Anda di halaman 1dari 61

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK I

“Askep anak pada sistem respirasi : ISPA, Pneumon,ashma,TBC ”

Dosen : Kili Astarani, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh:

1. Gardha Vian Galantika (01.2.18.00653)


2. Nelka Kogoya (01.2.18.00667)
3. Frestarina Edwina Tulee (01.2.18.00651)
4. Siva Putri Dwi Ariyanti (01.2.18.00675)
5. Sri Rahayu Pita (01.2.18.00676)
6. Yohanes Tri Handika (01.2.18.00667)
7. Yulinda Rindi Patrisna (01.2.18.00679)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS. BAPTIS KEDIRI


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah
ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca

Harapan kami, semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................... 2
1.3 Tujuan.......................................................................................... 2
.....................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
2.1 Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) Pada Anak........................... 3
2.2 Tuberculosis (TBC) Pada Anak................................................... 11
2.3 Asma Pada Anak.......................................................................... 28
2.4 Pneumonia Pada Anak................................................................. 42

BAB III PENUTUP.......................................................................................... 56


3.1 Kesimpulan.................................................................................. 56
3.2 Evaluasi....................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 57
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada saat lahir sistem pernapasan khususnya jumlah bronkhiolus dan
alveoli belum lengkap dan akan meningkat dengan perkembangan anak sampai
dengan masa pubertas. Saat lahir memiliki sedikit otot polos dan hingga usia 4-5
bulan adanya otot yang cukup untuk menkanisme respons terhadap adanya
alergen, Pada usia 1 tahun kemampuan pernapasan dalam menghadapi respons
alergi sudah mulai baik sebagaimana orang dewasa. Kemudian sebelum bayi
menarik napas pertama, bronkhiolus terminalis dan alveoli tidak mengalami
kolaps tetapi secara normal akan terisi cairan dan skresi grandular. Ketika
pernapasan hormon bradikinin menurunkan tahanan vaskular dan aliran paru
meningkat agar alveoli dapat berkembang. Tegangan permukaan turunkan oleh
zat yang namanya surfaktan sebagai zat yang mencegah kolaps dan
mempertahankan udara yang cukup dalam alveoli.
Umumnya pada masa bayi yang terjadi gangguan pernapasan
karena bayi bernapas dari hidung dan obstruksi saluran napas dapat terjadi
kecuali saluran kecuali saluran nasalnya utuh dan diberikan napas bantuan,
karena iga neonatus hampir horizontal dan laring bayi terletak dekat
kepala dibandingkan pada kehidupan kemudian hari. Sehingga, glotis
berlokasi di antara vertebra servikalis 3 dan 4 sehingga reflek laringeal
sangat aktif dan epiglotis lebih panjang (Saccharin, Rosa M; 1986).
Sistem pernapasan dapat disebut juga dengan sistem respirasi yang
berarti bernapas kembali. Sistem ini berperan menyediakan oksigen yang
diambil dari atmosfer dan mengeluarkan karbondioksida dari sel-sel tubuh
menuju ke udara bebas. Proses bernapas berlangsung dalam beberapa
langkah dan berlangsung dengan dukungan sistem saraf pusat dan sistem
kardiovaskular. Pada dasarnya sistem pernapasan terdiri atas rang kaian
saluran udara yang menghantarkan udara luar agar dapat bersentuhan
dengan membran kapiler alveoli yang memisahkan antara sistem
pernapasan dan sistem kardiovaskular.

1
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar
yang mengandung oksigen ke dalam tubuh (ispirasi) serta mengeluarkan
udara yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi ke luar tubuh
(ekspirasi). Proses respirasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan
antara rongga pleura dan paru. Sistem saraf pusat memberikan dorongan
ritmis dari dalam untuk bernapas dan secara refleks merangsang otot
diafragma dan otot dada yang akan memberikan tenaga pendorong bagi
gerakan udara.
Proses pergerakan gas ke dalam dan ke luar paru dipengaruhi oleh
tekanan dan volume. Agar udara dapat mengalir ke dalam paru, tekanan
intrapleural harus menjadi negatif untuk dapat menentukan batas atas
gradien tekanan antara atmosfer dan alveoli sehingga udara masuk dengan
mudah ke dalam paru.
Fungsi anatomi yang cukup baik dari semua sistem ini penting
untuk respirasi sel. Malfungsi dari setiap komponen dapat mengganggu
pertukaran dan pengangkutan gas serta dapat sangat membahayakan
proses kehidupan. Proses pernapasan tersebut terdiri atas tiga bagian, yaitu
ventilasi difusi dan transportasi gas.

1.2 Rumusan Masaah


1. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan pernapasan?
2. Apa macam gangguan pernapasan pada anak dan asuhan keperawatannya
yang tepat?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui tentang keperawatan pada anak dengan gangguan pernapasan
2. Mengetahui macam gangguan pernapasan pada anak dan asuhan
keperawatannya yang tepat

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak


2.1.1 Pengertian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi
yang menyerang salah satu bagian dari saluran pernapasan, mulai dari
hidung (saluran atas) hingga alveolus (saluran bawah) termasuk jaringan
adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. Pengertian
akut adalah pernapasan akut (ISPA) sendiri dibagi menjadi dua bagian,
yaitu infeksi saluran pernapasan bagian atas yang terdiri dari rhinitis,
faringitis, tonsilitis, rinosinositis, dan otitids media. Sedangkan infeksi
saluran pernapasan bagian bawah terdiri atas epiglotis
(laringotrakeobronkitis), bronkitis, bromkiolitis, dan pneumonia (Rahajoe
dkk, 2012).
Berdasarkan WHO (2011) ISPA adalah penyebab utama
mordibitas penyakit menular di dunia hampir 4 juta orang meninggal
akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan akut. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak
dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatam
perkapita rendah dan menengah. Dimana ISPA juga merupakan salah satu
penyebab utama konsultasi atau rawat inap difsilitas pelayanan kesehatan
terutama pada bagian perawatan anak. WHO memperkirakan insiden
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di negara perkembang dengan
angka kematian balita diatas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 12,136
pertahun pada golongan usia balita (Smitt et al, 2000).
Faktor-faktor yang bisa menjadi penyebab penyakit ISPA yaitu
faktor lingkungan, faktor individu anak, dan faktor perilaku. Faktor
lingkungan terdiri dari pencemaran udara dalam rumah, ventilasi,
kepadatan hunian, dan status sosial ekonomi. Faktor individu anak terdiri

3
dari umur, jenis kelamin, berat badan lahir, status gizi, vitamin A, dan
imuniasi. Faktor perilaku yang dilakukan oleh ibu dan anggotan keluarga
lain misalnya perilaku merokok (Prabu, 2009)

2.1.2 Tanda dan Gejala


1. Pilek biasa
2. Keluar sekret cair dan jernih dari hidung
3. Kadang bersin-bersin
4. Sakit tenggorokkan
5. Batuk
6. Sakit kepala
7. Sekret menjadi kental
8. Demam
9. Nausea
10. Muntah
11. Anoreksia

2.1.3 Etiologi
Bakteri penyebab antara lain:
1. Ganus streptokokus
2. Stafilokokus
3. Pnemokokus
4. Hemofilus
5. Bordetella
6. Korinebacterium
Virus penyebab antara lain:
1. Mekovirus
2. Adenovirus
3. Pikornavirus
4. Mikroplasma
5. Herpes virus

4
Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab
ISPA diantaranya bakteri Stafilokokus dan Streptokokus, serta
virus influenza yang di udara bebas akan masuk dan menempel
pada saluran pernapasan bagian atas yaaitu tenggorokkan dan
hidung.

2.1.4 Patofisiologi

Invasi Kuman

Peradangan pada Perubahan status


inflamasi
saluran pernapasan kesehatan anak

Merangsang pengeluaran Kuman melepas Kurang pengetahuan


zar seperti mediator endotoksin orang tua
komia, bradikinin,
serotonin, histamin dan
Merangsang tubuh Stresor bagi orang tua
prostaglandin
melepas zat pirogen tentang penyakit
oleh leukosit
Nosiseptor
Hipotalamus kebagian Koping tidak efektif
termolegulator
Spina cord
cemas
Suhu tubuh
Thalamus meningkat

Hipertermi
Sistem imun menurun
Korteks
serebri Merangsang mekanisme
pertahanan tubuh thd Resiko infeksi
adanya mikroorganisme
Nyeri

Meningkatkan produsi
mukus oleh sel basilia
Suplai o2 ke sepanjang saluran napas
jaringan menurun
Penumpukan sekresi
mucus pada jalan napas
Penurunan
merabolisme sel
Obstruksi jalan napas
5
Intoleransi
Bersihan jalan napas tidak
aktivitas
efektif
2.1.5 Penyebaran Penyakit ISPA
Pada ISPA dikenal 3 cara penyebaran infeksi, yaitu:
1. Melalui areosol (partikel halus yang lembut), terutama oleh
karena batuk-batuk.
2. Melalui areosol yang lebih keras terjadi pada waktu batul-
batuk dan bersin.
3. Melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda-benda
yang telah dicemari oleh jasat renik.

