Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PEMBAHASAN

A. ANATOMI FISIOLOGI INTESTINUM MINOR


1) Anatomi Intestinum Minor
Intestinum minor adalah bagian dari system pencernaan makanan yang
berpangkal pada pylorus dan berakhir pada seikum panjangnya  6 m, merupakan
saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan.
Lapisan usus halus : lapisan mucosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar
(M.Sirkuler), Lapisan otot memanjang (M.Longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah
Luar).
Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver
akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung
proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun
garis tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm. Usus halus dibagi menjadi
duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian ini agak tidak tepat dan didasarkan pada
sedikit perubahan struktur, dan yang relatif lebih penting berdasarkan perbedaan
fungsi.
Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada
jejenum. Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu
pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus
dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan
sebagai ligamentum suspensorium (penggantung). Kira-kira duaperlima dari sisa usus
halus adalah jejenum, dan tiga perlima terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di
regio abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di region
abdominalis bawah kanan. Jejunum mulai pada juncture denojejunalis dan ileum
berakhir pada junctura ileocaecalis. Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat
pada dinding posterior abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum yang
berbentuk kipas yang dikenal sebagai messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang
pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen
sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kenan dari kiri vertebra lumbalis kedua ke
daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan
masuknya cabang- cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua lapisan
peritoneum yang membentuk messenterium
2) Fisiologi Intestinum Minor

Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorpsi bahan-
bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja
ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses dilanjutkan di
dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis
karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya
bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH
optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses
pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan lebih
luas bagi kerja lipase pankreas.

Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumnlah enzim dalam getah usus


(sukus enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili
dan mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorpsi. Isi usus digerakkan oleh
peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan peristaltik yang
diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. Pergerakan segmental usus halus
mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi
usus dan pergerakan peristaltik.

Bagian- bagian usus halus :

a. Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya  25 cm beerbentuk sepatu kuda
melengkung ke kiri. Pada lengkungan ini terdapat pancreas, dan pada bagian
kanan terdapat selaput lendir yang membukit disebut papilla vateri. Pada papilla
vateri ini bermuara saluran empdu (ductus coleductus) dan saluran pancreas
(ductus wirsungi, ductus pankreatikus) empedu dibuat dihati untuk dikeluarkan
kedoedenum melalui duktus koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak
dengan bantuan lipase. Dinding duodenum mempunyai lapisan mucosa yang
banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar brunner yang berfungsi
untuk memproduksi getah intestinum

b. Yeyenum dan ileum


Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar  6 m 2/5 bagian atas adalah
yeyenum dengan panjang  23 m dan ileum dengan panjang  4-5 m. Lekukan
yeyunum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan
lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.

Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang


arteri dan vena mesentrika superior. Pembuluh limfe dan saraf keruang antara 2
lapisan peritoneum yang membentuk mesentrium. Sambungan antara yeyunum
dan ileum tidak memiliki batas yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan
dengan seikum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium ileoseikal.
Orifisium ini diperkuat oleh sfinter ileoseikalis san pada bagian ini terdapat katub
valvula baukhini yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam colon asenden
tidak masuk kembali kedalam ileum

c. Mucosa dan usus halus


Permukaan epitel yang sangat luas melalui lipatan mucosa dan kicrovili
memudahkan pencernaan dan absorbsi, lipatan ini dibentuk oleh mucosa dan
submucosa yang dapat memperbesar parmukaan usus halus. Pada penampang
melintang vili dilapisi oleh epitel dan kripta yang menghasilkan bermacam-
macam peranan aktif dalam pencernaan.

Absorbsi makanan yang sudah dicernakan seluruhnya berlangsung didalam


usus halus melalui 2 saluran yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan saluran
limfe disebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vilus berisis lacteal, pembuluh
darah epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama oleh jaringan limfoid
seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epitelium. Karena vili keluar
dari dinding usus maka bersentuhan dengan makan cair dan lemak yang
diabsorbsi kedalam lacteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk
kedalam pembuluh kapiler darah vili dan vena porta dibawa ke hati untuk
mengalami beberapa perubahan.

