Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN

KEBUTUHAN DASAR OKSIGENASI

Disusun Oleh
Kelas 2B
Kelompok 1 :

1. Fikamila (10.0524.S)
2. Rini Widiarti (10.0578.S)
3. Satiya Devi Kanafuri (10.0586.S)
4. Tri Susilowati (10.0600.S)
5. Zulfa Khaerunisa (10.0611.S)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN
PEKALONGAN
2011
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernapasan atau respirasi adalah proses pertukaran gas antara individu dan
lingkungan. Fungsi utama pernapasan adalah untuk memperoleh O2 agar
dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeluarkan CO2 yang dihasilkan
oleh sel. Saat bernapas, tubuh mengambil O2 dari lingkungan untuk kemudian
diangkut ke seluruh tubuh (sel-selnya) melalui darah guna dilakukan
pembakaran. Selanjutnya, sisa pembakaran berupa CO2 akan kembali
diangkut oleh darah ke paru-paru untuk dibuang ke lingkungan karena tidak
berguna lagi oleh tubuh.
Di Indonesia, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu menempati
urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu
ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit.
Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan
ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia
dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita. Angka kejadian ISPA
di Kabupaten Pekalongan pada akhir tahun 2003 jumlah penderita kurang
lebih sebanyak 9.949 balita.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Dapat menambah pengetahuan ketika mahasiswa praktik
b. Dapat memperoleh pengalaman ketika mahasiswa praktik
c. Dapat melatih ketrampilan ketika mahasiswa praktik
2. Tujuan Untuk Perawat
a. Dapat melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan
gangguan oksigenasi
b. Dapat melakukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan
oksigenasi
c. Dapat melakukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan
oksigenasi
d. Dapat melakukan perencanaan keperawatan pada pasien dengan
gangguan oksigenasi
e. Dapat melakukan intervensi keperawatan pada pasien dengan
gangguan oksigenasi
f. Dapat melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan gangguan
oksigenasi

3. Tujuan Untuk Pasien


a. Pasien mampu mengidentifikasi faktor-faktor penyebab gangguan
oksigenasi
b. Pasien mampu mengidentifikasi penanganan pengobatan selanjutnya
BAB II
KONSEP TEORI

A. Definisi
Oksigenasi adalah proses penambahan O2 ke dalam sistem (kimia atau
fisika). Oksigen (O2) merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang
sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya,
terbentuknlah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi, penambahan CO 2
yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup
bermakna terhadap aktivitas sel.
(Mubarak & Chayatin, 2007)
Oksigenasi (O2) adalah salah satu komponen dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh.
Secara normal elemen ini diperoleh dengan jalan menghirup O2 setiap kali
bernapas. Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem
respirasi, kardiovaskuler, dan keadaan hematologi.
(Wartono & Tarwoto, 2003)
Oksigenasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
oksigen (O2) kedalam tubuh serta menghembuskan karbondioksida (CO2)
sebagai hasil oksidasi. Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan
oleh sistem respirasi (pernapasan), kardiovaskuler dan hematology.
( Alimul.2006)

Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling fvital dalam kehidupan


manusia, dalam tubuh, oksigen berperan penting dalam proses metabolism sel
tubuh. Kekurangan oksigan bisa menyebabkan hal yangat berartibagi tubu,
salah satunya adalah kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan
untuk mejamin pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut, agar terpenuhu
dengan baik. Dalam pelaksanannya pemenuhan kebutuhan oksigen merupakan
garapan perawat tersendiri, oleh karena itu setiap perawat harus paham dengan
manisfestasi tingkat pemenuhan oksigen pada klienya serta mampu mengatasi
berbagai masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan tesebut.
B. Anatomi dan Fisiologi
Anatomi
Struktur sitem pernapasan berdasarkan anatominya terdiri dari bagian
yaitu :
1. Sistem pernapasan atas
Sistem pernapasan atas terdiri dari mulut, hidung, faring, dan laring.
a. Hidung. Pada hidung udara yang masuk akan mengalami proses
penyaringan, humidifikasi, dan penghangatan.
b. Faring. Faring merupakan saluran yang terbagi dua untuk udara dan
makanan. Faring terdiri atas nasofaring dan orofaring yang kaya akan
jaringan limfoid yang berfungsi menangkap dan menghancurkan
kuman patogen yang masuk bersama udara.
c. Laring. Laring merupakan struktur menyerupai tulang rawan yang
biasa disebut jakun. Selain berperan dalam menghasilkan suara, laring
juga berfungsi mempertahankan kepatenan jalan napas dan melidungi
jalan napas bawah dari air dan makanan yang masuk.
2. Sistem pernapasan bawah
Sistem pernapasan bawah terdiri dari trakea dan paru-paru yang
dilengkapi dengan bronkus, bronkiolus, alveolus, jaringan kapiler paru,
dan membran pleura.
a. Trakea. Trakea merupakan pipa membran yang disokong oleh cincin-
cincin kartilago yang menghubungkan laring dengan bronkus utama
kanan dan kiri. Di dalam paru, bronkus utama terbagi menjadi
bronkus-bronkus yang lebih kecil dan berakhir di bronkiolus terminal.
Keseluruhan jalan napas tersebut membentuk pohon bronkus.
b. Paru. Paru-paru ada dua buah, terletak di sebelah kanan dan kiri.
Masing-masing paru terdiri dari beberapa lobus (paru kanan tiga lobus
dan paru kiri dua lobus) dan dipasok oleh satu bronkus. Jaringan paru
sendiri terdiri dari serangkaian jalan napas yang bercabang-cabang,
yaitu alveolus, pembuluh darah paru, dan jaringan ikat elastis.
Permukaan luar paru dilapisi oleh kantung tertutup berdinding ganda
yang disebut pleura. Pleura parietal membatasi toraks dan permukaan
diafragma, sedangkan pleura visceral membatasi permukaan luar paru.
Diantara kedua lapisan tersebut terdapat cairan pleura yang berfungsi
sebagai pelumas guna mencegah friksi selama gerakan bernapas.
Fisiologi
Fisiologi pernapasan dibagi menjadi dua proses, yaitu :
1. Pernapasan eksternal
Pernapasan eksternal (pernapasan pulmoner) mengacu pada keseluruhan
proses pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh.
Secara umum, proses ini berlangsung dalam tiga langkah, yakni ventilasi
pulmoner, pertukaran gas alveolar, serta transpor oksigen dan karbon
dioksida.
a. Ventilasi pulmoner. Saat bernapas, udara bergantian masuk-keluar
paru melalui proses ventilasi sehingga terjadi pertukaran gas antara
lingkungan ekternal dan alveolus. Proses ventilasi ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu jalan napas yang bersih, sistem saraf pusat dan
sistem pernapasan yang utuh, rongga toraks yang mampu
mengembang dan berkonstraksi dengan baik, serta komplians paru
yang adekuat.
b. Pertukaran gas alveolar. Setelah oksigen memasuki alveolus, proses
pernapasan berikutnya adalah difusi oksigen dari alveolus ke
pembuluh darah pulmoner. Difusi adalah pergerakan molekul dari area
berkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke area berkonsentrasi atau
bertekanan rendah. Proses ini berlangsung di alveolus dan membran
kapiler, dan dipengaruhi oleh ketebalan membran serta perbedaan
tekanan gas.
c. Transport oksigen dan karbon dioksida. Tahap ketiga pada proses
pernapasan adalah transport gas-gas pernapasan. Pada proses tahap ini,
oksigen diangkut dari paru menuju jaringan dan karbon dioksida
diangkut dari jaringan kembali menuju paru.
1) Transpor O2
Proses ini berlangsung pada sistem jantung dan paru-paru.
Normalnya, sebagian besar oksigen (97%) berikatan lemah dengan
hemoglobin dan diangkkut ke seluruh jaringan dalam bentuk
oksihemoglobin (HbO2), dan sisanya terlarut dalam plasma. Proses
ini dipengaruhi oleh ventilasi (jumlah O2 yang masuk ke paru) dan
perfusi (aliran darah ke paru dan jaringan). Kapasitas darah yang
membawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah O2 dalam plasma,
jumlah hemoglobin (Hb), dan ikatan O2 dengan Hb.
2) Transpor CO2
Karbon dioksida sebagai hasil metabolisme sel terus-terus
diproduksi dan diangkut menuju paru dalam tiga cara : (1) sebagian
besar karbon dioksida (70%) diangkut dalam sel darah merah
dalam bentuk bikarbonat (HCO3‾); (2) sebanyak 23% karbon
dioksida berikatan dengan hemoglobin membentuk
karbaminohemoglobin (HbCO2); dan (3) sebanyak 7% diangkut
dalam bentuk larutan di dalam plasma dan dalam bentuk asam
karbonat.
2. Pernapasan internal
Pernapasan internal (pernapasan jaringan) mengacu pada proses
metabolisme intrasel yang berlangsung dalam mitokondria, yang
menggunakan O2 dan menghasilkan CO2 selama proses penyerapan
energi molekul nutrien. Pada proses ini, darah yang banyak mengandung
oksigen dibawa ke seluruh tubuh hingga mencapai kapiler sistemik.
Selanjutnya terjadi pertukaran O2 dan CO2 antara kapiler sistemik dan sel
jaringan. Seperti di kapiler paru, pertukaran ini juga melalui proses difusi
pasif mengikuti penurunan gradien tekanan parsial.
(Mubarak & Chayatin, 2007)

C. Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Pernapasan


1. Faktor fisiologis
Gangguan pada fungsi fisiologis akan berpengaruh terhadap kebutuhan
oksigen seseorang. Kondisi ini lambat laun dapat mempengaruhi fungsi
pernapasanya.
 Penurunan kapasitas angkut O2
Secara fisiologis, daya angkut hemoglobin untuk membawa O2 ke
jaringan adalah 97%. Akan tetapi, nilai tersebut dapat berubah sewaktu-
waktu apabila terdapat gangguan pada tubuh. Misalnya, pada penderita
anemia atau pada saat terpapar zat beracun. Kondisi tersebut dapat
mengakibatkan penurunan kapasitas pengikatan O2.
 Penurunan konsentrasi O2 inspirasi
Kondisi ini dapat terjadi akibat penggunaan alat terapi pernapasan dan
penurunan kadar O2 lingkungan.

 Hipovolemia
Kondisi ini disebabkan oleh penurunan volume sirkulasi darah akibat
kehilangan cairan ekstraseluler yang berlebihan (mis, pada penderita syok
atau dehidrasi).
 Peningkatan laju metabolik
Kondisi ini dapat terjadi pada kasus infeksi dan demam yang terus
menerus yang mengakibatkan peningkatan laju metabolik. Akibatnya,
tubuh mulai memecah persendiaan protein dan menyebabkan penurunan
massa otot.
 Kondisi lainya
Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti kehamilan,
obesitas, abnormalitas muskoloskeletal (mis, pectus excavatum dan
kifosis), trauma, penyakit otot, penyakit susunan saraf, gangguan saraf
pusat, dan penyakit kronis.

2. Status kesehatan
Pada orang yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan kadar
oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi, pada
kondisi sakit tertentu, proses oksigenasi tersebut dapat terhambat sehingga
mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh. Kondisi tersebut
antara lain gangguan pada system pernapasan dan kardiovaskuler, penyakit
kronis, penyakit obstruksi pernapsan atas, dll.
3. Faktor perkembangan
Tingkat perkembangan menjadi salah satu faktor penting yang
mempengaruhi sitem pernapasan individu.
 Bayi prematur. Bayi yang lahir prematur berisiko menderita penyakit
membran hialin yang ditandai dengan berkembangnya membran
serupa hialin yang membatasi ujung saluran pernapasan. Kondisi ini
disebabkan oleh produksi surfaktan yang masih sedikit karena
kemampuan paru dalam menyintesis surfaktan baru berkembang pada
trimester akhir.
 Bayi dan anak-anak. Kelompok usia ini berisiko mengalami infeksi
saluran napas atas, seperti faringitis, influenza, tonsillitis, dan aspirasi
benda asing (mis, makanan, permen dan lain-lain).
 Anak usia sekolah dan remaja. Kelompok usia ini berisiko mengalami
ini berisiko mengalami infeksi saluran napas akut akibat kebiasaan
buruk, seperti merokok.
 Dewasa muda dan paruh baya. Kondisi stress, kebiasaan merokok, diet
yang tidak sehat, kurang berolahraga merupakan faktor yang dapat
meningkatkan risiko penyakit jantung dan paru pada kelompok usia
ini.
 Lansia. Proses penuaan yang terjadi pada lansia menyebabkan
perubahan pada fungsi normal pernapasan, seperti penurunan
elastisitas paru, pelebaran alveolus, dilatasi saluran bronkus, dan
kifosis tulang belakang yang menghambat ekspansi paru sehingga
berpengaruh pada penurunan kadar.

4. Faktor perilaku
Perilaku keseharian individu dapat berpengaruh terhadap fungsi
pernapasannya. Status nutrisi, gaya hidup, kebiasaan berolahraga, kondisi
emosional, dan penggunaan zat-zat tertentu secara tidak langsung akan
berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.
a. Nutrisi. Kondisi berat badan berlebih (obesitas) dapat menghambat
ekspansi paru, sedangkan malnutrisi berat dapat mengakibatkan
pelisutan otot pernapasan yang akan mengurangi kekuatan kerja
pernapasan.
b. Olah raga. Latihan fisik akan meningkatkan aktivitas metabolic,
denyut jantung, dan kedalaman serta frekuensi pernapasan yang akan
meningkatkan kebutuhan oksigen.
c. Ketergantungan zat adiktif. Penggunaan alcohol dan obat-obatan yang
berlebihan dapat mengganggu proses oksigenasi. Hal ini terjadi
karena :
 Alkohol dan obat-obatan dapat menekan pusat pernapasan dan
susunan saraf pusat sehingga mengakibatkan penurunan laju dan
kedalaman pernapasan.
 Penggunaan narkotika dan analgesik, terutama morfin dan
mperidin, dapat mendepresi pusat pernapasan sehingga
menurunkan laju dan kedalaman pernapasan.
d. Emosi. Perasaan takut, cemas, dan marah yang tidak terkontrol akan
merangsang aktivitas saraf simpatis. Kondisi ini menyebabkan
peningkatan denyut jantung dan frekuensi pernapasan sehingga
kebutuhan oksigen meningkat. Selain itu, kecemasan juga dapat
meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan.
e. Gaya hidup. Kebiasaan merokok dapat mempengaruhi pemenuhan
kebutuhan oksigen seseorang. Merokok dapat menyebabkan gangguan
vaskularisasi perifer dan penyakit jantung. Selain itu, nikotin yang
terkandung dalam rokok bisa mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh
darah perifer dan koroner.
5. Lingkungan
Kondisi lingkungan, seperti ketinggian, suhu, serta polusi udara dapat
mempengaruhi proses oksigenasi.
 Suhu. Faktor suhu (panas atau dingin) dapat berpengaruh terhadap
afinitas atau kekuatan ikatana Hb dan O2. Dengan kata lain, suhu
lingkungan juga bisa mempengaruhi kebutuhan oksigen seseorang.
 Ketinggian. Pada dataran yang tinggi akan terjadi penurunan pada
tekanan udara sehingga tekanan oksigen juga ikut turun. Akibatnya,
orang yang tinggal di dataran yang tinggi cenderung mengalami
peningkatan frekuensi pernapasan dan denyut jantung. Sebaliknya,
pada dataran yang rendah akan terjadi peningkatan tekanan oksigen.
 Polusi. Polusi udara seperti asap atau debu sering kali menyebabkan
sakit kepala, pusing, batuk, tersedak, dan berbagai gangguan
pernapasan lain pada orang yang menghisapnya. Para pekerja di pabrik
asbes atau bedak tabor berisiko tinggi menderita penyakit paru akibat
terpapar zat-zat berbahaya.
(Mubarak & Chayatin, 2007)

D. Proses Oksigenasi
1. Ventilasi
Ventilasi adalah roses keluar masuknya udara dari dan paru paru,
jumlahnya sekitar 500 ml. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru
dan thoraks yang elastis serta persyarafan yang utuh. Otot pernapasan
inspirasi utama adalah diafragma. Diafragma dipersyarafi oleh saraf
frenik, yang keluarnya dari medulla spinalis pada vertebra servikal
keempat.
Udara yang masuk dan keluar terjadi karena adanya perbedaan
tekanan udara antara intrapleura dengan tekanan atmosfer, dimana pada
inspirasi tekanan intrapleura lebih negative (725mmHg) daripada tekanan
atmosfer (760 mmHG) sehingga udara masuk ke alveoli.
Kepatenan Ventilasi tergantung pada faktor :
a. Kebersihan jalan nafas, adanya sumbatan atau obstruksi jalan nafas
akan menghalangi masuk dan keluarnya udara dari dan ke paru paru.
b. Adekuatnya sistem saraf pusat dan pusat pernafasan.
c. Adekuatnya pengembangan dan pengempisan paru paru.
d. Kemampuan otot-otot pernafasan seperti difragma, eksternal interkosa,
internal interkosa, otot abdominal.

2. Difusi
Difusi adalah pergerakan molekul dari area dengan konsentrasi
tinggi ke area konsentrasi rendah. Difusi udara respirasi terjadi antara
alveolus dengan membran kapiler. Perbedaan tekanan pada area membran
respirasi akan mempengaruhi proses difusi. Misalnya pada tekanan parsial
(P) O2 dialveoli sekitar 100 mmHg sedangkan tekanan parsial pada kapiler
pulmonal 60 mmHg sehingga oksigen akan berdifusi masuk kedalam
darah. Berbeda halnya dengan CO2 dengan PCO2 dalam kapiler 45
mmHg sedangkan pada alveoli 40 mmHg maka CO2 akan berdifusi keluar
alveoli.
3. Transportasi Gas
a. Traspor O2, proses ini berlangsung pada system jantung dan paru paru.
Normalnya sebagian besar oksigen (97%) berikatan lemah dengan
hemoglobin dan diangkut keseluruh jaringan dalam bentuk
oksihemoglobin (HbO2) dan sisanya terlarut dalam plasma. Proses ini
dipengaruhi oleh ventilasi (jumlah O2 yang masuk keparu) dan perfusi
(aliran darah keparu dan jaringan). Kapasitas darah yang membawa
oksigen dipengaruhi oleh jumlah O2 dalam plasma,jumlah hemoglobin
(Hb),dan ikatan O2 dengan Hb.
b. Transpor CO2, karbondioksida sebagai hasil metabolisme sel terus
menerus diproduksi dan diangkut menuju paru dalam tiga cara: (1)
sebagian besar karbondioksida (70%) diangkut dalam sel darah merah
dalam bentuk bikarbonat (HCO3); (2) sebanyak 23% karbondioksida
berikatan dengan hemoglobin membentuk karbaminohemoglobin
(HbCO2); dan (3) sebanyak 7% diangkut dalam bentuk larutan di
dalam plasma dan dalam bentuk asam karbonat.
Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
curah jantung (kardiak output), Kondisi pembuluh darah, latihan
(exercise), Perbandingan sel darah dengan darah secara keseluruhan
(hematokrit), serta eritrosit dan kadar Hb.
(Alimul, 2006)

E. Gangguan Pada Fungsi Pernapasan


Dalam sistem pernapasan dapat terjadi gangguan pada fungsi pernapasan
diantaranya :
1. Perubahan pola napas
Pola napas mengacu pada frekuensi, volume, irama, dan usaha
pernapasan. Pola napas yang normal (eupnea) ditandai dengan pernapasan
yang tenang, berirama, dan tanpa usaha. Perubahan pola napas yang umum
terjadi adalah takipnea, bradipnea, hiperventilasi, napas kussmaul,
hipoventilasi, dispnea dan orthopnea.
a. Tachypnea
Frekuensi pernapasan yang cepat. Biasanya ini terlihat pada kondisi
demam, asidos metabolik, nyeri, dan pada kasus hiperkapnia atau
hipoksemia.
b. Bradypnea
Frekuensi pernapasan yang lambat dan abnormal. Biasanya ini terlihat
pada orang yang baru menggunakan obat-obat seperti morfin, pada kasus
alkolosis metabolik, atau peningkatan TIK.
c. Apnea
Henti napas.
d. Hiperventilasi
Peningkatan jumlah udara yang memasuki paru. Kondisi ini terjadi saat
kecepatan ventilasi melebihi kebutuhan metabolik untuk pembuangan
CO2. Biasanya, hiperventilasi disebabkan oleh asidosis, infeksi, dan
kecemasan. Lebih lanjut kondisi ini bisa menyebabkan alkolisis akibat
pengeluaran CO2 yang berlebihan.
e. Hipoventilasi
Penurunan jumlah udara yang memasuki paru. Kondisi ini terjadi saat
ventilasi alveolar tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik
untuk penyaluran O2 dan pembuangan CO2. Biasanya ini disebabkan
oleh penyakit otot pernapasan, obat-obatan, anestesia.
f. Pernapasan Kusmaul
Salah satu jenis hiperventilasi yang menyertai asidosis metabolik.
Pernapasan ini merupakan upaya tubuh untuk mengompensasi asidosis
dengan mengeluarkan karbondioksida melalui pernapasan yang cepat
dan dalam.
g. Orthopnea
Ketidakmampuan untuk bernapas, kecuali dengan posisi tegak atau
berdiri.
h. Dispnea
Kesulitan atau ketidaknyamanan saat bernapas.
i. Cheyne stokes
Merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya mula-mula naik, turun,
berhenti, kemudian mulai dari siklus baru.
j. Pernapasan parodoksial
Merupakan pernapasan yang ditandai dengan pergerakan dinding paru
yang berlawanan arah dari keadaan normal, sering ditemukan pada
keadaan atelektaksis.
k. Biot
Pernapasan dengan irama yang mirip dengan cheyne stokes, tetapi
amplitudonya tidak teratur. Pola ini sering dijumpai pada rangsangan
selaput otak, tekanan intrakranial yang meningkat, trauma kepala, dan
lain-lain.
l. Stridor
Pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran
pernapasan. Pola ini pada umumnya ditemukan pada kasus spasme
trackea atau obstruksi laring.

2. Hipoksia
Hipoksia adalah kondisi ketika kadar oksigen dalam tubuh (sel)
tidak kuat akibat kurangnya penggunaan atau pengikatan O2 pada tingkat
sel. Kondisi ini ditandai dengan kelelahan, kecemasan, pusing, penurunan
tingkat kesadaran, penurunan konsentrasi, kelemahan, peningkatan tanda-
tanda vital, disritmia, pucat, sianosis, clubbing, dan dispnea. Penyebabnya
antara lain penurunan Hb dan kapasitas angkut O2 dalam darah,
penurunan konsentrasi O2 inspirasi, ketidakmampuan sel mengikat O2,
penurunan difusi O2 dari alveoli ke dalam darah, dan penurunan perfusi
jaringan.

3. Obstruksi Jalan Napas


Obstruksi jalan napas, baik total ataupun sebagian, dapat terjadi
diseluruh tempat disepanjang jalan napas atas atau bawah. Obstruksi pada
jalan napas atas (hidung, faring, laring) dapat disebabkan oleh benda asing
seperti makanan, akumulasi secret, atau oleh lidah yang menyumbat
orofaring pada orang yang tidak sadar. Sedangkan obstruksi jalan napas
bawah meliputi sumbatan total atau sebagian pada jalan napas bronkus dan
paru.
Tanda klinis :
a.Batuk tidak efektif.
b.Tidak mampu mengeluarkan sekresi di jalan napas.
c.Suara napas menunjukan adanya sumbatan.
d.Jumlah, irama, dan kedalaman pernapasan tidak normal.

4. Pertukaran Gas
Pertukaran gas merupakan kondisi penurunan gas, baik oksigen
maupun karbondioksida antara alveoli paru dan sistem vascular, dapat
disebabkan oleh sekresi yang kental atau imobilisasi akibat penyakit
sistem saraf, depresi susunan saraf pusat, atau penyakit radang pada paru.
Terjadinya gangguan pertukaran gas ini menunjukan kapasitas difusi
menurun, antara lain disebabkan oleh penurunan luas permukaan difusi,
penebalan membrane alveolar kapiler, terganggunya pengangkutan O2
dari paru ke jaringan akibat rasio ventilasi perfusi tidak baik, anemia,
keracunan CO2, dan terganggunya aliran darah.

Tanda klinis:
a.Dispnea pada usaha napas.
b.Napas dengan bibir pada fase ekspirasi yang panjang.
c.Agitasi.
d.Lelah, latargi.
e.meningkatnya ketekukan vaskulat paru.
f.menurunnya saluran oksigen, meninkatnya oksigen
g.sianosis.
(Mubarak & Chayatin, 2007)

F. Pemeriksaan Diagnostik
Banyak jenis pemeriksaan diagnostik yang membutuhkan waktu
beberapa detik sampai beberapa menit untuk menyelesaikanya ; prosedur
lainya adalah prosedur invasive yang membutuhkan persiapan pasien lebih
ekstensif dan penggunaan anestesi lokal.
1. Metode Morfologis
a. Radiologi
Torak merupakan tempat yang ideal untuk pemeriksaan radiologi.
Parenkhin paru -paru yng berisi udara memberikan resistensi yang
kecil terhadap jalanya sinar X. oleh karena itu, parenkhin hanya
memberikan bayangan yang sangat memancar.
b. Bronkoskopi
Merupakan teknik yang memungkinkan visualisasi langsung dari
trakea dan cabang-cabang utamanya. Cara ini paling sering digunakan
untuk memastikan diagnosis karsinoma bronkogenik, tetapi dapat juga
digunakan untuk membuanng benda asing. Klien yang telah menjalani
prosedur bronkoskopi, tidak boleh makan atau minum selama minimal
2-3 jam sampai refleks muntah muncul kembali. Jika tidak, mungkin
klien mengalami aspirasi ke dalam cabang trakeobronkial.
c. Pemeriksaan Biopsi
Contoh jaringan yang dapat digunakan untuk pemeriksaan biopsi
adalah jaringan yang diperoleh dari saluran pernapasan bagian atas
atau bawah dengan menggunakan teknik endoskopi yang memakai
laringoskop atau bronkoskop. Manfaat utama biopsi paru-paru
terutama berkaitan dengan penyakit paru-paru difus yang tidak dapat
didiagnosis dengan cara lain.
 Biopsi pleura
Biopsy pleura diselesaikan dengan biopsy jarum pleural atau
dengan pleuroskopi, yang merupakan eksporasi visual bronkoskopi
serat optic yang dimasukan ke dalam spasium pleural. Biopsy
pleural dilakukan ketika terdapat eksudat pleural yang tidak
ketahui asalnya dan ketika terdapat kebutuhan untuk kultur atau
pewarnaan jaringan untuk mengidentifikasi tuberculosis atau fungi.
 Biopsi nodus limfe
Nodus limfe skalen terjaring dalam gumpalan lemak servikal
profunda yang melapisi bagian atas otot skalenus anterior. Nodus
limfe ini mengaliri paru-paru dan mediastinum dan mungkin
menunjukan perubahan histology karena penyakit intra toraks. Jika
nodus ini teraba saat pemeriksaan fisik, biopsy nodus skalen
mungkkin dilakukan. Biosi nodus ini mungki dilakukan untuk
mendeteksi penyebaran penyakit pulmonal melalui nodus limfe
dan untuk menegakkan diagnosis atau prognosis pada penyakit
seperti, penyakit Hodgkin, sarkoidosis, penyakit jamur,
tuberculosis, dan karsinoma.
d. Pemeriksaan Sputum
Penting dilakukan untuk mendiagnosis etiologi berbagai penyakit
pernapasan. Pemeriksaan mikroskopik dapat menjelaskan organisme
penyebab pada berbagai pneumonia bacterial, tuberculosis, serta
berbagai jenis infeksi jamur. Pemeriksaan sitologi eksfoliatif pada
sputum dapat membantu dalam mendiagnosis karsinoma paru. Waktu
terbaik untuk pengumpulan sputum adalah setelah bangun tidur,
karena sekresi abnormal bronkus cenderung untuk berkumpul pada
waktu tidur.
Sputum dikumpulkan untuk pemeriksaan untuk mengidentifikasi
organisme patogenik dan uuntuk menentukan apakah terdapat sel-sel
maligna atau tidak. Juga digunakan untuk mengkaji terhadap keadaan
sensitivitas (dimana terdapat peningkatan eosinofil). Pemeriksaan
sputum secara periodic untuk pasien yang mendapat antibiotic,
kortikosteroid dan medikasi imunosupresif untuk jangka waktu
panjang, karena preparat ini dapat menimbulkan infeksi oportunistik.
Secara umum kultur sputum digunakan dalam mendiagnosis, untuk
pemeriksaan sensitivitas obat, dan sebagai pedoman pengobatan.
Ekspektorasi adalah metoda yang biasanya digunakan untuk
mengumpulkan spesimen sputum. Pasien diinstruksikan untuk
membersihkan hidung dan tenggorok dan membilas mulut untuk
mengurangi kontaminasi sputum. Setelah melakukan beberapa kali
napas dalam, pasien membatukkan (bukan meludahkan), menggunakan
difragma, dan mengeluarkanya ke wadah steril.
Jika sputum tidak dapat keluar secara spontan, pasien sering
sirangsang untuk batuk dalam dengan menghirupkan aerosol salin
yang sangat jenuh, glikol propilen yang mengiritasi atau suatu agens
lainya yang diberikan dengan nebuliser ultrasonik.
Spesimen segera dikirim ke laboratorium; membiarkan specimen
selama beberapa jam dalam ruangan yang hangat mengkibatkan
pertumbuhan cepat organisme kontaminan dan membuatnya sulit
untuk mengidentifikasi organisme.
e. Prosedur endoskopi
 Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah inspeksi dan pemeriksaan langsung
terhadap laring, trakea, dan bronki baik melalui bronkoskop serat
optic yang fleksibel atau bronkoskop yang kaku.
Tujuan bronkoskopi dignostik adalah :
1) Untuk memeriksa jaringan atau mengumpulkan sekresi
2) Untuk menentukan lokasi dan keluasan proses patologi dan
untuk mendapatkan contoh jaringan guna menegakkan
diagnosis (dengan forseps biopsi, kuretase, sikat biopsi )
3) Menentukan apakah suatu tumor dapat direseksi atau tidak
melalui tindakan bedah
4) Untuk mendiagnosa tempat pendarahan (sumber hemoptisis)
Bronkoskopi terapeutik digunakan untuk :
1) Mengangkat benda asing dari pohon trakeobronkial
2) Mengangkat sekresi yang menyumbat pohon trakeobronkial
ketika pasien tidak dapat membersihkanya
3) Untuk memberikan pengobatan pasca operatif dalam atelektasis
4) Menghancurkan dan mengeksisi lesi
Prosedur bronkoskop serat optic adalah bronkoskop yang tipis
dan flleksibel yang dapat diarahkan kedalam bronkisegmental.
Karena ukuranya yang lebih kecil, fleksibelitas dan system optikal
yang sangat baik, bronkoskop serat optic memungkinkan
peningkatan visualisasi jalan napas perifer dan sangat tepat untuk
mendiagnosa lesi pulmonal. Pemeriksaan sitologi dapat dilakukan
tanpa intervensi bedah.
Bronkoskop serat optic ditoleransi lebih baik oleh pasien
dibanding bronkoskop yang kaku, memungkinkan biopsi tumor
yang sebelumya tidak dapat dicapai, aman digunakan untuk pasien
yang sakit parah, dan dapat dilakukan ditempat tidur atau melalui
selang endotrakeal/ trakeostomi pada pasien dengan ventilator.
Bronkoskop kaku adalah selang logam berongga dengan
cahaya pada ujungnya; bronkoskop ini digunakan terutama untuk
mengangkat benda asing, menghisap sekresi yang sangat kental,
meneliti sumber hemoptisis masif, atau melakukan prosedur bedah
endobronkial.
 Torakoskopi
Adalah prosedur diagnostik dimana kavitas pleural
diperiksa dengan suatu endoskop. Insisi kecil dibuat ke dalam
kavitas pleural dalam suatu spasium interkosta ; lokasi insisi
tergantung pada temuan-temuan klinis dan diagnostic. Setelah
cairan yang ada dalam kavitas pleural diaspirasi, mediastinoskop
serat optic dimasukan ke dalam kavitas pleural dan permukaanya
diinspeksi melalui instrument tersebut. Setelah prosedur, mungkin
dipasang selang dada dan kavitas pleural dialirkan dengan drainase
water-seal.
Torakoskopi terutama diindikasikan pada evaluasi
diagnostic efusi pleural, penyakit pleural, dan pentahapan tumor.
Biopsy terhadap lesi dapat dilakukan dibawah visualisasi untuk
diagnosis.
Prosedur torakosintesis telah mengalami kemajuan dengan
adanya pemantauan video, yang memungkinkan visualisasi paru.
Prosedur ini, pada beberapa kasus, menggantikan torakotomi
sebagai standar untuk mendiagnosis gangguan paru difus, infiltrate
pulmonal, dan biopsi paru. Juga telah digunakan dengan laser
karbon dioksida dalam mengangkat blebs dan bula pulmonal, dan
dalam pengobatan pneumotoraks spontan. Laser Nd : YAG telah
digunakan dalam pengobatan beberapa kanker paru,
pengguanaanya terus berkembang karena pemeriksaan ini kurang
invasif.
2. Metode Fisiologis
 Tes fungsi paru
Pada tes ini digunakan alat spirometer yang dapat menggambarkan
fungsi paru.
a. Isi alun napas (Tidal volume-TV)
Merupakan volume udara yang masuk dan keluar paru pada
pernafasan biasa ketika dalam keadaan istirahat (N = ±500 ml).
b. Volume cadangan inspirasi (Inspiration reserve volume-IRV)
Adalah volume udara yang masih dapat masuk ke dalam paru
pada inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa (L= ±3.300 ml, P=
±1.900 ml).
c. Volume cadangan ekspirasi (Ekspiration reserve volume -ERV)
Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari
dalam paru melalui kontraksi otot-otot ekspirasi setelah ekspirasi
biasa (L = ±1.000 ml, P= 700 ml).
d. Volume residu (Residual volume-RV)
Yaitu udara yang masih tersisa dalam paru setelah ekspirasi
maksimal (L = ±1.200 ml, P= ±1.100 ml).
Jika keempat volume itu dijumlahkan, diperoleh volume
maksimum, dan itulah kapasitas maksimal paru-paru berkembang.
Jika dua atau lebih volume tersebut digabungkan sebagai satu
kesatuan, maka dinamakan kapasitas pulmonal.
Volume kolaps terjadi jika paru mengalami kolaps, sedangkan
udara tidak bisa dikeluarkan lagi dengan cara apapun.
e. Kapasitas inspirasi (Inspiration capacity-IC)
Yaitu jumlah udara yang dapat dimasukkan ke dalam paru
setelah aakhir ekspirasi biasa (IC= IRV + TV). Menunjukkan
banyaknya udara yang dapat dihirup mulai dari taraf ekspirasi
normal hingga mengembangkan paru-paru secara maksimal.
f. Kapasitas residu fungsional (Functional residual capacity-FRC)
Adalah jumlah udara didalam paru pada akhir ekspirasi biasa
(FRC= ERV+RV). Bermakna untuk mempertahankan kadar O2
dan CO2 yang relative stabil di alveoli selama proses inspirasi dan
ekspirasi.
g. Kapasitas vital (Vital capacity-VC)
Merupakan volume udara maksimal yang dapat masuk dan
keluar paru selama satu siklus pernafasan yaitu setelah inspirasi
maksimal dan ekspirasi maksimal (VC= IRV +TV+ERV).
Bermakna untuk menggambarkan kemampuan pengembangan paru
dan dada.
h. Kapasitas paru total (Total lung capacity-TLC)
Yaitu jumlah udara maksimal yang dapat dikandung paru
(TLC=VC+ TV). Normal L=sekitar 6000 ml, P= sekitar 4200 ml.
i. Ruang rugi (Anatomical dead space)
Adalah ruang di sepanjang saluran nafas yang tidak terlibat
proses pertukaran gas (sekitar 150 ml). Pada pria dengan TV = 500
ml maka hanya sekitar 350 yang mengalami pertukaran gas.
j. Frekuensi napas (f)
Adalah jumlah pernafasan yang dilakukan per menit. Dalam
keadaan istirahat kecepatan pernafasan sekitar 15 kali per menit.
Masing-masing volum dan kapasitas paru-paru itu memiliki makna
khasnya sendiri. Setiap nilai dapat berubah bila posisi tubuh berganti.
Umumnya menurun bila seseorang berbaring dan meningkat bila
dalam posisi berdiri. Ada dua faktor yang menimbulkan perubahan ini
yaitu sebagai berikut :
a. Waktu berbaring, isi perut menekan ke atas atau ke diafragma.
b. Volume darah paru-paru meningkat ketika berbaring. Kedua hal ini
mengurangi ruangan yang dapat diisi oleh udara di dalam paru-
paru.

 Analisis Gas Darah


Darah yang dipergunakan untuk menganalisis tes ini adalah darah
arteri, dan yang terpilih adalah arteri radialis dan femoralis karena
arteri ini mudah dicapai.
Nilai normal gas darah arteri :
Tes Rentang normal Intepretasi
dewasa
PaO2 80-100 mm Hg  Elefasi, menandakan pemberian oksigen yang
berlebihan.
 Menurun, mengindikasikan penyakit CAL,
bronchitis kronis, kanker bronkus dan paru, kistik
fibrosis, RDS, anemia, atelektasis atau penyebab lain
yang mengakibatkan hipoksia.
PaCO2 35-45 mm Hg  Elefasi, mengindikasikan kemungkinan CAL,
pneumonia, efek anestesi, atau penggunaan opioid
(asidosis respiratori)
 Menurun, mengindikasikan hiperventilasi/alkalosis
respiratori
pH 7,35-7,45  Elefasi, menandakan alkalosis metabolik atau
respiratori
 Menurun, menandakan asidosis metabolik atau
respiratori
HCO3 21-28 mEq/L  Elefasi, mengindikasikan kemungkinan asidosis
respiratori sebagai kompensasi awal dari alkalosis
metabolik
 Menurun, mengindikasikan kemungkinan alkalosis
respiratori sebagai kompensasi awal dari asidosis
metabolik
SaO2 95%-100%  Menurun, mengindikasikan kerusakan
kemampuan hemoglobin untuk mengantarkan
oksigen ke jaringan

PaCO2 merupakan petunjuk yang terbaik untuk mengetahui fungsi


ventilasi alveolar. Jika nilai PaCO2 meningkat, maka penyebab
langsungnya berupa hipoventilasi alveolar umum. Hipoventilasi akan
menyebabkan asidosis respiratorik sehingga pH darah akan turun.
Hipoventilasi alveolar dapat terjadi jika TV berkurang (pengaruh ruang
rugi) seperti yang terjadi apabila seseorang bernapas cepat dan dangkal.

G. Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan
a. Masalah pernapasan yang dialami
 Pernah mengalami perubahan pola pernapasan.
 Pernah mengalami batuk dengan sputum.
 Pernah mengalami nyeri dada.
 Aktivitas apa saja yang menyebabkan terjadinya gejala-
gejala di atas.
b. Riwayat penyakit pernapasan
 Apakah sering memgalami ISPA, alergi, batuk, asma, TBC
dan lain-lain?
 Bagaimana frekuensi setiap kejadian?
c. Riwayat kardiovaskuler
 Pernah mengalami penyakit jantung atau peredaran darah.
d. Gaya hidup
 Merokok, keluarga perokok, lingkungan kerja dengan
perokok.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Mata
 Konjungtiva pucat (karena anemia).
 Konjungtiva sianosis (karena hiooksemia).
 Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau
endokarditis).

b. Kulit
 Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran
darah perifer).
 Sianosis secara umum (hipoksemia).
 Penurunan turgor (dehidrasi).
 Edema.
 Edema periorbital.

c. Jari dan kuku


 Sianosis.
 Clubbing fingers.
d. Mulut dan bibir
 Membran mukosa sianosis.
 Bernapas dengan mengerutkan mulut.
e. Hidung
 Pernapasan dengan cuping hidung.
f. Vena leher
 Adanya distensi/bendungan.
g. Dada
 Retraksi otot bantu pernapasan (karena peningkatan
aktivitas, dispnea atau obstruksi jalan pernapasan).
 Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan kanan.
 Taktil fremitus, thrills (getaran pada dada karena/suara
melewati saluran/rongga pernapasan).
 Suara napas normal (vesikuler, bronkhovasikuler,
bronkhial).
 Suara napas tidak normal (creckler/rales, ronkhi, wheez-
ing, friction rute/pleural friction)
h. Pola pernapasan
 Eupnea (pernapasan normal).
 Takipnea (pernapasan cepat).
 Bradipnea (pernapasan lambat).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes untuk menentukan keadekuatan sistem konduksi jantung.
 EKG.
 Exersise stress test.
b. Tes untuk menentukan kontraksi miokardium aliran darah.
 Echokardiografi.
 Kateterisasi jantung.
 Angiografi.
c. Tes untuk mengukur ventilasi dan oksigenasi
 Tes fungsi paru-paru dengan spirometri.
 Tes astrup.
 Oksinetri.
 Pemeriksaan darah lengkap.
d. Melihat struktur sistem pernapasan
 X-Ray thoraks.
 Bronkhoskopi.
 CT scan paru.
e. Menentukan sel abnormal/infeksi sistem pernapasan
 Kultur apus tenggorok.
 Sitologi.
 Spesimen sputum (BTA).