2.1.6 Tingkat Penyakit ISPA


1. Ringan
Batuk tanpa pernapasan cepat atau kurang dari 40 kali/menit,
hidung tersumbat atau berair, tenggorokkan merah dan telinga
berair.
2. Sedang
Batuk dan napas cepat tanpa stridor, gendang telinga merah, dari
telinga keluar cairan kurang dari 2 minggu, faringitis purulen
dengan pembesaran kelenjar limfe, yang nyeri tekan (adentis
servikal).
3. Berat
Batuk dengan napass cepat dan stridor, membran kebawan di
faring, kejang, apnea, dehidrasi berat/tidur terus, tidak ada sianosis.
4. Sangat Berat
Batuk dengan napas cepat, stridor dan sianosis, serta tidak dapat
minum.

2.1.7 Faktor Risiko


1. Usia

6
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau
terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak
yang usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
2. Status Imunisasi
Anak dengan status imunnisai yang lengkap, daya tahan tubuhnya
lebih baik dibandingkan dengan anak yang status imunisasiny tidak
lengkap.
3. Lingkungan
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-
kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit
ISPA pada anak.

2.1.8 Pencegahan
1. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya
dengan cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung
cukup gizi.
2. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan
tubuh terhadap penyakit baik.
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
4. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA, salah satu cara
adalah memakai masker bila kontak langsung dengan anggota
keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA.

2.1.9 Asuhan Kperawatan pada Pasien Infeksi Saluran Pernapasan


Akut (ISPA)
2.1.9.1 Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan:
1) Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit, dan
tenggorokan)
2) Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)
3) Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami
penyakit seperti yang dialaminya sekarang)

7
4) Riawayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga
yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien)
5) Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)
2. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
a. Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
b. Tonsil tampak kemerahan dan edema
c. Tampak batuk tidak produktif
d. Tidak ada jaringan parut pada leher
e. Tidak tampak, penggunaan otot-otot pernapasan
tambahan, pernapasan cuping hidung
2) Palpasi
a. Adanya demam
b. Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah
leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis
c. Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
3) Perkusi
Suara paru normal (resonance)
4) Auskultasi
Suara napas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua
sisi paru

2.1.9.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia
2. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh kisaran
normal
3. Ketidakefektifan bersih jalan napas berhubungan dengan
penumpukkan sekret

2.1.9.3 Perencanaan Tindakan Keperawatan

8
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia
a. Tujuan
1) Setelah dilakukan tindakan keperawatan hal yang
diharapkan, yaitu:
a) Nutrion status
b) Nutrional status: intake makanan, cairan dan
nutrisi
c) Kontrol berat badan
2) Kriteria Hasil
a) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan
tujuan
b) Berat badan ideal sesuai tinggi badan
c) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d) Tidak ada tanda malnutrisi
e) Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan
menelan
f) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berat
b. Intervensi Keperawatan
1) Manajemen Nutrisi
a) Kaji adanya alergi makanan
b) Kolaborasi dengan ahli gzi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake fe
d) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
vitamin c
e) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
serat untuk mencegah konstipasi
f) Berikan makanan yang terpilih (sudah
dikosultasikan dengan ahli gizi
g) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
2) Monitoring Nutrisi

9
a) Berat badan dalam batas normal
b) Monitor adanya penurunan berat badan
c) Monitor interaksi anak atau orang tua selama
makan
d) Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
e) Monitor tugor kulit
f) Monitor mual dan muntah
g) Monitor kalori dan intake nutrisi
2. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh kisaran
normal
a. Tujuan
1) Setelah dilakukan tindakan keperawatan hal yang
diharapkan, yaitu:
Termoreguler
2) Kriteria Hasil:
a) Suhu tubuh dalam rentang normal
b) Nadi dan RR dalam rentang normal
c) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada
pusing
b. Intervensi Keperawatan
1) Pengobatan demam
a) Monitor suhu tubuh sesering mungkin
b) Monitor warna dan suhu kulit
c) Monitor ttv
d) Monitor intake dan output
e) Kompres pasien pada lipatan paha dan aksila
2) Pengaturan suhu
a) Monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam
b) Monitor tekanan darah, nadi dan RR
c) Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
d) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

10
e) Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
3. Ketidakefektifan bersih jalan napas berhubungan dengan
penumpukkan sekret
a. Tujuan
1) Setelah dilakukan tindakan keperawatan hal yang
diharapkan, yaitu:
a) Status respirasi: ventilasi, kepatenan jalan napas
2) Kriteria Hasil
b) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas
yang bersih, tidak ada sianosis dan dispnea
(mampu bernapas dengan mudah, tidak ada pursed
lips)
c) Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama napas, frekuensi
pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara
napas abnormal).
d) Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor
yang dapat menghambat jalan napas.
b. Intervensi Keperawatan
1) Penghisapan jalan napas
a) Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah
suctioning
b) Minta klien napas dalam sebelum suction
dilakukan
c) Berikan 02 dengam menggunakan nasal untuk
memanifestasikan suction nasotrakeal
d) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
e) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
f) Ajarkan kepada pasien untuk batuk efektif

2.1.10 Evaluasi

11
1. Pasien nampak bernapas dengan tenang
2. Suhu tubuh stabil dan normal
3. Pasien mampu mengaplikasikan batuk efektif
4. Pasien mampu melakukan teknik napas dalam dengan tepat

2.2 Tuberculosis ( TBC ) pada Anak


2.2.1 Pengertian
Penyakit tuberculosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena
kuman mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk
dunia. Program penanggulangan secara terpadu baru dilakukan pada tahun
1995 melalui strategi DOTS ( directly observed treatment shortcourse
chemoterapy ), meskipun sejak tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan
global penyakit TBC. Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa
pada sebagian besar negara di dunia, penyakit TBC tidak terkendali, hal ini
disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama
penderita menular ( BTA positif ).
Di indonesia pada tahun 2002, hasil survey kesehatan rumah
tangga ( SKRT ) menunjukkan bahwa penyakit TBC merupakan penyebab
kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran
pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan
penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000
kasus baru TBC dengan kematian sekitar 140.000. secara kasar
diperkirakan setiap 100.000 penduduk indonesia terdapat 130 penderita
baru TBC dengan BTA positif.
Tuberculosis ( TBC ) merupakan infeksi bakteri kronik yang
disebabkan oleh Micobacterium tuberculosis dan ditandai oleh
pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh
hipersensitivitas yang diperantai sel. Penyakit biasanya terletak di paru,
tetapi dapat mengenai organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang
efektif untuk penyakit yang aktif, biasa terjadi perjalanan penyakit yang
kronik dab berakhir dengan kematian.

12
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh “ Mycobacterium tuberculosis “. Kuman ini dapat menyerang semua
bagian tubuh manusia, dan yang paling sering terkena adalah organ paru
( 90% ).

2.2.2 Tanda dan Gejala


Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala
respiratorik dan gejala sistemik:
a. Gejala respiratorik
1) Batuk
Gejala batuk timbul paling dini. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk
terjadi karena adanya iritasi, pada bronkus. Batuk ini diperlukan
untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai
dari batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif menghasilkan sputum ini terjadi lebih dari 3 minggu.
Keadaan yang lanjut adalah batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah.
2) Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercak bercak darah, gumpalan darah atau darah
segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena
pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung
dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan
cara membedakan ciri sebagai berikut:
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang kadang terjadi

13
f. Benzidin test negatif
2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia sering terjadi
f. Benzidin test positif
3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi
3) Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
dimana infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru paru. Gejala ini
ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada
hal hal yang menyerupai sperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia
dan lain lain.
4) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.
Gejala ini timbul apabila sistem pernafasan di pleura terkena.
b. Gejala sistemik
1) Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tapi kadang
kadang panas bahkan dapat mencapai 40-41 celcius, keadaan ini
sangat dipengaruhi daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya
infeksi kuman tuberculosis yang masuk. Demam merupakan gejala
yang sering dijumpai biasanya timbul di sore dan malam hari mirip
demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang
serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.