Ringkasan Absorbsi

Hasil Akhir
Sumber Makanan Organ Absorbsi
Cernaan

Dari epitelium masuk ke


Protein Asam amino
pembuluh dan aliran darah

Gliserin dan asam Dari epitelium vili masuk


Lemak
lemak lacteal dan aliran limfe

Mono sacarida :
Dari epitelium vili dan
Hidrat Carbon - Glukosa dinding pembuluh dara
- Leavilosa masuk aliran darah
- Galaktosa

Fungsi usus halus :

1) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-
kapiler darah dan saluran-saluran limfe
2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino
3) Karbohidrat diserap dalam bentuk monosacarida

Didalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang
menyempurnakan pencernaan makanan :
1) Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik
2) Eripsin, menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino
3) Laktase mengubah lactase menjadi monosakarida
4) Maltosa mengubah maltosa menjadi monosacarida
5) Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosacarida

B. PENGKAJIAN KEPERAWATAN KELENJAR HIPOFISIS


Pengkajian merupakan dasar pertama atau langkah awal dari proses keperawatan
secara keseluruhan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data
dari berbagai sumber, adapun data yang dapat kita indentifikasi dan evaluasi adalah
sebagai berikut :
1. Fokus Anamnesa
a. Data Demografi
Meliputi :
identitas seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat
b. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang


Keluhan Utama

Keluhan klien mengeluh nyeri perut, BAB encer dengan atau tanpa lendir dan
darah sebanyak lebih dari 3 kali sehari, berwarna kehijau- hijauan dan berbau
amis, biasanya disertai muntah, tidak nafsu makan dan disertai dengan demam
ringan atau demam tinggi.

2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Seperti apakah klien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, apakah
pernah menderita penyakit serupa sebelumnya serta tindakan yang dilakukan
untuk mengatasinya selain itu perlu juga dikaji kebiasaan makan klien, apakah
klien pernah menjalani diit yang salah sebelumnya.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga.


Apakah ada salah seorang anggota keluarganya yang mengalami penyakit
yang sama, tapi tidak pernah ditanggulangi dengan tim medis.

2. Fokus Pemeriksaan Fisik


a. Inspeksi
1. Perubahan bentuk fisik (ada benjolan) : Pembesaran organ atau tumor, dilihat
lokasinya dapat diperkirakan organ apa atau tumor apa.
2. Keadaan umum
3. Perhatikan juga gerakan pasien: pasien sering merubah posisi menandakan
adanya obstruksi usus.
b. Aukultasi
Mendengarkan adanya bunyi Peristaltik : gerakan peristaltik usus meningkat pada
obstruksi ileus, tampak pada dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak
(darm-contour).

1) Bila terdapat obstruksi usus, peristaltik meningkat disertai rasa sakit


(borborigmi).
2) Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan tegang,
peristaltik lebih tinggi seperti dentingan keeping uang logam
(metallic-sound).
3) Bila terjadi peritonitis, peristaltik usus akan melemah, frekuensinya
lambat, bahkan sampai hilang.
4) Suara usus terdengar tidak ada
5) Hipoaktif/sangat lambat ( misalnya sekali dalam 1 menit )
Cara mendengarkan suara peristaltik usus.
Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan
keseluruh bagian abdomen. Suara peristaltic usus terjadi akibat adanya gerakan
cairan dan udara dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit.
c. Palpasi
1. Ada nyeri tekan atau tidak
2. Pemeriksaan ballottement : cara palpasi organ abdomen dimana terdapat
asites. Caranya dengan melakukan tekanan yang mendadak pada dinding
abdomen & dengan cepat tangan ditarik kembali. Cairan asites akan berpindah
untuk sementara, sehingga organ atau massa tumor yang membesar dalam
rongga abdomen dapat teraba saat memantul. Setiap ada perabaan massa,
dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya, konsistensinya, tepinya,
permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri spontan/ tekan, dan warna kulit di
atasnya.
d. Perkusi
Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara
keseluruhan, menentukan adanya pembesaran ada tidaknya asites, adanya massa
padat atau massa berisi cairan, serta adanya udaraebas dalam rongga abdomen .
Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ berongga yang berisi
udara).

Pola fungsional kesehatan


Pola fungsional kesehatan dapat dikaji melalui pola Gordon dimana pendekatan ini
memungkinkan perawat untuk mengumpulkan data secara sistematis dengan cara
mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada masalah
khusus.
Model konsep & tipologi pola kesehatan fungsional menurut Gordon.
1. Pola persepsi-managemen kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharan dan penanganan kesehatan. Persepsi terhadap
arti kesehatan, dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun tujuan,
pengetahuan tentang praktek kesehatan.
2. Pola nutrisi dan metabolik
Menggambarkan masukan nutrisi, cairan dan elektrolit. Nafsu makan, pola makan
diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan menelan, mual/muntah, keutuhan
jumlah zat gizi, masalah/penyembuhan kulit, makanan kesukaan.
3. Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit kebiasaan defekasi, ada
tidaknya masalah defekasi.
4. Pola Latihan – aktivitas
Menggaambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi
5. Pola kognitif perceptual
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi pengkajian
fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan, pembau dan kompensasinya terhadap
tubuh.
6. Pola istirahat tidur
Menggambarkan ola tidur, istirahat dan persepsi tentang energy. Jumlah jam tidur
pada siang dan malam, masalah selama tidur.
7. Pola konsep diri-persepsi diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan peprsepsi terhadap kemampuan.
Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri, harga diri, peran,
identitas dan ide diri sndiri. (Winugroho, 2008)
8. Pola peran dan hubungan
a) Perubahan persepsi diri mengenai peran
b) Tidak berdaya
c) Cemas atau depresi
d) Perilaku pesimis
e) Kesempatan dalam melaksanakan peran tidak adekuat
9. Pola mekanisme dan toleransi terhadap stress
a) Perasaan tak berdaya atau tidak ada harapan
b) Menyangkal
c) Ansietas, ketakutan
d) Gelisah
e) Kesedihan yang mendalam
f) Perasaan tidak mampu
10. Pola reproduksi dan seksual
a) Terjadi pengurangan karena kerja dan fungsi hormone berkurang
11. Pola nilai dan kepercayaan
a) Marah
b) Koping buruk

MANIFESTASI KLINIS

1. Muntah
2. Demam
3. Dehidrasi
4. Kembung
5. Anoreksia
6. Obstipasi
7. Nyeri
8. Distensi
9. Tidak ada defekasi dan flatus
10. Bising usus menghilang
11. Diare
12. Melena
13. Penurunan berat badan
14. Acites

3. Fokus Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan diagnostik merupakan suatu pemeriksaan penunjang yang dilakukan
dengan tujuan untuk memperkuat dalam menegakkan diagnosa keperawatan. Adapun
macam-macam pemeriksaan diagnostik dalam sistem pencernaan antara lain :

a. Pemeriksaan Radiografi

Untuk pemeriksaan Radiografi meliputi :

1. Rontgen, foto rotgen bisa digunakan untuk :


Foto Polos perut : Foto polos perut merupakan foto rontgen standar untuk perut, yang
tidak memerlukan persiapan khusus dari penderita.

Sinar X biasanya digunakan untuk menunjukkan:


a) suatu penyumbatan
b) kelumpuhan saluran pencernaan
c) pola udara abnormal di dalam rongga perut
d) pembesaran organ.

 Pemeriksaan barium.
Setelah penderita menelan barium, maka barium akan tampak putih pada foto
rontgen dan membatasi saluran pencernaan, menunjukkan kontur dan lapisan dari usus
halus.
Barium yang terkumpul di daerah abnormal menunjukkan adanya ulkus, erosi,
tumor.
Foto rontgen bisa dilakukan pada waktu-waktu tertentu untuk menunjukkan
keberadaan barium. Atau digunakan sebuah fluoroskop untuk mengamati pergerakan
barium di dalam saluran pencernaan.
Barium juga dapat diberikan dalam bentuk enema untuk melapisi usus besar
bagian bawah. Kemudian dilakukan foto rontgen untuk menunjukkan adanya polip,
tumor atau kelainan struktur lainnya.
Prosedur ini bisa menyebabkan nyeri kram serta menimbulkan rasa tidak nyaman.
Barium yang diminum atau diberikan sebagai enema pada akhirnya akan dibuang ke
dalam tinja, sehingga tinja tampak putih seperti kapur.
Setelah pemeriksaan, barium harus segera dibuang karena bisa menyebabkan sembelit
yang berarti. Obat pencahar bisa diberikan untuk mempercepat pembuangan barium.

2. USG Perut

USG menggunakan gelombang udara untuk menghasilkan gambaran dari organ-


organ dalam. USG bisa menunjukkan ukuran dan bentuk berbagai organ (misalnya hati
dan pankreas) dan juga bisa menunjukkan daerah abnormal di dalamnya.
USG juga dapat menunjukkan adanya cairan, tetapi USG bukan alat yang baik
untuk menentukan permukaan saluran pencernaan, sehingga tidak digunakan untuk
melihat tumor dan penyebab perdarahan di lambung, usus halus atau usus besar. USG
merupakan prosedur yang tidak menimbulkan nyeri dan tidak memiliki resiko.
Pemeriksa menekan sebuah alat kecil di dinding perut dan mengarahkan
gelombang suara ke berbagai bagian perut dengan menggerakkan alat tersebut.
Gambaran dari organ dalam bisa dilihat pada layar monitor dan bisa dicetak atau
direkam dalam filem video.

3. Pemeriksaan Endoskopi
Endoskopi adalah pemeriksaan struktur dalam dengan menggunakan
selang/tabung serat optik yang disebut endoskop.
Endoskopi adalah pemeriksaan penunjang yang memakai alat endoskop untuk
mendiagnosis kelainan–kelainan organ didalam tubuh antara lain saluran cerna,saluran
kemih,rongga mulut, rongga abdomen, dan lain-lain dan langsung dapat melihat pada
layar monitor (skop evis),sehingga kelainan yang terdapat pada organ tersebut dapat
dilihat dengan jelas.Diameter endoskop berkisar dari sekitar 0,6 cm-1,25 cm dan
panjangnya berkisar dari sekitar 30 cm-150 cm.
Sistem video serat-optik memungkinkan endoskop menjadi fleksibel menjalankan
fungsinya sebagai sumber cahaya dan sistem penglihatan.Banyak endoskop yang juga
dilengkapi dengan sebuah penjepit kecil untuk mengangkat contoh jaringan dan sebuah
alat elektronik untuk menghancurkan jaringan yang abnormal.
Dengan endoskop dokter dapat melihat lapisan dari sistem pencernaan, daerah
yang mengalami iritasi, ulkus, peradangan dan pertumbuhan jaringan yang abnormal.
Biasanya diambil contoh jaringan untuk keperluan pemeriksaan lainnya.
1. Endoskop yang dimasukkan melalui mulut bisa digunakan untuk memeriksa:
a) kerongkongan (esofagoskopi)
b) lambung (gastroskopi)
c) usus halus (endoskopi saluran pencernaan atas).
2. Jika dimasukkan melalui anus, maka endoskop bisa digunakan untuk memeriksa:
a) rektum dan usus besar bagian bawah (sigmoidoskopi)
b) keseluruhan usus besar (kolonoskopi)
Sebelum endoskop dimasukkan melalui mulut, penderita biasanya dipuasakan
terlebih dahulu selama beberapa jam. Makanan di dalam lambung bisa menghalangi
pandangan dokter dan bisa dimuntahkan selama pemeriksaan dilakukan. Sebelum
endoskop dimasukkan ke dalam rektum dan kolon, penderita biasanya menelan obat
pencahar dan enema untuk mengosongkan usus besar.
Tujuan pemeriksaan endoskopi saluran cerna atas antara lain:

a) Untuk menerangkan perubahan perubahan radiologis yang meragukan atau tidak jelas,
atau untuk menentukan dengn lebih pasti atau tepat kelainan radiologis yang
didapatkan pada esofagus, lambung, duodenum.
b) Pasien dengan gejala menetap (disvagia,nyeri epigastrium,muntah- muntah) yang pada
pemeriksaan radiologis tidak didapatkan kelainan.
c) Bila pemeriksaan radiologis menunjukkan atau dicurugai suatu kelainan misalnya
,keganasan atau obstrukasi pada usus halus, indikasi endoskopi yaitu memastikan
lebih lanjut dan untuk membuat pemeriksaan fotografi, biopsi.
d) Perdarahan akut saluran cerna bagian atas memerlukan pemeriksaan endoskopi
secepatnya dala waktu 24 jam untuk mendapatkan diagnosis sumber perdarahan yang
paling tepat.
Yang dimaksud dengan tanda tanda bahaya demam,hematemasis,anemia,iktetus,dan
penurunan berat badan .
4. Tes Feses
Dalam melakukan tes feses tedapat tujuan pemeriksaan,antara lain :

1. Melihat ada tidaknya darah.


Pemeriksaan ini menggunakan kertas tes Guaiac, sering disebut tes Guaiac

2. Analisa produk diet dan sekresi saluran cerna.


Feses mengandung banyak lemak: steatorrhea, kemungkinan ada masalah dalam
penyerapan lemak di usus halus.

3. Mengetahui adanya telur cacing atau cacing dalam tinja


Pemeriksaan telur-telur cacing dari tinja terdiri dari dua macam cara pemeriksaan,
yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan kualitatif dilakukan dengan
menggunakan metode natif, metode apung, dan metode harada mori. Sedangkan
pemeriksaan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode kato.

1. Pemeriksaan Kualitatif
a) Metode Natif
Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi berat,
tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Cara pemeriksaan ini
menggunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2%. Penggunaa eosin 2%
dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur cacing dengan kotoran
disekitarnya.

Maksud : Menemukan telur cacing parasit pada feces yang diperiksa.

Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit pada seseorang yang diperiksa
fecesnya.

Dasar teori : eosin memberikan latar belakang merah terhadap telur yang berwarna
kekuning-kuningan dan untuk lebih jelas memisahkan feces dengan kotoran yang ada.

Kekurangan : dilakukan hanya untuk infeksi berat, infeksi ringan sulit terditeksi.

Kelebihan : mudah dan cepat dalam pemeriksaan telur cacing semua spesies, biaya yang
di perlukan sedikit, peralatan yang di gunakan sedikit.

b) Metode Apung (Flotation method)


Metode ini digunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau larutan gula jenuh yang
didasarkan atas BD (Berat Jenis) telur sehingga telur akan mengapung dan mudah
diamati. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan feses yang mengandung sedikit telur.
Cara kerjanya didasarkan atas berat jenis larutan yang digunakan, sehingga telur-telur
terapung dipermukaan dan juga untuk memisahkan partikel-partikel yang besar yang
terdapat dalam tinja. Pemeriksaan ini hanya berhasil untuk telur-telur Nematoda,
Schistostoma, Dibothriosephalus, telur yang berpori-pori dari famili Taenidae, telur-telur
Achantocephala ataupun telurAscaris yang infertil.

Maksud : Mengetahui adanya telur cacing parasit usus untuk infeksi ringan.

Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit usus pada seseorang yang diperiksa
fecesnya.
Dasar teori : Berat jenis NaCl jenuh lebih berat dari berat jenis telur.

Kekurangan : penggunaan feses banyak dan memerlukan waktu yang lama, perlu
ketelitian tinggi agar telur di permukaan larutan tidak turun lagi

Kelebihan : dapat di gunakan untuk infeksi ringan dan berat, telur dapat terlihat jelas.

c) Metode Harada Mori


Metode ini digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma
Duodenale, Necator Americanus, Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilus yang
didapatkan dari feses yang diperiksa. Teknin ini memungkinkan telur cacing dapat
berkembang menjadi larva infektif pada kertas saring basah selama kurang lebih 7 hari,
kemudian larva ini akan ditemukan didalam air yang terdapat pada ujung kantong plastik.

Maksud : Mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma Duodenale, Necator Americanus,


Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilus spatau mencari larva cacing-cacing
parasit usus yang menetas diluar tubuh hospes

Tujuan : Mengetahuia adanya infeksi cacing tambang

Dasar teori : Hanya cacing-cacing yang menetas di luar tubuh hospes akan menetas 7
hari menjadi larva dengan kelembaban yang cukup.

Kekurangan : Dilakukan hanya untuk identifikasi infeksi cacing tambang, waktu yang
dibutuhkan lama dan memerlukan peralatan yang banyak.

Kelebihan : lebih mudah dilakukan karena hanya umtuk mengidentifikasi larva infektif
mengingat bentuik larva jauh lebih besar di bandingkan dengan telur.

2. Pemeriksaan Kuantitatif

d) Metode Kato
Teknik sediaan tebal (cellaphane covered thick smear tecnique) atau disebut teknik Kato.
Pengganti kaca tutup seperti teknik digunakan sepotong “cellahane tape”. Teknik ini lebih
banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakan lebih banyak tinja. Teknik ini
dianjurkan untuk Pemeriksaan secara massal karena lebih sederhana dan murah.
Morfologi telur cacing cukup jelas untuk membuat diagnosa.

Maksud : Menemukan adanya telur cacing parasit dan menghitung jumlah telur

Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit dan untuk mengetahui berat
ringannya infeksi cacing parasit usus

Dasar teori : Dengan penambahan melachite green untuk memberi latar belakang hijau.
Anak-anak mengeluarkan tinja kurang lebih 100 gram/hari, dewasa mengeluarkan tinja
kurang lebih 150 gram/hari. Jadi, misalnya dalam 1 gram feces mengandung 100 telur
maka 150 gram tinja mengandung 150.000 telur.

Kekurangan : Bahan feses yang di gunakan banyak.

Kelebihan : Dapat mengidentifikasi tingkat cacing pada penderita berdasar jumlah telur
dan cacing, baik di kerjakan di lapangan, dapat digunakan untuk pemeriksaan tinja masal
karena murah dan sederhana, cukup jelas untuk melihat morfologi sehingga dapat di
diagnosis
Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakan diagnose yang tepat
sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula. Adapun pemeriksaan yang perlu
dikerjakan adalah :
1) Pemeriksaan feses
Tes tinja untuk mengetahui makroskopis dan mikroskopis, biakan kuman untuk
mengetahui kuman penyebab, tes resistensi terhadap natibiotik serta untuk mengetahui Ph
dan kadar gula jika diduga intoleransi glukosa
2) Pemeriksaan darah
darah perifer lengkap, analisa gas darah dan elektrolit (terutama Na, Ca, K dan P serum
pada diare yang disertai kejang), anemia (hipokronik) dan dapat terjadi karena
malnutrisi/malabsorpsi tekanan fungsi sum-sum tulang.
3) Pemeriksaan elektrolit tubuh
Untuk mengetahui kadar natrium, kalium, kalsium, dan bikarbonat.
4) Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau cairan dalam
usus.
5) Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap)
akan menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan
infeksi.
6) Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi
usus.
C. PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN INTESTINUM MINOR
1. Atresia
Atresia adalah suatu kondisi dimana duodenum (bagian pertama dari usus
halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari
lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus.
Pada kondisi ini duodenum bisa mengalami penyempitan secara komplit sehingga
menghalangi jalannya makanan dari lambung menuju usus untuk mengalami
proses absorbs. Apabila penyempitan usus terjadi secara parsial, maka kondisi ini
disebut dengan duodenal stenosis.
2. Obstruksi
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun
penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus.
Ada dua tipe obstruksi, yaitu:
a. Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh
peristaltik.Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis
akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan
neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan
abses.
b. Neurogenik/Fungsional (Ileus Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan
peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus.
Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus,
atau gangguan neurologis seperti penyakit parkinson.
3. Diversi
Diversi usus disebut juga pembedahan usus, dapat terjadi di ileus, sekum, kolon.
4. Tumor
Insiden neoplasma benign usus halus umumnya bervariasi tergantung dari laporan
yang biasanya ditemukan pada saat autopsi maupun pembedahan. Neoplasma paling
sering terjadi yaitu adenoma, leiomyoma dan lipoma. Neoplasma lainnya seperti
hamartoma, fibroma, angioma. Untuk menegakkan diagnose pada neoplasma
membutuhkan evaluasi mikroskopik. Komplikasi neoplasma ini paling sering
menimbulkan perdarahan dan obstruksi. Reseksi segmental dan reanastomosis
merupakan tindakan yang sering digunakan kecuali pada neoplasma yang ukurannya
kecil biasanya dilakukan eksisi dengan enterotomy.
5. Invaginasi
Invaginasi adalah suatu proses di mana segmen intestin masuk ke dalam bagian
lumen usus yang dapat menyebabkan obstruksi pada saluran cerna.
6. Stenosis
Stenosis duodenum adalah penyempitan atau striktura lumen duodenum yang
abnormal menyebabkan obstruksi yang tidak lengkap.
7. TB
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan
yang terinfeksi dan oleh hipersensitifitas yang diperantarai sel (cell mediated
hypersensitivity).
8. Hernia
Strangulasi usus ke dalam kantong hernia.

D. PENATALAKSANAAN UMUM (MEDIS DAN KEPERAWATAN)


1. Penatalaksanaan Medis
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaa Keperawatan berdasarkan masalah yang muncul atau sesuai dengan
diagnose keperawatan , adapun contohnya :

1) Manajemen nyeri
a) Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi
lokasi,karakteristik, onset/durasi,frekuensi,kualitas,intensitas/beratnnya
nyeri dan faktor pencetus.
b) Obervasi adanya petunuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan
terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif.
c) Gunakan strategi komunikasi terapiutik
d) Pastikan perawatan analgesic bagi pasien dilakukan dengan
pemantauan
e) Bantu keluarga dalam mencari dan memberi dukungan
f) Berikan informasi mengenai nyeri
g) Eliminasi faktor pemberat nyeri
h) Ajarkan prinsip manajemen nyeri
2) Manajemen cairan
a) Timbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien
b) Pasang kateter urine
c) Monitor ttv
d) Dukung pasien dan keluarga dalam pemberian makan yang baik
3) Manajemen diare
a) Tentukan riwayat diare
b) Ambil tinja untuk pemeriksaan kultur
c) Beri makanan porsi sedikit tapi sering
d) Anjurkan pasien menghindari makanan pedas dan menghindari asam,
rendah serat
4) Manajemen elektrolit
a) Monitor nilai serum dan elektrolit yang abnormal
b) Pertahankan kepatenan akses iv
c) Monitor manifestasi ketidakseimbangan elektrolit
5) Manajemen nutrisi
a) Tentukan status gizi, umlah kalori dan nutrisi yang diperlukan
b) Berikan pilihan makanan
c) Atur diit yang diperlukan
d) Pastikan makanan disajikan menarik dan dalam keadaan hangat
6) Manajemen mual muntah
a) Dorong pasien untuk pengalaman diri terhadap mual
b) Dorong pasien untuk belajar strategi mengatasi mual
c) Dorong pasien makan sedikit tapi sering
d) Timbang berat badan secara teratur
e) Kaji konsistensi, waktu, volume, darah dan warna muntahan
f) Saran membawa kantong pelastik untuk muntahan

Anda mungkin juga menyukai