangan), anatominya juga sangat rumit . Indera pendengaran berperan penting pada
partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk
perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan
orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
Deteksi awal dan diagnosis akurat gangguan otologik sangat penting. Di antara mereka yang
dapat membantu diagnosis dan atau menangani kelainan otologik adalah ahli otolaringologi,
pediatrisian, internis, perawat, ahli audiologi, ahli patologi wicara dan pendidik. Perawat
yang terlibat dalam spesialisasi otolaringologi, saat ini dapat memperoleh sertifikat di bidang
keperawatan otorinolaringologi leher dan kepala (CORLN= cerificate in otorhinolaringology-
head and neck nursing).
Perforasi membran timpani permanen adalah suatu lubang pada membran timpani yang tidak
dapat menutup secara spontan dalam waktu 3 bulan setelah perforasi. Upaya penutupan
perforasi membran timpani permanen secara konservatif masih diperlukan oleh karena terapi
secara operatif memerlukan peralatan yang tidak selalu tersedia di rumah sakit kabupaten
atau kota dan memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Ada 3 tipe perforasi membran timpani berdasarkan letaknya, yaitu : 1)Perforasi sentral (sub
total). Letak perforasi di sentral dan pars tensa membran timpani. Seluruh tepi perforasi
masih mengandung sisa membran timpani. 2)Perforasi marginal. Sebagian tepi perforasi
langsung berhubungan dengan anulus atau sulkus timpanikum. 3)Perforasi ati k. Letak
perforasi di pars flaksida membran timpani. Sekret yang keluar dari telinga tengah ke telinga
luar dapat berlangsung terus-menerus atau hilang timbul. Konsistensinya bisa encer atau
kental. Warnanya bisa kuning atau berupa nanah.
Gendang telinga/membran timpani/tympanic membrane/eardrum adalah suatu
membran/selaput yang terletak antara telinga luar dan telinga tengah. Fungsi membran ini
sangat vital dalam proses mendengar. Bila terjadi kerusakan pada membran ini dapat
dipastikan bahwa fungsi pendengaran seseorang ter ganggu. Robeknya membran ini
merupakan salah satu kerusakan yang sering dialami baik pada anak-anak maupun dewasa.
Penyebab robeknya membran ini antara lain disebabkan oleh infeksi telinga tengah(otitis),
trauma baik secara langsung maupun tidak langsung misalnya tertusuk alat pembersih
kuping, suara ledakan yang berada didekat sekali dengan telinga kita, menyelam dengan
kedalaman yang dianggap tidak aman, trauma kepala akibat kecelakaan kendaraan bermotor
dsb. Umumnya tanda dan gejala robeknya gendang telinga antara lain nyeri telinga yang
hebat disertai keluar darah dari telinga (yang disebabkan trauma) sedangkan yang disebabkan
infeksi umumnya terdapat demam yang tak turun-turun, nyeri telinga (otalgia), gelisah dan
tiba-tiba keluar cairan/nanah dengan atau tanpa darah. Untuk memahami hal i ni lebih lanjut,
penting rasanya untuk memahami anatomi dan fisiologi telinga terlebih dahulu secara umum.
Anatomi dan Fisiologi Telinga
Anatomi Telinga Luar
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis a uditorius eksternus,
dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana
timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata.
Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali
lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan
gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan
meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat
dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan
menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga
lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terl ekat. Dua pertiga
medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis . Kanalis auditorius eksternus berakhir
pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula
seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme
pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga.
Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.
Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebela h lateral dan kapsul
otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani
terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran
ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga
tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah)
dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi
udara di bagian mastoid tulang temporal.
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes. Osikuli
dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran
suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang
memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela
oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara.
Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki s tapes ditahan oleh yang
agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah
mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari da lam dapat mengalami kebocoran ke telinga
tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan
telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat
kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan.
Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga
tengah dengan tekanan atmosfer.
Anatomi Telinga Dalam
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk pendengaran
(koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII (nervus fasialis)
dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi.
Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi
posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan
mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir reseptor ini
distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang.
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah
lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Di
dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna mengisinya,Labirin membranosa terendam
dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan
serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas
utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti. Labirin
membranosa memegang cairan yang dina¬makan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang
sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan telinga
dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan
dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin
membranosa. Akibatnya terja¬di aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vesti-bular
nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi kepala dan percepatan l inear merangsang sel-
sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak
oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk),
yang muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis
semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII). Yang
bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis
(nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus mem -bawa nervus tersebut dan asupan
darah ke batang otak.
Membran timpani atau gendang telinga adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan
puncaknya, umbo, mengarah ke medial. Membrana timpani umumnya bulat. Penting untuk
disadari bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum yang mengandung
korpus maleus dan inkus, meluas melampaui batas atas membran timpani, dan bahwa ada
bagian hipotimpanum yang meluas melampaui batas bawah membrana timpani. Membrana
timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, la pisan fibrosa di bagian tengah
dimana tangkai maleus dilekatkan, dan lapisan mukosa dibagian dalam. Lapisan fibrosa tidak
terdapat di bagian atas prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membrana
timpani yang disebut membrana Shrapnell menjadi lemas (flaksid).
Gendang telinga atau membrana tympani adalah selaput atau membran tipis yang
memisahkan telinga luar dan telinga dalam. Ia berfungsi untuk menghantar getaran suara dari
udara menuju tulang pendengaran di dalam telinga tengah.
Gendang telinga secara anatomi dibagi 2 yaitu pars tensa (te gang) dan pars flaksida,
1. Pars tensa, sebagain besar gendang telinga merupakan pars tensa, t erdiri dari 3 lapis,
bagian luar lanjutan kulit liang telinga, di tengah jaringan ikat, dan bagian dalam yang
mengarah ke telinga tengah, merupakan lanjutan mukosa telinga tengah.
2. Pars flaksida, bagian atas gendang telinga (daerah atiq), hanya terdiri dari dua lapis tanpa
jaringa ikat di bagian tengah.
Kerusakan gendang telinga berupa bolong/pecah (perforasi) terutama disebabkan infeksi
telinga tengah (Otitis Media), namun dapat juga karean trauma. Kerusakan pada gendang
telinga dapat menyebabkan tuli yang konduktif. Tuli konduktif adalah hilangnya pendengaran
karena tidak dapat tersampaikannya getaran suara. J enis tuli lainnya yaitu tuli sensorik yang
disebabkan rusaknya sistem saraf pendengaran.
Gendang telinga / membran timpani /tympanic membrane / eardrum adalah suatu
membran/selaput yang terletak antara telinga luar dan telinga tengah. Fungsi membran ini
sangat vital dalam proses mendengar. Bila terjadi kerusakan pada membran ini dapat
dipastikan bahwa fungsi pendengaran seseorang ter ganggu. Robeknya membran ini
merupakan salah satu kerusakan yang sering dialami baik pada anak-anak maupun dewasa.
Penyebab robeknya membran ini antara lain disebabkan oleh infeksi telinga tengah(otitis),
trauma baik secara langsung maupun tidak langsung misalnya tertusuk alat pembersih
kuping, suara ledakan yang berada didekat sekali dengan telinga kita, menyelam dengan
kedalaman yang dianggap tidak aman, trauma kepala akibat kecelakaan kendaraan bermotor
dsb. Umumnya tanda dan gejala robeknya gendang telinga antara lain nyeri telinga yang
hebat disertai keluar darah dari telinga (yang disebabkan trauma) sedangkan yang disebabkan
infeksi umumnya terdapat demam yang tak turun-turun, nyeri telinga (otalgia), gelisah dan
tiba-tiba keluar cairan/nanah dengan atau tanpa darah.
Umumnya dokter THT akan menangani keadaan akut ini dahulu dengan meredakan gejala
dan sumber penyebabnya sambil dievaluasi kondisi membran/gendang telinganya. Bila gejala
dan sumber penyebabnya telah tertangani dan dalam penilaian selama 1 bulan gendang
telinga ini tidak menutup spontan, biasanya akan disarankan penutupan gendang telinga ini
melalui prosedur pembedahan/operasi (tentu setelah dievaluasi manfaat penutupan membran
ini diharapkan dapat mengembalikan fungsi pendengaran, mencegah baha ya infeksi berulang
pada telinga tengah)
Epidemiologi
Membran timpani lebih sering mengalami trauma dibandingkan dengan telinga tengah atau
telinga dalam. Tetapi biasanya dalam derajat keseriusan yang rendah. Insidensi pertahun dari
perforasi traumatik bervariasi antara 1,4-8,6 per 100,0000. Hal ini timbul pada semua
kelopok umur dengan predisposisi pada anak yang lebih s ering dibandingkan dengan
kebiasaan memasukkan benda asing ke dalam kanalis aurikula eksternal. Laki-laki dewasa
muda lebih sering mengalami cedera perforasi. Hal ini dikarenakan meningkatnya kekerasan
domestik, wanita yang secara meningkat menjadi korban dari tamparan tangan terbuka
dengan perforasi TM setelahnya.
Ketergantungan terhadap trasportasi telah secara besar meningkatkan resiko dari cedera
kepala. Telah dijumlahkan sekitar 30-75% dari cedera kepala tumpul dikaitkan dengan lesi
tulang temporal. Luka tembak berada dalam sumber yang meningkat dari trauma tulang
temporal. Peningkatan mortalitas lebih sering terlihat dalam kelompok ini dikarenakan
tingginya keterkaitan dengan trauma intrakranial. Peraturan pemerintah yang baru dalam
penggunaan keamanan dan tempat duduk anak-anak untuk MVAs dan proteksi kepala untuk
kendaraan sangat menguntungkan sebagai bentuk dari pencegahan sekunder. Ketergantungan
pada transportasi kendaraan bermotor telah menambah peningkatan resiko akan terjadinya
cedera kepala.
Etiology
Perforasi TM timbul oleh mekanisme yang bervariasi dan sumber energi, dan untuk itu dapat
menjadi berbagai bentuk dan ukuran. Mereka dijelaskan dalam kaitannya dengan empat
kuadran TM yang dibedakan dari tangan malleus. Ukuran secara normal dijelaskan sebag ai
persentase perforasi (40% perforasi) atau secara langsung untuk perforasi yang kecil (contoh,
2, 3, atau 4 mm perforasi). Klasifikasi lebih jauh dari perforasi marginal versus sentral adalah
penting untuk management selanjutnya.
Cedera Kompressi:
Perubahan mendadak dalam tekanan udara sebagaimana dengan perubahan gradual
(barotrauma) dapat menimbulkan kerusakan TM yang signifikan. Cedera akibat ledakan lebih
berat ketika refleksi sedikit atau kerusakan dari gelombang energi ledakan pada rute TM.
Kecelakaan ski air seringkali terlihat selama musim panas. Perubahan pada tekanan air
selama penyelaman dapat menimbulkan cedera tipe tekanan.
Cedera Tembus:
Penyebab sering kedua dari perforasi TM termasuk Q-tips, bobby pins, kunci, dan klip kertas
yang seringkali digunakan untuk membersihkan saluran telinga l uar
Cedera Suhu:
Pada komunitas industri, In industrial communities such as ours, hot welding slag is
occasionally encountered as the culprit for TM injuries. Dikarenakan kerusakan jaringan dan
dikaitkan dengan resiko infeksi, hal ini dirasakan untuk menjadi kurang setuju jika hanya
mendapatkan terapi observasi
Cedera listrik:
Konduksi elektrik yang instan dari sengatan listrik diduga dapat menyebabkan kerusakan
pada TM baik berupa penekanan atau perubahan tekanan rarefaksi. Cedera ini juga kurang
untuk bisa sembuh dengan sempurna.
Traumatic Perforasi
TM yang dapat terluka dalam berbagai cara. Skenario seringkali melibatkan orang yang
membersihkan telinga dengan alat, yang akan dijelaskan pada bab akhir nanti, adalah cara
pertama yang langsung, cedera penetrasi. Sering kali, orang kedua kurang hati-hati
menyikutkan sikunya ke telinga hingga menyebabkan cedera. Penyebab lai n adalah ledakan
membran karena tamparan atau kepalan tangan ke telinga. Jenis perforasi ini biasanya di
anterior dan inferior. anggota keluarga yang Kasar mungkin terlibat, dan kadang-kadang, dgn
menyedihkan, korban akan mencoba untuk menyembunyikan setiap detail kejadian s aat
datang ke kantor. Kecelakaan menyelam dan ski air mungkin juga dapat meledakkan drum.
Jarang, sebuah ledakan kuat di dekat telinga juga dapat meledak pada drum, akustik biasanya
menyebabkan kerusakan pada labirin juga. Akhirnya, particle panas dapat menembus TM,
mengkauterisasi ujung-ujungnya seperti berjalan melalui ke dalam telinga. Dalam hal ini,
penyembuhan yang spontan sangat jarang dan infeksi berulang dan drainase dapat terjadi.
Perforasi trauma berbeda dalam ukuran dan lokasi. Beberapa mungkin akan sulit untuk
dilihat pada pemeriksaan. Mereka mungkin kecil dan tersembunyi di balik exudates atau
sumbatan darah atau juga akan dikaburkan dengan tulang punuk dari kanal anterior dinding.
Jika pemeriksa dapat melihat bagian dari drum, yang pneumatic otoscope, dengan udara yang
cukup di kanal, merupakan kunci untuk diagnosa. TM yg tak bergerak akan terlihat dengan
perforasi. ( sangat berbakat TM atau lem tglue ear juga dapat menampilkan imobilitas).
Sebaliknya, jika drum adalah mobile, tidak ada perforasi.
Perforasi Membran Timpani biasanya hadir pada pars tensa. Perforasi P ars flaccida umumnya
terkait dengan epitympanic cholesteatoma. Jika perforasi membrane timpani tidak sembuh
secara spontan, lapisan epithelial dan mucosal merayap dan bertemu di sepanjang batas-batas
yang perforasi. komunikasi patologi ini terletak di tengah dan telinga luar dan dapat dianggap
sebagai “hiliran udara yang benar.” Dengan adanya perforasi membrane timpani, pasien akan
terganggu berulang karena infeksi telinga dan keluar air dari telinganya.
Kapanpun membran timpani yang didiagnosis perforasi, tiga hal berikut harus menjadi
pertimbangan dipenuhi: 1) Pada tingkat yang perforasi situs, ukuran, dan sisanya dari
keadaan di sekitar membran timpani perforasi harus ditentukan. 2) Pada tingkat tengah
telinga, keadaan mucosa, kondisi yang ossicular rantai (jika mungkin), dan keberadaan atau
ketiadaan epithelialization harus dievaluasi. 3) pemeriksaan otoscopic harus dilengkapi
dengan audiometry nada murni untuk memiliki pemahaman yang lebih baik dari ossicular
rantai (kemungkinan erosi yang incus, ketetapan dari rantai).
Perforasi Pars tensa dapat berupa sentral atau marjinal. Perforasi Marginal terletak di
pinggiran dari membran timpani dengan ketidakhadiran dari annulus fibrosus. Perforasi
Marginal dianggap “tidak aman” karena kulit yang berhubungan dgn kanal eksternal, karena
ketiadaan dari annulus, dapat dengan mudah maju ke arah telinga, sehingga menimbulkan
cholesteatoma.
Pemeriksaan Otoscopic sering dapat menentukan persambungan antara kulit dan mucosa
pada batas-batas perforasi membran timpani. Pada persambungan ini squamous epithelium
memiliki “seperti beludru” penampilannya. Adanya cincin merah de-epithelialized sepanjang
perforasi rim menunjukkan evagination dari mucosa ke arah luar permukaan membran
timpani residu. Namun, invagination dari kulit terhadap sisa permukaan membran timpani
lebih sulit untuk didiagnosa. Migrasi kulit ini disukai dengan atrophi mucosa yang terjadi
sebagai akibat dari perforasi. Pada saat myringoplasty, perforasi tidak hanya meninggalkan
kulit yang terperangkap pada permukaan drum, tetapi juga sangat mengurangi risiko yang
dapat mengakibatkan iatrogenic cholesteatoma.
Tempat perforasi tidak dapat dikaitkan dengan pola audiomerik tertentu. Namun, secara
umum diamati bahwa kehilangan pendengaran terjadi di frekuensi yang lebih rendah dan
perforasi untuk ukuran yang sama, kehilangan pendengaran lebih sering terjadi lagi di
perforasi posterior dibandingkan di anterior .
Mayoritas posttraumatic dan postotitic perforasi sembuh spontan. Ketika bagian besar dari
membran timpani yang hilang atau bila infeksi kronis atau berulang terjadi, perforasi dapat
menjadi permanen. Dalam kasus ini, membran timpani harus diperbaiki (myringoplasty)
untuk mengembalikan fisiologi normal telinga.
Pada semua perforasi trauma, kerusakan telinga tulang kecil bagian tengah, dengan oval atau
jendela sepanjang perpecahan, mungkin terjadi. Lihat untuk kehilangan pendengaran dengan
inordinate yang besar (> 35 dB HL) atau keberadaan vertigo sebagai petunjuk. Tes Weber
dan tes Rinne bermanfaat di sini. Kebanyakan trauma perforasi (mungkin 90%) dapat sembuh
spontan. Hindari diri dari air dan observasi awal a dalah satu-satunya perawatan yang
diperlukan. obat tetes telinga antibiotik Topical mungkin ditunjukkan jika drainase dan
infeksi ada. Trauma perforasi yang sangat besar s edikit sekali untuk sembuh. Hal Ini akan
memerlukan pembedahan jika mereka tidak menunjukkan tanda-tanda penutupan setelah
pengamatan selama beberapa bulan.
Perforasi dari Infeksi Akut
Trauma yang paling sering terjadi adalah perforasi, untungnya , yang paling shortlive. Hal Ini
adalah salah satu yang dihasilkan dari otitis media akut. Disini, TM jadi merah, basah, dan
pembukaan kecil tersebut tidak selalu terlihat. Hampir semua ini dapat sembuh dalam
beberapa hari, dengan asumsi yang diberikan antibiotic. Sebuah pengceualian timbul dengan
langka, agresif, necrotizing otitis media akut.
Hal Ini biasanya disebabkan oleh streptococcus beta dalam kait annya dengan keparahan
seperti infeksi virus campak. Di negara-negara lain, demam berdarah masih menjadi
penyebabnya. Dalam kasus ini, sebagian besar perforasi tetap dibuat. Nekrosis dari TM
sentral secara typikal besar meninggalkan bentuk ladam-lubang yang besar di drum
disekeliling manubrium. Pada era pra-antibiotik hal ini merupakan salah sa tu penyebab kronis
perforasi.
Chronic Perforasi
Perforasi yang Lama dapat dilihat pada pasien yang mengalami masaalah tuba Eusta chio
bercampur dengan masalah infeksi bertahun-tahun. Ventilasi tuba mungkin telah dimasukkan
berulang kali. sekitar TM seringkali menebal dan berparut. Individu yang terkena mempunyai
kehilangan pendengaran konduktif dan mungkin timbul dengan drainase berulang melal ui
perforasi.
Episode dari drainase ini (otorrhea) sering dilakukan oleh air di dalam telinga atau infeksi
pernafasan atas. exudates biasanya mempunya organism yang sama seperti yang terlihat pada
otitis eksterna, yaitu Pseudomonas, Staphylococcus, Proteus, dan Enterobacter. Secara
insidentil, otorrhea dari infeksi telinga tengah dapat menyebabkan otitis eksternal, sebagai
pengecualian terhadap pernyataan kami bahwa kebanyakan masalah telinga hanya melibatkan
satu “komponen”.
Otorrhea Persisten atau berulang melalui perforasi dikenal sebagai otitis media kronis
suppurative. Topical antibiotik / steroid obat tetes telinga dapat membersihkan drainase.
Tympanoplasty, bedah rekonstruksi TM (dan eroded ossicles , jika diperlukan), dapat
dilakukan jika dan ketika tidak ada infeksi. Sering ada mastoiditis kronis di rongga
berdekatan, dan mastoidectomy dapat menyertai prosedur ini.
Dengan munculnya AIDS di dekade belakangan ini, oti tis media tuberculosis menyebutkan
hal ini. Hal Ini sangat jarang yang biasanya dimulai dengan tidak adan ya rasa sakit dari
penipisan TM diikuti oleh beberapa perforasi, dengan jelas keluarnya. Kehilangan
pendengaran ini besar secara inordinate dikarenakan keterlibatan telinga dalam dengan basil.
Temuan ini harus curiga dan waspada, dan kultur yang positif untuk pewarnaan organisme
asam akan mengkonfirmasikan diagnosis.
Summary
Sesuai menurut perforasi secara umum, penyebab, dapat dipastikan dari riwayat pasien,
pengobatan dan penentuan prognosis. Yang otitis media akut, jika bukan jenis streptococcal
necrotizing, akan sembuh, terutama jika infeksi akan dibersihkan dengan antibiotic oral. Pada
kenyataannya, antibiotics awal membantu necrotisasi. Jangan lupa untuk mengevaluasi
pendengaran. Kehilangan pendengaran sebesar (> 35 dB HL) dapat menunjukkan kerusakan
trauma ossicular; ini juga perlu perhatian pembedahan. Akhirnya, beberapa perforasi
menunjukkan tuberkulosis, terutama di hadapan AIDS.
Keberadaan sebuah lubang membran timpani yang tidak sembuh secara spontan kronis
seperti otitis
media merupakan cacat anatomis dan fungsional yang memerlukan koreksi bedah dalam
mayoritas kasus. Myringoplasty ditunjukkan dalam kasus dengan dan tanpa otorrhea, dengan
kecil atau besar udara-tulang, dan tanpa batas usia . Hal ini dikontraindikasikan ketika
perforasi membran timpani hadir hanya dalam liang telinga.
Canalplasty dilakukan kapanpun tulang punuk dari saluran luar hadir yang membatasi kontrol
dari batas perforasi. Jika reperforation terjadi setelah myringoplasty (sekitar 5% dari kasus),
revisi operasi yang diindikasikan setelah beberapa bulan. Hasil operasi pertama dan kedua
dari segi graft
yang diambil dan reperforasi biasanya secara umum sebanding.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok studi otologi PERHATI – KL. Panduan Penatalaksanaan Baku Otitis Media
Supuratif Kronik (OMSK) di Indonesia. Jakarta, Mei, 2002.
2. Browning G.G. Aetiopathology of Inflammatory Conditions of the External and Middle
Ear. In: Scott-Brown’s Otolaryngology. 6th edition. Vol. 3. Butterworth-Heinemann, 1997;
3/3/15.
3. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Dalam: Helmi. Otiti s Media Supuratif Kronis. Balai
Penerbit FK-UI, Jakarta, 2005; 55 – 7.
4. World Health Organization. Chronic suppurative otitis media: Burden of Illness and
Management Options. Geneva, Switzerland, 2004.
5. Murakami Y. Surgical anatomy and pathology for reconstructive middle ear surgery. In:
Suzuki JI et al. Reconstructive Surgery of the Middle Ear. Elsevier , Amsterdam, 1999, 116 –
8.
6. Healy G.B., Rosbe K.W. Otitis Media and Middle Ear Effusions. In: Ballenger’s
Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery, Sixteenth edition, BC. Decker, Hamilt on,
Ontario, p. 249-50.
7. Adenan A. Kumpulan Kuliah Telinga. Bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
8. Ovesen T., Borglum J.D. New Aspects of Secretory Otitis Media, Eustachian Tube
Function and Middle Ear Gas. Ear, Nose and Throat Journal; Sep 1998; 77, 9; 770-6.
9. Ryan A.F., Juhn S.K., Andalibi A., et al. Biochemistry. In: Lim DJ, ed. Recent Advances
in Otitis Media Report of The Eighth Research Conference, The Annals of Otology,
Rhinology and Laryngology; Jan 2005; 114, 1; 50-4.
10. Sato K., Nonomura N., Kawana M., Nakano Y. Course of IL-1ß, IL-6, IL- 8, and TNF- α
in the Middle Ear Fluid of the Guinea Pig Otitis Media Model Induced by Nonviable
Haemophilus Influenzae. The Annals of Otology, Rhinology & Lar yngology; Jun 1999; 108,
6; 559-63.
http://satriaperwira.wordpress.com/2010/07/06/perforasi-membran-timpani/
A. Pengertian
Perforasi membrana timpani biasanya disebabkan oleh trauma atau infeksi. Sumber trauma
meliputi fraktur tulang tengkorak, cedera ledakan, atau hantaman keras pada telinga. Perforasi
lebih jarang, disebabkan oleh benda asing ( mis lidi kapas, peniti, kunci ) yang didorong terlalu dalam
kedalam kanalis auditorius eksternus. Selain perforasi membrana timpani, cedera terhadap osikulus
dan bahkan telinga dalam dapat terjadi akibat tindakan ini, jadi,usaha pasien untuk membersihkan
kanalis auditorius esternus sebaiknya dilarang. Selama infeksi, membrana timpani dapat mengalami
ruptur bila tekanan dalam telinga tengah lebih besar dari tekanan atmosfer dalam kanalis auditorius
eksternus.
B. Anatomi Fisiologi
Telinga tengah tersusun atas membrana timpani ( gendang telinga ) disebelah lateral dan kapsul
otik disebelah medial, celah telinga tengah terletak diantaranya. Membrana timpani terletak pada
akhiran kanalis auditorius esternus dan menandai batas lateral telinga tengah. Membran ini, yang
diameternya sekitar 1 cm dan sangat tipis, normalnya berwarna kelabu mutiara dan translusen.
Telinga tengah merupakan rongga berisi udara yang merupakan rumah bagi osikuli ( tulang
telinga tengah ) dan dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring. Juga berhubungan dengan
beberapa sel berisi udara dibagian mastoid tulang temporal. Telingah tengah mengandung tiga
tulang terkecil ( osikuli ) ditubuh : maleus, inkus dan stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya
oleh persediaan, otot, dan likamin, membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil( jendela oval)
didinding media telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian
dataran kaki stapes menjejak pada jendela oval, dimana suara dihantarkan ketelinga tengah. Jendela
bulat memberikan jalan keluar getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana yang sangat
tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh anulusyang sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan
olehanulus yamg agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. Baik anulus jendela bulat maupun
jendela oval sangat mudah mengalami robekkan. Bila ini terjadi, cairan dari telingah dalam dapat
Tuba eustachii, yang lebarnya sekitar satu mellimeter dan panjangnya sekitar tiga lima
namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manufer falsalfa atau dengan
menguap atau menelan. Tuba bertindak sebagai saluran drainase untuk sekresi abnormal telinga
tengah dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.
C. Patofisiologi
Kuman masuk kebagian eksterna melalui lobang telinga atau melalui tuba eustaci kemudian
menimbulkan infeksi. Infeksi labrinth (telinga interna) merupakan perluasan telinga media, pengaruh
Infeksi dari telinga dari telinga luar, otitis eksterna seringkali oleh bakteri (stavilokokus, gram
negatif organisme atau fungus). Sejenis dermatitis seborrhcic dapat disebabkan karena pemakaian
earkone yang lama. Infeksi terjadi pada selaput rongga telinga, membengkak dan getah radang
dapat mengisi saluran. Furunkel dapat juga tumbuh pada saluran. Rasa sakit terjadi karena tekanan
pada kulit yang sangat sensitif, menghebat sakitnya karena tidak ada ruang untuk menggelembung
dalam saluran yang bertulang. Kegiatan berenang terutama pada air yang terkontaminasi sangat
mungkin bisa menimbulkan infeksi telinga luar. Infeksi telinga tengah, otitis media merupakan
gangguan yang paling sering terjadi. Infeksi bisa serous, purulen, akut dan kronik, otitis media yang
serous dapat terjadi karena terkumpulnya serum yang steril didalam telinga tengah bila tuba eustacii
tersumbat oleh infeksi yang terdahulu atau alergi. Otitis media urolenta terjadi karena infeksi bakteri
bisa akut atau kronis. Yang kronis bisa menjalar mastoid, menimbulkan mastoiditis kronis
menyebabkan nekrose kepada gendang telinga, atau radang tulang t elinga, timbul tuli.
Mastoiditis akut jarang terjadi karena pengobatan otitis media akut dengan antibiotik. Persaman
dengan mastoititis kronik dapat tumbuh cholestheatoma (tumor jinak) yang merupakan kantong
berisi kotoran yang infeksi. Tumor ini bisa timbul kembali bila diangkat.
D. Manifestasi Klinik
Gejala otitis media dapat berfariasi beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan sementara atau
sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa, dan mungkin terdapat otalgia.
Spontan membrana timpani atau setelah miringotomi (insisi membrana timpani). Gejala lain dapat
berupa keluarnya cairan dari telinga, demam, kehilangan pendengaran, dan tinitus. Pada
pemeriksaan otoskopis, karena auditorius asternus sering tampak normal, dan tak terjadi nyeri bila
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh dalam telinga atau perasaan
bendungan, dan bahkan suara letup atau berdering, yang terjadi ketika tuba eustacii berusaha
membuka. Membrana timpani tampak kusam pada ostokopi, dan dapat terlehit gelembung udarta
dalam telinga tengah. Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan pendengaran konduktif.
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengasran dan terdapat otorea
interniten atau persisten yang berbau busuk biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis
akut, dimana daerah post-aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema.
Kolesteatoma, sendiri, biasanya tidak menyebabkan nyeri. Evaluasi otoskopik membran timpani
memperlihatkan adanya porforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih dibelakang
membran timpani atau keluar kekanalis eksternus luang perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak
terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil audiometri pada kasus kolesteatoma sering
E. Diagnosis Penunjang
Kebanyakkan perforasi membrana timpani dapat sembuh spontan dalam beberapa minggu
setelah ruptur, meskipun ada beberapa yang baru sembuh setelah berbulan-bulan. Selama proses
penyembuhan telinga harus dilindungi dari air. Ada perforasi yang menetap karena terjadi
pertumbuhan jaringan parut pada tepi perforasi, sehingga menghambat penyebaran sel epitel
melintasi batas dan akhir penyembuhan. Perforasi yang tak dapat sembuh dengan sendirinya
memerlukan pembedahan. Bila terjadi cedera kepala atau patah tulang temporal, pasien harus
diobservasi bila ada cairan serebrospinal otorea atau rinorea-cairan jernih cair dari telinga atau
hidung.
Pasien harus dilindungi dari air ketika terjadi perforasi membrana timpani. Keputusan
mencegah potensial infeksi dari air yang memasuki telinga atau keinginan memperbaiki
pendengaran pasien. Terdapazt berbagai pembedahan semua pada dasarnya dengan meletakkan
pada lubang porforasi untuk memungkinkan penyembuhan. Pembedahan biasanya berhasil
menutup porforasi secara permanen dan memperbaiki pendengaran, biasanya dilakukan pada
Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung efektifitas terapi (mis dosis antibiotik oral yang
diresepkan dan durasi terapi), virulensi bakteri dan status fisik pasien. Dengan terapi antibiotika
spektrum luas yang tepat dan awal, otitis media dapat hilang tanpa gejala sisa yang serius. Bila
terjadi pengeluaran cairan, biasanya perlu diresepkan preparat otik antibiotika. Kondisi bisa
berkembang menjadi subakut ( mis berlangsung tiga minggu sampai tiga bulan ), dengan
pengeluaran cairan purulen menetap dari telinga. Jarang sekali terjadi kehilangan pendengaran
permanen. Komplikasi sekunder mengenai mastoit dan komplikasi intrakranier serius, seperti
Otitis media serosa tidak perlu ditangani secara medis kecuali terjadi infeksi (otitis media akut).
Bila kehilangan pendengaran yang berhubungan dengan efusi telinga tengah menimbulkan masalah
bagi pasien maka bisa dilakukan miringotomi dan dipasang tabung untuk menjaga telinga tengah
tetap terventilasi. Kortikosteroid, dosis rendah, kadang dapat mengurangi edema tuba eustacii pada
kasus barotrauma.
Penanganan meliputi pembersihan hati-hati telinga mengunakan mikroskop dan alat pengisap.
Pemberian tetes antibiotika atau pemberian bubuk antibiotik sering membantu bila ada cairan
purulen. Antibiotik sistemik biasanya tidak diresepkan kecuali pada kasus infeksi akut.
F. Klasifikasi
1. Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah. Penyebab utama otitis media akut adalah
masuknya bakteri patogenik kedalam telinga yang normalnya steril. Paling sering terjadi bila terjadi
disfungsi tuba eustacii seperti obtruksi yang diakibatkan oleh infeksi saluran pernapasan atas,
inflamasi jaringan disekitarnya (mis sinusitis, hipertropi adenoit), atau reaksi alergi (mis rinitis
alergika). Bakteri yang umum ditemuakn sebagai organisme penyebab adalah streptokokus
pneumoniae, hemophylus influensae, dan maroksella catarhaelis. Cara masuk bakteri pada
kebanyakkan pasien kemungkinan melalui tuba eustacii akibat kontaminasi sekresi dalam nasofaring.
Bakteri juga dapat masuk telinga tengah bila ada porforasi membran timpani. Eksudat purulen
2. Otitis media serosa (efusi telinga tengah) mengeluarkan cairan, tanpa adanya infeksi aktif, dalam
telinga tengah. Secara teori, cairan ini sebagai akibat tekanan negatif dalam telinga tengah
disebabkan obstruksi tuba eustacii. Kondisi ini ditemukan terutama pada anak-anak, perlu dicatat
bahwa, bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang mengdasari terjadinya disfungsi tuba
eustancii harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah menjalani radioterapi
dan barotrauma (mis penyelam) dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustacii akibat infeksi atau
alergi saluran napas atas yang terjadi. Barotrauma terjadi bila terjadi perubahan tekanan mendadak
dalam telinga tengah akibat perubahan tekanan barometrik, seperti pada penyelam atau saat
pesawat udara turun, dan cairan terperangkap didalam telinga tengah. Karnisoma yang menyumbat
tuba eustacii harus disingkirkan pada orang dewasa yang menderita otitis media serosa unilateral
menetap.
3. Otitis media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan ireversibel dan
biasanya disebabkan karena episode berulang otitis media akut. Sering berhubungan dengan
perforasi menetap membrana timpani. Infeksi kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkan
kerusakan membrana timpani. Infeksi kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkankerusakkan
membrana timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan
mastoid. Sebelum penemuan antibiotika, infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa.
Sekarang, penggunaan antibiotika yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan
mastoiditis koaleses akut menjadi jarang. Kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang ditemukan
pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan mengalami infeksi
telinga yang tidak ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering, dan beberapa ahli infeksi kronik ini
(epitel skuamosa) dari lapisan luar membran timpani ketelinga tengah. Kulit dari membran timpani
literal membentuk kantong luar, yang berisi kulit yang telah rusak dan bahan sebaseus. Kantong
dapat melekat pada struktur telinga tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani olesteatoma dapat
tumbuh terus dan menyebabkan paralisis nerfuspasealis, kehilangan pendengaran sensorik neural
dan atau gangguan keseimmbangan (akibat erosi telinga dalam), dan abses otak.
G. Penatalaksanaan
1. Medis
Secara sistemik diberikan antibiotik, analgetik dan antiinflamasi. Untuk stadium tiga sampai stadium
Secara lokal: pada stadium hiperemi diberikan antibiotik tetes, kecuali pada bayi harus segera
dilakukan parasintesis bila terdapat bulging lakukan parasintesisuntuk melancarkan reinase, yaitu
Dengan menggunakan kapas lidi. Tindakan ini dianjurkan sesering seringnya bila ada otore. Dapat
dianjurkan pada penderita atau orang tua penderita yang mempunyai intelegensia yang cukup.
Displaseme metode dapat dengan menggunakan larutan hidrogen peroksid (H2O2) 3%, karena
Bila mungkin sekret dihisap secara hati-hati dengan menggunakan jarum kecil, plastik, misalnya
jarum BWG no 16 dan 18 yang ujungnya diberi karet kateter nelatom yang kecil atau karet pentil.
Semua tindakan pembersihan tersebut sebaiknya diberikan sambil dilihat dan hati-hati untuk
b. Pengobatan lokal diberikan antibiotik tetes telinga. Pemberian antibiotik tetes telinga hampir tidak
gunanya apabila masih ada otore yang produktif. Karena itu memberikan antibiotik lokal dianjurkan
setelah dilakukan tekhnik lokal. Harus diterangkan dulu cara pemakain H2O2 3 % kedalam telinga
yang sakit kemudian dibersihkan dengan kapas lidi baru setelah itu masukkan antibiotik tetes
telinga dengan cara kepala dimiringkan dan ragus titekan supaya obat tetes masuk kedalam.
c. Antibiotik yang adekuat oral atau parenteral. Ini diberikan apabila ada eksaserbasi akut yang
2. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Setelah ISPA
Demam
Letargi
Pemeriksaan otoskopik pada OMA menunjukkan membran utuh yang tampak merah terang dan
menonjol, tanpa garis tulang yang dapat dilihat atau refleks sinar; pada OME dapat ditemukan
lubang kecil, membran abu-abu dangkal, garis samar-samar, dan tingkat cairan yang dapat dilihat
atau meniskus dibelakang gendang telinga bila terdapat udara diatas cairan.
Kehilangan pendengaran
Kesulitan berkomunikasi
b. Diagnosa Keperawatan
Sasaran pasien 1 : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri/ketidaknyamanan sampai tingkat yang
dapat diterima
c) Pilih tindakan kenyamanan lokal berdasarkan tingkat kerjasama dan ketentuan-ketentuan untuk
dengan handuk) diatas telinga dengan berbaring pada sisi yang sakit untuk meningkatkan rasa
nyaman.
e) Beri kantong es diatas telinga yang sakit untuk mengurangi edema atau tekanan
Tidur dan istirahat dengan tenang dan tidak menunjukkan tanda-tanda kenyamanan
infeksius
Intervensi keperawatan/rasional
d) Jelaskan bahwa meskipun gejala biasanya kurang dalam 24-48 jam, infeksi tidak akan hilang
h) Anjurkan untuk meniup hidung denganperlahan selama infeksi pernapasan atas bukan meniup
hidung dengan keras karena resiko pemindahan dari tuba eustachius ketelingah tengah
i) Gunakan perminan meniup atau mengunyah permen karet untuk meningkatkan aerasi telinga tengah
j) Hilangkan asap tembakau dan alergen yang diketahui atau yang potensial dari lingkungan
Sasaran pasien 2 : pasien tidak mengalami komplikasi penyakit atau modalitas tindakan
Intervensi keperawatan/rasional
a) Bersihkan kanalis eksternal dari drainase dengan usapan kapas steril atau lidi kapas yang dimasukkan
b) Jika drainase-nya banyak, bersihkan eksudat dari telinga dan kulit sekitarnya serta berikan barier
c) Jika sumbu atau gulungan kasa kecil telah dimasukkan kedalam telinga setelah pembedahan :
Jaga agar kasa atau sumbu tersebut cukup longgar untuk memungkinkan keluarnya drainase dari
Jaga agar sumbu tersebut tidak basa ketika mandi atau berkeramas.
d) Jelaskan penggunaan penyumbat telinga jika dianjurkan oleh dokter, jika sedang memakai selang
e) Memberi tahu praktisi bila grommet ( biasanya kecil, putih, selang plastik berbentuk kumparan )
f) Jelaskan bahwa hal ini normal dan tidak memberikan intervensi yang segera.
g) Jelaskan pada keluarga tentang komplikasi OM yang potensial yang dapat terjadi karena pengobatan
Kolesteatoma ( lesi seperti kista yang dapat masuk dan merusak struktur auditorius sekitarnya )
Spray pengerut mukosa nasal atau dekongestan oral dapat diberikan bila anak mengalami ISPA
Ketika turun dari pesawat dan makan, berikan air, atau permen karet.
3) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit dan hospitalisasi pasien, kehilangan
pendengaran sementara
Sasaran pasien ( keluarga ) 2 : keluarga menjukkan perilaku koping yang positif terhadap pasien
a) Jelaskan bahwa kehilangan pendengaran sementara adalah hal yang umum pada OM karena
b) Beri tahu keluarga tentang kemungkinan perubahan perilaku pada saat kehilangan pendengaran,
c) Beri tahu keluarga bahwa pasien tidak mengabaikan mereka tau salah berperilaku, pasien mungkin
d) Bicara lebih keras, pada jarak lebih dekat, dan menghadap ke pasien.
e) Dorong evaluasi lebih lanjut bila kehilangan pendengaran bersifat menetap melewati tahap akut dari
penyakit tersebut.
Hasil yang diharapkan
http://alam414m.blogspot.com/2012/04/askep-perforasi-membran-timpani.html
Perforasi sentral (sub total). Letak perforasi di sentral dan pars tensa membran timpani.
Seluruh tepi perforasi masih mengandung sisa membran timpani.
Perforasi marginal. Sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan anulus atau sulkus
timpanikum.
Perforasi atik. Letak perforasi di pars flaksida membran timpani.
Sekret yang keluar dari telinga tengah ke telinga luar dapat berlangsung terus-menerus atau
hilang timbul. Konsistensinya bisa encer atau kental. Warnanya bisa kuning atau berupa
nanah.
Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan kelanjutan dari otitis media supuratif sub
akut dan otitis media supuratif akut (OMA). Hal ini disebabkan oleh :
Terapi otitis media supuratif kronik (OMSK) memiliki beberapa kesulitan. Diantaranya
membutuhkan waktu yang lama, gejala sering berulang, sekret yang keluar tidak cepat kering
dan sekret yang selalu kambuh. Masalah ini dapat disebabkan :
Perforasi membran timpani. Perforasi membran timpani yang permanen menyebabkan telinga
tengah terpapar langsung & terus-menerus oleh dunia luar.
Sumber infeksi. Sumber infeksi yang masih ada dapat terjadi pada nasofaring, faring, hidung
dan sinus paranasalis.
Jaringan patologik. Jaringan patologik yang ireversibel telah terbentuk dalam rongga mastoid.
Gizi & higiene. Status gizi dan higiene pasien yang kurang.
Terapi otitis media supuratif kronik (OMSK) tergantung dari jenisnya. Prinsip terapi otitis
media supuratif kronik (OMSK) benigna dengan cara konservatif (medikamentosa)
sedangkan otitis media supuratif kronik (OMSK) maligna dengan cara pembedahan.
Ada 3 cara terapi konservatif (medikamentosa) otitis media supuratif kronik (OMSK)
benigna, yaitu :
Obat pencuci telinga. Bahannya H2O2 3%. Berikan selama 3-5 hari. Pengobatan ini kita
berikan bila sekret telinga keluar terus-menerus.
Obat tetes telinga. Lanjutkan memberikan obat tetes t elinga yang mengandung antibiotik &
kortikosteroid setelah sekret yang keluar telah berkurang. Jangan berikan selama l ebih 1-2
minggu secara berturut-turut. Juga hindari pemberiannya pada otitis media supuratif kronik
(OMSK) tenang. Hal ini disebabkan semua antibiotik tetes telinga bersif at ototoksik.
Obat antibiotik. Berikan antibiotik oral golongan ampisilin atau eritromisin sebelum hasil t es
resistensi obat kita terima. Berikan eritromisin jika pasien alergi terhadap golongan penisilin.
Berikan ampisilin asam klavulanat bila terjadi resistensi ampisilin.
Selain terapi konservatif (medikamentosa), tindakan pembedahan dapat pula kita lakukan
pada otitis media supuratif kronik (OMSK) benigna. Tindakan ini disebut miringoplasti atau
timpanoplasti. Tujuannya antara lain :
Pengobatan.
Pembedahan : adenoidektomi & tonsilektomi.
Tindakan pembedahan pada otitis media supuratif kronik (OMSK) maligna yang sering
dilakukan yaitu mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Adapun terapi konservatif
(medikamentosa) hanya bersifat sementara dan kita beri kan sebelum melakukan tindakan
pembedahan. Jika abses subperiosteal retroaurikuler ada, lakukan insisi abses diwaktu yang
berlainan, sebelum melakukan operasi mastoidektomi.
Daftar Pustaka
Sosialisman & Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu Kese hatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT &
Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006.
http://thtkedokteran.blogspot.com/2010/06/otitis-media-supuratif-kronik-omsk.html
OTITIS MEDIA
Emirza Nur Wicaksono Maret 27, 2013
[6] comments
Definisi
Otitis adalah radang telinga, yang ditandai dengan nyeri, demam, hilangnya pendengaran,
tinitus dan vertigo. Otitis berarti peradangan dari telinga, dan media berarti tengah. Jadi otitis
media berarti peradangan dari telinga tengah. Otiti s media adalah peradangan sebagian atau
seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustacheus, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.
Otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah
dan terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu Otiitis media akut adalah proses infeksi yang
ditentukan oleh adanya cairan di telinga atau gangguan dengar, serta gejal a penyerta lainnay
tergantung berat ringannya penyakit, antara lain : demam, iritabilitas, letargi, anoreksia,
vomiting, bulging hingga perforasi membrana tympani yang dapat diikuti dengan drainase
purulen. Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada
anak-anak terutama 3 bulan-3 tahun. Otitis media akut adalah inf eksi yang disebabkan oleh
bakteri pada ruang udara pada tulang temporal. Otitis media akut adalah dari yang timbulnya
cepat dan berdurasi pendek, otitis media akut biasanya berhubungan dengan akumulasi cairan
di telinga tengah bersama dengan tanda-tanda atau gejala-gejala dari infeksi telinga, gendang
telinga, yang menonjol biasanya disertai nyeri, atau gendang telinga yang berlubang,
seringkali dengan aliran dengan materi yang bernanah. Demam dapat hadir.
Otitis media kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah. Kondisi yang berhubungan
dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis
media akut yang tak tertangani. Otitis media adala h Proses peradangan di telinga tengah dan
mastoid yang menetap > 12 minggu. Otitis media kronik adalah perforasi pada gendang
telinga
Otitis media kronis adalah peradangan teliga tengah yang gigih, secara khas untuk sedikitnya
satu bulan.Orang awam biasanya menyebut congek
Tipe ini ditandai adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi
dari luas dan keparahan penyakit. Proses peradangan pada OMK posisi ini terbatas pada
mukosa saja, biasanya tidak mengenai tulang, umumnya jarang menimbulkan komplikasi
yang berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi
keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, kegagalan pertahanan
mukosa terhadap infeksi pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah, campuran
bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa serta migrasi sekunder dari
epitel squamosa. Sekret mukoid berhubungan dengan hiperplasi sel goblet, metaplasi dari
mukosa telinga tengah
OMK tipe benigna berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal 2 jenis,yaitu
OMK aktif ialah OMK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif
OMK tenang apabila keadaan kavum timpani terlihat basah atau kering.
Tipe ini ditandai dengan perforasi tipe marginal atau ti pe atik, disertai dengan kolesteatom
dan sebagian besar komplikasi yang berbahaya dan fatal timbul pada OMK tipe ini.
Kolesteatom adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi
terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatom bertambah besar. Banyak teori
mengenai patogenesis terbentuknya kolesteatom diantaranya adalah teori invaginasi, teori
migrasi, teori metaplasi, dan teori implantasi. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan kuman (infeksi), terutama Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi akan
memicu proses peradangan lokal dan pelepasan mediator inflamasi yang dapat menstimulasi
sel-sel keratinosit matriks kolesteatom bersifat hiperproliferatif, destruksi, dan mampu
berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ disekitarnya
sehingga dapat terjadi destruksi tulang yang diperhebat oleh pembentukan asam dari proses
pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti
labirinitis, meningitis dan abses otak.
a. Kolesteatom kongenital.
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital menurut Derlaki dan Clemis (1965)
adalah :
3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential
yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal,
umumnya pada apeks petrosa. Kolesteatom ini dapat menyebabkan parese nervus fasialis, tuli
saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.1,2
Kolesteatom yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani. Kolesteatom
timbul akibat proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida akibat adanya tekanan
negatif pada telinga tengah karena adanya gangguan tuba (teori invaginasi). Kolesteatom
yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida1,2
Terbentuk setelah perforasi membran timpani. Kolesteatom terjadi akibat masuknya epitel
kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori
migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berkangsung lama (teori metaplasi).
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadang-
kadang sub total. Pada seluruh tepi perforasi masih ada terdapat sisa membran timpani.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi
marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total . Perforasi pada pinggir
postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.
3. Perforasi atik
Etiologi
Biasanya penyakit ini merupakan komplikasi dari infeksi saluran pernafasan ata s (common
cold). Penyebab otitis media akut (OMA) dapat berupa virus maupun bakteri.