14
2) Gejala sistemik lain
Keringat malam, anoreksia, penurunan BB, serta malaise seperti
tidak napsu makan, sakit kepala, meriang dan nyeri otot.

2.2.3 Etiologi
Micobacterium tuberculosis basilus tuberkel adalah satu diantara
lebih dari 30 anggota genus mycobacterium yang dikenali dengan baik,
maupun banyak yang tidak tergolongkan. Bersama dengan kuman yang
berkerabat dengan dekat, yaitu M. Bovis kuman ini menyebabkan
tuberkulosis. Mikobakterium dibedakan dari lipid permukaannya, yang
membuatnya tahan asam sehingga warnanya tidak dapat dihilangkan
dengan alkohol asam setelah di warnai. Yang penting untuk dipahami pada
patogenesis tuberkulosis adalah mengenali bahwa M. Tuberculosis
mengandung banyak zat imunoreaktif. Lipid permukaan pada permukaan
pada mikobakterium dan komponen peptidoglikan dinding sel yang larut
air merupakan tambahan yang penting yang dapat menimbulkan efeknya
melalui kerja primernya pada makrolag pejamu. Mikobakterium
mengandung suatu kesatuan antigen polisakarida dan protein, sebagian
mungkin spesifik spesies tetapi yang lainnya secara nyata memiliki epitop
yang luas diseluruh genus. Hipersensitivitas yang diperantarai oleh sel
khas untuk tuberkulosis dan merupakan determinan yang penting pada
patogenesis penyakit.
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm.
Sebagian kuman terdiri atas asam lemak ( lipid ). Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin (dapat tahan bertahun tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena
kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat
bangkit kembali dan menjadi aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob.

15
Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang
tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-
paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini
merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran
pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk ke dalam jaringan paru
melalui saluran napas ( droplet infection ) sampai alveoli, maka terjadilah
infeksi primer selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat
dan terbentuklah primer kompleks. Tuberkulosis paru primer, peradangan
terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap bakteri
tersebut. tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun.
Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer ( reinfection) adalah
peradangan jaringan paru oleh krena terjadi penularan ulang yang mana di
dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.(sylvia,
2005)

2.2.4 Patofisiologi
Mycrobacterium tuberculosis terhirup melalui udara ke paru-paru

Menempel pada bronkus atau alveolus untuk memperbanyak diri

Reaksi inflamasi

Metabolisme meningkat Penumpukan eksudat Produksi sputum


dalam alveoli

Suhu tubuh meningkat Akumulasi jalan


Perubahan membran nafas
Demam alveoli kapiler

Proses difusi ternganggu

16
Intake tidak adekuat

Sekresi asam lambung meningkat

Mual dan muntah

2.2.5 Klasifikasi
a. Pembagian secara patologis:
1) Tuberculosis primer ( childood tuberculosis )
2) Tuberculosis post primer ( adult tuberculosis )
b. Pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru (koch
pulmonum) aktif, non aktif dan qulescent ( bentuk aktif yang mulai
menyembuh ).
c. Pembagian secara radiologis (luas lesi).

2.2.6 Komplikasi
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut:
1. Hemomtisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang
dapat berakibat kematian karena syok hipovolemik atau
tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
3. Bronkiektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau
reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan :
kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang ,
persendian dan ginjal.
6. Insufisiensi kardio pulmoner

2.2.7 Penanganan Medik

17
Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain untuk
menyembuhkan/mengobati penderita juga mencegah kekambuhan atau
resistensi serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu:
a. Tahap intensif (2-3 bulan)
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua
obat, terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat biasanya penderita menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu dua minggu. Sebagian besar penderita
TBC BTA positif menjadi BTA negatif pada akhir pengobatan intensif.
Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah
terjadinya kekebalan obat.
b. Tahap lanjutan (4-7 bulan)
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan
rekomendasi WHO adalah rifampisin, INH, Pirasinamid, streptomisin
dan etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah kanamisin,
kuinolon, makrolide, dan amoksilin + asam klavulanat, derivat
rifampisin/INH.
Jenis dan dosis obat:
1. Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid dapat membunuh 90%
populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini
sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolic aktif yaitu
kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang di anjurkan
5mg/kg, sedangkan pengobatan intermitten 3kali seminggu
diberikan dengan dosis 0 mg/kg BB.
2. Rifampisin (R)

18
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dormant
(persisten) yang tidak dapat dibunuh oleh isoniasid. Dosis 10
mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun
intermitten 3 kali seminggu.
3. Pirasinamid (Z)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang terdapat di dalam
sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg
BB, sedangkan dalam pengobatan intermitten 3 kali seminggu
diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
4. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu
digunakan dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun
dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk usia 60 tahun atau lebih
diberikan 0,50 gr/hari
5. Etambutol
Obat yang digunakan untuk mengobati tuberkulosis, pengobatan
tuberkulosis setidaknya membutuhkan waktu 6 bulan. Untuk
dewasa dosis 15 mg/kgBB, satu kali sehari atau 30 mg/kgBB, tiga
kali seminggu, sedangkan untuk anak adalah 25 mg/kgBB sekali
sehari selama 60 hari.

2.2.8 Asuhan Kperawatan pada Pasien Tuberkulosis (TBC)


2.2.8.1 Pengkajian
Data – data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan
dengan Tuberculosis paru ( Irman Somantri, 2007).
a. Data Pasien
Penyakit tuberculosis (TB) dapat menyerang manusia mulai
dari usia anak sampai dewasa dengan perbandingan yang
hampir sama antara laki laki dan perempuan. Penyakit ini
biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal di daerah
dengan timgkat kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya

19
matahari ke dalam rumah sangat minim. Tuberculosis pada
anak dapat terjadi pada usia berapapun , namun usia paling
umum adalah antar 1-4 tahun. Anak –anak sering mengalami
TB luar paru-paru (extrapulmonary) dibanding TB paru-paru
dengan perbandingan 3:1. Tuberkulosis luar paru-paru adalah
TB berat yang terutama ditemukan pada usia < 3 tahun. Angka
kejadian (prevalensi) TB paru-paru pada usia 5-12 tahun cukup
rendah, kemudian meningkat setelah usia remaja dimana TB
paru-paru menyerupai kasus pada pasien dewasa ( sering
diserti lubang/kavitas pada paru-paru)
b. Riwayat kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain:
1) Demam
2) Batuk
3) Sesak napas
4) Nyeri dada
5) Malaise
6) Sianosis
7) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena
biasanya penyakit ini muncul bukan karena sebagai
penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit infeksi
menular.
c. Riwayat penyakit sebelumnya:
1) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh- sembuh
2) Pernah berobat tetapi tidak sembuh
3) Pernah berobat tetapi tidak teratur
4) Riwayat kontak dengan penderita
5) Daya tahan tubuh yang menurun
6) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur
d. Pemeriksaan Diagnostik:
1) Kultur sputum: mikobacterium tuberkulosis positif pada
terhadap akhir penyakit.

20
2) Tes tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi
10-15 mm terjadi 48-72 jam)
3) Poto thorak: Infiltriasi lesi awal pada area paru atas: pada
tahap dini tampak gambaran bercak bercak seperti awan
dengan batas tidak jelas; pada kavitas bayangan , berupa
cincin; pada klasifikasi tampak bayangan bercak bercak
padat dengan densitas tinggi.
4) Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau
kerusakan paru.
5) Darah: peningkatan leukosit dan laju endap darah (LED)
6) Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital
menurun.
e. Pemeriksaan fisik
1) Pada tahap dini sulit diketahui
2) Ronchi basah, kasar dan nyaring.
3) Hipersonor/tympani bila terdapat kavitas yang cukup dan
pada auskultasi memberikan suara umforik.
4) Pada keadaan lanjut terjadi atropi, retraksi interkostal dan
fibrosis.
5) Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura ( perkusi
memberika suara pekak ).

2.2.8.2 Diagnosa dan intervensi keperawatan


Diagnosa dan intervensi keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien TB paru
adalah sebagai berikut:
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret
kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk.
Edema trakeal/faringeal.
Data subyektif: Pasien mengeluh batuk, sesak, pasien
mengatakan adanya sekret di saluran napas.

21
Data obyektif: suara nafas abnormal (ronkhi, rales, wheezing),
frekuensi napas tinggi melebihi normal, dengan irama
regular/irregular, dipsnea.
Tujuan: Jalan napas bersih dan efektif setelah 2 hari perawatan,
dengan kriteria:
1) Pasien mengatakan bahwa batuk berkurang/hilang, tidak
ada sesak dan sekret berkurang.
2) Suara nafas normal(vesikuler)
3) Frekuensi nafas 16-20 kali/menit(dewasa)
4) Tidak ada dipsnea
Intervensi
Intervensi Rasional
Independen:
1. Mengkaji fungsi respirasi antara Adanya perubahan fungsi
lain suara,jumlah, irama, dan respirasi dan penggunaan otot
kedalaman nafas serta catatan pula tambahan menandakan
mengenai penggunaan otot nafas kondisi penyakit yang masih
tambahan dalam kondisi penanganan
penuh
1. Mencatat kemampuan untuk Ketidakmampuan
mengeluarkan sekret atau batuk mengeluarkan sekret
secara efektif menjadikan timbulnya
penumpukan berlebihan pada
saluran pernapasan
2. Mengatur posisi tidur semi atau Posisi semi atau high fowler
highfowler membantu pasien untuk memberikan kesempatan paru-
berlatih batuk secara efektif dan paru berkembang secara
menarik nafas dalam maksimal akibat diafragma
turun ke bawah. Batuk efektif
mempermudah ekpetorasi
mucus.
3. Membersihkan sekret dari dalam Pasien dalam kondisi sesak
mulut dan trakea , suction jika cenderung untuk bernapas

22
memungkinkan melalui mulut yang jika tidak
ditindalanjuti akan
mengakibatkan stomatitis
4. Memberikan minum kurang lebih Air digunakan untuk
2500 ml/hari, menganjurkan menggantikan keseimbangan
minumdalam kondisi hangat jika ion tubuh akibat cairab banyak
tidak ada kontra indikasi keluar melalui pernafasan. Air
hangat akan mempermudah
pengenceran sekret melalui
proses konduksi yang
mengakibatkan arteri pada
area sekitar leher vasidilatasi
dan mempermudah cairan
dalam pembuluh darah dapat
diikat oleh mucus/sekret.
Kolaborasi
5. Memberikan oksigen udara Berfungsi meningkatkan kadar
inspirasi yang lembab tekanan parsial oksigen dan
saturasi oksigen dalam darah
6. Memberikan pengobatan atas 1. Berfungsi untuk
indikasi: mengencerkan dahak
a. Mukolitik, 2. Meningkatkan atau
ex;acetilcystein(mucomyst) memperlebar saluran udara
b. Agen broncodilator,ex;theophylin,
okstriphillen
c. Kortikosteroid (prednisone )
ex;dexametason
7. Memberikan agen anti infeksi,ex; 1. Mempertebal dinding
a. Obat primer, isoniazid(INH), saluran udara(broncus)
etambutol(EMB), rifampin(RMP) 2. Menurunnya keaktifan dari
b. Pirazinamide(PZA), Para amino mikroorganisme akan
salisilic(PAS), Streptomisin menurun respon inflamasi
c. Monitor pemeriksaan laboratorium sehingga akan berefek pada
atau sputum berkurangnya produksi

23
sekret

b. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang


berhubungan dengan perasaan mual, batuk produktif.
Data subyektif: Pasien mengatakan tidak napsu makan, pasien
mengatakan makanan yang disediakan tidak habis.
Data obyektif: adanya sisa makanan dalam tempat makan
pasien (makan kurang dari porsi yang dianjurkan), adanya
penurunan BB, penurunan laboratorium darah (albunemia).
Tujuan : keseimbangan nutrisi terjaga dengan kriteria:
1) Perasaan mual hilang atau berkurang.
2) Pasien mengatakan nafsu makan meningkat
3) BB pasien tidak mengalami penurunan drastis dan
cenderung stabil
4) Pasien terlihat dapat menghabiskan porsi makan yang
disediakan
5) Hasil analisis laboratorium menyatakan proten darah atau
albumin darah dalam rentang normal.
Intervensi
Intervensi Rasional
Independen:
1. Mendokumentasikan status Menjadi data fokus untuk
nutrisi pasien, serta mencatat menentukan rencana tindakan
turgor kulit, berat badan saat selanjutnya.
ini, tingkat kehilangan berat
badan, integritas mukosa
mulut, tonus perut, dan
riwayat nasea / vomit atau
diare. Memonitor intake out
put dan berat badan secara
terjadwal.
2. Memberikan oral care sebelum Meningkatkan kenyamanan
dan sesudah pelaksanaan daerah mulut sehingga akan

24
respiratori. meningkatkan perasaan nafsu
makan.
3. Menganjurkan makan sedikit Meningkankan intake makanan
tapi sering dengan diet dan nutrisi pasien, terutama kadar
TKTP. protein tinggi yang dapat
meningkatkan mekanisme tubuh
dalam proses penyembuhan.
4. Menganjurkan untuk Merangsang pasien untuk
membawa makanan dari bersedia meningkatkan yang
rumah terutama yang disukai berfungsi sebagai sumber energi
oleh pasien dan kemudian bagi penyembuhan.
makan bersama pasien jika
tidak ada kontra indikasi.
Kolaborasi:
5. Menganjurkan pada ahli gzi Menentukan kebutuhan nutrisi
untuk memberitahukan yang tepat bagi pasien.
kompenen diet.
6. Memonitor pemeriksaan Mengontrol keefektifan tindakan
laboratorium misal BUN, terutama dengan kadar protein
serum protein dan albumin darah.
7. Memberikan vitamin sesuai Meningkatkan komposisi tubuh
indikasi akan kebutuhn vitamin dan nafsu
makan pasien.

c. Risiko penyebaran infeksi, yang berhubungan dengan tidak


adekuatnya mekanisme pertahanan diri, menurunnya aktivitas
silia / secret statis, kerusakan jaringan atau terjadi infeksi
lanjutan, malnutrisi, paparan lingkungan, kurangnya
pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman pantogen.
Tujuan : Penyebern infeksi tidak terjadi selama perawatan
dengan kriteria :
1) Pasien dapat memperlihatkan berlaku sehat (menutup
mulut ketika batuk atau bersin)
2) Tidak muncul tanda – tanda infeksi lanjutan

25
3) Tidak ada anggota keluarga atau orang terdekat yang
tertular penyakit seperti penderita.
Intervensi
Intervensi Rasional
Independen
1. Mengkaji patologi penyakit Untuk mengetahui kondisi nyata
dan potensial penyebaran dari masalh pasien fase inaktif
infeksi melalui air bone, tidak berarti tubuh passien sudah
droplet selama batuk, bersin, terbebas dari kuman tuberculosis
meludah, berbicara, tertawa
dll.
2. Mengidentifikasi resiko Mengurangi resiko anggota
penularan kepada orng lain keluarga untuk tertular dengan
seperti anggota keluarga dan penyakit yang sama dengan
teman dekat. pasien
Mengintruksikan kepada
pasien jika batuk/bersin ,
maka ludahkan ke tissue
3. Menganjurkan menggunakan Penyimpanan sputum pada wadah
tissue untuk membuang yang terinfeksi dan penggunaan
sputum. Mereview masker dapat meminimalkan
pentingnya mengontrol penyebaran infeksi melalui
infeksi, misalnya dengan droplet
menggunakan masker.
4. Memonitor suhu sesuai Peningkatan suhu menandakan
indikasi terjadinya infeksi sekunder

d. Resiko gangguan harga diri berhubungan dengan image


negative tentang penyakit, perasaan malu
Tujuan: Harga diri pasien dapat terjaga/tidak terjadi gangguan
harga diri, dengan kriteria:
1) Pasien mendemostrasika/menunjukkan aspek positif dari
dirinya

26
2) Pasiem mampu bergaul dengan orang lain tanpa merasa
lalu
Intervensi
Intervensi Rasional
Independen:
1. Mengkaji ulang konsep diri Mengetahui aspek diri yang
pasien negatif dan positif,
memungkinkan perawat
menentukan rencana lanjutan
2. Memberi penghargaan pada Pujian dan perhatian akan
setiap tindakan yang meningkatkan harga diri pasien
mengarah pada peningkatan
harga diri.
3. Menjelaskan tentang kondisi Pengetahuan tentang kondisi diri
pasien akan menjadi dasar bagi pasien
untuk menentukan kebutuhan bagi
dirinya.
4. Melibatkan pasien dalam Pelibatan pasie dalam kegiatan
setiap kegitan akan meninkatkan mekanisme
koping pasien dalam menangani
masalah

2.2.9 Evaluasi
1. Keefektifan bersihan jalan nafas
2. Fungsi pernafasan adekuat untuk memenuhi kebutuhan individu
3. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi
4. Kebutuhan nutrisi adekuat, BB meninkat dan tidak terjadi
malnutrisi
5. Kemampuan pasien bergaul dengan orang lain tanpa rasa malu.
(soemantri,2000)

2.3 Asma pada Anak


2.3.1 Pengertian

27
Asma Bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya wheezing (mengi) intermiten yang timbul sebagai respon akibat
paparan terhadap suatu zat iritan atau alergan. (Margaret Varnell Clark,
2013)
Asma Bronkial adalah penyakit kronis dengan serangan nafas
pendek, wheezing dan batuk dari konstriksi dan membran mukosa yang
bengkak didalam bronkus (jalan nafas dalam paru-paru). Hal ini terutama
disebabkan oleh alergi atau infeksi saluran pernafasan. Kedu, asap rokok
dapat mengakibatkan asma pada anak. (Britannica Concise Encyclopedia,
2007)
Asma bronkial adalah gangguan pernafasan ditandai dengan
serangan berulang kesulitan bernafas terutama saat menghembuskan nafas
oleh karena peningkatan ketahanan aliran udara melalui pernafasan
bronkeolus. (sport science and medicine, 2007)

2.3.2 Etiologi
Menurut Margaret Varnell Clark (2013), faktor-faktor penyebab
dan pencetus asma antara lain:
1. Jamur indoor/sick building syndrome
Data yang ada menunjukan bahwa terdapat hubungan antara jamur
indoor dan penyakit pernafasan alergik. Terminology sick building
syndrome telah digunakan untuk berbagai macam penyakit yang
berhubungan dengan lingkungan internal. Hal ini sering diperberat
dengan adanya lingkungan yang lembab dan pertumbuhan jamur.
2. Radon
Merupakan gas radioaktif alami penyebab kanker yang dapat
ditemukan ditanah, air dan udara, baik didalam maupun diluar
ruangan. Diperkirakan lebih dari 50% dosis efektif radioaktif alami
setiap tahunnya disebabkan oleh paparan radon.
3. Binatang/Hewan peliharaan
Bintang melepaskan protein ke lingkungan sekitar melalui cairan
tubuhnya seperti saliva dan dander. Dander dapat didefinisikan

28
sebagai bahan organik atau protein dari tubuh hewan atau dapat
juga disebut sebagai serbuk hewan. Pada sebagian besar pasien
alergi, dender tidak membuat iritasi. Meskipun demikian, dander
dapat menjadi makanan untuk tungau debu untuk mengiritasi
banyak pasien asma. Allergen juga dapat dijumpai pada urin hewan
pengerat liar atau peliharaan. Pada akhirnya semua hewan termasuk
manusia dapat menghasilkan makanan yang cukup untuk tungau
debu organic dan memberikan kesempatan bagi pertumbuhan
bakteri di rumah.
4. Tungau debu rumah
Tungau debu tidak bisa dihindari meskipun meminimalisai
pengaruh yang ditimbulkannya bisa dilakukan. Bantal dan matras
dapat dibungkus dengan pembungkus alergen plastik. Linen tempat
tidur harus dicuci secara rutin dengan air panas. Bantal, boneka dan
mainan juga dapat dicuci dengan cara biasa secara rutin. Deterjen
dan pemutih dapat juga berperan dalam mengurangi alergen tungau
debu pada proses pencucian.
5. Kecoa
Data menunjukan bahwa membasmi dan menghindari alergen
kecoa memiliki aspek yang positif pada asma. Makanan dan
sampah didalam rumah tidak boleh dibiarkan dalam keadaan
terbuka. Racun, seperti yang digunakan sebagai umpan kecoa dan
alat semprot, merupakan alat yang efektif dalam mengendalikan
populasi kecoa, tetapi dapat menimbulkan iritasi bagi pasien asma.
6. Serbuk sari
Serbuk sari saat musim serbuk sari bersifat iritatif pada banyak
pasien asma. Pemamtauan ketat pada rencana terapi masing-masing
individu dengan asma saat musim serbuk sari harus dilakukan dan
dilakukan penyesuaian terhadap obat-obatan yang diberikan agar
asmanya dapat terkontrol dengan baik.
7. Polusi udara dan gas buangan kendaraan

29
Banyak studi menunjukan bahwa peningkatan zat-zat tertentu dari
gas buangan kendaraan memberikan efek negative pada pasien
asma. Dipercaya bahwa pada pasien asma terjadi peningkatan
stress oksidatif saluran nafas dan penurunan fungsi saluran nafas
pada pasien asma ketika terpajar dengan polusi udara.
8. Asap rokok
Pasien asma, terutama anak-anak, harus menghindari asap rokok.
Asap rokok dapat mencetuskan serangan asma. Yang menarik, data
menunjukan efek yang bervariasi menurut usia. Efek merokok pasif
telah terbukti lebih berat dalam mencetuskan serangan asma pada
seorang anak bila yang merokok adalah ibunya daripada orang lain
di sekitar mereka. Selain itu, beberapa studi menunjukan bahwa ibu
yang perokok dapat meningkatkan resiko timbulnya asma saat masi
bayi dan kanak-kanak. Pasien asma dan keluraganya harus
diberikan edukasi untuk selalu menghindari asap rokok dan
lingkungan yang penuh asap rokok.
9. Gas iritan
Pajaran terhadap zat kimia seperti komponen formaldehida dan
senyawa organic Volatil (SOV) dapat mengiritasi saluran
pernafasan pasien asma dan mencetuskan serangan asma. Gas-gas
SOV dihasilkan dari berbagai macam sumber seperti produk rumah
tangga, seperti: cat, pelarut cat dan pelarut lainnya, pembersih dan
desinfektan, repelen serangga dan pengharum ruangan. Zat-zat
kimia yang dilepaskan ke udara oleh linolium yang dilepaskan dari
proses pembuatan kramik lantai, karpet, kertas lapis dinding, mebel
dan lukisan yang baru dapat meningkatkan resiko serangan pada
pasien asma. Pasien asma dan keluarganya harus diedukasi untuk
menghindari bau dari zat-zat tersebut.

2.3.3 Klasifikasi
Jenis-jenis asma terdiri atas 3 macam, yaitu:
a. Asma Alergik / Ekstrinsik

30
Asma ini disebabkan oleh alergen (misal: serbuk sari,
binatang, amarah, makanan dan jamur), kebanyakan alergen
terdapat di udara dan musiman.Pasien dengan asma alergik
biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan
riwayat medis masa lalu ekzema atau rhinitis alergik.
b. Asma Idiopatik / Non alergik
Asma ini tidak berhubungan dengan alergi spesifik. Serangan
asma ini di cetuskan oleh beberapa faktor common cold,
infeksi traktus, respiratorius, latihan, emosi. Beberapa agen
farmakologi seperti aspirin dan agen anti inflamasi non
steroid lain, pewarna rambut, antagonis beta–adrenergik dan
agen sulfit (pengawet makanan) juga mungkin menjadi
faktor.Serangan asma idiopatik/ non alergik menjadi lebih
berat dan sering sejalan dengan berlakunya waktu dan dapat
berkembang menjadi bronkitis akut dan emfisema.
c. Asma Gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dan bentuk alergi maupun bentuk idiopatik atau
non alergik. (Brunner and Suddarth, 2001; 534)

31
2.3.4 Patofisiologi
Pencetus serangan

Reaksi antigen dan antibodi

Dikeluarkan substansi vasoaktif


(Antihistamin, bradikinin, dan anafilaktosin)

Kontraksi otot polos Permeabilitas kapiler Sekresi mucus

Bronkospasme - Kontraksi otot polos Produksi mucus


- Edema mukosa bertambah
- Hipersekresi

Bersih jalan napas Obstruksi jalan napas Ketidakseimbangan


tidak efektif nutrisi kurang dari
kebuituhan tubuh

Hipoventilasi
Distribusi ventilasi tidak merata dengan
sirkulasi darah paru-paru gangguan
difusi gas di alveoli

Kerusakan pertukaran gas Hipoksemia


Hiperkapnea

2.3.5 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang muncul pada asma, antara lain:
a. Sukar bernafas yang timbul intermitten
b. Terdengar “wheezing” pada waktu ekspirasi
c. Batuk dengan sputum yang kental
d. Ekspirasi memanjang dengan hiperinflasi nada

32
e. Pernafasan cuping hidung
f. Sianosis pada permukaan kuku (Susan Martin Tucker, et.al,
1998; 2257)

2.3.6 Komplikasi
Adapun komplikasi yang mungkin terjadi pada penyakit asma,
yaitu:
a. Atelektasis
b. Emfisema dengan hiperinflasi kronis
c. Pneumothoraks
d. Gagal pernafasan yang memerlukan bantuan mekanis
e. Bronkhitis
f. Aspergilosis bronkopulmoner alergik
g. Fraktur iga (Soeparman, dkk, 1999; 34)

2.3.7 Pemeriksaan Diagnosis


Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
1) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinophil
2) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel
cetakan) dari cabang bronkus
3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
4) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya
bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang
terdapat mucus plug
2. Pemeriksaan darah
1) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat
pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis
2) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH

33
3) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Pencetusnya allergen, olahraga, cuaca, emosi (imun respon
menjadi aktif, Pelepasan mediator humoral), histamine, SRS-
A, serotonin, kinin, bronkospasme, Edema mukosa, sekresi
meningkat, inflamasi (penghambat kortikosteroid)
4) Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari
Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari
serangan.
3. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada
waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru
yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai
berikut:
1) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus
akan bertambah
2) Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah
3) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat
pada paru
4) Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
5) Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru
4. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma
5. Elektrokardiografi

34
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan
dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran
yang terjadi pada empisema paru, yaitu:
1) Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right
axis deviasi dan clock wise rotation
2) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni
terdapatnya RBB (Right bundle branch block)
3) Tanda-tanda hipoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia,
SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative
6. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari
bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh
pada paru-paru
7. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible,
cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah
melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan
spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol
bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja
penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk
menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita
tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan
obstruksi. (Dudut Tanjung., Skp, 2007)

2.3.8 Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah:
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera
2. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat
mencetuskan serangan asma

35
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun
keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya
maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita
mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerjasama
dengan dokter atau perawat yang merawatnya.

2.3.9 Asuhan Keperawatan Asma pada Anak


2.3.9.1 Pengkajian
a. Pengumpulan data
1. Identitas klien
Pengkajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin perlu
dikaji pada penyakit status asmatikus. Serangan asma
pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat
mungkin terdapat status atopi. Sedangkan serangan pada
usia dewasa di mungkinkan adanya faktor non atopi.
Alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien
berada, dapat mengetahui kemungkinan faktor pencetus
serangan asma. Status perkawinan, gangguan emosional
yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan
faktor pencetus serangan asma, pekerjaan serta bangsa
perlu dikaji juga untuk mengetahui adanya pemaparan
bahan elergen. Hal ini yang perlu dikaji tentang: Tanggal
MRS, nomor rekam medic, dan diagnosis keperawatan
medis.
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan penyakit asma datang mencari pertolongan
dengan keluhan terutama sesak nafas yang hebat dan
mendadak kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain
yaitu: Wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan,
kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis serta perubahan
tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya
serangan.

36
3. riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah di derita pada masa-masa dahulu
seperti infeksi saluran nafas atas, sakit tenggorokan,
amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan asma,
frekuensi, waktu, allergen-alergen yang dicurigai sebagai
pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang
dilakukan untuk meringankan gejala asma (Tjen Daniel,
1991).
4. Riwayat kesehatan keluarga
Pada klien dengan serangan status asmatikus perlu dikaji
tentang riwayat penyakit asma atau penyakit alergi yang
lain pada anggota keluargannya karena hipersentifitas
pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor
genetic oleh lingkungan (Hood Alsagaf, 1993).
5. Riwayat psikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu
pencetus bagi serangan asma baik gangguan itu berasal
dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai lingkungan
kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat
berpotensi terjadi serangan asma.
b. pemeriksaan fisik
1) B1-Breath:
a. Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas,
pendekan periode inspirasi, pemanjangan ekspirasi,
penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi
sterum, pengangkatan bahu waktu bernafas).
b. Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap
aktivitas atau latihan
c. Nafas memburuk ketika pasien berbaring terlentang di
tempat tidur
d. Pernafasan cuping hidung
e. Adanya mengi yan g terdengar tanpa stetoskop

37
f. Batuk keras, kering dan akhirnya batuk produktif
g. Faal paru terdapat penurunan fev 1
Masalah keperawatan:
a. ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang
berhubungan dengan sekresi kental peningkatan
produksi mucus dan bronkospasme
b. kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan
retensi CO2, peningkatan sekresi, peningkatan kerja
pernafasan dan proses penyakit.
2) B2-Blood
a. Takikardia
b. Tensi meningkat
c. Pulsus parodoksus (penurunan tekanan darah) 10
mmhg pada waktu inspirasi
d. Sianosis
e. Diaphoresis
f. Dehidrasi
Masalah keperawatan:
Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
hipoksemia
3) B3-Brain
a. Gelisah
b. Cemas
c. Penurunan kesadaran
Masalah keperawatan:
Gangguan perfusi jaringan serebral
4) B4-Bowel
Pada klien yang mengalami dispnea penggunaan otot
bantu nafas maksimal kontraksi otot abdomen meningkat
sehingga menyebabkan nyeri abdomen yang
mengakibatkan menurunnya nafsu makan. Dalam
keadaan hipoksia juga mengakibatkan penurunan

38
motilitas pada gester sehingga memperlambat
penggosongan lambung yang menyebabkan penurunan
nafsu makan.
Masalah keperawatan:
Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan laju metabolic tinggi, dispnea saat
makan dan ansietas.
5) B-5-Bladder
Pada klien dengan hiperventilasi akan kehilangan cairan
melalui penguapan dan tubuh berkompetensi dengan
penurunan produksi urine.
Masalah keperawatan: tidak ada
6) B-6-Bone
Pada klien yang mengalami hipoksia penggunaan otot
bantu nafas yang lama menyebabkan kelelahan. Selain
itu, hipoksia menyebabkan metabolism anaerob sehingga
terjadi penurunan ATP.
Masalah keperawatan:
ketidakmampuan melakukan aktivitas karena kelelahan.

2.3.9.2 Diagnosis Keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan
dengan sekresi kental peningkatan produksi mucus dan
bronkospasme.
2. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi
CO2, peningkatan sekresi, peningkatan kerja pernafasan dan
proses penyakit.
3. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan laju metabolic tinggi, dispnea saat makan dan ansietas.
4. Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas.

39
5. Risiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan retensi CO2
hypoksemia, emosi yang terfokus pada pernafasan dan apnea
tidur.
6. Risiko tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang kondisi dan perawatan pada
saat pulang.

2.3.9.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosis keperawatan 1: ketidakefektifan bersihan jalan napas
berhubungan dengan sekresi kental, peningkatan produksi mucus
dan bronkospasme.
Tujuan: jalan nafas menjadi efektif
criteria hasil:
1. Mempertahankan jalan nafas pasien dengan bunyi bersih
2. Dapat mendemonstrasikan batuk efektif
3. Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan
sekresi
4. Tidak ada suara nafas tambahan
5. Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam
mengontrol batuk

Intervensi Rasional
Mandiri
Tempatkan Peninggian
posisi yang kepala tempat
nyaman pada tidur
pasien, contoh; memudahkan
meninggikan fungsi
kepala tempat pernafasan
tidur, duduk dengan
pada sandaran menggunakan

40
tempat tidur gravitasi
Tingkatkan Hidrasi
masukan cairan membantu
sampai dengan menurunkan
3000 ml/hari kekentalan
sesuai indikasi, secret,
memberikan penggunaan
dengan air cairan hangat
hangat dapat
menurunkan
kekentalan
secret dan
spasme
bronkus
Lakukan Fisioterapi
fisioterapi dada dada
dengan teknik merupakan
drainage strategi untuk
postural, mengeluarkan
perkusi fibrasi secret
dada
Evaluasi Beberapa
frekuesni derajat spasme
pernafasan, bronkus terjadi
bunyi, irama dengan
nafas, catat tasio obstruksi jalan
inspirasi/ekspira nafas dan
si dapat/tidak
dimanifestasik
an adanya
advertisius
Kolaborasi Merealisasikan
Berikan obat otot halus dan

41
sesuai dengan menurunkan
indikasi spasme jalan
bronkodilator nafas,
dan oksigenasi wheezing dan
produksi
mukosa

2.3.9.4 Evaluasi
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan
dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera
setelah perawat mengimplementasikan rencanan keperawatan
guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat
komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni Subjektif
(data berupa keluhan klien), Objektif (data hasil pemeriksaan),
Analisa data (perbandingan data dengan teori), dan Planning
(perencanaan).
2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi Sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah
semua aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi
sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan
keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat
digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan
wawancara pada akhir layanan, menanyakan respon pasien dan
keluarga terkait layanan keperawatan, mengadakan pertemuan
pada akhir pelayanan.

2.4 Pneumonia pada Anak


2.4.1 Pengertian

42
Pneumonia adalah inflasi parenkim paru, biasanya berhubungan
dengan pengisian cairan di dalam alveoli (Ngastiyah, Perawatan Anak
Sakit, 1997).
Pneumonia adalah suatu penyakit peradangan akut pada parenkim
paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau parasit (Standar Profesi
Ilmu Kesehatan Anak FK Unsri Palembang, 2000).
Pneumonia disebabkan oleh virus pathogen yang masuk ke dalam
tubuh melalui aspirasi, inhlasi/penyebab sirkulasi : pneumonia paling
banyak disebabkan oleh bakteri (KMB, Jilid I, Salemba Medika, 2001).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru distal
dan bronkus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius lobus dan
alveoli serta menimbulkan kerusakan jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat (IPD Jilid II, Sarwono Soeparman, 1996).
Pneumonia adalah radang paru-paru disertai dengan eksudasi dan
konsolidasi. Pada bayi baru lahir pneumonia yang fatal adalah yang
disebabkan oleh sifilis congenital yang disertai dengan generasi lemak
pada paru-paru sehingga paru-paru tampak pucat serta tidak mengandung
udara (Kamus Kedokteran Dorland, edisi 25 EGC, 1998).

2.4.2 Etiologi
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri yang timbul
secara primer atau sekunder setelah infeksi virus. Penyebab tersering
pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram, streptococcus
pneumoniae yang menyebabkan pneumonia streptococcus. Bakteri
staphylococcus aureus dan streptococcus beta-hemolitikus juga sering
menyebabkan pneumonia, demikian juga pseudomonas aeruginosa.
Pada bayi dan anak-anak penyebab yang paling sering adalah :
virus sinsial pernafasan, adenovirus, virus parainfluenza dan virus
influenza.
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko kematian akibat
pneumonia :
1. Umur di bawah 2 bulan

43
2. Tingkat sosioekonomi rendah
3. Gizi kurang
4. Berat badan lahir rendah
5. Tingkat pendidikan ibu rendah
6. Tingkat pelayanan (jangkauan) kesehatan rendah
7. Kepadatan tempat tinggal
8. Imunisasi yang tidak memadai
9. Menderita penyakit kronis.

2.4.3 Klasifikasi
Menurut buku pneumonia komuniti, pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
a. Pneumonia komuniti
b. Pneumonia nasokomial
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised
2. Berdasarkan penyebab
a. Pneumonia bakteri/tipikal
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia sering diistilahkan
dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang
siapa saja, dari bayi hingga mereka yang telah lanjut usia, para
peminum alkohol, pasien yang terbelakang mental, pasien pasca
operasi, orang yang menderita penyakit pernapasan lain atau infeksi
virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan
menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu. Pada saat pertahanan
tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi,
bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak
paru-paru.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru,
atau pun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-

44
paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi
cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah
kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri
tersebut.
Biasanya pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi
saluran nafas ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena
infeksi virus (flu), infeksi virus pada saluran pernapasan dapat
mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus (cairan/lendir) yang
mengandung pneumokokus dapat terhisap masuk ke dalam paru-paru.
Beberapa bakteri mempunyai tedensi menyerang seseorang yang peka,
misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphylococcus pada
penderita pasca infeksi influenza, pneumonia atipikal. Disebabkan
mycoplasma, legionella, dan chalamydia.
b. Pneumonia akibat virus
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza.
Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza,
yaitu demam, batuk kering, sakit kepala, nyero otot, dan kelemahan.
Dalam 12 hingga 36 jam penderita menjadi sesak, batuk lebih parah,
dan berlendir sedikit, terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir.
Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia
karena bakteri. Hal itu yang disebut dengan superinfeksi bacterial.
Salah satu tanda terjadi superinfeksi bacterial adalah keluarnya lendir
yang kental dan berwarna hijau atau merah tua.
c. Pneumonia Jamur
Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah.
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus
(percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
b. Pneumonia bronkopneumia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak
infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang

45
disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang
tua. Pada penderita pneumonia, kantong udara paru-paru penuh
dengan nanah dan cairan yang lain. Dengan demikian, fungsi paru-
paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan udara
kotor menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita kekurangan
oksigen dengan segala konsekuensinya, misalnya menjadi lebih
mudah terinfeksi oleh bakteri lain (super infeksi) dan sebagainya. Jika
demikian keadaannya, tentu tambah sukar penyembuhannya.
Penyebab penyakit pada kondisi demikian sudah beraneka ragam dan
bisa terjadi infeksi di seluruh tubuh.

2.4.4 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala berupa :
1. Batuk nonproduktif
2. Ingus (nasal discharge)
3. Suara napas lemah
4. Retraksi intercosta
5. Penggunaan otot bantu napas
6. Demam
7. Ronchii
8. Cyanosis
9. Thorak photo menunjukkan infiltrasi melebar
10. Batuk
11. Sakit kepala
12. Sesak nafas
13. Menggigil
14. Berkeringat
15. Lelah.

46
2.4.5 Patofisiologi
Streptococcus, staphylococcus, dll

Saluran napas bagian atas

Bronchiolus

Alveoli

Akumulasi sekret Reaksi radang pada Simulasi


chemoreseption
bronchus dan alveolus hipotalamus

Obstruksi jalan napas Fibrosus dan pelebaran Set point


berubah

Gangguan ventilasi Atelektasis Respon menggigil

Bersihan jalan inefektif Gangguan difusi Reaksi


peningkatan
suhu tubuh

Peningkatan frekuensi napas Gangguan pertukaran gas Hipertermi

Merangsang RAS Suplasi O2 ke jaringan


Evaporasi meningkat

47
menurun

Sulit tidur Kelemahan Cairan tubuh


berkurang

Perubahan pola tidur Intoleran aktivitas Defisit volume cairan

Kecemasan Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh
2.4.6 Komplikasi
1. Abses paru
2. Efusi pleural
3. Empisema
4. Gagal napas
5. Perikarditis
6. Meningitis
7. Atelektasis
8. Hipotensi
9. Delirium
10. Asidosis metabolik
11. Dehidrasi
12. Penyakit multi lobular

2.4.7 Pemeriksaan Diagnostik


1. Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi struktural dapat juga menyatakan
abses luas/infiltrate, empiema, infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi, atau penyebaran/perluasan infiltrate nodul. Pada
pneumonia mikoplasma, sinar X dada mungkin bersih.
2. GDA

48
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang
terlihat dan penyakit paru yang ada.
3. JDL
Leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi
pada infeksi virus, kondisi tekanan imun seperti AIDS,
memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
4. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsi jarum, aspirasi trakeal, bronkoskopi
fiberoptik, atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme
penyebab. Lebih dari 1 tipe organisme ada, bakteri yang umum
Diplococcus pneumonia, stapilococcus aureus, A-hemolitik
streptococcus, Haemophilus, CMV.
5. Pemeriksaan serologi
Membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus
6. LED
Meningkat
7. Pemeriksaan fungsi paru
Volume mungkin menurun, tekanan jalan napas mungkin
meningkat dan komplain menurun, mungkin terjadi perembesan.
8. Elektrolit
Natrium dan klorida mungkin rendah
9. Bilirubin
Mungkin meningkat
10. Aspirasi perkuatan/biopsi jaringan paru terbuka
Dapat menyatakan intraniklear tipikal dan keterlibatan sitoplastik,
karakteristik sel raksasa.

2.4.8 Penatalaksanaan
1. Oksigen 1-2 l/menit
2. IVFD dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 3:1, +KCl 10 mEq/500 ml
cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status dehidrasi.

49
3. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral
bertahap melalui selang nasogastirk dengan feeding drip.
4. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agois untuk memperbaiki transport mukosiler.
5. Koreksi gangguan keseimbangan asam dan basa elektrolit.
6. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
a. Untuk kasus pneumonia communiti base :
a. Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
b. Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
b. Untuk kasus pneumonia hospital base :
1) Sefotaksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
2) Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.

2.4.9 Asuhan Keperawatan Pneumonia pada Anak


2.4.9.1 Pengkajian
Data Dasar Pengkajian
c. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan
Insomnia
Tanda : Letargi
Penurunan toleransi terhadap aktivitas
d. Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya GJK kronis
Tanda : Takikardia
Penampilan kemerahan atau pucat
e. Integritas Ego
Gejala : Banyaknya stressor, masalah finansial
f. Makanan dan cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual/muntah
Tanda : Distensi abdomen
Hiperaktif bunyi usus
Kulit kering dengan turgor buruk

50
Malnutrisi
g. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala daerah frontus (influenza)
Tanda : Perubahan mental (bingung, somnolen)
h. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala
Nyeri dada (pleuritik) meningkat oleh batuk : nyeri dada
substernal (influenza)
Mialgia, artalgia
Tanda : Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidak pada sisi
yang sakit untuk membatasi gerakan)
i. Pernapasan
Gejala : Takipnea, dispnea progresif, pernapasan dangkal, penggunaan
otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda : Sputum, merah muda, berkarat atau purulen
Perkusi : pekak di atas area yang konsolidasi
Fremitus : taktis dan vokal bertahap meningkat dengan
konsolidasi
Gesekan fraksi pleural.
Bunyi napas : menurun atau tidak ada diale area yang terlibat,
atau nafas bronchial.
Warna pucat atau siunosis bibir/kaku.
j. Keamanan
Gejala : Riwayat gangguan sistem imun
Demam
Tanda : Berkeringat
Menggigil berulang, gemetaran
k. Pemeriksaan Diagnostik
Sinar X : mengidentifikasi distribusi struktural, dapat juga menyatakan
abses luas/infiltrate, empisema, infiltrasi menyebar atau terlokalisasi,
atau penyebaran/perluasan infiltrate nodul

51
GDR / nadi oksimetri : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada
luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : dapat diambil dengan
biopsi jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopi fiberoptik atau biopsi
pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.
JDL : Leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah
terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan
perkembangannya pneumonia bakterial.
Pemeriksaan serologi : membantu dalam membedakan diagnosa
organisme khusus.
LED meningkat
Pemeriksaan fungsi paru
Elektrolit : Na & klorida mungkin rendah.

2.4.9.2 Diagnosa yang mungkin muncul

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan


terbentuknya eksudat dalam alveoli.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolar-kapiler.
3. Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim paru.
4. Risiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia yang berhubungan dengan bau dan
rasa sputum.
5. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringat banyak,
napas mulut/ hiperventilasi, muntah)

2.4.9.3 Rencana Asuhan Keperawatan

l. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan terbentuknya


eksudat dalam alveoli.

Kriteria hasil :

52
1) Mengidentifikasi/menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan
napas.

2) Menunjukkan jalan napas paten dengan napas bersih, tak ada


dispnea, sianosis.

Intervensi :

1) Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerak dada.

Rasional : Takipnea, pernapasan dangkal, dan gerak dada tak


simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan
dinding dada dan/atau cairan paru.

2) Auskultasi area paru, catat arena penurunan/tak ada aliran udara


dan bunyi napas adventisus, misal : krekels, mengi.

Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi


dengan cairan. Bunyi napas bronchial (normal pada
bronkus) dapat terjadi juga pada area konsolidasi.
Krekels, ronki dan mengi terdengar pada inspirasi
dan/atau ekspirasi pada respons terhadap pengumpulan
cairan, sekret kental dan spasme jalan napas/obstruksi.

3) Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/bantu pasien


mempelajari melakukan batuk, misal : menekan dada dan batuk
efektif sementara posisi batuk tinggi.

Rasional : Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-


paru/ jalan napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme
pembersihan jalan napas alami, membantu silia untuk
mempertahankan jalan napas paten. Penekanan
menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk
memungkinkan upaya napas lebih dalam dan lebih kuat.

4) Penghisapan sesuai indikasi

53
Rasional : Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara
mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan
karena batuk tak efektif atau penurunan tingkat
kesadaran.

5) Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi).


Tawarkan air hangat, daripada dingin.

Rasional : Cairan (khususnya air hangat) memobilisasi dan


mengeluarkan sekret

Kolaborasi :

1) Bantu mengawasi efek pengobatan nebuliser dan fisioterapi lain.


Lakukan tindakan diantara waktu makan dan batasi cairan bila
mungkin.

Rasional : Memudahkan pengenceran dan pembuangan sekret.


Koordinasi pengobatan/jadwal dan masukan oral
menurunkan muntah karena batuk, pengeluaran sputum.

2) Berikan obat sesuai indikasi

Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan


mobilisasi sekret.

3) Berikan cairan tambahan, misal : IV, oksigen humudifikasi, dan


ruangan humudifikasi.

Rasional : Cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan dan


memobilisasi sekret.

4) Awasi seri sinar X dada, GDA, nadi oksimetri.

Rasional : Mengevaluasi kemajuan dan efek proses penyakit dan


memudahkan pilihan terapi yang diperlukan.

5) Bantu bronkoskopi/torasentesis bila diindikasikan

54
Rasional : Kadang-kadang diperlukan untuk membuang
perlengketan mukosa, pengeluaran sekresi purulen,
dan/atau mencegah atelektasis.

m. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran


alveolar-kapiler.

Kriteria hasil :

1) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan


GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distress pernapasan.

2) Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi.

Intervensi :

1) Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernapas.

Rasional : Manifestasi distress pernapasan tergantung pada


indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan
umum.

2) Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, napas dalam


dan batuk efektif.

Rasional : Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal,


meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiki
ventilasi.

3) Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi


dan aktifitas senggang.

Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/


konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikan
infeksi.

55
4) Observasi penyimpangan kondisi, cacat hipotensi banyaknya
jumlah sputum merah mudah/berdarah, pucat, sianosis, perubahan
tingkat kesadaran, dispnea berat, gelisah

Rasional : Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian


pada pneumonia dan membutuhkan intervensi medik
segera.

2.4.9.4 Evaluasi
Bersih jalan nafas efektif ditandai dengan:
1. Batuk teratasi
2. Nafas normal
3. Tidak terdengar suara nafas tambahan
4. Tidak terjadi sianosis

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

56
Sistem pernafasan terdiri dari komponen berupa saluran pernafasan
yang dimulai dari hidung, pharing, laring, trakea, bronkus, bronkiolus,
alveolus. Saluran pernafasan bagian atas dimulai dari hidung sampai
trakea dan bagian bawah dari bronkus sampai alveolus. Fungsi utama
sistem pernafasan adalah menyediakan oksigen untuk metabolisme
jaringan tubuh dan mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa
metabolisme jaringan. Sedangkan fungsi tambahan sistem pernafasan
adalah mempertahankan keseimbangan asam basa dalam tubuh,
menghasilkan suara, memfasilitasi rasa kecap, mempertahankan kadar
cairan dalam tubuh serta mempertahankan keseimbangan panas tubuh.
Apabila sistem pernapasan mengalami gangguan atau kerusakan organ
akan mempengaruhi tubuh dan sistem organ lain.

3.2 Saran
Oleh karena sistem pernapasan sangat berperan penting dalam
sistem tubuh, maka kita harus menjaga fungsi dan kesehatan sistem
pernapasan kita dengan menjauhi atau menghindari hal-hal yang berisiko
akan mengganggu sistem pernapasan.

DAFTAR PUSTAKA

57
Mustaqqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Alimul Hidayat, Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:


Salemba Medika

Suriadi & Yuliani, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: CV.
SAGUNG SETO

https://www.scribd.com/doc/283526396/ASUHAN-KEPERAWATAN-ANAK-
DENGAN-ASMA-BRONKIAL
https://repository.poltekkes-kdi.ac.id/526/1/KTI%20HERIANTON-
compressed.pdf

58

Anda mungkin juga menyukai