Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA OKSIGENASI


Disusun Guna Memenuhi Tugas Praktik Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah
Dosen Pembimbing : Benny Arief Sulistiyanto, MNS

Disusun Oleh :
Arina Fitriani
202102040066

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
2021
A. Pengertian
Oksigenasi adalah proses penambahan O2 ke dalam sistem (kimia atau fisika).
Oksigen (O2) merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan
dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuknlah karbon dioksida, energi,
dan air. Akan tetapi, penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan
memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktivitas sel.
(Mubarak & Chayatin, 2012)
Oksigenasi (O2) adalah salah satu komponen dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara
normal elemen ini diperoleh dengan jalan menghirup O2 setiap kali bernapas.
Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi, kardiovaskuler,
dan keadaan hematologi.
(Wartono & Tarwoto, 2010)

Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling fvital dalam kehidupan manusia, dalam
tubuh, oksigen berperan penting dalam proses metabolism sel tubuh. Kekurangan oksigan
bisa menyebabkan hal yangat berartibagi tubu, salah satunya adalah kematian.
Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan untuk mejamin pemenuhan kebutuhan
oksigen tersebut, agar terpenuhu dengan baik. Dalam pelaksanannya pemenuhan
kebutuhan oksigen merupakan garapan perawat tersendiri, oleh karena itu setiap perawat
harus paham dengan manisfestasi tingkat pemenuhan oksigen pada klienya serta mampu
mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan tesebut.

B. Anatomi dan Fisiologi


Anatomi
Struktur sitem pernapasan berdasarkan anatominya terdiri dari bagian yaitu :
1. Sistem pernapasan atas
Sistem pernapasan atas terdiri dari mulut, hidung, faring, dan laring.
a. Hidung. Pada hidung udara yang masuk akan mengalami proses penyaringan,
humidifikasi, dan penghangatan.
b. Faring. Faring merupakan saluran yang terbagi dua untuk udara dan makanan.
Faring terdiri atas nasofaring dan orofaring yang kaya akan jaringan limfoid yang
berfungsi menangkap dan menghancurkan kuman patogen yang masuk bersama
udara.
c. Laring. Laring merupakan struktur menyerupai tulang rawan yang biasa disebut
jakun. Selain berperan dalam menghasilkan suara, laring juga berfungsi
mempertahankan kepatenan jalan napas dan melidungi jalan napas bawah dari air
dan makanan yang masuk.
2. Sistem pernapasan bawah
Sistem pernapasan bawah terdiri dari trakea dan paru-paru yang dilengkapi
dengan bronkus, bronkiolus, alveolus, jaringan kapiler paru, dan membran pleura.
a. Trakea. Trakea merupakan pipa membran yang disokong oleh cincin-cincin
kartilago yang menghubungkan laring dengan bronkus utama kanan dan kiri. Di
dalam paru, bronkus utama terbagi menjadi bronkus-bronkus yang lebih kecil dan
berakhir di bronkiolus terminal. Keseluruhan jalan napas tersebut membentuk
pohon bronkus.
b. Paru. Paru-paru ada dua buah, terletak di sebelah kanan dan kiri. Masing-masing
paru terdiri dari beberapa lobus (paru kanan tiga lobus dan paru kiri dua lobus)
dan dipasok oleh satu bronkus. Jaringan paru sendiri terdiri dari serangkaian jalan
napas yang bercabang-cabang, yaitu alveolus, pembuluh darah paru, dan jaringan
ikat elastis. Permukaan luar paru dilapisi oleh kantung tertutup berdinding ganda
yang disebut pleura. Pleura parietal membatasi toraks dan permukaan diafragma,
sedangkan pleura visceral membatasi permukaan luar paru. Diantara kedua lapisan
tersebut terdapat cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas guna mencegah
friksi selama gerakan bernapas.

Fisiologi
Fisiologi pernapasan dibagi menjadi dua proses, yaitu :
1. Pernapasan eksternal
Pernapasan eksternal (pernapasan pulmoner) mengacu pada keseluruhan proses
pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Secara umum,
proses ini berlangsung dalam tiga langkah, yakni ventilasi pulmoner, pertukaran gas
alveolar, serta transpor oksigen dan karbon dioksida.
a. Ventilasi pulmoner. Saat bernapas, udara bergantian masuk-keluar paru melalui
proses ventilasi sehingga terjadi pertukaran gas antara lingkungan ekternal dan
alveolus. Proses ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jalan napas
yang bersih, sistem saraf pusat dan sistem pernapasan yang utuh, rongga toraks
yang mampu mengembang dan berkonstraksi dengan baik, serta komplians paru
yang adekuat.
b. Pertukaran gas alveolar. Setelah oksigen memasuki alveolus, proses pernapasan
berikutnya adalah difusi oksigen dari alveolus ke pembuluh darah pulmoner.
Difusi adalah pergerakan molekul dari area berkonsentrasi atau bertekanan tinggi
ke area berkonsentrasi atau bertekanan rendah. Proses ini berlangsung di alveolus
dan membran kapiler, dan dipengaruhi oleh ketebalan membran serta perbedaan
tekanan gas.
c. Transport oksigen dan karbon dioksida. Tahap ketiga pada proses pernapasan
adalah transport gas-gas pernapasan. Pada proses tahap ini, oksigen diangkut dari
paru menuju jaringan dan karbon dioksida diangkut dari jaringan kembali menuju
paru.
1) Transpor O2
Proses ini berlangsung pada sistem jantung dan paru-paru. Normalnya,
sebagian besar oksigen (97%) berikatan lemah dengan hemoglobin dan
diangkkut ke seluruh jaringan dalam bentuk oksihemoglobin (HbO2), dan
sisanya terlarut dalam plasma. Proses ini dipengaruhi oleh ventilasi (jumlah
O2 yang masuk ke paru) dan perfusi (aliran darah ke paru dan jaringan).
Kapasitas darah yang membawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah O2 dalam
plasma, jumlah hemoglobin (Hb), dan ikatan O2 dengan Hb.
2) Transpor CO2
Karbon dioksida sebagai hasil metabolisme sel terus-terus diproduksi dan
diangkut menuju paru dalam tiga cara : (1) sebagian besar karbon dioksida
(70%) diangkut dalam sel darah merah dalam bentuk bikarbonat (HCO3‾); (2)
sebanyak 23% karbon dioksida berikatan dengan hemoglobin membentuk
karbaminohemoglobin (HbCO2); dan (3) sebanyak 7% diangkut dalam bentuk
larutan di dalam plasma dan dalam bentuk asam karbonat.
2. Pernapasan internal
Pernapasan internal (pernapasan jaringan) mengacu pada proses metabolisme intrasel
yang berlangsung dalam mitokondria, yang menggunakan O2 dan menghasilkan CO2
selama proses penyerapan energi molekul nutrien. Pada proses ini, darah yang banyak
mengandung oksigen dibawa ke seluruh tubuh hingga mencapai kapiler sistemik.
Selanjutnya terjadi pertukaran O2 dan CO2 antara kapiler sistemik dan sel jaringan.
Seperti di kapiler paru, pertukaran ini juga melalui proses difusi pasif mengikuti
penurunan gradien tekanan parsial.
(Mubarak & Chayatin, 2012)

C. Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Pernapasan


1. Faktor fisiologis
Gangguan pada fungsi fisiologis akan berpengaruh terhadap kebutuhan oksigen
seseorang. Kondisi ini lambat laun dapat mempengaruhi fungsi pernapasanya.
 Penurunan kapasitas angkut O2
Secara fisiologis, daya angkut hemoglobin untuk membawa O2 ke jaringan adalah
97%. Akan tetapi, nilai tersebut dapat berubah sewaktu-waktu apabila terdapat
gangguan pada tubuh. Misalnya, pada penderita anemia atau pada saat terpapar zat
beracun. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan penurunan kapasitas pengikatan O2.
 Penurunan konsentrasi O2 inspirasi
Kondisi ini dapat terjadi akibat penggunaan alat terapi pernapasan dan penurunan
kadar O2 lingkungan.
 Hipovolemia
Kondisi ini disebabkan oleh penurunan volume sirkulasi darah akibat kehilangan
cairan ekstraseluler yang berlebihan (mis, pada penderita syok atau dehidrasi).
 Peningkatan laju metabolik
Kondisi ini dapat terjadi pada kasus infeksi dan demam yang terus menerus yang
mengakibatkan peningkatan laju metabolik. Akibatnya, tubuh mulai memecah
persendiaan protein dan menyebabkan penurunan massa otot.
 Kondisi lainya
Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti kehamilan, obesitas,
abnormalitas muskoloskeletal (mis, pectus excavatum dan kifosis), trauma, penyakit
otot, penyakit susunan saraf, gangguan saraf pusat, dan penyakit kronis.
2. Status kesehatan
Pada orang yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan kadar oksigen yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi, pada kondisi sakit tertentu,
proses oksigenasi tersebut dapat terhambat sehingga mengganggu pemenuhan
kebutuhan oksigen tubuh. Kondisi tersebut antara lain gangguan pada system
pernapasan dan kardiovaskuler, penyakit kronis, penyakit obstruksi pernapsan atas,
dll.
3. Faktor perkembangan
Tingkat perkembangan menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi sitem
pernapasan individu.
 Bayi prematur. Bayi yang lahir prematur berisiko menderita penyakit membran
hialin yang ditandai dengan berkembangnya membran serupa hialin yang
membatasi ujung saluran pernapasan. Kondisi ini disebabkan oleh produksi
surfaktan yang masih sedikit karena kemampuan paru dalam menyintesis
surfaktan baru berkembang pada trimester akhir.
 Bayi dan anak-anak. Kelompok usia ini berisiko mengalami infeksi saluran napas
atas, seperti faringitis, influenza, tonsillitis, dan aspirasi benda asing (mis,
makanan, permen dan lain-lain).
 Anak usia sekolah dan remaja. Kelompok usia ini berisiko mengalami ini berisiko
mengalami infeksi saluran napas akut akibat kebiasaan buruk, seperti merokok.
 Dewasa muda dan paruh baya. Kondisi stress, kebiasaan merokok, diet yang tidak
sehat, kurang berolahraga merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko
penyakit jantung dan paru pada kelompok usia ini.
 Lansia. Proses penuaan yang terjadi pada lansia menyebabkan perubahan pada
fungsi normal pernapasan, seperti penurunan elastisitas paru, pelebaran alveolus,
dilatasi saluran bronkus, dan kifosis tulang belakang yang menghambat ekspansi
paru sehingga berpengaruh pada penurunan kadar.
4. Faktor perilaku
Perilaku keseharian individu dapat berpengaruh terhadap fungsi pernapasannya.
Status nutrisi, gaya hidup, kebiasaan berolahraga, kondisi emosional, dan penggunaan
zat-zat tertentu secara tidak langsung akan berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan
oksigen tubuh.
a. Nutrisi. Kondisi berat badan berlebih (obesitas) dapat menghambat ekspansi paru,
sedangkan malnutrisi berat dapat mengakibatkan pelisutan otot pernapasan yang
akan mengurangi kekuatan kerja pernapasan.
b. Olah raga. Latihan fisik akan meningkatkan aktivitas metabolic, denyut jantung,
dan kedalaman serta frekuensi pernapasan yang akan meningkatkan kebutuhan
oksigen.
c. Ketergantungan zat adiktif. Penggunaan alcohol dan obat-obatan yang berlebihan
dapat mengganggu proses oksigenasi. Hal ini terjadi karena :
 Alkohol dan obat-obatan dapat menekan pusat pernapasan dan susunan saraf
pusat sehingga mengakibatkan penurunan laju dan kedalaman pernapasan.
 Penggunaan narkotika dan analgesik, terutama morfin dan mperidin, dapat
mendepresi pusat pernapasan sehingga menurunkan laju dan kedalaman
pernapasan.
d. Emosi. Perasaan takut, cemas, dan marah yang tidak terkontrol akan merangsang
aktivitas saraf simpatis. Kondisi ini menyebabkan peningkatan denyut jantung dan
frekuensi pernapasan sehingga kebutuhan oksigen meningkat. Selain itu,
kecemasan juga dapat meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan.
e. Gaya hidup. Kebiasaan merokok dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
oksigen seseorang. Merokok dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi perifer
dan penyakit jantung. Selain itu, nikotin yang terkandung dalam rokok bisa
mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan koroner.
5. Lingkungan
Kondisi lingkungan, seperti ketinggian, suhu, serta polusi udara dapat mempengaruhi
proses oksigenasi.
 Suhu. Faktor suhu (panas atau dingin) dapat berpengaruh terhadap afinitas atau
kekuatan ikatana Hb dan O2. Dengan kata lain, suhu lingkungan juga bisa
mempengaruhi kebutuhan oksigen seseorang.
 Ketinggian. Pada dataran yang tinggi akan terjadi penurunan pada tekanan udara
sehingga tekanan oksigen juga ikut turun. Akibatnya, orang yang tinggal di
dataran yang tinggi cenderung mengalami peningkatan frekuensi pernapasan dan
denyut jantung. Sebaliknya, pada dataran yang rendah akan terjadi peningkatan
tekanan oksigen.
 Polusi. Polusi udara seperti asap atau debu sering kali menyebabkan sakit kepala,
pusing, batuk, tersedak, dan berbagai gangguan pernapasan lain pada orang yang
menghisapnya. Para pekerja di pabrik asbes atau bedak tabor berisiko tinggi
menderita penyakit paru akibat terpapar zat-zat berbahaya.
(Mubarak & Chayatin, 2012)
D. Gangguan Pada Fungsi Pernapasan
Dalam sistem pernapasan dapat terjadi gangguan pada fungsi pernapasan diantaranya :
1. Perubahan pola napas
Pola napas mengacu pada frekuensi, volume, irama, dan usaha pernapasan.
Pola napas yang normal (eupnea) ditandai dengan pernapasan yang tenang, berirama,
dan tanpa usaha. Perubahan pola napas yang umum terjadi adalah takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, napas kussmaul, hipoventilasi, dispnea dan orthopnea.
a. Tachypnea
Frekuensi pernapasan yang cepat. Biasanya ini terlihat pada kondisi demam, asidos
metabolik, nyeri, dan pada kasus hiperkapnia atau hipoksemia.
b. Bradypnea
Frekuensi pernapasan yang lambat dan abnormal. Biasanya ini terlihat pada orang
yang baru menggunakan obat-obat seperti morfin, pada kasus alkolosis metabolik,
atau peningkatan TIK.
c. Apnea
Henti napas.
d. Hiperventilasi
Peningkatan jumlah udara yang memasuki paru. Kondisi ini terjadi saat kecepatan
ventilasi melebihi kebutuhan metabolik untuk pembuangan CO2. Biasanya,
hiperventilasi disebabkan oleh asidosis, infeksi, dan kecemasan. Lebih lanjut
kondisi ini bisa menyebabkan alkolisis akibat pengeluaran CO2 yang berlebihan.
e. Hipoventilasi
Penurunan jumlah udara yang memasuki paru. Kondisi ini terjadi saat ventilasi
alveolar tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik untuk penyaluran O2
dan pembuangan CO2. Biasanya ini disebabkan oleh penyakit otot pernapasan,
obat-obatan, anestesia.
f. Pernapasan Kusmaul
Salah satu jenis hiperventilasi yang menyertai asidosis metabolik. Pernapasan ini
merupakan upaya tubuh untuk mengompensasi asidosis dengan mengeluarkan
karbondioksida melalui pernapasan yang cepat dan dalam.
g. Orthopnea
Ketidakmampuan untuk bernapas, kecuali dengan posisi tegak atau berdiri.
h. Dispnea
Kesulitan atau ketidaknyamanan saat bernapas.
i. Cheyne stokes
Merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya mula-mula naik, turun, berhenti,
kemudian mulai dari siklus baru.
j. Pernapasan parodoksial
Merupakan pernapasan yang ditandai dengan pergerakan dinding paru yang
berlawanan arah dari keadaan normal, sering ditemukan pada keadaan atelektaksis.
k. Biot
Pernapasan dengan irama yang mirip dengan cheyne stokes, tetapi amplitudonya
tidak teratur. Pola ini sering dijumpai pada rangsangan selaput otak, tekanan
intrakranial yang meningkat, trauma kepala, dan lain-lain.
l. Stridor
Pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran pernapasan. Pola
ini pada umumnya ditemukan pada kasus spasme trackea atau obstruksi laring.

2. Hipoksia
Hipoksia adalah kondisi ketika kadar oksigen dalam tubuh (sel) tidak kuat
akibat kurangnya penggunaan atau pengikatan O2 pada tingkat sel. Kondisi ini
ditandai dengan kelelahan, kecemasan, pusing, penurunan tingkat kesadaran,
penurunan konsentrasi, kelemahan, peningkatan tanda-tanda vital, disritmia, pucat,
sianosis, clubbing, dan dispnea. Penyebabnya antara lain penurunan Hb dan kapasitas
angkut O2 dalam darah, penurunan konsentrasi O2 inspirasi, ketidakmampuan sel
mengikat O2, penurunan difusi O2 dari alveoli ke dalam darah, dan penurunan perfusi
jaringan.

3. Obstruksi Jalan Napas


Obstruksi jalan napas, baik total ataupun sebagian, dapat terjadi diseluruh
tempat disepanjang jalan napas atas atau bawah. Obstruksi pada jalan napas atas
(hidung, faring, laring) dapat disebabkan oleh benda asing seperti makanan,
akumulasi secret, atau oleh lidah yang menyumbat orofaring pada orang yang tidak
sadar. Sedangkan obstruksi jalan napas bawah meliputi sumbatan total atau sebagian
pada jalan napas bronkus dan paru.
Tanda klinis :
a.Batuk tidak efektif.
b.Tidak mampu mengeluarkan sekresi di jalan napas.
c.Suara napas menunjukan adanya sumbatan.
d.Jumlah, irama, dan kedalaman pernapasan tidak normal.

4. Pertukaran Gas
Pertukaran gas merupakan kondisi penurunan gas, baik oksigen maupun
karbondioksida antara alveoli paru dan sistem vascular, dapat disebabkan oleh sekresi
yang kental atau imobilisasi akibat penyakit sistem saraf, depresi susunan saraf pusat,
atau penyakit radang pada paru. Terjadinya gangguan pertukaran gas ini menunjukan
kapasitas difusi menurun, antara lain disebabkan oleh penurunan luas permukaan
difusi, penebalan membrane alveolar kapiler, terganggunya pengangkutan O2 dari
paru ke jaringan akibat rasio ventilasi perfusi tidak baik, anemia, keracunan CO2, dan
terganggunya aliran darah.

Tanda klinis:
a. Dispnea pada usaha napas.
b. Napas dengan bibir pada fase ekspirasi yang panjang.
c. Agitasi.
d. Lelah, latargi.
e. Meningkatnya ketekukan vaskulat paru.
f. Menurunnya saluran oksigen, meninkatnya oksigen
g. Sianosis.
(Mubarak & Chayatin, 2012)

E. Pemeriksaan Diagnostik
Banyak jenis pemeriksaan diagnostik yang membutuhkan waktu beberapa detik
sampai beberapa menit untuk menyelesaikanya ; prosedur lainya adalah prosedur invasive
yang membutuhkan persiapan pasien lebih ekstensif dan penggunaan anestesi lokal.
1. Metode Morfologis
a. Radiologi
Torak merupakan tempat yang ideal untuk pemeriksaan radiologi. Parenkhin
paru -paru yng berisi udara memberikan resistensi yang kecil terhadap jalanya
sinar X. oleh karena itu, parenkhin hanya memberikan bayangan yang sangat
memancar.
b. Bronkoskopi
Merupakan teknik yang memungkinkan visualisasi langsung dari trakea dan
cabang-cabang utamanya. Cara ini paling sering digunakan untuk memastikan
diagnosis karsinoma bronkogenik, tetapi dapat juga digunakan untuk membuanng
benda asing. Klien yang telah menjalani prosedur bronkoskopi, tidak boleh makan
atau minum selama minimal 2-3 jam sampai refleks muntah muncul kembali. Jika
tidak, mungkin klien mengalami aspirasi ke dalam cabang trakeobronkial.
c. Pemeriksaan Biopsi
Contoh jaringan yang dapat digunakan untuk pemeriksaan biopsi adalah
jaringan yang diperoleh dari saluran pernapasan bagian atas atau bawah dengan
menggunakan teknik endoskopi yang memakai laringoskop atau bronkoskop.
Manfaat utama biopsi paru-paru terutama berkaitan dengan penyakit paru-paru
difus yang tidak dapat didiagnosis dengan cara lain.
 Biopsi pleura
Biopsy pleura diselesaikan dengan biopsy jarum pleural atau dengan
pleuroskopi, yang merupakan eksporasi visual bronkoskopi serat optic yang
dimasukan ke dalam spasium pleural. Biopsy pleural dilakukan ketika terdapat
eksudat pleural yang tidak ketahui asalnya dan ketika terdapat kebutuhan
untuk kultur atau pewarnaan jaringan untuk mengidentifikasi tuberculosis atau
fungi.
 Biopsi nodus limfe
Nodus limfe skalen terjaring dalam gumpalan lemak servikal profunda yang
melapisi bagian atas otot skalenus anterior. Nodus limfe ini mengaliri paru-
paru dan mediastinum dan mungkin menunjukan perubahan histology karena
penyakit intra toraks. Jika nodus ini teraba saat pemeriksaan fisik, biopsy
nodus skalen mungkkin dilakukan. Biosi nodus ini mungki dilakukan untuk
mendeteksi penyebaran penyakit pulmonal melalui nodus limfe dan untuk
menegakkan diagnosis atau prognosis pada penyakit seperti, penyakit
Hodgkin, sarkoidosis, penyakit jamur, tuberculosis, dan karsinoma.

