Disusun Oleh :
Arina Fitriani
202102040066
Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling fvital dalam kehidupan manusia, dalam
tubuh, oksigen berperan penting dalam proses metabolism sel tubuh. Kekurangan oksigan
bisa menyebabkan hal yangat berartibagi tubu, salah satunya adalah kematian.
Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan untuk mejamin pemenuhan kebutuhan
oksigen tersebut, agar terpenuhu dengan baik. Dalam pelaksanannya pemenuhan
kebutuhan oksigen merupakan garapan perawat tersendiri, oleh karena itu setiap perawat
harus paham dengan manisfestasi tingkat pemenuhan oksigen pada klienya serta mampu
mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan tesebut.
Fisiologi
Fisiologi pernapasan dibagi menjadi dua proses, yaitu :
1. Pernapasan eksternal
Pernapasan eksternal (pernapasan pulmoner) mengacu pada keseluruhan proses
pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Secara umum,
proses ini berlangsung dalam tiga langkah, yakni ventilasi pulmoner, pertukaran gas
alveolar, serta transpor oksigen dan karbon dioksida.
a. Ventilasi pulmoner. Saat bernapas, udara bergantian masuk-keluar paru melalui
proses ventilasi sehingga terjadi pertukaran gas antara lingkungan ekternal dan
alveolus. Proses ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jalan napas
yang bersih, sistem saraf pusat dan sistem pernapasan yang utuh, rongga toraks
yang mampu mengembang dan berkonstraksi dengan baik, serta komplians paru
yang adekuat.
b. Pertukaran gas alveolar. Setelah oksigen memasuki alveolus, proses pernapasan
berikutnya adalah difusi oksigen dari alveolus ke pembuluh darah pulmoner.
Difusi adalah pergerakan molekul dari area berkonsentrasi atau bertekanan tinggi
ke area berkonsentrasi atau bertekanan rendah. Proses ini berlangsung di alveolus
dan membran kapiler, dan dipengaruhi oleh ketebalan membran serta perbedaan
tekanan gas.
c. Transport oksigen dan karbon dioksida. Tahap ketiga pada proses pernapasan
adalah transport gas-gas pernapasan. Pada proses tahap ini, oksigen diangkut dari
paru menuju jaringan dan karbon dioksida diangkut dari jaringan kembali menuju
paru.
1) Transpor O2
Proses ini berlangsung pada sistem jantung dan paru-paru. Normalnya,
sebagian besar oksigen (97%) berikatan lemah dengan hemoglobin dan
diangkkut ke seluruh jaringan dalam bentuk oksihemoglobin (HbO2), dan
sisanya terlarut dalam plasma. Proses ini dipengaruhi oleh ventilasi (jumlah
O2 yang masuk ke paru) dan perfusi (aliran darah ke paru dan jaringan).
Kapasitas darah yang membawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah O2 dalam
plasma, jumlah hemoglobin (Hb), dan ikatan O2 dengan Hb.
2) Transpor CO2
Karbon dioksida sebagai hasil metabolisme sel terus-terus diproduksi dan
diangkut menuju paru dalam tiga cara : (1) sebagian besar karbon dioksida
(70%) diangkut dalam sel darah merah dalam bentuk bikarbonat (HCO3‾); (2)
sebanyak 23% karbon dioksida berikatan dengan hemoglobin membentuk
karbaminohemoglobin (HbCO2); dan (3) sebanyak 7% diangkut dalam bentuk
larutan di dalam plasma dan dalam bentuk asam karbonat.
2. Pernapasan internal
Pernapasan internal (pernapasan jaringan) mengacu pada proses metabolisme intrasel
yang berlangsung dalam mitokondria, yang menggunakan O2 dan menghasilkan CO2
selama proses penyerapan energi molekul nutrien. Pada proses ini, darah yang banyak
mengandung oksigen dibawa ke seluruh tubuh hingga mencapai kapiler sistemik.
Selanjutnya terjadi pertukaran O2 dan CO2 antara kapiler sistemik dan sel jaringan.
Seperti di kapiler paru, pertukaran ini juga melalui proses difusi pasif mengikuti
penurunan gradien tekanan parsial.
(Mubarak & Chayatin, 2012)
2. Hipoksia
Hipoksia adalah kondisi ketika kadar oksigen dalam tubuh (sel) tidak kuat
akibat kurangnya penggunaan atau pengikatan O2 pada tingkat sel. Kondisi ini
ditandai dengan kelelahan, kecemasan, pusing, penurunan tingkat kesadaran,
penurunan konsentrasi, kelemahan, peningkatan tanda-tanda vital, disritmia, pucat,
sianosis, clubbing, dan dispnea. Penyebabnya antara lain penurunan Hb dan kapasitas
angkut O2 dalam darah, penurunan konsentrasi O2 inspirasi, ketidakmampuan sel
mengikat O2, penurunan difusi O2 dari alveoli ke dalam darah, dan penurunan perfusi
jaringan.
4. Pertukaran Gas
Pertukaran gas merupakan kondisi penurunan gas, baik oksigen maupun
karbondioksida antara alveoli paru dan sistem vascular, dapat disebabkan oleh sekresi
yang kental atau imobilisasi akibat penyakit sistem saraf, depresi susunan saraf pusat,
atau penyakit radang pada paru. Terjadinya gangguan pertukaran gas ini menunjukan
kapasitas difusi menurun, antara lain disebabkan oleh penurunan luas permukaan
difusi, penebalan membrane alveolar kapiler, terganggunya pengangkutan O2 dari
paru ke jaringan akibat rasio ventilasi perfusi tidak baik, anemia, keracunan CO2, dan
terganggunya aliran darah.
Tanda klinis:
a. Dispnea pada usaha napas.
b. Napas dengan bibir pada fase ekspirasi yang panjang.
c. Agitasi.
d. Lelah, latargi.
e. Meningkatnya ketekukan vaskulat paru.
f. Menurunnya saluran oksigen, meninkatnya oksigen
g. Sianosis.
(Mubarak & Chayatin, 2012)
E. Pemeriksaan Diagnostik
Banyak jenis pemeriksaan diagnostik yang membutuhkan waktu beberapa detik
sampai beberapa menit untuk menyelesaikanya ; prosedur lainya adalah prosedur invasive
yang membutuhkan persiapan pasien lebih ekstensif dan penggunaan anestesi lokal.
1. Metode Morfologis
a. Radiologi
Torak merupakan tempat yang ideal untuk pemeriksaan radiologi. Parenkhin
paru -paru yng berisi udara memberikan resistensi yang kecil terhadap jalanya
sinar X. oleh karena itu, parenkhin hanya memberikan bayangan yang sangat
memancar.
b. Bronkoskopi
Merupakan teknik yang memungkinkan visualisasi langsung dari trakea dan
cabang-cabang utamanya. Cara ini paling sering digunakan untuk memastikan
diagnosis karsinoma bronkogenik, tetapi dapat juga digunakan untuk membuanng
benda asing. Klien yang telah menjalani prosedur bronkoskopi, tidak boleh makan
atau minum selama minimal 2-3 jam sampai refleks muntah muncul kembali. Jika
tidak, mungkin klien mengalami aspirasi ke dalam cabang trakeobronkial.
c. Pemeriksaan Biopsi
Contoh jaringan yang dapat digunakan untuk pemeriksaan biopsi adalah
jaringan yang diperoleh dari saluran pernapasan bagian atas atau bawah dengan
menggunakan teknik endoskopi yang memakai laringoskop atau bronkoskop.
Manfaat utama biopsi paru-paru terutama berkaitan dengan penyakit paru-paru
difus yang tidak dapat didiagnosis dengan cara lain.
Biopsi pleura
Biopsy pleura diselesaikan dengan biopsy jarum pleural atau dengan
pleuroskopi, yang merupakan eksporasi visual bronkoskopi serat optic yang
dimasukan ke dalam spasium pleural. Biopsy pleural dilakukan ketika terdapat
eksudat pleural yang tidak ketahui asalnya dan ketika terdapat kebutuhan
untuk kultur atau pewarnaan jaringan untuk mengidentifikasi tuberculosis atau
fungi.
Biopsi nodus limfe
Nodus limfe skalen terjaring dalam gumpalan lemak servikal profunda yang
melapisi bagian atas otot skalenus anterior. Nodus limfe ini mengaliri paru-
paru dan mediastinum dan mungkin menunjukan perubahan histology karena
penyakit intra toraks. Jika nodus ini teraba saat pemeriksaan fisik, biopsy
nodus skalen mungkkin dilakukan. Biosi nodus ini mungki dilakukan untuk
mendeteksi penyebaran penyakit pulmonal melalui nodus limfe dan untuk
menegakkan diagnosis atau prognosis pada penyakit seperti, penyakit
Hodgkin, sarkoidosis, penyakit jamur, tuberculosis, dan karsinoma.
d. Pemeriksaan Sputum
Penting dilakukan untuk mendiagnosis etiologi berbagai penyakit pernapasan.
Pemeriksaan mikroskopik dapat menjelaskan organisme penyebab pada berbagai
pneumonia bacterial, tuberculosis, serta berbagai jenis infeksi jamur. Pemeriksaan
sitologi eksfoliatif pada sputum dapat membantu dalam mendiagnosis karsinoma
paru. Waktu terbaik untuk pengumpulan sputum adalah setelah bangun tidur,
karena sekresi abnormal bronkus cenderung untuk berkumpul pada waktu tidur.
Sputum dikumpulkan untuk pemeriksaan untuk mengidentifikasi organisme
patogenik dan uuntuk menentukan apakah terdapat sel-sel maligna atau tidak.
Juga digunakan untuk mengkaji terhadap keadaan sensitivitas (dimana terdapat
peningkatan eosinofil). Pemeriksaan sputum secara periodic untuk pasien yang
mendapat antibiotic, kortikosteroid dan medikasi imunosupresif untuk jangka
waktu panjang, karena preparat ini dapat menimbulkan infeksi oportunistik.
Secara umum kultur sputum digunakan dalam mendiagnosis, untuk pemeriksaan
sensitivitas obat, dan sebagai pedoman pengobatan.
Ekspektorasi adalah metoda yang biasanya digunakan untuk mengumpulkan
spesimen sputum. Pasien diinstruksikan untuk membersihkan hidung dan
tenggorok dan membilas mulut untuk mengurangi kontaminasi sputum. Setelah
melakukan beberapa kali napas dalam, pasien membatukkan (bukan meludahkan),
menggunakan difragma, dan mengeluarkanya ke wadah steril.
Jika sputum tidak dapat keluar secara spontan, pasien sering sirangsang untuk
batuk dalam dengan menghirupkan aerosol salin yang sangat jenuh, glikol
propilen yang mengiritasi atau suatu agens lainya yang diberikan dengan nebuliser
ultrasonik.
Spesimen segera dikirim ke laboratorium; membiarkan specimen selama
beberapa jam dalam ruangan yang hangat mengkibatkan pertumbuhan cepat
organisme kontaminan dan membuatnya sulit untuk mengidentifikasi organisme.
e. Prosedur endoskopi
Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah inspeksi dan pemeriksaan langsung terhadap
laring, trakea, dan bronki baik melalui bronkoskop serat optic yang fleksibel
atau bronkoskop yang kaku.
Tujuan bronkoskopi dignostik adalah :
1) Untuk memeriksa jaringan atau mengumpulkan sekresi
2) Untuk menentukan lokasi dan keluasan proses patologi dan untuk
mendapatkan contoh jaringan guna menegakkan diagnosis (dengan forseps
biopsi, kuretase, sikat biopsi )
3) Menentukan apakah suatu tumor dapat direseksi atau tidak melalui
tindakan bedah
4) Untuk mendiagnosa tempat pendarahan (sumber hemoptisis)
Bronkoskopi terapeutik digunakan untuk :
1) Mengangkat benda asing dari pohon trakeobronkial
2) Mengangkat sekresi yang menyumbat pohon trakeobronkial ketika pasien
tidak dapat membersihkanya
3) Untuk memberikan pengobatan pasca operatif dalam atelektasis
4) Menghancurkan dan mengeksisi lesi
Prosedur bronkoskop serat optic adalah bronkoskop yang tipis dan
flleksibel yang dapat diarahkan kedalam bronkisegmental. Karena ukuranya
yang lebih kecil, fleksibelitas dan system optikal yang sangat baik,
bronkoskop serat optic memungkinkan peningkatan visualisasi jalan napas
perifer dan sangat tepat untuk mendiagnosa lesi pulmonal. Pemeriksaan
sitologi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah.
Bronkoskop serat optic ditoleransi lebih baik oleh pasien dibanding
bronkoskop yang kaku, memungkinkan biopsi tumor yang sebelumya tidak
dapat dicapai, aman digunakan untuk pasien yang sakit parah, dan dapat
dilakukan ditempat tidur atau melalui selang endotrakeal/ trakeostomi pada
pasien dengan ventilator.
Bronkoskop kaku adalah selang logam berongga dengan cahaya pada
ujungnya; bronkoskop ini digunakan terutama untuk mengangkat benda asing,
menghisap sekresi yang sangat kental, meneliti sumber hemoptisis masif, atau
melakukan prosedur bedah endobronkial.
Torakoskopi
Adalah prosedur diagnostik dimana kavitas pleural diperiksa dengan
suatu endoskop. Insisi kecil dibuat ke dalam kavitas pleural dalam suatu
spasium interkosta ; lokasi insisi tergantung pada temuan-temuan klinis dan
diagnostic. Setelah cairan yang ada dalam kavitas pleural diaspirasi,
mediastinoskop serat optic dimasukan ke dalam kavitas pleural dan
permukaanya diinspeksi melalui instrument tersebut. Setelah prosedur,
mungkin dipasang selang dada dan kavitas pleural dialirkan dengan drainase
water-seal.
Torakoskopi terutama diindikasikan pada evaluasi diagnostic efusi
pleural, penyakit pleural, dan pentahapan tumor. Biopsy terhadap lesi dapat
dilakukan dibawah visualisasi untuk diagnosis.
Prosedur torakosintesis telah mengalami kemajuan dengan adanya
pemantauan video, yang memungkinkan visualisasi paru. Prosedur ini, pada
beberapa kasus, menggantikan torakotomi sebagai standar untuk mendiagnosis
gangguan paru difus, infiltrate pulmonal, dan biopsi paru. Juga telah
digunakan dengan laser karbon dioksida dalam mengangkat blebs dan bula
pulmonal, dan dalam pengobatan pneumotoraks spontan. Laser Nd : YAG
telah digunakan dalam pengobatan beberapa kanker paru, pengguanaanya
terus berkembang karena pemeriksaan ini kurang invasif.
2. Metode Fisiologis
Tes fungsi paru
Pada tes ini digunakan alat spirometer yang dapat menggambarkan fungsi paru.
a. Isi alun napas (Tidal volume-TV)
Merupakan volume udara yang masuk dan keluar paru pada pernafasan
biasa ketika dalam keadaan istirahat (N = ±500 ml).
b. Volume cadangan inspirasi (Inspiration reserve volume-IRV)
Adalah volume udara yang masih dapat masuk ke dalam paru pada
inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa (L= ±3.300 ml, P= ±1.900 ml).
c. Volume cadangan ekspirasi (Ekspiration reserve volume -ERV)
Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam paru
melalui kontraksi otot-otot ekspirasi setelah ekspirasi biasa (L = ±1.000 ml, P=
700 ml).
d. Volume residu (Residual volume-RV)
Yaitu udara yang masih tersisa dalam paru setelah ekspirasi maksimal (L =
±1.200 ml, P= ±1.100 ml).
Jika keempat volume itu dijumlahkan, diperoleh volume maksimum, dan
itulah kapasitas maksimal paru-paru berkembang. Jika dua atau lebih volume
tersebut digabungkan sebagai satu kesatuan, maka dinamakan kapasitas
pulmonal.
Volume kolaps terjadi jika paru mengalami kolaps, sedangkan udara tidak
bisa dikeluarkan lagi dengan cara apapun.
e. Kapasitas inspirasi (Inspiration capacity-IC)
Yaitu jumlah udara yang dapat dimasukkan ke dalam paru setelah aakhir
ekspirasi biasa (IC= IRV + TV). Menunjukkan banyaknya udara yang dapat
dihirup mulai dari taraf ekspirasi normal hingga mengembangkan paru-paru
secara maksimal.
f. Kapasitas residu fungsional (Functional residual capacity-FRC)
Adalah jumlah udara didalam paru pada akhir ekspirasi biasa (FRC=
ERV+RV). Bermakna untuk mempertahankan kadar O2 dan CO2 yang
relative stabil di alveoli selama proses inspirasi dan ekspirasi.
g. Kapasitas vital (Vital capacity-VC)
Merupakan volume udara maksimal yang dapat masuk dan keluar paru
selama satu siklus pernafasan yaitu setelah inspirasi maksimal dan ekspirasi
maksimal (VC= IRV +TV+ERV). Bermakna untuk menggambarkan
kemampuan pengembangan paru dan dada.
h. Kapasitas paru total (Total lung capacity-TLC)
Yaitu jumlah udara maksimal yang dapat dikandung paru (TLC=VC+
TV). Normal L=sekitar 6000 ml, P= sekitar 4200 ml.
i. Ruang rugi (Anatomical dead space)
Adalah ruang di sepanjang saluran nafas yang tidak terlibat proses
pertukaran gas (sekitar 150 ml). Pada pria dengan TV = 500 ml maka hanya
sekitar 350 yang mengalami pertukaran gas.
j. Frekuensi napas (f)
Adalah jumlah pernafasan yang dilakukan per menit. Dalam keadaan
istirahat kecepatan pernafasan sekitar 15 kali per menit.
Masing-masing volum dan kapasitas paru-paru itu memiliki makna khasnya
sendiri. Setiap nilai dapat berubah bila posisi tubuh berganti. Umumnya menurun
bila seseorang berbaring dan meningkat bila dalam posisi berdiri. Ada dua faktor
yang menimbulkan perubahan ini yaitu sebagai berikut :
a. Waktu berbaring, isi perut menekan ke atas atau ke diafragma.
b. Volume darah paru-paru meningkat ketika berbaring. Kedua hal ini
mengurangi ruangan yang dapat diisi oleh udara di dalam paru-paru.
Analisis Gas Darah
Darah yang dipergunakan untuk menganalisis tes ini adalah darah arteri, dan yang
terpilih adalah arteri radialis dan femoralis karena arteri ini mudah dicapai.
Nilai normal gas darah arteri :
Tes Rentang normal Intepretasi
dewasa
PaO2 80-100 mm Hg Elefasi, menandakan pemberian oksigen yang
berlebihan.
Menurun, mengindikasikan penyakit CAL,
bronchitis kronis, kanker bronkus dan paru, kistik
fibrosis, RDS, anemia, atelektasis atau penyebab lain
yang mengakibatkan hipoksia.
PaCO2 35-45 mm Hg Elefasi, mengindikasikan kemungkinan CAL,
pneumonia, efek anestesi, atau penggunaan opioid
(asidosis respiratori)
Menurun, mengindikasikan hiperventilasi/alkalosis
respiratori
pH 7,35-7,45 Elefasi, menandakan alkalosis metabolik atau
respiratori
Menurun, menandakan asidosis metabolik atau
respiratori
HCO3 21-28 mEq/L Elefasi, mengindikasikan kemungkinan asidosis
respiratori sebagai kompensasi awal dari alkalosis
metabolik
Menurun, mengindikasikan kemungkinan alkalosis
respiratori sebagai kompensasi awal dari asidosis
metabolic
SaO2 95%-100% Menurun, mengindikasikan kerusakan
kemampuan hemoglobin untuk mengantarkan
oksigen ke jaringan
F. Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan
a. Masalah pernapasan yang dialami
Pernah mengalami perubahan pola pernapasan.
Pernah mengalami batuk dengan sputum.
Pernah mengalami nyeri dada.
Aktivitas apa saja yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala di atas.
b. Riwayat penyakit pernapasan
Apakah sering memgalami ISPA, alergi, batuk, asma, TBC dan lain-lain?
Bagaimana frekuensi setiap kejadian?
c. Riwayat kardiovaskuler
Pernah mengalami penyakit jantung atau peredaran darah.
d. Gaya hidup
Merokok, keluarga perokok, lingkungan kerja dengan perokok.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Mata
Konjungtiva pucat (karena anemia).
Konjungtiva sianosis (karena hiooksemia).
Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau endokarditis).
b. Kulit
Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer).
Sianosis secara umum (hipoksemia).
Penurunan turgor (dehidrasi).
Edema.
Edema periorbital.
G. Penetapan Diagnosa
Menurut NANDA (2015), diagnosis keperawatan utama untuk klien dengan masalah
oksigenasi adalah :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
2. Ketidakefektifan pola napas
3. Gangguan pertukaran gas
4. Intoleransi aktivitas
1. Kaji faktor penyebab (missal batuk 1. Batuk yang tidak terkontrol dapat
tidak efektif, nyeri, secret yang kental, menyebabkan kelelahan dan tidak
kelemahan,dll) efektif,dan bisa menyebabkan
bronchitis.
2. Kurangi atau hilangkan factor 2. Latihan napas dalam dapt
penyebabnya. melebarkan jalan napas,menstimulasi
produksi surfaktan,dan
mengembangkan permukaan
jaringanparu sehingga meningkatkan
pertukaran gas.Batuk dapat
mengencerkan secret dan
mendorongnya ke bronkus untuk
dikeluarkan atau dihisap.Pada
beberapa klien,pernapasan “huffing”
mungkin efektif dan tidak terlalu
3. Ajarkan klien tentang metode batuk menyakitkan.
efektif yang benar. 3. Duduk pada posisi tegak
a. Bernafas yang dalam dan menyebabkan organ-organ abdomen
pelan sambil meninggikan terdorong menjauhi paru,akibatnya
badan setinggi mungkin. pengembangan paru menjadi lebih
b. Gunakan pernafasan besar.
diafragma. 4. Pernapasan diafragma mengurangi
c. Tahan nafas selama 3-5 detik frekuensi pernapasan dan
dan kemudian dengan meningkatkan ventilasi alveolar.
perlahan keluarkan melalui 5. Sekret yang kental sulit untuk
mulut semaksimal mungkin dikeluarkan dan dapat menyebabkan
(tulang rusuk bawah dan henti mucus ; kondisi ini apat
abdomen harus cekung menimbulkan atelektasis.
kedalam) 6. Sekret harus cukup encer agar
d. Ambil nafas kedua kali, tahan, mudah dikeluarkan.
keluarkan perlahan, dan 7. Nyeri atau rasa takut akan nyeri
batukkan dengan kekuatan dapat melelahkan dan
penuh dari dada (bulan dari menyakitkan.Dukungan emosional
belakang mulut atau menjadi semangat bagi klien;air
tenggorokan), lakukan batuk hangat dapat membantu relaksasi.
pendek yang kuat sebanyak
dua kali.
4. Lakukan fisioterapi dada dan drainase
postural sesuai kebutuhan.
2. Pola napas
DAFTAR PUSTAKA
Alimul H. (2014). Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi konsep dan proses keperawatan.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Mubarak & Chayatin. (2012). Kebutuhan Dasar Manusia: Teori & Aplikasi dalam praktik.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Muttaqin Arif. (2011). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta : Salemba Medika.
Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.