BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
tidak akan dapat bekerja dengan baik dan sirosis akan terjadi. Setelah gagal
hati, pencangkokan hati menjadi perlu. Atresia duktus hepatikus dapat
menyebabkan kegagalan hati dan kebutuhan untuk transplantasi hati dalam
1 sampai 2 tahun pertama kehidupan (Santoso, Agus.2010. Health
Academy).
Atresia duktus hepatikus ditemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran.
Rasio atresia duktus hepatikus pada anak perempuan dan anak laki-laki
adalah 2:1. Meski jarang tetapi Jumlah penderita atresia duktus hepatikus
yang ditangani Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun
2002-2003, mencapai 37-38 bayi atau 23 persen dari 162 bayi berpenyakit
kuning akibat kelainan fungsi hati. Sedangkan DiInstalasi Rawat Inap Anak
RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19270 penderita
rawat inap, didapat 96 penderita dengan penyakit kuning gangguan fungsi
hati didapatkan atresia duktus hepatikus 9 (9,4%).
Dari 904 kasus atresia duktus hepatikus yang terdaftar di lebih 100
institusi, atresia duktus hepatikus didapat pada ras Kaukasia (62%), berkulit
hitam (20%), Hispanik (11%), Asia (4,2%) dan Indian Amerika (1,5%)
Kasus Atresia duktus hepatikus dilaporkan sebanyak 5/100.000 kelahiran
hidup di Belanda, 5,1/100.000 kelahiran hidup di Perancis, 6/100.000
kelahiran hidup di Inggris, 6,5/100.000 kelahiran hidup diTexas, 7/100.000
kelahiran hidup di Australia, 7,4/100.000 kelahiran hidup di USA, dan
10,6/100.000 kelahiran hidup di Jepang (Dr.Widodo.2009. Koran Indonesia
Sehat.Jakarta: Yudhasmara).
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep penyakit Atresia duktus hepatikus serta
pendekatan asuhan keperawatannya.
2. Tujuan Khusus
3
1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit yang berhubungan
dengan sistem endokrin (Atresia duktus hepatikus) serta mampu
menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Atresia duktus
hepatikus dengan pendekatan Student Center Learning.
4
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
4
5
Tinja berwarna pucat, Penurunan berat badan dan ini berkembang ketika
tingkat ikterus meningkat.
Pasien dengan atresia duktus hepatikus dapat dibagi menjadi 2
kelompok, yakni :
1. Perinatal form ( Isolated Biliary Atresia)
65 ± 90 % Bentuk ini ditemukan pada neonatal dan bayi berusia 2-8
minggu. Inflmasi atau peradangan yang progresiv pada saluran empedu
extrahepatik timbul setelah lahir. Bentuk ini tidak muncul bersama
kelainan congenital lainnya.
2. Fetal Embrionic form
10 ± 35 % Bentuk ini ditandai dengan cholestatis yang muncul amat
cepat, dalam 2 minggu kehidupan pertama. Pada bentuk ini, saluran
empedu tidak terbentuk pada saat lahir dan biasanya disertai dengan
kelainan congenital lainnya seperti situs inversus, polysplenia,malrotasi,
dan lain-lain.
2.4 Etiologi
Etiologi Atresia Duktus Hepatikus masih belum diketahui dengan
pasti. Atresia Duktus Hepatikus terjadi antara lain karena proses inflamasi
berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier
ekstra hepatik sehingga menyebabkan hambatan aliiran empedu. Ada juga
sebagian ahli yang menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang
dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi 17, 18 dan 21 serta
terdapatnya anomalioragan pada 10-30 % kasus Atresia Duktus Hepatikus.
Insiden Atresia Duktus Hepatikus adalah1/10000 sampai 1/14.000
kelahiran hidup. Rasio Atresia Duktus Hepatikus pada anak perempuan dan
laki-laki adalah + 1,4 : 1.Dari 904 kasus Atresia Duktus Hepatikus yang
terdaftar di lebih dari 100 institusi, Atresia Duktus Hepatikus terdapat pada
Ras Kaukasia (62 %), berkulit hitam (20 %), Hispanik (11 %), Asia (4,2 %)
dan Indian Amerika (1,5 %). Namun, sebagian besar penulis berpendapat
bahwa atresia duktus hepatikus adalah akibat proses inflamasi yang merusak
duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi (Behrman, Richard E. (1992).
11
2.6 Patofisiologi
Atresia duktus hepatikus terjadi karena proses inflamasi
berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier
ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, dan tidak
adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier
ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi
saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat
disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier
ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus
koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura
pasca peradangan atau operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi
aliran normal empedu dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya
terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan empedu balik ke hati ini akan
menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan apabila asam
empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati menjadi fibrosis dan
13
3. Vitamin E
Vitamin E hadir dalam minyak wijen, kacang kedelai, beras,
jagung dan biji bunga matahari, kuning telur, kacang-kacangan dan
sayuran. Vitamin ini adalah antioksidan penting yang mencegah
penuaan dini sel-sel, merangsang sistem kekebalan tubuh, mengurangi
risiko katarak, melindungi dari penyakit jantung, mencegah penyakit
kanker dan menjaga kesehatan kulit. Kekurangan vitamin E pada
manusia jarang terjadi, kecuali pada bayi prematur dan mereka yang
memiliki masalah pencernaan.
4. Vitamin K
Selada, kubis, kembang kol, bayam, kangkung, susu, dan
sayuran berdaun hijau tua adalah sumber terbaik vitamin ini. Vitamin
K terlibat dalam pembekuan darah dan kekurangannya dapat
menyebabkan perdarahan berlebihan dan kesulitan dalam
penyembuhan. Kekurangan vitamin ini jarang terjadi, kecuali pada
bayi baru lahir dan mereka yang memiliki masalah penyerapan atau
metabolisme vitamin, seperti penderita penyakit hati kronis.
16
2.7 Pathway
Hipertermi
Defsit Nutrisi
Hipovolemia
6) Biopsi hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling
dapat diandalkan. Ditangan seorang ahli patologi yang
berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95%,sehingga dapat
membantu pengambilan keputusan untuk melakukan laparatomi
eksplorasi, danbahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai.
Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai di 6 tukan oleh
diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter
duktus100 200 u atau 150 400 u maka aliran empedu dapat terjadi.
Desmet dan Ohya menganjurkan agar dilakukan frozen section pada
saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah
portoenterostomi dapat dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang
mengarah ke atresia duktus hepatikus mengharuskan intervensi bedah
secara dini. Yang menjadi pertanyaan adalah waktu yang paling
optimal untuk melakukan biopsi hati. Harus disadari, terjadinya
proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang menyokong
diagnosis atresia duktus hepatikus tetapi tidak patognomonik)
memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan
biopsi pada usia < 6 minggu
2.8 Penatalaksanaan
a) Terapi medikamentosa
1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati
terutama asam empedu (asamlitokolat), dengan memberikan :
(a) Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
(b) Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil
transferase (untuk mengubah bilirubin indirek menjadi
bilirubin direk); enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi
toksin), enzim Na+ K+ ATPase (menginduksi
aliranempedu). Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6
dosis atau sesuai jadwal pemberian susu.
21
b) Supportive treatment
23
2.9 Komplikasi
a) Kolangitis
Komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus,
dengan aliran empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending
cholangitis. Hal ini terjadi terutamadalam minggu-minggu pertama
atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30-60% kasus.Infeksi ini
bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada tanda-tanda sepsis
(demam, hipotermia,status hemodinamik terganggu), ikterus yang
berulang, feses acholic dan mungkin timbul sakitperut. Diagnosis
dapat dipastikan dengan kultur darah dan / atau biopsi hati.
b) Hipertensi portal
24
2.10 Prognosis
25
b. Diagnosa keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi.
2) Hipovolemia berhubungan dengan tingginya nausea dan
vomitting.
3) Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
4) Defisit nutrisi berhubungan dengan gangguan absorbsi nutrien.
5) Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan akumulasi
garam empedu dalam jaringan.
6) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
7) Risiko keterlambatan perkembangan
29
c. Intervensi Keperawatan
Diagnosa/Masalah
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Kolaborasi
Manajemen syok
1. Monitor tanda-tanda vital, tekanan darah orthostatik,
status mental, output urin
2. Posisikan pasien untuk mendapatkan perfusi yang
optimal
3. Buat dan pertahankan kepatenan jalan nafas, sesuai
kebutuhan
4. Monitor tekanan oksimetri, sesuai kebutuhan
5. Monitor EKG, sesuai kebutuhan
6. Ambil gas darah arteri dan monitor oksigenasi
34
jaringan
7. Berikan vairan IV sementara melakukan monitor
tekanan hemonidamik dan urine output sesuai
kebutuhan
8. Berikan cairan IV krtistaloid dan koloid, sesuai
kebutuhan
Monitor tanda-tanda vital
1. Monitor tekanan darah, nadi suhu, dan status
pernafasan dengan tepat
2. Catat gaya dan fluktuasi yang luas pada tekanan darah
3. Monitor tekanan darah saat pasien berbaring, duduk,
dan berdiri sebelum dan setelah perubahan posisi
4. Monitor tekan darah pasien setelah minum obat
5. Auskultasi tekanan darah di kedua lengan dan
bandingkan
6. Monitor irama dan tekanan jantung
7. Monitor suara paru-paru
8. Monitor pola nafas abnormal
9. Monitor warna kulit, suhu dan kelembaban
10.Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan tanda-
tanda vital
3 Hipertermi NOC NIC
Definisi : suhu inti tubuh di Outcome Untuk Mengukur Memandikan
atas kisaran normal Penyelesaian dari Diagnosis 1. Bantu dengan menggunakan kursi untuk mandi, bak
diurnalkarena kegagalan 1. Termoregulasi tempat mandi, mandi dengan berdiri, dengan
termoregulasi 2. Termoregulasi : Bayi baru lahir menggunakan cara yang tepat atau sesuai dengan
Batasan Karakteristik : Outcome Tambahan untuk keinginan pasien
1. Apnea Mengukur Batasan Karakteristik 2. Cuci rambut sesuai dengan kebutuhan atau
35
10. Suhu lingkungan tinggi 7. Sediakan tempat tidur dengan ketinggian yang
11. Trauma rendah
8. Letakkan benda yang sering digunakan dalam
jangkauan pasien
Perawatan Deman
1. Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya
2. Monitor warna kulit dan suhu
3. Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan
kehilangan cairan yang tidak dirasakan
4. Beri obat atau cairan IV (misalnya, antipiretik, agen
antibakteri, dan agen anti menggigil)
5. Jangan beri aspirin untuk anak-anak
6. Tutup pasien dengan selimut atau pakian ringan,
tergantung pada fase demam (yaitu : memberikan
selimut hangat untuk fase dingin: menyediakan
pakian atau linen tempat tidur ringan untuk demam
fase bergejolak/Flush)
7. Dorong konsumsi cairan
8. Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan aktivitas,
jika diperlukan
9. Berikan oksigen, yang sesuai
10. Mandikan pasien dengan spons hangat dengan hati-
hati (yaitu: berikan untuk pasien dengan suhu yang
sangat tinggi, tidak memberikannya selama fase
dingin, dan hindari agar pasien tidak menggigil)
11. Tingkatkan sirkulasi udara
12. Pantau komplikasi-komplikasi yang berhubungan
dengan demam serta tanda dan gejala kondisi
37
13. Sariawan rongga mulut 15. Berat badan: massa tubuh Manajemen cairan
14. Tonus otot menurun Outcome yang berkaitan dengan 1. Timbang berat badan tiap hari dan monitor status
Faktor Yang faktor yang berhubungan atau pasien
Berhubungan : outcome menengah : 2. Hitung atau timbang popok dengan baik
1. Faktor biologis 1. Perilaku patuh: diet yang sehat 3. Jaga intake/asupan yang akurat dan catat output
2. Faktor ekonomi 2. Perilaku patuh: diet yang [pasien] masuk kateter urin
3. Gangguan psikososial disarankan 4. Monitor status hidrasi (misalnya,membrane mukosa
4. Ketidakmampuan makan 3. Tingkat depresi lembab, denyut nadi adekuat, dan tekanan darah
5. Ketidakmampuan 4. Kontrol diri terhadap kelainan ortostatik)
mencerna makanan makan 5. Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan
6. Ketidakmnampuan 5. Kelelahan : efek yang mengganggu retensi cairan (misalnya; peningkatan berat jenis,
mangabsorbsi nutrient 6. Fungsi gastrointestinal peningkatan BUN, Penurunan hematocrit, dan
7. Kurang asupan makanan 7. Kepercayaan mengenai kesehatan peningkatan kadar osmolalitas urun)
8. Kepercayaan mengenai 6. Monitor status hemodinamika, termasuk CVP, MAP,
kesehatan :sumber-sumber yang PAP, dan PCWP, jika ada
diterima 7. Monitor tanda-tanda vital pasien
9. Pengetahuan: manejemen penyakit 8. Monitor indikasi kelebihan cairan/retensi
peradangan usus (misalnya,cracles,elevasi CVP atau tekana kapiler
10. Pengetahuan : diet yang disarankan paru yang terganjal, edema, distensi vena leher, dan
11. Pengetahuan : manejemen berat asites)
badan 9. Monitor perubaha berat badan pasiensebelum dan
12. Keparahan mual & muntah sesudah dialysis
13. Perawatan diri : makan 10. Kaji lokasi dan luasnya edema, jika ada
14. Status menelan: fase oral 11. Monitor makanan/cairan yang dikonsumsi dan hitung
15. Status menelan : fase faringeal asupan kalori harian
12. Berikan terapi IV, seperti yang ditentukan
13. Monitor status gizi
14. Berikan cairan dengan tepat
42
Monitor cairan
1. Monitor asupan dan pengeluaran
2. Cek kembali asupan dan pengeluaran
3. Monitor membran mukosa, turgor kulit dan respon
haus
4. Tentukan jumlah dan jenis intake/ asupan cairan serta
kebiasaan eleminasi
5. Tentukan faktor-faktor resiko yang mungkin
menyebabkan ketidakseimbangan cairan
Manajemen nutrisi
1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien
untuk memenuhi kebutuhan gizi
2. Tentukan apa yang menjadi preferensi makanan bagi
pasien
3. Instruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi
(yaitu : mebahas pedoman diet dan piramida
mkanan)
4. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi
5. Berikan pilihan makanan sambil menawarkan
bimbingan terhadap pilihan [makanan] yang lebih
sehat, jika diperlukan
6. Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat
mengkonsumsi makan (misalnya, bersih,
berventilasi, santai, dan bebas dari bau yang
menyengat)
7. Lakukan atau bantu pasien terkait dengan perawatan
mulut sebelum makan
43
perubahan status kesehatan, Setelah dilakukan asuhan 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
ancaman kematian, perubahan selama ……………klien pasien
konsep diri, kurang kecemasan teratasi dgn 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
pengetahuan dan hospitalisasi kriteria hasil: selama prosedur
DO/DS: 1. Klien mampu mengidentifikasi dan 4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
1. Insomnia mengungkapkan gejala cemas mengurangi takut
2. Kontak mata kurang 2. Mengidentifikasi, mengungkapkan 5. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
3. Kurang istirahat dan menunjukkan tehnik untuk tindakan prognosis
4. Berfokus pada diri mengontol cemas 6. Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
sendiri 3. Vital sign dalam batas normal 7. Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik
5. Iritabilitas 4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa relaksasi
6. Takut tubuh dan tingkat aktivitas 8. Dengarkan dengan penuh perhatian
7. Nyeri perut menunjukkan berkurangnya 9. Identifikasi tingkat kecemasan
8. Penurunan TD dan kecemasan 10. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
denyut nadi kecemasan
9. Diare, mual, kelelahan 11. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
10. Gangguan tidur ketakutan, persepsi
11. Gemetar 12. Kelola pemberian obat anticemas:........
12. Anoreksia, mulut kering
13. Peningkatan TD, denyut
nadi, RR
14. Kesulitan bernafas
15. Bingung
16. Bloking dalam
pembicaraan
17. Sulit berkonsentrasi
7 Risiko keterlambatan Setelah diberikan asuhan keperawtan 1. Monitor tinggi dan berat badan setiap hari dengan
perkembangan diharapkan nutrisi terpenuhi dnegan timbangan dan didokumentasikan dalam bentuk
53
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Atresia duktus hepatikus (biliary atresia) adalah suatu penghambatan
di dalam pipa/saluran-saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari
liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi
congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran.
Etiologi atresia duktus hepatikus masih belum diketahui dengan pasti.
Sebagian ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang
dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18 dan 21; serta
terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia duktus hepatikus.
Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia duktus hepatikus
adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena
infeksi atau iskemi.
Bayi dengan atresia duktus hepatikus biasanya muncul sehat ketika
mereka lahir. Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu
pertama setelah hidup. Gejala-gejala seperti Ikterus, Jaundice Urin gelap
Tinja berwarna pucat, Penurunan berat badan dan ini berkembang ketika
tingkat ikterus meningkat.
3.2 Saran
Perlu deteksi dini kasus atresia duktus hepatikus dan pemberian
penatalaksanaan yang tepat demi tercapainya pertumbuhan fisik dan
perkembangan mental yang optimal bagi penderita atresia duktus hepatikus.
56
55
DAFTAR PUSTAKA
Kumar, Robbins Cotran. (1999). Buku Saku Robbins Dasar Patologi Penyakit Ed.
5. Jakarta: EGC.
Markum, A. H. (1999). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Gaya Baru.
Sjamsuhidajat dan Win De Jong. (1998). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Ed. 1.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI
Oldham, Keith T.et all (eds); Biliary Atresia at Principles and Practice of Pediatric
Surgery, 4th Edition.
Carpenito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
Widodo Judarwanto. 2010. Atresia duktus hepatikus, Waspadai Bila Kuning Bayi
Baru Lahir yang berkepanjangan. From : url
:http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2012/02/07/atresia-bilier
waspadai-bila-kuning-bayi-baru-lahir-yang-berkepanjangan/