Anda di halaman 1dari 34

I. Skenario B Sandy, usia 7 bulan dibawa ke Puskesmas karena batuk dan demam.

Sandy tinggal di Kertapati, ini kunjungan berobat yang pertama. Dr. Akbar yang bertugas di puskesmas meminta perawat Elly untuk menangani kasus Sandy menurut Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Menurut ibu Sandy, Sandy mulai batuk 3 hari yang lalu, tidak terdengar suara ngorok, ataupun mengik. Demam sejak 4 hari yang lalu, tidak ada ruam di kulit, tidak ada perdarahan di kulit, hidung, ataupun gusi. Muntah pernah sekali waktu batuk, warna kuning. Sandy tidak kesakitan bila telinganmya disentuh, tidak ada cairan dari telinga. BAB dan BAK seperti biasa. Sandy tidak pernah diajak keluar kota. Selama 2 hari ini Ibu memberi obat parasetamol sirup, tapi Sandy masih tetap demam dan batuk. Sejak semalam Sandy tidak mau menyusu. Sandy sudah mendapat imunisasi BCG pada usia 3 hari, DPT pada usia 2 dan 4 bulan, Hepatitis B pada usia 2 dan 4 bulan, polio pada usia 2 dan 4 bulan. Belum pernah mendapat vitamin A. Sandy mendapat ASI sampai usia 3 bulan. Saat ini mendapat susu formula 5 kali sehari @120 ml, bubur nasi sekali-kali saja bila Sandy mau. Pada pemeriksaan oleh perawat didapatkan BB 6,4 kg, PB 71 cm, suhu 38,5 C. Nadi 120 x/menit, isi dan tegangan kuat. Pernapasan 56 x/menit, terlihat tarikan dinding dada pada daerah subkosta. Tidak terdengar suara stridor. Tidak ada kaku kuduk, tidak ditemukan ruam, ataupun perdarahan kulit, hidung, dan gusi. Tidak ada cairan dari telinga, tidak ada bengkak di belakang telinga.

Telapak tangan hangat, tidak pucat, punggung kaki tidak ada pembengkakan. Menurut suster Elly, Sandy menderita pneumonia, tidak demam berdarah, dan gizi baik. Sandy diberikan sirup cotrimoxazole, parasetamol, dan obat batuk. Suster Elly kemudian. meminta Ibu untuk membawa Sandy kembali setelah 3 hari

II. Klarifikasi Istilah 1. MTBS : standar pelayanan balita sakit dan dinilai cost

effective serta berkontribusi yang sangat besar untuk menurunkan angka

kematian neonatus, bayi, dan balita bila dilaksanakan secara baik dan benar 2. Mengik : Suara nafas yang keluar karena adanya

penyempitan jalan nafas atas 3. Ngorok : suara nafas abnormal akibat obstruksi saluran

nafas atas terutama faring yang biasanya disebabkan oleh jatuhnya lidah. 4. Ruam : perubahan pada kulit yang biasanya berwarna

kemerahan dengan berbagai sebab, seperti iritasi. 5. Perdarahan di kulit : bintik kemerahan sebesar ujung jarum yang

menyerupai bintik gigitan nyamuk 6. Kaku kuduk : kondisi menegangnya punggung leher akibat

terjadi ekstensi otot tengkuk 7. Pneumonia alveoli 8. BCG yang dibuat : (Bacille Calmatte-Guerin) adalah vaksin hidup untuk menimbulkan kekebalan terhadap kuman : Infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru /

Mycobacterium tuberculosis 9. DPT pertusis dan tetanus 10. Imunisasi Polio : suatu imunisasi yang memberikan kekebalan aktif : vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri,

terhadap penyakit poliomielitis.

III. Identifikasi Masalah 1. Sandy, usia 7 bulan dibawa ke puskesmas karena batuk dan demam. batuk 3 hari yang lalu, tidak terdengar suara ngorok, ataupun mengik. Demam sejak 4 hari yang lalu, tidak ada ruam di kulit, tidak ada perdarahan di kulit, hidung, ataupun gusi. Muntah pernah sekali waktu batuk, warna kuning. Sandy tidak pernah diajak keluar kota.

Selama 2 hari ini Ibu memberi obat parasetamol sirup, tapi Sandy masih tetap demam dan batuk. Sejak semalam Sandy tidak mau menyusu.

