Anda di halaman 1dari 81

MAKALAH

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA II


RISIKO BUNUH DIRI

Oleh:
Kelompok 5

1. Fitria Vanesa 1911313010


2. Nurul Irhamna 1911313013
3. Gezi Maretha 1911313019
4. Hesty Amelia Mayora 1911313025
5. Fajar Audio 1911313028
6. Miftahur Rahmi 1911313034
7. M. Abdan Syakura 1911313037
8. Amanda Echa Putrie 1911313043

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul risiko bunuh diri ini tepat
pada waktunya.Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas ibu/bapak dosen pada Keperawatan Kesehatan Jiwa II. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak/ibu dosen, selaku pembimbing mata
kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa II yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Padang, 1 September 2021

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan .................................................................................................1
1.3 Manfaat ...............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi Bunuh Diri.............................................................................................3
2.2 Etiologi ................................................................................................................4
2.3 Faktor Terjadinya Masalah .................................................................................4
2.4 Jenis Jenis Bunuh Diri ........................................................................................5
2.5 Sumber dan Mekanisme Koping .........................................................................5
2.6 Patofisiologi ........................................................................................................6
2.7 Tanda dan Gejala.................................................................................................6
2.8 Komplikasi ..........................................................................................................7
2.9 Pemeriksaan Diagnostik ......................................................................................7
2.10 Penatalaksanaan ................................................................................................7
2.11 Pencegahan ........................................................................................................8
2.12 Tingkat Bunuh Diri ...........................................................................................8
BAB III TELAAH JURNAL
3.1 Jurnal 1 ..............................................................................................................10
3.2 Jurnal 2 ..............................................................................................................16
3.3 Jurnal 3 ..............................................................................................................20
3.4 Jurnal 4 ................................................................................................................24
3.5 Jurnal 5 ................................................................................................................29
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ........................................................................................................35
4.2 Saran ..................................................................................................................35

Daftar Pustaka ......................................................................................................................36


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini bunuh diri merupakan masalah kesehatan masyarakat di banyak negara. Bunuh
diri merupakan kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam keadaan stres yang tinggi dan
menggunakan koping yang maladaptif. Situasi gawat pada bunuh diri adalah saat ide bunuh
diri timbul secara berulang tanpa rencana yang spesipik untuk bunuh diri (Yosep, 2010).
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan
individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Prilaku
bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan dan ancaman verbal yang akan mengakibatkan
kematian, atau luka yang menyakiti diri sendiri.

Berdasarkan laporan Organisasi Keschatan Dunia (WHO) tahun 2015, di banyak negara,
bunuh diri merupakan penyebab kematian nomor dua pada penduduk berusia 15-29 tahun.
Setiap tahun terdapat 800.000 orang mati karena bunuh diri. WHO juga mencatat, setiap 40
detik satu orang di dunia meninggal karena bunuh diri dengan rasio 11.4 per 100.000
populasi (Kompas, 2015). Di Indonesia tahun 2012, angka bunuh diri mencapai 4,3 per
100.000 populasi. Untuk usia kejadian bunuh diri tertinggi berada pada kelompok usia remaja
dan dewasa muda (15 - 24 tahun), untuk jenis kelamin, perempuan melakukan percobaan
bunuh diri (attemp suicide) empat kali lebih banyak dari laki laki. Cara yang populer untuk
mencoba bunuh diri pada kalangan perempuan adalah menelan pil, biasanya obat tidur,
sedanekan kaum lelaki lebih fatal atau mematikan seperti menggantung diri. Kelompok yang
beresiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri adalah mahasiswa, penderita depresi,
para lansia, pecandu alcohol. Oleh sebab itu, perlu mengkaji perilaku resiko bunuh diri
sehingga dapat mencegahnya dan bagaimana tindakan keperawatan terhadap klien dengan
perilaku resiko bunuh diri ini.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui definisi perilaku resiko bunuh diri

2. Mengetahui faktor – faktor pencetus perilaku resiko bunuh diri

3. Mengetahui tanda dan gejala perilaku resiko bunuh diri

1
4. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan perilaku resiko bunuh diri

1.3 Manfaat

1. Memahami definisi perilaku resiko bunuh diri

2. Mengenali faktor – faktor pencetus perilaku resiko bunuh diri

3. Mengenali tanda dan gejala perilaku resiko bunuh diri

4. Dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan perilaku resiko bunuh diri

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Bunuh Diri

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi (Captain, 2008). Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang
tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku desttruktif diri langsung mencakup
aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari hal ini sebagai hasil
yang diinginkan. Perilaku destruktif diri tak langsung termasuk tiap aktivitas kesejahteraan
fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian. Orang tersebut tidak menyadari tentang
potensial terjadi pada kematian akibat perilakunya dan biasanya menyangkal apabila
dikonfrontasi (Stuart & Sundeen, 2006). Menurut Shives (2008) mengemukakan rentang
harapan putus harapan merupakan rentang adaptif maladaptif.

Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh normanorma sosial dan
kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon
yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain :

2.1.1 Ketidak berdayaan, keputusasaan, apatis.


Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena
merasa tidak mampu mengembangkan koping yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi,
tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
2.1.2 Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan merasa gagal
dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya : kehilangan pekerjaan dan kesehatan,
perceraian, perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semuanya
dapat berakhir dengan bunuh diri.
a. Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandaidengan kesedihan
dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi padasaat individu ke luar dari keadaan depresi
berat.
b. Bunuh diri

3
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untukmengkahiri
kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhirindividu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi (Laraia, 2005).
2.2 Etiologi Bunuh Diri
Berdasarkan teori terdapat 3 penyebab terjadinya bunuh diri adalah sebagai berikut :
1. Genetic dan teori biologi
Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya.
Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi
terjadinya resiko buuh diri
2. Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang yang tidak
terintegrasi pada kelompok social) , atruistik (Melakukan suicide untuk kebaikan masyarakat)
dan anomic ( suicide karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi
dengan stressor).
3. Teori psikologi
Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri merupakan hasil dari
marah yang diarahkan pada diri sendiri.
2.3 Faktor Terjadinya Masalah
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart Gw & Laraia (2005), faktor predisposisi bunuh diri antaralain :
a. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri,
mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat
individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan
skizofrenia.
b. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah
rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
c. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang
dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan
dengan bunuh diri.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko penting
untuk prilaku destruktif.

4
e. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi
media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
2. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
a. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubunganinterpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti.
b. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
c. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukumanpada diri
sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusan.
2.4 Jenis-Jenis Bunuh Diri
Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh kondisi
kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak
berkepribadian.
2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri
karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut sangat
mengharapkannya.
3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan
masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa.
Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan
kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-
kebutuhannya.
2.5 Sumber dan Mekanisme Koping
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) terdapat sumber dan mekanisme koping pada
perilaku bunuh diri yaitu:
1. Sumber Koping
Pasien dengan penyakit kronik, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali orang ini secara sadar memilih untuk bunuh
diri. Kulaitas hidup menjadi isu yang mengesampingkan kuantitas hidup. Dilema etik

5
mungkin timbul bagi perawat yang menyadari pilihan pasien untuk berperilaku merusak diri.
Tidak ada jawaban yang mudah mengenai bagaimana mengatasi konflik ini. Perawat harus
melakukannya sesuai dengan sistem keyakinannya sendiri.
2. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tak
langsung adalah :
a. Denial, mekanisme koping yang paling menonjol
b. Rasionalisme
c. Intelektualisasi
d. Regresi
Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan
pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan
koping dan mekanisme adaptif.

2.6 Patopsikologi
Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:
1. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebutmempertimbangkan untuk
bunuh diri. Ancaman menunjukkan ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya
respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan
bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat
mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang
melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati mungkin pada mati jika
tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih
dahulu individu tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah
yangmenjatuhkan harga dirinya ( Stuart & Sundeen, 2006).
2.7 Tanda dan Gejala

Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak membuat
rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut
adalah: keputusasaan, celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna, alam

6
perasaan depresi, agitasi dan gelisah, insomnia yang menetap, penurunan BB, berbicara
lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial. Adapunpetunjuk psikiatrik anatara
lain: upaya bunuh diri sebelumnya, kelainanafektif, alkoholisme dan penyalahgunaan obat,
kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja, dimensia dini/ status kekacauan mental
pada lansia. Sedangkan riwayat psikososial adalah: baru berpisah, bercerai/ kehilangan, hidup
sendiri, tidak bekerja, perubahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami, faktor-faktor
kepribadian: implisit, agresif, rasa bermusuhan, kegiatan kognitif dan negatif, keputusasaan,
harga diri rendah, batasan/ gangguan kepribadian antisosial.

2.8 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin muncul pada klien dengan tentamen suicide sangat
tergantung pada jenis dan cara yang dilakukan klien untuk bunuh diri, namun resiko paling
besar dari klien dengan tentamen suicide adalah berhasilnya klien dalam melakukan tindakan
bunuh diri, serta jika gagal akan meningkatkan kemungkingan klien untuk mengulangi
perbuatan tentamen suicide.
Pada klien dengan percobaan bunuh diri dengan cara meminum zat kimia atau
intoksikasi zat komplikasi yang mungkin muncul adalah diare, pupil pi- poin, reaksi cahaya
negatif , sesak nafas, sianosis, edema paru .inkontenesia urine dan feces, kovulsi, koma,
blokade jantung akhirnya meninggal.
Pada klien dengan tentamen suicide yang menyebabkan asfiksia akan menyebabkan syok
yang diakibatkan karena penurunan perfusi di jaringan terutama jaringan otak.
Pada klien dengan perdarahan akan mengalami syok hipovolemik yang jika tidak
dilakukan resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada penyebab hemoragik syok, kardiak
perfusi biasanya gagal dan terjadi kegagalan multiple organ.
2.9 Pemeriksaan Diagnostik

Koreksi penunjang dari kejadian tentamen suicide akan menentukan terapi resisitasi dan
terapi lanjutan yang akan dilakukan pada klien dengan tentamen suicide.Pemeriksaan darah
lengkap dengan elektrolit akan menunjukan seberapa berat syok yang dialami klien,
pemeriksaan EKG dan CT scan bila perlu bia dilakukan jika dicurigai adanya perubahan
jantung dan perdarahan cerebral.

2.10 Penatalaksanaan

7
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar pertolongan darurat
di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah. Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka
atau keadaan keracunan, kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan
medis. Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat
dengan kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan
keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak
adanya hubungan beratnyagangguan badaniah dengan gangguan psikologik. Penting sekali
dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan
depresi dapat diberikan terapi elektro konvulsi, obat obat terutama anti depresan dan
psikoterapi.
2.11 Pencegahan

Mereka yang akan melakukan bunuh diri biasanya memberikan peringatan pada
keluarganya dan sebelumnya sering mencari nasehat medis. Sehingga ada kemungkinan
untuk dicegah dengan diagnosis dan terapi yang lebih baik. Pencegahan berskala besar harus
diarahkan untuk mengatasi isolasi sosial, rendahnya harga diri, dan pengurangan kosumsi dan
penyalahgunaan alkohol dan obat.

2.12 Tingkatan Bunuh Diri

Berdasarkan besar kemungkinan individu melakukan bunuh diri, maka bunuh diri di
bagi 3 yaitu :
1. Ancaman bunuh diri (suicide threats)
Merupakan peringatan verbal atau non verbal bahwa seseorang tersebut
mempertimbangkan bunuh diri. Individu akan mengatakan bahwa hidupnya tidak akan lama
lagi atau mungkin menunjukkan respon non verbal dengan memberikan barang-barang yang
dimilikinya. Misalkan dengan mengatakan “tolong jaga anakku karena saya akan pergi jauh”
atau “segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya”. Perilaku ini harus dipertimbangkan dalam
konteks peristiwa kehidupan saat ini. Ancaman menunjukkan ambivalensi tentang kematian.
2. Percobaan bunuh diri (suicide attempts)
Klien sudah melakukan percobaan bunuh diri. Semua tindakan yang dilakukan terhadap
diri sendiri yang dilakukan oleh individu dan dapat menyebabkan kematian, jika tidak
dilakukan pertolongan segera. Pada kondisi ini klien aktif mencoba bunuh diri dengan
berbagai cara seperti gantung diri, minum racun, memotong urat nadi atau menjatuhkan diri
dari tempat yang tinggi.

8
3. Completed suicide
Terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang melakukan
upaya bunuh diri dan tidak benar-benar mati mungkin akan mati, jika tidak ditemukan pada
waktunya.

9
BAB III

TELAAH JURNAL

“PENURUNAN RESIKO BUNUH DIRI DENGAN TERAPI RELAKSASI GUIDED


IMAGERY PADA PASIEN DEPRESI BERAT”
A. Pendahuluan
a) Metode Pencarian Literature
Pada telaah jurnal ini, reviewer menggunakan Google Scholar dengan kata kunci
resiko bunuh diri. Dari kata kunci tersebut, reviewer memperoleh ribuan literature.
Proses seleksi literature menggunakan sinkronisasi judul dengan isi dan rentang tahun
dari 2016-2021.
b) Abstrak
Depresi adalah penyakit mental yang ditumpu sebagian besar orang, menjadi faktor
individu putus asa, harga diri rendah, tidak berguna hidup, yang membuat individu
menyakiti diri hingga efek terburuk mengakhiri hidup atau bunuh diri. Studi ini
bertujuan untuk mengetahui penurunan tingkat risiko bunuh diri pada pasien depresi
berat dengan gejala psikotik setelah dilakukan Guided imagery. Studi kasus ini
menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan proses asuhan keperawatan. Terapi
relaksasi Guided imagery dilakukan selama 3 hari, dalam 1 hari pemberian 1 kali dengan
durasi 15 menit. Sampel pada penerapan ini yaitu pasien depresi berat dengan gejala
psikotik yang berisiko bunuh diri dengan melakukan pre and post test tingkat risiko
bunuh diri dengan menggunakan lembar observasi khusus risiko bunuh diri. Hasil studi
kasus menunjukan bahwa pasien mengalami penurunan risiko bunuh diri rata-rata 3-11
skor setelah dilakukan Terapi Relaksasi Guided imagery. kedua Pasien
mengatakan,tenang dan nyaman, tidak ingin berfikir untuk bunuh diri, ingin
meningkatkan iman dengan ibadah yang lebih giat setelah diberikan terapi relaksasi
guided imagery. Terapi Relaksasi Guided imagery mampu menurunkan tingkat risiko
bunuh diri pada pasien depresi berat dengan gejala psikoktik.
B. Deskripsi Jurnal
a) Deskripsi Umum
Jurnal yang ditelaah reviewer berjudul Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan
Terapi Relaksasi Guided Imagery Pada Pasien Depresi Berat yang ditulis oleh
Rosdiana Saputri dan Desi Ariana Rahayu

10
yang dipublikasikan oleh Jurnal Ners Muda, Vol 1 No 3, hal 165- 171, pada
Desember 2020.
Telaah dilakukan oleh :
Nama : Gezi Maretha
Tanggal Telaah : 31 Agustus 2021
b) Deskripsi Content
1. Tujuan Penelitian
Jurnal studi ini bertujuan untuk mengetahui penurunan tingkat risiko bunuh diri
pada pasien depresi berat dengan gejala psikotik setelah dilakukan Guided
imagery
2. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien mengalami penurunan risiko
bunuh diri rata-rata 3-11 skor setelah dilakukan Terapi Relaksasi Guided
imagery. kedua Pasien mengatakan, tenang dan nyaman, tidak ingin berfikir
untuk bunuh diri, ingin meningkatkan iman dengan ibadah yang lebih giat
setelah diberikan terapi relaksasi guided imagery.
c) Kesimpulan Penelitian
Pengkajian risiko bunuh diri pasien depresi berat berada dalam kategori tingkat
risiko bunuh diri tinggi. Pada Pasien 1 ditemukan skor risiko bunuh diri 14 (risiko
tinggi) sedangkan skor risiko bunuh diri Pasien 2 adalah 11 (risiko tinggi). Respon
dari kedua Pasien saat diberikan Terapi Relaksasi Guided imagery, kedua Pasien
mengatakan, merasa tenang dan nyaman, tidak ingin berfikir untuk bunuh diri, ingin
meningkatkan iman dengan ibadah yang lebih giat. Pasien cukup antusias selama
pelaksanaan Terapi Relaksasi Guided imagery. Risiko bunuh diri pada kedua Pasien
mengalami penurunan risiko bunuh diri yaitu Pasien 1 dengan penurunan 11 skor
menjadi 3 ( risiko rendah) dan Pasien 2 dengan penurunan 8 skor menjadi 3 (risiko
rendah). Terapi Relaksasi Guided imagery mampu menurunkan tingkat risiko bunuh
diri pada pasien depresi berat dengan gejala psikoktik.
C. Telaah Jurnal
a. Fokus Penelitian
Penulis harus lebih menjelaskan masalah penelitian sehingga pembaca dapat
dengan mudah mendapatkan gambaran tentang isi penelitian.
b. Gaya dan Sistematika Penulisan
Gaya penulisan dan sistematika penulisan dari jurnal sudah bagus.

11
c. Penulis
Dalam jurnal penelitian, nama penulis tertera dengan jelas sehingga dapat
mengurangi unsur plagiatisme. Umumnya penulis menuliskan nama di cover
halaman depan dengan font 12. Namun pada jurnal, penulis sudah menuliskan
nama dengan huruf cetak tebal.
d. Judul Penelitian
Dalam jurnal, judul dan isinya sudah jelas dan saling berkaitan atau sinkron.
e. Abstrak
Abstrak terdiri dari satu paragraph dan sudah memenuhi semua komponen yang
harus ada di abstrak yaitu IMRAD (Introduction, Metode, Result, Analize, dan
discussion). Jumlah kata seharusnya tidak lebih dari 250 kata, jurnal ini sudah
memenuhi yaitu sebanyak 178 kata.
f. Masalah dan Tujuan Penelitian
Pada jurnal ini sudah dijelaskan tujuan umum dan tujuan khususnya.
g. Pendahuluan
Depresi merupakan gangguan emosi individu ditandai dengan emosi disforia
(gelisah atau tidak tenang dan ketidakpuasan mendalam) disertai gangguan tidur
dan selera makan yang menurun Gangguan depresi dapat dialami oleh semua
kelompok usia. Hasil riskesdas 2018 menunjukkan gangguan depresi sudah mulai
terjadi sejak rentan usia remaja (15-24 tahun), dengan prevalensi 6,2 %, pola
prevalensi depresi semakin meningkat seiring dengan peningkatan usia, tertinggi
pada umur 75+ tahun sebesar 89%, 65-74 tahun 8,0% dan 55-64 tahun sebesar
6,4% Depresi adalah penyakit mental yang ditumpu sebagian besar orang, menjadi
faktor individu putus asa, harga diri rendah, tidak berguna hidup, yang membuat
individu menyakiti diri hingga efek terburuk mengakhiri hidup atau bunuh diri
Ketidakberdayaan merupakan salah satu pemicu individu melakukan perilaku
bunuh diri Tindakan pendukung yang dapat dilakukan yaitu tindakan keperawatan
yang dapat mencegahan risiko bunuh diri dengan Terapi Relaksasi Guided
imagery Guided imagery adalah relaksasi yang membuat perasaan serta pikiran
rileks, tenang dan senang dengan membayangkan sesuatu hal seperti lokasi,
seseorang atau suatu kejadian yang membahagiakan. Relaksasi ini dilakukan
dengan konsentrasi hingga mencapai kondisi nyaman dan tenang (Kaplan &
Sadock, 2017). Guide imagery adalah metode dengan imajinasi individu
mencapai efek positif

12
h. Literature dan Tinjauan Pustaka
Penulis sudah menguraikan dengan secara umum berbagai aspek teoritis yang
mendasari studi. Penulisan jurnal sudah menggunakan analitis kritis berdasarkan
literature yang ada.
i. Hipotesis/ Pertanyaan Penelitian
Pada jurnal, reviewer menganalisa tidak ada hipotesis atau pertanyaan
penelitiannya.
j. Populasi dan sampel
Pada jurnal, reviewer menganalisa bahwa penulis tidak ada mengambil populasi
dalam studi ini. Sampel dalam studi ini Sampel pada penerapan ini yaitu 2 orang
pasien depresi berat dengan gejala psikotik yang berisiko bunuh diri dengan
melakukan pre and post test tingkat risiko bunuh diri dengan menggunakan
lembar observasi khusus risiko bunuh diri.
k. Definisi Operasional
Konsep yang ada dalam studi ini sudah dibuat batasan dalam istilah operasional
sehingga tidak ada makna ganda dari semua istilah yang digunakan dalam studi
ini.
l. Metode Penelitian
Metode penulisan studi ini menggunakan metode deskriptif studi kasus dengan
strategi proses keperawatan pada 2 pasien yang mempusatkan pada salah satu
masalah penting pada asuhan keperawatan risiko bunuh diri. Studi kasus ini
dimulai dari pengkajian, merumuskan masalah. membuat perencanaan, melakukan
implementasi dan evaaluasi.
m. Data dan Analisis Data
Jenis pengumpulan data yaitu Studi kasus ini dilakukan dengan melakukan
pengkajian,merumuskan masalah,memberikan intervensi setelah itu di lihat
pengaruhnya melalui evaluasi. Penelitian ini tentang Penerapan Terapi Relaksasi
Guided imagery terhadap tingkat risiko bunuh diri pasien depresi berat Di RSJD
Dr. Amino Gondohutomo Semarang
n. Hasil Penelitian
Hasil studi kasus diperoleh setelah dilakukan asuhan keperawatan menggunakan
Evidance Based Nursing Practice Terapi Relaksasi Guided imagery dengan
masing-masing 3 hari implementasi yang dilakukan terhadap pasien 1 dan pasien
2.Berdasarkan tabel 1 pada hari ke-1 pasien 1 skor risiko bunuh mengalami

13
penurunan skor bunuh diri sebesar 3 skor, sedangkan pasien 2 skor risiko bunuh
diri turun sebesar 4 skor setelah diberikan terapi Guided imagery. Hari ke-2 pasien
1 terjadi penurunan risiko bunuh diri 4 skor , penurunan risiko bunuh diri pasien 2
sebesar 1 skor setelah diberikan terapi Guided imagery. Hari ke-3 skor risiko
bunuh diri mengalami penurunan risiko bunuh diri pada Pasien 1 sebesar 4 skor,
sedangkan Pasien 2 skor risiko bunuh diri mengalami penurunan sebesar 3 skor
setelah diberikan terapi Guided imagery. Dari data tersebut diketahui bahwa terapi
Guided imagery dapat menurunkan risiko bunuh diri yang mengalami depresi
berat sebesar 3-11 skor.
o. Pembahasan Hasil Penelitian
p. studi kasus ini memberikan tindakan kepada Pasien 1 dan Pasien 2 yaitu
mengidentifikasi keinginan dan pikiran rencana bunuh diri, memonitor adanya
perubahan mood atau perilaku, melakukan pendekatan langsung dan tidak
menghakimi saat membahas bunuh diri, berikan lingkungan dengan pengamanan
ketat dan mudah dipantau, menganjurkan mendiskusikan perasaan yang dialami
kepada orang lain, mengkolaborasi pemberian antiansietas atau psikotik sesuai
indikasi dan melatih pencegahan risiko bunuh diri melalui Terapi Relaksasi
Guided imagery. Hasil evaluasi asuhan keperawatan menunjukkan pada hari ke-1
Pasien 1 dengan skor 14 dan Pasien 2 dengan skor 11 dikategorikan risiko bunuh
diri tinggi, kedua Pasien mengalami penurunan pada hari ke- menjadi skor 3
dikategorikan risiko bunuh diri rendah setelah diberikan terapi relaksasi guided
imagery. Dari data tersebut diketahui bahwa terapi relaksasi guided imagery dapat
menurunkan risiko bunuh diri pasien depresi berat. Pada pemberian terapi
relaksasi Guided imagery hari ketiga, kedua Pasien merasa tenang dan nyaman,
dapat tidur pada malam hari, tidak ingin berfikir untuk bunuh diri, ingin
meningkatkan iman dengan ibadah yang lebih giat, ingin membahagiakan anak
dan istri/suaminya, harga diri Pasien meningkat, rasa putus asa menurun, Pasien
juga mengatakan ingin cepat sembuh dan berkumpul bersama keluarganya karena
rindu terhadap keluarganya. Penurunan risiko bunuh diri pada Pasien 1 dan
Pasien 2 tidak sama karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor
jenis kelamin. Pasien 1 jenis kelamin laki-laki,sedangkan Pasien 2 jenis kelamin
perempuan. Pasien dengan jenis kelamin laki-laki memiliki pemikiran yang
simpel dan konsisten dalam mengambil keputusan kedepannya untuk
memperbaiki kesalahan yang pernah dilakukan, laki-laki sangat mudah

14
konsentrasi dalam suatu keadaan. Tindakan terapi relaksasi guided imagery
dilakukan dengan konsentrasi terfokus di mana gambar visual pemandangan,
suara, musik, dan kata-kata yang digunakan untuk membuat penguatan perasaan
dan relaksasi (Thomas, 2010).Hal tersebut menunjukkan bahwa terapi relaksasi
guided imagery dapat menurunkan risiko bunuh diri tubuh pada depresi berat
psikotik
q. Referensi/ Daftar Pustaka
Daftar pustaka sesuai ketentuan APA Style.
r. Kesimpulan
Kesimpulannya sudah menggambarkan isi dari penelitian yang disusun secara
padat, ringkas, dan jelas. Dalam kesimpulan terdapat hasil penelitian, skor hasil
dari penelitian,dan deskripsi hasl penelitian disertakan meskipun tidak seluruhnya
karena kesimpulan yang terlalu panjang dan rumit menyulitkan pembaca dalam
menganalisa.
s. Kelebihan Penelitian
1. Peneliti menyusun jurnal secara teratur, kata yang digunakan bersifat baku dan
sesuai dengan kaidah Ejaan Bahasa Indonesia (EBI).
2. Penelitian dilakukan dengan terstruktur dan didukung oleh penelitian-
penelitian sebelumnya yang relevan.
3. Mengungkap secara jeas dan lengkap latar belakang dilakukan penelitian,
deskripsi hasil penelitian dan kesimpulan penelitian.
4. Peneliti juga melakukan pengkajian,merumuskan masalah,memberi
intervensi,iplementasi,dan melakukan evaluasi akhir dari intervensi yang telah
diberikan pada pasien.
t. Kekurangan Penelitian
1. Hasil penelitian tidak dibubuhi table, sehingga menyulitkan pembaca dalam
menganalisis skor penelitiannya.
2. Penulis belum menguraikan dengan mendalam berbagai aspek teoritis yang
mendasari penelitian.
3. Proses penelitian yang telah dilakukan cukup singkat.
D. Penutup
Dengan adanya suatu penelitian akan memberikan manfaat berupa timbulnya gagasan
dan penemuan-penemuan baru. Kemampuan metodologi penelitian sangat penting
dimiliki oleh penulis agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap isi penelitian.

15
“RESIKO BUNUH DIRI PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN TERAPI
HEMODIALISA”

A. Pendahuluan
a) Metode Pencarian Literature
Pada telaah jurnal ini, reviewer menggunakan Google Scholar dengan kata
kunci resiko bunuh diri. Dari kata kunci tersebut, reviewer memperoleh ribuan
literature. Proses seleksi literature menggunakan sinkronisasi judul dengan isi dan
rentang tahun dari 2016-2021.
b) Abstrak
Berdasarkan data yang didapat, pasien gagal ginjal kronis tidak bisa lepas dari
hemodialisis sepanjang hidupnya menimbulkan dampak psikologis yang tidak
sedikit. Kondisi ini menyebabkan terjadinya kehilangan sesuatu yang sebelumnya
ada seperti kebebasan, pekerjaan dan kemandirian. Hal ini bisa menimbulkan
gejala-gejala depresi yang nyata pada pasien gagal ginjal sampai dengan tindakan
bunuh diri. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan gambaran risiko bunuh diri
pada pasien gagal ginjal kronis dengan terapi hemodialisis. Desain penelitian ini
adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional Jumlah sampel
pada penelitian ini adalah 51 orang yang menjalani hemodialisis lebih dari 3 tahun
di Rumah Sakit X Yogyakarta. Instrumen penelitian berupa kuesioner resiko
bunuh diri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 11,8% pernah
mempunyai pikiran untuk bunuh diri, frekuensi fikiran untuk bunuh diri (satu kali)
sebesar 9.8%, tidak melakukan ancaman upaya bunuh diri 100 %, dan tidak
adanya laporan upaya bunuh diri yang akan datang sebesar 100 %.
B. Deskripsi Jurnal
a) Deskripsi Umum
Jurnal yang ditelaah reviewer berjudul Resiko Bunuh Diri Pasien Gagal Ginjal
Kronik Dengan Terapi Hemodialisa yang ditulis oleh Errick Endra Cita, Zaid Al
Fatih yang dipublikasikan oleh Jurnal Kesehatan Madani Medika, Vol 9 No 1, hal
15- 20, pada Juni 2018.
Telaah dilakukan oleh :
Nama : Nurul Irhamna
Tanggal Telaah : 31 Agustus 2021
b) Deskripsi Content

16
3. Tujuan Penelitian
Jurnal penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan gambaran risiko bunuh diri
pada pasien gagal ginjal kronis dengan terapi hemodialysis.
4. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada klien hemodialisa terdapat
11,8% pernah mempunyai pikiran untuk bunuh diri, frekuensi fikiran untuk
bunuh diri (satu kali) sebesar 9.8%, tidak melakukan ancaman upaya bunuh
diri 100 %, dan tidak adanya laporan upaya bunuh diri yang akan datang
sebesar 100 %.
c) Kesimpulan Penelitian
Hemodialisis secara signifikan mempengaruhi kehidupan pasien, baik secara
fisik dan psikologis. Pengaruh global terhadap peran keluarga, pekerjaan
kompetensi, takut mati, dan ketergantungan pada pengobatan negatif dapat
mempengaruhi kualitas hidup dan memperburuk perasaan yang terkait dengan
hilangnya kontrol penyakit ginjal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
terdapat 11,8% pernah mempunyai pikiran untuk bunuh diri, frekuensi fikiran
untuk bunuh diri (satu kali) sebesar 9.8%, tidak melakukan ancaman upaya bunuh
diri 100 %, dan tidak adanya laporan upaya bunuh diri yang akan datang sebesar
100 %.
C. Telaah Jurnal
a. Fokus Penelitian
Penulis harus lebih menjelaskan masalah penelitian sehingga pembaca dapat dengan
mudah mendapatkan gambaran tentang isi penelitian.
b. Gaya dan Sistematika Penulisan
Gaya penulisan dan sistematika penulisan dari jurnal sudah bagus.
c. Penulis
Dalam jurnal penelitian, nama penulis tertera dengan jelas sehingga dapat
mengurangi unsur plagiatisme. Umumnya penulis menuliskan nama di cover
halaman depan dengan font 12. Namun pada jurnal, penulis belum menuliskan nama
dengan huruf cetak tebal. Sebaiknya nama dituliskan dengan huruf cetak tebal agar
terlihat lebih jelas.
d. Judul Penelitian
Dalam jurnal, judul dan isinya sudah jelas dan saling berkaitan atau sinkron.
e. Abstrak

17
Abstrak terdiri dari satu paragraph dan sudah memenuhi semua komponen yang
harus ada di abstrak yaitu IMRAD (Introduction, Metode, Result, Analize, dan
discussion). Jumlah kata seharusnya tidak lebih dari 250 kata, jurnal ini sudah
memenuhi yaitu sebanyak 148 kata.
f. Masalah dan Tujuan Penelitian
Pada jurnal ini sudah dijelaskan tujuan umum dan tujuan khususnya.
g. Pendahuluan
Di Indonesia, menurut data dari PERNEFRI (Persatuan Nefrologi Indonesia) pada
tahun 2011 diperkirakan ada 70 ribu penderita ginjal yang terdeteksi menderita
gagal ginjal kronik tahap akhir dan yang menjalani terapi hemodialisis hanya 4.000
sampai 5.000 orang. Pada tahun 2013 berdasarkan survey yang dilakukan
PERNEFRI mencapai 30,7 juta penduduk yang mengalami Penyakit Ginjal Kronik
dan menurut data PT. ASKES ada sekitar 14,3 juta orang penderita Penyakit Ginjal
Tingkat Akhir yang saat ini menjalani pengobatan.
h. Literature dan Tinjauan Pustaka
Penulis belum menguraikan dengan mendalam berbagai aspek teoritis yang
mendasari penelitian. Penulisan jurnal sudah menggunakan analitis kritis
berdasarkan literature yang ada.
i. Hipotesis/ Pertanyaan Penelitian
Pada jurnal, reviewer menganalisa tidak ada hipotesis atau pertanyaan penelitiannya.
j. Populasi dan sampel
Pada jurnal, reviewer menganalisa bahwa populasi dalam penelitian ini adalah
semua pasien gagal ginjal ginjal kronik dengan hemodialysis. Sampel dalam
penelitian adalah 51 orang pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis
lebih dari 3 tahun di Rumah Sakit X Yogyakarta dengan kriteria inkuli sebagai
berikut: 1) Dapat berkomunikasi dengan baik, 2) Usia 19 – 55 tahun, 3) Menjalani
hemodialisis dengan lama HD minimal 3 bulan di RS X Yogyakarta.
dengan usia, pendidikan, jenis kelamin dan frekuensi hemodialisis
k. Definisi Operasional
Konsep yang ada dalam penelitian ini sudah dibuat batasan dalam istilah operasional
sehingga tidak ada makna ganda dari semua istilah yang digunakan dalam penelitian
ini.
l. Metode Penelitian
Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional.

18
m. Data dan Analisis Data
Jenis pengumpulan data yaitu dengan membuat Instrumen penelitian berupa
kuesioner resiko bunuh diri.
n. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan kepada pasien sebanyak 51 orang yang sesuai kelompok
kriteria dengan usia, pendidikan, jenis kelamin dan frekuensi hemodialisis.
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa frekuensi klien hemodialisa terbanyak 3
kali seminggu sebesar 51%, jenis pendidikan terbanyak adalah SMA sebesar 86,3%.
Selain itu responden laki – laki lebih banyak dari pada responden perempuan, yaitu
51%. Kategori usia mayoritas dewasa akhir sebesar 82,4%. Hasil penelitian dari
variabel risiko bunuh diri yang terdiri dari 4 pokok bahasan yang terdiri dari, pikiran
bunuh diri, frekuensi pikiran bunuh diri, ancaman upaya bunuh diri, dan laporan
perilaku bunuh diri akan datang. Masing – masing pokok bahasan memiliki nilai
skor yang berbeda beda, untuk pokok bahasan pikiran bunuh diri hanya ada 6 orang
yang mengatakan punya pikiran bunuh diri, dan 45 orang menjawab tidak punya
pikiran bunuh diri.
o. Pembahasan Hasil Penelitian
Pada pokok bahasan frekuensi pikiran bunuh diri 46 orang menjawab tidak pernah,
dan 5 orang menjawab jarang (1 kali). Pokok bahasan ancaman upaya bunuh diri
dan pokok bahasan laporan perilaku bunuh diri akan datang semua responden yang
berjumlah 51 orang menjawab tidak pernah. Analisis pada variabel penelitian risiko
bunuh diri untuk pokok bahasan pikiran bunuh diri hanya 6 orang, yang menjawab
pernah hanya sekilas. Pokok bahasan frekuensi pikiran bunuh diri yang menjawab
jarang (1 kali) hanya 5 orang, untuk pokok bahasan ancaman upaya bunuh diri, dan
laporan perilaku bunuh diri akan datang semua responden menjawab tidak pernah.
Temuan ini membuktikan bahwa perilaku untuk mengarah bunuh diri pada pasien
dengan terapi hemodialisis tidak ada.
p. Referensi/ Daftar Pustaka
Daftar pustaka sesuai ketentuan APA Style.
q. Kesimpulan
Kesimpulannya sudah menggambarkan isi dari penelitian yang disusun secara padat,
ringkas, dan jelas. Dalam kesimpulan terdapat hasil penelitian, angka-angka hasil
dari penelitian disertakan meskipun tidak seluruhnya karena kesimpulan yang terlalu
panjang dan rumit menyulitkan pembaca dalam menganalisa.

19
r. Kelebihan Penelitian
1. Hasil penelitian dibubuhi table, sehingga memudahkan pembaca dalam
menganalisis.
2. Peneliti menyusun jurnal secara teratur, kata yang digunakan bersifat baku dan
sesuai dengan kaidah Ejaan Bahasa Indonesia (EBI).
3. Penelitian dilakukan dengan terstruktur dan didukung oleh penelitian-
penelitian sebelumnya yang relevan.
4. Mengungkap secara jeas dan lengkap latar belakang dilakukan penelitian,
deskripsi hasil penelitian dan kesimpulan penelitian.
s. Kekurangan Penelitian
1. Penulis belum menguraikan dengan mendalam berbagai aspek teoritis yang
mendasari penelitian.
2. Proses penelitian yang telah dilakukan cukup singkat.
3. Implementasi penelitian belum terlalu dirincikan oleh peneliti.
D. Penutup
Dengan adanya suatu penelitian akan memberikan manfaat berupa timbulnya gagasan
dan penemuan-penemuan baru. Kemampuan metodologi penelitian sangat penting
dimiliki oleh penulis agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap isi penelitian.

20
“HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DAN FAKTOR RESIKO IDE BUNUH DIRI
PADA REMAJA SMPN”

A. Pendahuluan
1) Metode Pencarian Literature
Pada telaah jurnal ini, pembaca memakai Google Scholar dengan pencarian kata
resiko bunuh diri. Dari kata tersebut, pembaca memperoleh salah satu literature dengan
judul Hubungan Tingkat Depresi dan Faktor Resiko Ide Bunuh Diri pada Remaja SMPN.
2) Abstract
Bunuh Diri merupakan tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Beberapa kejadian bunuh diri sudah terjadi di Indonesia, bahkan
tindakan seorang pelajar SMP di Jakarta yang meninggal dunia setelah melompat dari
lantai empat gedung sekolahnya pada pertengahan Januari lalu, yang diduga karena
mengalami depresi. Tujuan Penelitian ini mengetahui hubungan tingkat depresi
dengan faktor resiko ide bunuh diri pada remaja di SMPN 20 Jakarta Timur.
Penelitian ini dilakukan menggunakan desain cross sectional, terhadap 188 siswa. Hasil
penelitian menunjukan mayoritas responden berada pada usia 14 tahun dan berjenis
kelamin perempuan, penelitian menunjukan tingkat depresi responden mayoritas
berada pada tingkat depresi minimal atau tidak ada depresi 48,9 %, ada resiko ide bunuh
diri sebanyak 21,3 %, ada ide bunuh diri sebanyak 19 siswa (10,1%). Hasil Uji
Statistik diperoleh nilai p = 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara tingkat depresi dengan faktor resiko ide bunuh diri pada remaja di SMPN 20
Jakarta Timur dan menunjukan hubungan yang kuat (r=0,696) dan berpola positif
artinya semakin parah tingkat depresi maka semakin besar peluang munculnya resiko
ide bunuh diri.
B. Desskripsi Jurnal
1) Deskripsi Umum
Jurnal yang ditelaah pembaca berjudul Hubungan Tingkat Depresi dan Faktor
Resiko Ide Bunuh Diri pada Remaja SMPN yang ditulis oleh Dwinara Febrianti dan Neli
Husniawati yang dipublikasikan oleh Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 13 (1), hal 85-94,
pada Juni 2021
Telaah dilakukan oleh :
Nama : Mifthahur Rahmi
Tanggal Telaah : 31 Agustus 2021

21
2) Deskripsi Content
a) Hasil Penelitian
Hasil Analisis hubungan antara tingkat depresi dengan factor resiko ide bunuh
diri pada responden menunjukan hubungan kuat (r=0,696) dan berpola positif
artinya semakin parah tingkat depresi maka semakin besar peluang munculnya
resiko ide bunuh diri. Nilai koefisien dengan determinasi 0,485 artinya persamaan
garis regresi yang kita peroleh dapat menerangkan 48,5% variasi Faktor resiko ide
bunuh diri atau persamaan garis yang diperoleh cukup baik untuk menjelaskan
variabel Faktor resiko ide bunuh diri. Hasil Uji Statistik diperoleh nilai p = 0,000
maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Tingkat
Depresi Dengan Faktor Resiko Ide Bunuh Diri Pada Remaja Di SMPN 20 Jakarta
Timur.
b) Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis mayoritas responden berada pada tingkat depresi
minimal atau tidak ada depresi, dan dari faktor resiko ide bunuh diri responden
dalam penelitian ini menunjukan ada resiko ide bunuh diri. Hasil Uji Statistik dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat depresi dengan
faktor resiko ide bunuh diri pada remaja di SMPN 20 Jakarta Timur, dengan
hubungan kuat dan berpola positif artinya semakin parah tingkat depresi maka
semakin besar peluang munculnya resiko ide bunuh diri.
C. Telaah Jurnal
1) Fokus Penelitian
2) Gaya dan Sistematika Penulisan
Gaya penulisan dan sistematika penulisan dari jurnal sudah bagus.
3) Penulis
Dalam jurnal penelitian, nama penulis tertera dengan jelas sehingga dapat
mengurangi unsur plagiarisme serta sesuai dengan ketentuan penulisan nama penulis
pada jurnal penelitian.
4) Judul Penelitian
Dalam jurnal, judul dan isinya sudah jelas dan saling berkaitan atau sinkron.
5) Abstrak
Abstrak terdiri dari satu paragraph dan sudah memenuhi semua komponen yang
harus ada di abstrak yaitu IMRAD (Introduction, Metode, Result, Analize, dan

22
discussion). Jumlah kata seharusnya tidak lebih dari 250 kata, jurnal ini sudah
memenuhi yaitu sebanyak 220 kata.
6) Masalah dan Tujuan Penelitian
Pada jurnal ini sudah dijelaskan tujuan umum dan tujuan khususnya.
7) Pendahuluan
Bunuh diri merupakan tindakan agresif merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Perilaku bunuh diri pada seseorang disebabkan karena stress tinggi dan
kegagalan mekanisme koping dalam mengatasi masalah ( Keliat & Akemat, 2009
dalam Damaiyanti, 2014). Semakin hari semakin banyak anak muda memilih
mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
melaporkan terdapat 800 ribu orang yang tercatat melakukan bunuh diri tiap tahunnya
dan sebagian kasus terjadi di kalangan anak muda. Di Korea Selatan, angka bunuh diri
menempati ranking tertinggi ke-10 di dunia. Setelah lansia, anak usia sekolah berada
di peringkat kedua kasus bunuh diri (CNN Indonesia, 2019). Pada tahun 2019, ada
13.799 orang bunuh diri. Jumlah ini naik dibandingkan tahun 2018 yang capai 13.670
orang. ini membuat rata-rata ada 37,8 orang meninggal setiap hari karena bunuh diri di
Korea Selatan (Yonhap, 2020).
8) Literature dan Tinjauan Pustaka
Penulis sudah menguraikan dengan mendalam berbagai aspek teoritis yang
mendasari penelitian serta juga sudah menggunakan analitis kritis berdasarkan
literature yang ada.
9) Hipotesis/ Pertanyaan Penelitian
Pada jurnal, pembaca menganalisa tidak ada hipotesis atau pertanyaan
penelitiannya.
10) Populasi dan Sampel
Penelitian dilakukan di SMPN 20 Jakarta pada rentang bulan Juni s.d Juli 2020,
dimana jumlah populasi kelas 8 394 siswa dan jumlah sampel yang diambil sebanyak
188 siswa.
11) Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan desain cross sectional. Penelitian dilakukan
dalam rentang masa penerapan PSBB di Jakarta, sehingga untuk pengumpulan data
dilakukan secara daring melalui googleform. Kuisioner yang digunakan yaitu PHQ-9-
Remaja dan instrumen Ketahanan Jiwa Remaja. Analisis data dilakukan dengan

23
menggunakan SPSS, dan dilakukan analisa univariat dan bivariat dan penyajian
datanya dibuat dalam bentuk tabel.
12) Hasil Penelitian
Hasil Analisis hubungan antara tingkat depresi dengan factor resiko ide bunuh diri
pada responden menunjukan hubungan kuat (r=0,696) dan berpola positif artinya
semakin parah tingkat depresi maka semakin besar peluang munculnya resiko ide
bunuh diri. Nilai koefisien dengan determinasi 0,485 artinya persamaan garis regresi
yang kita peroleh dapat menerangkan 48,5% variasi Faktor resiko ide bunuh diri atau
persamaan garis yang diperoleh cukup baik untuk menjelaskan variabel Faktor resiko
ide bunuh diri. Hasil Uji Statistik diperoleh nilai p = 0,000 maka dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara Tingkat Depresi Dengan Faktor Resiko
Ide Bunuh Diri Pada Remaja Di SMPN 20 Jakarta Timur.
13) Referensi/ Daftar Pustaka
Daftar pustaka sesuai ketentuan APA Style.
14) Kesimpulan
Kesimpulannya sudah menggambarkan isi dari penelitian yang disusun secara
padat, ringkas, dan jelas. Dalam kesimpulan terdapat hasil penelitian, angka-angka
hasil dari penelitian disertakan meskipun tidak seluruhnya
15) Kelebihan Penelitian
a) Hasil penelitian dibubuhi table, sehingga memudahkan pembaca dalam
menganalisis.
b) Peneliti menyusun jurnal secara teratur, kata yang digunakan bersifat baku dan
sesuai dengan kaidah Ejaan Bahasa Indonesia (EBI).
c) Penelitian dilakukan dengan terstruktur dan didukung oleh pendapat beberapa
ahli.
d) Mengungkap secara jeas dan lengkap latar belakang dilakukan penelitian,
deskripsi hasil penelitian dan kesimpulan penelitian.
16) Kekurangan Penelitian
Proses penelitian yang telah dilakukan cukup singkat.
D. Penutup
Dengan adanya suatu penelitian akan memberikan manfaat berupa timbulnya
gagasan dan penemuan-penemuan baru. Kemampuan metodologi penelitian sangat
penting dimiliki oleh penulis agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap isi penelitian.

24
“HUBUNGAN FAKTOR PSIKOLOGIS DENGAN RISIKO BUNUH DIRI PADA
REMAJA SMA DAN SMK DI BANGLI DAN KLUNGKUNG”

A. Pendahuluan
a) Metode Pencarian Literature
Pada telaah jurnal ini, reviewer menggunakan Google Scholar dengan kata
kunci resiko bunuh diri. Dari kata kunci tersebut, reviewer memperoleh ribuan
literature. Proses seleksi literature menggunakan sinkronisasi judul dengan isi dan
rentang tahun dari 2016-2021.
b) Abstrak
Kejadian bunuh diri saat ini semakin meningkat diseluruh dunia, tidak
terkecuali di Indonesia dan merupakan penyebab kedua utama kematian pada usia
15-29 tahun. Penyebab bunuh diri belum dapat diketahui secara pasti, akan tetapi
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor psikologis, biologis, keluarga,
lingkungan dan orientasi seksual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan faktor psikologis (putus asa, depresi, cemas dan stress) dengan risiko
bunuh diri pada remaja SMA dan SMK di Kabupaten Bangli dan Klungkung.
Populasi penelitian merupakan remaja SMA dan SMK di Bangli dan Klungkung
dengan rentang usia 15-18 tahun. Non-Probability Sampling dengan teknik
Purposive Sampling digunakan dalam penarikan sampel dalam penelitian. Instrumen
penelitian ini adalah kuesioner baku yaitu dari Beck Hopelessness Scale, Depression
Anxiety and Stress Scale, dan Scale of Suicide Ideation. Hasil penelitian
menunjukkan p<0,001 sehingga “ada hubungan bermakna antara faktor psikologis
dengan risiko bunuh diri pada remaja di SMA dan SMK di Bangli dan Klungkung”
dengan arah hubungan positif yang berarti bahwa semakin meningkatnya faktor
psikologis maka risiko bunuh diri meningkat atau semakin menurun faktor
psikologis maka risiko bunuh diir menurun. Kekuatan korelasi antar variabel
didapatkan lemah.
B. Deskripsi Jurnal
a) Deskripsi Umum
Jurnal yang ditelaah reviewer berjudul Hubungan Faktor Psikologis Dengan Risiko
Bunuh Diri Pada Remaja Sma Dan Smk Di Bangli Dan Klungkung yang ditulis oleh
Ni Kadek Diah Widiastiti Kusumayanti, Kadek Eka Swedarma, Putu Oka Yuli
Nurhesti.

25
Telaah dilakukan oleh :
Nama : M. Abdan Syakura
Tanggal Telaah : 31 Agustus 2021
b) Deskripsi Content
1. Tujuan Penelitian
Jurnal penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan faktor psikologis
terhadap bunuh diri pada remaja Sma dan Smk di Bngli dan Klungkung.
2. Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan p<0,001 sehingga “ada hubungan bermakna
antara faktor psikologis dengan risiko bunuh diri pada remaja di SMA dan SMK di
Bangli dan Klungkung” dengan arah hubungan positif yang berarti bahwa semakin
meningkatnya faktor psikologis maka risiko bunuh diri meningkat atau semakin
menurun faktor psikologis maka risiko bunuh diir menurun. Kekuatan korelasi antar
variabel didapatkan lemah.
c) Kesimpulan Penelitian
Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian responden mengalami keputusasaan
ringan, depresi yang sangat parah, kecemasan yang sangat parah, dan stres yang
ringan. Responden juga memiliki risiko bunuh diri yang rendah. Simpulan penelitian
ini yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara faktor psikologi dengan risiko
bunuh diri dengan arah hubungan positif yang berarti semakin meningkatnya faktor
psikologis maka risiko bunuh diri meningkat atau sebaliknya.
Penelitian ini memiliki keterbatasan sehingga peneliti selanjutnya diharapkan
untuk meneliti terkait faktor-faktor yang mempengaruhi faktor psikologis dengan
bunuh diri serta melakukan penelitian terkait pemberian intervensi untuk
mengurangi masalah psikologis. Dinas pendidikan dapat bekerjasama dengan
petugas kesehatan juga diharapkan memberikan layanan konseling yang baik agar
mengurangi risiko terjadinya bunuh diri akibat masalah psikologis.

C. Telaah Jurnal

a. Fokus Penelitian
Penulis harus lebih menjelaskan masalah penelitian sehingga pembaca dapat dengan
mudah mendapatkan gambaran tentang isi penelitian.
b. Gaya dan Sistematika Penulisan
Gaya penulisan dan sistematika penulisan dari jurnal sudah bagus.

26
c. Penulis
Dalam jurnal penelitian, nama penulis tertera dengan jelas sehingga dapat mengurangi
unsur plagiatisme. Umumnya penulis menuliskan nama di cover halaman depan
dengan font 12 dan sudah menuliskan nama dengan huruf cetak tebal..
d. Judul Penelitian
Dalam jurnal, judul dan isinya sudah jelas dan saling berkaitan atau sinkron.
e. Abstrak
Abstrak terdiri dari satu paragraph dan sudah memenuhi semua komponen yang harus
ada di abstrak yaitu IMRAD (Introduction, Metode, Result, Analize, dan discussion).
Jumlah kata seharusnya tidak lebih dari 250 kata, jurnal ini sudah memenuhi yaitu
sebanyak 180 kata.
f. Masalah dan Tujuan Penelitian
Pada jurnal ini sudah dijelaskan tujuan umum dan tujuan khususnya.
g. Pendahuluan
Kejadian bunuh diri saat ini semakin meningkat diseluruh dunia, tidak terkecuali di
Indonesia. WHO (2016) menyatakan hampir 800.000 jiwa meninggal setiap tahunnya
karena bunuh diri. CDC menyatakan bahwa bunuh diri merupakan penyebab kedua
utama kematian pada orangorang dengan rentang usia 15-24 tahun. Remaja merupakan
tahapan yang rawan terhadap perkembangan emosional dan perilaku karena
merupakan masa peralihan dari anakanak menuju dewasa. Angka remaja di Indonesia.
Tahap remaja merupakan tahapan yang mengalami banyak perubahan baik biologis,
psikologis, dan sosial. Proses pematangan fisik biasanya lebih cepat dibandingkan
pematangan kejiwaan sehingga remaja sering mengalami gejolak yang dapat
menimbulkan gangguan perilaku salah satunya keinginan bunuh diri.
h. Literature dan Tinjauan Pustaka
Pelis belum menguraikan dengan mendalam berbagai aspek teoritis yang mendasari
penelitian. Penulisan jurnal sudah menggunakan analitis kritis berdasarkan literature
yang ada.
i. Hipotesis/ Pertanyaan Penelitian
Pada jurnal, reviewer menganalisa tidak ada hipotesis atau pertanyaan penelitiannya.
j. Populasi dan sampel
Pada jurnal, reviewer menganalisa bahwa populasi dalam penelitian ini adalah siswa
atau remaja di SMA N 1 Bangli, SMK N 2 Bangli, SMA N 1 Semarapura, dan SMK
Pariwisata Yaparindo pada tanggal 6 Mei 2019 sampai dengan 29 Mei 2019. Populasi

27
penelitian yaitu seluruh remaja yang bersekolah di SMA dan SMK di Bangli dan
Klungkung yang berjumlah 3.875 orang. Penelitin ini mempunyai jumlah sampel 363
orang yang dipilih dengan teknik Non-Probability Sampling yaitu Purposive
Sampling. Kriteria inklusi penelitian yaitu bersedia menandatangani inform consent
dengan usia, pendidikan, jenis kelamin dan frekuensi hemodialisis
k. Definisi Operasional
Konsep yang ada dalam penelitian ini sudah dibuat batasan dalam istilah operasional
sehingga tidak ada makna ganda dari semua istilah yang digunakan dalam penelitian
ini.
l. Metode Penelitian
Penelitian ini yaitu jeni penelitian kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif.
Pendekatan penelitian ini yaitu dengan pendekatan cross-sectional.
m. Data dan Analisis Data
Jenis pengumpulan data yaitu dengan membuat Instrumen penelitian berupa kuesioner
resiko bunuh diri.
n. Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar remaja berada pada risiko ringan untk
melakukan bunuh diri. Li., Li., Wang & Bao yang menemukan bahwa sebanyak 17,5%
dari 1.529 remaja telah berpikir tentang bunuh diri dalam 6 bulan terakhir dan sebesar
7,3% remaja telah mencoba bunuh diri dalam 6 bulan terakhir. Pratiwi & Undarwati
(2014) juga menemukan sebagian besar remaja yang menjadi respondennya termasuk
dalam kategori bunuh diri ringan atau belum serius yang disebabkan oleh tekanan
psikologis, masalah yang dihadapi, kurang memperoleh perhatian, masalah di sekolah,
pertemanan, harga diri rendah, putus asa, kesehatan, kematian seseorang, takut masa
depan, dan kegagalan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 0,9% responden yang
telah berpikir dan merencanakan bunuh diri. Responden tersebut mengatakan bahwa ia
memang mengalami masalah psikologis dan pernah berpikir untuk melakukan bunuh
diri. Responden juga mengatakan bahwa terdapat berbagai hal yang menyebabkan ia
mengalami masalah psikologis seperti ketakutan pada lingkungan sosial karena
mengalami bullying, dan mengaku bahwa kerap kali memiliki pikiran negatif terhadap
orang-orang yang ada disekitarnya dan sering berpikiran untuk mengakhiri hidupnya
namun terlalu takut untuk melakukannya..
o. Pembahasan Hasil Penelitian

28
Pada pokok bahasan frekuensi pikiran bunuh diri 46 orang menjawab tidak pernah,
dan 5 orang menjawab jarang (1 kali). Pokok bahasan ancaman upaya bunuh diri dan
pokok bahasan laporan perilaku bunuh diri akan datang semua responden yang
berjumlah 51 orang menjawab tidak pernah. Analisis pada variabel penelitian risiko
bunuh diri untuk pokok bahasan pikiran bunuh diri hanya 6 orang, yang menjawab
pernah hanya sekilas. Pokok bahasan frekuensi pikiran bunuh diri yang menjawab
jarang (1 kali) hanya 5 orang, untuk pokok bahasan ancaman upaya bunuh diri, dan
laporan perilaku bunuh diri akan datang semua responden menjawab tidak pernah.
Temuan ini membuktikan bahwa perilaku untuk mengarah bunuh diri pada pasien
dengan terapi hemodialisis tidak ada.
p. Referensi/ Daftar Pustaka
Daftar pustaka sesuai ketentuan APA Style.
q. Kesimpulan
Kesimpulannya sudah menggambarkan isi dari penelitian yang disusun secara padat,
ringkas, dan jelas. Dalam kesimpulan terdapat hasil penelitian, angka-angka hasil dari
penelitian disertakan meskipun tidak seluruhnya karena kesimpulan yang terlalu
panjang dan rumit menyulitkan pembaca dalam menganalisa.
r. Kelebihan Penelitian
1. Hasil penelitian dibubuhi table, sehingga memudahkan pembaca dalam menganalisis.
2. Peneliti menyusun jurnal secara teratur, kata yang digunakan bersifat baku dan
sesuai dengan kaidah Ejaan Bahasa Indonesia (EBI).
3. Penelitian dilakukan dengan terstruktur dan didukung oleh penelitian-penelitian
sebelumnya yang relevan.
4. Mengungkap secara jeas dan lengkap latar belakang dilakukan penelitian, deskripsi
hasil penelitian dan kesimpulan penelitian.
s. Kekurangan Penelitian.
1. Implementasi penelitian belum terlalu dirincikan oleh peneliti.
D. Penutup
Dengan adanya suatu penelitian akan memberikan manfaat berupa timbulnya gagasan
dan penemuan-penemuan baru. Kemampuan metodologi penelitian sangat penting
dimiliki oleh penulis agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap isi penelitian.

29
“HUBUNGAN KESEPIAN DENGAN IDE BUNUH DIRI PADA REMAJA DI PANTI
SOSIAL ASUHAN ANAK PUTRA UTAMA 3 JAKARTA”

A. Pendahuluan
a) Metode Pencarian Literature
Pada telaah jurnal ini, reviewer menggunakan Google Scholar dengan kata kunci
resiko bunuh diri. Dari kata kunci tersebut, reviewer memperoleh ribuan literature.
Proses seleksi literature menggunakan sinkronisasi judul dengan isi dan rentang tahun
dari 2016-2021.
b) Abstrak
Ide bunuh diri adalah suatu pemikiran individu untuk mengakhiri hidupnya tanpa
melalukan tindakan atau percobaan.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan jenis kelamin, usia, kesepian dengan ide bunuh diri pada remaja di Panti
Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Jakarta. Jenis penelitian ini menggunakan deskriptif
analitik dengan pendekatan cross sectional dengan sampel sebanyak 84 responden.
Analisis univariat yang di gunakan adalah frekuensi dan proporsi. Analisis bivariat yang
di gunakan adalah uji chi square dengan p value< 0,05. Hasil penelitian ini tidak
didapatkan hubungan antara jenis kelamin dengan ide bunuh diri memiliki p value =
0,081, tidak terdapat hubungan usia dengan ide bunuh diri memiliki p value = 0,999 dan
terdapatnya hubungan kesepian dengan ide bunuh diri didapatkan p value = 0,000. Hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kesepian dengan ide bunuh diri
pada remaja di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Jakarta dan tidak terdapatnya
hubungan anatara usia dan jenis kelamin dengan ide bunuh diri pada remaja di Panti
Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Jakarta. Untuk peneliti selanjutnya
direkomendasikan untuk menggali lebih dalam terkait faktor lain penyebab munculnya
ide bunuh diri.
B. Deskripsi Jurnal
a) Deskripsi Umum
Jurnal yang ditelaah reviewer Hubungan Kesepian Dengan Ide Bunuh Diri Pada Remaja
Di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Jakarta yang ditulis oleh Desi Hilda, Duma
L. Tobing Nurhesti.
Telaah dilakukan oleh :
Nama : Fajar Audio
Tanggal Telaah : 31 Agustus 2021

30
b) Deskripsi Content
1. Tujuan Penelitian
Jurnal penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan faktor kesepian
terhadap bunuh diri pada remaja di panti asuhan anak putra utama.
2. Hasil Penelitian
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kesepian dengan ide
bunuh diri pada remaja di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Jakarta dan
tidak terdapatnya hubungan anatara usia dan jenis kelamin dengan ide bunuh diri
pada remaja di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Jakarta. Untuk peneliti
selanjutnya direkomendasikan untuk menggali lebih dalam terkait faktor lain
penyebab munculnya ide bunuh diri
c) Kesimpulan Penelitian
hubungan antara kesepian dengan ide bunuh diri pada remaja di Panti Sosial Asuhan
Anak Putra Utama 3 Jakarta dan tidak terdapatnya hubungan anatara usia dan jenis
kelamin dengan ide bunuh diri pada remaja di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3
Jakarta. Untuk peneliti selanjutnya direkomendasikan untuk menggali lebih dalam terkait
faktor lain penyebab munculnya ide bunuh diri.
C. Telaah Jurnal
a. Fokus Penelitian
Penulis harus lebih menjelaskan masalah penelitian sehingga pembaca dapat dengan
mudah mendapatkan gambaran tentang isi penelitian.
b. Gaya dan Sistematika Penulisan
Gaya penulisan dan sistematika penulisan dari jurnal sudah bagus.
c. Penulis
Dalam jurnal penelitian, nama penulis tertera dengan jelas sehingga dapat
mengurangi unsur plagiatisme. Umumnya penulis menuliskan nama di cover
halaman depan dengan font 12 dan sudah menuliskan nama dengan huruf cetak
tebal..
d. Judul Penelitian
Dalam jurnal, judul dan isinya sudah jelas dan saling berkaitan atau sinkron.
e. Abstrak
Abstrak terdiri dari satu paragraph dan sudah memenuhi semua komponen yang
harus ada di abstrak yaitu IMRAD (Introduction, Metode, Result, Analize, dan

31
discussion). Jumlah kata seharusnya tidak lebih dari 250 kata, jurnal ini sudah
memenuhi yaitu sebanyak 180 kata.
f. Masalah dan Tujuan Penelitian
Pada jurnal ini sudah dijelaskan tujuan umum dan tujuan khususnya.
g. Pendahuluan
Remaja pada tahap perkembangannya berada di rentang usia 13-21 tahun, tahap
perkembangan yang belum memasuki masa dewasa dan sudah mulai meninggalkan
usia kanak-kanak (Putri, dkk, 2016). Remaja pada tahap perkembangannya dituntut
untuk menguasai tugas perkembangannya, salah satunya perkembangan sosial
(Hogi, dkk, 2019). Kehadiran orang tua sangat penting bagi perkembangan remaja
karena membuat mereka merasa dirinya diinginkan, dicintai, dihargai dan diterima
sehingga membuat remaja dapat menghargai dirinya sendiri sehingga akan
membentuk karakteristik yang baik bagi remaja (Khoirunnisa,dkk, 2017).Tetapi
pada kenyataannya tidak semua remaja dapat merasakan kehadiran orang tua salah
satunya remaja yang tinggal di panti asuhan, remaja yang tinggal di panti asuhan
tidak dapat memperoleh kebutuhan dasar yang sempurna, seperti kasih sayang,
cinta, dan perhatian dan remaja panti asuhan dipandang rendah serta tidak
mempunyai dukungan sosial dan cenderung merasakan kesepian (Masnina, R, 2018)
h. Literature dan Tinjauan Pustaka
Penulis belum menguraikan dengan mendalam berbagai aspek teoritis yang
mendasari penelitian. Penulisan jurnal sudah menggunakan analitis kritis
berdasarkan literature yang ada.
i. Hipotesis/ Pertanyaan Penelitian
Pada jurnal, reviewer menganalisa tidak ada hipotesis atau pertanyaan penelitiannya.
j. Populasi dan sampel
Pada jurnal, reviewer menganalisa bahwa populasi seluruh remaja di Panti Sosial
Asuhan Anak Putra Utama 3 Jakarta
k. Definisi Operasional
Konsep yang ada dalam penelitian ini sudah dibuat batasan dalam istilah operasional
sehingga tidak ada makna ganda dari semua istilah yang digunakan dalam penelitian
ini.
l. Metode Penelitian
Penelitian ini yaitu jeni penelitian kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif.
Pendekatan penelitian ini yaitu dengan pendekatan cross-sectional.

32
m. Data dan Analisis Data
Jenis pengumpulan data yaitu dengan membuat Instrumen penelitian berupa
kuesioner resiko bunuh diri.
n. Hasil Penelitian
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kesepian dengan ide
bunuh diri pada remaja di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Jakarta dan
tidak terdapatnya hubungan anatara usia dan jenis kelamin dengan ide bunuh diri
pada remaja di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Jakarta. Untuk peneliti
selanjutnya direkomendasikan untuk menggali lebih dalam terkait faktor lain
penyebab munculnya ide bunuh diri
o. Pembahasan Hasil Penelitian
Pada penelitian ini didapatkan bahwa responden di Panti Sosial Asuhan Anak Putra
Utama 3 Jakarta paling banyak berjenis kelamin perempuan. Begitu juga halnya
penelitian Marsina (2018) sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan
170 (71,1%) dari 239 responden dibandingkan laki-laki 69 (28,9%) dari 239
responden. Dari beberapa penelitian didapatkan bahwa jenis kelamin terbanyak ialah
perempuan dan 29 responden. (34,5%) termaksud kedalam kategori remaja awal
yang berada pada rentang usia 13-15 tahun, responden didominasi oleh remaja
pertengahan yang berada pada rentang 16-18 tahun yang berjumlah 47 responden
(56%) dan 8 responden (9,5%) termaksud kedalam kategori remaja akhir yang
berada pada rentang usia 19-20 tahun. Mayoritas responden memiliki tingkat
kesepian rendah dengan jumlah 46 responden (54,8%). Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian Ekasari dan Hartati (2014) yang menyatakan bahwa tingkat
kesepian remaja di panti asuhan berada di kategori rendah, sebanyak 41 dari 68
responden (60,87%) dan menunjukkan bahwa tidak ada subjek pada kelompok
tinggi dan sangat tinggi, situasi dan kondisi lingkungan panti asuhan yang
mendukung untuk para remaja bersosialisasi satu sama lain sehingga meningkatkan
keterampilan sosialnya. Usia remaja yang sepantar dengan usia remaja lainnya akan
memudahkan terjalinnya interaksi di antara remaja di panti asuhan. Pengasuh juga
mempunyai perananan yang cukup penting, kemampuan pengasuh dalam
membimbing dan mengarahkan anak-anak asuh serta sikap pengasuh yang mampu
menciptakan kedekatan sehingga berdampak pada rendahnya kesepian yang dialami
remaja di panti asuhan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan Hogi (2019) menyatakan bahwa dari 123 remaja yang tinggal di panti

33
asuhan, 76 remaja (61,79%) memiliki kesepian sedang. Hogi (2019) menyatakan
bahwa subjek merasa teman-teman di sekeliling mereka tidak semuanya ingin
berteman dengan mereka. Hal tersebut membuat subjek merasa sedih karena tidak
memiliki siapapun didekat mereka. Para subjek mengatakan selalu menghadapi
masalahnya sendiri tanpa bantuan teman ataupun pengasuh panti. Selain aspek
kesepian emosional, aspek kesepian sosial juga ditemukan menonjol pada subjek
yang berada pada kategori sedang
p. Referensi/ Daftar Pustaka
Daftar pustaka sesuai ketentuan APA Style.
q. Kesimpulan
Kesimpulannya sudah menggambarkan isi dari penelitian yang disusun secara padat,
ringkas, dan jelas. Dalam kesimpulan terdapat hasil penelitian, angka-angka hasil
dari penelitian disertakan meskipun tidak seluruhnya karena kesimpulan yang terlalu
panjang dan rumit menyulitkan pembaca dalam menganalisa.
r. Kelebihan Penelitian
1. Hasil penelitian dibubuhi table, sehingga memudahkan pembaca dalam
menganalisis.
2. Peneliti menyusun jurnal secara teratur, kata yang digunakan bersifat baku dan
sesuai dengan kaidah Ejaan Bahasa Indonesia (EBI).
3. Penelitian dilakukan dengan terstruktur dan didukung oleh penelitian-penelitian
sebelumnya yang relevan.
4. Mengungkap secara jeas dan lengkap latar belakang dilakukan penelitian,
deskripsi hasil penelitian dan kesimpulan penelitian.
s. Kekurangan Penelitian.
1. Tidak ada kesimpulan dalam jurnal tersebut

D. Penutup
Dengan adanya suatu penelitian akan memberikan manfaat berupa timbulnya gagasan
dan penemuan-penemuan baru. Kemampuan metodologi penelitian sangat penting
dimiliki oleh penulis agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap isi penelitian.

34
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan dan pada umumnya merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress dan
berkembang dalam beberapa rentang. Banyak penyebab dan alasan seseorang melakukan
bunuh diri diantaranya kegagalan beradaptasi, perasaan marah dan terisolasi, dan lainnya.
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan
individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Prilaku
bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan dan ancaman verbal yang akan mengakibatkan
kematian, atau luka yang menyakiti diri sendiri. Terjadinya bunuh diri dapat diakibatkan oleh
depresi maupun gangguan sensori seperti halusinasi.

4.2 Saran

Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan para pembaca mengetahui bagaimana cara
mengenali dan merawat orang-orang dengan resiko bunuh diri. Karena dengan adanya
manajemen yang baik, maka kejadian bunuh diri dapat ditekan dan hidup masyarakat akan
menjadi lebih baik. Penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam
makalah ini, dan penulis memohon kritik dan saran kepada pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

35
DAFTAR PUSTAKA

Saputri, R., & Rahayu, D. A. (2020). Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi Relaksasi
Guided Imagery Pada Pasien Depresi Berat.Universitas Muhammadiyah Semarang.
1(3), 165–171. https://doi.org/DOI: https://doi.org/10.26714/nm.v1i3.6212

Kusumayanti, W. Swedarma, ., & Nurhesti, Y. (2020). Hubungan Faktor Psikologis Dengan


Risiko Bunuh Diri Pada Remaja Sma Dan Smk Di Bangli Dan Klungkung. Jurnal Ilmiah
Kesehatan, 8(2), 124–132.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/coping/article/download/62225/36618

Febrianti, D., & Husniawati, N. (2021). Hubungan Tingkat Depresi dan Faktor Resiko Ide
Bunuh Diri pada Remaja SMPN. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 13(1), 85–94.
https://doi.org/10.37012/jik.v13i1.422

Kesehatan, J., & Medika, M. (2018). Resiko Bunuh Diri Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan
Terapi Hemodialisa. Jurnal Kesehatan Madani Medika, 9(1), 15–20.
https://doi.org/10.36569/jmm.v9i1.25

Hilda, D., & Tobing, L. (2021). Pada Remaja di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3
Vol 8(2), 224–233.

36
Jurnal Kesehatan Madani Medika, Vol 9 No 1, Juni 2018, hal 15- 20 ISSN (P): 2088-2246

RESIKO BUNUH DIRI PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN


TERAPI HEMODIALISA

Errick Endra Cita, Zaid Al Fatih


STIKes Madani Yogyakarta
e-mail: endracitta@gmail.com

Intisari

Pasien gagal ginjal kronis tidak bisa lepas dari hemodialisis sepanjang hidupnya menimbulkan dampak
psikologis yang tidak sedikit. Kondisi ini menyebabkan terjadinya kehilangan sesuatu yang sebelumnya ada
seperti kebebasan, pekerjaan dan kemandirian. Hal ini bisa menimbulkan gejala-gejala depresi yang nyata pada
pasien gagal ginjal sampai dengan tindakan bunuh diri. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan gambaran
risiko bunuh diri pada pasien gagal ginjal kronis dengan terapi hemodialisis. Desain penelitian ini adalah
penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 51 orang yang
menjalani hemodialisis lebih dari 3 tahun di Rumah Sakit X Yogyakarta. Instrumen penelitian berupa kuesioner
resiko bunuh diri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 11,8% pernah mempunyai pikiran untuk
bunuh diri, frekuensi fikiran untuk bunuh diri (satu kali) sebesar 9.8%, tidak melakukan ancaman upaya bunuh
diri 100 %, dan tidak adanya laporan upaya bunuh diri yang akan datang sebesar 100 %

Kata Kunci : resiko bunuh diri, hemodialisis.

Abstract

Chronic renal failure patients on hemodialysis cannot escape all her life psychological impact is not small.
These conditions cause the loss of something that previously existed as freedom, employment and independence.
This can lead to symptoms of depression were evident in patients with renal failure up to suicide. This study
aimed to clarify the picture of the risk of suicide in patients with chronic renal failure on hemodialysis therapy.
The study design was a descriptive study with cross-sectional sample size in this study were 51 people who
undergo hemodialysis over 3 years at X Hospital in Yogyakarta. The research instrument was a questionnaire
risk of suicide. the results of this study showed that there were 11.8% never had suicidal thoughts, the frequency
of mind to commit suicide (one) by 9.8%, did not commit suicide threats effort 100%, and no reports of suicide
attempts would come at 100%

Keywords: suicide risk, hemodialysis.

Di Indonesia, menurut data


dari PERNEFRI (Persatuan Nefrologi penduduk di asia tenggara yang mengalami
Indonesia) pada tahun 2011 diperkirakan GGK dan di Indonesia sebanyak 0,2 %,
ada 70 ribu penderita ginjal yang terdeteksi dari total 722.329 penduduk berusia lebih
menderita gagal ginjal kronik tahap akhir dari 15 tahun. Di daerah Yogyakarta
dan yang menjalani terapi hemodialisis sebanyak 0,3 % dari total jumlah tersebut
hanya 4.000 sampai 5.000 orang [1]. Pada [4].
tahun 2013 berdasarkan data survey yang Menurut Andi (2012), kenyataan
dilakukan PERNEFRI mencapai 30,7 juta bahwa pasien gagal ginjal kronis tidak bisa
penduduk yang mengalami Penyakit Ginjal lepas dari hemodialisis sepanjang hidupnya
Kronik dan menurut data PT. ASKES ada menimbulkan dampak psikologis yang
sekitar 14,3 juta orang penderita Penyakit tidak sedikit. Kondisi ini menyebabkan
Ginjal Tingkat Akhir yang saat ini terjadinyakehilangan sesuatu yang
menjalani pengobatan [10]. Ada 2 juta sebelumnya ada seperti kebebasan,

15
Jurnal Kesehatan Madani Medika, Vol 9 No 1, Juni 2018, hal 15- 20 ISSN (P): 2088-2246

pekerjaan dan kemandirian. Hal ini bisa Alat yang digunakan untuk mengetahui
menimbulkan gejala-gejala depresi yang intesitas risiko bunuh diri menggunakan
nyata pada pasien gagal ginjal sampai kuesioner risiko bunuh diri yaitu Suicide
dengan tindakan bunuh diri. Sebuah Behavior Questionnaire - Revised (SBQ–R).
penelitian patel tahun 2012 menyebutkan Pengisian dilakukan dengan cara
150 pasien yang menjalani hemodialisis, 70 memberikan cek list () pada pilihan yang
(46,6%) pasien mengalami depresi dan 43 tersedia kemudian dilakukan penskoran
(28,6%) memiliki keinginan untuk bunuh dalam bentuk skala likert pada setiap item
diri. Penelitian Kurella et al (2005) juga pertanyaan [11].
mengatakan bahwa pasien gagal ginjal
tahap akhir kehilangan kemampuan fisik
dan kognitif yang akhirnya membawa Tabel 1 Kisi – kisi kuesioner risiko
pasien pada kesedihan dan keputusasaan bunuh diri
sehingga menyebabkan pemutusan dialisis,
perilaku ini dianggap sebagai pemikiran No. Dimensi bunuh diri
bunuh diri, bunuh diri dipicu akibat 1. Mengungkapkan pikiran tentang
kegagalan mengatasi stres dialisis. bunuh diri atau usaha untuk
Data yang tersedia menunjukkan bahwa bunuh diri dalam hidup
risiko menyakiti diri mungkin lebih tinggi 2. Mengukur frekuensi pikiran
dari yang diharapkan pada pasien dialisis tentang bunuh diri selama
terutama pada mereka yang menderita dua belas tahun terakhir
depresi dan kecemasan. Selain itu, 3. Mengukur ancaman diri
meskipun mayoritas kematian di antara upaya untuk bunuh diri
pasien dialisis didahului oleh penarikan 4. Menilai kemungkinan yang
dari pengobatan, bunuh diri tetap menjadi dilaporkan sendiri tentang
fenomena terpisah [11]. perilaku bunuh diri pada saat yang
Tujuan umum penelitian ini adalah akan datang.
untuk mengetahui gambaran risiko bunuh
diri pada pasien GGK dengan terapi Analisa digunakan untuk menjelaskan
hemodialisis di RS X Yogyakarta. dan menganalisis penelitian yang ada
secara deskriptif dengan menghitung
METODE distribusi frekuensi dan persentase dari
Jenis penelitian ini adalah deskriptif, variabel risiko bunuh diri pada pasien gagal
dengan pendekatan cross sectional untuk ginjal kronik yang menjalani terapi
mengetahui gambaran resiko bunuh diri hemodialysis [13].
pada pasien gagal ginjal kronik dengan
hemodialysis. Sampel dalam penelitian ini
adalah semua pasien gagal ginjal kronik HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan terapi hemodialisa dengan kriteria
inkuli sebagai berikut: 1) Dapat Karakteristik subjek penelitian
berkomunikasi dengan baik, 2) Usia 19 – Penelitian ini dilakukan kepada pasien
55 tahun, 3) Menjalani hemodialisis dengan sebanyak 51 orang yang sesuai kelompok
lama HD minimal 3 bulan di RS X kriteria dengan usia, pendidikan, jenis
Yogyakarta. kelamin dan frekuensi hemodialisis.

