Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GELANDANGAN

Dosen Pengampu: Ns. Slametiningsih, S.Kep., M.Kep


Mata Kuliah: Keperawatan Jiwa II
Disusun Oleh:
Kelompok 8

Shela Wanda
Febby Nur Fauziyah
Sinta Sari
Afifah Vicky A
Farha Medyba Virilla
5B
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2019-2020
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang 
Diantara problem social saat ini yang menjadi beban berat pembangunan nasional adalah
gelandangan. Sebagai masalah social, gelandangan diduga telah ada sejak ciri-ciri kehidupan
kota mulai timbul. Psikotik gelandanga merupakan penderita gangguan jiwa kronis yang
keluyuran dijalanan umum. 
Para gelandangan hidup di jalanan, tinggal di tempat penampungan umum, atau membuat
tempat tinggal sementara yang tidak adekuat. Para gelandangan termasuk laki-laki dewasa,
wanita dewasa, remaja, dan juga para wanita beserta anak-anaknya. Karena karakteristik para
gelandangan, sulit untuk mengira-ngira berapa jumlah mereka secara persis. Badan
pemerintah yang mengurusi gelandangan dan penyakit jiwa yang serius (Federal Task Force
on Homelessness and Severe Mental liness) sudah dapat mengindikasikan bahwa antara 1
sampai juta orang di Amerika sudah menjadi gelandangan; diantaranya, sepertiga atau lebih
gelandangan tersebut didiagnosis menderita penyakit jiwa DSM-IV Sejak Undang-undang
Kesehatan Jiwa Komunitas (Community Mental Health Act) dibuat pada tahun 1963, jumlah
gelandangan cacat mental yang sudah dikeluarkan dari fasilitas psikiatri negara bagian
menjadi semakin meningkat. Ketetapan utama dari undang-undang tersebut adalah pemberian
wewenang yang menyerahkan pelayanan kesehatan jiwa dan penyakit jiwa kepada perawatan
yang berpusat pada komunitas dan bukan pada perawatan institusional. 
Yang semakin memperumit masalah adalah lebih banyak orang vang menjadi
gelandangan karena kondisi keuangan atau krisis pribadi, Populasi yang rentan ini terdiri dari
wanita yang teraniaya, bermacam-macam keluarga, remaja yang lari dari rumah, orang-orang
cacat, imigran ilegal, lansia, dan mantan narapidana. Setelah beberapa waktu, akibat
kombinasi stresor yang berlebihan dengan kehilangan multipel, orang-orang ini bisa memiliki
penyakit jiwa atau mengalami perburukan penyakit jiwa yang sudah diderita sebelumnya. 

2. Tujuan
Untuk mengetahui konsep dan asuhan keperawatan jiwa pada pasien kelompok khusus : psikotik
gelandangan 
3. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep dan asuhan keperawatan jiwa pada pasien kelompok khusus : psikotik gelandangan ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kelompok Khusus : Psikotik Gelandangan


I. Psikotik 
Psikotik adalah bentuk kelainan mental atau kegalauan jiwa yang dicirikan
dengan adannya disintergasi kepribadian dan terputusnnya hubungan jiwa
dengan Realita. 
1. kriteria psikotik : 
a) Psikotik organic
Merupakan Psikotik yang penyebabnya adalah gangguan pada susunan syaraf
pusat dan psikotik yang disebabkan oleh kondisi fisik ,gangguan metabolisme
dan intoksikasi obat. 
b) Psikotik Fungsional 
Psikotik yang menyebabkan gangguan pada kepribadian seseorang yang
mengalami psikogenetik yaitu skizofrenia (perpecahan kepribadian) seperti
psikotik paranoid dan curiga.  
2. Faktor penyebab psikotik :
a) Tekanan-tekanan kehidupan (emosional) 
b) Kekecewaan yang tidak pernah terselesaikan 
c) Adanya hambatan yang terjadi pada masa tumbuh kembang 
d) Kecelakaan yang menyebabkan kerusakan otak 
e) Tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat 
II.Gelandangan 
Kata gelandangan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki artian
orang yang  tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal yang tetap. Gelandangan
sebagai entitas sosial yang mewakili orang dalam lingkungan tidak sesuai dengan
norma kehidupan yang layak dalam masyarakat lokal, juga tidak memiliki tempat
tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat
umum (PP no. 31 tahun 1980 tentang penanggulangan gelandangan dan pengemis). 

III.Gelandangan Psikotik 
Gelandangan Psikotik adalah klien dengan pelindungan jiwa yang keluyuran di
jalan-jalan dan dapat menganggu ketertib larangan umum dan efektifitas
lngkungan. Penggunaan gelandangan dan psikotik: UU no 23  tentang kesehatan
jiwa terkait dengan masalah gelandangan dan psikotik adalah
1. Keluarga tidak perduli 

2. Keluarga malu 

3. Keluarga tidak tahu 

4. Obat tidak diberikan 

5. Tersembunyi karena Urbanisasi 

a. Ciri gelandang psikotik: 

1. Tubuh kotor sekali 

2. Rambut seperti sapu ijuk  

3. Pakaian compang camping 

4. Membawa bungkusan besar dan berisi macam-macam barang 

5. Bertingkah laku aneh seperti tertawa sendiri dan sukar diajak berkomunikasi
dan bermusuhan 

6. Pribadi tidak stabil 

7. Tidak memiliki kelompok 


b. Layanan yang dibutuhkan oleh gelandangan dan psikotik :
1. Kebutuhan  Kebutuhan fisik, kebutuhan makan, perumahan, dan kesehatan 
2. Kebutuhan layanan psikisakup  terapi medis psikiatris. keperawatan
dan psikologis
3. Kebutuhan sosial seperti rekreasi, kesenian dan olah raga 
4. Layanan kebutuhan ekonomi berdasarkan ketrampilan usaha, ketrampilan
kerja dan penempatan dalam masyarakat 
5. Kebutuhan rohani.
c.  Langkah -langkah Rehabilitasi sosial pada psikotik dan gelandangan : 
1. Tahap identifikasi

Masalah adalah fenomena yang muncul dalam Kehidupan masyarakat,


perwujudannya dapat merepresentasikan masalah lama yang mengalami
perkembangan atau masalah baru yang muncul akibat perkembangan dan
perubahan sosial, ekonomi dan cultural.

2. Tahap diagnose

Setelah masalah teridentifikasi  maka akan mendorong timbulnya respon


masyarakat  berupa tindakan bersama untuk memecahkan masalah bersama. 
3. Tahap treatment 

a. Pendekatan awal
1) Razia oleh petugas 
2) Kemitraan dengan lembaga atau pihak lain rumah sakit dan
dinas sosial
b. Penerimaan dan pengasramaan 
1) Pengungkaalan masalah
2) Pelaksanaan rehabilitasi sosial
3) Bimbingan fisik
4) Bimbingan mental 
5) Bimbingan sosial
c. Resosialisasi : Serangkaian bimbingan bertujuan untuk mempersiapkan
klien agar dapat berintergrasi penuh dalam kehidupan masyarakat normatif dan
juga mempersiapkan masyarakat untuk dapat menerima klien
c. Penyaluran Serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memulihkan klien
Menjadi kehidupan masyarakat normatif. 
c.  Bimbingan lanjutan 
Serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk memantapkan klien kembali
dalam kehidupan masyarakat.
c. Evaluasi 
Bertujuan untuk menyelesaikan proses pelaksanaan sosial berjalan dengan
baik.

d. Faktor predisposisi
1. Genetik :Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan
yang sangat berpengaruh.
2. Psikologis : 
a) Penolakan atau kekerasan dalam kehidupan klien
b) Pola asuh yang tidak adekuat
c) Konflik dan kekerasan dalam keluarga 
3. Sosial Budaya
a) Kemiskinan 
b) Konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan)
c) Kehidupan terisolasi dan stressor 
4. Biologis : 
a) hambatan perkembangan otak, khususnya frontal, temporal, limbik, sehingga
mengakibatkan gangguan dalam belajar, berbicara, daya ingat,. Selain itu
mengakibatkan seseorang menarik diri dari lingkungan atau timbul resiko
perilaku kekerasan.
b) Pertumbuhan & perkembangan individu pada prenatal, perinatal, neonatus,
dan anak-anak.
e. Faktor presipitasi
Umumnya sebelum timbul gejala, klien mengalami konflik dengan orang
disekitarnya. Selain itu ada juga tekanan, isolasi, pengangguran yang disertai
perasaan tidak berguuna, putus asa, dan merasa tidak berdaya. 
f. Rentang respons 

Respon adaptif Respon mal adaptif


 Berfikir logis   Pemikiran sesekali  Gangguan
 Persepsi akurat   Terdistorsi  pemikiran
 Emosi konsisten dengan  Ilusi  Waham /
pengalaman   Reaksi emosi berlebih dan halusinasi
 Perilaku seksual  tidak bereaksi  Kesulitan
 Berhubungan sosial  Perilaku aneh pengelolaan 
 Penarikan tidak bisa  Emosi
berhubungan sosial  Perilaku kacau dan
isolasi
 Sosial 

g. Mekanisme Koping 

Cara individu menhadapi secaraemosional respo kognitif yang maladaptif


dipengaruhi oleh perjalanan masa lalunya. Seseorang yang telah mengembangkan
mekanisme koping yang efektif padaa masa lalunya akan lebih mampu dalam
mengatasi serangan masalah kognitif. Mekanisme pertahanan ego yang mungkin
teramati pada pasien gangguan kognitif (perubahan proses pikir):

1. Regresi (berhubungan dengan masalah dalam proses dan pengeluaran


sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola ansietas)
2. Proyeksi (upaya untuk menjelaskan presepsi yang membingungkan dengan
menetapkan tanggung jawab kepada orang lain)
3. Menarik diri
4. Pengingkaran
h. Psikofarmaka 
Untuk gelandangan yang berpenyakit jiwa kronis, terapi pengobatan dapat
digunakan untuk menstabilkan kondisi klien.Meski demikian, banyak klien ini
tidak mampu menggunakan pengobatan seperti yang disarankan karena adanya
gangguan kognitif.Pemantauan pengobatan yang tidak akurat, terutama efek
samping, dapat menyebabkan klien menghentikan pengobatan.
1. Obat-obatan neuroleptika digunakan untuk klien yang menderita skizofrenia.
2. Agens antiparkison digunakan untuk menangani efek samping ekstrapiramidal
akibat obat-obatan neuroleptika.
3. Obat-obatan antidepresan digunakan untuk klien yang menderita gangguan
depresi mayor.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Psikotik Gelandangan 

1. Pengkajian 
Hal-hal yang perlu dikaji pada psikotik gelandangan : 
a. Perilaku pasien
b. Ekspresi wajah klien saat diajak berbicara
c. Respon verbal klien
d. Perawatan diri klien
e. Kepribadian klien 
f. Aktivitas klien 
g. Intake nutrisi & cairan sehari-hari 
2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi 
b. Isolasi sosial
c. Harga diri rendah
d. Risiko perilaku kekerasan 
e. Defisit perawatan diri : Higiene, berhias, makan, atau ke toilet
f. Resiko bunuh diri 
3. Perencanaan 
a. Diagnosa 1 : gangguan persepsi sensori : halusinasi 
Tujuan : klien tidak terjadi gangguan proses fikir yang berhubungan dengan
gangguan konsep diri.

Intervensi :

1) Bina hubungan saling percaya 


2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya 
3) Ajarkan cara untuk mengurangi halusinasi
4) Edukasi cara meminum obat
5) Pantau pasien saat meminum obat
6) Anjurkan pasien untuk berkonsultasi jika terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan 
b. Diagnosa 2 :  Isolasi Sosial

Tujuan : klien mampu berinteraksi dengan orang lain 

Intervensi : 
1) Bina hubungan saling percaya
2) Kaji hal-hal yang dapat menarik diri
3) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan 
4) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan klien
5) Bantu klien untuk mampu berkomunikasi dengan orang lain
6) Anjurkan anggota keluarga secara rutin untuk menjenguk pasien

c. Diagnosa 3 : Resiko perilaku kekerasan 

Tujuan : klien mampu mengontrol respon pribadi yang berhubungan dengan


situasi traumatik dan memperoleh kembali tingkat fungsi yang dapat diterima
secara sosial.