Virus atau bakteri dari tenggorokan bisa sampai ke telinga tengah melalui tuba eustakius atau
kadang juga melalui aliran darah. Otitis media akut juga bisa terjadi karena adanya
penyumbatan pada sinus atau tuba eustakius akibat alergi atau pembengkakan amandel.
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga
tengah yang normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila t erdapat disfungsi tuba
eustachii seperti obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran p ernafasan atas, inflamasi
jaringan disekitarnya (sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik ( rhinitis alergika).
Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah Streptococcus
peneumoniae, Hemophylus influenzae, Streptococcus pyogenes, dan Moraxella catarrhalis.
Otitis media kronis terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga (perforasi). Perforasi
gendang telinga bisa disebabkan oleh: otitis media akut penyumbatan tuba eustakius cedera
akibat masuknya suatu benda ke dalam telinga atau akibat perubahan tekanan udara yang
terjadi secara tiba-tiba luka bakar karena panas atau zat kimia. Bisa juga disebabkan karena
bakteri, antara lain:
Streptococcus.
Stapilococcus.
Diplococcus pneumonie.
Hemopilus influens.
Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus.
Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.
Kuman anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMK dan faktor sosioekonomi belum jelas, tetapi kelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden OMK yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir
dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang
padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-
sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini
primer atau sekunder.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan/
atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak
t idak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu
telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi pada
otitis media kronik yang aktif. Keadaan ini menunjukkan bahwa metode kultur yang
digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah bakteri Gram ( -), flora
tipe usus, dan beberapa organisme lainnya.
Banyak penderita mengeluh keluarnya sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas
atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan
men yebabkan menurunnya
daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga ten gah,
sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap OMK.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang
bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya
dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap
antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.
Pada otitis media kronis aktif tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal
ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang
inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan
umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi
normal.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani yang menetap pada
OMK adalah:
Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret
telinga purulen berlanjut.
Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perf orasi.
Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi
epitel.
Pada pinggir perforasi dari
dar i epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
diatas sisi medial dari membran timpani. P roses ini juga mencegah penutupan spontan dari
perforasi.
Patofisiologi
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan
telinga tengah. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat
bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan
transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan
membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah
nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius
menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang
telinga.
Patofisiologi OMK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan stadium
kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti dengan
keluarnya sekret yang terus menerus. Terjadinya OMK hampir selalu dimulai dengan otitis
media berulang. OMK disebabkan oleh multifaktor antara lain infeksi virus atau bakteri,
gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh, lingkungan, dan social ekonomi.
Fokus infeksi biasanya terjadi pada nasofaring (adenoiditis, tonsillitis, rhinitis, sinusitis),
mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Kadang-kadang infeksi berasal dari telinga
luar masuk ke telinga tengah melalui perforasi membran
me mbran timpani, maka terjadi inflamasi. Bila
terbentuk pus akan terperangkap di dalam kantung mukosa di telinga tengah. Dengan
pengobatan yang cepat dan adekuat
adekuat serta perbaikan fungsi telinga tengah, biasanya proses
patologis akan berhenti dan kelainan mukosa
mukosa akan kembali normal. Walaupun kadang-
kadang terbentuk jaringan granulasi atau polip ataupun terbentuk kantong abses di dalam
lipatan mukosa yang masing-masing harus dibuang, tetapi dengan penatalaksanaan yang baik
perubahan menetap pada mukosa telinga tengah jarang terjadi. Mukosa
Mukosa telinga tengah
mempunyai kemampuan besar untuk kembali normal. Bila terjadi perforasi membrane
timpani yang permanen, mukosa telinga tengah akan terpapar ke telinga luar sehingga
memungkinkan terjadinya infeksi berulang. Hanya pada beberapa kasus keadaan telinga
tengah tetap kering dan pasien tidak sadar akan penyakitnya. Berenang, kemasukan benda
yang tidak steril ke dalam liang telinga atau karena adanya focus infeksi pada saluran napas
bagian atas akan menyebabkan infeksi eksaserbasi akut yang ditandai dengan
dengan secret yang
mukoid atau mukopurulen.
Manifestasi
Manifestasi Klinis
Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien.
Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah :
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga tengah.
Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan
dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi.
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani
tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat
serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
Membrana timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa
telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di
kavum timpani.Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga
bertambah hebat.Apabila tekanan tidak berkurang,
berkurang, akan terjadi iskemia, tromboflebitis dan
nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan
kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
4. Stadium perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat terjadi
ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Pasi en
yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila terjadi
perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. BilaBila daya tahan tubuh baik dan
virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. Otitis media akut
(OMA) berubah menjadi otitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dengan sekret
yang keluar terus-menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media
supuratif kronik (OMSK) bila berlangsung lebih 1,5 atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala
sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa perforasi.Pada
anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh yang tinggi. Biasanya
terdapat riwayat batuk pilek
pil ek sebelumnya.Pada orang dewasa, didapatkan juga gangguan
pendengaran berupa rasa penuh atau kurang
kurang dengar.Pada bayi dan anak kecil gejala khas
otitis media anak adalah suhu tubuh yang tinggi (> 39,5 derajat celsius), gelisah, sulit tidur,
tiba-tiba menjerit saat tidur, diare, kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit.
Setelah terjadi ruptur membran tinmpani, suhu tubuh akan turun dan anak tertidur.
Gejalanya berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk , ketika pertama kali
ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan penggunaan
antibiotiklokal biasanya cepat menghilang, discharge mukoid dapat konstan atau intermitten.
Gangguan pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan derajat ketulian
tergantung beratnya kerusakan tulang-tulang pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik
akut pada awal penyakit.
Perforasi membrane timpani sentral sering berbentuk seperti ginjal tapi selalu meninggalkan
sisa pada bagian tepinya . Proses peradangan pada daerah timpani te rbatas pada mukosa
sehingga membrane mukosa menjadi berbentuk garis dan tergantung derajat infeksi
membrane mukosa dapt tipis dan pucat atau merah dan tebal, kadang suatu polip didapat tapi
mukoperiosteum yang tebal dan mengarah pada meatus menghalangi pandangan membrane
timpani dan telinga tengah sampai polip tersebut diangkat . Discharge terlihat berasal dari
rongga timpani dan orifisium tuba eustachius yang mukoid da setelah satu atau dua kali
pengobatan local abu busuk berkurang. Cairan mukus yang tidak terlalu bau datang dari
perforasi besar tipe sentral dengan membrane mukosa yang berbentuk garis pada rongga
timpani merupakan diagnosa khas pada omsk tipe benigna.
Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau dan berwarna
kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keeping-keping kecil, berwarna putih
mengkilat.
2. Perforasi marginal (lubang terdapat di pinggiran gendang telinga). Bisa terjadi tuli
konduktif dan keluarnya nanah dari telinga.
Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan
Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk
mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau
sistemik, dan antipiretik.
1. Stadium Oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga
tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk anak < 12 tahun atau
HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa. Sumber
infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman.
2. Stadium Presupurasi
Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah terlihat
hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotik
golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan
asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal
selama 7 hari.
3. Stadium Supurasi
Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani
masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
4. Stadium Perforasi
Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H2O2
3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan
hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
5. Stadium Resolusi
Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup.
Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap, mungkin telah terjadi
mastoiditis.
a. Pemberian Antibiotik
American Academy of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan
yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:
Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam <39°C dalam
24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang – berat atau demam
39°C.
Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan – dua
tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis mera gukan pada anak di atas dua
tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-up harus dipastikan dapat terlaksana.
Analgesia tetap diberikan pada masa observasi.
British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk menerapkan
observasi ini.10 Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan terutama pada anak tanpa
gejala umum seperti demam dan muntah.
Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar anak
adalah amoxicillin.
- Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin seperti
cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime.
- Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau
clarithromycin
- Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak membaik dengan
amoxicillin.
- Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan yang diambil
adalah ceftriaxone selama tiga hari.
- Perlu diperhatikan bahwa cephalosporin yang digunakan pada OMA umumnya merupakan
generasi kedua atau generasi ketiga dengan spektrum luas. Demikian juga az ythromycin atau
clarythromycin. Antibiotik dengan spektrum luas, walaupun dapat membunuh lebih banyak
jenis bakteri, memiliki risiko yang lebih besar. Bakteri normal di tubuh akan dapat terbunuh
sehingga keseimbangan flora di tubuh terganggu. Selain itu risiko terbentuknya bakteri yang
resisten terhadap antibiotik akan lebih besar. Karenanya, pilihan ini hanya digunakan pada
kasus-kasus dengan indikasi jelas penggunaan antibiotik lini kedua.
- Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari pada anak berusia di
bawah dua tahun atau anak dengan gejala berat.
- Pada usia enam tahun ke atas, pemberian antibiotik cukup 5-7 hari. Di Inggris, anjuran
pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau lima hari.
- Tidak adanya perbedaan bermakna antara pemberian antibiotik dalam jangka waktu
kurang dari tujuh hari dibandingkan dengan pemberian lebih dari tujuh hari. Dan karena itu
pemberian antibiotik selama lima hari dianggap cukup pada otitis media. Pemberian
antibiotik dalam waktu yang lebih lama meningkatkan risiko efek samping dan resistensi
bakteri.
c. Obat lain
Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor
penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada waktu pengobatan
haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-
perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses
infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan
operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.
Menurut Nursiah, prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi,
dimana pengobatan dapat dibagi atas : Konservatif dan Operasi.
1. OMK BENIGNA
a. OMSK BENIGNA TENANG
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga,
air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila
menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan
operasi rekonstruksi (miringoplasti,timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta
gangguan pendengaran.
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan
mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan
mikroorganisme
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik
berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan diklinik atau dapat juga dilakukan oleh
anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga
kering.
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian dengan kapas
lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan
telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan kemastoid.
Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas
pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan
Iodine.
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi adalah metode
yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi
dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik
dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara ini dilakukan tanpa anast esi
tetapi pada anakanak diperlukan anastesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai
sasarannya bila dilakukan dengan “ displacement methode” seperti yang dianjurkan oleh
Mawson dan Ludmann.
Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotik topikal untuk OMSK.
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan se kret yang banyak tanpa dibersihkan
dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif la gi diberikan obat tetes yang
mengandung antibiotik dan kortikosteroid.
Rif menganjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan merupakan
media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakannya, bahwa tempat infeksi
pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono menggunakan
antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup memuaskan, kecuali kasus
dengan jaringan patologis yang menetap pada te linga tengah dan kavum mastoid. Mengingat
pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak
dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1
minggu.Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kult ur kuman
penyebab dan uji resistesni.
Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya dipakai setelah
telinga dibersihkan dahulu.
b. Terramycin.
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMK aktif yang
dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa. Neomisin dapat
melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif melawan gram negatif
anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan Pseudomonas karena meningkatnya
resistensi. Polimiksin efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif
tetapi tidak efektif melawan organisme gram positif (Fairbanks, 1984). Seperti
aminoglokosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negatif
dan gentamisin kerjanya “sedang” dalam melawan Streptokokus. Tidak ada satu pun
aminoglikosida yang efektif melawan kuman anaerob.
Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan hidrokortison, bila
sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata.
Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit bila diteteskan.
Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram negative kecuali Pseudomonas
aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob, khususnya B. fragilis Pemakaian
jangka panjang lama obat tetes telinga yang mengandung aminoglikosida akan merusak
foramen rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada ot itis media kronik adalah :
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla,
Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif , Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal
dan susunan saraf.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus, Proteus
sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga.
3. Kloramfenikol
E. Koli, 96%
Klebsiella, 92%
Enterobakter, 93%
Pseudomonas, 5%
Dari penelitian terhadap 50 penderita OMSK yang diberi obat tetes telinga dengan ofloksasin
dimana didapat 88,96% sembuh, membaik 8,69% dan tidak ada perbaikan 4,53%
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman
penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan
sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan , perlu diperhatikan faktor penyebab
kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah
Antibiotika golongan kuinolon ( siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat asam
nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi
tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 t ahun. Golongan sefalosforin generasi
III ( sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus
diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMK belum
pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMK.
Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaer ob. Menurut Browsing dkk
metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik ( sefaleksin dan kotrimoksasol)
pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-
4 minggu1.
2. OMK MALIGNA
Pengobatan yang tepat untuk OMK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan
medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila
terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum
kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMK dengan
mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain (Soepardi, 2001):
• Mastoidektomi sederhana
Dilakukan pada OMK tipe benigna yang tidak sembuh dengan pengobatan konservatif. Pada
tindakan ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik, dengan tujuan
agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
• Mastoidektomi radikal
Dilakukan pada OMK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas.Pada
operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik.
Dinding batas antara liang telinga luar dan telin ga tengah dengan rongga mastoid
diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi
ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke
intrakranial.
• Miringoplasti
Dilakukan pada OMK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya
disebabkan oleh perforasi membran timpani. Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang
paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe 1. Rekonstruksi hanya dilakukan
pada membran timpani. Tujuan operasi adalah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga
tengah ada OMSK tipe benigna dengan perforasi yang menetap.
• Timpanoplasti
Dikerjakan pada OMK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe
benigna yang tidak bisa diatasi dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi adalah
menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain
rekonstruksi membran timpani seringkali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang
pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang yang dilakukan maka dikenal istilah
timpanoplasti tipe II, III, IV dan V.
Dikerjakan pada kasus OMK tipe maligna atau OMK tipe benigna dengan jaringan granulasi
yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memper baiki pendengaran
tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang
telinga). Yang dimaksud dengan combined approach di si ni adalah membersihkan
kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani melalui dua jalan, yaitu li ang telinga
dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Namun t eknik operasi ini pada
OMK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli karena sering timbul kembali
kolesteatoma.
Komplikasi
- Sakit kepala
Omk tipe benigna tidak menyerang tulang sehingga jarang menimbulkan komplikasi, tetapi
jika tidak mencegah invasi (peristiwa masuknya bakteri ke dalam tubuh) organisme baru dari
nasofaring dapat menjadi superimpose otitis media supuratif akut eksaserbsi akut dapat
menimbulkan komplikasi dengan terjadinya tromboplebitis vaskuler
a. Komplikasi Intratemporal
- Mastoiditis akut.
- Labirinitis.
- Petrositis.
b. Komplikasi Ekstratemporal.
- Abses subperiosteal.
c. Komplikasi Intrakranial.
- Abses otak.
- Tromboflebitis.
- Hidrocephalus otikus.
Prognosis
Prognosis pada Otitis Media Akut baik apabila diberikan terapi yang adekuat (antibiotik yang
tepat dan dosis yang cukup ).
Prognosis dengan pengobatan local, otorea dapat mongering. Tetapi sisa perforasi sentral
yang berkepanjangan memudahkan infeski dari nasofaring atau bakteri dari meatus eksterna
khususnya terbawa oleh air, sehingga penutupan membrane timpani disarankan.
Prognosis kolesteatom yang tidak diobati akan berkembang menjadi meningitis, abes otak,
prasis fasialis atau labirintis supuratif yang semuanya fatal. Sehingga OMSK type maligna
harus diobati secara aktif sampai proses erosi tulang berhenti.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otitis media juga merupakan salah satu penyakit langganan anak. Prevalensi t erjadinya otitis
media di seluruh dunia untuk usia 10 tahun sekitar 62 % sedangkan anak-anak berusia 3
tahun sekitar 83 %. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75 % anak mengalami minimal 1
episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya 3
kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25 % anak mengalami minimal 1 episode sebelum usia
10 tahun ( Abidin, 2009. Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6
tahun
Mengingat masih tingginya angka otitis media pada anak-anak, maka diagnosis dini yang
tepat dan pengobatan secara tuntas mutlak diperlukan guna mengurangi angka kejadian
komplikasi dan perkembangan penyakit menjadi otitis media kronis.
1.1.Tujuan
Tujuan Umum : Menjelaskan asuhan keperawatan dengan klien OMA dan OMK
Tujuan khusus : Menjelaskan Konsep dasar dari penyakit OMA dan OMK
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil sebagai berikut :
1. Mengetahui Penatalaksaan pada klien Otitis Media Akut dan Otitis Media Kronis
2. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien Otitis Media Akut dan Otitis Media Kronis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Otitis adalah radang telinga, yang ditandai dengan nyeri, demam, hilangnya pendengaran,
tinitus dan vertigo.
Otitis berarti peradangan dari telinga, dan media berarti tengah. Jadi otitis media berarti
peradangan dari telinga tengah.
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustacheus, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid/( soepardi, iskandar ,1990)
Otitis media adalah infeksi atau inflamasi pada telinga tengah (mediastore,2009 )
Otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah
dan terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu (Kapita selekta kedokteran, 1999).
Otiitis media akut adalah proses infeksi yang ditentukan oleh adanya cairan di telinga atau
gangguan dengar, serta gejala penyerta lainnay tergantung berat ringannya penyakit, antara
lain : demam, iritabilitas, letargi, anoreksia, vomiting, bulging hingga perforasi membrana
tympani yang dapat diikuti dengan drainase purulen.
Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada anak-anak
terutama 3 bulan-3 tahun.
Otitis media akut adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri pada ruang udara pada tulang
temporal (CMDT, edisi 3 , 2004 )
Otitis media akut adalah dari yang timbulnya cepat dan berdurasi pendek, otiti s media akut
biasanya berhubungan dengan akumulasi cairan di telinga tengah bersama dengan tanda-
tanda atau gejala-gejala dari infeksi telinga, gendang telinga, yang menonjol biasanya disertai
nyeri, atau gendang telinga yang berlubang, seringkali dengan aliran dengan materi yang
bernanah. Demam dapat hadir.
Otitis media kronik adalah perforasi pada gendang telinga ( warmas if, 2009)
Otitis media kronis adalah peradangan teliga tengah yang gigih, secara khas untuk sedikitnya
satu bulan.Orang awam biasanya menyebut congek (Alfati h, 2007)
Tipe ini ditandai adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi
dari luas dan keparahan penyakit. Proses peradangan pada OMK posisi ini terbatas pada
mukosa saja, biasanya tidak mengenai tulang, umumnya jarang menimbulkan komplikasi
yang berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi
keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, kegagalan pertahanan
mukosa terhadap infeksi pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah, campuran
bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa serta migrasi sekunder dari
epitel squamosa. Sekret mukoid berhubungan dengan hiperplasi sel goblet, metaplasi dari
mukosa telinga tengah
OMK tipe benigna berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal 2 jenis,yaitu
OMK aktif ialah OMK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif
OMK tenang apabila keadaan kavum timpani terlihat basah atau kering.
Tipe ini ditandai dengan perforasi tipe marginal atau ti pe atik, disertai dengan kolesteatom
dan sebagian besar komplikasi yang berbahaya dan fatal timbul pada OMK tipe ini.
Kolesteatom adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi
terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatom bertambah besar. Banyak teori
mengenai patogenesis terbentuknya kolesteatom diantaranya adalah teori invaginasi, teori
migrasi, teori metaplasi, dan teori implantasi. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan kuman (infeksi), terutama Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi akan
memicu proses peradangan lokal dan pelepasan mediator inflamasi yang dapat menstimulasi
sel-sel keratinosit matriks kolesteatom bersifat hiperproliferatif, destruksi, dan mampu
berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ disekitarnya
sehingga dapat terjadi destruksi tulang yang diperhebat oleh pembentukan asam dari proses
pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti
labirinitis, meningitis dan abses otak.
a. Kolesteatom kongenital.
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital menurut Derlaki dan Clemis (1965)
adalah :
3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential
yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal,
umumnya pada apeks petrosa. Kolesteatom ini dapat menyebabkan parese nervus fasialis, tuli
saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.1,2
Kolesteatom yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani. Kolesteatom
timbul akibat proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida akibat adanya tekanan
negatif pada telinga tengah karena adanya gangguan tuba (teori invaginasi). Kolesteatom
yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida1,2
Terbentuk setelah perforasi membran timpani. Kolesteatom terjadi akibat masuknya epitel
kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori
migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berkangsung lama (teori metaplasi).
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadang-
kadang sub total. Pada seluruh tepi perforasi masih ada terdapat sisa membran timpani.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi
marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total . Perforasi pada pinggir
postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.
3. Perforasi atik
2.2 Etiologi
Virus atau bakteri dari tenggorokan bisa sampai ke telinga tengah melalui tuba eustakius atau
kadang juga melalui aliran darah. Otitis media akut juga bisa terjadi karena adanya
penyumbatan pada sinus atau tuba eustakius akibat alergi atau pembengkakan amandel.
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga
tengah yang normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila t erdapat disfungsi tuba
eustachii seperti obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi
jaringan disekitarnya (sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik ( rhinitis alergika).
Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah Streptococcus
peneumoniae, Hemophylus influenzae, Streptococcus pyogenes, dan Moraxella catarrhalis.
Otitis media kronis terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga (perforasi)
(Mediastore,2009). Perforasi gendang telinga bisa disebabkan oleh: otitis media akut
penyumbatan tuba eustakius cedera akibat masuknya suatu benda ke dalam telinga atau
akibat perubahan tekanan udara yang terjadi secara tiba-tiba luka bakar karena panas atau zat
kimia. Bisa juga disebabkan karena bakteri, antara lain:
Streptococcus.
Stapilococcus.
Diplococcus pneumonie.
Hemopilus influens.
Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus.
Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.
Kuman anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMK dan faktor sosioekonomi belum jel as, tetapi kelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden OMK yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir
dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang
padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-
sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini
primer atau sekunder.
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi pada
otitis media kronik yang aktif. Keadaan ini menunjukkan bahwa metode kultur yang
digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah bakteri Gram ( -), flora
tipe usus, dan beberapa organisme lainnya.
Banyak penderita mengeluh keluarnya sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas
atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya
daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga ten gah,
sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap OMK.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang
bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap
antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.
Pada otitis media kronis aktif tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal
ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang
inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan
umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi
normal.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani yang menetap pada
OMK adalah:
Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi
sekret telinga purulen berlanjut.
Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme
migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan
dari perforasi.
2.3 Patofisiologi
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan
telinga tengah. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat
bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan
transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan
membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah
nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius
menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang
telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang
telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di
telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya
sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan
gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga
juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya
dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.
Patofisiologi OMK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan
stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti
dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Terjadinya OMK hampir selalu dimulai dengan
otitis media berulang. OMK disebabkan oleh multifaktor antara lain infeks i virus atau bakteri,
gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh, lingkungan, dan social ekonomi.
Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur
pasien. Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah :
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga
tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar
dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau al ergi.
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani
tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat
serosa sehingga sukar terlihat.
1. 3. Stadium supurasi
Membrana timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa
telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di
kavum timpani.Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga
bertambah hebat.Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia, tromboflebitis dan
nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan
kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
1. 4. Stadium perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat terjadi
ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Pasi en
yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
1. 5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila terjadi
perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan
virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. Otitis media akut
(OMA) berubah menjadi otitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dengan sekret
yang keluar terus-menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media
supuratif kronik (OMSK) bila berlangsung lebih 1,5 atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala
sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa perforasi.Pada
anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam tel inga dan suhu tubuh yang tinggi. Biasanya
terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.Pada orang dewasa, didapatkan juga gangguan
pendengaran berupa rasa penuh atau kurang dengar.Pada bayi dan anak kecil gejala khas
otitis media anak adalah suhu tubuh yang tinggi (> 39,5 derajat celsius), gelis ah, sulit tidur,
tiba-tiba menjerit saat tidur, diare, kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit.
Setelah terjadi ruptur membran tinmpani, suhu tubuh akan turun dan anak tertidur.
Gejalanya berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk , ketika pertama kali
ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan penggunaan
antibiotiklokal biasanya cepat menghilang, discharge mukoid dapat konstan atau intermitten.
Gangguan pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan derajat ketulian
tergantung beratnya kerusakan tulang-tulang pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik
akut pada awal penyakit.