2. Riwayat Imunisasi : BCG pada usia 3 hari, DPT pada usia 2 dan 4 bulan, Hepatitis B pada usia 2 dan 4 bulan, polio pada usia 2 dan 4 bulan. Belum pernah mendapat vitamin A. 3. Riwayat Pemberian ASI dan MP ASI : ASI sampai usia 3 bulan dan saat ini mendapat susu formula 5 kali sehari @120 ml, bubur nasi sekali-kali saja bila Sandy mau. 4. Pemeriksaan fisik : BB 6,4 kg, PB 71 cm, suhu 38,5 C. Nadi 120 x/menit, isi dan tegangan kuat. Pernapasan 56 x/menit, terlihat tarikan dinding dada pada daerah subkosta. Tidak terdengar suara stridor. Tidak ada kaku kuduk, tidak ditemukan ruam, ataupun perdarahan kulit, hidung, dan gusi. Tidak ada cairan dari telinga, tidak ada bengkak di belakang telinga. Telapak tangan hangat, tidak pucat, punggung kaki tidak ada pembengkakan. 5. Dr. Akbar yang bertugas di puskesmas meminta perawat Elly untuk menangani kasus Sandy menurut Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Menurut suster Elly, Sandy menderita pneumonia, tidak demam berdarah, dan gizi baik. Sandy diberikan sirup cotrimoxazole,

parasetamol, dan obat batuk. Suster Elly meminta Ibu untuk membawa Sandy kembali setelah 3 hari kemudian.

IV. Analisis Masalah 1. Bagaimana epidemiologi (sosio-demografi) daerah kertapati (palembang) dengan kemungkinan penyakit yang di alami sandy? Jawab : Berdasarkan MTBS, Kertapati yang merupakan bagian dari Palembang, termasuk ke dalam daerah resiko rendah malaria.

Kertapati juga merupakan suatu daerah yang tidak bersih di Kota Palembang. Apabila Sandy hidup di lingkungan yang kumuh/tidak bersih maka penularan infeksi melalui udara akan lebih mudah sehingga sandy mudah mengalami pneumonia. Penyakit Ini merupakan jenis airborne disease.

2. Bagaimana melakukan penilaian dan klasifikasi penyakit pada balita menurut MTBS? Jawab : a. Penilaia Tanda bahaya umum: Tanyakan : Apakah anak bisa minum atau menyusui? Apakah anak selalu memuntahkan semuanya? Apakah anak menderita kejang?

Lihat: apakah anak tampak letargis atau tidak sadar?

Seorang anak dengan tanda bahaya umum memerlukan penanganan SEGERA, selesaikan penilaian ini dan lakukan segera, sehingga rujukan tidak terlambat. b. Penilaian keluhan utama batuk Tanyakan : Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas? jika ya, berapa lama? Lihat dan dengar : Hitung nafas dalam menit Perhatikan adakah tarikan dinding dada kedalam Dengar adanya stridor nafas cepat apabila : 50 kali/ menit 40 kali / menit Anak Harus Tenang

Umur anak 2 bulan - < 12 bulan 12 bulan - < 5 tahun Klasifikasi :

c. Penilaian dengan keluhan diare Tanyakan : - Apakah anak menderita diare? - Jika ya, Sudah berapa lama dan adakah darah didalam tinja? Lihat dan raba: - Lihat keadaan umu anak : apakah letargis atau tidak sadar?

apakah gelisah dan rewel/mudah marah? - lihat apak matanya cekung? - Beri anak minum, apakah : Tidak bisa minum atau malas minum? haus, minum dengan lahap? - Cubit kulit perut untuk mengetahui turgor apakah kembalinya sangat lambat (lebih dari 2 detik) atau lambat? Klasifikasi :

d. Penilaian dengan keluhan demam (suhu 37,50C) Tentukan daerah resiko malaria: Risiko tinggi, rendah atau tanpa risiko

Jika resiko rendah atau tanpa risiko malaria tanyakan:

Apakah anak berkunjung keluar daerah dalam 2 minggu terakhir? jika ya, tentukan daerah resiko sesuai tempat yang dikunjungi. Ambil sediaan darah : Periksa RDT jika belum pernah dilakukan dalam 28 hari terakhir ATAU periksa mikroskopis darah jika sudah pernah dilakukan RDT dalam 28 hari terakhir. Tanyakan : - Sudah berapa lama anak demam? - Apakah pernah mendapat obat anti malaria dalam 2 minggu terakhir? - Apakah anak menderita campak dalam 3 minggu terakhir? Lihat dan raba: - Lihat dan raba adanya kaku kuduk? - Lihat adanya pilek - Lihat adanya tanda-tada campak saat ini? Ruam kemerahan dikulit yang menyeluruh Terdapat salah satu gejala berikut : batuk, pilek Klasifikasi :

Jika anak menderita campak saat ini atau 3 bulan terakhir : - lihat adanya luka mulut, apakah dalam/luas? - lihat adanya kekeruhan pada kornea Klasifiaksi :

jika demam 2 sampai 7 hari : - Tanyakan : - Apakah demam mendadak tinggi dan terus menerus? - Apakah ada bintik-bintik merah dikulit atau perdarahan dari hidung/gusi? - Apakah anak muntah? jika YA, apakah sering dan apakah muntah dengan darah atau seperti kopi? - Apakah berak berwarna hitam? - Apakah ada nyeri ulu hati atau anak gelisah ? - lihat dan raba Periksa tanda syok : - ujung ekstrimitas teraba dingin dan nadi sangat lemah/ tidak teraba Lihat adanya : - perdarahan dari hidung/gusi - bintik perdarahan dikulit (petekie), jika sedikit atau tidak ada tanda lain DBD : lakukan uji torniket, jika mungkin

- Klasifikasi :

e. penilaian dengan keluhan masalah telinga - Tanyakan : * Apakah anak mempunyai masalah telinga? * jika YA, tanyakan : Apakah telinga sakit? dan adakah cairan/nanah keluar dari telinga, jika YA berapa lama? - Lihat dan raba : * lihat, adakah cairan/ nanah keluar dari telinga? * raba, adakah pembengkakan yang nyeri dibelakang telinga? - klasifikasi :

10

f. penilaian status gizi - lihat dan raba : * lihat apakah anak tampak sangat kurus? * lihat dan raba adanya pembengkakkan dikedua punggung kaki * tentukan berat badan menurut panjang badan atau tinggi badan, apakah : - BB/PB < - 3 SD - BB/PB - 3 SD sampai < - 2 SD - BB/PB - 2 SD sampai + 2 SD

g. Penilaian dengan keluhan anemia - Lihat : * lihat tanda kepucatan pada telapak tangan Apakah : sangat pucat atau agak pucat? - Klasifikasi :

11

h. Penilaian imunisasi

3. Bagaimana melakukan penilaian dan klasifikasi penyakit sandy menurut MTBS? Jawab : Berdasarkan penilaian dan klasifikasi penyakit balita menurut MTBS disoal sebelumnya, maka : a. Memeriksa tanda bahaya umum : Tanda bahaya umum yang ditemukan pada Sandy sejak semalam Sandy tidak mau menyusu b. batuk/sesak nafas : - Sandy mengalami batuk sejak 3 hari yang lalu - Lihat dan dengar : Pernafasan Sandy 56 kali permenit nafas cepat terlihat tarikan dinding dada pada daerah subkosta tidak terdengar suara ngorok/mengik/stridor - Klasifikasi :

12

c. diare Sandy tidak mengalami diare d. demam - Sandy mengalami demam sejak 4 hari yang lalu - Sandy tinggal di Kertapati, Palembang daaerah resiko rendah malaria - Sandy tidak pernah dibawa ke luar kota - Lihat dan raba : tidak ada kaku kuduk tanda campak tidak ada ruam dikulit

- Sandy demam sejak 4 hari yang lalu ( mungkin DBD, jika demam 2 sampai 7 hari) - Tidak ada perdarahan dikulit, hidung ataupun gusi - sandy muntah sekali sewaktu batuk dan berwarna kuning - Lihat dan raba : * telapak tangan hangat dan tidak pucat, nadi isi dan tegangan kuat tidak mengalami syok * tidak ada perdarahan di hidung/gusi dan petekie di kulit

13

e. masalah telinga - Telinga Sandy tidak sakit ketika disentuh - tidak ada cairan yang keluar dari telinga - lihat dan raba : * tidak ada cairan yang keluar dari telinga * tidak ada pembengkakan di belakang telinga

f. memeriksa status gizi - Tidak ada pembengkakkan punggung kaki

- BB/PB < - 3 SD

14

g. memeriksa anemia - telapak tangan Sandy tidak pucat tidak anemia 4. Apakah imunisasi yang telah didapatkan oleh sandy sudah lengkap? Jawab : Sandy, usia 7 bulan belum mendapatkan imunisasi yang lengkap. Imunisasi telah didapatkan oleh Sandy, sebagai berikut : usia 2 bulan : DPT 1, HB 1, Polio 0 usia 3 bulan : BCG usia 4 bulan : DPT 2, HB 2, Polio 1 dan belum mendapatkan Vitamin A

Berdasarkan jadwal imunisasi di atas maka, imunisasi yang belum didapatkan oleh Sandy adalah : DPT 3, HB 3, Polio 2 dan 3, vitamin A. 5. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik Sandy? Jawab : Interpretasi pemeriksaan fisik :

15

BB : 6,4 kg dan PB : 71cm Status gizi : buruk ; < - 3 SD (WHO) / BGM (dibawah garis merah) Suhu : 38,5 febris Nadi : 120 x/menit normal (100-150) Pernapasan : 56 x/menit napas cepat ( N: 25-50) Tarikan dinding dada pada daerah subkosta Pneumonia berat Tidak terdengar suara stridor Normal Tidak ada kaku kuduk bukan meningitis Tidak ada ruam, atau perdarahan kulit, hidung dan gusi bukan campak atau DBD Tidak ada cairan dari telinga tidak ada infeksi telinga akut Tidak ada bengkak dibelakang telinga tidak ada mastoiditis Telapak tangan hangat, tidak pucat normal (tidak anemia) Punggung kaki tidak ada pembengkakan normal

6. Apakah suster Elly telah melakukan klasifikasi dan tatalaksana yang benar menurut MTBS? Jawab : Belum sepenuhnya, gejala dan tanda yang dialami Sandy seharusnya diklasifikasikan sebagai Pneumonia Berat dengan tatalaksana dosis pertama antibiotik dan harus segera dirujuk, namun Suster Elly justru mengklasifikasikannya sebagai pneumonia dan malah

memperbolehkannya pulang untuk kemudian kontrol kembali 3 hari kemudian. Hal ini dapat meningkatkan resiko bertambah beratnya penyakit Sandy.

7. Bagaimana tatalaksana yang benar menurut MTBS pada penyakit yang dialami oleh Sandy? Jawab : Pneumonia berat :

a. memberikan dosis antibotik yang sesuai :

16

b. RUJUK SEGERA ke dokter puskesmas, puskesmas dengan perawatan atau rumah sakit. Demam Untuk demam berdasarkan klasifikasi (Penyakit berat dengan demam, Demam mungkin bukan DBD) paracetamol
dosis pertama

Gizi Kurang dengan BB/PB < - 3 SD sangat kurus, perlu dilakukan : * beri air gula * hangatkan badan * beri vitamin A * bila diare, berikan cairan resomal atau modifikasinya * bila syok, berikan bolus glukosa 10% IV dan infus

17

* bila ada komplikasi pada mata, beri tetes/salep mata tanpa kortikosteroid * RUJUK SEGERA, selama diperjalanan jaga kehangatan badan dan bila masih menyusu maka teruskan ASI. 8. Apa manfaat dan keuntungan dilakukannya pendekatan MTBS? Jawab : Manfaat MTBS : 1) Mencakup masalah kesehatan utama - Strategi ini secara sistematis mencakup penyebab kesakitan dan kematian anak yang paling penting 2) Sesuai dengan kebutuhan - Setiap hari jutaan orang tua membawa anaknya yang sakit ke rumah sakit, puskesmas, apotik dan dukun atau tenaga pengobatan tradisional. Paling sedikit tiga dari empat anak-anak ini menderita salah satu dari lima kondisi yang merupakan fokus dari MTBS. 3) Sangat mungkin memberikan dampak yang cukup besar pada status kesehatan - Laporan Bank Dunia tahun 1993, memperkirakan bahwa MTBS merupakan jenis intervensi yang mempunyai potensi memberikan dampak terbesar pada beban penyakit secara global. 4) Mempromosikan pencegahan disamping pengobatan - Sebagai tambahan dari fokusnya pada pengobatan, MTBS juga memberikan kesempatan untuk , dan menekankan, intervensi pencegahan yang penting seperti imunisasi dan perbaikan gizi bayi dan anak, termasuk pemberian ASI. 5) Cost-effective - Laporan Bank Dunia diatas menyebutkan bahwa MTBS termasuk dalam 10 besar intervensi yang cost-effective, baik di negara dengan penghasilan rendah maupun menengah. 6) Mempromosikan penghematan - Manajemen penyakit anak yang kurang tepat akan menghamburkan sumber daya dan sumber dana yang sudah terbatas. Walaupun investasi yang cukup tinggi diperlukan pada awalnya yaitu untuk pelatihan dan reorganisasi, strategi MTBS pada akhirnya akan menghasilkan penghematan. 7) Memperbaiki pemerataan - Di negara maju hampir semua anak mempunyai akses pada pelayanan pencegahan maupun pengobatan yang sederhana dan

18

harganya terjangkau, yang dapat melindungi mereka dari kematian akibat ISPA, pneumonia, diare, campak, malaria, demam, DBD dan kurang gizi. Dalam pada itu jutaan anak di negara berkembang tidak mempunyai akses terhadap pelayanan yang dapat menyelamatkan jiwa tersebut. Strategi MTBS memungkinkan pemerataan dalam hal pelayanan kesehatan. Keuntungan pendekatan MTBS : a. Identifikasi penyakit lebih akurat b. Pengobatan lebih tepat dan rasional c. Mempercepat rujukan kasus berat d. Petugas dilatih menyampaikan pesan-pesan penting pada ibu balita sehingga ibu tau cara perawatan kesehatan anak e. Tidak perlu pelatihan berkali-kali untuk program penyakit tertentu, cukup pelatihan tunggal yang holistik

9. Apa batasan kompetensi perawat menurut MTBS? Jawab : Boleh melakukan klasifikasi, namun untuk tatalaksana terbatas pada kolom yang berwarna hijau dan kuning pada algoritma MTBS dan segera merujuk jika didapatkan klasifikasi yang terletak pada kolom berwarna merah muda pada algoritma MTBS.

10. Apa tindak lanjutan yang diberika kepada Sandy saat kunjungan berikutnya? Jawab : Pada kasus ini karena sandy diminta kunjungan 3 hari kemudian oleh suster Elly, namun karena berdasarkan klasifikasi MTBS sandy mengalami pneumonia berat maka dr. Akbar harus bersikap proaktif dengan mengunjungi rumah Sandy untuk meminta sandy agar dapat dirawat inap puskesmas. Pada saat kunjungan ulang, pada kasus pneumonia , yang dilakukan adalah

19

Tanyakan: 1. Apakah nafsu makan anak membaik? 2. Apakah nafas lebih lambat? Periksa: a. Tanda bahaya umum b. Lakukan penilaian untuk batuk atau sukar bernapas Tindakan: a. Jika ada tanda bahaya umum atau tarikan dinding dada ke dalam beri 1 dosis antibiotik pra rujukan. Selanjutnya RUJUK SEGERA b. Jika frekuensi napas atau nafsu makan anak tidak menunjukkan perbaikan, gantilah dengan antibiotk pilihan kedua dan anjurkan ibu untuk kembali 2 hari, atau RUJUK jika anak menderita campak dalam 3 bulan terakhir 3. Jika napas melambat dan nafsu makan membaik, lanjutkan pemberian antibiotik hingga seluruhnya 3 hari

11. Apa edukasi yang harus diberikan kepada ibu sandy mengenai pemberian makan pada balita? Jawab : 1. Menasihati ibu tentang masalah pemberian makan : Jika bayi berumur 6 bulan dan ibu menggunakan botol untuk memberikan susu pada anaknya, maka : - minta ibu unttuk mengganti botol dengan cangkir / mangkuk / gelas - peragakan cara memberi susu dengan mangkuk / gelas - berikan makanan pendamping ASI (MP ASI) sesuai kelompok umur 2. Edukasi untuk ibu Sandy dalam mengenai pemberian makanan untuk anak sehat maupun sakit (usia 6 9 bulan) : teruskan pemberian ASI

20

mulai memberi makanan pendamping asi (MP-ASI), seperti bubur susu, pisang, pepaya lumat halus, air jeruk, air tomat saring secara bertahap sesuai pertambahan umur berikan bubur tim lumat ditambah kuning telur/ayam/ ikan/ tempe. tahu/ daging sapi/ wortel/ bayam/ kacang hijau/ santan/ minyak

setiap hari berikan makan sebagai berikut : 6 bulan : 2 X 6 sdm peres 7 bulan : 2-3 X 6 sdm peres 8 bulan : 3 X 8 sdm peres

Sebaiknya : cucilah tangan pakai sabun sebelum menyiapkan makanan anak dan biasakan anak mencuci tangan sebelum makan makanan yang baik dan aman adalah makanan segar, bervarias, tidak menggunakan penyedap, bumbu yang tajam zat pengawet dan pewarna gunakan peralatan masak dan makan yang bersih dengan cara memasak yang benar

21

3. Menasihati ibu untuk meningkatkan pemberian cairan selama anak sakit, dengan memberi ASI lebih sering dan lebih lama setiap kali menyusui dan tingkatkan pemberian cairan, contoh : beri kuah sayur, air tajin atau air matang. 12. Apa yang harus dilakukan oleh dr. Akbar? Jawab : dr. Akbar sebagai dokter Puskesmas yang menerima rujukan :

Tatalaksana Pneumonia Berat

Anak dirawat inap di rumah sakit/puskesmas

Terapi Oksigen

Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia
22

oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen setiap harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak berguna.

Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal. Oksigen harus tersedia secara terus-menerus setiap waktu.

Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat atau napas > 70/menit) tidak ditemukan lagi.

Terapi Antibiotik

Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.

Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).

Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.

Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).

Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto rontgen dada.

Pemasangan IVFDUntuk pemberian antibiotik bila anak tidak mau minum dan untuk mencegah dehidrasi.

23

Demam Beri Parasetamol sirup dengan dosis 5 ml (1 sendok takar) setiap 6 jam sampai demam hilang Peran dr Akbar kepada suster elly:

memberikan pelatihan MTBS dan evaluasi kepada tenaga paramedis yang ada di Puskesmas sehingga tepat dalam mengklasifikasikan penyakit dan cepat merujuk untuk klasifikasi yang berat. Peran dr Akbar kepada ibu sandy:

KONSELING IBU 1. Cara Pemberian Makan Anak 2. Menasihati Ibu untuk meningkatkan pemberian cairan selama anak sakit 3. Menasihati ibu kapan harus kembali ke petugas kesehatan 4. Menasihati ibu tentang kesehatan dirinya

V. Hipotesis Sandy, usia 7 bulan mengalami pneumonia berat, penyakit berat dengan demam, demam mungkin bukan DBD, status gizi buruk, belum mendapatkan Vitamin A, imunisasi yang didapatkan belum lengkap, dan tidak ada masalah telinga.

24

VI. Kerangka Konsep Sandy, usia 7 bulan : - batuk sejak 3 hari yang lalu dan - demam sejak 4 hari yang lalu - tidak mau menyusu sejak semalam - pernafasan cepat, tidak ada stridor/mengi/ngorok - terlihat tarikan dinding dada - tidak ada perdarahan dikulit, hidung, dan gusi - tidak ada ruam dikulit - tidak ada kaku kuduk - tidak ada cairan yang keluar dari telinga - telinga tidak sakit ketika disentuh - tidak ada bengkak di belakang telinga - telapak tangan hangat dan tidak pucat - tidak ada pembengkakkan di punggung kaki - tinggal didaerah dengan resiko rendah malaria (di Kertapati) - imunisasi yang belum lengkap

- Klasifikasi suster Elly : Pneumonia, tidak demam berdarah dan gizi baik.

- Klasifikasi MTBS : Pneumonia berat, penyakit berat dengan demam, dan gizi kurang

Kesalahan klasifikasi

Sikap dr. Akbar

- karena ibu Sandy telah pulang membawa sandy kerumah, maka dr. Akbar proaktif kunjungan kerumah Rawat Inap terhadap Sandy di pusat pelayanan kesehatan - Edukasi Ibu mengenai : 1. Cara Pemberian Makan Anak 2. Menasihati Ibu untuk meningkatkan pemberian cairan selama anak sakit 3. Menasihati ibu kapan harus kembali ke petugas kesehatan 4. Menasihati ibu tentang kesehatan dirinya

- melakukan pelatihan untuk tenanga paramedis mengenai MTBS - mengevaluasi catatan medis mengenai klasifikasi penyakit balita yang dilakukan oleh perawat

25

VII. Sintesis 1. MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) a. Definisi MTBS singkatan dari Manajemen Terpadu Balita Sakit atau Integrated Management of Childhood Illness (IMCI dalam bahasa Inggris) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-5 tahun (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan anak balita di unit rawat jalan kesehatan dasar seperti Puskesmas, Pustu, Polindes, Poskesdes, dll. Bila dilaksanakan dengan baik, upaya ini tergolong lengkap untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita. Dikatakan lengkap karena meliputi upaya kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan), perbaikan gizi, imunisasi dan konseling (promotif). Badan Kesehatan Dunia WHO telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan negara-negara berkembang dalam kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita. Praktek MTBS memliliki 3 komponen khas yang menguntungkan yaitu: 1. Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana balita sakit (petugas kesehatan non-dokter yang telah terlatih MTBS upaya menurunkan kematian,

dapat memeriksa dan menangani pasien balita) 2. Memperbaiki sistem kesehatan (banyak program kesehatan terintegrasi didalam pendekatan MTBS) 3. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan balita sakit (berdampak meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan)

26

b. Penerapan MTBS di Puskesmas Pada sebagian besar balita sakit yang dibawa berobat ke Puskesmas, keluhan tunggal kemungkinan jarang terjadi, menurut data WHO, tiga dari empat balita sakit seringkali memiliki banyak keluhan lain yang menyertai dan sedikitnya menderita 1 dari 5 penyakit tersering pada balita yang menjadi fokus MTBS. Pendekatan MTBS dapat mengakomodir hal ini karena dalam setiap pemeriksaan MTBS, semua aspek/kondisi yang sering menyebabkan keluhan anak akan ditanyakan dan diperiksa. Menurut laporan Bank Dunia (1993), MTBS merupakan jenis intervensi yang cost effective yang memberikan dampak terbesar pada beban penyakit secara global. Bila Puskesmas menerapkan MTBS berarti turut membantu dalam upaya pemerataan pelayanan kesehatan dan membuka akses bagi seluruh lapisan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang terpadu. Pendekatan MTBS di Indonesia pada awalnya dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dll). MTBS mengkombinasikan perbaikan tatalaksana kasus pada balita sakit (kuratif) dengan aspek gizi, imunisasi dan konseling ( promotif dan preventif). Agar penerapan MTBS dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan, maka diperlukan langkah-langkah secara sistematis dan menyeluruh, meliputi pengembangan sistem pelatihan, pelatihan berjenjang, pemantauan pasca pelatihan, penjaminan ketersediaan formulir MTBS, ketersediaan obat dan alat, bimbingan teknis dan lain-lain. Keberhasilan penerapan MTBS tidak terlepas dari adanya monitoring pasca pelatihan, bimbingan teknis bagi perawat dan bidan, kelengkapan sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan MTB termasuk kecukupan obat-obatan. Namun, hal tersebut seringkali dihadapkan pada keterbatasan alokasi dana, sehingga diperlukan suatu metode lain untuk meningkatkan ketrampilan bidan dan perawat serta dokter akan MTBS melalui komputerisasi atau yang lebih dikenal dengan ICATT (IMCI Computerize Adaptation Training Tools), yaitu suatu

27

aplikasi inovatifsoftware berbasis komputer untuk MTBS yang mempunyai 2 tujuan: a) b) Untuk adaptasi pedomanMTBS Untuk pelatihan MTBS melalui komputer.

c. Diagnosis dan Penatalaksanaan Menurut MTBS Seorang balita sakit dapat ditangani dengan pendekatan MTBS oleh Petugas kesehatan yang telah dilatih. Petugas memakai tool yang disebut Algoritma MTBS untuk melakukan penilaian/pemeriksaan dengan cara menanyakan kepada orang tua/wali, apa saja keluhan-keluhan/masalah anak kemudian memeriksa dengan cara 'lihat dan dengar' atau 'lihat dan raba'. Setelah itu petugas akan mengklasifikasikan semua gejala berdasarkan hasil tanya-jawab dan

pemeriksaan. Berdasarkan hasil klasifikasi penyakit, petugas akan menentukan tindakan/pengobatan, misalnya anak dengan klasifikasi Pneumonia Berat atau Penyakit Sangat Berat akan dirujuk ke dokter Puskesmas.

Pada penilaian tanda dan gejala, yang dinilai adalah ada atau tidaknya tanda bahaya umum. Penilaian pertama, Keluhan batuk atau sukar bernafas, tanda bahaya umum, tarikan dinding dada kedalam, stridor, nafas cepat. Penilaian kedua, keluhan dan tanda adanya diare, seperti letargis atau tidak sadar, mata cekung, tidak bisa minum atau malas makan, turgor jelek, gelisah, rewel, haus atau banyak minum, adanya darah dalam tinja. Penilaian Ketiga, tanda demam, disertai dengan adanya tanda bahaya umum, kaku kuduk, dan adanya infeksi local seperti kekeruhan pada kornea mata, luka pada mulut, mata bernanah, adanya tanda pre syock seperti nadi lemah ekstremitas dingin muntah darah, berak hitam, perdarahan hidung, nyeri ulu hati, dan lain-lain. Penilaian keempat, tanda masalah telinga seperti nyeri pada telinga, adanya pembengkakan, dan lain-lain.

28

Penilaian kelima, tanda status gizi seperti badan kelihatan bertambah kurus, bengkak pada kedua kaki, telapak tangan pucat, status gizi dibawah garis merah pada pemeriksaan berat badan menurut umur.

Contoh begitu sistematis dan terintegrasinya pendekatan MTBS, ketika anak sakit datang berobat, petugas kesehatan akan menanyakan kepada orang tua/wali secara berurutan, dimulai dengan memeriksa tanda-tanda bahaya umum seperti: a. b. c. Apakah anak bisa minum/menyusu? Apakah anak selalu memuntahkan semuanya? Apakah anak menderita kejang ? Kemudian petugas akan melihat/memeriksa apakah anak tampak letargis/tidak sadar? Setelah itu petugas kesehatan akan menanyakan keluhan utama lain: a. b. c. d. e. f. g. h. i. Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas? Apakah anak menderita diare? Apakah anak demam? Apakah anak mempunyai masalah telinga? Memeriksa status gizi Memeriksa anemia Memeriksa status imunisasi Memeriksa status pemberian vitamin A Menilai masalah/keluhan-keluhan lain

29

Berdasarkan hasil penilaian hal-hal tersebut di atas, petugas akan mengklasifikasi keluhan/penyakit anak, setelah itu petugas melakukan langkah-langkah

tindakan/pengobatan yang telah ditetapkan dalam penilaian/klasifikasi. Tindakan yang dilakukan dapat berupa: 1. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah 2. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah 3. Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak sakit di rumah, misal aturan penanganan diare di rumah 4. Memberikan konseling bagi ibu, misal: anjuran pemberian makanan selama anak sakit maupun dalam keadaan sehat 5. Menasihati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan, dll Perlu diketahui, untuk bayi yang berusia s/d 2 bulan, dipakai penilaian dan klasifikasi bagi Bayi Muda (0-2 bulan) memakai Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) yang merupakan bagian dari MTBS. Penilaian dan klasifikasi bayi Pemeriksaan dan tindakan secara lengkap tentunya tidak akan diuraikan disini karena terlalu panjang. Sebagai gambaran, untuk penilaian dan

tindakan/pengobatan bagi setiap balita sakit, pendekatan MTBS memakai 1 set Bagan Dinding yang ditempelkan di tembok ruang pemeriksaan dan dapat memenuhi hampir semua sisi tembok ruang pemeriksaan MTBS di Puskesmas dan formulir pencatatan baik bagi bayi muda (0-2 bulan) maupun balita umur 2 bulan-5 tahun. Sedangkan untuk pelatihan petugas, diperlukan 1 paket buku yang terdiri dari 7 buku Modul, 1 buku Foto, 1 buku Bagan, 1 set bagan dinding serta 1 set buku Pedoman Fasilitator dengan lama pelatihan selama 6 hari ditambah pelajaran pada sesi malam. Dinas Kesehatan perlu memonitor secara berkala apakah Puskesmas di wilayah kerjanya menerapkan MTBS? Bila belum menerapkan, mungkin Tenaga Kesehatan yang bertugas disana perlu dilatih. Untuk itu perlu merencanakan kegiatan pelatihan MTBS dengan jadwal penuh seperti yang dipersyaratkan.

30

2. Pneumonia Pada Anak

Definisi Pneumonia adalah inflamasi akut pada parenkim paru. Inflamasi ini disebabkan oleh sebagian besar oleh mikroorganisme (virus atau bakteri) dan sebagian kecil oleh hal lain seperti aspirasi dan radiasi.

Epidemiologi Di Indonesia ISPA masih mendapat perhatian cukup besar. Antara 40-60% kunjungan di puskesmas adalah karena ISPA. ISPA dibagi menjadi pneumonia dan nonpneumonia. Penyakit ISPA yang menjadi fokus program kesehatan adalah pneumonia karena merupakan salah satu penyebab utama kematian anak Menurut WHO, pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada anak usia di bawah 5 tahun (balita), yaitu sekitar 19% atau sekitar 1,8 juta balita tiap tahunnya meninggal karena pneumonia. Angka ini melebihi jumlah akumulasi kematian akibat malaria, AIDS, dan campak. Diperkirakan lebih dari 150 juta kasus pneumonia terjadi setiap tahunnya pada balita di negara berkembang, yaitu sekitar 95% dari semua kasus baru pneumonia di dunia (UNICEF/WHO, 2006). Kejadian pneumonia di negara maju jauh lebih kecil (0,026 episode/anak/tahun dibandingkan negara berkembang 0,28 episode/anak/tahun). Hal ini diperkirakan karena peran antibiotik, vaksinasi, dan asuransi kesehatan anak yang berkembang di negara maju.

Etiologi Faktor penting dalam kekhasan pneumonia anak adalah usia (Said, 2008). Namun secara umum, Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab pneumonia yang paling sering. Di negara berkembang pneumonia anak khususnya disebabkan oleh bakteri khususnya S. pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenza, termasuk strain atipik. Ditemukan pula pneumonia yang disebabkan oleh virus. Di negara maju, virus yang terbanyak ditemukan adalah RSV,

31

Rhinovirus, dan virus parainfluenza. Frekuensi tertinggi dari viral pneumonia terjadi pada usia 2-3 tahun, lalu menurun perlahan setelahnya.

Faktor Risiko Terdapat berbagai faktor risiko yang tercatat sebagai faktor risiko pneumonia antara lain, pneumonia yang terjadi pada masa bayi, BBLR, tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat atau tidak mendapat ASI eksklusif, malnutrisi, defisiensi vitamin A, asupan zink yang tidak adekuat, tingginya prevalensi kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan koinsidensi dengan penyakit lain seperti AIDS dan campak. Faktor lingkungan seperti tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri dan asap rokok serta polusi ruangan) dan lingkungan perumahan yang padat juga meningkatkan kecendrungan balita untuk terserang pneumonia.

Diagnosis Banding Diagnosis banding pneumonia pada balita yaitu ronkiolitis, aspirasi benda asing, meningitis, dan asma.

Tatalaksana Tatalaksana pneumonia berdasarkan perkiraan penyebab dan keadaan klinis pasien. . Namun, identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak selalu dapat dilakukan, oleh karena itu antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman (empiris). Pada pneumonia ringan rawat jalan, dapat diberi antibiotik lini pertama peroral seperti amoksisilin dan kotrimoksazol. Efektifitas pemberian antibiotik tunggal oral mencapai 90%. Dosis amoksisilin yaitu 25 mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol 4 20 mg/kgBB. Pada pneumonia rawat inap, lini pertama dapat menggunakan golongan beta-laktam atau kloramfenikol. Jika tidak responsif dengan kedua antibiotik tersebut, dapat diberikan gentamisin, amikasin, atau sefalosporin sesuai petunjuk etiologi yang ditemukan. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari jika tidak ada komplikasi.

32

Indikasi Rawat Inap Indikasi rawat inap anak dengan pneumonia yaitu bila pasien tampak toksik, usia <6 bulan, distres pernapasan berat, dehidrasi atau muntah, hipoksemia dan hipoksia (saturasi O2 < 93-94% pada kondisi ruangan), apneu, perburukan status klinis setelah inisiasi terapi, atau adanya kompliksi seperti efusi pleura atau empiema, pemberian nutrisi yang kurang, ketidakmampuan orang tua untuk merawat, imunokompromais, ada penyakit penyerta seperti penyakit jantung bawaan, dan pasien membutuhkan antibiotik parenteral (pneumonia berat). Biasanya pneumonia tanpa komplikasi akan menunjukkan perbaikan secara klinis setelah 48-96 jam pemberian antibiotic.

Komplikasi Pemberian terapi yang adekuat dapat mencegah timbulnya komplikasi. Komplikasi pneumonia anak yaitu empiema torasis (komplikasi tersering pada pneumonia bakteri), perikarditis purulenta, miokarditis, pneumothoraks, atau infeksi ekstrapulmuner seperti meningitis purulenta.

33

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2008. Manajemen Balita Terpadu Sakit (MTBS). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Said, Mardjanis. 2008. Pneumonia. Dalam: Rahajoe, N.N., Supriyatno, B., dan Setyanto, D.B. (editor). Buku Ajar Respirologi Anak, edisi I. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. halaman 350-364 Sectish, Theodore C. and Charles G. Prober. 2007. Pneumonia. In: Behrman R.E., et.al (editor). Nelsons Textbook of Pediatrics, 18th edition. WB Saunders. New York. page 1795-1799 Buku Kesehatan Ibu dan Anak, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

34

Anda mungkin juga menyukai