Intervensi : 

1) Bina hubungan saling percaya 


2) Bantu klien  untuk mengekspresikan perasaannya 
3) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan jlien dengan
sikap tenang
4) Observasi tanda perilaku kekerasan
5) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
6) Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan 
7) Bantu klien dalam hal spiritual
8) Berikan reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai
9) Beritahukan efek samping obat yang dirasakan 
d. Pelaksanaan 
Pelaksanaan yang dilakukan adalah melakukan perawatan sampai sembuh di
Rumah Sakit Jiwa atau Panti Laras (dinas sosial). Dalam pelaksanaan
gelandangan psikotik juga melibatkan berbagai dinas yaitu dinas kesehatan
dan dinas sosial, kepolisian, pertamanan serta kerja sama berbagai didiplin,
karena penanganannya tidak bisa diselesaikan hanya dengan memasukkan ke
Rumah Sakit Jiwa saja. Pelaksanaan dalam upaya pencegahan dan
penanggualangan permasalahan psikososial yang ada adalah dengan
meningkatkan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan
perilaku (practice). 
e. Evaluasi 
1. Klien mampu membina hubungan saling percaya 
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki
4. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada 
5. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
6. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan
8. Klien mampu mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar / sesuai
10. Klien mampu merawat dirinya sendiri

e. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan Konsep diri : harga diri rendah situasional 
2. Isolasi sosial 
3. Resiko perilaku kekerasan 
4. Defisit perawatan diri

f. Intervensi 
dx. keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Perencanaan

Gangguan
Setelahkonsep
dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3x24 jan 1. Bina hubungan saling
diri : diharapkan
harga klien dapat melakukan keputusan yang efektif percaya
diri rendah
untuk mengendalikan situasi kehidupan yang demikian 2. Identifikasi Kemampuan
situasional 
menurunkan perasaan rendah  positif yang dimiliki.
Dengan kriteria hasil :  3. Beri pujian yang realistis
1. Klien dapat membina hubungan terapeutik dan hindari penilaian
2. Klien mengenali dan mengekspresikan negative
emosinya  4. Nilai kemampuan yang
3. Mampu mengidentifikasi kemampuan dapat dilakukan saat ini
yang dimilikinya 5. Bantu klien menyebtkan dan
4. Mampu merencanakan kegiatan yang beri penguatan terhadap
sudah dilatihkan kemampuan klien
6. Susun aktivitas bersama
klien atau kegiatan sehari-
hari yang akan dilakukan 

Isolasi sosial
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3x24 jam 1. Bina hubungan saling
diharapkan klien mampu berinteraksi sosial dengan percaya
kriteria hasil :  2. Kaji hal-hal yang dapat
1. Klien mau kontak mata menarik diri
2. Klien mampu mengutarakan masalah yang 3. Beri kesempatan pada klien
dihadapi  untuk mengungkapkan
3. Klien mampu berinteraksi sosial  perasaan 
4. Beri reinforcement positif
terhadap kemampuan klien
5. Bantu klien untuk mampu
berkomunikasi dengan orang
lain

Resiko Setelah
perilaku
dilakukan tindakan keperawatan dalam wakt 3x24 jam 1. Bina hubungan saling
kekerasan
diharapkan klien mampu mengontrol respon pribadi yang percaya 
berhubungan dengan situasi traumatik dengan kriteria 2. Bantu klien  untuk
hasil :  mengekspresikan
1. Klien mampu mengidentifikasi penyebab perasaannya 
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan 3. Dengarkan ungkapan rasa
2. Klien mampu mengontrol perilaku marah dan perasaan
kekerasan bermusuhan jlien dengan
3. Klien mampu mengungkapkan sikap tenang
perasaannya  4. Observasi tanda perilaku
kekerasan
5. Anjurkan klien
mengungkapkan yang dialami
dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
6. Anjurkan klien
mengungkapkan perilaku
kekerasan yang biasa
dilakukan 
7. Bantu klien dalam hal
spiritual
8. Berikan reinforcement
positif atas keberhasilan yang
dicapai
9. Beritahukan efek samping
obat yang dirasakan

Defisit Setelah
keperawatan
dilakukan tindakan keperawatan dalam wakt 1x24 jam 1. Jelaskan pentingnya
diharapkan klien mampu merawat diri secara mandiri, menjaga kebersihan
dengan kriteria hasil : 2. Jelaskan cara makan yang
1. Klien mampu membersihan diri secara tertib
mandiri 3. Bantu klien untuk
2. Pasien mampu berhias dengan baik memenuhi kebutuhan
higiene dan kesehatan
4. Ajarkan perawatan diri
kepada klien 

g. Implementasi 
Diagnosa keperawatan Tindakan

1. Gangguan konsep diri :


harga diri situasional  1. Membina hubungan saling percaya
2. Mengidentifikasi Kemampuan positif yang dimiliki

18/09/19
1. Menilai kemampuan yang dapat dilakukan saat ini
2. Memberi pujian yang realistis dan hindari
penilaian negative

19/09/19
1. Membantu klien menyebutkan dan memberi
penguatan terhadap kemampuan klien
2. Menyusun aktivitas bersama klien atau
kegiatan sehari-hari yang akan dilakukan

2. Isolasi sosial
1. Membina hubungan saling percaya
2. Mengkaji hal-hal yang dapat menarik diri

18/09/19
1. Memberi kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan perasaan 
2. Memberi reinforcement positif terhadap
kemampuan klien

19/09/19
1. Membantu klien untuk mampu berkomunikasi
dengan orang lain

3. Resiko perilaku kekerasan


1. Membina hubungan saling percaya 
2. Membantu klien  untuk mengekspresikan
perasaannya
3. Mendengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan
bermusuhan jlien dengan sikap tenang

18/09/19
1. Mengobservasi tanda perilaku kekerasan
2. Menganjurkanklien mengungkapkan yang dialami
dan dirasakan saat jengkel/kesal
3. Menganjurkan klien mengungkapkan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan 

19/09/19
1. Membantu klien dalam hal spiritual
2. Memberikan reinforcement positif atas
keberhasilan yang dicapai
3. Memberitahukan efek samping obat yang
dirasakan

4. Defisit perawatan diri


1. Membina hubungan saling percaya
2. Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan

18/09/19
1. Menjelaskan cara makan yang tertib
2. Membantu klien untuk memenuhi kebutuhan
higiene dan kesehatan

19/09/19
1. Mengajarkan perawatan diri kepada klien 

h. Evaluasi 
Diagnosa Keperawatan Evaluasi
Gangguan konsep diri : harga S : 
diri situasional Ds : Klien mengatakan menjadi bersemangat karena ia
mempunyai lebih banyak aktivitas
O:
DO : Klien tampak lebih bersemangat
A : Masalah Teratasi
P : Hentikan Intervensi
Isolasi sosial S : 
Ds : klien mengatakan sudah mampu berkomunikasi dengan
orang lain
O:
DO : klien tampak dapat berkomunikasi dengan orang
disekitarnya 
A : masalah teratasi 
P : Hentikan Intervensi
Resiko perilaku kekerasan S : 
Ds : klien mengatakan sudah mampu mengontrol
perasaannya
O:
DO : klien tampak sudah lebih tenang 
A : Masalah Teratasi
P : Hentikan Intervensi
Defisit perawatan diri S : 
Ds : klien mengatakan sudah mulai mandi 2x sehari
O : 
DO : Penampilan klien tampak rapih
A : Masalah Teratasi
P : Hentikan Intervensi

BAB IV
JURNAL

1. Jurnal I

Judul:  

PEMBERDAYAAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS (GEPENG) MELALUI


USAHA EKONOMI PRODUKTIF (UEP) DI LEMBAGA SOSIAL HAFARA BANTUL,
DAERAH ISTIMEWAYOGYAKARTA
Peneliti :

Rina Rohmaniyati, Pendidikan Luar Sekolah

Tujuan :

mendeskripsikan program pemberdayaan gelandangan dan pengemis (Gepeng) melalui


Usaha Ekonomi Produktif (UEP) di Lembaga Sosial Hafara.

Responden :

warga binaan Gepeng didukung dengan informan pendukung yaitu pemimpin dan
pengurus lembaga.

Metode :

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif studikasus.

Hasil dan pembahasan :

1. Warga Binaan Gelandangan, Pengemis, Pengamen (Gepeng) di Lembaga Sosial


Hafara

Warga binaan di Lembaga Sosial Hafara salah satunya adalah gelandangan dan
pengemis (Gepeng). Warga binaan Gepeng di Lembaga Sosial Hafara merupakan
hasil razia yang dilakukan baik oleh tim dari lembaga sendiri, pemerintah, maupun
masyarakat yang menemukan orang jalanan. Selama pembinaannya, lembaga
menfaasilitasi warganya dengan member hunian sementara melalui program rumah
singgah dan pantisosial.

2. Pelaksanaan Program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) di Lembaga SosialHafara

Proses pemberdayaan dalam program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) ini


adalah pemberian pengetahuan, pelatihan dan pembinaan yang memanfaatkan
faktor-faktor produksi. Kegiatan dalam program Usaha Ekonomi Produktif (UEP)
berupa kegiatan di bidang perikanan, pertanian, dan usaha warung.

3. Keberhasilan Program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) di Lembaga SosialHafara.

warga binaannya khususnya Gepeng yang mengelola program Usaha


Ekonomi Produktif (UEP) ini. Jadi, lembaga berkewajiban melakukan barter atau
membeli hasil perikanan atau pertanian dari Gepeng pengelola UEP, meskipun
program tersebut merupakan program milik lembaga, dan hasilnya untuk konsumsi
seluruh warga binaan termauk Gepeng itu sendiri.
4. Dampak Program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) di Lembaga SosialHafara

Dampak dari keberhasilan kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) ini bagi
warga binaan eks Gepeng antara lain; memperoleh pengetahuan dan ketrampilan
dalam mengelola perikanan dan pertanian, memiliki pekerjaan dan menjadi
bertanggung jawab.

5. Faktor Pendukung dan Penghambat Usaha Ekonomi Produktif di Lembaga Sosial


Hafara

a. Lembaga memiliki sumber daya alam yaitu tanah yang subur. 

b.  Kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) memiliki modal berupa sarana prasarana,
peralatan, dan perlengkapan yang memadai.

c.  Kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) didukung oleh warga binaan terutama
Gepeng dan penurus serta pengelola lembaga itu sendiri. 

d.  Lembaga memiliki koneksi dalam bidang pelatihan maupun pengelolaan Usaha


Ekonomi Produktif,
Kesimpulan :

Warga binaan Lembaga Sosial Hafara terdiri dari Gepeng dewasa, gelandangan eks
psikotik (gangguan jiwa), dan anak jalanan. Mereka berasal dari jalanan dan merupakan hasil
dari razia yang dilakukan oleh tim lembaga, pemerintah, dan masyarakat. Warga yang telah
dibina disebut eks Gepeng. Eks Gepeng di lembaga tersebut diberikan pembinaan,
pendidikan, dan pelatihan melalui beberapa program pemberdayaan. Kegiatan Usaha
Ekonomi Produktif (UEP) yang dilakukan yaitu berupa pemberian pengetahuan dan
pelatihandi bidang perikanan, pertanian, dan usaha warung.

2. Jurnal II

Judul 

KOORDINASI DALAM PENANGANAN GELANDANGAN PSIKOTIK DI KOTA


BANDUNG
Peneliti :Andini Hening Safitri; Ida Widianingsih; Mas Halimah
Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran

Tujuan 

mencari tahu secara mendalam terkait koordinasi dalam penanganan gelandangan psikotik
di Kota Bandung.

Metode 

Pada penelitian ini, penulis menggunakanmetodepenelitiankualitatif dengan pendekatan


deduktif.

Responden 

Dinas melaksanakan koordinasi dengan Dinas Sosial,Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,


Rumah Sakit Jiwa, Satuan Polisi Pamong Praja dan Kepolisian

HASIL DAN PEMBAHASAN 


Berdasarkan teori yang menjadi acuan dalam penelitian yang penulis lakukan, koordinasi
dalam penanganan gelandangan psikotik di Kota Bandung dilihat dari tiga dimensi diamana
setiap dimensi memiliki aspek-aspeknya sendiri yang diuraikan sebagai berikut:
a. DimensiMandat
Pada dimensi ini terdapat tiga aspek yang berkaitan dengan koordinasi, yaitu komitmen
pemimpin, keterlibatan stakeholder dan tujuan yang didefiniskan secara jelas dan disepakati
bersama.
b. Sistem
Dimensi sistem dalam koordinasi berkaitan dengan kerangka kerjadan akuntabilitas. Hal lain yang
berkaitan dengan dimensi ini adalah adanya ketepatan dan kecukupan sumber daya yang
dibutuhkan, proses mengawasi dan menilaibagaimanakinerjadarikoordinasi dalam
penanganan gelandanganpsikotik
c. Perilaku
Dimensi perilaku dalam koordinasi penanganan gelandangan psikotik ini berkaitan dengan
ketepatan dan kemampuan dari perwakilan serta kepemimpinan tim. Dimensi ini juga
berkaitan dengan perilaku dan budaya organisasi diantaranya dapat dilihat dari adanya
dukungan setiap organisasi yang terlibat dalam penanganan gelandangan psikotik di Kota
Bandung.

Kesimpulan :
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah diuraikan oleh penulis dapat disimpulkan
bahwa koordinasi dalam penanganan gelandangan psikotik belum sepenuhnya berkaitan
dengan dimensi mandat, dimensi sistem dan dimensi perilaku, dimana hanya beberapa hal
saja yang sudah cukup baik dan sudah dipenuhidari ketiga dimensi tersebut, yaitu yang
berkaitandenganketerlibatan stakeholder, kecukupan dan ketersediaan sumber daya dan
budaya organisasi yang mendukungkoordinasi.Untukhallainnya seperti komitmen
pemimpin, tujuan yang jelas dan disepakati bersama, kerangka kerja dan akuntabilitas,
pengukuran kinerja, ketepatan dan kemampuan perwakilanjugakepemimpinandalamtim
sertapertukaranbudayadannilaibersama yang masih belum terbentuk denganbaik.

3. Jurnal III

Judul:

UPAYA REHABILITASI SOSIAL DALAM PENANGANAN GELANDANGAN DAN


PENGEMIS DI PROVINSI DKI JAKARTA

Peneliti :

Astrini merlindha, Getar hati.

FISIP UI 

Tujuan:

Untuk memaksimalkan upaya rehabilitasi sosial dalam penanganan gelandangan dan


pengemis di provinsi DKI Jakarta pada Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya (PSBI BD) 2
Cipayung, Jakarta Timur

Responden:
Gelandangan dan pengemis yang berada di Panti Sosial Bina Bangun Daya (PSBI BD) 2
Cipayung, Jakarta Timur

Metode:

Penelitian mengenai rehabilitasi sosial ini merupakan penelitian kualitatif deksriptif.

Hasil dan Pembahasan:

Gelandangan dan pengemis di Provinsi DKI Jakarta disebabkan oleh faktor kemiskinan, sikap
pasrah terhadap nasib, rendahnya etos kerja dan rendahnya harga diri. Gelandangan dan
pengemis yang terjaring dalam Penertiban dimasukkan ke penampungan sementara PSBI BD
2 Cipayung. Dalam panti ini diberikan pelayanan sosial pertama rehabitasi sosial

Kesimpulan:

Berdasarkan hasil temuan lapangan dan analisis data pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan bahwa gelandangan dan pengemis merupakan masalah yang sangat
krusial. Faktor penyebab gelandangan dan pengemis dalam panti disebabkan karena faktor
internal yang meliputi kemiskinan, sikap mental dan harga diri yang rendah. Sedangkan
faktor-faktor eksternal juga sangat mempengaruhi seseorang dapat melakukan aktivitas
gelandangan dan pengemis. Upaya penanganan pemerintah dalam mengurangi jumlah
gelandangan dan pengemis sudah dilakukan melalui proses razia dan penertiban. 
BAB V
PENUTUP 
1. Kesimpulan 
Diantara problem social saat ini yang menjadi beban berat pembangunan
nasional adalah gelandangan. Sebagai masalah social, gelandangan diduga telah ada
sejak ciri-ciri kehidupan kota mulai timbul. Psikotik gelandanga merupakan penderita
gangguan jiwa kronis yang keluyuran dijalanan umum.
Gelandangan Psikotik adalah klien dengan pelindungan jiwa yang keluyuran
di jalan-jalan dan dapat menganggu ketertib larangan umum dan efektifitas
lngkungan.

2. Saran 
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat keterbatasan
pengetahuan dan ketrampilan maka penyusun mengharapkan kritikan dan saran demi
pengembangan penulisan selanjutnya.Dan untuk senantiasa mencari tahu lebih dalam
dan memperbaharui pengetahuan.

Anda mungkin juga menyukai