Perforasi membrane timpani sentral sering berbentuk seperti ginjal tapi selalu meninggalkan
sisa pada bagian tepinya . Proses peradangan pada daerah timpani te rbatas pada mukosa
sehingga membrane mukosa menjadi berbentuk garis dan tergantung derajat infeksi
membrane mukosa dapt tipis dan pucat atau merah dan tebal, kadang suatu polip didapat tapi
mukoperiosteum yang tebal dan mengarah pada meatus menghalangi pandangan membrane
timpani dan telinga tengah sampai polip tersebut diangkat . Discharge terlihat berasal dari
rongga timpani dan orifisium tuba eustachius yang mukoid da setelah satu atau dua kali
pengobatan local abu busuk berkurang. Cairan mukus yang tidak terlalu bau datang dari
perforasi besar tipe sentral dengan membrane mukosa yang berbentuk garis pada rongga
timpani merupakan diagnosa khas pada omsk tipe benigna.
Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau dan berwarna
kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keeping-keping kecil, berwarna putih
mengkilat.
Perforasi marginal (lubang terdapat di pinggiran gendang telinga). Bisa terjadi tuli
2. Perforasi
konduktif dan keluarnya nanah dari telinga.
2.6 Penatalaksanaan
Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan
untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau
sistemik, dan antipiretik.
1. 1. Stadium Oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di
telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk anak < 12 tahun
atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa.
Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman.
1. 2. Stadium Presupurasi
Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah terlihat
hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotik
golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan
asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal
selama 7 hari.
1. 3. Stadium Supurasi
Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk mel akukan miringotomi bila membran
timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
1. 4. Stadium Perforasi
Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H2O2
3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan
hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
1. 5. Stadium Resolusi
Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup.
Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap, mungkin telah terjadi
mastoiditis.
a. Pemberian Antibiotik
American Academy of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan
yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:
Yang dimaksud
dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam <39°C dalam
24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang –
sedang – berat
berat atau demam
39°C.
Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia e nam bulan –
bulan – dua
dua
tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis mera gukan pada anak di atas dua
tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-up harus dipastikan dapat terlaksana.
Analgesia tetap diberikan pada masa observasi.
British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk menerapkan
observasi ini.10 Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan terutama pada anak tanpa
gejala umum seperti demam dan muntah.
Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar anak
adalah amoxicillin.
ü Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau
clarithromycin
ü Namun kedua
kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang
yang tidak membaik dengan
amoxicillin.
ü Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan yang diambil
adalah ceftriaxone selama tiga hari.
ü Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari pada anak berusia di
bawah dua tahun atau anak dengan gejala berat.
ü Pada usia enam tahun ke atas, pemberian antibiotik cukup 5-7 hari. Di Inggris, anjuran
pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau lima hari.
ü Tidak adanya perbedaan bermakna antara pemberian antibiotik dalam jangka waktu
kurang dari tujuh hari dibandingkan dengan pemberian lebih dari tujuh hari. Dan karena itu
pemberian antibiotik selama lima hari dianggap cukup pada otitis media. Pemberian
antibiotik dalam waktu yang lebih lama meningkatkan risiko efek samping dan resistensi
bakteri.
c. Obat lain
Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor
penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada waktu pengobatan
haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-
perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses
infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan
operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.
Menurut Nursiah, prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi,
dimana pengobatan dapat dibagi atas : Konservatif dan Operasi.
1. OMK BENIGNA
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga,
air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila
menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan
operasi rekonstruksi (miringoplasti,timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta
gangguan pendengaran.
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan
mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan
mikroorganisme ( Fairbank, 1981).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik
berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan diklinik atau dapat juga dilakukan oleh
anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga
kering.
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian dengan
kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk
membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain
dan kemastoid ( Beasles, 1979). Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat
menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk
antiseptik, misalnya asam boric dengan Iodine.
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi a dalah
metode yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yang
berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi
drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara ini dilakukan
tanpa anastesi tetapi pada anakanak diperlukan anastesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3%
akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan “ displacement methode” seperti yang
dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.
Rif menganjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan merupakan
media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakannya, bahwa tempat infeksi
pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono menggunakan
antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup memuaskan, kecuali kasus
dengan jaringan patologis yang menetap pada te linga tengah dan kavum mastoid. Mengingat
pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak
dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1
minggu.Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kult ur kuman
penyebab dan uji resistesni.
Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya dipakai setelah
telinga dibersihkan dahulu.
b. Terramycin.
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMK aktif yang
dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa. Neomisin dapat
melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif melawan gram negatif
anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan Pseudomonas karena meningkatnya
resistensi. Polimiksin efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif
tetapi tidak efektif melawan organisme gram positif (Fairbanks, 1984). Seperti
aminoglokosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negatif
dan gentamisin kerjanya “sedang” dalam melawan Streptokokus. Tidak ada satu pun
aminoglikosida yang efektif melawan kuman anaerob.
Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan hidrokortison, bila
sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata.
Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit bila diteteskan.
Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram negative k ecuali Pseudomonas
aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob, khususnya B. fragilis ( Fairbanks,
1984). Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang mengandung aminoglikosida
akan merusak foramen rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada ot itis media kronik adalah :
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus, Proteus
sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga.
3. Kloramfenikol
E. Koli, 96%
Klebsiella, 92%
Enterobakter, 93%
Pseudomonas, 5%
Dari penelitian terhadap 50 penderita OMSK yang diberi obat tetes telinga dengan ofloksasin
dimana didapat 88,96% sembuh, membaik 8,69% dan tidak ada perbaikan 4,53%
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman
penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan
sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan , perlu diperhatikan faktor penyebab
kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
P. Vulgaris
eritromosin, aminoglikosida
Aminoglikosida
B. fragilis Klindamisin
Antibiotika golongan kuinolon ( siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat asam
nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi
tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 t ahun. Golongan sefalosforin generasi
III ( sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus
diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMK belum
pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMK.
Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaer ob. Menurut Browsing dkk
metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik ( sefaleksin dan kotrimoksasol)
pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-
4 minggu1.
2. OMK MALIGNA
Pengobatan yang tepat untuk OMK maligna adala h operasi. Pengobatan konservatif
dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan
tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMK
dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain (Soepardi, 2001):
• Mastoidektomi sederhana
Dilakukan pada OMK tipe benigna yang tidak sembuh dengan pengobatan konservatif. Pada
tindakan ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik, dengan tujuan
agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
• Mastoidektomi radikal
Dilakukan pada OMK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas.Pada
operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik.
Dinding batas antara liang telinga luar dan telin ga tengah dengan rongga mastoid
diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi
ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke
intrakranial.
Dilakukan pada OMK dengan kolesteatom di daerah attic, tetapi belum merusak kavum
timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior l iang telinga direndahkan.
Tujuan operasi adalah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada.
• Miringoplasti
Dilakukan pada OMK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya
disebabkan oleh perforasi membran timpani. Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang
paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe 1. Rekonstruksi hanya dilakukan
pada membran timpani. Tujuan operasi adalah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga
tengah ada OMSK tipe benigna dengan perforasi yang menetap.
• Timpanoplasti
Dikerjakan pada OMK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe
benigna yang tidak bisa diatasi dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi adalah
menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain
rekonstruksi membran timpani seringkali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang
pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang yang dilakukan maka dikenal istilah
timpanoplasti tipe II, III, IV dan V.
Dikerjakan pada kasus OMK tipe maligna atau OMK tipe benigna dengan jaringan granulasi
yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memper baiki pendengaran
tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang
telinga). Yang dimaksud dengan combined approach di si ni adalah membersihkan
kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani melalui dua jalan, yaitu li ang telinga
dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Namun t eknik operasi ini pada
OMK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli karena sering timbul kembali
kolesteatoma.
2.7 Komplikasi
v Sakit kepala
a. Komplikasi Intratemporal
- Mastoiditis akut.
- Labirinitis.
- Petrositis.
- Abses subperiosteal.
c. Komplikasi Intrakranial.
- Abses otak.
- Tromboflebitis.
- Hidrocephalus otikus.
- Empiema subdural/ ekstradural
2.8 Prognosis
Prognosis pada Otitis Media Akut baik apabila diberikan terapi yang adekuat (antibiotik
yang tepat dan dosis yang cukup ).
Prognosis dengan pengobatan local, otorea dapat mongering. Tetapi sisa perforasi sentral
yang berkepanjangan memudahkan infeski dari nasofaring atau bakteri dari meatus eksterna
khususnya terbawa oleh air, sehingga penutupan membrane timpani disarankan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Pengumpulan Data
2. Pengkajian Persistem
B3 (Brain) : Nyeri telinga, perasaan penuh dan pendengaran menurun, vertigo, pusing,
refleks kejut
3. Pengkajian Psikososial
4. Pemeriksaan diagnostik
5. Pemeriksaan pendengaran
3. Perubahan persepsi / sensoris berhubungan dengan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau
kerusakan di syaraf pendengaran
4. Cemas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, ane stesi, nyeri,
hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.
Kriteria hasil : Klien mengungkapkan bahwa nyeri berkurang, klien mampu melakukan
metode pengalihan suasana
Intervensi Keperawatan:
ü Ajarkan klien untuk mengalihkan suasana dengan melakukan metode relaksasi saat nyeri
yang teramat sangat muncul, relaksasi seperti menarik napas panjang
ü Untuk kolaborasi, beri aspirin/analgesik sesuai instruksi, beri sedatif sesuai indikasi
Rasional : Analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada pasien untuk
mengurangi sensasi nyeri dari dalam
Kriteria hasil : Klien memakai alat bantu dengar ( jika sesuai ), menerima pesan melalui
metode pilihan ( misal: komunikasi lisan, bahasa lambang, berbicara dengan jelas pada
telinga yang baik
Intervensi keperawatan:
ü Dapatkan apa metode komunikasi yang diinginkan dan catat pada rencana perawatan
metode yang digunakan oleh staf dan klien, seperti : tulisan, berbicara, bahasa is yarat.
Rasional: Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan oleh klien maka
metode yang akan digunakan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan
klien
a. Jika ia dapat mendengar pada satu telinga, berbicara dengan perlahan dan jelas langsung ke
telinga yang baik
- Tempatkan klien dengan telinga yang baik berhadapan dengan pintu
- Hindari berdiri di depan cahaya karena dapat menyebabkan klien tidak dapat membaca bibir
anda
Rasional : Pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada klien dapat diterima
dengan baik oleh klien.
Rasional : Memungkinkan komunikasi dua arah antara perawat dengan klien dapat
berjalan dengan baik dan klien dapat menerima pesan perawat secara tepat.
3. Perubahan persepsi / sensoris berhubungan dengan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau
kerusakan di syaraf pendengaran
Kriteria hasil : Klien akan mengalami peningkatan persepsi / sensoris pendengaran sampai
pada tingkat fungsional
Intervensi keperawatan :
ü Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman sehingga dapat mencegah
terjadinya ketulian lebih jauh
Rasional : Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka pendengaran yang
tersisa sensitif terhadap trauma dan infeksi sehingga harus dilindungi
ü Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik ( baik itu antibiotik
sistemik maupun lokal )
Intervensi keperawatan :
ü Berikan informasi tentang kelompok yang juga pernah mengalami gangguan seperti yang
dialami klien untuk memberikan dukungan kepada klien
Rasional : Dukungan dari beberapa orang yang memiliki pengalaman yang sama akan
sangat membantu klien
ü Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-alat yang tersedia yang dapat
membantu klien
Rasional : Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada di sekitarnya yang
dapat mendukung dia untuk berkomunikasi
5. Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri , otore berbau busuk
Intervensi keperawatan :
ü Yakinkan klien bahwa setelah dilakukan pengobatan / pembedahan cairan akan keluar dan
bau busuk akan hilang
Tujuan : Klien akan mempunyai pemahaman yang baik tentang pengobatan dan cara
pencegahan kekambuhan.
Intervensi keperawatan :
ü Ajarkan klien mengganti balutan dan menggunakan antibiotik secara kontinyu sesuai
aturan.
Rasional : pemahaman tentang komplikasi yang dapat terjadi pada klien dapat
membantu klien dan keluarga untuk melaporkan ke tenaga kesehatan sehingga dapat
dengan cepat ditangani.
ü Tekankan hal-hal yang penting yang perlu ditindak lanjuti / evaluasi pendengaran.
Rasional : follow up sangat penting dilakukan oleh anak karena dapat mengetahui
perkembangan penyakit dan mencegah terjadinya kekambuhan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam kasus ini , pada awalnya pasien mengalami infeksi saluran pernapasan atas
(ISPA) dan tonsilitis. Akan tetapi, karena adanya perluasan infeksi di daerah auries media,
maka pasien akan mengalami otitis meda akut. Otitis media akut yang tidak diobati secara
tuntas dapat berlanjut menjadi Otitis media Kronik yang ditandai denagn adanya perforasi
pada membran tympani.
4.2 Saran
Hendaknya dilakukan uji kultur pada pasien untuk mengetahui j enis bakteri yang
menginfeksi dan untuk pemberian antibiotik yang te pat.
DAFTAR PUSTAKA
Istilah kolesteatoma diperkenalkan pertama kali oleh Johanes Muller pada tahun 1838 untuk
menjelaskan kolesteatoma sebagai dikira sebagai neoplasma lemak di antara sel-sel
polihedral1.
Kolesteatoma telah dikenal sebagai lesi bersifat desktruksif pada kranium yang dapat
mengerosi dan menghancurkan struktur penting pada tulang t emporal. Sehingga berpotensi
menyebabkan komplikasi pada sistem syaraf pusat3.
Insidensi kolesteatoma tidak diketahui dengan pasti, tetapi keadaan ini merupakan alasan
untuk dilakukan bedah telinga. Kematian karena komplikasi intrakranial kini tidak umum
terjadi disebabkan deteksi dini, intervensi pembedahan dan terapi suportif antibiotik.
Kolestatoma masih penyebab umum tuli konduksi sedang dan permanen pada anak-anak dan
dewasa3.
A. Definisi
Kolesteatom adalah suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin)4. Deskuamasi
tersebut dapat berasal dari kanalis auditoris externus atau membrana timpani. Apabila
terbentuk terus dapat menumpuk sehingga menyebabkan kolesteatom ber tambah besar4.
Kolesteatoma dapat terjadi di kavum timpani dan atau mastoid5.
B. Etiologi
Kolesteatoma biasanya terjadi karena tuba eustachian yang tidak berfungsi dengan baik
karena terdapatnya infeksi pada telinga tengah. Tuba eustachian membawa udara dari
nasofaring ke telinga tengah untuk menyamakan tekanan telinga tengah dengan udara luar6.
Normalnya tuba ini kolaps pada keadaan istirahat, ketika menelan atau menguap, otot yang
mengelilingi tuba tersebut kontraksi sehingga menyebabkan tuba tersebut membuka dan
udara masuk ke telinga tengah7. Saat tuba eustachian tidak berfungsi dengan baik udara pada
telinga tengah diserap oleh tubuh dan menyebabkan di telinga tengah sebagian terjadi hampa
udara 6. Keadaan ini menyebabkan pars plasida di atas colum maleus membentuk kantong
retraksi, migrasi epitel membran timpani melalui kantong yang mengalami retraksi ini
sehingga terjadi akumulasi keratin8. Kantong tersebut menjadi kolesteatoma. Kolestoma
kongenital dapat terjadi ditelinga tengan dan tempat lain misal pada tulang tengkorak yang
berdekatan dengan kolesteatomanya 6.
Perforasi telinga tengah yang disebabkan oleh infeksi kronik atau trauma langsung dapat
menjadi kolesteatoma. Kulit pada permukaan membran timpani dapat tumbuh melalui
perforasi tersebut dan masuk ke dalam telinga tengah7.
Beberapa pasien dilahirkan dengan sisa kulit yang terperangkap di telinga tengah
(kolesteatoma kongenital) atau apex petrosis7.
C. Patogenesis
Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis kolesteatoma, antara lain
adalah: teori invaginasi, teori imigrasi, teori metaplasi dan teori implantasi. Teori tersebut
akan lebih mudah dipahami bila diperhatikan definisi kolesteatoma menurut Gray (1964)
yang mengatakan; kolesteatoma adalah epitel kulit yang berada pada tempat yang salah atau
menurut pemahaman Djaafar (2001) kolesteatoma dapat terjadi karena adanya epitel kulit
yang terperangkap. Sebagaimana diketahui bahwa seluruh epitel kulit (keratinizing stratified
squamosus epithelium) pada tubuh kita berada pada lokasi yang terbuka/ terpapar ke dunia
luar. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu daerah Cul-de-sa c sehingga apabila
terdapat serumen padat di liang telinga dalam waktu yang lama maka dari epitel kulit yang
berada medial dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma
4.
1. Teori invaginasi
Kolesteatoma timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membrana timpani pars plasida
karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba 4.
2. Teori imigrasi
Kolesteatoma terbentuk akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir
perforasi membrana timpani ke telinga tengah4. Migrasi ini berperan penting dalam
akumulasi debris keratin dan sel skuamosa dalam retraksi kantong dan perluasan kulit ke
dalam telinga tengah melalui perforasi membran timpani.
3. Teori metaplasi
Terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung
lama4 .
4. Teori implantasi
Pada teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatom terjadi akibat adanya implantasi epitel
kulit secara iatrogenik ke dalam telinga tengah waktu operasi, setelah blust injury,
pemasangan ventilasi tube atau setelah miringotomi 4
Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk t umbuhnya kuman, yang paling sering
adalah Pseudomonas aerogenusa. Pembesaran kolesteatom menjadi lebih cepat apabila sudah
disertai infeksi, kolesteatom ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta
menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang
diperhebat dengan adanya pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Proses
nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan
abses otak 4 .
D. Klasifikasi
Kolesteatoma dapat dibagi menjadi dua jenis:
1.Kolesteatom kongenital, yang terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada telinga
dengan membrana timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma biasanya di
kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle 4 .
2.Kolesteatoma akuisital yang terbentuk setelah anak lahir
a. Kolestetoma akuisital primer
kolestetoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membrana timpani. kolestetoma
timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membrana timpani pars plasida karena adanya
tekanan negatif ditelinga tengah akibat gangguan tuba (teori invaginasi) 4 .
b. Kolestetoma akuisital sekunder
kolestetoma terbentuk setelah adanya perforasi membrana timpani. kolestetoma terbentuk
akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membrana
timpani ke telinga tengah (teori immigrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum
timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama (teori metaplasia) 4 .
E. Gejala Klinis
1. Nyeri
Pasien mengeluh nyeri tumpul dan otore intermitten akibat erosi tulang dan infeksi sekuder9.
Perasaan sakit dibelakang atau didalam telinga dapat dirasakan terutama pada malam hari
sehingga dapat menyebabkan tidak nyaman pada pasien6.
2. Pendengaran berkurang
Kolesteatoma dapat tetap asimtomatik dan mencapai ukuran yang cukup besar sebelum
terinfeksi atau menimbulkan gangguan pendengaran, dengan akibatnya hilangnya tulang
mastoid, osikula, dan pembungkus tulang saraf fasialis10.
3. Perasaan penuh
Kantong kolesteatoma dapat membesar sehingga dapat menyebabkan perasaan penuh atau
tekanan dalam telinga, bersamaan dengan kehilangan pendengaran 6.
4. Pusing
Perasaan pusing atau kelemahan otot dapat terjadi di salah satu sisi wajah (sisi telinga yang
terinfeksi) 6.
F. Histologis
Kolesteatoma secara histologis adalah kista sel-sel keratinisasi skuamosa benigna yang
disusun atas tiga komponen, yaitu kistik, matriks dan perimatrik. Kistik ters usun atas sel
skuamosa keratinisasi anukleat berdiferesiansi penuh. Matriks terdiri atas epitel skuamosa
keratinisasi seperti susunan kista. Perimatrik atau lamina propria merupakan bagian
kolesteatoma yang terdiri atas sel-sel granulasi yang mengandung kristal kolesterol. Lapisan
perimatriks merupakan lapisan yang bersentuhan dengan tulang. Jaringan granulasi
memproduksi enzim proteolitik yang dapat menyebabkan desktruksi terhad ap tulang.1.
G. Diagnosis
1. Anamnesis
Riwayat keluhan pada telinga sebelumnya harus di selidiki untuk memperoleh gejala awal
kolesteatoma. Gejala yang sering dikeluhkan adalah otore, otalgia, obstruksi nasal, tinitus dan
vertigo. Riwayat penyakit dahulu menderita penyakit pada telinga tengah seperti otitis media
dan atau perforasi membrana timpani harus ditanyakan, kehilangan pendengaran unilateral
progresif dengan otore yang berbau busuk1, riwayat operasi sebelumnya8.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terdiri atas pemeriksaan kepala dan leher, dengan perhatian terutama pada
pemeriksaan telinga. Penilaian umum untuk menghindari terlewatnya penilaian demam,
perubahan status mental dan penilaian lainnya yang dapat memberikan petunjuk kearah
komplikasi5.
Otomikroskopi merupakan alat pada pemeriksaan fisik untuk mengetahui dengan pasti
kolesteatoma. Diperlukan aural toiletisasi untuk menghilangkan otore, debris atau lapisan
kulit sehingga visualisasi dapat lebih jelas. Membran timpani harus diperiksa dengan teliti.
Retraksi sering terdapat pada attic atau membran timpani kuadran posterosuperior5.
Akumulasi debris skuamosa dapat dijumpai pada kantongnya. Terdapat juga perforasi
membrana timpani, pemeriksaan mukosa telinga tengah untuk menilai ada atau tidaknya
udema, dan jaringan granulasi5.
Tes Rinne dan Weber dengan menggunakan garputala 512 Hz didapatkan hasil t uli konduksi,
sebaiknya dibandingkan dengan pemeriksaan audiometri5.
3.Audiometri
Audiometri nada murni dengan konduksi udara dan tulang, amba ng penerimaan pembicaraan
dan pengenalan kata umumnya dipakai untuk menetapkan tuli konduksi pada telinga yang
sakit. Derajat tuli konduksi bervariasi tergantung beratnya penyakit5. Tuli konduksi sedang >
40dB menyatakan terjadinya diskontinuitas ossikula, biasanya karena erosi posesus longus
incus atau capitulum stapes8.
4.Timpanometri, dapat menurun pada penderita dengan perforasi membran timpani8.
5.Radiologi
Pemeriksaan radiologi preoperasi dengan CT scan tulang temporal tanpa kontras dalam
potongan axial dan koronal8 dapat memperlihatkan anatomi, keluasan penyakit dan skrening
komplikasi asimptomatik8. CT scan tidak essensial untuk penilaian preoperasi, dikerjakan
pada kasus revisi pembedahan sebelumnya, otitis media supuratif kronik, kecurigaan
abnormalitas kongenital atau kasus kolesteatoma dengan tuli sensorunerual, gejala vesti bular
atau komplikasi lainnya1.
Kolesteatoma kongenital di diagnosa pada anak usia pre sekolah, dapat timbul pada telinga
tengah atau dalam membrana timpani. Kolesteatoma kongenital yang melibatkan telinga
tengah diidentifikasi sebagai massa putih atau seperti mutiara yang letaknya medial terhadap
kuadran anteo superior dari membran timpani intak.5, pars placida dan pars tensanya normal,
tidak ada riwayat otore atau perforasi sebelumnya, tidak ada riwayat prosedur otologi8.
Kolesteatoma akuisital umumnya didiagnosa pada anak dengan usia lebih tua dan dewasa
dengan riwayat adanya penyakit telinga tengah. Kolesteatoma sering ditemukan pada
membrana timpani kuadran postero superior dengan membran timpaninya retraksi dan atau
perforasi. Pengurangan pendengaran terjadi seiring meluasnya penyakit5.
H. Penatalaksanaan
1. Terapi awal
Terapi awal terdiri atas pembersihan telinga, antibiotika dan tetes telinga. Terapi bertujuan
untuk menghentikan drainase pada telinga dengan mengendalikan infeksi 6. Pada kantong
dengan retraksi yang awal dapat dipasang timpanostomi8.
2. Terapi pembedahan
Kolestoma merupakan penyakit bedah. Tujuan utama pembedahan adalah menghilangkan
kolesteatoma secara total. Tujuan kedua adanya mengembalikan atau memelihara fungsi
pendengaran. Tujuan ketiga adalah memeliharan sebisa mungkin penampilan anatomi
normal. Prosedur pembedahan diterapkan pada individu dengan tanda-tanda patologis.