d. Pemeriksaan Sputum
Penting dilakukan untuk mendiagnosis etiologi berbagai penyakit pernapasan.
Pemeriksaan mikroskopik dapat menjelaskan organisme penyebab pada berbagai
pneumonia bacterial, tuberculosis, serta berbagai jenis infeksi jamur. Pemeriksaan
sitologi eksfoliatif pada sputum dapat membantu dalam mendiagnosis karsinoma
paru. Waktu terbaik untuk pengumpulan sputum adalah setelah bangun tidur,
karena sekresi abnormal bronkus cenderung untuk berkumpul pada waktu tidur.
Sputum dikumpulkan untuk pemeriksaan untuk mengidentifikasi organisme
patogenik dan uuntuk menentukan apakah terdapat sel-sel maligna atau tidak.
Juga digunakan untuk mengkaji terhadap keadaan sensitivitas (dimana terdapat
peningkatan eosinofil). Pemeriksaan sputum secara periodic untuk pasien yang
mendapat antibiotic, kortikosteroid dan medikasi imunosupresif untuk jangka
waktu panjang, karena preparat ini dapat menimbulkan infeksi oportunistik.
Secara umum kultur sputum digunakan dalam mendiagnosis, untuk pemeriksaan
sensitivitas obat, dan sebagai pedoman pengobatan.
Ekspektorasi adalah metoda yang biasanya digunakan untuk mengumpulkan
spesimen sputum. Pasien diinstruksikan untuk membersihkan hidung dan
tenggorok dan membilas mulut untuk mengurangi kontaminasi sputum. Setelah
melakukan beberapa kali napas dalam, pasien membatukkan (bukan meludahkan),
menggunakan difragma, dan mengeluarkanya ke wadah steril.
Jika sputum tidak dapat keluar secara spontan, pasien sering sirangsang untuk
batuk dalam dengan menghirupkan aerosol salin yang sangat jenuh, glikol
propilen yang mengiritasi atau suatu agens lainya yang diberikan dengan nebuliser
ultrasonik.
Spesimen segera dikirim ke laboratorium; membiarkan specimen selama
beberapa jam dalam ruangan yang hangat mengkibatkan pertumbuhan cepat
organisme kontaminan dan membuatnya sulit untuk mengidentifikasi organisme.
e. Prosedur endoskopi
 Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah inspeksi dan pemeriksaan langsung terhadap
laring, trakea, dan bronki baik melalui bronkoskop serat optic yang fleksibel
atau bronkoskop yang kaku.
Tujuan bronkoskopi dignostik adalah :
1) Untuk memeriksa jaringan atau mengumpulkan sekresi
2) Untuk menentukan lokasi dan keluasan proses patologi dan untuk
mendapatkan contoh jaringan guna menegakkan diagnosis (dengan forseps
biopsi, kuretase, sikat biopsi )
3) Menentukan apakah suatu tumor dapat direseksi atau tidak melalui
tindakan bedah
4) Untuk mendiagnosa tempat pendarahan (sumber hemoptisis)
Bronkoskopi terapeutik digunakan untuk :
1) Mengangkat benda asing dari pohon trakeobronkial
2) Mengangkat sekresi yang menyumbat pohon trakeobronkial ketika pasien
tidak dapat membersihkanya
3) Untuk memberikan pengobatan pasca operatif dalam atelektasis
4) Menghancurkan dan mengeksisi lesi
Prosedur bronkoskop serat optic adalah bronkoskop yang tipis dan
flleksibel yang dapat diarahkan kedalam bronkisegmental. Karena ukuranya
yang lebih kecil, fleksibelitas dan system optikal yang sangat baik,
bronkoskop serat optic memungkinkan peningkatan visualisasi jalan napas
perifer dan sangat tepat untuk mendiagnosa lesi pulmonal. Pemeriksaan
sitologi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah.
Bronkoskop serat optic ditoleransi lebih baik oleh pasien dibanding
bronkoskop yang kaku, memungkinkan biopsi tumor yang sebelumya tidak
dapat dicapai, aman digunakan untuk pasien yang sakit parah, dan dapat
dilakukan ditempat tidur atau melalui selang endotrakeal/ trakeostomi pada
pasien dengan ventilator.
Bronkoskop kaku adalah selang logam berongga dengan cahaya pada
ujungnya; bronkoskop ini digunakan terutama untuk mengangkat benda asing,
menghisap sekresi yang sangat kental, meneliti sumber hemoptisis masif, atau
melakukan prosedur bedah endobronkial.
 Torakoskopi
Adalah prosedur diagnostik dimana kavitas pleural diperiksa dengan
suatu endoskop. Insisi kecil dibuat ke dalam kavitas pleural dalam suatu
spasium interkosta ; lokasi insisi tergantung pada temuan-temuan klinis dan
diagnostic. Setelah cairan yang ada dalam kavitas pleural diaspirasi,
mediastinoskop serat optic dimasukan ke dalam kavitas pleural dan
permukaanya diinspeksi melalui instrument tersebut. Setelah prosedur,
mungkin dipasang selang dada dan kavitas pleural dialirkan dengan drainase
water-seal.
Torakoskopi terutama diindikasikan pada evaluasi diagnostic efusi
pleural, penyakit pleural, dan pentahapan tumor. Biopsy terhadap lesi dapat
dilakukan dibawah visualisasi untuk diagnosis.
Prosedur torakosintesis telah mengalami kemajuan dengan adanya
pemantauan video, yang memungkinkan visualisasi paru. Prosedur ini, pada
beberapa kasus, menggantikan torakotomi sebagai standar untuk mendiagnosis
gangguan paru difus, infiltrate pulmonal, dan biopsi paru. Juga telah
digunakan dengan laser karbon dioksida dalam mengangkat blebs dan bula
pulmonal, dan dalam pengobatan pneumotoraks spontan. Laser Nd : YAG
telah digunakan dalam pengobatan beberapa kanker paru, pengguanaanya
terus berkembang karena pemeriksaan ini kurang invasif.
2. Metode Fisiologis
 Tes fungsi paru
Pada tes ini digunakan alat spirometer yang dapat menggambarkan fungsi paru.
a. Isi alun napas (Tidal volume-TV)
Merupakan volume udara yang masuk dan keluar paru pada pernafasan
biasa ketika dalam keadaan istirahat (N = ±500 ml).
b. Volume cadangan inspirasi (Inspiration reserve volume-IRV)
Adalah volume udara yang masih dapat masuk ke dalam paru pada
inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa (L= ±3.300 ml, P= ±1.900 ml).
c. Volume cadangan ekspirasi (Ekspiration reserve volume -ERV)
Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam paru
melalui kontraksi otot-otot ekspirasi setelah ekspirasi biasa (L = ±1.000 ml, P=
700 ml).
d. Volume residu (Residual volume-RV)
Yaitu udara yang masih tersisa dalam paru setelah ekspirasi maksimal (L =
±1.200 ml, P= ±1.100 ml).
Jika keempat volume itu dijumlahkan, diperoleh volume maksimum, dan
itulah kapasitas maksimal paru-paru berkembang. Jika dua atau lebih volume
tersebut digabungkan sebagai satu kesatuan, maka dinamakan kapasitas
pulmonal.
Volume kolaps terjadi jika paru mengalami kolaps, sedangkan udara tidak
bisa dikeluarkan lagi dengan cara apapun.
e. Kapasitas inspirasi (Inspiration capacity-IC)
Yaitu jumlah udara yang dapat dimasukkan ke dalam paru setelah aakhir
ekspirasi biasa (IC= IRV + TV). Menunjukkan banyaknya udara yang dapat
dihirup mulai dari taraf ekspirasi normal hingga mengembangkan paru-paru
secara maksimal.
f. Kapasitas residu fungsional (Functional residual capacity-FRC)
Adalah jumlah udara didalam paru pada akhir ekspirasi biasa (FRC=
ERV+RV). Bermakna untuk mempertahankan kadar O2 dan CO2 yang
relative stabil di alveoli selama proses inspirasi dan ekspirasi.
g. Kapasitas vital (Vital capacity-VC)
Merupakan volume udara maksimal yang dapat masuk dan keluar paru
selama satu siklus pernafasan yaitu setelah inspirasi maksimal dan ekspirasi
maksimal (VC= IRV +TV+ERV). Bermakna untuk menggambarkan
kemampuan pengembangan paru dan dada.
h. Kapasitas paru total (Total lung capacity-TLC)
Yaitu jumlah udara maksimal yang dapat dikandung paru (TLC=VC+
TV). Normal L=sekitar 6000 ml, P= sekitar 4200 ml.
i. Ruang rugi (Anatomical dead space)
Adalah ruang di sepanjang saluran nafas yang tidak terlibat proses
pertukaran gas (sekitar 150 ml). Pada pria dengan TV = 500 ml maka hanya
sekitar 350 yang mengalami pertukaran gas.
j. Frekuensi napas (f)
Adalah jumlah pernafasan yang dilakukan per menit. Dalam keadaan
istirahat kecepatan pernafasan sekitar 15 kali per menit.
Masing-masing volum dan kapasitas paru-paru itu memiliki makna khasnya
sendiri. Setiap nilai dapat berubah bila posisi tubuh berganti. Umumnya menurun
bila seseorang berbaring dan meningkat bila dalam posisi berdiri. Ada dua faktor
yang menimbulkan perubahan ini yaitu sebagai berikut :
a. Waktu berbaring, isi perut menekan ke atas atau ke diafragma.
b. Volume darah paru-paru meningkat ketika berbaring. Kedua hal ini
mengurangi ruangan yang dapat diisi oleh udara di dalam paru-paru.
 Analisis Gas Darah
Darah yang dipergunakan untuk menganalisis tes ini adalah darah arteri, dan yang
terpilih adalah arteri radialis dan femoralis karena arteri ini mudah dicapai.
Nilai normal gas darah arteri :
Tes Rentang normal Intepretasi
dewasa
PaO2 80-100 mm Hg  Elefasi, menandakan pemberian oksigen yang
berlebihan.
 Menurun, mengindikasikan penyakit CAL,
bronchitis kronis, kanker bronkus dan paru, kistik
fibrosis, RDS, anemia, atelektasis atau penyebab lain
yang mengakibatkan hipoksia.
PaCO2 35-45 mm Hg  Elefasi, mengindikasikan kemungkinan CAL,
pneumonia, efek anestesi, atau penggunaan opioid
(asidosis respiratori)
 Menurun, mengindikasikan hiperventilasi/alkalosis
respiratori
pH 7,35-7,45  Elefasi, menandakan alkalosis metabolik atau
respiratori
 Menurun, menandakan asidosis metabolik atau
respiratori
HCO3 21-28 mEq/L  Elefasi, mengindikasikan kemungkinan asidosis
respiratori sebagai kompensasi awal dari alkalosis
metabolik
 Menurun, mengindikasikan kemungkinan alkalosis
respiratori sebagai kompensasi awal dari asidosis
metabolic
SaO2 95%-100%  Menurun, mengindikasikan kerusakan
kemampuan hemoglobin untuk mengantarkan
oksigen ke jaringan

PaCO2 merupakan petunjuk yang terbaik untuk mengetahui fungsi ventilasi


alveolar. Jika nilai PaCO2 meningkat, maka penyebab langsungnya berupa
hipoventilasi alveolar umum. Hipoventilasi akan menyebabkan asidosis respiratorik
sehingga pH darah akan turun. Hipoventilasi alveolar dapat terjadi jika TV
berkurang (pengaruh ruang rugi) seperti yang terjadi apabila seseorang bernapas
cepat dan dangkal.

F. Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan
a. Masalah pernapasan yang dialami
 Pernah mengalami perubahan pola pernapasan.
 Pernah mengalami batuk dengan sputum.
 Pernah mengalami nyeri dada.
 Aktivitas apa saja yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala di atas.
b. Riwayat penyakit pernapasan
 Apakah sering memgalami ISPA, alergi, batuk, asma, TBC dan lain-lain?
 Bagaimana frekuensi setiap kejadian?
c. Riwayat kardiovaskuler
 Pernah mengalami penyakit jantung atau peredaran darah.
d. Gaya hidup
 Merokok, keluarga perokok, lingkungan kerja dengan perokok.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Mata
 Konjungtiva pucat (karena anemia).
 Konjungtiva sianosis (karena hiooksemia).
 Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau endokarditis).

b. Kulit
 Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer).
 Sianosis secara umum (hipoksemia).
 Penurunan turgor (dehidrasi).
 Edema.
 Edema periorbital.

c. Jari dan kuku


 Sianosis.
 Clubbing fingers.
d. Mulut dan bibir
 Membran mukosa sianosis.
 Bernapas dengan mengerutkan mulut.
e. Hidung
 Pernapasan dengan cuping hidung.
f. Vena leher
 Adanya distensi/bendungan.
g. Dada
 Retraksi otot bantu pernapasan (karena peningkatan aktivitas, dispnea atau
obstruksi jalan pernapasan).
 Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan kanan.
 Taktil fremitus, thrills (getaran pada dada karena/suara melewati
saluran/rongga pernapasan).
 Suara napas normal (vesikuler, bronkhovasikuler, bronkhial).
 Suara napas tidak normal (creckler/rales, ronkhi, wheez-ing, friction
rute/pleural friction)
h. Pola pernapasan
 Eupnea (pernapasan normal).
 Takipnea (pernapasan cepat).
 Bradipnea (pernapasan lambat).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes untuk menentukan keadekuatan sistem konduksi jantung.
 EKG.
 Exersise stress test.
b. Tes untuk menentukan kontraksi miokardium aliran darah.
 Echokardiografi.
 Kateterisasi jantung.
 Angiografi.
c. Tes untuk mengukur ventilasi dan oksigenasi
 Tes fungsi paru-paru dengan spirometri.
 Tes astrup.
 Oksinetri.
 Pemeriksaan darah lengkap.
d. Melihat struktur sistem pernapasan
 X-Ray thoraks.
 Bronkhoskopi.
 CT scan paru.
e. Menentukan sel abnormal/infeksi sistem pernapasan
 Kultur apus tenggorok.
 Sitologi.
 Spesimen sputum (BTA).

(Wartono & Tarwoto, 2010)

G. Penetapan Diagnosa
Menurut NANDA (2015), diagnosis keperawatan utama untuk klien dengan masalah
oksigenasi adalah :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
2. Ketidakefektifan pola napas
3. Gangguan pertukaran gas
4. Intoleransi aktivitas

H. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


1. Ketidak efektifan bersihan jalan napas
Intervensi Rasional

1. Kaji faktor penyebab (missal batuk 1. Batuk yang tidak terkontrol dapat
tidak efektif, nyeri, secret yang kental, menyebabkan kelelahan dan tidak
kelemahan,dll) efektif,dan bisa menyebabkan
bronchitis.
2. Kurangi atau hilangkan factor 2. Latihan napas dalam dapt
penyebabnya. melebarkan jalan napas,menstimulasi
produksi surfaktan,dan
mengembangkan permukaan
jaringanparu sehingga meningkatkan
pertukaran gas.Batuk dapat
mengencerkan secret dan
mendorongnya ke bronkus untuk
dikeluarkan atau dihisap.Pada
beberapa klien,pernapasan “huffing”
mungkin efektif dan tidak terlalu
3. Ajarkan klien tentang metode batuk menyakitkan.
efektif yang benar. 3. Duduk pada posisi tegak
a. Bernafas yang dalam dan menyebabkan organ-organ abdomen
pelan sambil meninggikan terdorong menjauhi paru,akibatnya
badan setinggi mungkin. pengembangan paru menjadi lebih
b. Gunakan pernafasan besar.
diafragma. 4. Pernapasan diafragma mengurangi
c. Tahan nafas selama 3-5 detik frekuensi pernapasan dan
dan kemudian dengan meningkatkan ventilasi alveolar.
perlahan keluarkan melalui 5. Sekret yang kental sulit untuk
mulut semaksimal mungkin dikeluarkan dan dapat menyebabkan
(tulang rusuk bawah dan henti mucus ; kondisi ini apat
abdomen harus cekung menimbulkan atelektasis.
kedalam) 6. Sekret harus cukup encer agar
d. Ambil nafas kedua kali, tahan, mudah dikeluarkan.
keluarkan perlahan, dan 7. Nyeri atau rasa takut akan nyeri
batukkan dengan kekuatan dapat melelahkan dan
penuh dari dada (bulan dari menyakitkan.Dukungan emosional
belakang mulut atau menjadi semangat bagi klien;air
tenggorokan), lakukan batuk hangat dapat membantu relaksasi.
pendek yang kuat sebanyak
dua kali.
4. Lakukan fisioterapi dada dan drainase
postural sesuai kebutuhan.

5. Jika ada nyeri, berikan obat pereda


nyeri sesuai kebutuhan.
6. Sesuaikan pemberian dosis analgesic
dengan sesi latihan batuk (missal berikan
dosis ½ - 1jam sebelum latihan batuk).
7. Tentukan waktu ketika klien terlihat
paling bebas dari rasa nyeri, yakni saat
tingkat kesadaran dan penampilan
fisiknya optimal. Saat itu merupakan
waktu yang tepat untuk melakukan
latihan nafas dan batuk aktif.
8. Pastikan bahwa latihan batuk
dilakukan pada puncak periode
kenyamanan setelah pemberian analgesic,
bukan pada puncak rasa kantuk.
9. Pertahankan posisi tubuh yang baik
untuk mencegah nyeri atau cedera otot.
10. Jika secret kental, pertahankan hidrasi
yang adekuat (tingkatkan asupan cairan
hingga 2-3 kali sehari jika tidak ada
kontraindikasi).
11. Pertahankan kelembapan udara
inspirasi yang adekuat.
12. Jika batuk kronis,minimalkan iritan
pada inspirasi (mis.,debu, allergen.)
13. Izinkan klien beristiarahat setelah
berlatih batuk dan sebelum makan.
14. Berikan periode istirahat yang tidak
teganggu.
15. Berikan obat yang telah diresepkan-
depresan batuk,ekspektoran-sesuai
instruksi dokter(tunda pemberian makan
dan minum sesaat setelah pemberian obat
untuk mendapatkan hasil yang terbaik).
16. Redakan iritasi membrane mukosa
dengan memberikan kelembaban (hirup
uap dari sower,atau duduk diatas baskom
yang berisi air yang beriuap dengan
meletakkan handuk diatas kepala guna
mengencerkan secret dan melegakan
membran).

2. Pola napas

1. Kaji riwayat gejala: episode


sebelumnya (kapan,dimana,bagaimana 1. Intervensi berfokus
situasinya). pada upaya memperlambat pola
2. Kaji factor penyebab pernapasan dan mengajarkan klie
9organik,psikologik,emosional,kebiasa untuk mengontrol responsnya.
an bernapas yang salah). 2. Menenangkan
3. Jelaskan ketidakefektifan pola klien yang mengalami sesak napas
napas kepada klien. dengan mengatakan bahwa berbagai
4. Jika rasa takut merupakan tindakan tengah diambil untuk
pencetus,singkirkan penyebab mengatasi situasi tersebut adalah
ketakutan,jika memungkinkan. intervensi yang penting untuk
5. Alihkan perhatian klien agar tidak mengurangi kepanikian dan
memikirkan kecemasannya dengan menurunkan gejala yang ada.
meminta klien mempertahankan kontak
mata dengan anda (atau mungkin
dengan orang lain yang diaa percaya).
6. Pertimbangkan penggunaan
kantong kertas sebagai alat untuk
menghirup kembali udara ekspirasi
(CO2 yang dikeluarkan akan dihirup
kembali sehingga akan memperlambat
laju pernapasan).
7. Yakinkan klien bahwa dia bisa
mengontrol pernapasannya,dan bahwa
anda akan membantunya.
8. Ajarkan teknik pengontrolan napas
(mis.,pernapasan-bibir)atau
konsultasikan dengan ahli terapi
pernapasan untuk memperoleh latihan
guna memperbaiki pola napas yang
salah.

3. Kerusakan pertukaran gas


Intervensi Rasional
1. Mengobservasi warna 1. Sianosis kuku menggambarkan
kulit,membran mukosa dan vasokonstriksi atau respons tubuh
kuku,serta mencatat adanya sianosis terhadap demam.Sianosis cuping
perifer (kuku) atau sianosis pusat telinga, membran mukosa, dan kulit
(circumoral). sekitar mulut dapat
2. Mengkaji status mental. mengandikasikan adanya
3. Memonitor denyut irama jantung. hipoksemia sistemik.
4. Memonitor suhu tubuh bila ada 2. Kelemahan, mudah tersinggung,
indikasi.Melakukan tindakan untuk bingung dan somnolen dapat
mengurangi demam dan merefleksikan adanya hipoksemia
menggigil.Misalnya mengganti penurunan oksigenasi serebra.
posisi,suhu ruangan yang 3. Takikardia biasanya timbul sebagai
nyaman,kompres,(tepidor cool hasil dari demam/dehidrasi, tetapi
water sponge). dapat timbul juga sebagai respons
5. Mempertahankan terhadap hipoksemia.
betrest.Menganjurkan teknik 4. Demam tinggi (biasanya pada
relaksasi dan melakukan aktifitas pneumonia bakteri dan influenza)
hiburan yang beragam. akan meningkatkat kebutuhan
6. Meninggikan posisi metabolisme dan konsumsi oksigen
kepala.Menganjurkan perubahan dan mengubah oksigenisasi seluler.
posisi tubuh,napas dalam,dan batuk 5. Mencegah kelelahan dan
efektif. mengurangi konsumsi oksigen
7. Mengkaji tingkat untuk memfasilitasi resolusi infeksi.
kecemasan.Menganjurkan untuk 6. Tindakan ini akan meningkatkan
menceritakan secara inspirasi maksimal, mempermudah
verbal.Menjawab pertanyaan secara pengeluaran secret untuk
bijaksana.Mengunjungi meningkatkan ventilasi.
seseringnya,mengatur pengunjung 7. Kecemasan merupakan manivestasi
untuk tinggal bersama pasien atas dari psikologis sebagai respons
indikasi. fisiologis terhadap
8. Mengobservasi kondisi yang hipoksia.Memberikan ketentraman
memburuk.Mencatat adanya dan meningkatkan perasaan aman
hipotensi,sputum akan mengurangi masalah
berdarah,pucat,sianosis,perubahan psikologis, oleh karena itu akan
dalam tingkat kesadaran,serta menurunkan kebutuhan oksigen dan
dispenea berat dan kelemahan. respons psikologis yang merugikan.
9. Menyiapkan utuk dilakukan 8. Shock dan edema paru-paru
tindakan-tindakan keperawatan merupakan penyebab yang sering
klinis jika diindikasikan. menyebabkan kematian pada
pneumonia dan memerlukan
intervensi medis secepatnya.
9. Intubasi dan ventilasi mekanis
dilakukan pada kondisi infusiesi
respirasi berat.

4. Gangguan perfusi jaringan


Intevensi Rasional
1. Health promotion 1. sodium cenderung untuk dibuang
a. Ventilasi yang memadai pada tingkat yanglebih cepat
b. Hindari rokok 2. Untuk mengurangi edema yang
c. Pelindung / masker saat mungkin mengaktifkan renin
bekerja angiotensin-aldosteron system.
d. Hindari inhaler, tetes
hidung, sprai (yang dapat
menekan virus 1)
e. Pakaian yang nyaman

DAFTAR PUSTAKA
Alimul H. (2014). Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi konsep dan proses keperawatan.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Suparmi. (2013). Kebutuhan Dasar Manusia: Panduan praktik keperawatan. Klaten : PT


Intan Sejati.

Mubarak & Chayatin. (2012). Kebutuhan Dasar Manusia: Teori & Aplikasi dalam praktik.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Muttaqin Arif. (2011). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta : Salemba Medika.

Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai