Anda di halaman 1dari 10

A.

Konsep Terapi Kognitif


1. Pengertian terapi kognitif
Terapi kognitif adalah terapi terstruktur jangka pendek yang
menggunakan kerjasama aktif anatar pasien dan ahli terapi untuk
mencapai tujuan terapeutik. Terapi ini berorientasi terhadap masalah
sekarang dan pemecahannya(Astuti, dkk, 2010).
Terapi kognitif adalah terapi jangka pendek yang teratur, dapat
memberikan dasar berpikir pada klien untuk mengekspresikan
perasaan negatifnya dan mampu memecahkan masalah tersebut. Dan
juga bertujuan untuk meningkatkan aktifitas, mengurangi perilaku
yang tidak diinginkan serta meningkatkan keterampilan
sosial(Syisnawati,2011).
Terapi kognitif adalah psikoterapi individu yang pelaksanaanya
dengan melatih klien untuk mengubah cara klien menafsirkan dan
memandang segala sesuatu pada saat klien mengalami kekecewaan,
sehingga klien merasa lebih baik dan dapat bertindak lebih
produktif(Suerni, T. dkk, 2013).
Terapi kognitif adalah salah satu bentuk psikoterapi yang
didasarkan pada konsep patologi jiwa, dimana fokus dari tindakannya
berdasarkan modifikasi dari distorsi kognitif dan perilaku
maladaptif(Towsend, 2014).
Terapi kognitif merupakan psikoterapi individu yang membantu
pasien mengidentifikasi dan mengkoreksi fikiran negatif, bertujuan
mengubah penalaran yang salah menjadi penalaran yang logis dari
pengalaman internal yang dialami pasien, sehingga fikiran negatif
berubah menjadi fikiran yang positif(Rahayu, dkk, 2019).
2. Manfaat dan tujuan terapi kognitif
Terapi kognitif merupakan satu strategi untuk merubah
keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perasaan dan perilaku
pasien. Proses yang dilakukan adalah membantu mempertimbangkan
tingkat stress dan kemudian dilanjutkan dengan mengenali pola
berpikir. Gangguan perilaku yang terjadi pada pasien akibat
mengalami suatu pola keyakinan dan berpikir yang tidak akurat atau
tidak sinkron. Terapi kognitif bertujuan untuk memperbaiki
(menghentikan, mengganti/mengubah proses pikir. Mengurangi
sampai dengan menghilangkan perilaku yang menyimpang,
meningkatkan perilaku yang produktif, dan meningkatkan kepuasan
serta penerimaan diri.
3. Tahapan Terapi Kognitif
A. Teknik Kontrol Mood
1) Teknik tiga kolom
a. Pikiran otomatis, yaitu pikiran-pikiran negatif yang sering
keluar seperti “…tidak pernah” dan “….selalu”.
b. Distorsi kognitif.
c. Tanggapan rasional.
2) Panah vertical
Yaitu belajar memberi pendapat secara rasional, yang bisa
diterima oleh akal berdasarkan bukti dan fakta yang ada.
(Yusuf dkk, 2015).
B. Pelaksanaan Terapi Kognitif
Terapi kognitif terdiri atas sembilan sesi, yang masing-masing sesi
dilaksanakan secara terpisah. Setiap sesi berlangsung selama 30–40
menit dan membutuhkan konsentrasi tinggi. (Yusuf dkk, 2015).
1. Sesi I: Ungkap pikiran otomatis.
Jelaskan tujuan terapi kognitif.
a. Identifikasi masalah dengan apa, di mana, kapan, siapa
(what, where, when, who).
b. Diskusikan sumber masalah.
c. Diskusikan pikiran dan perasaan.
d. Catat pikiran otomatis dan klasifikasikan dalam distorsi
kognitif.
2. Sesi II: Alasan
a. Review kembali sesi I.
b. Diskusikan pikiran otomatis.
c. Tanyakan penyebabnya.
d. Beri respons atau tanggapan.
e. Tanyakan tindakan pasien.
f. Anjurkan menulis perasaan.
g. Beri rencana tindak lanjut, yaitu hasil tulisan pasien
dibahas pada pertemuan berikutnya.
3. Sesi III: Tanggapan.
a. Diskusikan hasil tulisan pasien.
b. Dorong pasien untuk memberi pendapat.
c. Berikan umpan balik.
d. Dorong pasien untuk ungkapkan keinginan.
e. Beri persepsi/pandangan perawat terhadap keinginan
tersebut.
f. Beri penguatan (reinforcement) positif.
g. Jelaskan metode tiga kolom.
h. Diskusikan cara menggunakan metode tiga kolom.
i. Rencana tindak lanjut, yaitu anjurkan menuliskan pikiran
otomatis dan cara penyelesaiannya.
4. Sesi IV: Menuliskan
a. Tanyakan persaan pasien saat menuliskan rencana tindak
lanjut pada sesi III.
b. Dorong pasien untuk mengomentari tulisan.
c. Beri respons/tanggapan dan umpan balik.
d. Anjurkan untuk menuliskan buku harian.
e. Rencana tindak lanjut, yaitu hasil tulisan pasien akan
dibahas.
5. Sesi V: Penyelesaian masalah.
a. Diskusikan kembali prinsip teknik tiga kolom.
b. Tanyakan stresor/masalah baru dan cara
penyelesaiannya.
c. Tanyakan kemampuan menanggapi pikiran otomatis
negatif.
d. Berikan penguatan (reinforcement) positif.
e. Anjurkan menulis pikiran otomatis dan tanggapan
rasional saat menghadapi masalah.
6. Sesi VI: Manfaat tanggapan.
a. Diskusikan perasaan setelah menggunakan tanggapan
rasional.
b. Berikan umpan balik.
c. Diskusikan manfaat tanggapan rasional.
d. Tanyakan apakah dapat menyelesaikan masalah.
e. Tanyakan hambatan yang dialami.
f. Berikan persepsi/tanggapan perawat.
g. Anjurkan mengatasi sesuai kemampuan.
h. Berikan penguatan (reinforcement) positif.
7. Sesi VII: Ungkap hasil.
a. Diskusikan perasaan setelah menggunakan terapi
kognitif.
b. Beri reinforcement positif dan pendapat perawat.
c. Diskusikan manfaat yang dirasakan.
d. Tanyakan apakah dapat menyelesaikan masalah.
e. Beri persepsi terhadap hambatan yang dihadapi.
f. Diskusikan hambatan yang dialami dan cara
mengatasinya.
g. Anjurkan untuk mengatasi sesuai kemampuan.
h. Berikan penguatan (reinforcement) positif.
8. Sesi VIII: Catatan harian.
a. Tanyakan apakah selalu mengisi buku harian.
b. Berikan penguatan (reinforcement) positif.
c. Diskusikan manfaat buku harian.
d. Anjurkan membuka buku harian bila menghadapi
masalah yang sama.
e. Tanyakan kesulitan dan diskusikan cara penggunaan
yang efektif.
9. Sesi IX: Sistem dukungan
a. Jelaskan keluarga tentang terapi kognitif.
b. Libatkan keluarga dalam pelaksanaannya.
c. Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang telah
dimiliki pasien.
d. Anjurkan keluarga untuk siap mendengarkan dan
menagggapi masalah pasien. (Yusuf dkk, 2015).
B. Contoh Kasus Terapi Kognitif
Skenario Terapi Kognitif
Margie berusia 10 tahun, dirujuk karena terlalu sering bersedih
(menangis) di sekolah, yang mana hal tersebut memburuk sedikit demi
sedikit dalam beberapa bulan terakhir. Kesedihan iu tidak dapat diprediksi.
Ia sering menangis saat diajak bicara oleh guru atau ketika bermain
bersama teman-temannya selama jam istirahat. Dalam surat rujukan,
dokter keluarganya mendeskripsikan Margie sebagai orang yang khawatir.
Dalam wawancara pendahuluan, Margie mengatakan bahwa
dirinya khawatir tentang berbagai aktivitas rutin sehari-hari dan tanggung
jawab. Ia khawatir melakukan hal dengan buruk di sekolah, khawatir
teman-teman tidak akan menyukainya, orang tua akan kecewa dengan
caranya melakukan pekerjaan rumah tangga. Margie juga khawatir tentang
kesehatannya dan seringkali mengalami sakit perut. Ia juga mempunyai
ketakutan tentang keselamatan keluarganya. Mergie memiliki perhatian
yang besar terhadap masa depan: khawatir akan gagal dalam ujian, tidak
bisa menemukan pekerjaan, tidak dapat menemukan pasangan dan
menikah dengan orang yang tidak tepat. Ia terus menerus merasa gelisah
dan tidak dapat relax.
Margie merupakan anak tertua dari 4 bersaudara dan satu-satunya
anak perempuan dalam keluarga.
C. Proses Terapi
1. Tahap Orientasi
Sesi 1
a) Salam terapeutik
1) Memberikan salam kepada pasien
2) Perkenalan nama dan panggilan perawat
3) Menanyakan nama dan panggilan pasien
b) Evaluasi/validasi
Menanyakan bagaimana perasaan pasien saat ini terkait dengan
pengalaman traumatis yang dialaminya
c) Kontrak
1) Menyepakati pertemuan sesi 1
2) Menjelaskan tujuan pertemuan yaitu:
I. Membantu pasien mengungkapkan pikiran otomatis yang
negatif tentang diri sendiri, perasaan dan perilaku negatif
yang dialami pasien (assessment) terkait pengalaman
traumatis yang dialami
II. Latihan cara untuk mengatasi satu pikiran negatif
3) Perawat menjelaskan aturan selama pertemuan sebagai berikut:
I. Lama kegiatan 30 menit
II. Pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
III. Pasien berperan aktif dalam mengungkapkan perasaan,
pikiran dan perilakunya.
Sesi 2
a) Salam terapeutik
Memberikan salam kepada pasien

b) Evaluasi/validasi
1) Menanyakan bagaimana perasaan pasien saat ini
2) Menanyakan pikiran otomatis yang negatif yang belum
didiskusikan pada sesi 1
3) Menanyakan apakah pikiran otomatis negatif yang pertama
masih sering muncul dan mengevaluasi kemampuan pasien
terkait latihan untuk mengatasi pikiran otomatis negatif yang
pertama
4) Menanyakan apakah pasien sudah memilih pikiran otomatis
negatif yang kedua untuk hari ini
c) Kontrak
1) Menyepakati terapi sesi 2
2) Menjelaskan tujuan pertemuan sesi 2 yaitu mereview pikiran
otomatis yang negatif yang berkaitan dengan dirinya. Dan
belajar cara mengatasi yang pikiran otomatis negatif yang
kedua
3) Menyepakati tempat dan waktu
2. Tahap Kerja
Sesi 1
a) Terapis mendiskusikan tentang:
1) Pikiran otomatis yang negatif tentang diri sendiri setelah
mengalami kejadian traumatis
2) Perasaan dan perilaku negatif yang muncul akibat pikiran
negatif setelah mengalami kejadian traumatis
3) Mencatat pikiran, perasaan dan perilaku negatif dalam buku
kerja pasien.
b) Melatih satu pikiran otomatis negatif
1) Memilih satu pikiran negatif yang akan dilatih untuk
mengatasinya
2) Mencatat pikiran positif untuk mengatasi pikiran negatif dalam
buku kerja pasien
3) Latihan cara untuk mengatasi satu pikiran negatif
c) Terapis memberikan pujian atas komitmen dan semangat pasien.

Sesi 2

a) Evaluasi kemampuan dan hambatan pasien dalam membuat catatan


harian di rumah
b) Diskusikan dengan pasien untuk memilih satu pikiran otomatis
negatif kedua yang ingin diselesaikan dalam pertemuan kedua ini
c) Diskusikan cara melawan pikiran otomatis negatif kedua dengan
cara yang sama seperti dalam melawan pikiran otomatis negatif
yang pertama yaitu dengan memberi tanggapan positif (aspek-
aspek positif yang dimiliki pasien) dan minta pasien mencatatnya
dalam lembar cara melawan pikiran otomatis negatif
d) Latih kembali pasien untuk menggunakan aspek-aspek positif
pasien dalam melawan pikiran otomatis negatif keduanya dengan
cara yang sama seperti sesi pertama.
e) Tanyakan tindakan pasien yang direncanakan untuk mengatasi
pikiran otomatis negatif keduanya tersebut.
f) Motivasi pasien berlatih untuk pikiran otomatis yang lain
g) Memberikan pujian terhadap keberhasilan pasien.
h) Terapis memberi reinforcement positif terhadap keberhasilan
pasien
3. Tahap Terminasi
Sesi 1
a) Evaluasi
1) Menanyakan perasaan pasien setelah selesai sesi 1
2) Meminta kembali pasien untuk menyebutkan apa saja yang
sudah dibahas pada sesi
3) Memberikan reinforcement positif atas kemampuan pasien
b) Tindak lanjut: menganjurkan pasien untuk mengamati tanda dan
gejala kesehatan yang dialami dan menuliskan pada buku kerja.
c) Kontrak yang akan datang: menyepakati topik kegiatan sesi
berikutnya.

Sesi 2

a) Evaluasi
1) Menanyakan perasaan pasien setelah latihan
2) Mengevaluasi kemampuan pasien mengenali pikiran negatif,
perasaan dan perilaku maladaptif yang dialami terkait dengan
pengalaman traumatis
3) Mengevaluasi kemampuan pasien dalam melatih cara untuk
mengatasi satu pikiran otomatis negatif
4) Memberikan umpan balik positif atas kerjasama pasien yang
baik
b) Tindak lanjut
1) Mencatat pikiran, perasaan dan perilaku negatif lainnya yang
belum disebutkan selama sesi berlangsung pada buku kerja
pasien
2) Menganjurkan pasien untuk latihan mandiri cara untuk
mengatasi pikiran negatif yang sudah dipelajari
c) Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati topik percakapan pada sesi 2 yaitu pasien mampu
mengatasi pikiran otomatis negatif yang kedua
2) Menyepakati waktu dan tempat untuk pertemuan sesi
selanjutnya.
4. Tahap Evaluasi dan Dokumentasi
Fase 1
Evaluasi ketepatan peserta menyebutkan kembali konsep
kesehatan bagi pasien.
Fase 2
Proses Evaluasi dilakukan saat proses terapi perilaku kognitif
berlangsung, khususnya pada tahap fase kerja. Keaktifan pasien,
keterlibatan pasien dan proses pelaksanaan kegiatan secara
keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, W.M, M.S, Tulus, S. (2010). Pengaruh Terapi Kognitif Restrukturisasi


Terhadap Penurunan Skor Depresi Pada Pasien Gangguan Jiwa. Jurnal
Keperawatan Soedirman Vol 5, No. 3 Nopember 2010. Universitas Jendral
Soedirman
Rahayu, S, Mustikasari, Novy, H.C.D. (2019). Perubahan Tanda Gejala Dan
Kemampuan Pasien Harga Diri Rendah Kronis Setelah Latihan Terapi
Kognitif Dan Psikoedukasi Keluarga. Jakarta: Jurnal Education Of
Nursing Vol 2, No.1 Hal 39 Akademi Keperawatan RSPAD Jakarta
Suerni, K, B.A Dan Helena. (2013). Penerapan Terapi Kognitif Dan Psikoedukasi
Keluarga Pada Klien Harga Diri Rendah Di Ruang Yudistira Rumah Sakit
Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor: Jurnal Keperawatan Jiwa. Vol 1, No. 2,
Novemeber 2013;161-169 Universitas Indonesia
Syisnawati. (2011). Keperawatan Jiwa. Makassar: Alauddin Universitas Press
Towsend, M.C. (2014). Essentials Of Psychiatric Mental Healt Nursing.Consepts
Of Care In Evidance-Based Practice. Sixt Edition. F.A. Davis Company:
Philadelphia

Ruswadi,Indra.(2021).Keperawatan Jiwa Panduan Praktis Untuk Mahasiswa


Keperawatan.Indramayu:ADAB.

Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H.E. (2015). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Wakhid, A., & Aini, F. (2020). MODUL PELAKSANAAN COGNITIVE


BEHAVIOUR THERAPY (CBT) (PSIKOTERAPI UNTUK INDIVIDU).
Semarang: Universitas Ngudi Waluyo

Anda mungkin juga menyukai