Keluasan penyakit akan menentukan keluasan pendekatan pembedahan1.
Kolesteatoma besar atau yang mengalami komplikasi memerlukan terapi pembedahan untuk
mencegah komplikasi yang lebih serius. Tes pendengaran dan keseimbangan, rontgen
mastoid dan CT scan mastoid diperlukan. Tes tersebut dilakukan dengan maksud untuk
menentukan tingkat pendengaran dan keluasan desktruksi yang disebabkan oleh
kolesteatomanya sendiri 6.
Sebagaimana prosedur pembedahan lainnya, konseling preoperatif dianjurkan. Konseling
meliputi penjelasan tujuan pembedahan, resiko pembedahan (paralisis fasial, verti go, tinnitus,
kehilangan pendengaran), memerlukan follow up lebih lanjut dan aural toilet 1.
Prosedur pembedahan meliputi:
a. Canal Wall Down Procedure (CWD)
b. Canal Wall Up Procedure (CWU)
c. Trancanal Anterior Atticotomi
d. Bondy Modified Radical Procedure
Berbagai macam faktor turut menentukan operasi yang terbaik untuk pasien. Canal-wall-
down prosedur memiliki probabilitas yang tinggi membersihkan perm anen kolesteatomanya.
Canal-wall-up procedure memiliki keuntungan yaitu mempertahankan penampilan normal,
tetapi resiko tinggi terjadinya rekurensi dan persisten kolestatoma. Resiko rekurensi cukup
tinggi sehingga ahli bedah disarankan melakukan tympanomastoidectomi setelah 6 bulan
sampai 1 tahun setelah operasi pertama3.
3. Follow up
Tiap pasien dimonitor selama beberapa tahun. Rekurensi dapat terjadi setelah pembedahan
awal. Follow up meliputi evaluasi setengah tahunan atau tahunan, bahkan pada pasien yang
asimptomatik3.
Pasien yang telah menjalani canal-wall-down prosedure memerlukan follow up tiap 3 bulan
untuk pembersihan saluran telinga. Pasien yang menjalani canal- wall-up prosedur umumnya
memerlukan operasi tahap kedua selelah 6-9 bulan dari operasi perta ma. Follow up dilakukan
6 bulan sampai dengan 1 tahun untuk mencegah terjadinya kolesteatoma persisten atau
rekurensi3.
I. Komplikasi
1. Tuli konduksi
Tuli konduksi merupakan komplikasi yang sering terjadi karena terjadi erosi rangkaian tulang
pendengaran. Erosi prosesus lentikular dan atau super struktur stapes dapat menyebabkan tuli
konduksi sampai dengan 50dB. Kehilangan pendengaran bervariasi sesuai dengan
perkembangan myringostapediopexy atau transmisi suara melalui kantong kolesteatoma ke
stapes atau footplate. Rangkaian tulang-tulang pendengaran selalu intak1.
2. Tuli sensorineural
Terdapatnya tuli sensorineural menandakan terdapatnya keterlibatan labyrinth1.
3. Kehilangan pendengaran total
Setelah operasi sebanyak 3% telinga yang dioperasi mengalami kerusakan permanen karena
penyakitnya sendiri aau komplikasi proses penyembuhan. Pasien harus diberikan penjelasan
tentang kemungkinan kehilangan pendengaran total 1.
4. Paralisis fasialis
Paralisis fasialis disebabkan karena hancurnya tulang diatas nervus fasialis 7. Paralisis dapat
berkembang secara akut mengikuti infeksinya atau lambat dari penyebaran kronik
kolesteatomanya. Pemeriksaan CT tulang temporal diperlukan untuk membantu
keterlibatannya. Tempat umum yang terjadi adalah gangglin genikulatum pada
epitimpanicum anterior1.
5. Fistula labyrinthin
Fistula labyrinthin terjadi pada 10% pasien dengan infeksi kronik dengan kolesteatoma.
Fistula dicurigai pada pasien dengan gangguan tuli sensorineural yang sudah berjalan lama
dan atau vertigo yang diinduksi dengan suara atau perubahan tekanan pada telinga tengah1.
6. Intrakranial
Komplikasi intrakranial seperti abses periosteal, trombosis sinus lateral dan abses intrakranial
terjadi pada 1% penderita kolesteatoma. Komplikasi intra kranial ditandai dengan gejala otore
maladorous supuratif, biasanaya dengan nyeri kepala kronik, nyeri dan atau demam1.
DAFTAR PUSTAKA
KOLESTEATOMA EKSTERNA
Kolesteatoma adalah suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).
Istilah kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johanes Muller pada tahun 1838 karena
disangka tumor yang ternyata bukan. Seluruh epitel kulit (keratinizing stratified squamous
epithelium) pada tubuh kita berada pada lokasi yang terbuka/ terpapar ke dunia luar. Epitel
kulit di liang telinga merupakan suatu daerah cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen
padat di liang telinga dalam waktu yang lama, maka dari epitel kulit yang berada medial dari
serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma.
Kolesteatoma diawali dengan penumpukan deskuamasi epidermis di liang telinga,
sehingga membentuk gumpalan dan menimbulkan rasa penuh serta kurang dengar. Bila
tidak ditanggulangi dengan baik akan terjadi erosi kulit dan bagian tulang liang telinga. Hal
yang terakhir ini disebut sebagai kolesteatoma eksterna. Kolesteatoma eksterna disusun
atas epitel gepeng & debris tumpukan pengelupasan keratin, sehingga akan lembab karena
menyerap air sehingga mengundang infeksi. Kolesteatoma mengerosi tulang yang terkena
baik akibat efek penekanan oleh penumpukan debris keratin maupun akibat aktifitas mediasi
enzim osteoklas. Etiologinya belum diketahui, sering terjadi pada pasien dengan kelainan
paru kronik, seperti bronkiektasis, juga pada pasien sinusitis. Namun kejadian kolesteatoma
sangat jarang terjadi.
Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tempat tumbuhnya kuman, yang
paling sering adalah Pseudomonas aeruginosa. Pembesaran kolesteatom menjadi lebih
cepat apabila sudah disertai infeksi, kolesteatom ini akan menekan dan mendesak organ
disekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis
diperhebat oleh karena adanya pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri.
DAFTAR PUSTAKA
Djaafar, ZA. 2006. Kolesteatoma. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT edisi kelima
hal.55-56. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
http://www.marshfieldclinic.org/proxy/MC-cattails_2006_sepoct_cyst.1.jpg .
Kolesteatoma
Kolesteatoma adalah suatu kista epithelial yang berisi deskuamasi
epitel/keratin. Patofisiologi / Patogenesis Kolesteatoma. Sel epitel debris mengumpul dalam
telinga bagian tengah, membentuk kista yang merusak struktur telinga dan mengurangi
pendengaran, seperti pada mastoiditis. Deteksi dan pengobatan secara dini pada otitis media
dengan memberikan antibiotika akan menurunkan kolesteatoma. Kolesteatoma sangat
berbahaya dan merusak jaringan sekitarnya yang dapat mengakibatkan hilangnya
pendengaran.
- Labirinitis
- Meningitis
- Abses otak
1. Glomus jugulare adalah tumor yang timbul dari bulbus jugularis (Brunner & Suddath:
1999;2056)
2. Neuroma nervus fasialis adalah tumor nervus VII, nervus fasialis (Brunner & Suddath:
1999;2056)
3. Granuloma kolesterin adalah reaksi system imun terhadap produk samping darah
(Kristal kolesterol) di dalam telinga tengah (Brunner & Suddath: 1999;2056)
4. Timpanosklerosis adalah timbunan kolagen dan kalsium di dalam telinga tengah yang
dapat mengeras di seputar osikulus sebagai akibta infeksi berulang
b. Penatalaksanaan
Pada dasarnya semua jenis massa dilakukan pengangkatan massa melalui pembedahan, dan
jika tidak memungkinkan pembedahan digunakan erapi radiasi.
Kesimpulan
Telinga adalah salah satu organ pancaindra yang memiliki fungsi yang sangat vital bagi
kehidupan manusia. Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna/aurikula), meatus autikus
eksternus, kanalis auditorius eksternus dan membran timpani. Sedangkan Telinga tengah
berbentuk kubus yang terdiri dari membrane timpani, bila dilihat dari arah liang telinga
berbentuk bundar dan lekung dan gendang telinga adalah suatu bangunan berbentuk
kerucut dengan puncaknya, umbo, mengarah ke medial.
KOLESTEATOMA
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
kolesteatom adalah kista epitelial berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi tersebut
dapat berasal dari kanalis auditoris externus atau membrana timpani. Apabila terbentuk terus
menerus dapat menyebabkan terjadinya penumpukan sehingga menyebabkan kolesteatom
bertambah besar.bersifat desktruksif pada kranium yang dapat mengerosi dan menghancurkan
struktur penting pada tulang temporal.
B. ETIOLOGI
Kolesteatoma biasanya terjadi karena tuba eustachian yang tidak berfungsi dengan
baik karena terdapatnya infeksi pada telinga tengah. Tuba eustachian membawa udara
dari nasofaring ke telinga tengah untuk menyamakan tekanan telinga tengah dengan udara
luar. Normalnya tuba ini kolaps pada keadaan istirahat, ketika menelan atau menguap, otot
yang mengelilingi tuba tersebut kontraksi sehingga menyebabkan tuba tersebut membuka
dan udara masuk ke telinga tengah. Saat tuba eustachian tidak berfungsi dengan baik udara
pada telinga tengah diserap oleh tubuh dan menyebabkan di telinga tengah sebagian terjadi
hampa udara. Keadaan ini menyebabkan pars plasida di atas colum maleus membentuk
kantong retraksi, migrasi epitel membran timpani melalui kantong yang mengalami retraksi
ini sehingga terjadi akumulasi keratin.
C. PATOFISIOLOGI
Terdiri dari :
Deskuamasi epitel skuamosa (keratin)
Jaringan granulasi yang mensekresi enzim proteolitik
Dapat memperluas diri dengan mengorbankan struktur dise kelilingnya
4. Teori Implantasi.
akibat adanya implantasi epitel kulit secara iatrogenik ke dalam telinga tengah waktu operasi,
setelah blust injury, pemasangan ventilasi tube atau set elah miringotomi.
Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tumbuhnya kuman, yang paling sering
adalah Pseudomonas aerogenusa. Pembesaran kolesteatom menjadi lebih cepat apabila sudah
disertai infeksi, kolesteatom ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta
menimbulkan nekrosis terhadap tulang.
Erosi tulang melalui dua mekanisme.
1. desakan atau tekanan yang mengakibatkan remodeling tulang atau nekrosis tulang.
2. aktivitas enzimatik tepi kolesteatom yang bersifat osteoklastik yang menyebabkan resorpsi
tulang.
E. KLASIFIKASI
a. Kolesteatom Kongenital.
membrana timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. ditemukan pada daerah petrosus mastoid,
cerebellopontin angle, anterior mesotimpanum atau pada daerah tepi tuba austachii, dan
seringkali teridentifikasi pada usia 6 bulan hingga 5 tahun.
b. Kolesteatoma Akuisital
1. Primer
terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membrane timpani, akan tetapi telah terjadi retraksi
membran timpani.
2. Kolestetoma Akuisital Sekunder
terbentuk setelah perforasi membran timpani. Terbentuk akibat dari masuknya epitel kulit
dari liang telinga /dari pinggir perforasi membrana timpani.
F. GEJALA KLINIS
Perforasi sentral (lubang terdapat di tengah-tengah gendang telinga) keluar nanah berbau
busuk dari telinga tanpa disertai rasa nyeri. Bila terus menerus kambuh, akan terbentuk
pertumbuhan menonjol (polip), yang berasal dari telinga tengah dan melalui lubang pada
gendang telinga akan menonjol ke dalam saluran telinga luar.
- Pendengaran berkurang
- Perasaan cemas
- Pusing
Perasaan pusing atau kelemahan otot dapat terjadi di salah 1 sisi wajah atau sisi telinga yang
terinfeksi.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Rontgen konvensional posisi Waters dan Stenvers
CT scan
MRI
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas
Gangguan keseimbangan tubuh
Mudah lelah
2. Sirkulasi
Hipotensi, hipertensi, pucat ( menendakan adanya stres )
3. Nutrisi
Adanya mual
4. System pendengaran
Adanya suara abnormal (dengung)
5. Pola istirahat
Gangguan tidur/kesulitan tidur
C. PERENCANAAN
1. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan nyeri.
Tujuan :
Setelah dilakukannya tindakan keperawatan 1X24 jam diharapkan klien dapat istirahat dan
tidur.
Kr iteri a hasil :
I ntervensi :
2. Gangguan rasa nyaman dan nyeri berhubungan dengan infeksi pada gendang telinga.
Tujuan :
I ntervensi :
I ntervensi :
Setelah dilakauakan tindakan keperawatan klien dan keluarga klien tidak cemas.
Kr iteri a hasil :
Definisi
Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi jaringan epitel (keratin).
Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma bertambah besar. 1
Seringkali kolesteatoma dihubungkan dengan kehilangan pendengaran dan infeksi pada
telinga yang menghasilkan cairan pada telinga. Tetapi dapat juga tanpa gejala. 2
Istilah kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johannes Muller pada tahun 1838 karena
disangka kolesteatoma merupakan suatu tumor, ternyata bukan. Beberapa istilah lain yang
diperkenalkan oleh para ahli antara lain adalah: keratoma (Schucknecht), squamous
epiteliosis (Birrel, 1958), kolesteatosis (Birrel. 1958), epidermoid kolesteatoma (Friedman,
1959), kista dermoid (Fertillo, 1970), epidermosis (Sumarkin, 1988). 1 Seluruh epitel kulit
(keratinizing stratified squamous epithelium) pada tubuh kita berada pada lokasi yang
terbuka/terpapar ke dunia luar. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu daerah cul-de-
sac sehingga apabila terdapat serumen yang pada ( serumen plug) di liang telinga dalam
waktu yang lama, maka dari epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut seakan
terperagkap sehingga membentuk kolesteatom. Kolesteatom ini merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah Pseudomonas aeruginosa.
Kolesteatom cepat membesar bila sudah disertai dengan infeksi. Kolesteatom ini akan
menekan dan mendesak organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang.
Terjadinya proses nekrosis diperhebat olh karena adanya pembentukan reaksi asam oleh
pembusukan bakteri.
Walaupun kolesteatom sudah dikenal sejak pertengahan abad ke 19, namun sampai sekarang
patogenesis penyakit ini masih belum jelas. Banyak teori telah dikemukakan oleh para ahli
tentang pathogenesis kolesteatom, antara lain: teori invaginasi, teori imigrasi, teori metaplasi
dan teori implantasi.
1) Kolesteatom Kongenital
Kolesteatoma kongenital terjadi karena perkembangan dari proses inklusi pada embrional
atau dari sel-sel epitel embrional. Karena itu kolesteatoma ditemui di belakang dari membran
tympani yang intak, tanpa berlanjut ke saluran telinga luar dengan tidak adanya faktor-faktor
yang lain seperti perforasi dari membran t ympani, atau adanya riwayat infeksi pada telinga.
Berdasarkan teori klasik oleh Derlacki dan Clemis (1965), kolesteatoma kongenital terjadi
pada di belakang membran tympani yang intak, tanpa riwayat infeksi sebelumnya.4 Namun
definisi ini telah berubah setelah diketajui bahwa hampir 70% anak akan mengalami
sekurang-kurangnya satu kali episode otitis media. 4 Oleh karena itu Levenson, dkk (1989)
membuat modifikasi definisi kolesteatoma kongenita (Tabel 1)
3
Tabel 1. Kriteria Kolesteatoma Kongenital Telinga Tengah
Tipikal kolesteatom kongenital ditemukan pada bagian anterior mesotympanum atau pada
area sekitar tuba eustachius, dan sering terjadi pada awal kanak-kanak (6 bulan sampai 5
tahun).5 Penelitian Levenson menunjukkan bahwa rata-rata usia terjadinya kolesteatoma
kongenital adalah 4,5 tahun dengan perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan 3:1.
Dua pertiga kasus terjadi pada kuadran anteroposterior membran t ympani.3
Etiologi dan patogenesis kolesteatoma belum diketahui dengan jelas. Dua teori yang sering
digunakan adalah kegagalan involusi penebalan epitel ektodermal yang terjadi pada masa
perkembangan fetus pada bagian proksimal ganglion genikulatum, serta teori terjadinya
metaplasi mukosa telinga tengah.
1) Kolesteatom Aquisita
Kolesteatoma aquisita dibagi menjadi dua, yaitu primer dan sekunder. Faktor terpenting dari
kolesteatoma aquisita, baik primer maupun sekunder, adalah epitel skuamous keratinisasi
tumbuh melewati batas normal.3 Kolesteatoma aquisita primer merupakan manifestasi dari
perkembangan membran tympani yang retraksi. Kolesteatoma aquisita sekunder sebagai
konsekuensi langsung dari trauma pada membrane tympani.
Jika terjadi disfungsi tuba Eustachius, maka terjadilah keadaan vakum pada telinga tengah.
Sehingga pars flaccida membrana tympani tertarik dari terbentuklah kantong ( retraction
pocket ). Jika kantong retraksi ini terbentuk maka terjadi perubahan abnormal pola migrasi
epitel tympani, menyebabkan akumulasi keratin pada kantong tersebut. Akumulasi ini
semakin lama semakin banyak dan kantong retraksi bertambah besar ke arah medial.
Destruksi tulang-tulang pendengaran sering terjadi pada kasus ini. Pembesaran dapat
berjalan semakin ke posterior mencapai aditus ad antrum menyebar ke tulang mastoid, erosi
tegmen mastoid ke durameter dan atau ke lateral kanalis semisirkularis yang dapat
menyebabkan ketulian dan vertigo. 3,4,5
Patogenesis kolesteatoma aquisita sekunder diterangkan dengan beberapa teori, yaitu: teori
implantasi, teori metaplasi, dan teori invasi epitelial. Menurut teori implantasi, epitel
skuamous terimplantasi ke telinga tengah sebagai akibat pembedahan, adanya benda asing,
atau trauma.
Berasarkan teori metaplasia, epitel terdeskuamasi diubah menjadi epitel skuamosa stratified
keratinisasi akibat terjadinya otitis media akut berulang ataupun kronis. Sedangkan
mekanisme menurut teori invasi epitel adalah bahwa kapanpun terjadi perforasi pada
mambran tympani, epitel squamous akan bermigrasi melewati tepi perforasi dan bejalan ke
medial sejajar dengan permukaan bawah gendang telinga merusak epitel kolumnar yang ada.
Telah diyakini bahwa proses ini disebabkan infeksi kronik yang terus berlangsung dalam
cavum tympani. Pertumbuhan papiler ke dalam yang menyebabkan perkembangan
kolesteoma bermula pada pars flaccida. Reaksi peradangan pada ruang Prussack ( Prussack’s
space), yang biasanya disebabkan ventilasi yang buruk pada daerah ini dapa menyebabkan
perusakan membran basal menyebabkan pertumbuhan dan proliferasi tangkai sel epitel ke
dalam.3
Sekali kantong atau kista epitel skuamosa terbentuk dalam rongga telinga tengah, terbentuk
lapisan-lapisan deskuamasi epitel dengan kristal kolestrin mengisi kantong. Matriks epitel
yang mengelilinginya meluas ke ruang-ruang yang ada di ruang atik, telinga tengah dan
mastoid. Perluasan proses ini diikuti kerusakkan tulang dinding atik, rantai osikular, dan
septa mastoid untuk memberi tempat bagi kolesteatom yang bertambah besar.
Dulu dianggap bahwa tekanan yang terjadi karena kolesteatom yang membesar menyebabkan
destruksi tulang. Kini terbukti bahwa erosi tulang disebabkan karena adanya enzim osteolitik
atau kolagenase yang disekresi oleh jaringan ikat subepitel. Proses osteogenesis ini disertai
osteogenesis dalam mastoid dengan adanya sklerosis. Infeksi pada kolesteatoma bukan
hanya menyebabkan sklerosis mastoid yang cepat tetapi juga peningkatan proses osteolitik.
Daftar Pustaka
1. Djaffar Zainul A. Kelainan Telinga Tengah. In: Soepardi EA, Iskandar N; editor. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, ed. 5. Jakarta; Fakultas Kedokteran Ilmu
Indonesia; 2001.p. 49-62
2. The National Deaf Children`s Society. Cholesteatoma. Avaiable at: http://www.ndcs.org.uk
th
(last access: January 24 , 2006)
3. Underbrink M, Gadre A. Cholesteatoma. In: Quinn FB, Ryan MW; editor. Grand Round
Presentation, UTMB, Dept. Of Otolaryngology. Avaiable at:
http://www.utmb.edu/otoref/Grnds/Cholesteatoma-020918/Cholesteatoma.pdf (last
th
access: January 24 , 2006)
1.Test Weber; Prinsip pemeriksaan ini adalah membadingkan hantaran tulang telinga kiri dan
kanan pada telinga normal hantaran antara telinga kiri dan kanan akan sama.
Cara pemeriksaannya ;
Garpu tala 512 Hz. yang telah digetarkan diletakan ujungnya pada vertex, atau dahi .
Penderita ditanyakan apakah masih mendengar suara garpu tala atau tidak ? Bila tidak dapat
membedakan ke arah telinga mana yang lebih keras atau dijawab sama kerasnya antara kanan
dan kiri artinya tidak terdapat lateralisasi. Apabila terdapat penjalaran ke salah satu telinga
maka artinya terdapat lateralisasi.
2.Test Rinne ; Prinsip test ini adalah membandingkan hantaran tulang dengan hantaran udara
pada satu telinga. Pada telinga normal hantaran udara lebih panjang daripada hantaran tulang.
Juga pada tuli sensorineural hantaran udara lebih panjang daripada hantaran tulang. Di lain
pihak pada tuli konduktif hantaran tulang lebih panjang daripada hantaran udara.
Cara pemeriksaannya :
Garpu tala 512 Hz yang telah digetarkan diletakan pada proc. mastoideus dari telinga yang
akan diperiksa. Kepada pasien ditanyakan apakah mendengar sekaligus diinstruksikan supaya
mengangkat tangan apabila sudah tidak mendengar lagi. Bila penderita sudah mengangkat
tangan garpu tala dipindahkan hingg ujung yang bergetar berada kira-kira 3 cm di depan
meatus akustikus eksternus dari telinga yang diperiksa. Bila penderita masih mendengar
dikatakan Rinne positif bila sudah tidak mendengar dikatakan Rinne negatif.
3.Test Schwabach; Prinsip test ini adalah membandingkan hantaran tulang pada penderita
dengan hantaran tulang pemeriksa dengan catatan telinga pemeriksa harus normal.
Cara pemeriksaannya ;
Garpu tala 512 Hz yang sudah digetarkan diletakan pada proc. Mastoideus pasien kemudian
kepada pasien ditanyakan apakah masih mendengar suara dari garpu tala, sesudah itu
diinstruksikan juga supaya mengangkat tangannya apabila sudah tidak mendengar suara
hantaran dari garpu tala. Bila pasien mengangkat tangan garpu tala segera dipindahkan ke
proc.Mastoideus pemeriksa. Ada 2 kemungkinan pemeriksa masih mendengar dikatakan
schwabach memendek atau pemeriksa sudah tidak mendengar lagi suara hantaran pada garpu
tala. Bila pemeriksa sudah tidak mendengar lagi suara hantaran harus dilakukan cross yaitu
garpu tala mula-mula diletakan pada proc. Mastoideus pemeriksa kemudian bila sudah tidak
mendengar lagi garpu tala segera dipindahkan ke proc.Mastoideus pasien dan ditanyakan lagi
apakah pasien mendengar suara hantaran dari garpu tala?. Bila penderita tidak mendengar
lagi dikatakan Schwabach normal dan bila pasien masih mendengar suara hantaran pada
garpu tala maka dikatakan Schwabach memanjang.
Catatan : Pada tuli Konduktf < 30dB , Rinne bisa masih positif
LATAR BELAKANG
Secara umum kekerasan suara berkaitan dengan amplitudo gelombang suara dan
nada berkaitan dengan prekuensi (jumlah gelombang persatuan waktu). Semakin besar
suara semakin besar amplitudo, semakin tinggi frekuensi dan semakin tinggi nada.
Namun nada juga ditentukan oleh factor - faktor lain yang belum sepenuhnya dipahami
selain frekuensi dan frekuensi mempengaruhi kekerasan, karena ambang pendengaran
lebih rendah pada frekuensi dibandingkan dengan frekuensi lain. Gelombang suara
memiliki pola berulang, walaupun masing - masing gelombang bersifat kompleks,
didengar sebagai suara musik, getaran apriodik yang tidak berulang menyebabakan
sensasi bising. Sebagian dari suara musik bersala dari gelombang dan frekuensi primer
yang menentukan suara ditambah sejumla getaran harmonik yang menyebabkan suara
memiliki timbre yang khas. Variasi timbre mempengaruhi mengetahhi suara berbagai alat
musik walaupun alat tersebut memberikan nada yang sama. (William F.Gannong, 1998)
Telah diketahui bahwa adanya suatu suara akan menurunkan kemampuan seseorang
mendengar suara lain. Fenomena ini dikenal sebagai masking (penyamaran). Fenomena
ini diperkirakan disebabkan oleh refrakter relative atau absolute pada reseptor dan urat
saraf pada saraf audiotik yang sebelumnya teransang oleh ransangan lain. Tingkat suatu
suara menutupi suara lain berkaitan dengan nadanya. Kecuali pada lingkungan yang
sangat kedap suara, Efek penyamaran suara lata akan meningkatan ambang pendengaran
dengan besar yang tertentu dan dapat diukir.
lingkungan eksternal menjadi potensi aksi di saraf pendengaran । Gelombang diubah oleh
Merupakan organ pendengaran dan keseimbangan.Terdiri dari telinga luar, tengah dan
dalam. Telinga manusia menerima dan mentransmisikan gelombang bunyi ke otak dimana bunyi
tersebut akan di analisa dan di intrepretasikan. Cara paling mudah untuk menggambarkan fungsi
dari telinga adalah dengan menggambarkan cara bunyi dibawa dari permulaan sampai akhir dari
setiap bagian-bagian telinga yang berbeda.
Auricula
Membran timpani
Telinga tengah
Telinga tengah adalah ruang berisi udara yang menghubungkan rongga hidung dan
tenggorokan dihubungkan melalui tuba eustachius, yang fungsinya menyamakan tekanan
udara pada kedua sisi gendang telinga. Tuba eustachius lazimnya dalam keadaan tertutup
akan tetapi dapat terbuka secara alami ketika anda menelan dan menguap. Setelah sampai
pada gendang telinga, gelombang suara akan menyebabkan bergetarnya gendang telinga,
lalu dengan perlahan disalurkan pada rangkaian tulang-tulang pendengaran. Tulang-
tulang yang saling berhubungan ini - sering disebut " martil, landasan, dan sanggurdi"-
secara mekanik menghubungkan gendang telinga dengan "tingkap lonjong" di telinga
dalam. Pergerakan dari oval window (tingkap lonjong) menyalurkan tekanan gelombang
dari bunyi kedalam telinga dalam.
Telinga Dalam
Koklea
Organo corti
Telinga dalam dipenuhi oleh cairan dan terdiri dari "cochlea" berbentuk spiral
yang disebut rumah siput. Sepanjang jalur rumah siput terdiri dari 20.000 sel-sel rambut
yang mengubah getaran suara menjadi getaran-getaran saraf yang akan dikirim ke otak.
Di otak getaran tersebut akan di intrepertasi sebagai makna suatu bunyi. Hampir 90%
kasus gangguan pendengaran disebabkan oleh rusak atau lemahnya sel-sel rambut telinga
dalam secara perlahan. Hal ini dikarenakan pertambahan usia atau terpapar bising yang
keras secara terus menerus. Gangguan pendengaran yang diseperti ini biasa disebut
dengan sensorineural atau perseptif. Hal ini dikarenakan otak tidak dapat menerima
semua suara dan frekuensi yang diperlukan untuk - sebagai contoh mengerti percakapan.
Efeknya hampir selalu sama, menjadi lebih sulit membedakan atau memilah pembicaraan
pada kondisi bising. Suara-suara nada tinggi tertentu seperti kicauan burung menghilang
bersamaan, orang-orang terlihat hanya seperti berguman dan anda sering meminta mereka
untuk mengulangi apa yang mereka katakan. Hal ini dikarenakan otak tidak dapat
menerima semua suara dan frekuensi yang diperlukan untuk sebagai contoh mengerti
percakapan. Contoh kecil seperti menghilangkan semua nada tinggi pada piano dan
meminta seseorang untuk memainkan sebuah melodi yang terkenal. Dengan hanya 6 atau
7 nada yang salah, melodi akan sulit untuk dikenali dan suaranya tidak benar secara
keseluruhan. Sekali sel-sel rambut telinga dalam mengalami kerusakan, tidak ada cara
apapun yang dapat memperbaikinya. Sebuah alat bantu dengar akan dapat membantu
menambah kemampuan mendengar anda. Andapun dapat membantu untuk menjaga agar
selanjutnya tidak menjadi lebih buruk dari keadaan saat ini dengan menghindari sering
terpapar oleh bising yang keras.
a. Canalis Semisirkularis
b. Utrikulus
Utrikulus adalah struktur seperti kantung yang terletak di dalam rongga tulang di
antara kanalis semisirkularis dan koklea. Rambut – rambut pada sel rambut asertif di
organ ini menonjol ke dalam suatu lembar gelatinosa di atasnya, yang gerakannya
menyebabkan perubahan posisi rambut serta menimbulkan perubahan potensial di
sel rambut.
c. Sacculus
Sacculus adalah struktur seperti kantung yang terletak di dalam rongga tulang di
antara kanalis semisirkularis dan koklea. Sacculus memiliki fungsi serupa dengan
utrikulus, kecuali dia berespons secara selektif terhadap kemiringan kepala
menjauhi posisi horizontal (misalnya bangun dari tempat tidur) dan terhadap
akselerasi atau deselerasi loner vertical (misalnya melompat atau berada dalam
elevator).
Fisiologi Pendengaran
Getaran suara ditangkap ol;eh telinga yang dialirkan ke telinga dan mengenai
memberan timpani, sehingga memberan timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke
tulang-tulang pendengaran yang berhhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes
menggerakkan perilimfe dalam skala vestibui kemudian getaran diteruskan melalui
Rissener yang mendorong endolimfe dan memberan basal ke arah bawah, perilimfe dalam
skala timpani akan bergerak sehingga tingkap bundar (foramen rotundum) terdorong
kearah luar.
Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion kalium dan ion Na
menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang N.VIII yang kemudian neneruskan
ransangan ke pusat sensori pendengaran di otak melalui saraf pusat yang ada di lobus
temporalis.
1. Tuli konduktif
a. Kelainan telingna luar yang menyebabkan tuli konduktif adalah astresia liang
telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumsripta, osteoma liang teling.
b. Kelainan telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif adalah tubakar/sumbatan
tuba eustachius, dan dislokasi tulang pensdengaaran.
2. Tuli perseptif
Disebabkan oleh kerusakan koklea (N. audiotorius) atau kerusakan pada sirkuit system
saraf pusat dari telinga. Orang tersebut mengalamipenurunan atau kehilangan kemampuan
total untuk mendengar suara dan akan terjadi kelainan pada :
a. Organo corti
b. Saraf : N.coclearis dan N.vestibularais
3. Tuli campuran
Terjadi karena tuli konduksi yang pada pengobatannya tidak sempurna sehingga infeksi
skunder (tuli persepsi juga).
Kekurangan Pendengaran
Dalam penentuan apakah ada KP atau tidak pada penderita hal penting yang harus
diperhatiakan adalah umur prnderita. Respon manusia terhadap suara atau
percakapan yang didengranya tergantung pada umur pertumbuhannya. Usia 6
tahun diambil sebagai batas, kurang dari 6 tahun respon anak terhadap suara atau
percakapan berbeda-beda tergantung umurnya, sedangkan lebih dari 6 tahun
respon anak terhadap suara atau percakapan yang didengar sama dengan orang
dewasa karena luasnya aspek diagnostik KP. Pad kedua golongan umur tersbut,
maka dalam makalah ini yang diuraikan hanya diagnosis KP pada anak -anak umur
6 tahun keatas dan dewasa.
2. Jenis KP
Jenis KP berdasarkan lokalisasi lesi :
a. KP jenis hantaran
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada telinga luar dan atau telinga
tengah.
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada telinga dalam (pada koklea dan
N.VIII)
c. KP jenis campuran
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada telinga t engah dan telinga dalam.
d. KP jenis sentral
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada nucleus auditorius dibatang otak
sampai dengan korteks otak.
e. KP jenis fungsional
Pada KP jenis ini tidak dijumpai adanya gangguan atau lesi organic pada
system pendengaran baik perifer maupun sentral, melainkan berdadasarkan
adanya masalah psikologis atau omosional.
3. Menentukan penyebab KP
b. Pemeriksaan umum dan khusus (telinga, hidung dan tenggorokan ) yang teliti.
Ada 4 cara yang dapat kita lakukan untuk mengetes fungsi pendengaran
penderita, yaitu :
a. Tes bisik
c. Tes garputala
d. Pemeriksaan audiometri
Pemeriksaan audiometri
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan
nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap frekuensi ditentukan
intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran
normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai
rentang nada yang paling terpengaruh.
a. Definisi
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan
mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur
ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan
lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.
2) Audiometri tutur
c. Tujuan
1. Test Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan
hantaran udara pada satu telinga pasien.
a. Garputal 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak
lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah
pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan
meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat
mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya
b. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara
tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan
meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi
garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang
meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien
mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne
negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah
atau lebih keras dibelakang.
2) Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih
lama)
a) Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.
b) Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)
c) Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi
I yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula
timbul.
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun
pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus, tangkai
garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa
karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.
Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak
mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien.
Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala
kedepan meatus akustukus eksternus.
2. Test Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara
kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala 512 Hz
lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana
yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar
lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-
sama tidak mendengar atau sam-sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.
Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan
terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum timpani
missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam cavum
timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan.
Interpretasi:
a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai
ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.
1) Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan.
2) Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan ebih
hebat.
3) Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di
dengar sebelah kanan.
4) Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebaaaat dari pada
sebelah kanan.
5) Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kana jarang terdapat.
3. Test Swabach
Tujuan :
Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan
probandus.
Dasar :
Getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak,
khususnya osteo temporale
Cara Kerja :
Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala
probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah dan
akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak mendengar suara
garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala itu, ke puncak kepala orang
yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua
kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara.
Beranda
Untuk melihat ada tidaknya gangguan fungsi pendengaran pada pekerja dengan menggunakan garpu
tala untuk pemeriksaan gangguan fungsi pendengaran o leh peneliti. Test garpu tala untuk
pengukuran kualitatif, idealnya menggunakan garpu tala dengan frekuensi 512, 1024, dan 2048 Hz.
Bila tidak mungkin cukup dipakai garpu tala dengan frekuensi 512 Hz karena tidak penggunaan garpu
tala ini tidak terlalu dipengaruhi oleh suara bising disekitar lingkungan pemeriksaan.
•Tes Rinne
Tujuan : membandingkan hantaran melalui udara dan tulang pada telinga yang diperiksa. Cara :
garpu tala digetarkan dan tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus. Setelah tidak terdengar
garpu tala dipegang di depan telingan kira-kira 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne Positif,
bila tidak terdengar disebut Rinne Negatif. Dalam keadaan normal hantaran melalui udara lebih
panjang daripada hantaran tulang.
•Tes Weber
Tujuan : membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan. Cara : garpu tala digetarkan dan
tangkai garpu tala diletakkan di garis tengah dahi atau kepala. Bila bunyi terdengar lebih keras pada
salah satu telinga disebut literalisasi ke telinga tersebut. Bila terdengar sama atau tidak terdengar
disebut tidak ada literalisasi. Bila pada telinga yang sakit (literalisasi pada telinga yang sakit) berarti
terdapat tuli konduktif pada telinga tersebut,bila sebaliknya (literalisasi pada telinga yang sehat)
berarti pada telinga yang sakit terdapat tuli saraf.
•Tes Schwabach
Tujuan : membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa normal. Cara :
garpu tala digetarkan dan tangkai garpu tala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak
terdengar bunyi kemudian dipindahkan ke prosesus mastoideus pemeriksa yang pendengarannya
dianggap normal. Bila masih dapat mendengar disebut memendek atau tuli saraf, bila pemeriksa
tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya. Bila pasien masih mendengar,
disebut memanjang atau terdapat tuli konduktif. Jika kira-kira sama mendengarnya disebut sama
dengan pemeriksa.
Tes-tes ini memiliki tujuan khusus yang berbeda dan saling melengkapi.
2. Tes Rinne
Tujuan : membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada satu telinga
penderita.
Cara :
- Bunyikan garpu tala frekwensi 512 Hz, letakkan tangkainya tegak lurus pada
planum mastoid penderita (posterior dari MAE) sampai penderita tak mendengar,
kemudian cepat pindahkan ke depan MAE penderita. Apabila penderita masih
mendengar garpu tala di depan MAE desebut Rinne positif , bila tidak mendengar
disebut Rinne negatif .
- Bunyikan garpu tala frekwensi 512 Hz, kemudian dipancangkan pada planum
mastoid, kemudian segera dipindah di depan MAE, penderita ditanya mana yang lebih
keras. Bila lebih keras di depan disebut Rinne positif , bila lebih keras di belakang
Rinne negatif .
Interpretasi :
* Normal : Rinne positif (mendengar)
* Tuli konduksi : Rinne negatif ( tidak mendengar)
* Tuli sensori neural : Rinne posotof (dengar)
Kadang-kadang terjadi false Rinne (pseudo positif atau pseudo negatif) terjadi bila
stimulus bunyi ditangkap oleh telinga yang tidak di tes, hal ini dapat terjadi bila
telinga yang tidak dites pendengarannya jauh lebih baik daripada yang di tes.
Kesalahan :
- Garpu tala tidak diletakkan dengan baik pada mastoid atau miring, terkena rambut,
jaringan lemak tebal shg penderita tidak mendengar atau getaran terhenti karena kaki
garpu tala tersentuh aurikulum.
- Penderita terlambat memberi isyarat waktu garpu tala sudah tak terdengar lagi, shg
waktu dipindahkan di depan MAE getaran garpu tal a sudah berhenti.
3. Tes Weber
Tujuan : membandingkan hantaran tulang antara kedua teli nga penderita.
Cara :
- Garpu tala frekwensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus di
garis median, biasanya di dahi (dapat pula pada vertex, dagu atau pada gigi insisivus) dengan
kedua kaki pada garis horizontal. Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yang
mendengar atau mendengar lebih keras. Bila mendengar pada satu telinga disebut
lateralisasi ke sisi telinga tersebut . Bila kedua telinga tak mendengar atau sama-sama
mendengar bararti tak ada lateralisasi.
Interpretasi :
* Normal : tidak ada lateralisasi
* Tuli konduksi : mendengar lebih keras di telinga yang sakit.
* Tuli sensori neural : mendengar lebih keras pada telinga yang sehat.
Karena menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinannya dapat lebih dari satu.
4. Tes Schwabach
Tujuan : membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita dgn pemeriksa .
Cara :
- Garpu tala frekwensi 512 Hz dibunyikan kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus pada
mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak mendengar, secepatnya garpu tala
dipindahkan ke mastoid penderita. Bila penderita masih mendengar maka Schwabach
memanjang, tetapi bila penderita tidak mendengar, terdapat 2 kemungkinan yaitu
Schwabach memendek atau normal.
Untuk membedakan kedua kemungkinan ini maka tes dibalik, yaitu tes pada penderita dulu
baru ke pemeriksa.
Garpu tala 512 Hz dibunyikan kemudian diletakkan tegak lurus pada mastoid penderita, bila
penderita sudah tidak mendengar maka secepatnya garpu tala dipindahkan pada mastoid
pemeriksa, bila pemeriksa tidak mendengar berarti sama-sama normal, bila pemeriksa masih
mendengar berarti Schwabach penderita memendek.
Interpretasi :
* Normal : Schwabach normal
* Pada tuli konduksi : Schwabach memanjang.
* Pada tuli sensori neural : Schwabach memendek
PEMERIKSAAN PENDENGARAN
Pemeriksaan pendengaran dilakukan dengan :
1. Garputala
2. Uji berbisik
3. Audiometrik
Garputala terdiri dari satu set, lima buah, dengan frekuensi 128 Hz, 256 hz, 512 Hz, 1024 Hz
dan 2048 Hz. Untuk tes dengan garputala biasanya dipakai garpu tala 512 Hz, dan diperiksa
di ruang periksa, tidak perlu di ruang kedap suara, asalkan tidak terlalu riuh. Ada 3 macam
pemeriksaan:
a. Uji Rinne
Membandingkan hantaran melalui udara dan melalui tulang.
Caranya ialah garputala digetarkan, lalu diletakkan pada tulang di belakang teli nga dengan
demikian getaran melalui tulang akan sampai ke telinga dalam. Apabila pasien tidak
mendengar bunyi dari garputala yang digetrakan itu, maka garputala dipindahkan ke depan
liang telinga, kira-kira 2,5 cm jaraknya dari liang tel inga. Hantaran disini ialah hantaran
melalui udara. Pada pasien yang pendengarannya masih baik, maka hantaran melalui udara
lebih baik dari hantaran melalui tulang. Jadi garputala yang tadi diletakkan di tulang telinga
belakang telinga tidak terdengar lagi, ketika dipegang di dekat liang telinga akan terdengar
lagi, disebut uji rinne positif
b. Uji Weber
Membandingkan hantaran tulang telinga kanan dengan teli ng akiri.
Caranya garputala digetarkan kemudian diletakkan pada garis tengah seperti di ubun-ubun,
dahi, atau pertengahan gigi seri. Pasien dengan gangguan pendengaran akan mengatakan
bahwa salah satu telinga lebih jelas mendengar bunyi garputala itu. Pada orang normal akan
mengatakan bahwa tidak mendengar perbedaan bunti kiri dan kanan. Bila lebih keras ke
kanan disebut lateralisasi ke kanan.
c. Uji Schwabach
Membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Caranya ialah, garputala digetarkan , lalu dasarn ya ditempelkan pada tulang di belakang
telinga passion. Setelah pasien mengatakan tidak mendnegar lagi, maka dasar garputala
diletakkan ke tulang belakang telinga pemeriksa. Apabila pemeriksa masih dapat mendengar
bunyi, maka dikatakan bahwa telinga pasien uji schwabachnya memendek.
Uji berbisik
Uji berbisik dilakukan di ruang yang cukup tenang, dengan panjang 6 meter. Pemeriksa
duduk ke samping, telinga yang akan diperiksa ke ruang yang 6 meter itu, sedangkan telinga
yang sebelah lagi ditutup dengan jarinya.Pemeriksa mengucapkan kata yang terdiri dari 2
suku kata, diucapkan secara berbisik pada akhir ekspirasi. Pasi en harus mengulangi apa yang
disebut pemeriksa. Dimulai sejak jarak 6 meter, makin lama pemeriksa makin mendekat,
sampai pasien dapat menyebut kata dengan benar. Hasil uji berbisik orang normal ialah 5/6 –
6/6
Uji Audiometrik
Pemeriksaan dilakukan didalam ruang kedap suara. Pasien diberi tahu, supaya apabila
mendengar bunyi segera memencet tombol, dan apabila bunyi tidak terdengar lagi pencetan
pada tombol dihentikan.
Mula-mula diperiksa hantaran melalui udara (AC) dengan memakaikan headphone pada
pasien. Pemeriksaan dimulai dengan frekuensi 250 hz, kemudian intensitas dinaikkan mulai
dari 0 desibel, sampai pasien mendengar bunyi. Pemeriksaan dilanjutkan dengan frekuensi
500 Hz, 1000 Hz, 1500 Hz, sampai 8000 Hz. Pada telinga kanan, kemudian telinga kiri.
Setelah itu headphone diganti dengan konduktor tulang yang dilekatkan pa da ujung tulang
mastoid di belakang telinga untuk memeriksa hantaran tulang (BC) dan dilakukan
pemeriksaan seperti pada pemeriksaan AC.
Dari pemeriksaan ini dapat diketahui apakah pasien mempunyai pendengaran normal, tuli
hantar (konduktif), tuli saraf (sensorineural) atau tuli campur. Juga dapat terlihat apakah
kurang dengarnya ringan, sedang atau berat.
Test Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan antara hantaran tulang
dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.
Garputal 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus
pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien
tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus
eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya
tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya
Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara
tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus
akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan
meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus
eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus
akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar
didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.
Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama)
Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.
Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)
Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I yang
mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa
maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak
lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai
aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.
Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah
tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid
pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan
garputala kedepan meatus akustukus eksternus.
Test Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara
kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala 512
Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien,
telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien
mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga
tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sam-sama mendengaar
maka berarti tidak ada lateralisasi.
Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan
terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum
timpani missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus
di dalam cavum timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan
didengarkan di sebelah kanan.
Interpretasi:
Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai ke
kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.
Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:
Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan.
Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan ebih hebat.
Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar
sebelah kanan.
Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebaaaat dari pada sebelah
kanan.
Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kana jarang terdapat.
Test Swabach
Tujuan :
Dasar :
Getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya
osteo temporale
Cara Kerja :
Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala
probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin
melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak
mendengar suara garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala itu, ke
puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding).
Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak
mendengar suara.
Test Weber.
Prinsip test ini adalah membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan.
Telinga normal hantaran tulang kiri dan kanan akan sama.
a. Cara pemeriksaan. Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah disentuh diletakkan
pangkalnya pada dahi atau vertex. Penderita ditanyakan apakah mendengar atau tidak.
Bila mendengar langsung ditanyakan di telinga mana didengar lebih keras. Bila
terdengar lebih keras di kanan disebut lateralisasi ke kanan.
b. Evaluasi Tets Weber. Bila terjadi lateralisasi ke kanan maka ada beberapa
kemungkinan
Dengan kata lain test weber tidak dapat berdiri sendiri oleh karena tidak dapat
menegakkan diagnosa secara pasti.
Test Rinne.
Prinsip test ini adalah membandingkan hantaran tulang dengan hantaran udara pada
satu telinga. Pada telinga normal hantaran udara lebih panjang dari hantaran tulang.
Juga pada tuli sensorneural hantaran udara lebih panjang daripada hantaran tulang.
Dilain pihak pada tuli konduktif hantaran tulang lebih panjang daripada hantaran udara.
a. Cara pemeriksaan. Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz disentuh secara lunak pada tangan
dan pangkalnya diletakkan pada planum mastoideum dari telinga yang akan diperiksa.
Kepada penderita ditanyakan apakah mendengar dan sekaligus di instruksikan agar
mengangkat tangan bila sudah tidak mendengar. Bila penderita mengangkat tangan
garpu tala dipindahkan hingga ujung bergetar berada kira-kira 3 cm di depan meatus
akustikus eksternus dari telinga yang diperiksa. Bila penderita masih mendengar
dikatakan Rinne (+). Bila tidak mendengar dikatakan Rinne (-)
Dalam melakukan test rinne harus selalu hati-hati dengan apa yang dikatakan Rinne
negatif palsu. Hal ini terjadi pada tuli sensorineural yang unilateral dan berat.
Pada waktu meletakkan garpu tala di Planum mastoideum getarannya di tangkap oleh
telinga yang baik dan tidak di test (cross hearing). Kemudian setelah garpu tala
diletakkan di depan meatus acusticus externus getaran tidak terdengar lagi sehingga
dikatakan Rinne negative
Test Schwabach.
Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dari penderita dengan hantaran
tulang pemeriksa dengan catatan bahwa telinga pemeriksa harus normal.
a. Cara pemeriksaan. Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah disentuh secara lunak
diletakkan pangkalnya pada planum mastoiedum penderita. Kemudian kepada
penderita ditanyakan apakah mendengar, sesudah itu sekaligus diinstruksikan agar
mengangkat tangannya bila sudah tidak mendengar dengungan. Bila penderita
mengangkat tangan garpu tala segera dipindahkan ke planum mastoideum pemeriksa.
Bila penderita tidak mendengar lagi dikatakan schwabach normal dan bila masih
mendengar dikatakan schwabach memanjang.
Tes Pendengaran
29 Dec
Tes Pendengaran
Oleh : Muhammad al-Fatih II
Ada 4 cara yang dapat kita lakukan untuk mengetes fungsi pendengaran penderita, yaitu :
Tes bisik.
Tes bisik modifikasi.
Tes garpu tala.
Pemeriksaan audiometri.
Tes Bisik
Syarat tempat.
Syarat penderita.
Syarat pemeriksa.
Ada 3 syarat tempat kita melakukan tes bisik, yaitu :
Ruangannya sunyi.
Tidak terjadi echo / gema. Caranya dinding tidak rata, terbuat dari soft board, atau tertutup
kain korden.
Jarak minimal 6 meter.
Ada 4 syarat bagi penderita saat kita melakukan tes bisik, yaitu :
Kedua mata penderita kita tutup agar ia tidak melihat gerakan bibir pemeriksa.
Telinga pasien yang diperiksa, kita hadapkan ke arah pemeriksa.
Telinga pasien yang tidak diperiksa, kita tutup (masking). Caranya tragus telinga tersebut kita
tekan ke arah meatus akustikus eksterna atau kita menyumbatnya dengan kapas yang telah
kita basahi dengan gliserin.
Penderita mengulangi dengan keras dan jelas setiap kata yang kita ucapkan.
Ada 2 syarat bagi pemeriksa saat melakukan tes bisik, yaitu :
Pemeriksa membisikkan kata menggunakan cadangan udara paru-paru setelah fase ekspirasi.
Pemeriksa membisikkan 1 atau 2 suku kata yang telah dikenal penderita. Biasanya kita
menyebutkan nama benda-benda yang ada disekitar kita.
Teknik pemeriksaan pada tes bisik, yaitu :
Penderita dan pemeriksa sama-sama berdiri. Hanya pemeriksa yang boleh berpindah tempat.
Pertama-tama pemeriksa membisikkan kata pada jarak 1 meter dari penderita. Pemeriksa lalu
mundur pada jarak 2 meter dari penderita bilamana penderita mampu mendengar semua kata
yang kita bisikkan. Demikian seterusnya sampai penderita hanya mendengar 80% dari semua
kata yang kita bisikkan kepadanya. Jumlah kata yang kita bisikkan biasanya 5 atau 10. Jadi
tajam pendengaran penderita kita ukur dari jarak antara pemer iksa dengan penderita dimana
penderita masih mampu mendengar 80% dari semua kata yang kita ucapkan (4 dari 5 kata).
Kita dapat lebih memastikan tajam pendengaran penderita dengan cara mengulangi
pemeriksaan. Misalnya tajam pendengaran penderita 4 meter. Kita maju pada jarak 3 meter
dari pasien lalu membisikkan 5 kata dan penderita mampu mendengar semuanya. Kita
kemudian mundur pada jarak 4 meter dari penderita lalu membisikkan 5 kata dan penderita
masih mampu mendengar 4 kata (80%).
Ada 2 jenis penilaian pada tes pendengaran, yaitu :
Penilaian kuantitatif seperti pemeriksaan tajam pendengaran pada tes bisik maupun tes bisik
modifikasi.
Penilaian kualitatif seperti pemeriksaan jenis ketulian pada tes garpu tala dan audiometri.
Ada 3 jenis ketulian, yaitu :
Tuli konduktif / conductive hearing loss (CHL) adalah jenis ketulian yang tidak dapat
mendengar suara berfrekuensi rendah. Misalnya tidak dapat mendengar huruf U dari kata
susu sehingga penderita mendengarnya ss.
Tes bisik modifikasi merupakan hasil perubahan tertentu dari tes bisik. Tes bisik modifikasi
kita gunakan sebagai skrining pendengaran dari kelompok orang berpendengaran normal
dengan kelompok orang berpendengaran abnormal dari sejumlah besar populasi. Misalnya tes
kesehatan pada penerimaan CPNS.
Ada 4 jenis tes garpu tala yang bisa kita lakukan, yaitu :
Cara kita melakukan tes batas atas & batas bawah, yaitu :
Semua garpu tala kita bunyikan satu per satu. Kita bisa memulainya dari garpu tala
berfrekuensi paling rendah sampai garpu tala berfrekuensi paling tinggi atau sebaliknya.
Cara kita membunyikan garpu tala yaitu dengan memegang tangkai garpu tala lalu memetik
secara lunak kedua kaki garpu tala dengan ujung jari atau kuku kita.
Bunyi garpu tala terlebih dahulu didengar oleh pemeriksa sampai bunyinya hampir hilang.
Hal ini untuk mendapatkan bunyi berintensitas paling rendah bagi orang normal / nilai
normal ambang.
Secepatnya garpu tala kita pindahkan di depan meatus akustikus eksternus pasien pada ja rak
1-2 cm secara tegak dan kedua kaki garpu tala ber ada pada garis hayal yang menghubungkan
antara meatus akustikus eksternus kanan dan kiri.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes batas atas & batas bawah yang kita lakukan, yaitu :
Normal. Jika pasien dapat mendengar garpu tala pada semua frekuensi.
Tuli konduktif. Batas bawah naik dimana pasien tidak dapat mendengar bunyi berfrekuensi
rendah.
Tuli sensorineural. Batas atas turun dimana pasien tidak dapat mendengar bunyi berfrekuensi
tinggi.
Kesalahan interpretasi dapat terjadi jika kita membunyikan garpu tala terlalu keras sehingga
kita tidak dapat mendeteksi pada frekuensi berapa pasien tidak mampu lagi mendengar bunyi.
Tes Rinne
Tujuan kita melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan antara hantaran tulang
dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.
Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada
planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak
mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan di depan meatus akustikus eksternus
pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes Rinne
negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya.
Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tankainya secara tegak lurus
pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garpu tala di depan meatus akustikus
eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garpu tala di depan meatus
akustikus eksterna lebih keras daripada di belakang meatus akustikus eksterna (planum
mastoid). Tes Rinne positif jika pasien mendengarnya lebih keras. Sebaliknya tes Rinne
negatif jika pasien mendengarnya lebih lemah.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes Rinne yang kita lakukan, yaitu :
Kesalahan pemeriksaan pada tes Rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun
pasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan garpu tala tidak tegak lurus, tangkai
garpu tala mengenai rambut pasien dan kaki garpu tala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa
karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.
Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak
mendengar bunyi garpu tala saat kita menempatkan garpu tala di planum mastoid pasien.
Akibatnya getaran kedua kaki garpu tala sudah berhenti saat kita memindahkan garpu tala di
depan meatus akustikus eksterna.
Tes Weber
Tujuan kita melakukan tes Weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua
telinga pasien.
Cara kita melakukan tes Weber yaitu membunyikan garpu tala 512 Hz lalu ta ngkainya kita
letakkan tegak lurus pada garis median (dahi, verteks, dagu, atau gigi insisivus) dengan kedua
kakinya berada pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau
mendengar lebih keras.
Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras pada 1 telinga maka terjadi
lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua telinga pasien sama-sama tidak mendengar atau
sama-sama mendengar maka berarti tidak ada lateralisasi.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes Weber yang kita lakukan, yaitu :
Tujuan kita melakukan tes Schwabach adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara
pemeriksa dengan pasien.
Cara kita melakukan tes Schwabach yaitu membunyikan garpu tala 512 Hz lalu
meletakkannya tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa. Setelah bunyinya tidak terdengar
oleh pemeriksa, segera garpu tala tersebut kita pindahkan dan letakkan tegak lurus pada
planum mastoid pasien. Apabila pasien masih bisa mendengar bunyinya berarti Scwabach
memanjang. Sebaliknya jika pasien juga sudah tidak bisa mendengar bunyinya berarti
Schwabach memendek atau normal.
Cara kita memilih apakah Schwabach memendek atau normal yaitu mengulangi tes
Schwabach secara terbalik. Pertama-tama kita membunyikan garpu tala 512 Hz lalu
meletakkannya tegak lurus pada planum mastoid pasien. Setelah pasien tidak mendengarnya,
segera garpu tala kita pindahkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa. J ika pemeriksa
juga sudah tidak bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach normal. Sebaliknya jika
pemeriksa masih bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach memendek.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes Schwabach yang kita lakukan, yaitu :
Daftar Pustaka
Prof. Dr. dr. Sardjono Soedjak, MHPEd, Sp.THT, dr. Sri Rukmini, Sp.THT, dr. Sri Herawati,
Sp.THT & dr. Sri Sukesi, Sp.THT. Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung & Tenggorok.
Jakarta : EGC. 2000.
PEMERIKSAAN PENDENGARAN
Pemeriksaan pendengaran dilakukan dengan :
1. Garputala
2. Uji berbisik
3. Audiometrik
Garputala terdiri dari satu set, lima buah, dengan frekuensi 128 Hz, 256 hz, 512 Hz, 1024 Hz
dan 2048 Hz. Untuk tes dengan garputala biasanya dipakai garpu tala 512 Hz, dan diperiksa
di ruang periksa, tidak perlu di ruang kedap suara, asalkan tidak terlalu riuh. Ada 3 macam
pemeriksaan:
a. Uji Rinne
Membandingkan hantaran melalui udara dan melalui tulang.
Caranya ialah garputala digetarkan, lalu diletakkan pada tulang di belakang teli nga dengan
demikian getaran melalui tulang akan sampai ke telinga dalam. Apabila pasien tidak
mendengar bunyi dari garputala yang digetrakan itu, maka garputala dipindahkan ke depan
liang telinga, kira-kira 2,5 cm jaraknya dari liang tel inga. Hantaran disini ialah hantaran
melalui udara. Pada pasien yang pendengarannya masih baik, maka hantaran melalui udara
lebih baik dari hantaran melalui tulang. Jadi garputala yang tadi diletakkan di tulang telinga
belakang telinga tidak terdengar lagi, ketika dipegang di dekat liang telinga akan terdengar
lagi, disebut uji rinne positif
b. Uji Weber
Membandingkan hantaran tulang telinga kanan dengan teling akiri .
Caranya garputala digetarkan kemudian diletakkan pada garis tengah seperti di ubun-ubun,
dahi, atau pertengahan gigi seri. Pasien dengan gangguan pendengaran akan mengatakan
bahwa salah satu telinga lebih jelas mendengar bunyi garputala itu. Pada orang normal akan
mengatakan bahwa tidak mendengar perbedaan bunti kiri dan kanan. Bila lebih keras ke
kanan disebut lateralisasi ke kanan.
c. Uji Schwabach
Membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Caranya ialah, garputala digetarkan , lalu dasarn ya ditempelkan pada tulang di belakang
telinga passion. Setelah pasien mengatakan tidak mendnegar lagi, maka dasar garputala
diletakkan ke tulang belakang telinga pemeriksa. Apabila pemeriksa masih dapat mendengar
bunyi, maka dikatakan bahwa telinga pasien uji schwabachnya memendek.
Uji berbisik
Uji berbisik dilakukan di ruang yang cukup tenang, dengan panjang 6 meter. Pemeriksa
duduk ke samping, telinga yang akan diperiksa ke ruang yang 6 meter itu, sedangkan telinga
yang sebelah lagi ditutup dengan jarinya.Pemeriksa mengucapkan kata yang terdiri dari 2
suku kata, diucapkan secara berbisik pada akhir ekspirasi. Pasi en harus mengulangi apa yang
disebut pemeriksa. Dimulai sejak jarak 6 meter, makin lama pemeriksa makin mendekat,
sampai pasien dapat menyebut kata dengan benar. Hasil uji berbisik orang normal ialah 5/6 –
6/6
Uji Audiometrik
Pemeriksaan dilakukan didalam ruang kedap suara. Pasien diberi tahu, supaya apabila
mendengar bunyi segera memencet tombol, dan apabila bunyi tidak terdengar lagi pencetan
pada tombol dihentikan.
Mula-mula diperiksa hantaran melalui udara (AC) dengan memakaikan headphone pada
pasien. Pemeriksaan dimulai dengan frekuensi 250 hz, kemudian intensitas dinaikkan mulai
dari 0 desibel, sampai pasien mendengar bunyi. Pemeriksaan dilanjutkan dengan frekuensi
500 Hz, 1000 Hz, 1500 Hz, sampai 8000 Hz. Pada telinga kanan, kemudian telinga kiri.
Setelah itu headphone diganti dengan konduktor tulang yang dilekatkan pada ujung tulang
mastoid di belakang telinga untuk memeriksa hantaran tulang (BC) dan dilakukan
pemeriksaan seperti pada pemeriksaan AC.
Dari pemeriksaan ini dapat diketahui apakah pasien mempunyai pendengaran normal, tuli
hantar (konduktif), tuli saraf (sensorineural) atau tuli campur. Juga dapat terlihat apakah
kurang dengarnya ringan, sedang atau berat.
Definisi:Tes Weber
Tes Weber adalah menempatkan sebuah garpu tala bergetar di tengah dahi pasien. Jika pasien
melaporkan bahwa suara berasal dari garis tengah dahi, tidak ada penurunan konduksi udara.
Bila suara disebut berasal dari sisi yang terlibat atau rusak, tes Weber adalah positif. Ketika
ada penyakit koklea atau tuli saraf, suara terlateralisasi ke sisi berlawanan, tes ini dikatakan
negatif.
PENDAHULUAN
Pemeriksaan fisik berasal dari kata physical examination berarti memeriksa tubuh dengan
atau tanpa alat untuk mendapatkan informasi yang menggambarkan kondisi pasien
pemeriksaan fisik merupakan salah satu bagian dari rangkaian pengkajian.
PEMERIKSAAN FISIK
3. Perkusi
Adalah pemeriksaan dengan cara mengetuk permukaan badan dengan cara perantara jari
tangan, untuk mengetahui keadaan organ-organ didalam tubuh.
Cara Kerja :
• Lepas Pakaian sesuai dengan keperluan
• Luruskan jari tengah kiri , dengan ujung jari tekan pada permukaan yang akan diperkusi.
• Lakukan ketukan dengan ujung jari tengah kanan diatas jari kiri, dengan lentur dan cepat,
dengan menggunakan pergerakan pergelangan tangan.
• Lakukan perkusi secara sistematis sesuai dengan keperluan.
4. Auskultasi
Adalah pemeriksaan mendengarkan suara dalam tubuh dengan menggunakan alat
STETOSKOP.
STETOSKOPBagian-bagian stetoskop :
• Ear Pieces --> dihubungkan dengan telinga
• Sisi Bell ( Cup ) --> pemeriksaan thorak atau bunyi dengan nada rendah
• Sisi diafragma ( membran ) --> Pemeriksaan abdomen atau bunyi dengan nada tinggi.
Cara Kerja :
• Ciptakan suasana tenang dan aman
• Pasang Ear piece pada telinga
• Pastikan posisi stetoskop tepat dan dapat didengar
• Pada bagian sisi membran dapat digosok biar hangat
• Lakukan pemeriksaan dengan sistematis sesuai dengan kebutuhan.
B. Kelopak Mata
1. Amati kelopak
kelopak mata, catat adanya kelainan : ptosis, entro/ekstropion,
entro/ekstropion, alismata rontok,
lesi, xantelasma.
2. Dengan palpasi, catat adanya
adanya nyeri tekan dan keadaan benjolan kelopak mata
D. Pemeriksaan pupil
1. Beritahu pasien pandangan lurus ke depan
2. Dengan menggunakan pen light, senter mata dari arah lateral ke medial
3. Catat dan
dan amati perubahan
perubahan pupil : lebar pupil, reflek pupil menurun, bandingkan kanan
dan kiri
Normal : reflek pupil baik, isokor, diameter 3 mm
Abnormal : reflek pupil menurun/-, Anisokor, medriasis/meiosis
TELINGA
• Pemeriksaan daun telinga, lubang telinga dan membran tympani
1. Atur posisi pasien duduk
2. Perawat berdiri di sebelah sisi pasien, amati daun telinga dan catat : bentuk, adanya
adanya lesi
atau bejolan.
3. tarik daun telinga ke belakang atas, amati lubang telinga luar , catat adanya : lesi,
serumen, dan cairan yang keluar.
4. Gerakkan daun
daun telinga, tekan tragus dan catat adanya nyeri telinga. Catat adanya nyeri
telinga.
5. Masukkan spikulum telinga,
telinga, dengan lampu kepala
kepala / othoskop amati lubang telinga dan
catat adanya : cerumen atau cairan, adanya benjolan dan tanda radang.
6. Kemudian perhatikan membrane
membrane tympani,
tympani, catat : warna, bentuk, dan keutuhannya.
(normal : warna putih mengkilat/transparan kebiruan, datar dan utuh )
7. Lakukan prosedur 1-6 pada sisi telinga
telinga yang lain.
Evaluasi test.
6 meter - normalb.
5 meter - dalam batas normalc.
4 meter - tuli ringand.
3 – 2
– 2 meter - tuli sedange.
1 meter atau kurang - tuli berat.
Dengan test suara bisik ini dapat dipergunakan untuk memeriksa secara kasarderajat ketulian
(kuantitas). Bila sudah berpengalaman test suara bisik dapatpula secara kasar memeriksa type
ketulian misalnya :
a. Tuli konduktif
konduktif sukar
sukar mendengar
mendengar huruf lunak seperti n, m, w (meja dikatakanbecak, gajah
dikatakan kaca dan lain-lain).
b. Tuli sensori neural sukar mendengar huruf tajam yang umumnyaberfrekwensi
umumnyaberfrekwensi tinggi
seperti s, sy, c dan lain-lain
lain-la in (cicak dikatakan tidak, kacadikatakan gajah dan lain-la in)
2. Test garputala
• Rinne test
Prinsip test ini adalah membandingkan hantaran tulang dengan hantaran udarapada satu
telinga. Pada telinga normal hantaran udara lebih panjang darihantaran tulang. Juga pada tuli
sensorneural hantaran udara lebih panjangdaripada hantaran tulang. Dilain pihak pada tuli
konduktif hantaran tulang lebihpanjang daripada hantaran udara.
Cara pemeriksaan. Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz disentuh secara lunakpada tangan dan
pangkalnya diletakkan pada planum mastoideum daritelinga yang akan diperiksa. Kepada
penderita ditanyakan apakahmendengar dan sekaligus
sekaligus di instruksikan agar mengangkat
tangan bila sudah tidak mendengar. Bila penderita mengangkat tangan garpu tala
dipindahkanhingga ujung bergetar berada kira-kira 3 cm di depan meatus akustikuseksternus
dari telinga yang diperiksa. Bila penderita masih mendengardikatakan Rinne (+). Bila ti dak
mendengar dikatakan Rinne (-). Evaluasi test rinne. Rinne positif berarti normal atau tuli
sensorineural. Rinnenegatif berarti tuli konduktif. Rinne Negatif Palsu. Dalam melakukan test
rinne harus selalu hati-hatidengan apa yang dikatakan Rinne negatif palsu. Hal ini terjadi
pada tulisensorineural yang unilateral dan berat.Pada waktu meletakkan garpu tala di PlanumPlanum
mastoideum getarannya ditangkap oleh telinga yang baik dan tidak di test (cross hear ing).
Kemudiansetelah garpu tala diletakkan di depan meatus acusticus externus getarantidak
terdengar lagi sehingga dikatakan Rinne negative.
• Weber test
Prinsip test ini adalah membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan.Telinga normal
hantaran tulang kiri dan kanan akan sama.
Cara pemeriksaan. Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah disentuhdiletakkan pangkalnya
pada dahi atau vertex. Penderita ditanyakan apakahmendengar atau tidak. Bila mendengar
langsung ditanyakan di telinga manadidengar lebih keras. Bila terdengar lebih keras di kanan
disebut lateralisasike kanan.
Evaluasi Tets Weber. Bila terjadi lateralisasi ke kanan maka ada beberapakemungkinan
1. Telinga kanan tuli konduktif, kiri normal
2. Telinga kanan tuli konduktif, kiri tuli sensory neural
3. Telinga kanan normal, kiri tuli sensory neural
4. Kedua telinga tuli konduktif, kanan lebih bera
5. Kedua telinga tuli sensory neural, kiri lebih berat
Dengan kata lain test weber tidak dapat berdiri sendiri oleh karena tidak dapatmenegakkan
diagnosa secara pasti.
• Scwabach Test
Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dari penderita denganhantaran tulang
pemeriksa dengan catatan bahwa telinga pemeriksa harus normal. Cara pemeriksaan. Garpu
tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah disentuh secaralunak diletakkan pangkalnya pada planum
mastoiedum penderita.Kemudian kepada penderita ditanyakan apakah mendengar, s esudah
itusekaligus diinstruksikan agar mengangkat tangannya bila sudah tidakmendengar
dengungan. Bila penderita mengangkat tangan garpu tala segeradipindahkan ke planum
mastoideum pemeriksa.Ada 2 kemungkinan pemeriksa masih mendengar dikatakan
schwabachmemendek atau pemeriksa sudah tidak mendengar lagi. Bila pemeriksa
tidakmendengar harus dilakukan cross yaitu garpu tala mula-mula diletakkan pada planum
mastoideum pemeriksa kemudian bila sudah tidak mendengarlagi garpu tala segera
dipindahkan ke planum mastoideum penderita danditanyakan apakah penderita mendengar
dengungan.Bila penderita tidak mendengar lagi dikatakan schwabach normal dan bilamasih
mendengar dikatakan schwabach memanjang. Evaluasi test schwabach
6. Schwabach memendek berarti pemeriksa masih mendengar dengungandan keadaan ini
ditemukan pada tuli sensory neural
7. Schwabach memanjang berarti penderita masih mendengar dengungandan keadaan ini
ditemukan pada tuli konduktif
8. Schwabach normal berarti pemeriksa dan penderita sama-sama tidakmendengar
dengungan. Karena telinga pemeriksa normal berarti telingapenderita normal juga.
Test Audiometri
Pemeriksaan audiometri
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan nada-
nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap frekuensi ditentukan intensitas
ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini
menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada
yang paling terpengaruh.
Definisi
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji
pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran,
tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang
menimbulkan gangguan pendengaran.
Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level pendengaran
seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat
ketajaman pendengaran seseorang da[at dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang
yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yag akan bekerja pada suatu
bidang yang memerlukan ketajaman pendngaran.
Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis dan pasien
yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada stimulus nada
murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa
pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara
dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction).
Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang
pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.
2. Audiometri tutur
Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang
telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mrngukur
beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan
audiometri nada murni, hanya disni sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata
terpuilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh
pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian
disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata
rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali
dan disalurkan melalui audiometer tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas
setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena
intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk mnebaknya. Pemeriksa mencatata
presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil
ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas s uara kata-kata
yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata -kata yanag diturunkan dengan
benar. Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :
a. Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang
dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi tutur
atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
b. Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi
(fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur
atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata yang ditirukan
dengan benar, sedangkan intensitas suara barapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan
audiometri nada murni pada audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja
pada tingkat nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.
Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas artinya pada
intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan kata-kata dengan
tepat.
Kriteria orang tuli :
1. Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB
2. Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB
3. Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB
4. Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB
Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih memiliki
sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara
yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar. Prinsipnya semua tes
pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena
kita memberikan tes paa frekuensi tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara
pasti akan mengganggu penilaian. Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan
vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad pemerriksaan
audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila
mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum dilakukan
audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak (ada cairan dalam
telinga), apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk
menentukan penyabab kurang pendengaran.
Manfaat audiometri
1. Untuk kedokteran klinik, khususnya penyakit telinga
2. Untuk kedokteran klinik Kehakiman,tuntutan ganti rugi
3. Untuk kedokteran klinik Pencegahan, deteksi ktulian pada anak-anak
Tujuan
Ada empat tujuan (Davis, 1978) :
1. Mediagnostik penyakit telinga
2. Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan sehari-hari, atau
dengan kata lain validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan, apakah butuh alat
pembantu mendengar atau pndidikan khusus, ganti rugi (misalnya dalam bidang kedokteran
kehkiman dan asuransi).
3. Skrinig anak balita dan SD
4. Memonitor untuk pekerja-pekerja dinetpat bising.
Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan
a. Test Romberg
b. Test Fistula
c. Test Kalori
LEHER
• Kelenjar Tyroid
Inspeksi :
Pasien tengadah sedikit, telan ludah, catat : bentuk dan kesimetrisan
Palpasi :
Pasien duduk dan pemeriksa di belakang, jari tengah dan telunjuk ke dua tangan ditempatkan
pada ke dua istmus, raba disepanjang trachea muali dari tulang krokoid dan kesamping, catat
: adanya benjolan ; konsidstensi, bentuk, ukuran.
Auskultasi :
Tempatkan sisi bell pada kelenjar tyroid, catat : adanya bising ( normal : tidak terdapat)
• Trakhea
Inspeksi :
Pemeriksa disamping kanan pasien, tempelkan jari tengah pada bagian bawah trachea, raba
ke atas dan ke samping, catat : letak trachea, kesimetrisan, tanda oliver ( pada saat denyut
jantung, trachea tertarik ke bawah ),
Normalnya : simetris ditengah.
• JVP ( tekanan vena jugularis )
Posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan batas atas denyut vena jugularis,
beritahu pasien merubah posisi ke duduk dan amati pulsasi denyut vena. Normalnya : saat
duduk setinggi manubrium sternum.
Atau
Posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan titik nol ( titik setinggi manubrium s. )
dan letakkan penggaris diatasnya, tentukan batas atas denyut vena, ukur tinggi denyut vena
dengan penggaris.
Normalnya : tidak lebih dari 4 cm.
• Bising Arteri Karotis
Tentukan letak denyut nadi karotis ( dari tengah leher geser ke samping ), Letakkan sisi bell
stetoskop di daerah arteri karotis, catat adanya bising. Normalnya : tidak ada bising.
A. INSPEKSI
Cara Kerja :
1. Posisi pasien dapat duduk dan atau berbaring
2. Dari arah atas tentukan kesimetrisan dada, Normalnya : simetris,
3. Dari arah samping dan belakang tentukan bentuk dada.
4. Dari arah depan, catat : gerakan napas dan tanda-tanda sesak napas
Normalnya : Gerak napas simetris 16 – 24 X, abdominal / thorakoabdominal, tidak ada
penggunaan otot napas dan retraksi interkostae.
Abnormal :
• Tarchipneu napas cepat ( > 24 X ) , misal ; pada demam, gagal jantung
• Bradipneu napas lambat ( < 16 X ), misal ;pada uremia, koma DM, stroke
• Cheyne Stokes napas dalam, kemudian dangkal dan diserta apneu berulang-ulang. Misal
: pada Srtoke, penyakit jantung, ginjal.
• Biot Dalam dan dangkal disertai apneu yang tidak teratur, misal : meningitis
• Kusmoul Pernapasan lambat dan dalam, misal ; koma DM, Acidosis metabolic
• Hyperpneu napas dalam, dengan kecepatan normal
• Apneustik ispirasi megap-megap, ekspirasi sangat pendek, misal pada l esi pusat
pernapasan.
• Dangkal emfisema, tumor paru, pleura Efusi.
• Asimetris pneumonie, TBC paru, efusi pericard/pleura, tumor paru.
5. Dari arah depan tentukan adanya pelebaran vena dada, normalnya : tidak ada.
B. PALPASI
Cara Kerja :
1. Atur posisi pasien duduk atau berbaring
2. lakukan palpasi daerah thorax, catat ; adanya nyeri, adanya benjolan ( tentukan
konsistensi, besar, mobilitas … )
3. Dengan posisi berbaring / semi fowler, letakkan kedua tangan ke dada, sehingga ke dua
ibu jara berada diatas Procecus Xypoideus, pasien diminta napas biasa, catat : gerak napas
simetris atau tidak dan tentukan daya kembang paru ( normalnya 3-5 cm ).
Atau
Dengan posisi duduk merunduk, letakkan ke dua tangan pada punggung di bawah scapula,
tentukan : kesimetrisan gerak dada, dan daya kembang paru
4. Letakkan kedua tangan seperti pada no 2/3, dengan posisi tangan agak ke atas, minta
pasien untuk bersuara ( 77 ), tentukan getaran suara dan bedakan kanan dan kiri.
Menurun : konsolidasi paru, pneumonie, TBC, tumor paru, ada masa paru
Meningkat : Pleura efusi, emfisema, paru fibrotik, covenrne paru.
C. PERKUSI
Cara Kerja :
1. Atur posisi pasien berbaring / setengah duduk
2. Gunakan tehnik perkusi, dan tentukan batas – batas paru
Batas paru normal :
• Atas : Fossa supraklavikularis kanan-kiri
• Bawah : iga 6 MCL, iga 8 MAL, iga 10 garis skapularis, paru kiri lebih tinggi
Abnormal :
• Meningkat anak, fibrosis, konsolidasi, efusi, ascites
• Menurun orang tua, emfisema, pneumothorax
3. lakuka perkusi secara merata pada daerah paru, catat adanya perubahan suara perkusi
Normalnya : sonor/resonan ( dug )
Abnormal :
• Hyperresonan menggendang ( dang ) : thorax berisi udara, kavitas
• Kurang resonan “deg” : fibrosis, infiltrate, pleura menebal
• Redup “bleg” : fibrosis berat, edema paru
• Pekak seperti bunyi pada paha : tumor paru, fibrosis
D. AUSKULTASI
Cara kerja :
1. Atur posisi pasien duduk / berbaring
2. Dengan stetoskop, auskultasi paru secara sistematis pada trachea, bronkus dan paru, catat
: suara napas dan adanya suara tambahan.
Suara napas
Normal :
• Trachea brobkhial suara di daerah trachea, seperti meniup besi, inpirasi lebih keras dan
pendek dari ekspirasi.
• Bronkhovesikuler suara di daerah bronchus ( coste 3-4 di atas sternum ), inpirasi spt
vesikuler, ekspirasi seperti trac-bronkhial.
• Vesikuler suara di daerah paru, nada rendah inspirasi dan ekspirasi tidak terputus.
Abnormal :
• Suara trac-bronkhial terdengar di daerah bronchus dan paru ( missal ; pneumonie, fibrosis
)
• Suara bronkhovesikuler terdengar di daerah paru
• Suara vesikuler tidak terdengar. Missal : fibrosis, effuse pleura, emfisema
Suara tambahan
Normal : bersih, tidak ada suara tambahan
Abnormal :
• Ronkhi suara tambahan pada bronchus akibat timbunan lender atau secret pada
bronchus.
• Krepitasi / rales berasal daru bronchus, alveoli, kavitas paru yang berisi cairan ( seperti
gesekan rambut / meniup dalam air )
• Whezing suara seperti bunyi peluid, karena penyempitan bronchus dan alveoli.
3. Kemudian, beritahu pasien untuk mengucapkan satu, dua, …, catat bunyi resonan Vokal
:
• Bronkhofoni meningkat, suara belum jelas ( misal : pnemonie lobaris, cavitas paru )
• Pectoriloguy meningkat sekali, suara jelas
• Egovoni sengau dan mengeras ( pada efusi pleura + konsolidasi paru )
• Menurun / tidak terdengar Efusi pleura, emfisema, pneumothorax
PEMERIKSAAN JANTUNG
A. INPEKSI
Hal – hal yang perlu diperhatikan :
1. Bentuk perkordial
2. Denyut pada apeks kordis
3. Denyut nadi pada daerah lain
1. Denyut vena
Cara Kerja :
1. buka pakaian dan atur posisi pasien terlentang, kepala ditinggikan 15-30
2. Pemeriksa berdiri sebelah kanan pasien setinggi bahu pasien
3. Motivasi pasien tenang dan bernapas biasa
4. Amati dan catat bentuk precordial jantung
Normal datar dan simetris pada kedua sisi,
Abnormal Cekung, Cembung ( bulging precordial )
5. Amati dan catat pulsasi apeks cordis
Normal nampak pada ICS 5 MCL selebar 1-2 cm ( selebar ibu jari ).
Sulit dilihat payudara besar, dinding toraks yang tebal, emfisema, dan efusi perikard.
Abnormal --> bergeser kearah lateroinferior , lebar > 2 cm, nampak meningkat dan
bergetar ( Thrill ).
6. Amati dan catat pulsasi daerah aorta, pulmonal, trikuspidalis, dan ephygastrik
NormaL Hanya pada daerah ictus
7. Amati dan cata pulsasi denyut vena jugularis
Normal tidak ada denyut vena pada prekordial. Denyut vena hanya dapat dilihat pada vena
jugularis interna dan eksterna.
B. AUSKULTASI
Hal – hal yang perlu diperhatikan :
1. Irama dan frekwensi jantung
Normal : reguler ( ritmis ) dengan frekwensi 60 – 100 X/mnt
2. Intensitas bunyi jantung
Normal :
• Di daerah mitral dan trikuspidalis intensitas BJ1 akan lebih tinggi dari BJ 2
• Di daerah pulmonal dan aorta intensitas BJ1 akan lebih rendah dari BJ 2
3. Sifat bunyi jantung
Normal :
- bersifat tunggal.
- Terbelah/terpisah dikondisikan ( Normal Splitting )
Splitting BJ 1 fisiologik
Normal Splitting BJ1 yang terdengar saat “ Ekspirasi maksimal, kemudian napas ditahan
sebentar” .
Splitting BJ 2 fisiologik
normal Spliting BJ2, terdengar “ sesaat setelah inspirasi dalam “
Abnormal :
• Splitting BJ 1 patologik ganngguan sistem konduksi ( misal RBBB )
• Splitting BJ 2 Patologik : karena melambatnya penutupan katub pulmonal pada RBBB,
ASD, PS.
4. Fase Systolik dan Dyastolik
Normal : Fase systolik normal lebih pendek dari fase dyastolik ( 2 : 3 )
Abnormal : - Fase systolic memanjang / fase dyastolik memendek
- Tedengar bunyi “ fruction Rub” gesekan perikard dg ephicard.
Cara Kerja :
1. Periksa stetoskop dan gosok sisi membran dengan tangan
2. Tempelkan stetoskop pada sisi membran pada daerah pulmonal, kemudian ke daerah
aorta, simak Bunyi jantung terutama BJ2, catat : sif at, kwalitas di banding dg BJ1, splitting
BJ2, dan murmur Bj2.
3. Tempelkan stetoskop pada sisi membran pada daerah Tricus, kemudian ke daerah mitral,
simak Bunyi jantung terutama BJ1, catat : sifat, k walitas di banding dg BJ2, splitting BJ1,
murmur Bj1, frekwensi DJ, irama gallop.
4. Bila ada murmur ulangi lagi keempat daerah, catat mana yang paling jelas.
5. Geser ke daerah ephigastrik, catat adanya bising aorta.
C. PALPASI
Cara Kerja :
1. Dengan menggunakan 3 jari tangan dan dengan tekanan ringan, palpasi daerah aorta,
pulmo dan trikuspidalis. catat : adanya pulsasi.
Normal tidak ada pulsasi
2. Geser pada daerah mitral, catat : pulsasi, tentukan letak, lebar, adanya thrill, lift/heave.
Normal terba di ICS V MCL selebar 1-2cm ( 1 jari )
Abnormal ictus bergeser kea rah latero-inferior, ada thriil / lift
3. Geser pada daerah ephigastrik, tentukan besar denyutan.
Normal : teraba, sulit diraba
Abnormal : mudah / meningkat
D. PERKUSI
Cara Kerja :
1. Lakukan perkusi mulai intercota 2 kiri dari lateral ( Ant. axial line ) menuju medial, catat
perubahan perkusi redup
2. Geser jari ke ICS 3 kiri kemudian sampai ICS 6 , lakukan perkusi dan catat perubahan
suara perkusi redup.
3. Tentukan batas-batas jantung
PEMERIKSAAN PAYUDARA DAN KETIAK
Inspeksi
1. posisi pasien duduk, pakaian atas dibuka, kedua tangan rileks disisi tubuh.
2. Mulai inspeksi bentuk, ukuran dan kesimetrisan payudara
Normal : bulat agak simetris, kecil/sedang/besar
3. Inspeksi, dan catat adanya : benjolan, tanda radang dan lesi
4. Inspeksi areola mama, catat : warna, datar/menonjol/masuk kedalam, tanda radang dan
lesi.
Normal : gelap, menonjol
5. Buka lengan pasien, amati ketiak, Catat : lesi, benjolan dan tanda radang.
PALPASI
Cara Kerja :
• Lakukan palpasi pada areola, catat : adanya keluaran, jumlah, warna, bau, konsistensi dan
nyeri.
• Palpasi daerah ketiak terutama daerah limfe nodi, catat : adanya benjolan, nyeri tekan.
• Lakukan palpasi payudara dengan 3 jari tangan memutar searah jarum jam kea rah areola.
Catat : nyeri dan adanya benjolan
• Bila ada benjolan tentukan konsistensi, besar, mobilisasinya.
PEMERIKSAAN ABDOMEN
Abdomen dibagi menjadi 9 regio :
INSPEKSI
Cara Kerja :
1. Kandung kencing dalam keadaan kosong
2. Posisi berbaring, bantal dikepala dan lutut sedikit fleksi
3. Kedua lengan, disamping atau didada
4. Mintalah penderita untuk menunjukkan daerah sakit untuk dilakukan pemeriksaan
terakhir
5. Lakukan inspeksi, dan perhatikan Kedaan kulit dan permukaan perut
Normalnya : datar, tidak tegang, Strie livide/gravidarum, tidak ada lesi
Abnormal :
• Strie berwarna ungu syndrome chusing
• Pelebaran vena abdomen Chirrosis
• Dinding perut tebal odema
• Berbintil atau ada lesi neurofibroma
• Ada masa / benjolan abnormal tumor
6. Perhatikan bentuk perut
Normal : simetris
Abnormal :
• Membesar dan melebar ascites
• Membesar dan tegang berisi udara ( ilius )
• Membesar dan tegang daerah suprapubik retensi urine
• Membesar asimetris tumor, pembesaran organ dalam perut
7. Perhatikan Gerakan dinding perut
Normal : mengempis saat ekspirasi dan menggembung saat inspirasi, gerakan peristaltic pada
orang kurus.
AbnormaL:
• Terjadi sebaliknya kelumpuhan otot diafragma
• Tegang tidak bergerak peritonitis
• Gerakan setempat peristaltic pada illius
• Perhatikan denyutan pada didnding perut
• Normal : dapat terlihat pada ephigastrika pada orang kurus
8. Perhatikan umbilicus, catat adanya tanda radang dan hernia
AUSKULTASI
Cara Kerja :
1. Gunakan stetoskop sisi membrane dan hangatkan dulu
2. Lakukan auskultasi pada satu tempat saja ( kuadran kanan bawah ), cata bising dan
peristaltic usus.
Normal : Bunyi “ Klikc Grugles “, 5-35X/mnt
Abnormal :
• Bising dan peristaltic menurun / hilang illeus paralitik, post operasi
• Bising meningkat “ metalik sound “ illius obstruktif
• Peristaltik meningkat dan memanjang ( borboritmi ) diare, kelaparan
3. Dengan merubah posisi/menggerakkan abdomen, catat gerakan air ( tanda ascites ).
Normalnya : tidak ada
3. Letakkan stetoskop pada daerah ephigastrik, catat bising aorta,
Normal : tidak ada.
PERKUSI
Cara Kerja :
1. lakukan perkusi dari kwadran kanan atas memutar searah jarum jam, catat adanya
perubahan suara perkusi :
Normalnya : tynpani, redup bila ada organ dibawahnya ( misal hati )
Abnormal :
• Hypertympani terdapat udara
• Pekak terdapat Cairan
2. lakukan perkusi di daerah hepar untuk menentukan batas dan tanda pembesaran hepar.
Cara :
• Lakukan perkusi pada MCL kanan bawah umbilicus ke atas sampai terdengar bunyi
redup, untuk menentukan batas bawah hepar.
• Lakukan perkusi daerah paru ke bawah, untuk menentukan batas atas
• Lakukan perkusi di sekitar daerah 1 dan 2 untuk menentukan batas-batas hepar yang lain.
PALPASI
Cara Kerja :
1. Beritahu pasien untuk bernapas dengan mulut, lutut sedikit fleksi.
2. Lakukan palpasi perlahan dengan tekanan ringan, pada seluruh daerah perut
3. Tentukan ketegangan, adanya nyeri tekan, dan adanya masa superficial atau masa feces
yang mengeras.
4. Lanjutkan dengan pemeriksaan organ.
Hati
• Letakkan tangan kiri menyangga belakang penderita pada coste 11 dan 12
• Tempatkan ujung jari kanan ( atas - obliq ) di daerah t empat redup hepar bawah / di
bawah kostae.
• Mulailah dengan tekanan ringan untuk menentukan pembesaran hepar, tentukan besar,
konsistensi dan bentuk permukaan.
• Minta pasien napas dalam, tekan segera dengan jari kanan secara perlahan, saat pasien
melepas napas, rasakan adanya masa hepar, pembesaran, konsistensi dan b entuk
permukaannya.
Normal : tidak teraba / teraba kenyal, ujung tajam.
Abnormal :
• Teraba nyata ( membesar ), lunak dan ujung tumpul hepatomegali
• Teraba nyata ( membesar ), keras tidak merata, ujung ireguler hepatoma
Lien
• Letakkan tangan kiri menyangga punggung kanan penderita pada coste 11 dan 12
• Tempatkan ujung jari kanan ( atas - obliq ) di bawah kostae kanan.
• Mulailah dengan tekanan ringan untuk menentukan pembesaran limfa
• Minta pasien napas dalam, tekan segera dengan jari kanan secara perlahan, saat pasien
melepas napas, rasakan adanya masa hepar, pembesaran, konsistensi dan bentuk
permukaannya.
Normal : Sulit di raba, teraba bila ada pembesaran
PEMERIKSAAN KHUSUS
1. Angkat Tungkai Lurus
• Angkat tungkai pasien, luruskan sampai timbul nyeri, dorsofleksikan tungkai kaki
• Abnormal : nyeri tajan ke rah belakang tungkai ketegangan / kompresi syaraf
2. Uji CTS ( Carpal Tunnel Syndrome )
Uji PHALEN’S
• Fleksikan pergelangan tangan ke dua tangan dengan sudut maksimal, tahan selama 60
detik.
• Abnormal : Baal / kesemutan pada jari-jari dan tangan.
Uji TINEL’S
• Lakukan perkusi ringan di atas syaraf median pergelangan tangan
• Abnormal : ada kesemutan atau kesetrum
3. Tanda BALON
Tekan kantung suprapatela dengan jari tangan, jari yang lain meraba adanya cairan.
Palpasi
1. Tekstur dan konsistensi
Normal : halus dan elastis
Abnormal : kasar, elastisitas menurun, elastisitas meningkat ( tegang )
2. Suhu
Normal : hangat
Abnormal : dingin ( kekurangan oksigen/sirkulasi ), suhu meningkat ( infeksi )
3. Turgor kulit
Normal : baik
Abnormal : menurun / jelek orang tua, dehidrasi
4. Adanya hyponestesia/anestesia
5. Adanya nyeri
Pemeriksaan Khusus
AKRAL
• Ispeksi dan palpasi jari-jari tangan, catat warna dan suhu .
Normal : tidak pucat, hangat
Abnormal : pucat, dingin kekurangan oksigen
CR ( capilari Refiil )
• Tekan Ujung jari berarapa detik, kemudian lepas, catat perubahan warna
Normal : warna berubah merah lagi < 3 detik
Abnormal : > 3 detik gangguan sirkulasi.
ODEM
• Tekan beberapa saat kulit tungkai, perut, dahi amati adanya lekukan ( pitting )
Normal : tidak ada pitting
Abnormal : terdapat pitting ( non pitting pada beri-beri )
KUKU
• Observasi warna kuku, bentuk kuku, elastisitas kuku, lesi, tanda radang
Abnormal :
• Jari tabuh ( clumbing Finger ) penykait jantung kronik
• Puti tebal jamur
RAMBUT TUBUH
• Ispeksi distribusi, warna dan pertumbuhan rambut
Pada Wanita:
1. Pengkajian alat kelamin wanita bagian luar:
a) Beri kesempatan kepada pasien untuk mengosongkan kandung kemih sebelum
pengkajian dimulai. Bila diperlukan urine untuk specimen laboratorium.
b) Anjurkan pasien membuka celana, Bantu mengatur posisi litotomi, dan selimuti bagian
yang tidak diamati.
c) Mulai dengan mengamati rambut pubis, perhatikan distribusi dan jumlahnya, dan
bandingkan sesuai usia perkembangan pasien.
d) Amati kulit dan area pubi, perhatikan adana lesi, eritema, fisura, leukoplakia, dan
ekskorasi.
e) Buka labuia minora, klitoris, dan amati bagian dalam labia mayora, labia minora,klitoris,
dan meatus uretra. Perhatikan setiap ada pembengkakan, ulkus, rabas atau nodular.
2. Pengkajian alat kelamin bagian dalam
a) Atur posisi pasien secara tepat dan pakai sarung tangan steril.
b) Lumasi jari telunjuk Anda dengan air steril, masukkan ke dalam vagina, dan identifikasi
kelunakan serta permukaan serviks. Tindakan ini bermanfaat untuk mempergunakan dan
memilih speculum yang tepat. Keluarkan jari bila sudah selesai.
c) Siapkan speculum dengan ukuran dan bentuk ang sesuai dan lumasi dengan air hangat
terutama bila akan mengambil specimen.
d) Letakkan dua jari pada pintu vagina dan tekankan ke bawah kea rah perianal.
e) Yakinkan bahwa tidak ada rambut pubis pada pintu vagina dan masukkan speculum
dengan sudut 45° dan hati-hati dengan menggunakan tangan yang satunya sehingga tida
menjepit rambut pubis atau labia.
f) Bila spekulum sudah berada di vagina, keluarkan dua jari Anda, dan putar speculum
kea rah posisi horizontal dan pertahankan penekanan pada sisi bawah / posterior.
g) Buka bilah speculum, letakkan pada serviks dan kunci bilah sehingga tetap membuka.
h) Bila serviks sudah terlihat, atur lampu untuk memperjelas penglihatan dan amati ukuran,
laserisasi, erosi, nodular, massa, rabas, dan warna serviks . Normalnya bentuk serviks
melingkar atau oval pada nulipara, sedangkan pada para membentuk celah.
i) Bila diperlukan specimen sitologi, ambil dengan cara usapan menggunakan aplikator
dari kapas.
j) Bila sudah selesai, kendurkan sekrup speculum, tutup speculum, dan tarik keluar
secara perlahan-lahan.
k) Lakuakan palpasi secara bimanual bila diperlukan dengan cara memakai sarung tangan
steril, melumasi jari telunjuk dan jari tengah, kemudian memasukkan jari tersebut ke lobang
vagina dengan penekanan ke arah posterior, dan meraba dinding vagina untuk mengetahui
adanya nyeri tekan dan nodular.
l) Palpasi serviks dengan dua jari anda dan perhatikan posisi, ukuran, konsistensi,
regularitas, mobilitas, dan neri tekan. Normalnya serviks dapat di gerakkan tanpa terasa nteri.
m) Palpasi uterus dengan cara jari-jari tangan yang ada dalam vagina menghadap ke atas.
Tangan yang ada diluar letakkan di abdomen dan tekankan ke bawah. Palpasi uterus untuk
mengetahui ukuran, bentuk, konsistensi, dan mobilitasnya.
n) Palpasi ovarium dengan cara menggeser dua jari yang ada dalam vagina ke formiks
lateral kanan. Tangan yang ada di abdomen tekankan ke bawah kea rah kuadran kanan
bawah. Palpasi ovarium kanan untuk mengetahui ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi, dan
nyeri tekan ( normalnya tidak teraba) ulangi untuk ovarium sebelahnya.
Pemeriksaan Refleks
Repleks biasanya tidak terlalu singkat terjadinya pada pasien yang lebih dewasa. Respon
repleks pada ekstremitas bawah berkurang sebelum ekstremitas-ekstremitas atas terpengaruh
(Seidel et al., 1991).
Menimbulkan reaksi repleks memungkinkan perawat untuk mengkaji integritas jalur-jalur
sensori dan gerak dari lengkung repleks dan segmen batang spinal spesifik. Pengujian refleks
tidak berarti menentukan pungsi saraf pusat.
Saat otot dan tendon di regangkan selama pengujian refleks, implus-implus saraf merambat
sepanjang jalur saraf aferen ke bagian dorsal segmen batang spinal. Implus-implus bergerak
ke saraf motor eferen dalam batang spinal. Kemudian sebuah saraf motor mengirim implus
kembali ke otot dan menyebabkan respon refleks terjadi.