Anda di halaman 1dari 6

1

1. Terapi Keluarga Selain terapi obat, psikoterapi keluarga adalah aspek penting dalam pengobatan. Pada umumnya, tujuan psikoterapi adalah untuk membangun hubungan kolaborasi antara pasien, keluarga, dan dokter atau psikolog. Melalui psikoterapi ini, maka pasien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan lingkunganya. Keluarga dan teman merupakan pihak yang juga sangat berperan membantu pasien dalam bersosialisasi. Dalam kasus skizofrenia akut, pasien harus mendapat terapi khusus dari rumah sakit. Kalau perlu, ia harus tinggal di rumah sakit tersebut untuk beberapa lama sehingga dokter dapat melakukan kontrol dengan teratur dan memastikan keamanan penderita. Tapi sebenarnya, yang paling penting adalah dukungan dari keluarga penderita, karena jika dukungan ini tidak diperoleh, bukan tidak mungkin para penderita mengalami halusinasi kembali. Menurut Dadang, sejumlah penderita skizofrenia juga sering kambuh meski telah menyelesaikan terapi selama enam bulan. Karena itu, agar halusinasi tidak muncul lagi, maka penderita harus terus menerus diajak berkomunikasi dengan realitas. Namun, keluarga juga tidak boleh berlebih-lebihan dalam memperlakukan penderita skizofrenia. Menurut dr. LS Chandra, SpKJ, penderita skizofrenia memerlukan

perhatian dan empati, namun keluarga perlu menghindari sikap expressed emotion (EE) atau reaksi berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, memanjakan, dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan. Seluruh anggota keluarga harus berperan dalam upaya dukungan bagi penderita skizofrenia. Upaya membentuk self help group di antara keluarga yang memiliki anggota keluarga skizofrenia adalah sebuah langkah positif (Arif, 2006).

1. KUALITAS HIDUP PENDERITA Perspektif rentang dan kualitas hidup dapat mengungkap sebagian dari perkembangan penderita skizofrenia. Salah satu di antara beberapa studi adalah penelitian jangka panjang selama 40 tahun. Temuan umum mereka adalah bahwa orang dewasa yang lebih tua cenderung memperlihatkan lebih sedikit gejala positif, seperti delusi dan halusinasi, dan lebih banyak gejala positif, seperti delusi dan halusinasi dan lebih banyak gejala negatif, seperti kesulitan berbicara dan kognitif. Pada intinya, kualitas hidup penderita skizofrenia ditentukan oleh dukungan keluarga dan dukungan sosial yang ia terima (Belitsky dan McGlashan; Durand, 2007). Menurut Durand dan Barlow (2007), penderita skizofrenia tipe paranoia memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan tipe lainnya.

Hal ini disebabkan oleh keterampilan afeksi dan kognitif penderita yang relative tidak terganggu. Sementara itu Kaplan, Sadock, & Grebb; Davison & Neale (Fausiah & Widur; makalah pembahas) menjelaskan bahwa prognosis laki-laki lebih buruk dibandingkan wanita. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa pria lebih mungkin memunculkan simton negatif dibandingkan wanita, dan wanita tampaknya memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada pria.

KESIMPULAN

Skizofrenia adalah gangguan jiwa serius yang bersifat psikosis sehingga penderita kehilangan kontak dengan kenyataan dan mempengaruhi berbagai fungsi individu, seperti afeksi dan kognitif. Penderita Skizofrenia juga dapat digolongkan dalam beberapa jenis berdasarkan gejala khas yang paling dominan. Tiap jenis selalu ditandai dengan gejala positif dan negatif yang berbeda porsinya. Gejala positif adalah penambahan dari fungsi normal, contohnya halusinasi yaitu persepsi panca indera yang tidak sesuai kenyataan. Sedangkan gejala negatif berarti pengurangan dari fungsi normal seperti kehilangan minat dan menarik diri dari lingkungan sosial. Hingga saat ini penyebab utama Skizofrenia masih menjadi perdebatan di kalangan ahli psikiatri maupun psikologi. Karna itu untuk dapat memahaminya diperlukan multiperspekif yaitu dari sisi biologis, psikologis, sosial dan spiritual.

DAFTAR REFERENSI Jurnal Clarke, C, Antti Tansken, Matti Huttunen, John C. Whittaker, and Mary Cannon. 2009. Evidence for an Interaction Between Familial Liability and Prenatal Exposure to Infection in the Causation of Schizophrenia. Journal of Psychiatry. Hoaki, dkk. 2009. Negative Symptoms in Schizophrenia Respond to Milnacipran Augmentation Therapy: A Case Report. Jurnal of Psychiatry. 12: 32-34. Lenzenweger, Mark et al. 2007. Resolving The Latent Structure of Schizophrenia Endophenotypes Using Expectation-Maximization-Based Finite Mixture Modelling. Journal of Abnormal Psychology, vol. 116, 16-29. American Psychological Association. Mesholam-Gately, Raquelle et al. 2009. Neurocognition in First-Episode Schizophrenia: A Meta Analytic Review. Journal of Neuropsychology, vol. 23, 315-336. American Psychological Association. Urbayatun, Siti. 2006. Psikoterapi Doa sebagai Alternatif Mengatasi Gangguan Jiwa Ringan. Jurnal Psikologi Islami, vol. 2, 31-37.

Buku Adz Zakiey, Hamdani Bakran. 2007. Psikologi Kenabian. Yogyakarta: Beranda. Al Quran dan Terjemahan. 2007. Bandung: Penerbit Diponegoro. American Psychiatric Association. 2008. Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorder 4th Edition Text Revision. Washington DC: Arlington VA. Alwisol. 2007. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press. Arif, Iman Setiadi. 2006. Skizofrenia: Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Bandung: PT. Refika Aditama. Durand, V. Mark dan David H. Barlow. 2007. Intisari Psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai