Anda di halaman 1dari 29

TERAPI PEILAKU

Disusun sebagai syarat memnuhi tugas mata kuliah Asuhan Keperawatan Jiwa
Dosen Pengempu : Rully Andika, Ns., MAN

Disusun Oleh :
Kelompok 4
1. Ratna (108115044)
2. Edi Karsito (108115045)
3. Khorida Mutia (108115047)
4. Miftahul Janah (108115053)
5. Astuti Dewi Fatimah (108115055)
6. Abdul Rohman Al Aziz (108115067)

PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
AL-IRSYAD AL-ISLAMIYAH CILACAP
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun makalah
dengan judul “Terapi Prilaku Pada Gangguan Jiwa”.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas asuhan


keperawatan jiwa. Kelompok mengucapkan banyak terima kasih kepada pengampu
yaitu Bapak Rully Andika, MANyang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai referensi untuk menambah


wawasan kepada pembaca. Kami menyadari penyusunan makalah ini masih jauh
dari sempurna. Sehingga dalam penyusunan masih terdapat banyak kekurangan,
maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun di
masa yang akan datang. Terima kasih.

Cilacap,5 Juni 2017

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang......................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
C. Tujuan ..................................................................................................................... 5
BAB II .....................................................................................Error! Bookmark not defined.
PEMBAHASAN .......................................................................Error! Bookmark not defined.
A. PENGERTIAN TERAPI PERILAKU ................................Error! Bookmark not defined.
B. TUJUAN TERAPI PERILAKU ........................................Error! Bookmark not defined.
C. PENGKONDISIAN KLASIK ...........................................Error! Bookmark not defined.
D. PENGKONDISIAN OPERANT ......................................Error! Bookmark not defined.
E. MODIFIKASI TEKNIK TERAPI PERILAKU .....................Error! Bookmark not defined.
BAB III ....................................................................................Error! Bookmark not defined.
PENUTUP ...............................................................................Error! Bookmark not defined.
A. KESIMPULAN .............................................................Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA .................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Terapi prilaku merupakan penerapan aneka ragam teknikdan prosedur yang


berakar pada berbagai teori tentang belajar. Tahap ini menyertakan penerapan
dan sistematis prinsip-prinsip belajar pada pengubahan tingkah laku kearah
cara-cara yang lebih adaptif. Berdasarkan teori belajar modifkasi tingkah laku
dan terapi tingkah laku adalah pendekatan-pendekatan terhadap konseling dan
psikoterapi yang berurusan dengan pengubahan tingkah laku. Penting untuk
dicatat bahwa teori tunggal tenntang belajar yang mendominasi praktek terapii
tingkah laku. Penggunaan teknik terapi prilaku sekali muncul dalam
kepustakaan profesional.
Modifikasi terapi rilaku telah memberikan pengaruh yang besarkepada
lapangan pendidikan terutama paa khasus yang menanganni pada gangguan
jiwa. Pada terapi prilaku ini membantupasien yang menghadapi problem-
pronlem kehidupannya. Biasanya meliputi peningkatan perasaan sejahtera
individual dan mengurangi pengalaman subjektif yang tidak nyaman. Teknik
dalam terapi perilaku ini berdasarkan prilaku dan rancangan untuk memperbaiki
kesehatan mental pasien,memperbaikki hubungan kelompok seperti dalam
keluarga, teman dan lainnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari terapi perilaku pada gangguan jiwa ?
2. Apa saja jenis-jenis terapi perilaku pada gangguan jiwa ?
3. Apa saja tujuan pemberian terapi perilaku pada gangguan jiwa ?
4. Bagaimana teori dasar metode terapi perilaku pada gangguan jiwa ?
5. Bagaimana teknik dasar yang digunakan terapi perilaku pada gangguan jiwa
?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari terapi perilaku pada gangguan jiwa
2. Dapat menyebutkan dan menjelaskan jenis-jenis terapi perilaku pada
gangguan jiwa
3. Mengetahui tujuan pemberian terapi perilaku pada gangguan jiwa
4. Mengetahui teori dasar metode terapi perilaku pada gangguan jiwa
5. Mengetahui teknik dasar yang digunakan terapi perilaku pada gangguan
jiwa
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Terapi Perilaku

Terapi perilaku merupakan salah satu terapi yang diberikan kepada Anak
Berkebutuhan Khusus dimana terapi ini difokuskan kepada kemampuan anak untuk
merespon terhadap lingkungan dan mengajarkan anak perilaku-perilaku yang
umum. Terapi perilaku yang dikenal secara umum adalah Applied Behavioral
Analysis yang diciptakan oleh O.Ivar Lovaas, PhD dan University of California Los
Angeles (UCLA).

Gerald Corey menjelaskan bahwa terapi behavioral adalah pendekatan-


pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang berkaitan dengan pengubahan
tingkah laku. Pendekatan, teknik, dan prosedur yang dilakukan berakar pada
berbagai teori tentang belajar. Terapi behavior adalah salah satu teknik yang
digunakan dalam menyelesaikan tingkah laku yang ditimbulkan oleh dorongan dari
dalam dan dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup, yang dilakukan
melalui proses belajar agar bisa bertindak dan bertingkah laku lebih efektif, lalu
mampu menanggapi situasi dan masalah dengan cara yang lebih efektif dan efisien.
Aktifitas inilah yang disebut sebagai belajar.

Terapi Perilaku merupakan suatu teknik terapi yang bertujuan untuk


menghilangkan perilaku-perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial dan
membangun perilaku-perilaku baru yang secara sosial bermanfaat dan dapat
diterima. Terapi Perilaku juga bertujuan untuk menumbuhkan perilaku baru berupa
komunikasi secara spontan dan kemampuan melakukan interaksi sosial dengan
orang lain. Terapi perilaku biasanya dilakukan oleh seorang Terapis dengan sistem
one on one (satu Terapis satu Anak) dengan memberikan instruksi-instruksi singkat
yang spesifik, secara jelas dan terus menerus. Meskipun demikian, mengingat
perilaku merupakan sesuatu yang ditunjukkan mulai dari seseorang bangun tidur
hingga ia tidur lagi di malam harinya, maka sebaiknya apa yang sedang dibangun
oleh seorang Terapis terkomunikasikan kepada semua pihak yang berhubungan
dengan anak, mulai dari orang tua, keluarga di rumah, hingga guru di sekolah agar
setiap aktivitas yang dijalani anak dimanapun mendukung keberhasilan dari Terapi
Perilaku yang dilakukan.

https://www.pelangiinsani.com/terapi-behaviourterapi-perilaku/

B. Tujuan Terapi Behavioral


Terapi behavioral memfokuskan pada persoalan-persoalan perilaku
spesifik atau perilaku menyimpang yang bertujuan untuk menciptakan kondisi-
kondisi baru bagi proses belajar dengan dasar bahwa segenap tingkah laku itu
dipelajari, termasuk tingkah laku yang maladaptif.

Menurut Corey (2009), tujuan umum terapi perilaku adalah menciptakan


kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap
perilaku adalah dapat dipelajari (learned), termasuk perilaku yang maladaptif. Jika
tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan
tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh. Terapi perilaku pada hakikatnya
terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif
dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang di dalamnya terdapat
respons-respons yang layak, namun belum dipelajari. Berkaitan dengan penjelasan
diatas secara sederhana tujuan dari terapi perilaku adalah :
1. Meningkatkan perilaku, yaitu reinforcement positif (memberi penghargaan
terhadap perilaku) dan reinforcement negatif (mengurangi stimulus aversi)
2. Mengurangi perilaku, yaitu punishment (memberi stimulus aversi), respons
cost (menghilangkan atau menarik reinforcement), dan extinction (menahan
reinforcerment)

Sedangkan, menurut Latipun (2001) tujuan terapi perilaku adalah mencapai


kehidupan tanpa mengalami perilaku somatik, yaitu kehidupan tanpa mengalami
kesulitan atau hambatan perilaku yang dapat membuat ketidakpuasan dalam jangka
panjang, atau mengalami konflik dengan lingkungan sosial.
C. Pengondisian klasik

Pengondisian klasik adalah suatu proses belajar yakni stimulus netral dapat
memunculkan respon baru setelah dipasangkan dengan stimulus yang biasanya
mengikuti respon tersebut. Pengondisian klasik ini pada mulanya ditemukan oleh
Ivan Pavlov, fisiolog dari Rusia ketika sedang melakukan penelitian eksperimen
mengenai proses produksi air liur pada anjing. Ia melihat bahwa anjing tersebut
tidak hanya merespon berdasarkan kebutuhan biologis (rasa lapar), tetapi juga
sebagai hasil dari proses belajar yang kemudian disebut sebagai pengondisian
klasik. Dalam ilmu psikologi, pengondisian klasik digunakan sebagai terapi untuk
mengubah perilaku individu

1. Eksperimen Pavlov

Pada awal kariernya, Ivan Pavlov bukanlah peneliti di bidang


psikologi. Ia adalah fisiolog yang mempelajari sistem pencernaan pada
anjing. Pada eksperimennya, Pavlov memasang sebuah selang pada
kelenjar liur seekor anjing untuk mengukur jumlah produksi air liur
anjing tersebut. Ia membunyikan sebuah bel dan setelah beberapa
detik kemudian memberikan makanan kepada anjing tersebut.
Pemasangan stimulus antara membunyikan sebuah bel dan
memberikan makanan kepada anjing tersebut dilakukan berulang kali
dan direncanakan dengan sangat hati-hati. Pada awalnya, anjing
tersebut akan mengeluarkan air liur ketika makanan telah
dimunculkan. Tidak lama kemudian, anjing tersebut mengeluarkan air
liur ketika mendengar suara bel. Bahkan pada eksperimennya, ketika
Pavlov menghentikan pemberian makanan, anjing tersebut masih
mengeluarkan air liur setelah mendengar suara bel. Anjing tersebut
telah mengalami pengondisian klasik dalam mengeluarkan air liur
setelah mendengar suara bel. Berkat eksperimennya, pada tahun 1904
Ivan Pavlov memenangkan hadiah Nobel di bidang psikologi dan
kedokteran atas karyanya mengenai pencernaan.

2. Komponen Pengondisian Klasik

a. Refleks Baru

Menurut Pavlov, refleks mengeluarkan air liur pada anjing


tersebut terdiri dari sebuah stimulus tidak terkondisi
(unconditioned stimulus) berupa makanan, dan sebuah respon yang
tidak terkondisi (unconditioned response) yakni produksi air liur.
Stimulus tidak terkondisi adalah sebuah kejadian atau suatu hal
yang menghasilkan sebuah respon secara otomatis atau
menghasilkan refleks yang alami. Sedangkan respon tidak
terkondisi adalah respon yang dihasilkan secara otomatis.
Menurut Pavlov, proses pengondisian klasik terjadi ketika sebuah
stimulus netral (stimulus yang tidak atau belum menghasilkan
sebuah respon tertentu) dipasangkan secara teratur dengan sebuah
stimulus tidak terkondisi selama beberapa kali. Stimulus netral ini
kemudian akan berubah menjadi stimulus yang terkondisi
(conditioned stimulus) yang menghasilkan sebuah proses
pembelajaran atau respon terkondisi (conditioned response),
serupa dengan respon alamiah. Contoh pada eksperimen Pavlov
adalah bel yang dibunyikan. Sebelumnya bel yang dibunyikan
tidak menghasilkan air liur pada anjing. Bel ini kemudian menjadi
sebuah stimulus terkondisi yang menghasilkan respons produksi
air liur.

b. Generalisasi dan Diskriminasi

Pavlov mencatat bahwa respon terkondisi juga akan


muncul sebagai respon terhadap stimulus yang mirip dengan
stimulus terkondisi. Hal ini mengindikasikan terjadinya
generalisasi stimulus (stimulus generalization) pada semua
stimulus yang mirip. Generalisasi stimulus adalah kemampuan
individu untuk bereaksi terhadap stimulus baru yang mirip dengan
stimulus yang telah dikenalinya. Contohnya adalah seorang anak
kecil bernama Albert yang sudah terkondisi untuk merasa takut
terhadap tikus berwarna putih, kemungkinan juga ia akan
mengembangkan ketakutan terhadap benda lain yang berbulu dan
berwarna putih. Akan tetapi respons terkondisi tidak akan muncul
untuk semua stimulus yang mirip, menunjukkan bahwa individu
juga dapat belajar untuk membedakan stimulus yang berbeda. Hal
ini disebut sebagai diskriminasi stimulus (stimulus discrimination).
Diskriminasi stimulus adalah kecenderungan untuk merespon
dengan cara yang berbeda pada dua atau lebih stimulus yang
serupa. Sebagai contoh anjing bernama Milo telah dikondisikan
untuk mengeluarkan air liur pada nada C suara piano dan
dipasangkan dengan makanan. Ketika memainkan nada C pada
suara gitar tanpa diikuti oleh makanan maka hasilnya adalah Milo
akan belajar untuk menghasilkan air liur pada nada C di piano dan
tidak pada nada yang sama ketika memainkan pada suara gitar.
Dalam hal ini Milo dapat membedakan atau melakukan
diskriminasi terhadap kedua suara tersebut.

c. Extinction
Extinction (pemadaman) adalah proses melemahnya respon
terkondisi yang telah dipelajari dan pada akhirnya menghilang.
Kondisi ini terjadi ketika stimulus terkondisi tidak lagi
dipasangkan dengan stimulus tidak terkondisi. Misalnya korban
pemerkosaan yang mempunyai kepribadian penakut ketika pergi
ke suatu pesta dapat mengalami perubahan kepribadian yang
signifikan jika ia mau mencoba untuk berulang kali menghadapi
ketakutannya dengan ditemani oleh teman yang mendukungnya.

d. Counterconditioning

Counterconditioning merupakan prosedur dalam


pengondisian klasik untuk melemahkan sebuah respon terkondisi
dengan mengasosiasikan stimulus penyebab ketakutan dengan
respon baru yang tidak sesuai dengan ketakutan. Seorang peneliti
bernama Mary Cover Jones mampu menghilangkan ketakutan
seorang anak berusia 3 tahun bernama Peter. Peter memiliki
banyak ketakutan terhadap tikus putih, mantel berbulu, katak,
ikan dan mainan mekanik. Untuk menghilangkan ketakutannya,
Jones membawa seekor kelinci ke hadapan Peter, namun tetap
menjaga jarak agar tidak terlalu dekat dan membuat Peter kesal.
Di saat yang sama ketika kelinci dibawa ke hadapan Peter, Peter
diberikan biskuit dan susu. Selama beberapa hari berturut-turut,
kelinci dibawa semakin dekat kepada Peter selama Peter makan
biskuit dan minum susu. Akhirnya, Peter sampai pada suatu titik
ia memakan makanannya dengan satu tangan, dan memberi
makan kelinci dengan tangannya yang lain. Perasaan senang yang
dihasilkan oleh biskuit dan susu tidak sesuai dengan rasa yang
takut dihasilkan oleh kelinci, sehingga kahirnya rasa takut Peter
hilang melalui counterconditioning.
3. Terapi Perilaku Pengondisian Klasik

Terapi perilaku menggunakan prinsip-prinsip belajar untuk


mengurangi atau menghilangkan perilaku maladaptif. Beberapa
perilaku terutama rasa takut dapat dipelajari melalui pengondisian
klasik. Bila rasa takut dapat dipelajari, maka tentu saja dapat
dibalikkan dengan prinsip yang sama juga. Beberapa terapi perilaku
yang menggunakan pengondisian klasik adalah desensitisasi sistematis
dan pengondisian aversif.

a. Desensitisasi Sistematis

Desensitisasi sistematis (systematic desensitization) adalah


sebuah metode perilaku terapi yang didasarkan pada pengondisian
klasik dengan membuat individu mengasosiasikan relaksasi
mendalam secara bertahap dengan stiuasi yang menimbulkan
kecemasan. Pada desensitisasi sistematis, terapis bertanya tentang
aspek yang paling menakutkan dan paling tidak menakutkan. Lalu
terapis mengatur individu dalam situasi-situasi berdasarkan
daftar urutan mulai dari yang paling menakutkan hingga tidak
menakutkan.

Tahap berikutnya adalah mengajarkan individu untuk


rileks. Individu dapat belajar mengenali adanya kontraksi otot
atau tegangan pada berbagai bagian tubuh dan kemudian
bagaimana untuk menegangkan dan melemaskan otot-otot yang
berbeda. Ketika individu sudah merasa rileks, terapis meminta
individu untuk membayangkan stimulus yang paling kurang
ditakut dalam daftar urutan. Kemudian terapis bergerak ke atas
sesuai dengan daftar yang telah dibuat, dari yang paling kurang
ditakuti hingga paling ditakuti. Sementara posisi klien tetap
bertahan dalam kondisi rileks. Maka kemudian, individu dapat
membayangkan situasi yang paling menakutkan tanpa harus
merasa takut. Dengan cara ini individu belajar untuk rileks
sementara, bukan mencemaskannya. Desensitisasi sitematis sering
digunakan sebaga cara mengatasi fobia secara efektif seperti
ketakutan memberi pidato, ketakutan akan ketinggian, ketakutan
akan terbang, ketakutan akan anjing dan ketakutan akan ular.
Bila individu takut dengan ular, seorang terapis awalnya akan
meminta individu menyaksikan orang lain memegang ular dan
kemudian meminta individu melakukan perilaku yang semakin
ditakuti. Pertama-tama, individu akan berada pada satu ruang
yang sama dengan ular, lalu kemudian mendekati ular tersebut,
kemudian menyentuh ular tersebut dan pada akhirnya dapat
bermain dengan ular.

b. Pengondisian Aversif

Pengondisian aversif adalah terjadinya pemasangan


berulang dari sebuah perilaku yang tidak diharapkan dengan
sebuah stimulus aversif untuk menurunkan penguatan yang
didapatkan dari perilaku. Pengondisian aversif digunakan untuk
mengajarkan individu menghindari perilaku tertentu, seperti
merokok, makan berlebihan, dan minum alkohol. Cara yang
digunakan dalam pengondisian aversif untuk mengurangi
konsumsi alkohol individu adalah ketika individu minum
minuman beralkohol, ia juga harus mengonsumsi minuman
campuran yang membuat pusing dan mual. Dalam istilah
pengondisian klasik, minuman alkohol adalah stimulus yang
dikondisikan, dan zat yang membuat mual adalah stimulus yang
tidak dikondisikan. Melalui pemasangan berulang antara alkohol
dengan zat yang membuat mual, alkohol akan menjadi stimulus
terkondisi yang menghasilkan mual. Mual pada pengondisian
aversif ini akan menjadi respon yang dikondisikan. Sebagai
konsekuensi, alkohol tidak lagi diasosiasikan dengan sesuatu yang
menyenangkan, tetapi sesuatu yang sangat tidak menyenangkan.
https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Pavlov%27s_dog_conditioning.svg

D. Pengkondisian Operant

B.F Skinner melakukan percobaan terhadap tikus yang diletakkan di dalam


kandang. Kemudian ia meletakkan sebuah bel di dekat pintu. Apabila ditekan, maka
secara otomatis pengungkit makanan akan bergerak, dan makanan akan jatuh dari
atas kandang.

Dalam percobaan ini, yang dilakukan tikus pertama kali adalah melompat-
lompat dan mencakar kandang. Tetapi pada suatu ketika, tikus berhasil menekan
bel hingga akhirnya pengungkit bergerak dan makanan pun jatuh. Aksi yang
dilakukan tikus ini dinamakan aksi emitted behavior. Emitted behavior adalah
sebuah tingkah laku yang muncul tanpa adanya stimulus tertentu sebelumnya.
Makanan yang jatuh dinamakan reinforce yaitu tingkah lau operant yang akan terus
meningkat apabila diikuti oleh reinforcement

Teori Operant Conditioning adalah teori yang dikembangkan oleh B.F


Skinner. Teori ini mengungkapkan bahwa tingkah laku bukanlah sekedarrespon
terhadap stimulus, tetapi suaatu tindakan yang disengaja atau operant.

Tingkah laku adalah perbuatan yang dilakukan seseorang pada situasi


tertentu. Tingkah laku yang dimaksud terletak di antara dua pengaruh yaitu
pengaruh yang mendahuluinya (antecedent) dan pengaruh yang mengikutinya
(konsekuensi). Hal ini dapat dilukiskan sebagai berikut:
Antecedent –> tingkah laku –> konsekuensi
atau A –> B –> C

Dengan demikian, tingkah laku dapat diubah dengan cara mengubah


antecedent, konsekuensi, atau kedua-duanya. Menurut Skinner, konsekuensi itu
sangat menentukan apakah seseorang akan mengulangi suatu tingkah laku pada saat
lain di waktu yang akan datang.
1. Prosedur pembentukan tingkah laku

Tingkah laku adalah hubungan antara perangsang dan respon. Tingkah


laku terjadi apabila ada stimulus khusus. Skinner berpendapat, pribadi
seseorang terbentuk dari akibat respon terhadap lingkungannya, untuk itu hal
yang paling penting untuk membentuk sebuah kepribadian adalah adanya
penghargaan dan hukuman. Penghargaan akan diberikan untuk respon yang
diharapkan sedangkan hukuman untuk respon yang salah. Pendapat skinner ini
memusatkan hubungan antara tingkah laku dan konsekuen. Contoh, jika
tingkah laku individu segera diikuti oleh tingkah laku menyenangkan, individu
akan menggunakan tingkah laku itu lagi sesering mungkin. Skinner
membedakan adanya dua macam respon, yaitu:
a. Respondent response (reflexive response), yaitu respom yang ditimbulkan
oleh suatu perangsang-perangsang tertentu. Misalnya, keluar air liur saat
melihat makanan tertentu.
b. Operant response (instrumental response), yaitu respon yang timbul dan
berkembangnya diikuti oleh perangsang-peerangsang tertentu. Contohnya,
ketika seorang anak belajar (telah melakukan perbuatan), lalu mendapat
hadiah, maka ia akan menjadi lebih giatbelajar (intensif/ kuat).

menurut Skinner adalah manipulasi penguatan untuk menghasilkan


perilaku yang diinginkan. Karena perilaku dipengaruhi oleh penguat, maka
perilaku dapat dibentuk dan dimanipulasi.

Berbicara tentang penguatan atau reinforcement, yang sering menjadi


pembicaraan para mahsiswa adalah tentang positive reinforcement, negative
reinforcement, reward dan punishment. Mahasiswa sering dikacaukan soal
definisi dan perbedaan satu sama lain dari konsep-konsep tersebut.

Kita awali dari punishment. Dibahas lebih dulu karena Skinner sendiri
tidak mengandalkan punishment dalam pembentukan atau manipulasi perilaku.
Kenapa? karena punishment itu lebih bersifat spesifik dan situasional.
Hukuman lebih bersifat temporer dan tidak berjangka panjang. Karena tidak
menciptakan cetak biru perilaku sebagai hasil belajar, maka punishment jarang
digunakan. Coba lihat saja siswa yang dihukum dengan berdiri di depan kelas
atau dijemur di lapangan. Apakah merekat dijamin tidak melakukan
pelanggaran lagi? Iya, hukuman tidak efektif untuk mengubah perilaku dalam
jangka panjang.

Bagaimana dengan reward? Secara sederhana, reward bisa diartika


sebagai hadiah. Hadiah diberikan dengan maksud untuk meningkatkan
kecenderunga perilaku yang diinginkan. Berupa apapun hadiah yang diberikan,
ketika itu mendatangkan efek rewarding (rasa nyaman, puas, senang dan
sejenisnya), maka hal itu disebut reward. Misalnya seorang guru memberikan
bintang kepada muridnya yang di akhir semester bisa ditukarkan dengan
barang.

Sekarang kita akan bahas tentang positive reinforcement dan negative


reinforcement. Di dua kelas Psikologi Belajar yang berbeda, mengalami
kebingungan yang berbeda pula. Satu kelas bingung membedakan positive
reinforcement dengan reward, sementara kelas yang lain bingung membedakan
negative reinforcement dengan punishment.

Lebih mudahnya, yang namanya reinforcement adalah penguat.


Artinya, ketika penguat diberikan, maka efeknya adalah menguatkan
kecederungan pengulangan perilaku. Baik positive reinforcement maupun
negatif reinforcement, keduanya berefek pada penguatan perilaku, sama-sama
menimbulkan efek rewarding. Bedanya, positive reinforcement dengan
memberikan kenyamanan agar perilaku diperkuat, sedangkan negative
reinforcmenet adalah mengurangi ketidaknyamanan (berarti menimbulkan
kenyamanan) agar perilaku diperkuat. Memberikan pujian adalah contoh
positive reinforcement. Bagaimana dengan negative reinforcement? Misalnya,
Adi tiap hari dibebani tugas rumah, seperti mengepel, myapu, membersihkan
bak air. Selama ini, Adi kurang rajin belajar. Ia hanya menggunakan sidit waktu
untuk belajar. Suatu saat, ada rajin belajar. Karena dia rajin, ibunya mengurangi
tugas yang dibebankan kepadanya. Nah, itu yang disebut negative
reinforcement.

http://rudicahyo.com/psikologi-artikel/teori-belajar-operant-conditioning-skinner/

https://www.kompasiana.com/catatansovie/bf-skinner-dan-konsep-operant-
conditioningnya_54f773faa33311b8618b45a1

2. Prinsip Pengkondisian operan

Ada dua prinsip umum dalam operant conditioning, yaitu:

a. Setiap respon yang diikuti dengan stimulus yang menguatkan cenderung


akan diulang
b. Stimulus yang menguatkan adalah segala sesuatu yang memperbesar rata-
rata terjadinya respon operan

Dalam pengkondisian operan, penekananya adalah pada perilaku dan


pada konsekwensinya. Dengan pengkondisian operan, organism pasti
merespon dengan cara tertentu untuk memproduksi stimulus yang menguatkan

Prinsip pengkondisian operan berlaku untuk berbagai maan situasi.


Untuk memodifikasi perilaku, seseorang ukup mencari sesuatu yang
mmenguatkan bagi suatu organism yang perilakunya hendak dimodifikasi,
menunggu sampai perilaku yang diinginkan terjadi dan kemudian segera
memperkuat organism tersebut

3. Konsep utama operant conditioning

Dalam sebuah buku dituliskan bahwa menurut skinner, pengkondisian


operan terdiri dari dua konsep utama[4],yaitu:

a. Penguatan (reinforcement)
Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan
probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Penguatan boleh jadi
kompleks. Penguatan berarti memperkuat. Skinner membagi penguatan ini
menjadi dua bagian:

1) Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa


frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang
mendukung (rewarding). Bentuk-bentuk penguatan positif adalah
berupa hadiah , perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk
menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau
penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb)
2) Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa
frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan
stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk
penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan,
memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang
(menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).

Satu cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan


positif dan penguatan negatif adalah dalam penguatan positif ada
sesuatu yang ditambahkan atau diperoleh. Dalam penguatan negatif,
ada sesuatu yang dikurangi atau di hilangkan. Adalah mudah
mengacaukan penguatan negatif dengan hukuman. Agar istilah ini
tidak rancu, ingat bahwa penguatan negatif meningkatkan probabilitas
terjadinya suatu prilaku, sedangkan hukuman menurunkan
probabilitas terjadinya perilaku. Berikut ini disajikan contoh dari
konsep penguatan positif, negatif, dan hukuman (J.W Santrock, 274).

b. Hukuman (punishment)
Hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan
probabilitas terjadinya suatu perilaku atau apa saja yang menyebabkan
sesuatu respon atau tingkahlaku menjadi berkurang atau bahkan langsung
dihapuskan atau ditinggalkan. Dalam bahasa sehari-hari kita dapat
mengatakan bahwa hukuman adalh menegah pemberian seasuatu yang
diharapkan organism, atau member seseuatu yang tidak diinginnya.
Namuun menurut skinner hukuman tidak menurunkan
probabilitas respon, walupun hukuman bisa menekan suatu respon selama
hukuman itu diterapkan, manun hukuman tidak akan melemahkan
kebiasaan. Skinner juga berpendapat bahwa hukuman dalam jangka panjang
tidak akan efektif, tampak bahwa hukumman hanya menekan perilaku, dan
ketika ancaman dihilangkan, tingkat perilaku akan ke level semula.
Contohnya:

Penguatan positif

Perilaku Konsekuensi Prilaku kedepan

Murid mengajukan Guru memuji murid Murid mengajukan lebih


pertanyaan yang bagus banyak pertanyaan
Penguatan negatif

Perilaku Konsekuensi Prilaku kedepan

Murid menyerahkan PR Guru berhenti menegur Murid makin sering


tepat waktu murid menyerahkan PR tepat
waktu
Hukuman

Perilaku Konsekuensi Prilaku kedepan

Murid menyela guru Guru mengajar murid Murid berhenti menyela


langsung guru
Ingat bahwa penguatan bisa berbentuk postif dan negatif. Dalam kedua bentuk itu,
konsekuensi meningkatkan prilaku. Dalam hukuman, perilakunya berkurang.
c. Shaping (pembentukan respon)

Berdasarkan pengkondisian operan, pada tahun 1951 skinner


mengembangkan teknik “ pembentukan respon” atau disebut dengan
shaping untuk melatih hewan menguasai tingkah laku yang komplek yang
juga relevan dengan tingkah laku manusia. Teknik pembentukan respon ini
dilakukan dengan cara menguatkan organism pada setiap kali ia bertindak
kea rah yang diinginkan sehingga ia menguasai atau belajar merespon
sampai pada suatu saat tidak perlu lagi menguatka respon tersebut.
pembentukan respon terdiri dari dua komponen, yaitu : diferential
reinforcement (penguatan diferensial) yang berarti sebagian respon di
perkuat dan sebagian lainya tidak. Dan successive approximation
(kedekatan suksesif), yaknni fakta bahwa respon-respon yang semakin sama
dengan yang diinginkan oeh eksperimentalllah ang akan diperkuat. Dalam
ontoh skinner, ketika tikus masuk ke dalam kotak skinner akan diberi
penguat secara bertahap sampai tikus bisa menekan tuas

d. Penjadwalan Reinforcement
Dalam operant conditioning, jadwal penguat adalah komponen
penting dari proses belajar. When and how often we reinforce a behavior
can have a dramatic impact on the strength and rate of the response. Kapan
dan seberapa sering kita memperkuat perilaku yang dapat memiliki dampak
yang dramatis pada kekuatan dan kecepatan respon. Certain schedules of
reinforcement may be more effective in specific situations. jadwal
penguatan tertentu mungkin lebih efektif dalam situasi tertentu. There are
two types of reinforcement schedules: Ada dua jenis jadwal penguatan

e. Continuous Reinforcement Continuous Reinforcement ( penguatan


terus-menerus)

In continuous reinforcement, the desired behavior is reinforced


every single time it occurs. Dalam penguatan terus menerus,
penguatan diberikan pada saat setiap kali organism menghasilkan suatu
respon. Generally, this schedule is best used during the initial stages of
learning in order to create a strong association between the behavior and the
response. Pada umumnya, jadwal ini paling baik digunakan selama tahap
awal belajar untuk menciptakan hubungan yang kuat antara perilaku dan
respon. Once the response if firmly attached, reinforcement is usually
switched to a partial reinforcement schedule. Setelah respon jika terpasang
kuat, penguat biasanya beralih ke jadwal penguatan parsial.

f. Partial Reinforcement Partial Reinrorcement ( penguatan parsial)

In partial reinforcement, the response is reinforced only part of the


time. Dalam penguatan parsial, respon diperkuat hanya bagian dari
waktu. Learned behaviors are acquired more slowly with partial
reinforcement, but the response is more resistant to extinction . Belajar
perilaku diperoleh lebih lambat dengan tulangan parsial, tetapi tidak
mendapatkan respon yang lebih tahan terhadap kepunahan . There are four
schedules of partial reinforcement: Ada empat jadwal penguatan parsial:

1) Fixed-ratio schedules are those where a response is reinforced only


after a specified number of responses. -Rasio jadwal tetap adalah yang
mana tanggapan hanya diperkuat setelah sejumlah tertentu tanggapan.
This schedule produces a high, steady rate of responding with only a
brief pause after the delivery of the reinforcer. jadwal ini menghasilkan
tingkat, tinggi stabil hanya merespons dengan jeda singkat setelah
pengiriman penguat tersebut.
2) Variable-ratio schedules occur when a response is reinforced after an
unpredictable number of responses. -Rasio jadwal Variabel terjadi
ketika respon diperkuat setelah sejumlah tanggapan tak terduga. This
schedule creates a high steady rate of responding. Jadwal ini
menciptakan tingkat stabil tinggi merespons. Gambling and lottery
games are good examples of a reward based on a variable ratio
schedule. Perjudian dan permainan lotere adalah contoh yang baik dari
hadiah berdasarkan jadwal rasio variabel.
3) Fixed-interval schedules are those where the first response is rewarded
only after a specified amount of time has elapsed. -Interval jadwal
tetap adalah mereka dimana respon pertama dihargai hanya setelah
sejumlah waktu tertentu telah berlalu. This schedule causes high
amounts of responding near the end of the interval, but much slower
responding immediately after the delivery of the reinforcer. Jadwal ini
menyebabkan jumlah tinggi menanggapi dekat akhir interval, namun
jauh lebih lambat merespon segera setelah pengiriman penguat tersebut.
4) Variable-interval schedules occur when a response is rewarded after
an unpredictable amount of time has passed. interval jadwal variabel
terjadi ketika respon dihargai setelah jumlah yang tak terduga waktu
telah berlalu. This schedule produces a slow, steady rate of response.
jadwal ini menghasilkan lambat, stabil tingkat respons.

Skinner talah memublikasikan data tentang efak dari penguatan parsial


ketika Humhreys menggunncang dunia psikologi dengan menunjukkan
bahwa proses pelenyapan adalah lebih ccepat sesudah penguatan 100 persen
ketimbang sesudah penguatan parsial. Artinya, jika suatu organism
menerima penguat setiap kali ia membuat respon yang tepat selam proses
belajar dan kemudian dimasukkan dalam proses plenyapan, maka responya
akan lenyap lebih cepat ketimbang organnisme dengan respon benar yang
tidak mencapi 100 persen. Denngan kata lain, penguatan parsial akan
menyebabkan resistensi yang lebih besar terhadap pelenyapan ketimbang
yang bberkkelanjutan atau penguatan 100 persen. Ini disebut dengan partial
reinforcement effecct

g. Pemadaman Dan Pemulihan Kembali

Seperti halnya dalam pengkonndisian klasik, ketika kita mencabut


penguatan dari situasi pengkondisian operant, berarti kita melakukan
extinction ( pemadaman/ pelenyapan). Misalnya dalam percobaan skinner.
Pada saat hewan sudah biasa menekan tuas untuk mendapatkan makanan,
mekanisme pemberian makanan mendadak dihentikan, maka penekanan
tuas tidak akan mmenghasilkan makanan bagi tikus terseabut. Dari ini kita
akan melihat catatan komulatif pelan-pelan akan mendatar dan akhirnya
akan kembali seperti semula, yang menunjukkan tidak ada lagi respon
penekanan tuas (seperti pada saat penguatan belum diperkenalkan) Pada hal
ini kita akan mengatakan telah terjadi pemadaman.
Setelah pemadaman, apabila hewan dikembalikan ke sarangnya
selama preode waktu tertentu dan kemudian dikembalikan ke dalam situasi
percobaan, ia akan sekali lagi mulai mmenekkan tuas dengan segera tanpa
perlu dilatih lagi. Ini disebut sebagai pemulihan kembali.

h. Generalisasi Dan Diferensiasi (diskriminasi)

Yang dimaksud dengan generalisasi adalah penguatan yang hampir


sama dengan penguatan sebelumnya akan dapat respon yang sama.
Organism cenderung menggeneralisasilkan apa yang di pelajarinya, contoh
dalam kehidupan sehari-hari, seorang siswa akan mengerjakan PR dengan
tepat waktu karena pada minggu lalu ia mendapat pujian didepan kelas oleh
gurunya ketika menyelesaikan PR tepat waktu. Contoh lainnya, anak kecil
yang mendapatkan penguatan oleh orang tuany akarena menimang dan
menyayangi anjing kelluarga, ia akan segera mengeneralisasikan respon
menimmang ajing itu dengan anjing yang lain.
Generalisasi dapat juga dapat dikekang oleh latihan diskriminasi.
Diskrimnasi adalah respon organism terghadap suatu penguatan, tetapi tidak
terhadap jenis penguatan yang lain. Latihan diskriminasi akan efektif jika
terdapat stimulus diskriminatif yang jelas dalam membedakan kasus dimana
respon harus dilakukan dengan khusus dengan kasus dimana respon
harus ditekan.
Jika dikaitkan dengan contoh diatas dimana anak akan
mengeneralisasikan menyayangi anjing keluarga dengan anjing yang
lainnya, sedangkan dapat berbahaya ( katakanlah, anjing ttetangga sangat
galak dan suka menggigit) maka orang tua harus memberikan llatihan
diskriminasi, sehingga anak mendapatkan penguatan jika ia menyayangi
anjing keluarga dan bukan anjing tetangga, dengan ara oranng tua
mmenunjukkan aspek-aspek anjing yang melihatkan keramahannya(
misalnya ekornya biasa dikibas-kibas) sehingga anak akan bisa mengenali
mana anjing yang rmah dan biisa disayang dan mana anjing yang galak.

https://candraardian2.wordpress.com/artikel-psikologi/teori-belajar/

E. Teknik Dalam Modifikasi Perilaku

Seperti yang sudah kita ketahui bersama modifikasi perilaku merupakan


salah satu teknik yang didasarkan pada pendapat bahwa sebuah atau suatu perilaku
terbentuk karena berdasarkan prinsip – psinsip operant conditioning atau stimulus
respon melalui modelling yang semakin diperkuat oleh reinforcement baik secara
positif maupun secara negatif.

Adapun tujuan dilakukanya modifikasi perilaku ini adalah untuk


meningkatkan efektivitas kehidupan seseorang. Seperti yang sudah penulis jelaskan
diatas, dalam menjalankan fungsi modifikasi perilaku ini, ada beberapa teknik yang
berperan didalamnya. Adapun teknik dalam modifikasi perilaku tersebut, anatra
lain sebagai berikut :

1. Teknik Perencanaan

Dalam sebuah penelitian atau kegiatan, tentunya akan ada yang disebut
dengan sebuah perencanaan. Tak jauh berbeda dengan modifikasai perilaku ini
ya sobat, tentunya juga membutuhkan perencanaan akan apa – apa saja yang
dilakukan atau yang dibutuhkan dalam proses perencanaan tersebut, siapa yang
akan menjadi objek modifikasi, agar modifikasi yang dilakukan sesuai dengan
hasil yang diinginkan tentunya. (Baca juga mengenai fungsi sifat manusia
dalam psikologi)
2. Teknik Pelaksanaan

Yaitu sebuah teknik yang didalmnya menjelaskan bagaimana proses


dan apa – apa saja yang akan dilakukan dalam modififkasi perilaku
tersebut. Hal ini berkaitan dengan metode apa saja yang dipakai, yang
kesemuanya hal tersebut berhubungan dengan objek yang sedang diteliti
atau onjek yang ingin dilakukan modifiaksi perilaku, karena pada umumnya
berbeda objek akan berbeda pula teknik atau cara memodifiaksi
perilakunya. (Baca juga mengenai konsep psikologi proyektif dalam studi
kepribadian)

3. Teknik Pengaturan Waktu

Waktu adalh salah satu hal yang terpentng yan harus diperhatikan
dalam proses modifikasi ini. Timing yang tepat biasanya akan menghasilkan
modifikasi yang lebih tepat pula untuk itu sobat semua, faktor waktu atau
timing ini juga merupakan salah satu hal yang harus anda perhatikan apabila
ingin melakuakn modifikasi perilaku. (Baca juga mengenai konsep
kepribadian dalam psikologi agama)

4. Teknik Reinforcement ( teknik penguatan )

Yaitu teknik yang didalmnya terdapt proses dimana tingkah laku


akan diperkuat oleh konsekuensi yang akan segera mengikuti tingkah laku
tersebut. Atau dengan kata lain setiap perbuatan yang kita lakukan baik atau
buruk akan mendapatkan konsekuensinya. (Baca juga
mengenai kepribadian sanguinis)

5. Teknik Positive Reinforcement ( penguatan positif )

Yaitu sebuah teknik dalam modifikasi perilaku yang maksudnya


adalah penguatan yang bersifat positif merupakan sistem penguatan yang
didasari pada prinsip bahwa respon meningkat karena diikuti oleh stimulus
yang mendukung atau rewarding. Misalnya saja pemberian hadiah apabila
bisa mencapai target yang sudah ditentukan dari awal atau hoal yang sudah
disusun dari awal, atau pada saat berhasil memberiakn solusi beberi acungan
jempol, atau bertepuk tangan ketika selesai menyampaikan materi. Hal
– hal seperti inilah yang disebut dengan positive reinforcement. (Baca juga
mengenai kepribadian koleris)

6. Teknik Memberikan Punishment ( hukuman )

Bukan hanya memberikan rewarding yang sobatm namun hukuman


juga berhak diberikan kepda seseorang yang tidak memenuhi kriteria yang
diinginkan sesuai dengan perjanjian awal. Hukuman merupakan sesuatu
yang diberikan kepada seseorang dalam bentuk yang tidak menyenangkan.

7. Teknik Negative Reinforcement ( penguatan negatif )

Bukan hanya penguatan positif yan sobat, namun penguatan


negative juga diperlukan dalam modifikasi perilaku ini. Penguatan negatif
ini merupakan penguatan yang didasari pada prinsip bahwa repon
meningkat apabila diikuti denagn menghilangkan stimulus yang merugikan
atau tidak menyenangkan.

8. Teknik Shaping

Yaitu sebuah teknik sebagai sebuah bentuk pengembangan sebuha


perilaku baru dengan cara memberikan penguatan positif secara berurutan,
agar lebih mudah untuk dipahami.

9. Teknik Escape

Dalam modifikasi perilaku, teknik escape ini adalah sebuah teknik


yang berupaya dalam untuk menghilangkan masalah.

10. Teknik Avoidance

Dalam modofikasi perilaku, teknik avoidance ini merupakan sebuah


teknik yang dilakukan untuk mencegah dan menghindari stimulus yang
terjadi.
11. Teknik Chaining

Adapun teknik chaining dalam modifikasi perilaku adalah sebuah


rangkaina stimulus deskriminatif ( SD ), dan respon ( Rs ). Adapun dalam
tiap repon masing – masing menerima produk stimulus deskriminatif atau
dari SD ini untuk dilakukan respon selanjutnya. Sedangkan untuk repon
terakhir yang dihasilkan bisa diikuti denagn adanaya penguatan, baik
penguatan yang positif maupun penguatan yang negatif seperti yang sudah
dibahas diatas.

12. Teknik Generalisasi

Teknik generalisai ini merupakan adalah proses penalaran dari


sebuha fenomena yang terjadi pada setiap individu dan dijadikan sebagai
sebuah kesimpulan yang bersifat umum.

13. Teknik Ektrintion

Adapun teknik yang satu ini merupakan sebuah teknik dalam


modifikasi perilaku yang cenderung untuk menghentikan semua jenis
penguatan, sehingga akan akan ada potensi penurunan perilaku pada
seseorang. Biasanya halini dilakukan apabila objek yang sedang diteliti atau
dikerjakan sudah tidak bisa diteliti atai sidah tidak bisa dijadikan sebagai
objek lagi

https://dosenpsikologi.com/teknik-dalam-modifikasi-perilaku
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Terapi Perilaku merupakan suatu teknik terapi yang bertujuan untuk


menghilangkan perilaku-perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial dan
membangun perilaku-perilaku baru yang secara sosial bermanfaat dan dapat
diterima. Terapi Perilaku juga bertujuan untuk menumbuhkan perilaku baru
berupa komunikasi secara spontan dan kemampuan melakukan interaksi sosial
dengan orang lain. Terapi perilaku biasanya dilakukan oleh seorang Terapis
dengan sistem one on one (satu Terapis satu Anak) dengan memberikan instruksi-
instruksi singkat yang spesifik, secara jelas dan terus menerus. Meskipun
demikian, mengingat perilaku merupakan sesuatu yang ditunjukkan mulai dari
seseorang bangun tidur hingga ia tidur lagi di malam harinya, maka sebaiknya apa
yang sedang dibangun oleh seorang Terapis terkomunikasikan kepada semua
pihak yang berhubungan dengan anak, mulai dari orang tua, keluarga di rumah,
hingga guru di sekolah agar setiap aktivitas yang dijalani anak dimanapun
mendukung keberhasilan dari Terapi Perilaku yang dilakukan.

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

https://www.pelangiinsani.com/terapi-behaviourterapi-perilaku/

http://rudicahyo.com/psikologi-artikel/teori-belajar-operant-conditioning-skinner/

https://www.kompasiana.com/catatansovie/bf-skinner-dan-konsep-operant-
conditioningnya_54f773faa33311b8618b45a1

https://candraardian2.wordpress.com/artikel-psikologi/teori-belajar/

https://dosenpsikologi.com/teknik-dalam-modifikasi-perilaku

Anda mungkin juga menyukai