(Wartono & Tarwoto, 2003)

H. Penetapan Diagnosa
Menurut NANDA (2003), diagnosis keperawatan utama untuk klien dengan
masalah oksigenasi adalah :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
2. Ketidakefektifan pola napas
3. Gangguan pertukaran gas
4. Intoleransi aktivitas

I. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


1. Ketidak efektifan bersihan jalan napas
Intervensi Rasional

1. Kaji faktor penyebab (missal batuk 1. Batuk yang tidak terkontrol dapat
tidak efektif, nyeri, secret yang kental, menyebabkan kelelahan dan tidak
kelemahan,dll) efektif,dan bisa menyebabkan
bronchitis.
2. Kurangi atau hilangkan factor 2. Latihan napas dalam dapt
penyebabnya. melebarkan jalan napas,menstimulasi
produksi surfaktan,dan
mengembangkan permukaan
jaringanparu sehingga meningkatkan
pertukaran gas.Batuk dapat
mengencerkan secret dan
mendorongnya ke bronkus untuk
dikeluarkan atau dihisap.Pada
beberapa klien,pernapasan “huffing”
mungkin efektif dan tidak terlalu
3. Ajarkan klien tentang metode batuk menyakitkan.
efektif yang benar. 3. Duduk pada posisi tegak
a. Bernafas yang dalam dan menyebabkan organ-organ abdomen
pelan sambil meninggikan terdorong menjauhi paru,akibatnya
badan setinggi mungkin. pengembangan paru menjadi lebih
b. Gunakan pernafasan besar.
diafragma. 4. Pernapasan diafragma mengurangi
c. Tahan nafas selama 3-5 detik frekuensi pernapasan dan
dan kemudian dengan meningkatkan ventilasi alveolar.
perlahan keluarkan melalui 5. Sekret yang kental sulit untuk
mulut semaksimal mungkin dikeluarkan dan dapat menyebabkan
(tulang rusuk bawah dan henti mucus ; kondisi ini apat
abdomen harus cekung menimbulkan atelektasis.
kedalam) 6. Sekret harus cukup encer agar
d. Ambil nafas kedua kali, tahan, mudah dikeluarkan.
keluarkan perlahan, dan 7. Nyeri atau rasa takut akan nyeri
batukkan dengan kekuatan dapat melelahkan dan
penuh dari dada (bulan dari menyakitkan.Dukungan emosional
belakang mulut atau menjadi semangat bagi klien;air
tenggorokan), lakukan batuk hangat dapat membantu relaksasi.
pendek yang kuat sebanyak
dua kali.
4. Lakukan fisioterapi dada dan drainase
postural sesuai kebutuhan.

5. Jika ada nyeri, berikan obat pereda


nyeri sesuai kebutuhan.

6. Sesuaikan pemberian dosis analgesic


dengan sesi latihan batuk (missal berikan
dosis ½ - 1jam sebelum latihan batuk).
7. Tentukan waktu ketika klien terlihat
paling bebas dari rasa nyeri, yakni saat
tingkat kesadaran dan penampilan
fisiknya optimal. Saat itu merupakan
waktu yang tepat untuk melakukan
latihan nafas dan batuk aktif.
8. Pastikan bahwa latihan batuk
dilakukan pada puncak periode
kenyamanan setelah pemberian analgesic,
bukan pada puncak rasa kantuk.
9. Pertahankan posisi tubuh yang baik
untuk mencegah nyeri atau cedera otot.
10. Jika secret kental, pertahankan hidrasi
yang adekuat (tingkatkan asupan cairan
hingga 2-3 kali sehari jika tidak ada
kontraindikasi).
11. Pertahankan kelembapan udara
inspirasi yang adekuat.
12. Jika batuk kronis,minimalkan iritan
pada inspirasi (mis.,debu, allergen.)
13. Izinkan klien beristiarahat setelah
berlatih batuk dan sebelum makan.
14. Berikan periode istirahat yang tidak
teganggu.
15. Berikan obat yang telah diresepkan-
depresan batuk,ekspektoran-sesuai
instruksi dokter(tunda pemberian makan
dan minum sesaat setelah pemberian obat
untuk mendapatkan hasil yang terbaik).
16. Redakan iritasi membrane mukosa
dengan memberikan kelembaban (hirup
uap dari sower,atau duduk diatas baskom
yang berisi air yang beriuap dengan
meletakkan handuk diatas kepala guna
mengencerkan secret dan melegakan
membran).

2. Pola napas

1. Kaji riwayat gejala: episode


sebelumnya (kapan,dimana,bagaimana 1. Intervensi
situasinya). berfokus pada upaya
2. Kaji factor penyebab memperlambat pola pernapasan
9organik,psikologik,emosional,kebiasa dan mengajarkan klie untuk
an bernapas yang salah). mengontrol responsnya.
3. Jelaskan ketidakefektifan pola 2. Menenangka
napas kepada klien. n klien yang mengalami sesak
4. Jika rasa takut merupakan napas dengan mengatakan
pencetus,singkirkan penyebab bahwa berbagai tindakan tengah
ketakutan,jika memungkinkan. diambil untuk mengatasi situasi
5. Alihkan perhatian klien agar tidak tersebut adalah intervensi yang
memikirkan kecemasannya dengan penting untuk mengurangi
meminta klien mempertahankan kepanikian dan menurunkan
kontak mata dengan anda (atau gejala yang ada.
mungkin dengan orang lain yang diaa
percaya).
6. Pertimbangkan penggunaan
kantong kertas sebagai alat untuk
menghirup kembali udara ekspirasi
(CO2 yang dikeluarkan akan dihirup
kembali sehingga akan memperlambat
laju pernapasan).
7. Yakinkan klien bahwa dia bisa
mengontrol pernapasannya,dan bahwa
anda akan membantunya.
8. Ajarkan teknik pengontrolan napas
(mis.,pernapasan-bibir)atau
konsultasikan dengan ahli terapi
pernapasan untuk memperoleh latihan
guna memperbaiki pola napas yang
salah.

3. Kerusakan pertukaran gas


Intervensi Rasional
1. Mengobservasi warna 1. Sianosis kuku
kulit,membran mukosa dan menggambarkan
kuku,serta mencatat adanya vasokonstriksi atau respons
sianosis perifer (kuku) atau tubuh terhadap
sianosis pusat (circumoral). demam.Sianosis cuping
2. Mengkaji status mental. telinga, membran mukosa, dan
3. Memonitor denyut irama jantung. kulit sekitar mulut dapat
4. Memonitor suhu tubuh bila ada mengandikasikan adanya
indikasi.Melakukan tindakan hipoksemia sistemik.
untuk mengurangi demam dan 2. Kelemahan, mudah
menggigil.Misalnya mengganti tersinggung, bingung dan
posisi,suhu ruangan yang somnolen dapat merefleksikan
nyaman,kompres,(tepidor cool adanya hipoksemia penurunan
water sponge). oksigenasi serebra.
5. Mempertahankan 3. Takikardia biasanya timbul
betrest.Menganjurkan teknik sebagai hasil dari
relaksasi dan melakukan aktifitas demam/dehidrasi, tetapi dapat
hiburan yang beragam. timbul juga sebagai respons
6. Meninggikan posisi terhadap hipoksemia.
kepala.Menganjurkan perubahan 4. Demam tinggi (biasanya pada
posisi tubuh,napas dalam,dan pneumonia bakteri dan
batuk efektif. influenza) akan meningkatkat
7. Mengkaji tingkat kebutuhan metabolisme dan
kecemasan.Menganjurkan untuk konsumsi oksigen dan
menceritakan secara mengubah oksigenisasi
verbal.Menjawab pertanyaan seluler.
secara bijaksana.Mengunjungi 5. Mencegah kelelahan dan
seseringnya,mengatur pengunjung mengurangi konsumsi oksigen
untuk tinggal bersama pasien atas untuk memfasilitasi resolusi
indikasi. infeksi.
8. Mengobservasi kondisi yang 6. Tindakan ini akan
memburuk.Mencatat adanya meningkatkan inspirasi
hipotensi,sputum maksimal, mempermudah
berdarah,pucat,sianosis,perubahan pengeluaran secret untuk
dalam tingkat kesadaran,serta meningkatkan ventilasi.
dispenea berat dan kelemahan. 7. Kecemasan merupakan
9. Menyiapkan utuk dilakukan manivestasi dari psikologis
tindakan-tindakan keperawatan sebagai respons fisiologis
klinis jika diindikasikan. terhadap
hipoksia.Memberikan
ketentraman dan
meningkatkan perasaan aman
akan mengurangi masalah
psikologis, oleh karena itu
akan menurunkan kebutuhan
oksigen dan respons
psikologis yang merugikan.
8. Shock dan edema paru-paru
merupakan penyebab yang
sering menyebabkan kematian
pada pneumonia dan
memerlukan intervensi medis
secepatnya.
9. Intubasi dan ventilasi mekanis
dilakukan pada kondisi
infusiesi respirasi berat.

4. Gangguan perfusi jaringan


Intevensi Rasional
1. Health promotion 1. sodium cenderung untuk
a. Ventilasi yang memadai dibuang pada tingkat
b. Hindari rokok yanglebih cepat
c. Pelindung / masker saat 2. Untuk mengurangi edema
bekerja yang mungkin mengaktifkan
d. Hindari inhaler, tetes renin angiotensin-aldosteron
hidung, sprai (yang dapat system.
menekan virus 1)
e. Pakaian yang nyaman

J. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan oksigen secara umum dapat dinilai dari
adanya kemampuan dalam :
1. Mempertahankan jalan napas secara efektif yang ditunjukan dengan
adanya kemampuan untuk bernapas, jalan napas bersih, tidak ada
sumbatan, frekuensi, irama, dan kedalaman napas normal, serta tidak
ditemukan adanya tanda hipoksia.
2. Mempertahankan pola napas secara efektif yang ditunjukkan dengn
adanya kemampuan untuk bernapas, frekuensi, irama, dan kedalaman
napas normal, tidak ditemukan adanya tanda hipoksia, serta kemampuan
paru berkembang dengan baik.
3. Mempertahankan pertukaran gas secara efektif yang ditunjukan dengan
adanya kemampuan untuk bernapas, tidak ditemukan dispnea pada usaha
napas, inspirasi dan ekspirasi dalam batas normal, serta saturasi oksigen
dan pCO2 dalam keadaan normal.
4. Meningkatkan perfusi jaringan yang ditunjukan dengan adanya
kemampuan pengisian kapiler, frekuensi, irama, kekuatan nadi dalam batas
normal, dan status hidrasi normal.

BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh.
Secara normal elemen ini dapat diperoleh dengan cara menghirup udara
ruangan dalam setiap kali bernapas. Penyampaian O2 ke jaringan tubuh
ditentukan oleh interaksi sistem respirasi, kardioveskuler dan keadaan
hematologist.
Oksigenasi adalah peristiwa menghirup udara dari luaryang mengandung
oksigen (O2) kedalam tubuh serta menghembuskan karbondioksida (CO2)
sebagai hasil sisa oksidasi. Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan
oksigenasi terdiri atas saluran pernapasan bagian atas tiga tahap, yaitu
ventilasi yang merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer
kedalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer, difusi gas merupakan pertukaran
antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2 di kapiler dengan
alveoli, transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke
jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler.
Adanya kekurangan oksigen ditandai dengan keadaan hipoksia yang dapat
disebabkan oleh menurunya hemoglobin, menurunya perfusi jaringan seperti
syok dan lain-lain, yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian
jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan.
Pada orang yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan kadar
oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi, pada
kondisi sakit tertentu, proses ogsigenasi tersebut dapat terhambat sehingga
mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.Kondisi lingkungan seperti
ketinggian, suhu serta polusi udara dapat mempengaruhi proses oksigenasi.
Untuk itu kita harus menjaga kebersihan lingkungan demi terciptanya
lingkungan yang sehat sehingga tidak mengganggu proses oksigenasi karena
oksigen merupakan salah satu unsur vital dalam sistem pernapasan untuk
mendukung kelangsungan hidup manusia.

B. Saran
Untuk menghindari terganggunya proses oksigenasi yang merupakan salah
satu proses yang paling penting dalam keidupan manusia kita harus menjaga
lingkungan agar tetap bersih dan sehat, selain itu kita juga harus mengetahui
cara-cara mengatasi penyakit gangguan pernapasan. Sebagai perawat kita
harus mempunyai pengetahuan dasar tentang factor-faktor yang
mempengaruhi masuknya oksigen dari atmosfer hinggan sampai ketingkat sel
melalui alveoli paru dalam proses respirasi. Untuk itu diperlukan pemahaman
indikasi pemberian oksigen.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul H. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi konsep dan proses


keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Suparmi. (2008). Kebutuhan Dasar Manusia: Panduan praktik keperawatan.


Klaten : PT Intan Sejati.

Mubarak & Chayatin. (2007). Kebutuhan Dasar Manusia: Teori & Aplikasi
dalam praktik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Muttaqin Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.

Tarwoto & Wartonah. (2003). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai