Anda di halaman 1dari 26

KONSEP DAN ASKEP PADA GANGGUAN NEUROLOGIS DEGENERATIF

(DEMENSIA)

Kelompok:
Ayu Murnila Sari

Firda Rismawati

Lilis Rahmawanti

Muhammad Albi Tahmi

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES PAYUNG NEGERI

PEKANBARU

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa karena berkat rahmat-
Nya dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep dan
Askep Gangguan Neurologis Degeneratif : Demensia” Makalah ini diajukan guna memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III yang insyaallah tepat waktu. Penulis dapat
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu,
penulis akan sangat menhargai kritikan dan saran agar makalah ini lebih baik lagi. Semoga
Makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan teman – teman.

Pekanbaru, 29 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

2. Tujuan Penulisan

3. Manfaat Penulisan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

1. Anatomi Dan Fisiologi

2. Konsep Penyakit ( Defenisi,etiologi,patofisiologi /WOC,manifestasi

klinis,pemeriksaan diagnostic ,komplikasi,penatalaksanaan )

3. MCP Teori/Kasus

4. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian Keperawatan (Inspeksi,Palpasi,Perkusi,Auskultasi)

b. Diagnosa Keperawatan

c. Intervensi Keperawatan

d. Pendidikan Kesehatan terkait gangguan neurologis degenerative : Demensia

BAB III PEMBAHASAN

1. Pembahasan dan asuhan keperawatan terkait kasus

2. Jurnal terkait

3. Analisis jurnal

4. Terapi modalitas keperawatan atau terapi komplementer terkait gangguan neurologis

degenerative : Demensia
5. Trend dan issue,evidence based practice dalam penatalaksanaan terkait gangguan

neurologis degenerative : Demensia

BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan

2. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Demensia merupakan jenis penyakit tidak menular, tetapi mempunyai dampak


yang membahayakan bagi fungsi kognitif lansia. Demensia adalah keadaan ketika
seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata
mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari (Nugroho, 2014).Kriteria demensia yaitu
kehilangan kemampuan intelektual, termasuk daya ingat yang cukup berat, sehingga
dapat mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan(Santoso&Ismail, 2013).
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif
yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan
gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.Demensia bukanlah suatu
penyakit yang spesifik. Demensia merupakan istilah yang digunakan untuk
mendeskripsikan kumpulan gejala yang bisa disebabkan oleh berbagai kelainan yang
mempengaruhi otak. Seorang penderita demensia memiliki fungsi intelektual yang
terganggu dan menyebabkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari baik dari pola
aktivitas, pola nutrisi, pola tidur maupun hubungan dengan orang sekitarnya.
Penderita demensia juga kehilangan kemampuan untuk memecahkan masalah,
mengontrol emosi, dan bahkan bisa mengalami perubahan kepribadian dan masalah
tingkah laku seperti mudah marah dan berhalusinasi. Seseorang didiagnosa demensia
bila dua atau lebih fungsi otak,seperti ingatan dan keterampilan berbahasa menurun
secara signifikan tanpa disertai penurunan kesadaran (Turana, 2015).
Terdapat 46,8 juta orang dinyatakan terkena demensia di dunia
(WorldAlzheimekanr Report, 2015). Sedangkan di Asia terdapat 22,9 juta penderita
demensia dan di Indonesia pada tahun 2015 lansia yang menderita demensia
diperkirakan sebesar 1,2 juta jiwa, dan masuk dalam sepuluh Negara dengan
demensia tertinggi di dunia dan di Asia Tenggara 2015 dan usia diatas 60
tahunmerupakan usia yang rentan terkena demensia
Menurut Alzheimer’s Disease International (2015). Data yang didapatkan dari dinas
kesehatan didapatkan bahwa penderita demensia di Malang sebesar 2800 lansia
terkena demensia (Dinkes provinsi jawa timur, 2014). Data lansia yang berada di
Griya AsihLawang pada tahun 2017 sebanyak 22 lansia dan terdapat yang mengalami
tanda dan gejala demensia.

2. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui tentang konsep dan askep gangguan neurologis degenerative :
Demensia

3. Manfaat Penulisan
Asuhan keperawatan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ide dan informasi
dibidang keperawatan gerontik tentang asuhan keperawatan pada gangguan
neurologis degenerative : Demensia
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

1. Anatomi Dan Fisiologi


Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang saling
berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita.Otak
terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron (Leonard, 1998). Otak merupakan
organ yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron-neuron di otak mati tidak
mengalami regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas pada otak dalam situasi
tertentu bagian-bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang
rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan baru.Ini merupakan mekanisme paling
penting yang berperan dalam pemulihan stroke (Feigin, 2006).
Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan
sistem saraf tepi.Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan
medullaspinalis.Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST).Fungsi
dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian
tubuh lainnya (Noback dkk, 2005).
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen bagiannya
adalah:
a. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiridari sepasang hemisfer
kanan dan kiri dan tersusun dari korteks.Korteks ditandai dengan sulkus(celah) dan
girus (Ganong, 2003).Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
1) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih
tinggi,seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di
hemisferkiri), pusat penghidu, dan emosi.Bagian ini mengandung pusat
pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer) dan
terdapat areaasosiasi motorik (area premotor).Pada lobus ini terdapat daerah
broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar,
perilakusosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk, 2004).
2) Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan
ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura parieto-
oksipitalis (White, 2008).Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya
ingatverbal, visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan
dan perkembangan emosi.
3) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di
gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran (W
hite,2008).
4) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area
asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan d
arinervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf
lain& memori (White, 2008)
5) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia,memori emosi dan
bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian
atassusunan endokrin dan susunan otonom (White, 2008).

b. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak neuron
dibandingkan otak secara keseluruhan.Memiliki peran koordinasi yang penting dalam
fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori yang diterima,
inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output.Cerebellum terdiridari tiga bagian
fungsional yang berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain
dari sistem saraf pusat.Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan
dan tonusotot.Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter secara optimal.Bagian-
bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan lobus
fluccolonodularis(Purves, 2004).c.
c. Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses kehidupan
yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan medulla spinalis
dibawahnya.Struktur-struktur fungsional batang otak yang penting adalah
jarasasendendan desenden traktus longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-
bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial.Secara garis besar
brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu mesensefalon, pons dan medullaoblongata.

2. Konsep Penyakit
A. Definisi demensia

Menurut WHO Demensia adalah sindrom neurodegeneratif yang timbul karena


adanya kelainan yang bersifat kronis dan progesifitas disertai dengan gangguan fungsi
luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil keputusan.
Kesadaran pada demensia tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai
dengan perburukan kontrol emosi, perilaku, dan motivasi.Tingkat keparahan
keseluruhan demensia dinyatakan melalui tingkat penurunan memori atau
kemampuan kognitif lainnya, dan bagian mana yang mengalami penurunan yang lebih
parah (misalnya ringan pada memori dan penurunan moderat dalam kemampuan
kognitif menunjukkan demensia keparahan moderat).

Menurut PPDGJ – III, Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit /


gangguan otak yang biasanya bersifat kronik – progresif, dimana terdapat gangguan
fungsi luhur kortikal yang multiple ( multiple higher cortical function ), termasuk di
dalamnya : daya ingat, daya pikir, orientasi, daya tangkap ( comprehension ),
berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan daya nilai ( judgement ). Umumnya
disertai dan ada kalanya diawali dengan kemrosotan ( deterioration ) dalam
pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi hidup.

B. Etiologi
1. Penyakit alzaimer
Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzaimer, yang
penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti.Penyakit Alzaimer disebabkan
karena adanya kelainan faktor genetic atau adanya kelainan gen tertentu. Bagian otak
mengalami kemunduran sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya respon
terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak.Jaringan abnormal
ditemukan di dalam otak (disebut plak senilitis danserabut saraf yang tidak teratur)
dan protein abnormal. (Nugroho,2014)2.
2. Serangan stroke yang berturut-turut.
Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkankelemahan yang ringan
atau kelemahan yang timbul secara perlahan.Stroke kecil ini secara bertahap
menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan akibat
tersumbatnya aliran darah yang disebut dengan infark. Demensia yang disebabkan
oleh stroke kecil disebut juga demensia multi-infark. Sebagian penderitanya memiliki
tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan
pembuluh darah di otak.(Nugroho, 2014)

3. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal


kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada
sistem enzim, atau pada metabolisme. (Nugroho,2014)
4. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan : Penyakit degenerasi spinoserebral. (Nugroho,
2014)
5. Sindroma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati :gangguan
nutrisi, akibat intoksikasi menahun, penyakit – penyakitmetabolisme. (Nugroho,
2014)
6. Neurotransmitter
Neurotransmitter yang paling berperan dalam patofisiologi dari demensia
adalah asetikolin dan norepineprin. Keduanya dihipotesis menjadi hipoaktif,
beberapa penelitian melaporkan pada penyakit demensia ditemukanya suatu
degenerasi spesifik pada neuronkolinergik pada nucleus, data lain yang
mendukung adanya defisitkolinergik pada demensia adalah ditemukan konsentrasi
asetikolin dan asetikolintransferase menurun (Watson, 2013)
7. Penyakit Jisim lewy (Lewy body diseases)
Penyakit Jisim Lewy adalah suatu demensia yang secara klinis mirip dengan
penyakit Alzheimer dan sering ditandai oleh adanya halusinasi, gambaran
Parkinsonisme, dan gejala ekstrapiramidal.Inklusi Jisim Lewy ditemukan di
daerah korteks serebri. Insiden yang sesungguhnya tidak diketahui. Klien dengan
penyakit JisimLewy ini menunjukkan efek yang menyimpang (adverse effect )
ketika diberi pengobatan dengan antipsikotik (Watson, 2013).

C. Patofisiologi/WOC
1. Patofisiologi
Demensia sering terjadi pada usia >65 tahun , gejala yang mucul yaitu perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari– hari. Lansia
penderita demensia tidak memeperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal,
mereka sebagaimana lansia pada umumnya mengalami proses penuanaan dan
degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri,mereka sulit
mengingat dan sering lupa jika meletakkan suatu barang. Mereka sering kali menutup
– nutupi hal tersebut dan meyakinkan bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia
mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang– orang terdekat yang
tinggal bersama mereka, mereka merasa kawatir terhadap penurunan daya ingat yang
semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin lansia kelelahan
dan perlu banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di
balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada lansia.
Mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat
saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi
lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai
berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa lansia penderita demensia ke rumah sakit,
dimana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan. Seringkali
demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua
tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala
demensia.

2. WOC
D. Manifestasi Klinis
Demensia merupakan kondisi yang lama-kelamaan semakin
memburuk.Penurunan fungsi dapat terjadi dalam kurun waktu yang lama sebelum
gejala demensia muncul dan ditemukan. Berikut adalah tanda-tanda demensia:
1. Demensia adalah kondisi yang lama-kelamaan semakin memburuk.Penurunan
fungsi dapat terjadi dalam kurun waktu yang lama sebelum gejala demensia
muncul dan ditemukan. Berikut adalah tanda-tanda demensia:Menurunnya daya
ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, ”lupa”menjadi bagian
keseharian yang tidak bisa lepas (Hurley, 2012).
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,tahun,
tempat penderita demensia berada (Hurley, 2012).
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang
benar,menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mangulang
kataatau cerita yang sama berkali- kali (Hurley, 2012).
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis yang berlebihan saat melihat
sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang di lakukan orang
lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak
mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul (Hurley,2012).
5. Adanya perubahan tingkah laku seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah
sampai susah mengatur pola tidur (Hurley, 2012).

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium rutin


Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia
ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada
demensia reversibel, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia
Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin
sebaiknya dilakukan.Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan : pemeriksaan
darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi
hati,hormon tiroid, kadar asam folat.
2. ImagingComputed Tomography (CT) scan dan MRI (MagneticResonance
Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun
hasilnya masih dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG (Electroencephalogram)
Pada pemeriksaan EEG tidak memberikan gambaran spesifik dan pada sebagian
besar hasilnya normal. Pada Alzheimer stadium lanjutdapat memberi gambaran
perlambatan difus dan kompleks periodik.
4. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,
penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas,
tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CTscan.
5. Pemeriksaan neuropsikologis
Meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari – hari /fungsional dan aspek
kognitif lainnya. Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai penambahan
pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang
mencakup atensi,memori, bahasa, konstruksi visuospatial, kalkulasi dan
problemsolving. Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna terutama pada kasus
yang sangat ringan untuk membedakan proses ketuaan atau proses depresi.
(Nugroho, 2013)

F. Komplikasi
a. Peningkatan risiko infeksi di seluruh bagian tubuh :
1. Ulkus Dekubitus
2. Infeksi saluran kencing
3. Pneumonia
b. Thromboemboli, infark miokardium.
c. Kejang
d. Kontraktur sendie.
e. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
f. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan kurang dan kesulitan menggunakan
peralatang
g. Kehilangan kemampuan berinteraksih.
h. Harapan hidup berkurang

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan demensia ada berbagai cara antara lain sebagai
berikut (Turana, 2013) :
1. Farmakoterapia.
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat – obatan anti
koliesterase seperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine,Memantine
b. Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti Aspirin ,
Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah keotak sehingga
memperbaiki gangguan kognitif.
c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati
tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke.
d. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-depresi
seperti Sertraline dan Citalopram.
e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa
menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakan obat anti-psikotik
(misalnya Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone)

2. Dukungan atau Peran Keluarga (Harrisons,2014).


Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap
memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan
angka-angka yang besar.
3. Terapi Simtomatik (Harrisons,2014).Pada penderita penyakit demensia dapat
diberikan terapi yang bersifat simtomatik, terapi tersebut meliputi :
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuaic.
c. Terapi rekreasional dan aktifitas.
d. Penanganan terhadap masalah-masalah
4. Pencegahan dan perawatan demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan
fungsi otak,seperti(Harrisons,2014):
a. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol
dan zat adiktif yang berlebihan.
b. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan
setiap hari.
c. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif seperti
kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
d. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi.
e. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

3. MCP Teori/Kasus
4. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Keperawatan
1. Aktifitas istirahat
Gejala: Merasa Lelah
Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur,penurunan
minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi,ketidakmampuan untuk
menyebutkan kembali apa yang dibaca/mengikuti acara program
televisi.Gangguan keterampilan motorik,ketidakmampuan untuk melakukan
hal yang telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.
2. Sirkulasi
Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi,episode emboli
(merupakan faktor predisposisi).
3. Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi
terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang,
penimbunan Objek : meyakini bahwa objek yang salahpenempatannya telah
dicuri. kehilangan multiple, perubahan citratubuh dan harga diri yang
dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan (banyak alasan tidak mampu
untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun
tanpa membacanya) , duduk dan menonton yang lain,aktivitas pertama
mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan emosistabil, gerakan berulang
(melipat membuka lipatan melipat kembalikain), menyembunyikan barang,
atau berjalan-jalan.
4. Eliminasi
Gejala: Dorongan berkemih.Tanda: Inkontinensia urine/feses, cenderung
konstipasi/ imfaksidengan diare.
5. Hygene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang
kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa
langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan
kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain
untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan
alat makan.
6. Neurosensori
Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan
kognitif,dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang
kelelahan, pusing atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam
kemampuan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang berlalu,
penurunan tingkah laku (diobservasi oleh orang terdekat).Kehilangan sensasi
propriosepsi (posisi tubuh atau bagian tubuhdalam ruang tertentu). dan adanya
riwayat penyakit serebralvaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang
berlangsung secaraperiodik (sebagai factor predisposisi) serta aktifitas kejang
(merupakanakibat sekunder pada kerusakan otak).
Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan
dalammenemukan kata- kata yang benar (terutama kata benda);
bertanyaberulang-ulang atau percakapan dengan substansi kata yang
tidakmemiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak
terdengar.Kehilangan kemampuan untuk membaca dan menulis
bertahap(kehilangan keterampilan motorik halus).
7. Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadifactor
predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar
dan sebagainya).
Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain.
8. Interaksi social
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. faktor psikososial sebelumnya;pengaruh
personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul.
Tanda : Kehilangan control sosial,perilaku tidak tepat.
9. Riwayat tidur
Pengkajian riwayat tidur antara lain: kuantitas (lama tidur) dan kualitas tidur
di siang maupun malam hari, aktivitas dan rekreasi yang dilakukan
sebelumnya, kebiasaan sebelum ataupun pada saat tidur,lingkungan tidur,
dengan siapa klien tidur, obat yang dikonsumsi sebelum tidur, asupan dan
stimulan, perasaan klien mengenai tidurnya,apakah ada kesulitan tidur, dan
apakah ada perubahan pola tidur.
Gejala klinis :
Gejala klinis ditandai dengan perasaan lelah, gelisah, emosi, apatis,adanya
kehitaman di daerah sekitar mata, kelopak mata bengkak,konjungtiva merah,
dan mata perih, perhatian tidak fokus, serta sakitkepala.
10. Penyimpangan tidur :
Penyimpangan tidur meliputi perubahan tingkah laku dan
auditorik,meningkatnya kegelisahan, gangguan persepsi, halusinasi visual
danau ditorik, bingung, dan disorientasi tempat dan waktu, ganguan
koordinasi, serta bicara rancu, tidak sesuai, dan intonasinya tidak teratur

b. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan memori b/d distraksi lingkungan
2. Defisit perawatan diri b/d kelemahan muskuloskeletal
3. Gangguan pola tidur b/d halangan lingkungan (disorientasi
waktu,lingkungan, tempat)

c. Intervensi Keperawatan
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

KASUS 1
GANNGUAN NEUROLOGIS DEGENERATIF: DEMENSIA
Seorang laki-laki berusia 85 tahun mempunyai riwayat demensia dirawat di
ruang rawat neurologi. Pasien saat ini mempunyai keterbatasan dalam
merespon dengan tepat pertanyaan yang diberikan dan kadang-kadang tampak
gelisah dan menolak asuhan keperawatan yang diberikan. Pasien menolak
untuk minum obat, memuntahkannya kembali dan mencengkeram pagar
samping tempat tidur ketika perawat mencoba membalikkan badannya. Hasil
pengkajian pasien mengalami inkontinensia, memerlukan komunikasi
terapeutik untuk membantu kegiatan perawatan dan aktivitas sehari-hari.
Perawat yang merawat pasien menggunakan teknik komunikasi dengan
berbicara perlahan dan lembut merupakan komunikasi yang efektif untuk
memfokuskan perhatian dan mendorong pasien mengikuti instruksi yang
diberikan perawat. Saat ini pasien tampak lebih gelisah, perlu sering dilakukan
reorientasi terhadap tempat dan perawat membutuhkan orang lain untuk
memegang lengannya ketika akan dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital.
Pasien kadang-kadang mengatakan kepada perawat bahwa di ruangannya ada
seorang anak kecil padahal pasien berada sendiri di ruang perawatan. Perawat
mengabaikan pernyataan pasien dan mengalihkan perhatian pasien pada topik
pembicaraan lainnya. Ketika telah selesai melakukan asuhan keperawatan
pasien tampak tidak mengingat perawat tersebut. Perawat merasa sedih dan
bingung serta mengalami kelelahan secara emosional terhadap sikap pasien.
Therapi yang didapatkan pasien Risperidon 1x2 mg, Celexa 1x20 mg.
Pertanyaan:
1. Buatlah asuhan keperawatan berdasarkan kasus!
2. Buatlah MCP berdasarkan kasus tersebut!
3. Jelaskan pendidikan kesehatan yang dapat diberikan dengan menerapkan
hasil-hasil penelitian terkait dan evidance based practice!
4. Jelaskan aspek legal dan etis pada kasus tersebut!

Diagnosa Data pendukung


Perubahan proses pikir berhubungan dengan 1.Hilang konsentrasi (distrakbilitas) yaitu
Perubahan fisiologis (degenarasi neuron Pasien mempunyai keterbatasan dalam
ireversibel), gangguan penilaian merespon dengan tepat pertanyaan yang
diberikan dan kadang-kadang tampak
gelisah dan menolak asuhan keperawatan
yang diberikan.
Diagnosis keperawatan Kriteria hasil intervensi keperawatan
Perubahan proses pikir Tujuan : Agar mampu proses 1)Kembangkan lingkungan
berhubungan dengan pikir meningkatkan interaksi yang mendukung dan
Perubahan fisiologis dengan orang lain. hubungan klien perawat
(degenarasi neuron Kriteria hasil : yang terapeutik.
ireversibel), gangguan 1.Mampu memperlihatkan
penilaian kemampuan kognitif untuk 2) Kaji derajat gangguan
menjalani konsekuensi kejadian kognitif, seperti perubahan
yang menegangkan terhadap orientasi, rentang perhatian
emosi dan pikiran tentang diri. kemampuan berpikir.
2.Mampu mengembangkan Bicarakan dengan keluarga
strategi untuk mengatasi mengenai perubahan
anggapan diri yang negative. perilaku
3.Mampu mengenali perubahan
dalam berpikir atau tingkah laku 3) Pertahankan lingkungan
dan faktor penyebab. yang menyenangkan dan
4. Mampu memperlihatkan tenang.Lakukan
penurunan tingkah laku yang pendekatan dengan cara
tidak diinginkan, ancaman, dan perlahan dan tenang.
kebingungan.
5) Tahap wajah ketika
berbicara dengan klien.

6) Panggil klien dengan


namanya.

7) Gunakan suara yang


agak rendah dan berbicara
dengan perlahan pada
klien.

8) Gunakan kata-kata
pendek,
kalimat, dan instruksi
sederhana
2. Perubahan persepsi Tujuan : komunikasi secara Intervensi:
sensorik berhubungan verbal, mengenal situasi. Kriteria 1. Kembangkan lingkungan
dengan stress psikologi hasil : yang suportif dan
(penyempitan pandangan a. Mengalami penurunan hubungan perawat klien
Perseptual disebabkan halusinasi. terapeutik.
kecemasan). b. Mengembangkan strategi 2. Bantu klien untuk
psikososial untuk mengurangi memahami halusinasi.
stress atau mengatur perilaku. 3. Beri informasi tentang
c.bMendemontrasikan respons sifat halusinasi,
yang sesuai stimulusi. hubungannya dengan
d. Perawat mampu stressor/pengalaman
mengidentifikasi faktor eksternal emosional yang traumatic,
yang berperan terhadap pengobatan dan cara
perubahan kemampuan persepsi mengatasi.
sensori. 4.Ajarkan strategi untuk
mengurangi stress.
5. Berikan perhatian dalam
kenangan indah secara
berkala (music dan cerita
peristiwa yang
menyenangkan, foto)
Resiko tinggi terhadap Tujuan : Mengetahui status Intervensi
perubahan nutrisi kurang nutrisi, Berat badan terkontrol 1. Kaji pengetahuan
dari kebutuhan Kriteria hasil : klien/keluarga mengenai
a) Mengubah pola asupan yang kebutuhan makanan.
bener. 2. Usahakan/berikan
b) Mendapatkan diet nutrisi yang bantuan dalam memilih
seimbang. menu.
c)Mempertahankan/mendapat 3. Beri privasi saat
kembali berat badan yang sesuai. kebiasaan makan menjadi
d) Ikut serta dalam aktivitas yang masalah.
mempermudah koping adaptif 4. Terima keadaan klien
makan dengan tangan, dan
sedikit
5. hindari pemisahan klien
dari keluarga nya

Analisa Jurnal
Nama Peneliti : Rita Hadi Widyastuti, Megah Andriany,Sarah Ulliya, Nurullya
Rachma
Jumlah Responden : 20 Orang Responden yang terdiri dari 14 Lansia dan 6
Caregiver
Jenis Tindakan Penanganan : Pelaksanaan ini meliputi dua kegiatan yaitu
pelatihan tentang demensia dan terapi okupasi dalam mencegah progresifitas
demensia pada lansia dan pelaksanaan gardening therapy pada lansia dengan
demensia. Ada pun uraian dari kegiatan tersebut adalah:
Sosialisasi dan pelatihan dilakukan kepada lansia dan caregiver di Panti Wreda
Harapan Ibu. Pelatihan dilakukan selama 7 jam efektif dengan metode
ceramah dan demonstrasi. Materi pelatihan meliputi gejala umum pada
demensia, deteksi dini demensia secara sederhana, terapi oupasi pada lansia
dengan demensia, gardening therapy pada lansia dengan demensia dan terapi
meronce pada lansia dengan demensia. Kegiatan pelatihan dilengkapi dengan
buku panduan yang memuat semua materi yang dilengkapi dengan gambar.
Demostrasi meliputi cara melakukan deteksi dini demensia dengan cara
sederhana dengan mengunakan tes mini cog dan drawing clock.
Gardening Therapy dilakukan pada lansia dengan demensia. Sebelumnya
dilakukan pre test untuk mengetaui status kognitif lansia dengan menggunakan
SPSMQ. Kegiatan dilakukan sebanyak 6 kali. Kegiatan meliputi menanam
tanaman herbal dan sayur mayur seperti jahe, lengkuas, kencur, kunyit, terong,
kangkung dan seledri. Selanjutnya membuat jadwal menyiram dan merawat
tanaman yang disepakati oleh semua lansia yang mengikuti kegiatan. Ada 14
lansia yang mengikuti kegiatan gardening therapy. Evaluasi program juga
dilakukan untuk mengetahui tingkat peningkatan skor SPSMQ sebelum dan
setelah dilakukannya kegiatan gardening therapy. Evaluasi tersebut dilakukan
dengan pre- test dan post-test sebelum dan setelah dilakukannya kegiatan
gardening therapy. Dari data tersebut akan diketahui hasil pelaksanaan
kegiatan gardening therapy, yakni berjalan efektif dan mengenai sasaran atau
sebaliknya
Hasil Tindakan
Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan caregiver dan lansia dalam
melakukan deteksi dini demensia dan pelaksanaan gardening therapy.
Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan caregiver dan lansia dalam
melakukan deteksi dini demensia dan pelaksanaan gardening therapy.
Kesimpulan
Hasil yang didapatkan adalah adanya buku panduan bagi caregiver tentang
pencegahan progresifitas demensia melalui terapi okupasi dan adanya
peningkatan meningkatkan nilai SPSMQ pada lansia. 6 caregiver dan 14 lansia
terlatih dalam pencegahan progresifitas demensia melalui terapi okupasi.
Diperlukan tindak lanjut untuk memonitoring hasil pelatihan , misalnya
kegiatan gardening therapy dan terapi meronce menjadi salah satu aktivitas
harian yang rutin dilakukan di panti wreda.
DAFTAR PUSTAKA

Alzheimer’s Australia. 2016 What is dimentia ?.Diakses Januari 2018.


Bulecheck, G, M.2015.Nursing Incomes Classification. America: Elsevier Inc.
Cohen , Hyland , dkk.2012.The utility of mandatory depression screening ofdimentia patients
in nursing homes.Diakses febuari2018.
Eprints.undip.ac.id/44525/3/Danu_kumajaya_22010110110028_BAB_II.pdf
Herdman, T. Heather . 2015.NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi Dan
Klasifikasi 2015-2017.Jakarta:EGC
Verghese, Joe . 2014.Motoric cognitive risk syndrome.Diakses Januari
2018http://m.neurology.org/content/83/8/718.short
 Marjolein E. de Vugt. 2013.The impact of early dementia diagnosis andintervention on
informal caregivers.Diakses febuari 2017http://www.sciencedirect.com/science/article/pii
Milders , Mc bain , dkk.2013.Cognitive stimulation by caregivers for people withdimentia.
Diakses Desember 2017.
Moorhed, S.2015.Nursing Outcomes Classification.America: Elsevier Inc.

Anda mungkin juga menyukai