Anda di halaman 1dari 17

TRAUMA TELINGA

26 Februari 2015

1. TINJAUAN TEORI
2. PENGERTIAN
Trauma telinga adalah suatu trauma yang mengenai organ telinga yaitu
trauma telinga luar, telinga tengah, maupun telinga dalam.

1. KLASIFIKASI
1. Trauma Telinga Luar
Trauma telinga luar adalah trauma yang terjadi pada daun telinga dapat
mengakibatkan memar, laserasi atau kadang-kadang hilangnya seluruh
daun telinga ( John Jacob Ballenger, 1997).

Trauma telinga luar adalah luka akibat trauma luar tajam,baik di tulang
rawan maupun dikulit telinga bagian luar (Sjamsuhidajat & De Jong,
2004).

Pada beberapa kasus, daun telinga berhasil dijahitkan kembali ke kepala,


dengan paling sedikit menyelamatkan sebagaian jaringan utamanya.
Perbaikan luka-luka ini harus mengikuti prinsip dasar bedah plastik.
Penjahitan permukaan depan harus dilakukan dengan hati-hati disertai
pengontrolan perdarahan secara tuntas, karena kulit yang tipis melekat
erat pada tulang rawan di bawahnya. Daerah yang sangat hancur dapat
dibuang dengan cara eksisi baji yang menimbulkan cacat sedikit
dibandingkan dengan jaringan parut hebat yang bisa terjadi.

1. Trauma Telinga Tengah


Trauma telinga tengah adalah trauma yang tejadi pada telinga bagian
tengah yang dapat menyebabkan terjadi perforasi membran timpani
(George L. Adam, 1997).

Perforasi membran timpani dapat disebabkan perubahan tekanan


mendadak seperti karena barotrauma, trauma ledakan/karena benda
asing dalam telinga( aplikator berujung kapas, klip kertas, dll).

Yang perlu benar-benar diperhatikan adalah perforasi yang menyebabkan


cedera rantai osikula. Cedera ini perlu dicurigai bila didapatkan kehilangan
pendengaran (>25 dB) dan vertigo, dan bukannya nyeri dan sensasi bunyi
mengaung. Perforasi mungkin pada kuadran posterior superior. Adanya
vertigo dan kehilangan pendengaran sungguh merupakan keadaan gawat
darurat telinga dan perlu segera dilakukan eksplorasi telinga tengah dan
rantai osikula. Dapat ditemukan stapes yang tergeser atau mengalami
subluksasi. Mungkin stapes perlu dikembalikan pada fenestra ovalis atau
bahkan perlu dilakukan stapedektomi. Vertigo mungkin dapat diatasi,
tetapi pulihnya pendengaran tak dapat dipastikan.

Trauma ledakan dalam jarak dekat terutama cenderung menimbulkan


sekuele jangka panjang. Ruptur sedemikian hebatnya sehingga tidak
hanya terbatas pada membran timpani, namun pertikel-partikel epitel
skuamosa menjadi tersebar dalam telinga tengah. Osikula dapat
terdorong cukup jauh. Hasil akhir tergantung pada derajat trauma, namun
mungkin berupa pengeluaran sekret yang terus menerus dan
pembentukan kolesteatoma dikemudian hari.

1. Trauma Telinga Dalam


Trauma telinga dalam adalah trauma yang mengenai telinga dalam dapat
dibedakan atas dua bentuk yaitu: trauma energi akustik dan trauma
energi mekanis (George L. Adam, 1997).

Pada cedera yang mengakibatkan cedera mekanis terhadap tulang


temporal dapat terjadi fraktur tulang tersebut. Tulang temporal terbentuk
oleh bagian tulang yang paling padat dari tubuh manusia. Tulang ini
terlindung oleh letaknya yang ditengah. Bilamana tulang temporal patah,
biasanya disertai gangguan lainnya. Dapat dan biasanya gangguan
kesadaran, hematoma subdural/epidural/kontusi. Singkatnya dapat berarti
bahwa pendengaran pasien tidak merupakan hal yang kritis yang
memerlukan pengobatan yang segera pada kasus ini. Pasien ini sering
memerlikan prosedur bedah saraf.

Fraktur tulang temporal dibedakan menjadi dua kelompok. Yang pertama


adalah fraktur longitudinal dan yang kedua fraktur transversal. Secara
statistik 80% fraktur bersifat longitudinal dan sisanya fraktur transfersal.
Fraktur longitudinal berawal dari foramen magnum dan berjalan menuju
liang telinga. Telinga biasanya berdarah dan terjadi gangguan
pendengaran konduktif. Fraktur trasversal sering menyebabkan cedera
labirin dan saraf fasialis karena fraktur melintasi apeks petrosus/labirin.
Cedera labirin mungkin tidak begitu berat, mengakibatkan suatu
fenomena kontusi dengan pemulihan keseimbangan dan pendengaran,
atau cukup berat, dengan ketulian total.

Trauma ledakan dapat menimbulkan gelombang kontusi yang


mengakibatkan lebih banyak kerusakan pada telinga tengah di
bandingkan telinga dalam namun dapat terjadi ketulian sensorineural
nada tinggi pada jenis cedera ini. Trauma akustik agaknya merupakan
ketulian sensorineural yang pada umumnya. Ketulian sensorineural
disebabkan baik oleh kerasnya suara maupun lamanya paparan.
Occupatioanal Safety and Health Administration (OSHA) telah menetapkan
standar yang dipercaya menggambarkan hubungan antara ketulian
dengan paparan pekerja terhadap bising yang keras saat lembur di
tempat kerja. Sementara tingkat bising 80 dB untuk 8 jam diperkirakan
aman, maka paparan bising terhadap 110 dB untuk relatif singkat
dianggap berbahaya terhadap keselamatan jangka panjang mekanisme
pendengaran.

1. ETIOLOGI
Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan trauma telinga adalah sebagai
berikut:

1. Trauma ledakan
2. Benda asing
3. Kecelakaan/berkelahi

8. PENATALAKSANAAN
Telinga luar
Terapi dasar adalah pengeluaran segera darah yang terkumpul. Karena
bahaya perikondritis dengan akibatnya terbentuknya sikatriks yang hebat,
makan harus dilakukan teknik bedah aseptik. Harus digunakan antibiotik
yang spektrumnya mencakup Pseudomonas aeruginosa (B. Pyocyneus),
sebelum dan sesudah operasi, terutama pada kasus-kasus dengan
laserasi kulit.

Insisi harus dilakukan pada skafa sejajar dengan heliks. Pembukaan harus
cukup luas untuk mengeluarkan seluruh hematoma. Bila organisasi telah
terjadi karena keterlambatan tindakan, dapat digunakan kuret tajam
untuk mengeluarkan bekuan darah. Salir karet (drain) yang kecil dapat
dipasang untuk mencegah terkumpulnya kembali darah atau serum. Salir
initidak bolehdibiarkan terpasang lebih dari 48 jam, karenaadanya resiko
infeksi.

Balut tekan dengan ketat dipasang selama minimum 48 jam. Bila setelah
periode ini masih tersisa sedikit gelembung, maka dilakukan aspirasi
dengan jarum dan semprit suntikan, sekali lagi dengan menggunakan
tekhnik aseptik. Antibiotik harus dilanjutkan sampai 5 hari. Harus
seringdiperiksa agar bila timbul perikondritis segera dapat diketahui.
Pengobatan untuk komplikasi ini dibahas kemudian

Telinga tengah
Perforasi traumatik yang bersih dirawat dengan melindungi telinga dari air
dan pemberian antibiotik sistemik bila ada nyeri / peradangan. Umumnya
perforasi yang bersih tanpa komplikasi akan dapat sembuh dengan
sendirinya. Jika tidak sembuh spontan maka perbaikan akan dilakukan di
tempat praktek dengan merapikan ujung-ujung robekan dan
menempelkan salah satu materi yang cocok untuk menambal. Jika
tindakan ini tidak efektif, mungkin diperlukan miringoplastik yang lebih
formal.

Perforasi yang terkontaminasi seperti yang terjadi sewaktu jatuh saat


berolahraga ski air, diobati dengan tetes telinga antibiotik karena selalu
terjadi infeksi dan pembentukan sekret. Tidak dilakukan usaha-usaha
menutup perforasi sampai infeksi dapat diatasi.

Perforasi akibat serpih besi yang panas seperti yang dialami tukang las,
khususnya sangat nyeri dan sukar ditutup dengan cara-cara yang lazim.
Kauterasi yang panas yang terjadi pada jaringan sekitarnya mencegah
penutupan membran timpani secara spontan.

1. TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TRAUMA TELINGA
1. PENGKAJIAN
1. Pengkajian
Keluhan utama saat MRS
Penderita biasanya mengeluhkan pendengarannya mulai menurun,
nyeri, rasa tidak enak ditelinga. Riwayat kesehatan masa lalu riwayat
kesehatan masa lalu yang berhubungan degan gangguan pendengaran .
Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penggambaran lengkap masalah telinga, termasuk infeksi,
otalgia, otorea, kehilangan pendengaran. Data dikumpulkan mengenai
durasi dan intensitas masalahnya, penyebabnya dan penanganan
sebelumnya.

Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Insfeksi daun telinga

1. Caranya:
2. Dewasa: ditarik keatas-kebelakang
3. Anak: Kebelakang
4. Bayi: kebawah
Diperhatikan:
1. Posisi
2. Warna
3. Ukuran
4. Bentuk
5. Kesimetrisan
6. Seluruh permukaan dan lateral
7. Palpasi
8. Palpasi daun telinga: tekstur, nyeri pembengkakan dan nodul- nodul.
9. Palpasi prosesus mastoideus: nyeri, pembengkakan dan nodul.
10. Lakukan penarikan terhadap lobus lunak bagian bawah.

1. A. Data subyektif
1. pasien mengatakan nyeri pada telinga
2. pasien mengatakan telinganya berdenging
3. pasien cemas akan penyakitnya
4. pasien mengatakan susah tidur
5. pasien mengatakan telinganya terasa penuh
6. B. Data obyektif
2. adanya hematome di sekitar telinga
3. terdapat luka robekan pada telinga
4. telinga bengkak
5. pasien tampak gelisah

1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada telinga
2. Gangguan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan
gangguan ambang pendengaran
3. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
4. Resiko cidera berhubungan dengan kemampuan mendengar
menurun sekunder akibat perforasi membrane timpani
5. Hipertermi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme
sekunder terhadap inflamasi
6. Resiko infeksi berhubungan pengeluaran sekret yang berlebihan
7. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
ketidakmampuan mengintepretasikan bahasa sekunder kerusakan N.VII
8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan saat
tidur
9. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan bentuk
anggota tubuh
10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
penyakitnya
11. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit
Post Operasi
5. Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi post operasi
2. Resiko infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme
sekunder akibat luka insisi
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
cara perawatan
III. INTERVENSI
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan pada
telinga
Rencana Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan


nyeri pasien berkurang, dengan kriteria hasil:

1. Skala nyeri 3
2. Pasien mengatakan nyeri berkurang

Intervensi Rasional

Mengetahui penyebab, kualitas,


1.Kaji nyeri dengan metoda PQRST. lokasi, jenis nyeri, dan waktu nyeri.

2.Bantu klien dalam Nyeri dipengaruhi oleh


mengidentifikasi factor pencetus. kecemasan , ketegangan , suhu

3.Ajarkan relaksasi:
Teknik-teknik mengurangi
ketegangan otot rangka yang Relaksasi dapat melancarkan
dapat mengurangi intensitas nyeri peredaran darah sehingga
dan meningkatkan relaksasi kebutuhan O2 pada jaringan
masase. terpenuhi dan mengurangi nyeri .

Mengalihkan perhatian terhadap


4.Ajarkan metode distraksi selama nyeri ke hal-hal yang
nyeri akut. menyenangkan .

5.Berikan kesempatan waktu Istirahat merelaksasi semua


istirahat bila terasa nyeri dan jaringan akan meningkat kan
berikan posisi yang nyaman kenyamanan.

6.Kolaborasi dengan dokter dalam Analgesik memblok lintasan nyeri


pemberian analgesik sehingga nyeri akan berkurang.
2. Gangguan persepsi sensori pendengaran berhubungan
dengan gangguan ambang pendengaran
Rencana Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan


pendengaran pasien membaik, dengan kriteria hasil:

1. pasien dapat mencapai pendengaran dalam batas maksimum

Intervensi Rasional

1.Observasi ketajaman
pendengaran, catat apakah kedua Mengetahui tingkat ketajaman
telinga terlibat pendengaran pasien dan untuk
menentukan intervensi selanjutnya

Membantu untuk menghindari


2.Berikan lingkungan yang tenang masukan sensori pendengaran
dan tidak kacau , jika diperlukan yang berlebihan dengan
seperti musik lembut mengutamakan kualitas tenang

3.Anjurkan pasien dan keluarganya Mematuhi program terapi akan


untuk mematuhi program terapi mempercepat proses
yang diberikan penyembuhan

3. Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan


Rencana Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 324 jam
diharapkan tidak terjadi syok hipovolemik.Dengan criteria hasil:

-Tidak terjadi perdarahan

Intervensi Rasional

1.Beri larutan elektrolit isotonik Menurunkan hematokrit

2.Beri transfusi darah Menjaga stabilitas darah

3.Beri albumin Menambah volume & meningkatkan


tekanan onkotik

4. Resiko cedera berhubungan dengan kemampuan mendengar


menurun sekunder akibat perforasi membrane timpani
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam
diharapkan pasien tidak mengalami cedera

Kriteria hasil :

1. Pasien tidak mengalami cedera

Intervensi Rasional

Mencegah pasien terjatuh dari


1.Pasang pengaman tempat tidur tempat tidur

Mempermudah pasien mengambil


2.Dekatkan barang-barang yang barang yang dibutuhkan, sehingga
dibutuhkan pasien menghindarkan pasien dari cedera

3.Jauhkan benda-benda yang


dapat membahayakan pasien Menghindarkan pasien dari cedera

Keluarga merupakan orang


terdekat yang hampir setiap saat
berada dengan pasien, sehingga
keluarga dapat setiap saat
4.Kolaborasi dengan keluarga menjaga pasien, agar terhindar
dalam menjaga pasien dari cedera.

5. 5. Hipertermi berhubungan dengan masuknya


mikroorganisme sekunder terhadap peradangan
Rencana Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan


suhu tubuh pasien menurun, dengan kriteria hasil:

1. Suhu tubuh 36,50C-37,70C


2. Pasien tidak mengeluh panas
3. Mukosa bibir lembab
Intervensi Rasional

Indikator untuk mengetahui status


1. Monitor tanda vital tian 6 jam hypertermi

menghambat pusat simpatis di


hipotalamus sehingga terjadi
vasodilatasi kulit dengan
2.Berikan kompres hangat pada merangsang kelenjar keringat
lipatan ketiak dan dahi untuk mengurangi panas tubuh
melalui penguapan

3.Ajarkan klien pentingnya


mempertahankan cairan yang Dalam kondisi demam terjadi
adekuat (sedikitnya 2000 liter/hari) peningkatan evaporasi yang
untuk mencegah dehidrasi, memicu timbulnya dehidrasi
misalnya sari buah 2,5-3 liter/hari.

kondisi kulit yang mengalami


lembab memicu timbulnya
4.Anjurkan klien untuk memakai pertumbuhan jamur. Juga akan
pakaian yang menyerap keringat mengurangi kenyamanan klien,
mencegah timbulnya ruam kulit.

5.Kolaborasi dalam pemberian Mempercepat penurunan suhu


antipiretik tubuh

6. 6. Resiko infeksi berhubungan dengan pengeluaran sekret


yang berlebihan
Rencana Tujuan :

Setelah diberikan askep selama 1 X 24 jam diharapkan infeksi tidak terjadi

Kriteria Hasil :

1. Tidak ada tanda-tanda infeksi.

Intervensi Rasional

1. Kaji adanya tanda tanda Untuk mengetahui secara dini


infeksi. adanya tanda tanda infeksi
sehingga dapat segera diberikan
tindakan yang tepat.

2. Lakukan pencucian tangan


sebelum dan sesudah prosedur Menghindari resiko penyebaran
tindakan. kuman penyebab infeksi

3. Lakukan prosedur invasif Untuk menghindari kontaminasi


secara aseptik dan antiseptik. dengan kuman penyebab infeksi.

Menghambat perkembangan
4. Penatalaksanaan pemberian kuman sehingga tidak terjadi
antibiotik. proses infeksi.

7. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan


ketidakmampuan mengintepretasikan bahasa
sekunder kerusakan N.VII
Rencana Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan pasien dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi
secara bertahap

Dengan Kriteria hasil:

1. Adanya peningkatan untuk mengintepretasikan bahasa


2. Klien dapat berkomunikasi dengan sumber yang ada.

Intervensi Rasional

1. Mengetahui kemampuan
komunikasi klien, seperti volume,
1. Kaji kemampuan klien dalam pelambatan, dan kejelasan
berkomunikasi. bicara.

2. Tentukan cara cara


berkomunikasi, seperti memberikan
pertanyaan dengan jawaban ya atau 2. Membantu klien dalam
tidak, menggunakan kertas dan berkomunikasi dan memperjelas
pensil atau bolpoin, dan bahasa arti dari komunikasi yang
isyarat. disampaikan.

3.Menguji ketidakmampuan
3. Suruh klien untuk menulis menulis (agrafia) dan defisit
nama/kalimat pendek,bila tidak membaca (aleksia) yang juga
mampu untuk menulis suruh klien merupakan bagian dari afasia
untuk membaca kalimat pendek reseptif dan ekspretif
Mengkaji kemmpuna verbal
individuan dan sensirik motorik
dan fungsi kognitif untuk
4. Kolaborasi : konsultasikan ke akhli mengidentifikasi defisit dan
terapi baca kebutuhan terapi

8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan


dalam tidur
Tujuan dan kriteria hasil :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24jam diharap pola tidur


pasien kembali normal.

dengan kriteria:

1. Pasien tidak sering terbangun dimalam hari.


2. Pasien dapat tidur dengan nyenyak.

Intervensi Rasional

Posisi tidur yang nyaman dapat


memungkinkan pasien untuk dapat
1.Berikan posisi tidur yang tidur dengan tenang karena sesak
nyaman. saat tidur tidak dirasakan lagi.

Keadaan yang tenang dapat


membant pasien tidur sehingga
2.Berikan keadaan yang tenang. kerja jantung pasien berkurang.

3.Bersihkan lingkungan tempat Lingkungan yang bersih dapat


tidur pasien. memberikan rasa nyaman untuk
tidur

4.Ajarkan tekhnik relaksasi dalam


beristirahat. Relaksasi sangat diperlukan dalam
beristrirahat.
9.Gangguan body image berhubungan dengan perubahan bentuk
anggota tubuh
Rencana tujuan :

Setelah diberikan askep selama 3 X 24 gangguan body image teratasi


dengan criteria hasil

1. Dapat mengungkapkan dan mendemonstrasikan penerimaan


penampilan.

Intervensi Rasional

1.Anjurkan pasien
mengekspresikan ketakutan,
perasaan negatif, dan Ekspresi emosi membantu pasien
kemungkinan kehilangan bagian mulai menerima kenyataan dan
tubuh. realita hidup.

2.Diskusikan persepsi pasien


tentang diri dan hubungannya Membantu mengartikan masalah
dengan perubahan dan bagaimana sehubungan dengan pola hidup
pasien melihat dirinya dalam pola sebelumnya dan membantu
atau peran fungsi yang biasanya. pemecahan masalah.

Dukungan yang cukup dari orang


3.Kaji derajat dukungan yang ada yang terdekat dan teman
untuk pasien. membantu proses rehabilitasi.

4.Anjurkan pasien berpartisipasi Meningkatkan kemandirian dan


dalam aktivitas sehari-hari. perasaan harga diri.

5.Anjurkan orang terdekat untuk Adanya orang terdekat dapat


mengunjungi dan menemani membantu meningkatkan harga
pasien. diri pasien.

10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi


Rencana Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan


pasien dapat menerima informasi tentang penyakitnya, dengan kriteria
hasil:

Klien mengatakan mengerti dengan informasi yang diberikan.


Klien mampu mengulang informasi yang telah diberikan.
INTERVENSI RASIONAL

Mengetahui tingkat pengetahuan


klien sehingga memudahkan
1. Kaji pengetahuan klien mengenai perawat dalam memberikan
penyakitnya informasi

2. Jelaskan mengenai hal hal yang Memenuhi kebutuhan belajar


ingin diketahui oleh klien klien

Memberikan pengetahuan dan


3. Berikan informasi tentang pemahaman tentang pengobatan
pengobatan dan perawatan tentang dan perawatan diri sehingga
penyakitnya klien dapat bersikap kooperatif.

4.Dorong klien mengekspresikan Memberikan kesempatan untuk


ketidaktahuan / kecemasan dan beri mengoreksi persepsi yang salah
informasi yang dibutuhkan dan mengurangi kecemasan

11. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit


Rencana Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan


kecemasan pasien berkurang

Kriteria hasil: mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab


atau faktor yang mempengaruhinya

INTERVENSI RASIONAL

1.Bantu klien mengekspresikan


perasaan marah, kehilangan, dan Cemas berkelanjutan
takut. memberikan dampak seranagn
jantung selanjutnya.

2.Kaji tanda verbal dan nonverbal Reaksi verbal/nonverbal dapat


kecemasan, damping klien, dan menunjukan ras agitasi, marah,
lakukan tindakan bila menunjukan dan gelisah.
perilaku merusak.

3.Mulai melakukan tindakan untuk Mengurangi rangsangan


mengurangi kecemasan. Beri
lingkungan yang tenang dan eksternal yang tidak perlu.
suasana penuh istirahat.

Kontrol sensasi klien (dan dalam


menurunkan ketakutan) dengan
cara memberikan informasi
tentang keadaan klien,
menekankan pada penghargaan
terhadap sumber-sumber koping
(pertahanan diri), yang positif,
membantu latihan relaksasi, dan
teknik-teknik pengalihan dan
4.Tingkatkan control sensasi klien. memberikan respons balik yang
positif.

7.Orientasikan klien terhadap


prosedur rutin dan aktivitas yang Orientasi dapat menurunkan
diharapkan. kecemasan.

Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi post op
Rencana Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan


nyeri pasien berkurang, dengan kriteria hasil:

1. Skala nyeri 3
2. Pasien mengatakan nyeri berkurang

Intervensi Rasional

1. Kaji nyeri dengan metoda Mengetahui penyebab, kualitas,


PQRST. lokasi, jenis nyeri, dan waktu nyeri.

2.Bantu klien dalam Nyeri dipengaruhi oleh


mengidentifikasi factor pencetus. kecemasan , ketegangan , suhu

3.Ajarkan relaksasi: Relaksasi dapat melancarkan


Teknik-teknik mengurangi peredaran darah sehingga
ketegangan otot rangka yang kebutuhan O2 pada jaringan
dapat mengurangi intensitas nyeri terpenuhi dan mengurangi nyeri .
dan meningkatkan relaksasi
masase.

Mengalihkan perhatian terhadap


4.Ajarkan metode distraksi selama nyeri ke hal-hal yang
nyeri akut. menyenangkan .

5.Berikan kesempatan waktu Istirahat merelaksasi semua


istirahat bila terasa nyeri dan jaringan akan meningkat kan
berikan posisi yang nyaman kenyamanan.

6.Kolaborasi dengan dokter dalam Analgesik memblok lintasan nyeri


pemberian analgesik sehingga nyeri akan berkurang.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan masuknya


mikroorganisme sekunder luka insisi
Rencana Tujuan :

Setelah diberikan askep selama 1 X 24 jam diharapkan infeksi tidak terjadi

Kriteria Hasil :

1. Tidak ada tanda-tanda infeksi.

Intervensi Rasional

1. Untuk mengetahui secara


1. Kaji adanya tanda tanda dini adanya tanda tanda infeksi
infeksi. sehingga dapat segera diberikan
tindakan yang tepat.

2. Lakukan pencucian tangan 2. Menghindari resiko


sebelum dan sesudah prosedur penyebaran kuman penyebab
tindakan. infeksi

3. Untuk menghindari
3.Lakukan prosedur invasif secara kontaminasi dengan kuman
aseptik dan antiseptik. penyebab infeksi.

4. Menghambat
4.Penatalaksanaan pemberian perkembangan kuman sehingga
antibiotik. tidak terjadi proses infeksi.
3. 3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang
informasi tentang cara perawatan
Rencana Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan


pasien dapat menerima informasi tentang penyakitnya, dengan kriteria
hasil:

1. Klien mengatakan mengerti dengan informasi yang diberikan.


2. Klien mampu mengulang informasi yang telah diberikan.

INTERVENSI RASIONAL

1. Mengetahui tingkat
pengetahuan klien sehingga
1. Kaji pengetahuan klien mengenai memudahkan perawat dalam
penyakitnya memberikan informasi

2. Jelaskan mengenai hal hal yang Memenuhi kebutuhan belajar


ingin diketahui oleh klien klien

Memberikan pengetahuan dan


3. Berikan informasi tentang pemahaman tentang pengobatan
pengobatan dan perawatan tentang dan perawatan diri sehingga
penyakitnya klien dapat bersikap kooperatif.

4.Dorong klien mengekspresikan Memberikan kesempatan untuk


ketidaktahuan / kecemasan dan beri mengoreksi persepsi yang salah
informasi yang dibutuhkan dan mengurangi kecemasan

1. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan
kedalam renpra. Tindakan keperawatan mencakup kolaborasi dan
independent. Tindakan independent/mandiri adalah aktivitas perawat
yang didasarkan pada kesimpulan sendiri bukan merupakan
petunjuk/perintah dari petugas kesehatan yang lain. Tindakan kolaborasi
adalah tindakan yang didasarkan oleh hasil keputusan antara dokter,
perawat, dan petugas kesehatan yang lain
1. EVALUASI
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien
terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang
diharapkan telah dicapai.

Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu :
Pre op: nyeri berkurang, pendengaran kembali normal, tidak terjadi syok
hipovelemik,cidera tidak tejad,i infeksi tidak terjadi, komunikasi kembali
normal, pasien bisa tidur nyenyak, pasien percaya diri, pengetahuan
meningkat, ansietas tidak terjadi. Post op: nyeri berkurang, tidak terjadi
infeksi, dan pengetahuan pasien meningkat.

Anda mungkin juga menyukai