16
Jurnal Kesehatan Madani Medika, Vol 9 No 1, Juni 2018, hal 15- 20 ISSN (P): 2088-2246

Tabel 2 Karakteristik responden Tabel 3 Skor kuesioner Suicide Behaviors


berdasarkan frekuensi, pendidikan, jenis Questionnaire - Revised (SBQ-R)
kelamin
Pikiran bunuh Jumlah Persentase
Frekuensi Jumlah Persentase diri (n) (%)
(n) (%) Tidak pernah 45 88,2
2 kali 25 49,0 Pernah hanya 6 11,8
3 kali 26 51,0 sekilas
Jumlah 51 100,0 Jumlah 51 100,0
Frekuensi Persentase
Pendidikan
pikiran bunuh (%)
SMA 44 86,3 diri
D3 2 3.,9 Tidak pernah 46 90,2
S1 5 9,8 Jarang (1 kali) 5 9,8
Jumlah 51 100,0 Jumlah 51 100,0
Ancaman upaya Persentase
bunuh diri (%)
Jenis Tidak pernah 51 100,0
Kelamin Jumlah 51 100,0
Laki – laki 26 51,0 Laporan Persentase
Perempuan 25 49,0 perilaku bunuh (%)
diri akan datang
Jumlah 51 100,0
Tidak pernah 51 100,0
Usia Jumlah 51 100,0
Remaja 1 2,0
akhir 8 15,7
Dewasa 42 82,4
awal Hasil penelitian dari variabel risiko
Dewasa bunuh diri yang terdiri dari 4 pokok
akhir bahasan yang terdiri dari, pikiran bunuh
Jumlah 51 100,0 diri, frekuensi pikiran bunuh diri, ancaman
upaya bunuh diri, dan laporan perilaku
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa bunuh diri akan datang. Masing – masing
frekuensi klien hemodialisa terbanyak 3 pokok bahasan memiliki nilai skor yang
kali seminggu sebesar 51%, jenis berbeda beda, untuk pokok bahasan pikiran
pendidikan terbanyak adalah SMA sebesar bunuh diri hanya ada 6 orang yang
86,3%. Selain itu responden laki – laki mengatakan punya pikiran bunuh diri, dan
lebih banyak dari pada responden 45 orang menjawab tidak punya pikiran
perempuan, yaitu 51%. Kategori usia bunuh diri.
mayoritas dewasa akhir sebesar 82,4%. Pada pokok bahasan frekuensi pikiran
bunuh diri 46 orang menjawab tidak
Resiko Bunuh Diri pernah, dan 5 orang menjawab jarang (1
Hasil skor kuesioner Suicide Behaviors kali). Pokok bahasan ancaman upaya bunuh
Questionnaire – Revised (SBQ – R) dapat diri dan pokok bahasan laporan perilaku
dilihat pada tabel 3. bunuh diri akan datang semua responden
yang berjumlah 51 orang menjawab tidak
pernah.

17
Jurnal Kesehatan Madani Medika, Vol 9 No 1, Juni 2018, hal 15- 20 ISSN (P): 2088-2246

Analisis pada variabel penelitian risiko (2013) menyimpulkan bahwa penyebab


bunuh diri untuk pokok bahasan pikiran kematian adalah dari dampak sosial
bunuh diri hanya 6 orang, yang menjawab ekonomi. Memprediksikan di tahun – tahun
pernah hanya sekilas. Pokok bahasan mendatang akan lebih tinggi, timbul
frekuensi pikiran bunuh diri yang hambatan penelitian di bidang kesehatan
menjawab jarang (1 kali) hanya 5 orang, mental yang masih menjadi masalah utama
untuk pokok bahasan ancaman upaya adalah kekurangan dana penelitian.
bunuh diri, dan laporan perilaku bunuh diri Pencegahan awal untuk mengatasi depresi
akan datang semua responden menjawab sendiri yakni mengenal tipe depresi dan
tidak pernah. Temuan ini membuktikan ketepatan dalam pemberian obat. Temuan
bahwa perilaku untuk mengarah bunuh diri dari penelitian Tsai AC et al., (2015),
pada pasien dengan terapi hemodialisis kejadian bunuh diri bisa menurun dengan
tidak ada. meningkatnya integrasi sosial. Integrasi
Bunuh diri merupakan ide perilaku sosial adalah cara individu berbaur dengan
yang dilakukan oleh pasien-pasien penyakit masyarakat sekitar dalam rangka
kronik dengan depresi. Dikatakan oleh membangun suatu kesatuan untuk
Keskin & Engin, (2011) bahwa ide bunuh mencapai suatu tujuan. Penelitian ini
diri meningkat bersama dengan menggambarkan bahwa, perempuan lebih
meningkatnya tingkat depresi yang dialami cepat menurunkan risiko bunuh diri saat
oleh seseorang [5].. Evaluasi yang terintegrasi secara sosial.
dilakukan oleh Drayer et al., (2006) Selain penyakit penyerta yang menjadi
menyatakan bahwa, kematian yang terjadi penyebab risiko bunuh diri pada psien
pada pasien dengan terapi hemodialisis hemodialisis, faktor psikososial yang
yaitu depresi atau adanya diabetes yang sangat besar mengarah untuk risiko bunuh
dialami oleh penderita gagal ginjal kronis diri [2]. Penelitian yang menjelaskan
dengan terapi hemodialisis. tentang erat kaitannya bahwa faktor
Penyebab bunuh diri pada pasien psikososial penyebab terbanyak risiko
dengan terapi hemodialisis yaitu, pasien bunuh diri pada pasien hemodialisis adalah
dengan depresi berat yang sudah Leadholm et al., (2014), bahwa depresi
diindikasikan mengalami penyakit unipolar berat dikaitkan dengan
kejiwaan. Kecemasan berlebih berada di peningkatan risiko bunuh diri pada pasien
rumah sakit sedikit kaitannya dengan risiko hemodialisis. Faktor terkait didalamnya
bunuh diri Macaron et al., (2013). adalah usia yang lebih tua, jenis kelamin
Penelitian di Amerika tentang perbedaan laki – laki, dan insiden sebelumnya
ras atau etnis di bidang kesehatan merugikan diri. Dalam pencegahannya,
menyatakan bahwa, orang kulit putih lebih perhatian yang sama harus diberikan pada
cendrung melakukan bunuh diri semua pasien dengan terapi hemodialisis.
dibadisbandingng dengan kulit hitam. Penelitian Sathvik et al (2008)
Setelah dilakukan kunjungan dalam waktu menyatakan kualitas hidup klien yang
52 minggu di balai kesehatan khusus mengalami GGK dengan hemodialisis di
dengan masalah depresi Ahmedani et al., atas tiga bulan sangat menurun dilihat dari
(2015). aspek fisik, psikologis, hubungan sosial dan
Gangguan depresi sangat erat kaitannya lingkungan. Mekanisme koping yang
dengan bunuh diri, penelitain Miret et al., dilakukan dianggap sebagai faktor kunci

18
Jurnal Kesehatan Madani Medika, Vol 9 No 1, Juni 2018, hal 15- 20 ISSN (P): 2088-2246

kesehatan berhubungan dengan kualitas across the United States. Med. Care
hidup seseorang (Health Related Quality of 53, 430–435.
Life). Kaltsouda et al (2011) menyatakan doi:10.1097/MLR.0000000000000335
Drayer, R.A., Piraino, B., Reynolds III,
mereka yang melakukan mekanisme koping
C.F., Houck, P.R., Mazumdar, et al., 2006.
seperti represi dan denial berdampak buruk Characteristics of depression in
pada kondisi mental emosional, sementara hemodialysis patients: symptoms,
yang menggunakan mekanisme koping quality of life and mortality risk. Gen.
sadar seperti rasionalitas dan anti emosi Hosp. Psychiatry 28, 306–312.
berdampak baik bagi kesehatan fisik. Data doi:10.1016/j.genhosppsych.2006.03.0
yang tersedia menunjukkan bahwa risiko 08.
Fransisca, K., 2011, Waspadalah 24
menyakiti diri mungkin lebih tinggi dari
Penyebab Ginjal Rusak, Perpustakaan
yang diharapkan pada pasien dialisis Universitas Andalas, diakses 28
terutama pada mereka yang menderita Desember 2015, dari
depresi dan kecemasan. Selain itu, http://katalog.pustaka.unand.ac.id//inde
meskipun mayoritas kematian di antara x.php?p=show_detail&id=14582
pasien dialisis didahului oleh penarikan dari Kementerian Kesehatan RI, (2013), Riset
pengobatan, bunuh diri tetap menjadi Kesehatan Dasar, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan
fenomena terpisah [11].
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Keskin, G & Engin, E., 2011, ‘The
KESIMPULAN evaluation of depression, suicidal
ideation and coping strategies in
Hemodialisis secara signifikan haemodialysis patients with renal
mempengaruhi kehidupan pasien, baik failure’, J, Clin, Nurs, 20, 2721–2732.
secara fisik dan psikologis. Pengaruh doi:10.1111/j.1365-
global terhadap peran keluarga, pekerjaan 2702.2010.03669.x.
kompetensi, takut mati, dan ketergantungan Macaron, G., Fahed, M., Matar, D., Bou-
Khalil, R., Kazour, F., et al., 2013,
pada pengobatan negatif dapat
Anxiety, Depression and Suicidal
mempengaruhi kualitas hidup dan Ideation in Lebanese Patients
memperburuk perasaan yang terkait dengan Undergoing Hemodialysis. Community
hilangnya kontrol penyakit ginjal. Hasil Ment. Health J. 50, 235–238.
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat doi:10.1007/s10597-013-9669-4.
11,8% pernah mempunyai pikiran untuk Miret, M., Ayuso-Mateos, J.L., Sanchez-
bunuh diri, frekuensi fikiran untuk bunuh Moreno, J., Vieta, E., 2013, Depressive
disorders and suicide: Epidemiology,
diri (satu kali) sebesar 9.8%, tidak risk factors, and burden. Neurosci.
melakukan ancaman upaya bunuh diri 100 Biobehav. Rev., Discovery research in
%, dan tidak adanya laporan upaya bunuh Neuropsychiatry - anxiety, depression
diri yang akan datang sebesar 100 %. and schizophrenia in focus 37, 2372–
2374.
Daftar Rujukan doi:10.1016/j.neubiorev.2013.01.008.
Osman A, Bagge CL, Guitierrez PM,
Ahmedani, B.K., Stewart, C., Simon, G.E., Konick LC, Kooper BA., et al., 2001,
Lynch, F., Lu, C.Y., et al., 2015. ‘The Suicidal Behaviors
Racial/Ethnic differences in health care Questionnaire-Revised (SBQ-R)’,
visits made before suicide attempt

19
Jurnal Kesehatan Madani Medika, Vol 9 No 1, Juni 2018, hal 15- 20 ISSN (P): 2088-2246

validation with clinical and nonclinical


samples, Assessment, (5), 443-454.
PERNEFRI, 2013, Konsesnsus Nutrisi
pada Penyakit Ginjal Kronik, Jakarta:
PERNEFRI Indonesia.
Pompili, M, Venturini, P, Montebovi, F,
Forte, A, Palermo, M, Lamis, D.A,
Serafini, G, Amore, M, Girardi, P,
2013, ‘Suicide risk in dialysis’: review
of current literature, Int, J, Psychiatry
Med, 46, 85–108.
Stavroula G., Fotoula B., Georgia G., Eirini
G., Georgios V., et al., (2014),
Concerns Of Patients On Dialysis : A
Research Study, Health Science
Journal 10/2014; 8(4):423-437.
Sugiyono, 2014, Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi
(Mixed Methods), Bandung : Alfabeta.
Tsai AC, Lucas M, Kawachi I, 2015,
Association between social integration
and suicide among women in the
united states. JAMA Psychiatry 72,
987–993.
doi:10.1001/jamapsychiatry.2015.1002
.

20
Community of Publishing In Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

HUBUNGAN FAKTOR PSIKOLOGIS DENGAN RISIKO BUNUH DIRI PADA


REMAJA SMA DAN SMK DI BANGLI DAN KLUNGKUNG

Ni Kadek Diah Widiastiti Kusumayanti1, Kadek Eka Swedarma2,


Putu Oka Yuli Nurhesti3
123
Program Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Alamat Korespondensi: diahw93.dw@gmail.com

Abstrak
Kejadian bunuh diri saat ini semakin meningkat diseluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia dan
merupakan penyebab kedua utama kematian pada usia 15-29 tahun. Penyebab bunuh diri belum dapat
diketahui secara pasti, akan tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor psikologis,
biologis, keluarga, lingkungan dan orientasi seksual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
faktor psikologis (putus asa, depresi, cemas dan stress) dengan risiko bunuh diri pada remaja SMA dan
SMK di Kabupaten Bangli dan Klungkung. Populasi penelitian merupakan remaja SMA dan SMK di
Bangli dan Klungkung dengan rentang usia 15-18 tahun. Non-Probability Sampling dengan teknik
Purposive Sampling digunakan dalam penarikan sampel dalam penelitian. Instrumen penelitian ini adalah
kuesioner baku yaitu dari Beck Hopelessness Scale, Depression Anxiety and Stress Scale, dan Scale of
Suicide Ideation. Hasil penelitian menunjukkan p<0,001 sehingga “ada hubungan bermakna antara faktor
psikologis dengan risiko bunuh diri pada remaja di SMA dan SMK di Bangli dan Klungkung” dengan
arah hubungan positif yang berarti bahwa semakin meningkatnya faktor psikologis maka risiko bunuh diri
meningkat atau semakin menurun faktor psikologis maka risiko bunuh diir menurun. Kekuatan korelasi
antar variabel didapatkan lemah.

Kata kunci: faktor psikologis, risiko bunuh diri, remaja

Abstract
Suicide are currently increasing throughout the world including in Indonesia and it makes suicide become
the second leading cause of death at the age of 15 to 29 years old. The cause of suicide cannot be exactly
identified. However, there are several factors contribute to suicide such as psychology, biology, family,
environment, and sexual orientation. This study aimed at analyzing the correlation among psychological
factors (hopelessness, depression, anxiety and stress) with suicide risk in senior and vocational high
school adolescents in Bangli and Klungkung Regency. Population in this study was senior and vocational
high school adolescents in Bangli and Klungkung whose ages ranging from 15 to 18 years. The sampling
technique applied in this research was Non Probability Sampling with Purposive Sampling technique. The
instruments used in this study were standard questionnaires named Beck Hopelessness Scale, Depression
Anxiety and Stress Scale, and Scale of Suicide Ideation. The results of this study showed p <0.001. It
means that there is a meaningful relationship between psychological factors and suicide risk in senior and
vocational high school adolescents in Bangli and Klungkung. Moreover, it has a positive correlation
which means that the more psychological factors are, the more suicide risk will be. Furthermore, the less
psychological factors, the less its risk of suicide will be. Lastly, the strength of the correlation among
variables is found weak.

Keywords: psychological factors, suicide risk, adolescents

124
Volume 8, Nomor 2, Agustus 2020
Community of Publishing In Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

PENDAHULUAN menemukan bahwa kasus unuh diri


Kejadian bunuh diri saat ini merupakan pnyebab kematian kedua
semakin meningkat diseluruh dunia, pada kelompok usia 15-19 tahun.
tidak terkecuali di Indonesia. WHO SIMH (2018) dalam Suara
(2016) menyatakan hampir 800.000 Dewata (2018) menyatakan semua
jiwa meninggal setiap tahunnya karena Kabupaten/Kota di Bali pernah terjadi
bunuh diri. CDC (2015) menyatakan kasus bunuh diri, diantaranya Bangli
bahwa bunuh diri merupakan penyebab dan Klungkung. Bangli merupakan
kedua utama kematian pada orang- salah satu kabupaten dengan kasus
orang dengan rentang usia 15-24 tahun. bunuh diri terbanyak tahun 2017 dengan
Bunuh diri pada kelompok usia remaja total 18 kasus bunuh diri (Suara
di Amerika Serikat merupakan Dewata, 2018). Sedangkan di
penyebab kematian kedua pada tahun Klungkung merupakan salah satu
2013 (CDC, 2016). Suryani dalam kabupaten dengan kasus bunuh diri
Tribun Bali (2018) menyatakan rentang rendah-sedang, hampir setiap tahunnya
usia pelaku bunuh diri mulai dari 16-85 terdapat 2-5 kasus bunuh diri yang
tahun yang dipengaruhi oleh berbagai dilaporkan (Tribun Bali, 2015; Nusa
faktor. Usia tersebut terdiri dari Bali, 2017; Bali Puspa News, 2018).
berbagai tahap perkembangan, salah Penelitian Aulia (2016)
satunya tahap remaja (10-24 tahun) menjelaskan bahwa faktor yang paling
(BKKBN, 2013). berpengaruh terhadap ide bunuh diri
Remaja merupakan tahapan pada remaja ialah faktor psikologis
yang rawan terhadap perkembangan seperti depresi, kecemasan, stres,
emosional dan perilaku karena ketidakberdayaan dan penyalahgunaan
merupakan masa peralihan dari anak- NAPZA. Hasil penelitan Ibrahim, Amit,
anak menuju dewasa. Angka remaja di & Suen (2014) juga menyatakan bahwa
Indonesia mencapai 26,7% dari 237,6 ada hubungan positif antara depresi,
juta jiwa (BKKBN, 2013). Tahap kecemasan dan stres dengan ide bunuh
remaja merupakan tahapan yang diri pada kelompok remaja.
mengalami banyak perubahan baik SMA N 1 Bangli dan SMA N 1
biologis, psikologis, dan sosial (Huang, Semarapura merupakan sekolah
et al., 2007 dalam Aulia, 2016). Proses menengah atas negeri yang terletak
pematangan fisik biasanya lebih cepat dekat dengan pusat kota. Kedua SMA
dibandingkan pematangan kejiwaan ini merupakan sekolah favorit pilihan
sehingga remaja sering mengalami dengan persaingan yang cukup tinggi
gejolak yang dapat menimbulkan baik dibidang akademik maupun non
gangguan perilaku salah satunya akademik. SMK N 2 Bangli dan SMK
keinginan bunuh diri (Cho et al., 2010 Pariwisata Yapparindo Klungkung
dalam Aulia, 2016). merupakan sekolah menengah yang
WHO (2016) menyatakan berfokus pada kejuruan pariwisata.
Indonesia berada di peringkat ke empat Siswa di sekolah ini diharuskan telah
pelaku bunuh diri terbanyak di Asia. Di memiliki kompetensi yang baik sesuai
Indonesia diketahui bahwa setiap satu dengan bidangnya masing-masing. Jika
jam satu orang meninggal akibat bunuh siswa-siswa di keempat sekolah tersebut
diri pada kelompok usia 15-29 tahun tidak memiliki proses adaptasi yang
(Valentina & Helma, 2016). Penelitian baik, baik itu secara psikologis maupun
yang dilakukan oleh Woelandari (2017)
125
Volume 8, Nomor 2, Agustus 2020
Community of Publishing In Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

lingkungan tentunya akan menjadi dan Klungkung yang berjumlah 3.875


stresor tersendiri bagi siswa. orang. Penelitin ini mempunyai jumlah
Stress merupakan salah satu sampel 363 orang yang dipilih dengan
respon maladaptif yang timbul akibat teknik Non-Probability Sampling yaitu
adanya stressor. Manajemen koping Purposive Sampling. Kriteria inklusi
yang tidak adekuat dapat menimbulkan penelitian yaitu bersedia
penyimpangan kepada perilaku menandatangani inform consent.
maladaptif mulai dari pencederaan diri Kriteria eksklusi penelitian yaitu siswa
sampai pada tindakan bunuh diri yang absen saat hari pertama
(Azizah, Zainuri, & Akbar, 2016). pengambilan sampel selama penelitian
Studi pendahuluan yang dan mengundurkan diri.
dilakukan di SMA N 1 Semarapura, Alat pengumpul data yang
SMK Pariwisata Yapparindo digunakan peneliti yaitu kuesioner baku
Klungkung, SMA N 1 Bangli, dan SMK Beck Hopelessness Scale, Depression
N 2 Bangli pada 60 siswa untuk menilai Anxiety and Stress Scale, dan Scale of
risiko bunuh diri pada remaja dengan Suicide Ideation. Hasil uji reliabilitas
usia 15-18 tahun, didapatkan hasil pada kuesioner Beck Hopelessness
bahwa sebesar 38,41% berisiko ringan Scale dengan nilai Cronbach alpha =
bunuh diri, 60,12 % berisiko sedang 0,681, Depression Anxiety and Stress
bunuh diri, dan 1,67% berisiko tinggi Scale dengan nilai Cronbach alpha =
melakukan bunuh diri. Oleh karena itu, 0,855, dan Scale of Suicide Ideation
penting untuk dilakukan sebuah dengan nilai Cronbach alpha = 0,806.
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui Hasil tersebut menunjukkan bahwa
hubungan faktor psikologis dengan ide instrumen yang digunakan telah valid
atau keinginan bunuh diri pada anak dan reliabel.
usia remaja terutama dalam perspektif Pengumpulan data dilakukan
psikologis. Berdasarkan hal tersebut dengan memberikan kuesioner pada
tersebut, peneliti tertarik untuk responden di masing-masing sekolah
melakukan penelitian dengan judul dengan durasi pengisian kuesioner
"Hubungan faktor psikologis dengan kurang lebih 25 menit. Data yang telah
Risiko Bunuh Diri pada Remaja SMA terkumpul kemudian dilakukan tabulasi
dan SMK di Bangli dan Klungkung". data untuk analisis data.
Analisis data yang digunakan
METODE PENELITIAN yaitu analisis univariat untuk variabel
Penelitian ini yaitu jeni umur, jenis kelamin, faktor psikologis
penelitian kuantitatif dengan desain seperti depresi, kecemasan, dan stress
penelitian deskriptif. Pendekatan serta risiko bunuh diri pada remaja.
penelitian ini yaitu dengan pendekatan Analisis bivariat yang digunakan yaitu
cross-sectional yang dilakukan di SMA uji korelasi Spearman Rank untuk
N 1 Bangli, SMK N 2 Bangli, SMA N 1 mengetahui hubungan faktor psikologis
Semarapura, dan SMK Pariwisata dan risiko bunuh diri.
Yaparindo pada tanggal 6 Mei 2019 Penelitian ini telah mendapatkan
sampai dengan 29 Mei 2019. Populasi persetujuan laik etik dari Komisi Etik
penelitian yaitu seluruh remaja yang Penelitian FK Unud/RSUP Sanglah.
bersekolah di SMA dan SMK di Bangli

126
Volume 8, Nomor 2, Agustus 2020
Community of Publishing In Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

HASIL PENELITIAN
Tabel 1.
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Variabel Min Maks Mean SD
Usia 15 18 16,53 0,705
Usia Frekuensi (n) Persentase (%)

15 tahun 31 8,5
16 tahun 124 34,0
17 tahun 196 53,7
18 tahun 14 3,8
Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Perempuan 168 46,0


Laki-laki 197 54,0
Jenjang Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%)

SMA 183 50.1


SMK 182 49,9
Total 365 100

Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata orang (53,7%), berjenis kelamin laki-


usia responden adalah 16,53 tahun laki yaitu 197 orang (54%), jenjang
dengan usia termuda 15 tahun dan pendidikan masing-masing responden
tertua 18 tahun. Sebagian besar SMA 50,1% dan SMK 49,9%.
responden berusia 17 tahun yaitu 196

Tabel 2.
Faktor Psikologis Keputusasaan pada remaja
Variabel Keputusasaan Frekuensi (n) Persentase (%)
Normal 143 39,2
Ringan 184 50,4
Sedang 36 9,9
Tinggi 2 0,5
Total 365 100

Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian keputusasaan pada tingkat ringan yaitu


besar responden mengalami 184 orang (50,4%).

Tabel 3.
Faktor Psikologis Depresi pada remaja
Variabel Depresi Frekuensi (n) Persentase (%)
Normal 33 9
Ringan 26 7,2
Sedang 99 27,1
Parah 89 24,4
Sangat parah 118 32,3
Total 365 100
127
Volume 8, Nomor 2, Agustus 2020
Community of Publishing In Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian pada tingkat sangat parah yaitu 118
besar responden mengalami depresi orang (32,3%).
Tabel 4.
Faktor Psikologis Kecemasan pada remaja
Variabel Kecemasan Frekuensi (n) Persentase (%)
Normal 34 9,4
Ringan 27 7,4
Sedang 31 8,5
Parah 47 12,9
Sangat parah 318 61,8
Total 365 100

Tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas tingkat yang sangat parah yaitu 318
responden mengalami kecemasan pada orang (61,8%).

Tabel 5.
Faktor Psikologis Stres pada remaja
Variabel Stres Frekuensi (n) Persentase (%)

Normal 103 28,2


Ringan 56 15,3
Sedang 101 27,6
Parah 72 19,8
Sangat parah 33 9,1
Total 365 100
Tabel 5 menunjukkan bahwa tetapi, responden juga banyak yang
sebagian responden tidak mengalami mengalami stres dengan katagori
stres yaitu 103 orang (28,2%). Akan sedang yaitu 101 orang (27,6%).

Tabel 6.
Risiko bunuh diri pada remaja
Variabel Risiko Bunuh Diri Remaja Frekuensi (n) Persentase (%)

Rendah 328 89,8


Sedang 34 9,3
Tinggi 3 0,9
Total 365 100
Tabel 6 menunjukkan bahwa risiko bunuh diri dengan katagori
sebagian besar responden memiliki rendah yaitu 328 orang (89,8%).

Tabel 7.
Analisis Hubungan Faktor Psikologis dengan Risiko Bunuh Diri pada Remaja
Variabel p-value r R
Hubungan keputusasaan dengan risiko
bunuh diri 0,001 0,172 2,95%
Hubungan depresi dengan risiko bunuh
0,000 0,208 4,32%
diri
Hubungan kecemasan dengan risiko
0,000 0,221 4,88%
bunuh diri

128
Volume 8, Nomor 2, Agustus 2020
Community of Publishing In Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

Hubungan stres dengan risiko bunuh diri


0,000 0,231 5,33%

Tabel 7 menunjukkan bahwa seluruh p- diri. Hal tersebut berarti semakin tinggi
value < a (0,05) yang bermakna bahwa skor faktor psikologis maka semakin
terdapat hubungan yang positif antara tinggi juga skor risiko bunuh diri.
faktor psikologis dengan risiko bunuh

PEMBAHASAN remaja berada pada rentang normal dan


Hasil penelitian menunjukkan dikatakan juga remaja awal memiliki
bahwa sebagian besar remaja SMA dan kemungkinan rendah untuk mengalami
SMK di Bangli dan Klungkung depresi (Ibrahim et al., 2014; Kadir,
mengalami keputusasaan pada tingkat Johan et al., 2018). Hal tersebut dapat
ringan. Penelitian yang dilakukan oleh disebabkan oleh perbedaan karakteristik
Jaiswal, Faye, Gore, Shah, & Kamath responden dan perbedaan ligkungan
(2016) juga menemukan bahwa serta nilai keluarga (Kadir, Johan, Aun,
sebagian besar remaja dalam & Ibrahim, 2018).
penelitiannya mengalami keputusasaan Sebagian besar responden
ringan. Hal tersebut berkaitan dengan mengalami kecemasan yang sangat
pemahaman remaja yang kurang tepat parah. Hal tersebut didukung oleh
terkait dengan peristiwa yang dialami. penelitian Mubasyiroh., Putri &
Berdasarkan jawaban dari pengisian Tjandarini (2017) yang menyatakan
kuesioner, bahwa terdapat remaja yang semakin tinggi usia maka semakin
mengalami situasi sulit dan tinggi risiko kecemasan yang terjadi.
menganggap hal tersebut merupakan Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
suatu kejadian buruk yang dapat lain yaitu responden terbanyak pada
mempengaruhi masa depan. Pandangan penelitian ini berada pada usia 16 dan
negatif terhadap suatu keadaan ini 17 tahun serta tingkat kecemasan yang
tentunya akan menjadi sebuah ancaman paling banyak dialami berada pada
bagi remaja. Penelitian Huen et al, tingkat parah yaitu sebesar 61,8%.
(2015) juga menyatakan bahwa Tingginya kecemasan yang dialami oleh
keputusasaan memiliki hubungan positif responden dipengaruhi oleh berbagai
dengan ide bunuh diri. faktor salah satunya terkait dengan
Sebagian besar remaja lingkungan sekolah dan akademik. Saat
mengalami depresi tingkat sangat parah. pengambilan data responden memiliki
Penelitian Jha et al (2017) juga jadwal ulangan harian dan pada bulan
menemukan bahwa sebagian besar pengambilan data juga akan diadakan
remaja mengalami depresi. Hasil ulangan akhir semester. Penelitian dari
penelitiannya juga menunjukkan bahwa Beiter et al (2014) juga menemukan
hal ini terjadi karena remaja di SMA bahwa tiga fokus utama yang
masih mengalami kesulitan dan mendukung kecemasan pada remaja
ketakutan dalam menunjukkan atau sekolah adalah akademik, tekanan untuk
mengekspresikan perasaannya. Akan berhasil dan rencana pasca kelulusan.
tetapi, terdapat beberapa penelitian yang Sebagian besar remaja
menyatakan bahwa tingkat depresi pada mengalami stress dalam rentang normal
129
Volume 8, Nomor 2, Agustus 2020
Community of Publishing In Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

dan juga sebagian besar remaja juga Hasil penelitian menunjukkan


mengalami stress dalam rentang sedang. hubungan yang bermakna dengan arah
Penelitian ini didukung oleh penelitian positif antara keputusasaan dengan
Zhang., Wang., Xia., Liu & Jung (2014) risiko bunuh diri yang berarti semakin
dimana peneliti menemukan bahwa tinggi tingkat keputusasaan maka
masih ada remaja yang mengalami semakin besar risiko bunuh diri.
stress yaitu sebesar 29,30%. Khan et al penelitian ini didukung oleh Aulia
(2016) juga menyatakan sebagian besar (2016) menemukan bahwa bunuh diri
remaja mengalami stress karena dapat dipengaruhi oleh banyak faktor
pengaruh akademik. yang dapat mempengaruhi terjadinya
Hasil penelitian menunjukkan bunuh diri salah satunya faktor
sebagian besar remaja berada pada psikologis seperti depresi, stress,
risiko ringan untk melakukan bunuh kecemasan, ketidakberdayaan, dan
diri. Li., Li., Wang & Bao (2016) yang gangguan tidur.
menemukan bahwa sebanyak 17,5% Hasil penelitian menunjukkan
dari 1.529 remaja telah berpikir tentang ada hubungan yang bermakna dengan
bunuh diri dalam 6 bulan terakhir dan arah positif antara depresi dengan risiko
sebesar 7,3% remaja telah mencoba bunuh diri semakin tinggi tingkat
bunuh diri dalam 6 bulan terakhir. depresi semakin tinggi risiko bunuh
Pratiwi & Undarwati (2014) juga diri. Penelitian Klonsky., May & Saffer
menemukan sebagian besar remaja yang (2016) menemukan bahwa gangguan
menjadi respondennya termasuk dalam bipolar, PTSD dan depresi merupakan
kategori bunuh diri ringan atau belum prediktor yang sangat kuat dalam
serius yang disebabkan oleh tekanan mempengaruhi terjadinya percobaan
psikologis, masalah yang dihadapi, bunuh diri. Individu dengan depresi
kurang memperoleh perhatian, masalah umumnya mengalami perasaan sedih,
di sekolah, pertemanan, harga diri putus asa, dan merasa rendah diri
rendah, putus asa, kesehatan, kematian sehingga meningkatkan risiko bunuh
seseorang, takut masa depan, dan diri (Chung & Joung, 2012).
kegagalan. Hasil penelitian Hasil penelitian menunjukkan
menunjukkan terdapat 0,9% responden terdapat hubungan yang lemah dengan
yang telah berpikir dan merencanakan arah positif antara kecemasan dan risiko
bunuh diri. Responden tersebut bunuh diri yang berarti semakin besar
mengatakan bahwa ia memang kecemasan maka semakin besar risiko
mengalami masalah psikologis dan bunuh diri. Bentley., Franklin., Ribeiro.,
pernah berpikir untuk melakukan bunuh Kleiman., Fox, & Nock (2016)
diri. Responden juga mengatakan menemukan bahwa secara keseluruhan
bahwa terdapat berbagai hal yang untuk setiap kecemasan membangun
menyebabkan ia mengalami masalah prediksi terhadap ide bunuh diri,
psikologis seperti ketakutan pada percobaan bunuh diri dan bunuh diri
lingkungan sosial karena mengalami yang berhasil. Penelitian lain dari
bullying, dan mengaku bahwa kerap Gallagher, Prinstein., Simon, & Spirito
kali memiliki pikiran negatif terhadap (2014) menemukan bahwa kecemasan
orang-orang yang ada disekitarnya dan sosial dapat meningkatkan risiko bunuh
sering berpikiran untuk mengakhiri diri pada remaja.
hidupnya namun terlalu takut untuk Selain itu, terdapat hubungan
melakukannya. yang bermakna dengan arah positif
130
Volume 8, Nomor 2, Agustus 2020
Community of Publishing In Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

antara stress dengan risiko bunuh diri DAFTAR PUSTAKA


yang berarti semakin tinggi stress maka Aulia, N. (2016). Analisis Hubungan Faktor
semakin tinggi risiko bunuh diri. Khan., Risiko Bunuh Diri dengan Ide Bunuh
Diri pada Remaja di Kota Rengat
et al. (2016) menemukan bahwa Kabupaten Indragiri Hulu. Tesis S2
terdapat hubungan antara stress dan ide Peminatan Keperawatan Jiwa;
bunuh diri pada siswa di India. Hal Universitas Andalas
tersebut dipengaruhi oleh stress Azizah, L. M., Zainuri, I., & Akbar, A. (2016).
akademi yang ditemukan ternyata juga Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa:
Teori dan Aplikasi Praktik Klinik.
berhubungan dengan ide bunuh diri. Yogyakarta: Indomedika Pustaka.
Penelitian tersebut juga menemukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
bahwa strategi koping yang baik Nasional (BKKBN). (2013). Kajian
berhubungan secara negatif terhadap ide Profil Penduduk Remaja (10-24 Tahun):
bunuh diri. Donsu (2017) stress yang Ada Apa dengan Remaja?. Jakarta: Pusat
Penelitian dan Pengembangan
berkepanjangan dapat menyebabkan Kependudukan-BKKBN.
berbagai macam masalah kesehatan dan Balipuspanews. (2018). Masih Dirawat, Korban
dampak paling negatif adalah terjadi Percobaan Bunuh Diri karena Pacar di
percobaan bunuh diri. Level 21 Mall. Retrieved from:
https://www.balipuspanews.com/masih-
dirawat-korban-percobaan-bunuh-diri-
KESIMPULAN DAN SARAN karena-pacar-di-level-21-mall.html
Penelitian ini menunjukkan Beiter, et al. (2014). Journal of Affective
bahwa sebagian responden mengalami Disorders. The Prevalence and Correlates
keputusasaan ringan, depresi yang of Depression, Anxiety, and Stress in a
sangat parah, kecemasan yang sangat Sample of Collage Students. Page: 90-96.
Bentley, et al. (2016). Clinical Psychology
parah, dan stres yang ringan. Responden Review. Anxiety and its Disorders as
juga memiliki risiko bunuh diri yang Risk Factors for Suicidal Thoughts and
rendah. Simpulan penelitian ini yaitu Behaviors: A Meta-analytic Review.
terdapat hubungan yang bermakna Page: 30-46.
antara faktor psikologi dengan risiko Centre For Disease Control and Prevention
(CDC). (2015). Understanding Suicide.
bunuh diri dengan arah hubungan National Center for Injury Prevention and
positif yang berarti semakin Control: Division of Violence
meningkatnya faktor psikologis maka Prevention.
risiko bunuh diri meningkat atau Centre For Disease Control and Prevention
sebaliknya. (CDC). (2016). Suicide. Website :
www.cdc.gov/ViolencePrevention/suicid
Penelitian ini memiliki e/index.html
keterbatasan sehingga peneliti Chung, S. S. & Joung, K. H. (2012). The
selanjutnya diharapkan untuk meneliti Journal of School Nursing. Risk Factors
terkait faktor-faktor yang Related to Suicidal Ideation and
mempengaruhi faktor psikologis dengan Attempted Suicide: Comparative Study
of Korean and American Youth.
bunuh diri serta melakukan penelitian Donsu, J. D. T. (2017). Psikologi Keperawatan.
terkait pemberian intervensi untuk Yogyakarta: Pustaka Baru Press
mengurangi masalah psikologis. Dinas Gallagher, M., Prinstein, M. J., Simon, V. &
pendidikan dapat bekerjasama dengan Spirito, A. (2014). J Abnorm Child
petugas kesehatan juga diharapkan Psychol. Social Anxiety Symptoms and
Suicidal Ideation in a Clinical Sample of
memberikan layanan konseling yang Early Adolescents: Examining
baik agar mengurangi risiko terjadinya Loneliness and Social Support as
bunuh diri akibat masalah psikologis. Longitudinal Mediators.

131
Volume 8, Nomor 2, Agustus 2020
Community of Publishing In Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

Huen, J. M. Y., Ip, B. Y. T., Ho, S. M. Y & Yip, Determinan Gejala Mental Emosional
P. S. F. (2015). Hope and Hopelessness: Pelajar SMP-SMA di Indonesia Tahun
The Role of Hope in Buffering the Impact 2015. Vol. 45, No. 2. Page: 103-112.
of Hopelessness on Suicidal Ideation. Nusa Bali. (2018). Saat Kuningan, Dua Kasus
Plos One. Volume 10, No. 6. Ulah Pati di Bangli. Retrieved from:
Ibrahim, N., Amit, N., & Suen, M. W. (2014). https://www.nusabali.com/berita/32078/s
Psychological Factors as Predictors of aat-kuningan-dua-kasus-ulah-pati-di-
Suicidal Ideation among Adolescents in bangli
Malaysia. 1-6. Pratiwi, J. & Undarwati, A. (2014).
Jaiswal, S. V., Faye, A. D., Gore, S. P., Shah, H. Developmental and Clinical Psychology.
R., & Kamath, R. M. (2016). Journal of Suicide Ideation pada Remaja di Kota
Postgraduate Medicine. Stressful life Semarang. Volume 3, No. 1
events, hopelessness, and suicidal intent Suara Dewata. (2018). Berturut-turut Kasus
in patients admitted with attempted Bunuh Diri di Bangli, Siswi SMP Tewas
suicide in a tertiary care general hospital. Gantung Diri. Retrieved from:
Vol. 62, No. 2, 102-104 https://suaradewata.com/read/2018/03/10
Jha, K.K., Singh, S.K., Nirala, S.K., Kumar, C., /201803100011/BerturutTurut-Kasus-
Kumar, P. & Aggrawal, N. (2017). Bunuh-Diri-Di-Bangli-Siswi-SMP-
Prevalence of Depression Among Tewas-Gantung-Diri.html
School-Going Adolescents in an Urban Tribun Bali. (2018). Mengapa di Bali 70 persen
Area of Bihar, India. Vol. 9, No. 3, 287- Pelaku Bunuh Diri Pria? Begini Jawaban
292 Prof Suryani. Retrieved from:
Kadir, N. B., Johan, D., Aun, N. S., & Ibrahim, http://bali.tribunnews.com/2018/01/14/m
N. (2018). Kadar Prevalens Kemurungan engapa-di-bali-70-persen-pelaku-bunuh-
dan Cubaan Bunuh Diri dalam Kalangan diri-pria-begini-jawaban-prof-
Remaja di Malaysia. Jurnal Psikologi suryani?page=all
Malaysia, 150-158. Tribun Bali. (2018). Mengapa di Bali 70 persen
Khan, et al. (2016). Community Ment Health J. Pelaku Bunuh Diri Pria? Begini Jawaban
Problem Solving Coping and Social Prof Suryani. Retrieved from:
Support as Mediators of Academic Stress http://bali.tribunnews.com/2018/01/14/m
and Suicidal Ideation Among Malaysian engapa-di-bali-70-persen-pelaku-bunuh-
and Indian Adolescents. diri-pria-begini-jawaban-prof-
Klonsky, E.D., May, A. M., & Saffer, B. Y. suryani?page=all
(2016). Suicide, Suicide Attempts, and WHO. (2016). Mental Health Suicide Data.
Suicidal Ideation. Department of Retrieved from:
Psychology, University of British http://www.who.int/mental_health/preve
Columbia; Canada. ntion/suicide/suicideprevent/en/
Li, D., Li, X., Wang, Y. & Bao, Z. (2016). J Woelandari, A. M. (2017). Faktor yang
Child Fam Stud. Parenting and Chinese Mempengaruhi Percobaan Bunuh Diri
Adolescent Suicidal Ideation and Suicide pada Santri di Pesantren X, Bogor.
Attempts: The Mediating Role of Laporan Penelitian Program Studi
Hapolessness. Page: 1397-1407. Kedokteran; Universitas Islam Negeri
Maniam, T., et al. (2014). Risk Factor for Syarif Hidayatullah
Suicidal Ideation, Plans and Attempts in Zhang, X., Wang, H., Xia, Y., Liu, X. & Jung,
Malaysia. Result of an Epidemiological E. (2012). Journal of Adolescence.
Survey. Stress, Coping and Suicide Ideation in
Mubasyiroh, R., Putri, I. Y. S. & Tjandrarini, D. Chinese College Students. Elsevier:
H. (2017). Buletin Penelitian Kesehatan. Page: 683-690.

132
Volume 8, Nomor 2, Agustus 2020
Studi Kasus

Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi Relaksasi Guided Imagery


Pada Pasien Depresi Berat

Rosdiana Saputri1, Desi Ariana Rahayu2


1,2 Program
Studi Pendidikan Profesi Ners, Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Semarang

Informasi Artikel Abstrak


Riwayat Artikel: Depresi adalah penyakit mental yang ditumpu sebagian besar orang,
• Submit 14 September menjadi faktor individu putus asa, harga diri rendah, tidak berguna hidup,
2020 yang membuat individu menyakiti diri hingga efek terburuk mengakhiri
• Diterima 28 Desember hidup atau bunuh diri. Studi ini bertujuan untuk mengetahui penurunan
2020 tingkat risiko bunuh diri pada pasien depresi berat dengan gejala psikotik
setelah dilakukan Guided imagery. Studi kasus ini menggunakan metode
Kata kunci: deskriptif dengan pendekatan proses asuhan keperawatan. Terapi relaksasi
Depresi berat; Guided Guided imagery dilakukan selama 3 hari, dalam 1 hari pemberian 1 kali
imagery; Risiko bunuh diri dengan durasi 15 menit. Sampel pada penerapan ini yaitu pasien depresi
berat dengan gejala psikotik yang berisiko bunuh diri dengan melakukan pre
and post test tingkat risiko bunuh diri dengan menggunakan lembar
observasi khusus risiko bunuh diri. Hasil studi kasus menunjukan bahwa
pasien mengalami penurunan risiko bunuh diri rata-rata 3-11 skor setelah
dilakukan Terapi Relaksasi Guided imagery. kedua Pasien mengatakan,
tenang dan nyaman, tidak ingin berfikir untuk bunuh diri, ingin
meningkatkan iman dengan ibadah yang lebih giat setelah diberikan terapi
relaksasi guided imagery. Terapi Relaksasi Guided imagery mampu
menurunkan tingkat risiko bunuh diri pada pasien depresi berat dengan
gejala psikoktik.

PENDAHULUAN hubungan secara sosial, kedua mengalami


gangguan emosional, yaitu depresi, cemas
Kesehatan jiwa merupakan kondisi individu dan gangguan emosi karena gangguan
berkembang secara fisik, mental spiritual seksual. Ketiga, individu yang mengalami
dan sosial sehingga individu menyadari gangguan tidur (imsomnia), tidak mampu
kemampuan sendiri, dapat mengatasi mengontrol berat badannya dan merusak
tekanan, bekerja secara produktif, dan tubuh melalui kebiasaan merokok
mampu memberikan kontribusi untuk berlebihan, minum alkohol dan zat adiktif
komunitas. Kondisi kejiwaan seseorang lainnya. Keempat, mudah mengalami
dibagi menjadi dua yaitu orang dengan kejenuhan dalam bekerja atau bekerja
masalah kejiwaan (ODMK) dan Orang dengan berlebihan (workaholic)
dengan gangguan jiwa (ODGJ) (Kemenkes, (Simanjuntak, 2013).
2019). Individu yang tidak sehat secara
mental adalah individu yang tidak mampu Perhitungan beban penyakit pada tahun
beradaptasi dalam empat area kehidupan. 2017 memaparkan beberapa jenis
Pertama, tidak mampu membangun gangguan jiwa yang diprediksi dialami

Corresponding author:
Rosdiana Saputri
dianaros636@gmail.com
Ners Muda, Vol 1 No 3, Desember 2020
e-ISSN: 2723-8067
DOI: https://doi.org/10.26714/nm.v1i3.6212
Ners Muda, Vol 1 No 3, Desember 2020/ page 165-171 166

penduduk di Indonesia diantaranya adalah global saat ini. Kematian akibat bunuh diri
gangguan depresi, cemas, skizofrenia, di dunia mendekati 800.000 kematian per
bipolar, gangguan perilaku, autis, gangguan tahun atau satu kematian per 40 detik. Di
perilaku makan, cacat intelektual, Attention Indonesia angka kematian karena bunuh
Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). diri pada tahun 2016 cukup tinggi mencapai
Gangguan depresi tetap menduduki urutan 3,4/100.000 penduduk, tidak berubah
pertama dalam tiga dekade (Kemenkes, sampai tahun 2018 yang diperkirakan
2019). 9.000 kasus per tahun (WHO, 2019).
Individu menilai stresor dengan beberapa
Depresi merupakan gangguan emosi perspektif diantaranya: kemampuan
individu ditandai dengan emosi disforia berfikir berfikir (kognitif), sikap dan nilai
(gelisah atau tidak tenang dan (afektif), fisiologis, perilaku dan sosial atau
ketidakpuasan mendalam) disertai kemasyarakatan. Stresor tersebut dapat
gangguan tidur dan selera makan yang diatasi individu dengan meluaskan sumber
menurun (Lumongga, 2016). Depresi koping dirinya sendiri, antara lain:
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu keyakinan dan kepercayaan positif,
faktor biologi, faktor psikologis kemampuan dirinya sendiri, aset material
/kepribadian dan faktor social, ketiga dan dukungan sosial (Rahayu &
faktor saling mempengaruhi satu dengan Nurhidayati, 2012). Bunuh diri dapat
yang lainnya (Dirgayunita, 2020). Gangguan dicegah dengan kerjasama antara individu,
depresi dapat dialami oleh semua kelompok keluarga, masyarakat dan profesi dengan
usia. Hasil riskesdas 2018 menunjukkan memberikan perhatian, kepekaan terhadap
gangguan depresi sudah mulai terjadi sejak kondisi yang dialami oleh seseorang yang
rentan usia remaja (15-24 tahun), dengan memiliki risiko bunuh diri seperti
prevalensi 6,2 %, pola prevalensi depresi memberikan motivasi dan keyakinan
semakin meningkat seiring dengan bahwa hidup adalah suatu anugrah yang
peningkatan usia, tertinggi pada umur 75+ berarti dan berharga harus disyukuri.
tahun sebesar 89%, 65-74 tahun 8,0% Tindakan pendukung yang dapat dilakukan
dan55-64 tahun sebesar 6,4% (Kemenkes, yaitu tindakan keperawatan yang dapat
2019). mencegahan risiko bunuh diri dengan
Terapi Relaksasi Guided imagery. .
Pada masa ini depresi merupakan gangguan
jiwa yang sering dialami masyarakat, Guided imagery adalah relaksasi yang
disebabkan tingkat stres tinggi dampak dari membuat perasaan serta pikiran rileks,
tuntutan hidup yang semakin meningkat tenang dan senang dengan membayangkan
dan sikap hedonis masyarakat yang tidak sesuatu hal seperti lokasi, seseorang atau
memperdulikan nilai-nilai spiritual dalam suatu kejadian yang membahagiakan.
memburu materi (Lumongga, 2016). Relaksasi ini dilakukan dengan konsentrasi
Depresi adalah penyakit mental yang hingga mencapai kondisi nyaman dan
ditumpu sebagian besar orang, menjadi tenang (Kaplan & Sadock, 2010). Guided
faktor individu putus asa, harga diri rendah, imagery adalah metode dengan imajinasi
tidak berguna hidup, yang membuat individu mencapai efek positif (Smeltzer &
individu menyakiti diri hingga efek Bare, 2013). Penelitian (Beck, 2012)
terburuk mengakhiri hidup atau bunuh diri memaparkan, terapi Relaksasi Guided
(Santoso, 2017). Ketidakberdayaan imagery mampu mengurangi konsumsi
merupakan salah satu pemicu individu oksigen dalam tubuh, metabolisme,
melakukan perilaku bunuh diri (Valentina & pernapasan, tekanan darah sistolik,
Helmi, 2016). kontraksi ventrikular prematur dan
ketegangan otot, menurunkan hormon
Bunuh diri adalah masalah kesehatan kortisol. Gelombang alpha otak
masyarakat serius dan menjadi perhatian meningkatkan hormon endorphin yang

Rosdiana Saputri - Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi Relaksasi Guided Imagery Pada Pasien Depresi
Berat
Ners Muda, Vol 1 No 3, Desember 2020/ page 165-171 167

membuat nyaman, tenang, bahagia dan relaksasi mengosongkan pikiran dan


meningkatkan imunitas seluler. Terapi memenuhi pikiran dengan imajinasi dan
Relaksasi Guided imagery efektif terhadap bayangan untuk membuat damai dan
penurunan depresi pada pasien kanker tenang (Smeltzer, 2014).
yang menjalani kemoterapi (Nicolussi,
Sawada, Mara, Cardozo, & Paula, 2016). HASIL STUDI

Studi ini bertujuan untuk mengetahui Pengkajian pada pasien 1 usia 31 tahun,
penurunan risiko bunuh diri pasien depresi jenis kelamin laki-laki, diagnosa medis
setelah dilakukan Terapi Relaksasi Guided Depresi Berat gejala Psikotik, pasien 1
imagery Di Ruang UPIP RSJD Dr. Amino mengatakan mencoba bunuh diri dengan
Gondohutomo Semarang. menusukkan pisau ke dada, merasa
bersalah kepada istri dan anaknya karena
METODE tidak bisa menafkahi dan merasa putus asa
karena sekarang di rawat di RS, dirinya
Metode penulisan ini menggunakan metode sangat berdosa dan pantas mati, dulu
deskriptif studi kasus dengan strategi pernah menuduh tetangganya namun tidak
proses keperawatan pada 2 pasien yang terbukti, saat ini merasa malu dan merasa
mempusatkan pada salah satu masalah bersalah. Keluarga pasien mengatakan
penting pada asuhan keperawatan risiko pasien tidak mau makan selama kurang
bunuh diri. Studi kasus ini dimulai dari lebih satu minggu karena ingin mati.
pengkajian, merumuskan masalah, Pengkajian pada Pasien 2 usia 25 tahun, jenis
membuat perencanaan, melakukan kelamin perempuan, diagnosa medis Depresi
implementasi dan evaaluasi. Studi kasus ini Berat gejala Psikotik. Pasien mengatakan
dilakukan dengan memberikan intervensi mencoba bunuh diri dengan menusukkan
setelah itu di lihat pengaruhnya. Penelitian pisau ke kepalanya, merasa bersalah
ini tentang Penerapan Terapi Relaksasi kepada suaminya dan sudah putus asa
Guided imagery terhadap tingkat risiko karena tidak bisa membantu merawat
bunuh diri pasien depresi berat Di RSJD Dr. suaminya. Keluarga mengatakan pasien
Amino Gondohutomo Semarang. Penelitian tidak mau makan selama kurang lebih
ini dilakukan Desember 2019 yang satu minggu karena ingin mati saja
dilaksanakan di ruang UPIP RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Semarang sebanyak 3x Pengkajian pasien didapatkan data fokus
dalam 3 hari dengan durasi tiap Terapi diantaranya pasien tampak bingung, sering
Relaksasi Guided imagery yaitu 15 menit. mondar mandir lalu berdiam diri di kasur,
Sampel dalam studi kasus ini yaitu 2 Pasien postur tubuh menunduk, enggan mencoba
depresi berat gejala psiotik dengan risiko hal baru, sering mondar mandir lalu
bunuh diri dan pernah melakukan berdiam diri di Kasur, kontak mata tidak
percobaan bunuh diri. Kriteria tafsiran bisa dipertahankan, sering menyendiri,
dalan studi kasus ini yaitu Lembar tidak pernah memulai pembicaraan
assesmen khusus risiko bunuh diri dari maupun perkenalan dan afek tumpul pada
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. pasien 1 dan pasien 2, sehingga diagnosa
Nilai 0-3 dikategorikan risiko bunuh diri keperawatan yang tepat adalah resiko bunuh
rendah, nilai 4-9 dikategorikan risiko bunuh diri (D.0135) berhubungan dengan gangguan
diri sedang dan nilai 10+ yaitu resiko bunuh perilaku dan harga diri rendah kronis
diri tinggi. Prosedur pelaksanaan terapi berhubungan dengan ganngguan psikiatri
relaksasi guided imagery dimulai dengan (D.0086) (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
proses relaksasi pada umumnya yaitu Pada studi kasus ini diagnosa prioritas adalah
meminta kepada pasien untuk perlahan- resiko bunuh diri (D.0135) Intervensi yang
lahan menutup matanya dan fokus pada diberikan pada masalah tersebut adalah
nafas mereka, pasien didorong untuk pencegahan bunuh diri dengan strategi

Rosdiana Saputri - Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi Relaksasi Guided Imagery Pada Pasien Depresi
Berat
Ners Muda, Vol 1 No 3, Desember 2020/ page 165-171 168

pelaksanaan pada pasien resiko bunuh diri Tabel 1


(Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018). Deskripsi Skor Risiko Bunuh Diri Pasien Sebelum
dan Sesudah Diberikan Terapi Guided imagery
Implementasi yang diberikan kepada pasien 1 Skor Risiko bunuh Diri
dan pasien 2 yaitu identifikasi keinginan dan Pasien Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3
pikiran rencana bunuh diri, monitor adanya Pre Post Pre Post Pre Post
perubahan mood atau perilaku, lakukan Pasien 1 14 11 11 7 7 3
pendekatan langsung dan tidak menghakimi Pasien 2 11 7 7 6 6 3
saat membahas bunuh diri, berikan
lingkungan dengan pengamanan ketat dan
mudah dipantau, anjurkan mendiskusikan PEMBAHASAN
perasaan yang dialami kepada orang lain,
kolaborasi pemberian antiansietas atau Pada Desember 2019 ditemukan hasil
psikotik sesuai indikasi dan latih pencegahan pengamatan serta reaksi penderita saat
risiko bunuh diri melalui Terapi Relaksasi terapi relaksasi Guided imagery ada
Guided imagery. Disertai dengan penerapan keselarasan dari kedua Pasien, saat
strategi pelaksanaan (SP) bunuh diri yaitu diberikan penjelasan mengenai guided
percakapan untuk melindungi pasien dari imagery kedua Pasien sangat bersemangat,
isyarat bunuh diri, percakapan untuk hal tersebut tampak dari kedua Pasien yang
meningkatkan harga diri pasien isyarat sanggup menandatangani informed
bunuh diri, percakapan untuk concent, dan responsif saat diberikan terapi
meningkatkan kemampuan dalam relaksasi Guided imagery. Pada saat
menyelesaikan masalah pada pasien isyarat diberikan terapi relaksasi Guided imagery
bunuh diri dan mendiskusikan harapan dan kedua Pasien tampak konsentrasi dan
masa depan. nyaman serta tersenyum saat dibimbing
untuk membayangkan hal indah yang ingin
Hasil studi kasus diperoleh setelah dia lakukan. Hasil studi kasus pada Pasien 1
dilakukan asuhan keperawatan dan Pasien 2 menunjukkan gejala yang
menggunakan Evidance Based Nursing sama yaitu kedua Pasien masih ragu-ragu
Practice Terapi Relaksasi Guided imagery dalam membuat komitmen karena
dengan masing-masing 3 hari implementasi ketidakmampuan menilai halusinasi yang
yang dilakukan terhadap pasien 1 dan diderita ditandai dengan reaksi bingung,
pasien 2. tiba-tiba diam, terdapat pikiran bunuh diri
sesekali atau singkat, selain itu juga
Berdasarkan tabel 1 pada hari ke-1 pasien 1 terdapat gejala putus asa, tidak berdaya,
skor risiko bunuh mengalami penurunan anhedonia, rasa bersalah, malu dan
skor bunuh diri sebesar 3 skor, sedangkan impulsive.
pasien 2 skor risiko bunuh diri turun
sebesar 4 skor setelah diberikan terapi Studi kasus ini memberikan tindakan kepada
Guided imagery. Hari ke-2 pasien 1 terjadi Pasien 1 dan Pasien 2 yaitu mengidentifikasi
penurunan risiko bunuh diri 4 skor , keinginan dan pikiran rencana bunuh diri,
penurunan risiko bunuh diri pasien 2 memonitor adanya perubahan mood atau
sebesar 1 skor setelah diberikan terapi perilaku, melakukan pendekatan langsung
Guided imagery. Hari ke-3 skor risiko bunuh dan tidak menghakimi saat membahas bunuh
diri mengalami penurunan risiko bunuh diri diri, berikan lingkungan dengan pengamanan
pada Pasien 1 sebesar 4 skor, sedangkan ketat dan mudah dipantau, menganjurkan
Pasien 2 skor risiko bunuh diri mengalami mendiskusikan perasaan yang dialami kepada
penurunan sebesar 3 skor setelah diberikan orang lain, mengkolaborasi pemberian
terapi Guided imagery. Dari data tersebut antiansietas atau psikotik sesuai indikasi dan
diketahui bahwa terapi Guided imagery melatih pencegahan risiko bunuh diri melalui
dapat menurunkan risiko bunuh diri yang Terapi Relaksasi Guided imagery. Hasil
mengalami depresi berat sebesar 3-11 skor. evaluasi asuhan keperawatan menunjukkan

Rosdiana Saputri - Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi Relaksasi Guided Imagery Pada Pasien Depresi
Berat
Ners Muda, Vol 1 No 3, Desember 2020/ page 165-171 169

pada hari ke-1 Pasien 1 dengan skor 14 dan tempat yang membuat bahagia dan tenang
Pasien 2 dengan skor 11 dikategorikan dapat memberikan rasa rileks dan nyaman
risiko bunuh diri tinggi, kedua Pasien sehingga membuat pikiran menjadi positif
mengalami penurunan pada hari ke-3 dan menghilangkan keinginan untuk bunuh
menjadi skor 3 dikategorikan risiko bunuh diri.
diri rendah setelah diberikan terapi
relaksasi guided imagery. Dari data tersebut Depresi merupakan penyakit mental yang
diketahui bahwa terapi relaksasi guided sangat sering dialami seseorang, membuat
imagery dapat menurunkan risiko bunuh seseorang menjadi putus asa, tidak pantas
diri pasien depresi berat. Pada pemberian hidup, harga diri rendah, menjadi salah satu
terapi relaksasi Guided imagery hari ketiga, pemicu individu untuk menyakiti diri
kedua Pasien merasa tenang dan nyaman, sendiri, hingga berakibat individu dapat
dapat tidur pada malam hari, tidak ingin mengakhiri hidup atau bunuh diri. Depresi
berfikir untuk bunuh diri, ingin memiliki beberapa jenis tingkatan, minor
meningkatkan iman dengan ibadah yang depression, moderate depression, hingga
lebih giat, ingin membahagiakan anak dan tahap akhir major depression dan bisa
istri/suaminya, harga diri Pasien berujung kematian. Orang-orang yang
meningkat, rasa putus asa menurun, Pasien terkena depresi berat akan merasa putus
juga mengatakan ingin cepat sembuh dan asa, tidak semangat menjalani hidup, dan
berkumpul bersama keluarganya karena terburuk adalah mengakhiri hidupnya
rindu terhadap keluarganya. sendiri (Pemayun & Diniari, 2017).

Penurunan risiko bunuh diri pada Pasien 1 Studi kasus ini didukung pendapat
dan Pasien 2 tidak sama karena dipengaruhi (Nurgiawiati, 2015) yang menyebutkan
oleh beberapa faktor diantaranya faktor bahwa Terapi relaksasi merupakan teknik,
jenis kelamin. Pasien 1 jenis kelamin laki- cara, proses atau tindakan yang mendukung
laki, sedangkan Pasien 2 jenis kelamin individu menjadi tenang, nyaman,
perempuan. Pasien dengan jenis kelamin menurunkan cemas, stres dan marah.
laki-laki memiliki pemikiran yang simpel Terapi relaksasi seringkali digunakan
dan konsisten dalam mengambil keputusan dalam manajemen stres yang ditujukan
kedepannya untuk memperbaiki kesalahan untuk menurunkan ketegangan otot - otot
yang pernah dilakukan, laki-laki sangat tubuh menjadi rileks, menurunkan tekanan
mudah konsentrasi dalam suatu keadaan. darah, menurunkan nyeri dan memudahkan
Tindakan terapi relaksasi guided imagery tidur. Terapi relaksasi Guided imagery dapat
dilakukan dengan konsentrasi terfokus di dilakukan setiap hari dalam 15 menit, untuk
mana gambar visual pemandangan, suara, hasil maksimal dapat dilakukan sebanyak
musik, dan kata-kata yang digunakan untuk 14 kali berturt- turut. Sebanding dengan
membuat penguatan perasaan dan relaksasi penelitian (Fatimah & Fitriani, 2017)
(Thomas, 2010).. Hal tersebut tentang Intervensi Inovasi Guided imagery
menunjukkan bahwa terapi relaksasi terhadap Gejala Resiko Bunuh Diri di Ruang
guided imagery dapat menurunkan risiko Punai RSJD Atma Husada Samarinda
bunuh diri tubuh pada depresi berat didapatkan bahwa hasil penelitian
psikotik. Penulis menyarankan keluarga menunjukkan setelah dilakukan intervensi
melakukan secara mandiri di kemudian hari pada pasien risiko bunuh diri yaitu
dengan bantuan media seperti hp atau membina hubungan saling percaya, klien
anggota keluarga sendiri yang mampu dapat mengekspresikan perasaannya
melakukan bimbingan saat dilakukan terapi dengan perencanaan bersifat hargai dan
relaksasi Guided imagery pada Pasien, dan bersahabat dan bersikap empati.
dengan dilakukannya relaksasi Guided
imagery diharapkan dengan Hasil studi kasus ini sesuai dengan
membayangkan hal-hal, kejadian dan penelitian (Skeens, 2017) Guided imagery

Rosdiana Saputri - Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi Relaksasi Guided Imagery Pada Pasien Depresi
Berat
Ners Muda, Vol 1 No 3, Desember 2020/ page 165-171 170

menggabungkan beragam teknik seperti sistem syaraf simpatis dan sistem endokrin
fantasi, seni, visualisasi, metafora, dan pada Pasien yaitu stimulus kata-kata
memanfaatkan ketidaksadaran untuk pembimbing (penulis) mendorong kedua
berkomunikasi pikiran sadar kita. Guided sistem syaraf menciptakan beta endorphin
imagery membuat individu untuk berfikir endogen dan meminimalkan hormon
kreatif dengan mengabaikan kortisol yang mampu meningkatkan
permasalahannya, tiga prinsip dari Guided ketenangan, rileks dan menurunkan tingkat
imagery yaitu pertama menghubungkan risiko bunuh diri. Relaksasi guided imagery
pikiran dengan tubuh, dengan yang dilakukan pada lingkungan yang
mengisyaratkan kepada tubuh tentang nyaman dan terjaga privasi pasien serta
perasaan dan pengalaman yang dialami saat dilakukan dengan fokus dan benar maka
berada pada fase konsentrasi di alam bawah dapat menimbulkan perasaan tenang dan
sadar. Prinsip kedua adalah bahwa jika kita nyaman baik secara fisik maupun
membayangkan sesuatu hal yang indah psikologis Pasien yang akhirnya dapat
diubah kekeadaan kesadaran seolah-olah mengurangi tingkat risiko bunuh diri
menjadi kenyataan dan dialami oleh tubuh pasien. Terapi dalam studi kasus ini mampu
kita, aktivitas gelombang otak dan biokimia mengembangkan koping individu menjadi
dapat berubah, yang dapat menyebabkan adaptif, dan terjadilah penurunan tingkat
kognitif (proses berpikir) dan perubahan risiko bunuh diri Pasien. Hal ini dibuktikan
emosional. Terakhir, locus of control adalah setelah intervensi Terapi Relaksasi Guided
hal penting dari konsep ini. Jika seseorang imagery diberikan, tingkat risiko bunuh diri
percaya dengan dirinya sendiri bahwa dia Pasien berkurang dari risiko bunuh diri
dapat mengontrol aspek kehidupannya tinggi menjadi risiko bunuh diri rendah.
sendiri, sehingga harga diri meningkat. Tiga
tujuan utama untuk penggunaan metode ini SIMPULAN
meliputi yang berikut: pengurangan stres
dan relaksasi, visualisasi aktif atau terarah, Pengkajian risiko bunuh diri pasien depresi
dan pemanfaatan citra tubuh manusia berat berada dalam kategori tingkat risiko
untuk memperoleh kata dan gambar pada bunuh diri tinggi. Pada Pasien 1 ditemukan
alam bawah sadar.Langkah pertama adalah skor risiko bunuh diri 14 (risiko tinggi)
mengajarkan teknik relaksasi. Setelah klien sedangkan skor risiko bunuh diri Pasien 2
dalam keadaan santai, klien dapat memulai adalah 11 (risiko tinggi). Respon dari kedua
proses visualisasi. Guided imagery dapat Pasien saat diberikan Terapi Relaksasi
menggunakan arahan, di mana gambar Guided imagery, kedua Pasien mengatakan,
ditimbulkan melalui proses sadar atau tidak merasa tenang dan nyaman, tidak ingin
sadar yang dapat membuat klien merasa berfikir untuk bunuh diri, ingin
tenang dan nyaman. Hal ini didukung oleh meningkatkan iman dengan ibadah yang
penelitian (Beck, 2015) bahwa Guided lebih giat. Pasien cukup antusias selama
imagery dapat mengatasi stress, gangguan pelaksanaan Terapi Relaksasi Guided
mood, depresi, kecemasan dan gejala imagery. Risiko bunuh diri pada kedua
tekanan fisik dengan Efek menurunkan Pasien mengalami penurunan risiko bunuh
hormon kortisol, dan pendapat (Guyton & diri yaitu Pasien 1 dengan penurunan 11
Hall, 2008) memaparkan bahwa teknik skor menjadi 3 ( risiko rendah) dan Pasien
relaksasi Guided imagery menyebabkan 2 dengan penurunan 8 skor menjadi 3
pengeluaran hormon ‘kebahagiaan’ (risiko rendah).
(betaendorfin) meningkat untuk
berproduksi sehingga dapat mengurangi UCAPAN TERIMAKASIH
perasaan stres atau kecemasan.
Penulis menuturkan terimakasih kepada
Penulis berargumen, terapi Relaksasi seluruh unit terkait dalam proses
Guided imagery mampu menstimulasi penyusunan laporan kasus ini.

Rosdiana Saputri - Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi Relaksasi Guided Imagery Pada Pasien Depresi
Berat
Ners Muda, Vol 1 No 3, Desember 2020/ page 165-171 171

REFERENSI 103.
Santoso, M. B., Hasanah, D., Asiah, S., & Kirana, C. I.
Beck, B. D. (2012). Guided Imagery and Music (GIM) (2017). Bunuh Diri Dan Depresi Dalam
with adults on sick leave suffering from work- Perspektif Pekerjaan. Prosiding Penelitian &
related stress – a mixed methods experimental Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(3), 390–
study. Aalborg Universitety Denmark. 447.
Beck, B. D., Hansen, Å. M. H., & Gold, C. (2015). Coping Simanjuntak, J. (2013). Konseling Gangguan Jiwa &
with Work-Related Stress through Guided Okultisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Imagery and Music (GIM): Randomized Retrieved from
Controlled Trial. Journal of Music Therapy, https://books.google.co.id/books?id=EVdjD
52(3), 323–352,. wAAQBAJ
Dirgayunita, A. (2020). Depresi : Ciri , Penyebab dan Skeens, L. M. (2017). Guided Imagery : A Technique to
Penangannya, 1–14. Benefit Youth at Risk. National Youth At Risk
Fatimah, & Fitriani, D. R. (2017). Inovasi Guided Journal, 2(2).
Imagery Terhadap Gejala Resiko Bunuh Diri Di Smeltzer, S. C. (2014). Smeltzer, S. C. (2014).
Ruang Punai RSJD Atmahusada Samarinda, 1– Keperawatan medikal bedah (handbook for
29. Brunner & Suddarth’s textbook of medical-
Guyton, A., & Hall, J. (2008). Buku Ajar Fisiologi surgical nursing) edisi 12. Diterjemahkan oleh
Kedokteran. Jakarta: EGC. Devi Yulianti & Amelia Kimin. Jakarta: EGC.
Jakarta: EGC Medical Book.
Kemenkes. (2019). Situasi Kesehatan Jiwa Di
Indonesia. infoDATIN. Smeltzer, & Bare. (2013). Buku Ajar
KeperawatanMedical Bedah Brunner &
Lumongga, N. (2016). Depresi: Tinjauan Psikologis. Suddart edisi 8. Jakarta: EGC.
Jakarta: Kencana.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis
Nicolussi, A. C., Sawada, N. O., Mara, F., Cardozo, C., & Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Paula, J. M. De. (2016). Relaxation With Guided Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Imagery And Depression In Patients With Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Cancer Undergoing Chemotherapy, 21(4), 1–
10. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran
Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
Nurgiawiati, E. (2015). Terapi Alternatif &
Komplementer Dalam Bidang Keperawatan. IN Valentina, T. D., & Helmi, A. F. (2016).
MEDIA. Bandung. Ketidakberdayaan dan Perilaku Bunuh Diri :
Meta-Analisis. Buletin Psikologi, 24(2), 123–
Pemayun, C. I. S., & Diniari, N. K. S. (2017). Perilaku 135.
Bunuh Diri Pada Klien Terapi Metadon Di https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.1
PTRM Sandat RSUP Sanglah. E-Jurnal Medika, 8175
6(5), 1–4.
WHO. (2019). Word Health Statistics 2019 :
Rahayu, D. A., & Nurhidayati, T. (2012). Penilaian Monitoring healt for SDGs. Annex 2.
Terhadap Stresor & Sumber Koping Penderita
Kanker Yang Menjalani Kemoterapi, (18), 95–

Rosdiana Saputri - Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi Relaksasi Guided Imagery Pada Pasien Depresi
Berat
Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol 13 (1) ; Maret 2021 p-ISSN: 2301-9255 e:ISSN: 2656-1190
Hal : 85 - 94

ARTIKEL PENELITIAN

Hubungan Tingkat Depresi dan Faktor Resiko Ide Bunuh Diri pada
Remaja SMPN
*Dwinara Febrianti1), Neli Husniawati2)
1)
Prodi DIII Keperawatan, Fakultas Kesehatan, Universitas Mohammad Husni Thamrin
2)
Prodi S1 Keperawatan, Fakultas Kesehatan, Universitas Mohammad Husni Thamrin

Corresponden author: sayantiara@gmail.com


Received : 13 Desember 2020 Accepted : 30 Maret 2021 Published: 30 Maret 2021

DOI: https://doi.org/10.37012/jik.v13i1.422

ABSTRAK
Bunuh Diri merupakan tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan.
Beberapa kejadian bunuh diri sudah terjadi di Indonesia, bahkan tindakan seorang pelajar SMP di Jakarta
yang meninggal dunia setelah melompat dari lantai empat gedung sekolahnya pada pertengahan Januari
lalu, yang diduga karena mengalami depresi. Tujuan Penelitian ini mengetahui hubungan tingkat depresi
dengan faktor resiko ide bunuh diri pada remaja di SMPN 20 Jakarta Timur. Penelitian ini dilakukan
menggunakan desain cross sectional, terhadap 188 siswa. Hasil penelitian menunjukan mayoritas
responden berada pada usia 14 tahun dan berjenis kelamin perempuan, penelitian menunjukan tingkat
depresi responden mayoritas berada pada tingkat depresi minimal atau tidak ada depresi 48,9 %, ada resiko
ide bunuh diri sebanyak 21,3 %, ada ide bunuh diri sebanyak 19 siswa (10,1%). Hasil Uji Statistik
diperoleh nilai p = 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat depresi dengan
faktor resiko ide bunuh diri pada remaja di SMPN 20 Jakarta Timur dan menunjukan hubungan yang kuat
(r=0,696) dan berpola positif artinya semakin parah tingkat depresi maka semakin besar peluang
munculnya resiko ide bunuh diri. Rekomendasi selanjutnya bekerjasama dengan pihak sekolah untuk
menindaklanjuti hasil penelitian dengan melakukan pencegahan lebih lanjut untuk ide bunuh diri yang
ditemukan, menambah variabel faktor –faktor penyebab terjadinya ide bunuh diri dan menghubungkan
karakteristik dengan faktor pendukung terjadinya ide bunuh diri pada penelitian selanjutnya.
Kata Kunci: Bunuh Diri, Depresi, Remaja, Resiko Ide Bunuh Diri.

ABSTRACT
Suicide is an aggressive, self-defeating, life-ending act. Several suicides have occurred in Indonesia, even
the actions of a junior high school student in Jakarta who died after jumping from the fourth floor of his
school building in mid-January, allegedly due to depression. The purpose of this study to determine the
relationship between the level of depression and the risk factors for the idea of suicide in adolescents at
SMPN 20 East Jakarta. This study was conducted using a cross-sectional design, with 188 students. The
results showed that the respondents were at the age of 14 years and were female, showed that the
respondents' level of depression was at a minimum level of depression or no depression was 48.9%, there
was a risk of suicide as much as 21.3%, there were 19 students having suicidal ideation ( 10.1%). The
statistical test results obtained by the value of p = 0.000, it can be seen that there is a relationship between
the level of depression and the risk factors for suicidal ideation in adolescents at SMPN 20 East Jakarta
and shows a strong relationship (r = 0.696) and a positive pattern means that the more severe the level of
depression, the more large chance of risk of suicide. The next recommendation is to collaborate with the
school to follow up on the results of the study by taking further precautions for the found suicide ideas,
adding to the variables that cause suicidal ideation and linking characteristics with supporting factors for
suicidal ideation in future studies.
Keywords: Suicide, Depression, Adolescence, Risk Of Suicidal Ideation.

Open Journal System (OJS: journal.thamrin.ac.id


http://journal.thamrin.ac.id/index.php/jikmht/issue/view/22 85
Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol 13 (1) ; Maret 2021 p-ISSN: 2301-9255 e:ISSN: 2656-1190

PENDAHULUAN

Bunuh diri merupakan tindakan agresif merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan.
Perilaku bunuh diri pada seseorang disebabkan karena stress tinggi dan kegagalan mekanisme
koping dalam mengatasi masalah ( Keliat & Akemat, 2009 dalam Damaiyanti, 2014).
Semakin hari semakin banyak anak muda memilih mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh
diri. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan terdapat 800 ribu orang yang tercatat
melakukan bunuh diri tiap tahunnya dan sebagian kasus terjadi di kalangan anak muda. Di
Korea Selatan, angka bunuh diri menempati ranking tertinggi ke-10 di dunia. Setelah lansia,
anak usia sekolah berada di peringkat kedua kasus bunuh diri (CNN Indonesia, 2019). Pada
tahun 2019, ada 13.799 orang bunuh diri. Jumlah ini naik dibandingkan tahun 2018 yang
capai 13.670 orang. ini membuat rata-rata ada 37,8 orang meninggal setiap hari karena bunuh
diri di Korea Selatan (Yonhap, 2020).

Menurut Riskesdas (2013), pada sampel populasi usia 15 tahun keatas sebanyak 722.329,
prevalensi keinginan bunuh diri sebesar 0,8% pada laki-laki dan 0,6% pada perempuan.
Maraknya kejadian bunuh diri saat ini banyak mendominasi pemberitaan di media masa,
bahkan dibandingkan tahun sebelumnya, jumlah kasus bunuh diri tahun 2019 lalu, meningkat
hingga 50 persen (Mustofa, 2020).

Beberapa kejadian bunuh diri sudah terjadi di Indonesia, bahkan tindakan pelajar SMP di
Jakarta yang meninggal dunia setelah melompat dari lantai empat gedung sekolahnya pada
pertengahan Januari lalu, yang diduga karena mengalami depresi. Berdasarkan hasil penelitian
Yusuf (2019) didapatkan 5% pelajar dari 910 pelajar SMAN dan SMKN akreditasi A di DKI
Jakarta memiliki ide bunuh diri. Pelajar yang terdeteksi berisiko bunuh diri memiliki risiko
5,39 kali lebih besar untuk mempunyai ide bunuh diri dibandingkan pelajar yang tidak
terdeteksi berisiko bunuh diri setelah dilakukan kontrol terhadap kovariat: umur, sekolah,
gender, pendidikan ayah, pekerjaan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, status cerai orangtua,
etnis, keberadaan ayah, keberadaan ibu, kepercayaan agama, depresi, dan stresor.

Ide bunuh diri pada remaja sering dikaitkan dengan adanya kondisi depresi pada remaja. Beck
mendefinisikan depresi sebagai kondisi psikologi seseorang yang ditandai dengan adanya
gangguan mood, gejala gangguan kognitif, gangguan pada motivasional, dan gangguan pada
fisik (Atkinson dkk., 2010 dalam Pramana & Puspitadewi, 2014).

Perilaku negatif yang dilakukan remaja yang dapat berujung pada tindakan bunuh diri harus
segera diatasi dan dicegah karena kelompok remaja merupakan generasi penerus bangsa.
Upaya yang digalakkan oleh WHO (2017) sebagai tindakan preventif bunuh diri salah satunya
Open Journal System (OJS: journal.thamrin.ac.id
http://journal.thamrin.ac.id/index.php/jikmht/issue/view/22 86
Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol 13 (1) ; Maret 2021 p-ISSN: 2301-9255 e:ISSN: 2656-1190

yaitu mengidentifikasi secara dini orang-orang yang berisiko bunuh diri, misalnya dengan
mengenali tingkat risiko bunuh diri yang diderita (WHO, 2017).

Jakarta timur merupakan salah satu kota dimana pernah ada kejadian bunuh diri yang
dilakukan oleh siswi di Jakarta Timur berinisial SN (14) tewas setelah bunuh diri pada hari
Selasa 14 Januari 2020 dan SMPN 20 Jakarta terletak di Jakarta Timur sehingga menjadi
dasar pemilihan tempat penelitian. Tujuan Penelitian ini adalah Mengetahui Hubungan
Tingkat Depresi Dengan Faktor Resiko Ide Bunuh Diri Pada Remaja Di SMPN 20 Jakarta
Timur.

METODE

Penelitian ini dilakukan menggunakan desain cross sectional. Penelitian dilakukan di SMPN
20 Jakarta pada rentang bulan Juni s.d Juli 2020, dimana jumlah populasi kelas 8 394 siswa
dan jumlah sampel yang diambil sebanyak 188 siswa. Penelitian dilakukan dalam rentang
masa penerapan PSBB di Jakarta, sehingga untuk pengumpulan data dilakukan secara daring
melalui googleform. Kuisioner yang digunakan yaitu PHQ-9-Remaja dan instrumen
Ketahanan Jiwa Remaja. Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS, dan dilakukan
analisa univariat dan bivariat dan penyajian datanya dibuat dalam bentuk tabel. Analisa
Univariat dengan menggunakan analisis deskriptif dilakukan dengan melihat distribusi setiap
variabel dalam bentuk distribusi frekuensi. Sedangkan analisa bivariat menggunakan analisis
korelasi regresi linear sederhana dengan menggunakan jenis data numerik dari variabel
dependen dan independennya untuk melihat hubungan antar keduanya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisa Univariat

Gambaran Tingkat Keparahan Depresi


Gambaran tingkat depresi responden dilihat berdasarkan tingkatan depresi minimal (tidak
ada), ringan sedang, cukup berat dan berat. Hasil analisisnya dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.
Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi Siswa di SMP Negeri 20 Jakarta Timur
Bulan Juli 2020 (n= 188)

Variabel n %
Tingkat Depresi
Minimal 92 48,9
Ringan 58 30,9
Sedang 27 14,4
Cukup Berat 10 5,3
Berat 1 0,5
Total 188 100
Open Journal System (OJS: journal.thamrin.ac.id
http://journal.thamrin.ac.id/index.php/jikmht/issue/view/22 87
Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol 13 (1) ; Maret 2021 p-ISSN: 2301-9255 e:ISSN: 2656-1190

Berdasarkan tabel 1 menunjukan bahwa tingkat depresi responden dalam penelitian ini
mayoritas berada pada tingkat depresi minimal sebanyak 92 siswa (48,9 %), dan memiliki
rata-rata skor tingkat depresi 5,68 (95% CI : 5,02-6,33), dengan standar deviasi 4,559. Hal ini
menunjukan bahwa mayoritas siswa SMPN 20 dalam kondisi psikologis yang baik, karena
mayoritas siswa tidak mengalami depresi (tingkat depresi minimal). Tapi kita tidak bisa
mengabaikan jumlah depresi yang dialami siswa walaupun dalam jumlah minimal yang
diperoleh dari hasil analisis terdapat 5,3 % siswa yang mengalami depresi yang cukup berat
bahkan ada 0,5 % siswa yang mengalami depresi berat. Berdasarkan menurut The Mental
Health Recovery Institute (2017) Depresi juga merupakan tanda peringatan. Depresi adalah
diagnosa yang paling umum pada mereka yang meninggal karena bunuh diri. Sulit untuk
membedakan antara seseorang yang memiliki depresi dan ketika seseorang mengalami
depresi dan bunuh diri, jadi sangat penting untuk memperhatikan tanda dan perubahan lainnya
dalam mood. Tanda gejala depresi mungkin bervariasi tergantung usia, anak-anak yang
depresi seringkali menunjukan keluhan somatic, seperti sakit perut atau sakit kepala,
sedangkan orang dewasa yang depresi seringkali mudah lupa dan mudah terdistraksi
(Davidson, Naele & Kring, 2004 dalam Muhith, 2015). Menurut peneliti salah satu yang bisa
memicu siswa mengalami depresi saat ini adalah karena situasi pandemik covid -19 yang
sedang terjadi yang bersamaan dengan pengambilan data terhadap responden.
Faktor Resiko Ide Bunuh diri
Gambaran faktor resiko ide bunuh diri yang dianalisis untuk melihat ada atau tidaknya resiko
ide bunuh diri pada responden. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 2

Tabel 2.
Distribusi Frekuensi Faktor Resiko Ide Bunuh diri Siswa
di SMP Negeri 20 Jakarta Timur Bulan Juli 2020

Variabel n %
Faktor Resiko Ide Bunuh diri
Tidak ada Ide Bunuh Diri 148 78,7
Ada Ide Bunuh diri 40 21,3
Total 188 100

Tabel 2 menunjukan bahwa dari faktor resiko ide bunuh diri responden dalam penelitian ini
menunjukan mayoritas tidak ada resiko ide bunuh diri sebesar 148 siswa (78,7%) dan ada
resiko ide bunuh diri sebanyak 40 siswa (21,3 %). Berdasarkan nilai rata-rata berada pada
nilai 26,62, artinya rata-rata responden tidak ada ide bunuh diri, karena nilainya berada
dibawah nilai yang dapat dinyatakan mempunyai risiko ide bunuh diri bila nilai skor ≥ 34.
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan,
individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku
Open Journal System (OJS: journal.thamrin.ac.id
http://journal.thamrin.ac.id/index.php/jikmht/issue/view/22 88
Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol 13 (1) ; Maret 2021 p-ISSN: 2301-9255 e:ISSN: 2656-1190

bunuh diri meliputi isyarat–isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan
mengakibatkan kematian, luka atau menyakiti diri sendiri (Davidson, Neale & King, 2004
dalam Muhith, 2015). Hal ini harus dijadikan perhatian dan tidak bisa diabaikan. Hal ini
serupa dengan penelitian Yusuf (2019) didapatkan 5% pelajar dari 910 pelajar SMAN dan
SMKN akreditasi A di DKI Jakarta juga memiliki ide bunuh diri.

Perasaan Tertekan atau Kesedihan


Gambaran Perasaan Tertekan atau Kesedihan yang dianalisis untuk melihat ada atau tidaknya
perasaan tertekan atau kesedihan pada responden. Hasil analisisnya lebih jelas pada tabel 3.

Tabel 3.
Distribusi Frekuensi Perasaan Tertekan atau Kesedihan
Siswa di SMP Negeri 20 Jakarta Timur Bulan Juli 2020

Variabel n %
Perasaan Tertekan atau Kesedihan
Tidak 86 45,7
Ya 102 54,3
Total 188 100

Hasil menunjukan responden dalam penelitian ini yang mengalami perasaan tertekan
sebanyak 102 siswa (54,3 %). Hal ini harus juga menjadi perhatian karena dengan adanya
perasaan tertekan atau kesedihan yang dialami maka dapat memicu terjadinya depresi dan
akhirnya muncul ide bunuh diri. Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan depresi,
termasuk genetika, biologis otak dan kimia otak, kejadian hidup seperti trauma, kehilangan
orang yang dicintai, hubungan yang sulit, pengalaman masa kanak-kanak dan situasi stress.
Depresi bisa terjadi berbagai jenjang usia, tapi sering dimulai di usia remaja danatau usia awal
20an atau 30an. Suasana hati yang paling kronis dan gangguan kecemasan saat dewasa di
mulai sejak masa kanak-kanak, mereka memiliki tingkat kecemasan yang tinggi. Faktanya,
tingkat kecemasan tinggi saat kecil dapat menyebabkan risiko depresi yang lebih tinggi pada
saat dewasa (National Institute of Mental Health, 2015).

Kesulitan dalam menghadapi Masalah


Gambaran Kesulitan dalam menghadapi masalah yang dianalisis untuk melihat tingkat
kesulitan responden dalam menghadapi masalah yang meliputi tidak sulit sama sekali, agak
sulit, sangat sulita dan sangat sulit sekali. Hasil analisisnya dapat dilihat pada tabel 4.

Open Journal System (OJS: journal.thamrin.ac.id


http://journal.thamrin.ac.id/index.php/jikmht/issue/view/22 89
Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol 13 (1) ; Maret 2021 p-ISSN: 2301-9255 e:ISSN: 2656-1190

Tabel 4.
Distribusi Frekuensi Kesulitan dalam menghadapi masalah Siswa
di SMP Negeri 20 Jakarta Timur Bulan Juli 2020

Variabel n %
Kesulitan dalam menghadapi masalah
Tidak Sulit Sama Sekali 92 48,9
Agak Sulit 86 45,7
Sangat Sulit 7 3,7
Sangat Sulit Sekali 3 1,6
Total 188 100

Berdasarkan tabel 4 menunjukan responden dalam penelitian ini lebih banyak yang tidak sulit
sama sekali dalam menghadapi masalah sebanyak 92 siswa (48,9 %).
Tetapi kita tidak bisa mengabaikan bahwa terdapat 45,7 % siswa yang agak sulit dalam
menghadapi masalah bahkan terdapat 1,6 % yang mengatakan sangat sulit sekali saat
mengatasi masalah. Kesulitan dalam menghadapi masalah ini adalah mekanisme koping yang
digunakan oleh siswa dalam menghadapi masalahnya. Jelas ada hubungan antara mekanisme
koping yang dipakai oleh siswa dengan tingkat depresi seperti dalam penelitian yang
dilakukan oleh Krisdianto dan Mulyanti (2015) bahwa ada hubungan antara mekanisme
koping dengan tingkat depresi dan diungkapkan bahwa penggunaan mekanisme koping pada
remaja akhir dan dewasa muda biasanya didominasi oleh maladaptif disebabkan masih
tingginya ego dan kepentingan pribadi yang membuat seseorang mudah terpengaruh akan
suatu situasi tertentu.

Ide Bunuh diri


Gambaran ide bunuh diri pada responden dianalisis setelah menjawab pertanyaan apakah ada
waktu dalam SEBULAN TERAKHIR ketika kamu memiliki pemikiran serius untuk
mengakhiri hidup kamu?. Hasil Analisis dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5.
Distribusi Frekuensi Ide Bunuh diri Siswa
di SMP Negeri 20 Jakarta Timur Bulan Juli 2020

Variabel n %
Pengukuran Ide Bunuh diri
Tidak 169 89,9
Ya 19 10,1
Total 188 100

Melihat tabel diatas responden dalam penelitian ini memiliki ide bunuh diri sebanyak 19
siswa (10,1%). Hal Ini harus menjadi perhatian khusus karena dengan ada nya ide bunuh diri
akan memicu peningkatan angka kejadian bunuh diri. Kejadian bunuh diri itu sebenarnya
dimulai dengan adanya ide bunuh diri, seseorang yang akan melakukan bunuh diri biasanya

Open Journal System (OJS: journal.thamrin.ac.id


http://journal.thamrin.ac.id/index.php/jikmht/issue/view/22 90
Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol 13 (1) ; Maret 2021 p-ISSN: 2301-9255 e:ISSN: 2656-1190

akan meninggalkan isyarat sebelum dia melakukan hal tersebut, dan terkadang isyarat tersebut
tidak dipahami oleh orang disekitarnya karena menunjukan hal yang biasa dan biasanya akan
terpikir setelah bunuh diri terjadi. Bunuh diri juga tidak terlepas dari interaksi keempat faktor
yaitu biologis, psikologis, kognitif dan lingkungan (Educational Psychology Service Section,
2017).
Percobaan Bunuh Diri
Gambaran percobaan bunuh diri pada responden dianalisis setelah menjwab pertanyaan
PERNAHKAH kamu, SEPANJANG HIDUP kamu, mencoba bunuh diri atau melakukan
upaya bunuh diri? Hasil analisinya dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6.
Distribusi Frekuensi Percobaan Bunuh diri Siswa
di SMP Negeri 20 Jakarta Timur Bulan Juli 2020

Variabel n %
Pengukuran Percobaan Bunuh diri
Tidak 173 92
Ya 15 8
Total 188 100

Berdasarkan tabel 6 menunjukan responden dalam penelitian ini menunjukan bahwa


responden yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak 15 siswa (8%). Melihat
jawaban responden artinya terdapat 15 siswa pernah melakukan percobaan bunuh diri,
walaupun belum jelas tindakan apa yang pernah dilakukan dalam upaya percobaan bunuh diri
tersebut. Hal ini harus kita tindak lanjuti karena beresiko untuk terjadi pengulangan ke
depannya. Faktor penyebab bunuh diri remaja diantaranya adalah kekacauan dalam keluarga,
pertengkaran orang tua, masalah pribadi, putus cinta, penyakit kronis, depresi serta frustasi
atau stres (Pieter & Lubis, 2012). Percobaan bunuh diri adalah suatu tindakan pasien
mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif
mencoba bunuh diri dengan cara seperti gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau
menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi (Muhith, 2015).

2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat ini akan menguraikan hubungan antara tingkat depresi dengan faktor resiko
ide bunuh diri pada siswa SMPN 20 Jakarta. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini,
yang awalnya direncanakan menggunakan uji chi square untuk melihat hubungan antar
variabel terikat dan variabel bebasnya. Setelah dianalisis ternyata menunjukan hasil cell
tabelnya terdapat nilai 0 sehingga tidak memenuhi syarat tabel uji chi square, maka peneliti
menggunakan uji analisis dengan korelasi dan regresi linear sederhana dengan menggunakan
Open Journal System (OJS: journal.thamrin.ac.id
http://journal.thamrin.ac.id/index.php/jikmht/issue/view/22 91
Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol 13 (1) ; Maret 2021 p-ISSN: 2301-9255 e:ISSN: 2656-1190

jenis data numerik dari variabel dependen dan independennya. Hasil analisa dapat dilihat pada
tabel 7.
Tabel 7.
Analisis Korelasi Dan Regresi Tingkat Depresi Dan
Factor Resiko Ide Bunuh Diri Siswa di SMP Negeri 20
Jakarta Timur Bulan Juli 2020

Variabel r R2 Persamaan Garis P Value


Faktor resiko ide bunuh
Tingkat Depresi 0,696 0,485 0,000
diri=18,99+1,35*tingkat depresi

Hasil Analisis hubungan antara tingkat depresi dengan factor resiko ide bunuh diri pada
responden menunjukan hubungan kuat (r=0,696) dan berpola positif artinya semakin parah
tingkat depresi maka semakin besar peluang munculnya resiko ide bunuh diri. Nilai koefisien
dengan determinasi 0,485 artinya persamaan garis regresi yang kita peroleh dapat
menerangkan 48,5% variasi Faktor resiko ide bunuh diri atau persamaan garis yang diperoleh
cukup baik untuk menjelaskan variabel Faktor resiko ide bunuh diri. Hasil Uji Statistik
diperoleh nilai p = 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
Tingkat Depresi Dengan Faktor Resiko Ide Bunuh Diri Pada Remaja Di SMPN 20 Jakarta
Timur.

Fenomena bunuh diri di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Indonesia sebagai negara yang
menganut budaya kolektivitas, juga memiliki angka kasus bunuh diri cukup tinggi. WHO
telah memperkirakan tahun 2020 angka bunuh diri di Indonesia dapat mencapai 2,4 persen
dari 100.000 jiwa apabila tidak mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. (Ratih &
Tobing, 2016 dalam Andari, 2017). Beberapa kejadian bunuh diri sudah terjadi di Indonesia,
bahkan tindakan seorang pelajar SMP di Jakarta yang meninggal dunia setelah melompat dari
lantai empat gedung sekolahnya pada pertengahan Januari lalu, yang diduga karena
mengalami depresi. Retno Listyarti, selaku Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) Bidang Pendidikan, mengutip data Global School-Based Student Health Survey
(2015) di Indonesia, bahwa remaja perempuan yang memiliki ide bunuh diri mencapai 5,9%,
sedangkan remaja pria 4,3%. Sementara data pelajar usia 13-17 tahun yang sudah melakukan
percobaan bunuh diri seperti ini, remaja pria mencapai 4,4%, sedangkan remaja perempuan
3,4% (Wirawan J, 2020).

Open Journal System (OJS: journal.thamrin.ac.id


http://journal.thamrin.ac.id/index.php/jikmht/issue/view/22 92
Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol 13 (1) ; Maret 2021 p-ISSN: 2301-9255 e:ISSN: 2656-1190

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil analisis mayoritas responden berada pada tingkat depresi minimal atau
tidak ada depresi, dan dari faktor resiko ide bunuh diri responden dalam penelitian ini
menunjukan ada resiko ide bunuh diri. Hasil Uji Statistik dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara tingkat depresi dengan faktor resiko ide bunuh diri pada
remaja di SMPN 20 Jakarta Timur, dengan hubungan kuat dan berpola positif artinya semakin
parah tingkat depresi maka semakin besar peluang munculnya resiko ide bunuh diri.

REFERENSI

1. Andari S (2017). Fenomena Bunuh Diri Di Kabupaten Gunungkidul. Dikutip dari Jurnal
SOSIO KONSEPSIA Vol. 7, No. 01, September - Desember, Tahun 2017

2. CNN Indonesia (2019). Tuntutan Akademik, Picu Stres Hingga Bunuh Diri Pada
Remaja. Dikutip dari https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20190913104019-255-
430148/tuntutan-akademik-picu-stres-hingga-bunuh-diri-pada-remaja

3. Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT


Refika Aditama

4. Keliat, B. A., Daulima, N. H. C, & Farida, P. (2011). Manajemen keperawatan


psikososial & kader kesehatan jiwa. Jakarta: EGC

5. Krisdianto dan Mulyanti (2015). Mekanisme Koping Berhubungan dengan Tingkat


Depresi pada Mahasiswa Tingkat Akhir, Dikutip dari Jurnal Ners dan Kebidanan
Indonesia. ISSN2354-7642

6. Muhith, Abdul. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa (Teori dan Aplikasi).


Yokyakarta: CV Andi Offset

7. Mustofa, Ali. (2020). Waspada] Jumlah Kasus Bunuh Diri Meningkat, Remaja Paling
Rentan. Dikutip dari https://radarbali.jawapos.com/read/2020/01/07/173725 /waspada-
jumlah-kasus-bunuh-diri-meningkat-remaja-paling-rentan

8. National Institute of Mental Health. (2015). Depression: What You Need to Know.
Bethesda, MD: U.S. Government Printing Offic. Retrieved from
https://www.nimh.nih.gov/health/publications/depression-what-you-need-
toknow/depression-what-you-need-to-know-pdf_151827.pdf

Open Journal System (OJS: journal.thamrin.ac.id


http://journal.thamrin.ac.id/index.php/jikmht/issue/view/22 93
Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol 13 (1) ; Maret 2021 p-ISSN: 2301-9255 e:ISSN: 2656-1190

9. Pieter, H. Z., & Lubis, N. L. (2012). Pengantar Psikologi Dalam Keperawatan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup

10. Pramana Rizky Deny & Puspitadewi Ni Wayan S (2014). Hubungan antara kecerdasan
emosi dan tingkat depresi dengan ide bunuh diri pada peserta didik kelas X SMK
Farmasi Surabaya. Character, Volume 2 Nomor 3 Tahun 2014.

11. WHO SEARO. (2017). Mental Health Status of Adolescents in South-East Asia :
Evidence for Action. WHO Regional Office for South-East Asia

12. Wirawan Jerome (2020). Penuturan remaja yang mencoba bunuh diri saat SMP: 'Stigma
kurang iman salah besar. Mereka tidak tahu betapa orang itu sudah berjuang. Dikutip
dari https://www.bbc.com/indonesia/majalah-51470180

13. Yonhap. (2020). Bunuh diri di Korea Selatan naik, kanker tetap jadi penyebab utama
kematian di 2019. Dikutip dari http https://internasional.kontan.co.id/news/bunuh-diri-
di-korea-selatan-naik-kanker-tetap-jadi-penyebab-utama-kematian-di-
2019#:~:text=Tingkat%20bunuh%20diri%20per%20100.000,sebagian%20besar%20ka
ya%20dan%20maju.

14. Yusuf Nova Riyanti (2019). Deteksi dini faktor risiko ide bunuh diri pada remaja.
Disertasi. FKM UI. Tidak dipublikasi.

Open Journal System (OJS: journal.thamrin.ac.id


http://journal.thamrin.ac.id/index.php/jikmht/issue/view/22 94
Jurnal Profesi Keperawatan P-ISSN 2355-8040, E-ISSN 2776-0065
Vol 8 No 2 Juli 2021 http://jurnal.akperkridahusada.ac.id

HUBUNGAN KESEPIAN DENGAN IDE BUNUH DIRI


PADA REMAJA DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK
PUTRA UTAMA 3 JAKARTA
1
Desi Hilda, 2Duma L. Tobing
1,2
Fakultas Ilmu Kesehatan UPN Veteran Jakarta
1,2
Program S1 Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan UPN Veteran Jakarta

Email: desihilda@gmail.com

ABSTRAK

Ide bunuh diri adalah suatu pemikiran individu untuk mengakhiri hidupnya tanpa melalukan tindakan
atau percobaan.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan jenis kelamin, usia, kesepian
dengan ide bunuh diri pada remaja di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Jakarta. Jenis
penelitian ini menggunakan deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional dengan sampel
sebanyak 84 responden. Analisis univariat yang di gunakan adalah frekuensi dan proporsi. Analisis
bivariat yang di gunakan adalah uji chi square dengan p value< 0,05. Hasil penelitian ini tidak
didapatkan hubungan antara jenis kelamin dengan ide bunuh diri memiliki p value = 0,081, tidak
terdapat hubungan usia dengan ide bunuh diri memiliki p value = 0,999 dan terdapatnya hubungan
kesepian dengan ide bunuh diri didapatkan p value = 0,000. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan antara kesepian dengan ide bunuh diri pada remaja di Panti Sosial Asuhan Anak Putra
Utama 3 Jakarta dan tidak terdapatnya hubungan anatara usia dan jenis kelamin dengan ide bunuh diri
pada remaja di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Jakarta. Untuk peneliti selanjutnya
direkomendasikan untuk menggali lebih dalam terkait faktor lain penyebab munculnya ide bunuh diri.

Kata Kunci: Ide Bunuh Diri; Jenis Kelamin; Kesepian; Usia

224
Jurnal Profesi Keperawatan P-ISSN 2355-8040, E-ISSN 2776-0065
Vol 8 No 2 Juli 2021 http://jurnal.akperkridahusada.ac.id

ABSTRACT

Suicidal ideation is a thought to end life without taking action or trial. The purpose of this study was
to determine the relationship between gender, age, and loneliness with suicidal ideation on adolescent
in Putra Utama 3 Orphanage Jakarta.The univariate analysis used is frequency and proportion. The
bivariate analysis used was chi square p value <0,05.The result of this study showed that no relation
between gender with suicidal ideation had p value = 0,081, no relation between age with suicidal
ideation was obtained p value = 0,999 and relation between loneliness with suicidal ideation got p
value = 0,000. From the results of the research can be concluded that there is a relationship between
loneliness with suicidal ideation on adolescent in Putra Utama 3 Orphanage Jakarta.and no relation
between age and gender with suicidal ideation on adolescent in Putra Utama 3 Orphanage Jakarta.
Further study was recommended to developing deeper study that related to other factors of suicidal
ideation.

Keywords: Age, Gender, Loneliness, Suicidal Ideation.

LATAR BELAKANG

Remaja pada tahap perkembangannya berada di rentang usia 13-21 tahun, tahap
perkembangan yang belum memasuki masa dewasa dan sudah mulai meninggalkan usia
kanak-kanak (Putri, dkk, 2016). Remaja pada tahap perkembangannya dituntut untuk
menguasai tugas perkembangannya, salah satunya perkembangan sosial (Hogi, dkk, 2019).
Kehadiran orang tua sangat penting bagi perkembangan remaja karena membuat mereka
merasa dirinya diinginkan, dicintai, dihargai dan diterima sehingga membuat remaja dapat
menghargai dirinya sendiri sehingga akan membentuk karakteristik yang baik bagi remaja
(Khoirunnisa,dkk, 2017).Tetapi pada kenyataannya tidak semua remaja dapat merasakan
kehadiran orang tua salah satunya remaja yang tinggal di panti asuhan, remaja yang tinggal di
panti asuhan tidak dapat memperoleh kebutuhan dasar yang sempurna, seperti kasih sayang,
cinta, dan perhatian dan remaja panti asuhan dipandang rendah serta tidak mempunyai
dukungan sosial dan cenderung merasakan kesepian (Masnina, R, 2018).
Kesepian merupakan suatu perasaan kompleks yang disebabkan karena kebutuhan
sosial dan emosional yang tidak dapat terpenuhi. Kesepian yang sering dialami individu
dibedakan menjadi dua tipe, yaitu kesepian emosional dan kesepian social (Margalit, 2010).
Kesepian lebih sering dialami oleh remaja dibandingkan orang dewasa (Myers, 2013).
Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Utami. D.R. (2015) yang menyatakan bahwa
dari 40.000 individu yang sering mengalami loneliness adalah individu pada kelompok usia
remaja sebanyak 79%. loneliness isolation dapat disebabkan karena rendahnya dukungan
sosial dan loneliness emotional dapat disebabkan karena tidak adanya kelekatan hubungan
intim antara anak dengan orang tua (Garvin, 2017). Tingkat kesepian remaja di panti asuhan
berada di kategori sedang (47%), tingkat kesepian emosional remaja di panti asuhan berada

225
Jurnal Profesi Keperawatan P-ISSN 2355-8040, E-ISSN 2776-0065
Vol 8 No 2 Juli 2021 http://jurnal.akperkridahusada.ac.id

di kategori sedang (38%), tingkat kesepian sosial remaja di panti asuhan berada di kategori
sedang (34%) (Utami. D.R, 2015). Perasaan kesepian yang dimiliki remaja disebabkan karena
tidak mampu berinteraksi sehingga rendahnya dukungan sosial pada remaja menimbulkan
kecenderungan untuk bunuh diri (Lasgaard,2011). Kesepian adalah variabel interpersonal
sebagai faktor resiko bunuh diri pada remaja (Arfandiyah & Hamidah, 2013). Pernyataan
tersebut sejalan dengan hasil penelitian Aboalshamat yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara kesepian dengan ide bunuh diri.

Ide bunuh diri merupakan suatu pemikiran individu untuk mengakhiri hidupnya yang
dapat diekspresikan secara verbal atau menggunakan catatan yang mempunyai maksud
tertentu maupun untuk memperlihatkan kepada orang sekitar tentang pemikiran bunuh diri
yang dimilki individu (Fortinash, & Worret, 2012). Ide bunuh diri merupakan salah satu
tahapan dari fase bunuh diri.Bunuh diri merupakan masalah global, menurut WHO (2017)
hampir dari 800.000 orang/tahun meninggal karena bunuh diri dan indonesia menempati
urutan ke 8 diantara negara ASEAN sebagai negara dengan tingkat bunuh diri yang tinggi.
Data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia, laporan pertengahan tahun 2012
ada 20 kasus anak bunuh diri dengan usia termuda 13 tahun (Ibrahim, 2014)
Hasil studi pendahuluan dengan mewawancarai 8 responden, peneliti menemukan bahwa
semua responden sering merasa kesepian, ketika mereka merasa kesepian akan timbul
perasaan sedih, takut, menganggap dirinya tidak berguna. Perasaan tersebut menimbulkan
rasa iri dalam dirinya yang membuat perasaan tidak nyaman dan seperti diasingkan saat
berhadapan dengan orang lain serta merasa malu dengan keadaan dirinya sendiri terutama saat
melakukan aktivitas bersama remaja. Bahkan 4 dari 8 responden mengatakan saat sedang
merasa kesepian pernah mempunyai ide untuk bunuh diri karena mereka mengganggap tidak
ada gunanya untuk terus hidup.
Peran perawat yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut ialah
dengan tindakan promotif dengan cara memberikan informasi dan edukasi menggunakan
media elektronik dan media cetak berupa leaflet mengenai kesehatan jiwa kepada remaja
khususnya remaja panti asuhan sehingga mereka mempunyai mekanisme koping adaptif.

METODE PENELITIAN
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik
dengan pendekatan cross sectional. Deskriptif analitik artinya penelitian ini bertujuan mencari
gambaran serta hubungan dari variabel penelitian. Cross sectional adalah jenis penelitian

226
Jurnal Profesi Keperawatan P-ISSN 2355-8040, E-ISSN 2776-0065
Vol 8 No 2 Juli 2021 http://jurnal.akperkridahusada.ac.id

dimana pengambilan data hanya dilakukan dalam satu waktu. Waktu penelitian ini pada bulan
April – Mei 2019.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh remaja di Panti Sosial Asuhan Anak Putra
Utama 3 Jakarta. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik
probability sampling dengan jenis simple random sampling.setelah dilakukan perhitungan
sampel didapatkan total sampel sebayak 84 remaja. Kriteria Inklusi pada penelitian ini adalah
semua remaja yang tinggal di panti social asuhan anak putra utama 3 dan kriteria eksklusi
pada penelitian ini adalah remaja di panti social asuhan anak putra utama 3 yang tidak hadir
saat mengisi kuesioner.
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan kuesioner loneliness scale version 3 dan Suicidal Ideaion Questionnaire
Junior. Data yang didapat dari kuesioner tersebut kemudian diolah di SPSS menjadi mudah
dimegerti dan dipahami.

HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden

Tabel 1.
Distribusi Karakteristik Responden (Jenis Kelamin, Usia, Kesepian, dan Ide Bunuh Diri ) Pada
Remaja di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Jakarta (n=84)

Karakteristik Responden Frekuensi Presentase (%)


Jenis Kelamin
Laki-Laki 35 41,7
Perempuan 49 58,3
Usia Remaja
Usia Awal 29 34,5
Usia Pertengahan 47 56,0
Usia Akhir 8 9,5

Kesepian
Kesepian Rendah 46 54,8
Kesepian Tinggi 38 45,2

Ide Bunuh Diri


Tidak Berisiko 53 63,1

227
Jurnal Profesi Keperawatan P-ISSN 2355-8040, E-ISSN 2776-0065
Vol 8 No 2 Juli 2021 http://jurnal.akperkridahusada.ac.id

Berisiko 31 36,9

Total 84 100

Tabel 1 diatas menunjukan bahwa mayoritas subjek di Panti Sosial Asuhan Anak Putra
Utama 3 Jakarta merupakan perempuan dengan jumlah 49 responden (58,3%) sedangkan
laki-laki hanya berjumlah 35 responden (41,7%). Responden didominasi oleh remaja
pertengahan yang berada pada rentang 16-18 tahun yang berjumlah 47 responden (56%).
Mayoritas responden memiliki tingkat kesepian rendah dengan jumlah 46 responden
(54,8%) dan 53 responden (63,1%) tidak berisiko untuk bunuh diri.

Tabel 2.
Hubungan Kesepian dengan Ide Bunuh Diri Pada Remaja di Panti Sosial
Asuhan Anak Putra Utama 3 Jakarta (n=84)

Kesepian Ide Bunuh Diri Total OR P


Tidak Berisiko Berisiko (95%CI) Value
n % N % n %
Rendah 41 89,1 5 10,9 46 100 17,767
Tinggi 12 31,6 26 68,4 38 100 (5,608- 0,000
Total 53 63,1 31 36,9 84 100 56,290)

Tabel 2 diatas menunjukan bahwa tingkat kesepian tinggi lebih berisiko untuk bunuh
diri dibandingkan responden dengan tingkat kesepian rendah dengan jumlah 5 responden
(10,9%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,000 sehingga dapat dikatakan bahwa
terdapat hubungan antara kesepian dengan ide bunuh diri. Hasil uji analisis didapatkan nilai
OR= 17,767 yang berarti responden yang memiliki tingkat kesepian tinggi mempunyai
peluang 17,767 kali lebih berisiko untuk bunuh diri daripada responden yang memiliki
tingkat kesepian rendah.

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini didapatkan bahwa responden di Panti Sosial Asuhan Anak Putra
Utama 3 Jakarta paling banyak berjenis kelamin perempuan. Begitu juga halnya penelitian
Marsina (2018) sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan 170 (71,1%) dari
239 responden dibandingkan laki-laki 69 (28,9%) dari 239 responden. Dari beberapa
penelitian didapatkan bahwa jenis kelamin terbanyak ialah perempuan dan 29 responden

228
Jurnal Profesi Keperawatan P-ISSN 2355-8040, E-ISSN 2776-0065
Vol 8 No 2 Juli 2021 http://jurnal.akperkridahusada.ac.id

(34,5%) termaksud kedalam kategori remaja awal yang berada pada rentang usia 13-15
tahun, responden didominasi oleh remaja pertengahan yang berada pada rentang 16-18 tahun
yang berjumlah 47 responden (56%) dan 8 responden (9,5%) termaksud kedalam kategori
remaja akhir yang berada pada rentang usia 19-20 tahun.
Mayoritas responden memiliki tingkat kesepian rendah dengan jumlah 46 responden
(54,8%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ekasari dan Hartati (2014) yang
menyatakan bahwa tingkat kesepian remaja di panti asuhan berada di kategori rendah,
sebanyak 41 dari 68 responden (60,87%) dan menunjukkan bahwa tidak ada subjek pada
kelompok tinggi dan sangat tinggi, situasi dan kondisi lingkungan panti asuhan yang
mendukung untuk para remaja bersosialisasi satu sama lain sehingga meningkatkan
keterampilan sosialnya. Usia remaja yang sepantar dengan usia remaja lainnya akan
memudahkan terjalinnya interaksi di antara remaja di panti asuhan. Pengasuh juga
mempunyai perananan yang cukup penting, kemampuan pengasuh dalam membimbing dan
mengarahkan anak-anak asuh serta sikap pengasuh yang mampu menciptakan kedekatan
sehingga berdampak pada rendahnya kesepian yang dialami remaja di panti asuhan. Hasil
penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Hogi (2019) menyatakan
bahwa dari 123 remaja yang tinggal di panti asuhan, 76 remaja (61,79%) memiliki kesepian
sedang. Hogi (2019) menyatakan bahwa subjek merasa teman-teman di sekeliling mereka
tidak semuanya ingin berteman dengan mereka. Hal tersebut membuat subjek merasa sedih
karena tidak memiliki siapapun didekat mereka. Para subjek mengatakan selalu menghadapi
masalahnya sendiri tanpa bantuan teman ataupun pengasuh panti. Selain aspek kesepian
emosional, aspek kesepian sosial juga ditemukan menonjol pada subjek yang berada pada
kategori sedang.
Pada penelitian ini 53 responden (63,1%) dari 84 responden tidak memiliki ide bunuh
diri, hal ini salah satunya dikarenakan oleh faktor dukungan sosial dan rendahnya tingkat
kesepian remaja. Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Marsina
(2018) yang menyatakan adanya hubungan antara dukungan sosial dengan ide bunuh diri
yaitu derajat penerimaan dan pemberian dukungan sosial yang rendah akan
meningkatkan keparahan ide bunuh diri. Penelitian tersebut juga diperkuat oleh hasil
penelitian Almeida, et al (2012 dalam Pratiwi dan Unwarti, 2014) yang menyebutkan bahwa
dukungan sosial yang buruk merupakan faktor terbesar dalam meningkatkan suicide
ideation. Hasil Penelitian Burton, et al (2011 dalam Pratiwi, 2014) juga menyatakan bahwa
semakin rendahnya kemampuan individu untuk menyelesaikan masalah maka akan semakin

229
Jurnal Profesi Keperawatan P-ISSN 2355-8040, E-ISSN 2776-0065
Vol 8 No 2 Juli 2021 http://jurnal.akperkridahusada.ac.id

tingginya suicide ideation sebaliknya semakin tingginya kemampuan individu untuk


menyelesaikan masalah maka akan semakin rendahnya suicide ideation. Individu yang
mempunyai kemampuan baik untuk menyelesaikan masalah dapat menemukan jalan keluar
yang baik. Berbeda dengan individu yang tidak memiliki kemampuan dalam menyelesaikan
masalah, individu cenderung lebih emosional dan cepat menyerah serta putus asa terhadap
masalah yang dihadapi.
Pada penelitian ini 26 responden (68,4%) yang memiliki kesepian tinggi memiliki ide
bunuh diri hal tersebut dapat disebabkan karena latar belakang remaja yang tinggal di panti
sosial asuhan anak putra utama 3 Jakarta, yaitu berasal dari keluarga bermasalah, keluarga
yatim piatu, keluarga dhuafa dan anak negara. Pompili et.al (2010) menyatakan bahwa
peristiwa hidup dapat meningkatkan kecenderungan individu untuk melakukan percobaan
bunuh diri. Remaja yang sejak kecil sudah terpisah dari orangtuanya atau remaja yang pada
akhirnya dititipkan di panti asuhan akan dituntut untuk menghadapi lingkungan baru yang
memungkinkan adanya tekanan. Penyesuaian diri pada tahap ini bisa saja diawali dengan
stres atau perasaan tidak aman sehingga dibutuhkan strategi coping tertentu untuk
mengatasinya (Magdalena,2014). Remaja panti asuhan yang tidak mampu menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan panti asuhan akan kesulitan dalam bersosialisasi dengan
lingkungannya sehingga cenderung mengalami kesepian sosial dan mempunyai mekanisme
koping maladaptif sehingga setiap remaja mempunyai stresor rentan memiliki ide untuk
bunuh diri.
Pada penelitian ini remaja yang tinggal di panti sosial asuhan anak putra utama 3
jakarta rata-rata termaksud kedalam kelompok kesepian rendah dan tidak berisiko
mempunyai ide bunuh diri. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar remaja mempunyai
keterampilan sosial baik sehingga mempunyai dukungan teman sebaya dan lingkungan
sekitar. Meskipun mereka tidak tinggal ataupun tidak mempunyai orang tua namun mereka
mempunyai pengasuh dan teman-teman di panti asuhan yang dapat mengobati perasaan
kesepian yang mereka rasakan sehingga risiko munculnya ide bunuh cenderung tidak ada,
walaupun sebagian lainnya remaja di panti sosial asuhan anak putra utama 3 jakarta
mengalami masalah dalam bersosialisasi sehingga tidak mempunyai teman dan cenderung
memiliki perasaan kesepian yang cukup tinggi dan mempunyai mekanisme koping
maladaptif sehingga risiko munculnya ide bunuh diri dapat terjadi.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Hamidah (2013) menunjukan
bahwa koefisien korelasi sebesar p = 0,197. Nilai signifikansi tersebut menunjukkan p ˃ 0,05

230
Jurnal Profesi Keperawatan P-ISSN 2355-8040, E-ISSN 2776-0065
Vol 8 No 2 Juli 2021 http://jurnal.akperkridahusada.ac.id

sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kesepian dan ide
bunuh diri pada remaja dengan orangtua yang bercerai. Orang tua yang berkualitas dapat
menyebabkan remaja dengan orangtua bercerai yang kesepian tidak mempunyai ide bunuh
diri karena mampu memahami peran sebagai orang tua yang sesungguhnya, salah satunya
dengan komunikasi yang berkualitas yaitu suatu proses pemindahan informasi, ide,
pengertian atau pemahaman dari orang tua kepada anak ataupun dari anak kepada orang tua
dengan harapan agar anak atau orang tua dapat menginterpretasikannya sesuai dengan tujuan
yang diharapkan dan agar adanya saling pengertian didalam suatu hubungan antara orang
tua dan anak agar tujuan bersama dapat dicapai. Meskipun mengalami pengalaman traumatis
karena perceraian orangtua, namun bagi remaja yang mendapatkan kedekatan interpersonal
dari orangtua maupun lingkungan, resiko munculnya ide bunuh bisa ditekan.
Jadi hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Hamidah
(2013) yang menunjukan koefisien korelasi sebesar p = 0,197. Nilai signifikansi tersebut
menunjukkan p ˃ 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara kesepian dan ide bunuh diri pada remaja dengan orangtua yang bercerai. Namun
penelitian yang dilakukan peneliti sesuai dengan penelitian Aboalshamat (2018) yang
menunjukan nilai p value sebesar 0,005. Nilai tersebut menunjukkan p <0,05, sehingga dapat
dikatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kesepian dengan ide bunuh diri.
Mayoritas subjek pada penelitian ini berjenis kelamin perempuan dan mayoritas subjek
berada pada usia remaja pertengahan. Mayoritas subjek berada pada tingkat kesepian rendah
dikarenakan adanya dukungan sosial antara remaja panti asuhan dan peran pengasuh panti
yang dapat membina kelekatan hubungan antara anak asuh dan pengasuh dan mayoritas
subjek tidak berisiko untuk bunuh diri dikarenakan masih tingginya kemampuan individu
untuk bersosialisasi dan rendahnya tingkat kesepian. Terdapatnya hubungan antara
kelompok kesepian dengan kelompok ide bunuh diri yang mempunyai nilai p = 0,000.

231
Jurnal Profesi Keperawatan P-ISSN 2355-8040, E-ISSN 2776-0065
Vol 8 No 2 Juli 2021 http://jurnal.akperkridahusada.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Aboalshamat, K., Jawhari, A., Alotibi, S., Alzahrani, K., Al-Mohimeed, H., Alzahrani,
M., & Rashedi, H. (2017). Relationship of self-esteem with depression, anxiety,
and stress among dental and medical students in Jeddah, Saudi Arabia. Journal of
International Medicine and Dentistry.
https://doi.org/10.18320/JIMD/201704.0261

Arfandiyah, L., & Hamidah, K. D. (2013). Hubungan antara Kesepian dengan Ide Bunuh
Diri pada Remaja dengan Orangtua yang Bercerai. Jurnal Psikologi Klinis Dan
Kesehatan Mental. https://doi.org/10.1007/978-3-319-91668-2_4

Ekasari & Hartati.(2014).Hubungan Antara Kebutuhan Afiliasi Dengan Kesepian Pada


Remaja Di Panti Asuhan Putri Aisyiyah Dan Putra Muhammadiyah Tuntang Dan
Salatiga. Jurnal Ilmiah Psikologi

Fortinash, & Worret, H. (2012). Psychiatric Mental Health Nursing. St. Louis : Elsevier

Garvin (2017). Hubungan Kecerdasan Sosial Dengan Kesepian Pada Remaja. Jurnal
Penelitian Psikologi.

Hogi,E & Putra,A.I (2019) Kepribadian Ekstraversi dan Kesepian Pada Remaja Panti
Asuhan.jurnal ilmiah psikologi

Ibrahim, N., Amit, N., & Suen, M. W. Y. (2014). Psychological factors as predictors of
suicidal ideation among adolescents in Malaysia. PLoS ONE.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0110670

Khoirunnisa, S., Ishartono, I., & Resnawaty, R. (2017). PEMENUHAN KEBUTUHAN


PENDIDIKAN ANAK ASUH DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK. Prosiding
Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
https://doi.org/10.24198/jppm.v2i1.13258

Lasgaard, M., Goossens, L., Bramsen, R. H., Trillingsgaard, T., & Elklit, A. (2011).
Different sources of loneliness are associated with different forms of
psychopathology in adolescence. Journal of Research in Personality.
https://doi.org/10.1016/j.jrp.2010.12.005

Magdalena, Almutahar, H., & Sasap Abao, A. (2014). Pola pengasuhan anak yatim
terlantar dan kurang mampu di Panti Asuhan Bunda Pengharapan (PABP) di
Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya. Jurnal PMIS-Utab.

Margalit, M. (2010). Lonely children and adolescents: Self-perceptions, social


exclusion, and hope. Lonely Children and Adolescents: Self-Perceptions, Social
Exclusion, and Hope. https://doi.org/10.1007/978-1-4419-6284-3

232
Jurnal Profesi Keperawatan P-ISSN 2355-8040, E-ISSN 2776-0065
Vol 8 No 2 Juli 2021 http://jurnal.akperkridahusada.ac.id

Masnina, R. (2018). Studi Analisis Tentang Resiliensi Terkait Harga Diri dan Sosial
Kognitif pada Remaja Panti Asuhan Anak Harapan Samarinda. Jurnal Ilmu
Kesehatan.https://doi.org/10.30650/jik.v5i2.65

Myers, D. G. (2013). Ch.1 Introducing Social Psychology. In Social Psychology.

Pompili, M, Cosimo, D,C , Innamorati, M, Lester, Tatarelli, R, Martellett. (2009).


Psychiatric comorbidity in patients with chronic daily headache and migraine: a
selective overview including personality traits and suicide risk.P J Headache Pain
10:283–290 DOI 10.1007/s10194-009-0134-

Pratiwi dan Unwarti (2014). Suicide Ideation Pada Remaja Di Kota Semarang.Jurnal
Ilmiah Psikologi.

Putri, WSR, Nurwati, N, Budiarti, M (2016). Pengaruh Media Sosial Terhadap Prilaku
Remaja.

Utami. D.R. (2015). Tingkat kesepian remaja di panti asuhan kota padang. Jurnal
Konseling.

WHO. World Health Statistics 2017 Monitoring Health For The SDGs Sustainable
Development Goals. World Heal Organ. 2017.

233

Anda mungkin juga menyukai