Anda di halaman 1dari 34

ATRESIA DUCTUS HEPATICUS

Pendahuluan
I.I Latar belakang

Atresia biliaris merupakan suatu kaeadaan yang relatif jarang, dimana tidak terdapatnya sebagian sistim
bilier antara duodenum dan hati sehingga terjadi hambatan aliran empedu yang mengakibatkan ikterus
neonatorum.1 Kondisi ini pertama kali dideskripsikan oleh John Thompson pada tahun 1892.2Atresia
bilier adalah penyakit yang berat , tetapi sangat jarang terjadi. Insidensi di Amerika kurang lebih
1:10000-15000 kelahiran hidup, dan lebih sering pada anak perempuan dibanding laki-laki. Penyakit ini
lebih sering pada bayi Asia dan Afrika –Amerika dibanding dengan bayi Kaukasia. Di Asia lebih banyak
terjadi pada bayi Cina dibandingkan dengan bayi Jepang . Penyakit ini merupakan penyebab tranplantasi
liver yang terbanyak di Amerika dan negara Barat lainny

1.2Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari Atresia bilier?
2. Apa sajakah klasifikasi dari Atresia bilier?
3. Apa sajakah faktor resiko dari Atresia bilier?
4. Apa sajakah etiologi dari Atresia bilier?
5. Apakah manifestasi klinis dari Atresia bilier?
6. Bagaimana penatalaksaan pada Atresia bilier?
7. Apa sajakah komplikasi dari Atresia bilier?
8. Bagaimana WOC dari Atresia bilier?
9. Bagaimana pengkajian pada klien dengan Atresia bilier?
10. Bagaimana diagnosa pada klien dengan Atresia bilier?
11. Bagaimana intervensi pada klien dengan Atresia bilier?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep penyakit Atresia bilier serta pendekatan asuhan
keperawatannya.
2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi definisi dari Atresia bilier
2. Mengidentifikasi klasifikasi dari Atresia bilier
3. Mengidentifikasi faktor resiko dari Atresia bilier
4. Mengidentifikasi etilogi Atresia bilier
5. Mengidentifikasi manifestasi klinis Atresia bilier
6. Mengidentifikasi penatalaksaan pada Atresia bilier
7. Mengidentifikasi komplikasi pada Atresia bilier
8. Mengidentifikasi WOC pada Atresia bilier
9. Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan Atresia bilier
10. Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan Atresia bilier
11. Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan Atresia bilier

1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit yang berhubungan dengan sistem endokrin
(Atresia bilier) serta mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Atresia
bilier dengan pendekatan Student Center Learning.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Anatomy dan Fungsi sistem bilier


Sistem empedu terdiri dari organ-organ dan saluran (saluran empedu, kandung
empedu, dan struktur terkait) yang terlibat dalam produksi dan transportasi empedu.
Ketika sel-sel hati mengeluarkan empedu, yang dikumpulkan oleh sistem saluran
yang mengalir dari hati melalui duktus hepatika kanan dan kiri. Saluran ini akhirnya
mengalir ke duktus hepatik umum. Duktus hepatika kemudian bergabung dengan duktus
sistikus dari kantong empedu untuk membentuk saluran empedu umum, yang berlangsung
dari hati ke duodenum (bagian pertama dari usus kecil).
Namun, tidak semua berjalan dari empedu langsung ke duodenum. Sekitar 50 persen
dari empedu yang dihasilkan oleh hati adalah pertama disimpan di kantong empedu, organ
berbentuk buah pir yang terletak tepat di bawah hati.
Kemudian, ketika makanan dimakan, kontrak kandung empedu dan melepaskan
empedu ke duodenum disimpan untuk membantu memecah lemak.
gambar 1.1 sistem atresia bilier (Ohio State.2011)
Fungsi utama sistem bilier yang meliputi:
a) untuk mengeringkan produk limbah dari hati ke duodenum
b) untuk membantu dalam pencernaan dengan pelepasan terkontrol empedu
Empedu merupakan cairan kehijauan-kuning (terdiri dari produk-produk limbah, kolesterol, dan
garam empedu) yang disekresikan oleh sel-sel hati untuk melakukan dua fungsi utama, termasuk
yang berikut:
a) untuk membawa pergi limbah
b) untuk memecah lemak selama pencernaan
Garam empedu adalah komponen aktual yang membantu memecah dan menyerap lemak.
Empedu, yang dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk kotoran, adalah apa yang memberikan
kotoran warna gelapnya coklat (Tim Ohio State University.2011.Sistem
Bilier.Columbus:Medical center).

2.2 Definisi Atresia bilier


Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-saluran yang
membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini
merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran (Lavanilate.2010.Askep
Atresia Bilier).

Atresia Billiary merupakan kelainan yang berkisar dari hipoplasiasegmental/generalisata


saluran empedu dan atresia sampai obliterasilengkap duktur billiaris ekstra/intra hepatic
(David Sabiston, 1994). Atresia Billiary merupakan kelainan kongenital yang berhubungan
dengan kolangio hepatic intra uteri dimana saluran empedu mengalami fibrosis. Proses ini
sering berjalan terus setelah bayi lahir sehingga prognosis umumnya buruk (Sjamsu Hidajat,
1998). Atresia Billiary merupakan obstruksi total aliran empedu karena destruksi/tidak
adanya saluran/sebagian saluran empedu ekstra hepatic (Robbins Contrans, 1999). Atresia
Billiary adalah tidak adanya/kecilnya lumen padasebagian/keseluruhan traktus bilier ekstra
hepatic (Ringoringo P.). Jadi Atresia Billiary adalah suatu keadaan dimana saluran empedu
tidak berbentuk atau tidak berkembang secara normal.
Fungsi dari sistem empedu adalah membuang limbah metabolik darihati dan mengangkut
garam empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak di dalam usus halus. Pada Atresia
Billiary terjadi penyumbatan aliran empedudari hati ke kandung empedu. Hal ini bisa
menyebabkan skerusakan hati dansirosis hati.
Proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada
duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Jadi, atresia
bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier
ekstrahepatik yang menyebabkan inflamasi. Akibatnya di dalam hati dan darah terjadi
penumpukan garam empedu dan peningkatan degenerasi edema hepatic dan bilirubin
direk (Dr. Parlin.1991.Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FK UI).
Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa Penyakit Atresia Bilier terjadi pada 1 banding 10
ribu hingga 15 ribu bayi lahir hidup. Dengan angka kelahiran hidup di Indonesia 4,5 juta
pertahun, dari jumlah tersebut diprediksi bayi yang menderita penyakit tersebut mencapai 300-
450 bayi setiap tahunnya. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala
penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala seperti
Ikterus, Jaundice Urin gelap Tinja berwarna pucat, Penurunan berat badan dan ini
berkembang ketika tingkat ikterus meningkat.

Pasien dengan atresia bilier dapat dibagi menjadi 2 grup, yakni :


1. Perinatal form ( Isolated Biliary Atresia)
65 ± 90 % Bentuk ini ditemukan pada neonatal dan bayi berusia 2-8 minggu.
Inflmasi atau peradangan yang progresiv pada saluran empedu extrahepatik timbul
setelah lahir. Bentuk ini tidak muncul bersama kelainan congenital lainnya.
2. Fetal Embrionic form
10 ± 35 % Bentuk ini ditandai dengan cholestatis yang muncul amat cepat, dalam 2
minggu kehidupan pertama. Pada bentuk ini, saluran empedu tidak terbentuk pada saat
lahir dan biasanya disertai dengan kelainan congenital lainnya seperti situs inversus,
polysplenia,malrotasi, dan lain-lain.
gambar 1.2 atresia bilier ekstrahepatik (wikipedia.2006)
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari duktus
biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten dan
kerusakan hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan
splenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta (Kamus Kedokteran Dorland 2002:
206).
Atresia bilier atau atresia biliaris ekstrahepatik merupakan proses inflamasi progresif yang
menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada
akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut (Donna L. Wong 2008: 1028).

2.3 Klasifikasi Atresia bilier


Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :

gambar 1.3 tipe atresia bilier


I. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten.
II. IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus sistikus, dan
kandung empedu semuanyanormal).
IIb. Obliterasi duktus bilier komunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus.
Kandung empedu normal.
III. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi, sampai ke hilus.
Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi (correctable),
sedangkan tipe III adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi (non-correctable). Sayangnya
dari semua kasus atresia bilier, hanya 10% yang tergolong tipe I dan II.
Atresia Billiary cibagi menjadi 2 bagian yaitu:
a. Atresia Billiary Intra Hepatik
Merupakan atresia yang dapat dikoreksi. Bentuk ini lebih jarangdibandingkan ekstra
hepatik yang hanya 10 % dari penderita atresia.Ditemukan saluran empedu proksimal
yang terbuka lumennya. Tetapitidak berhubungan dengan duodenum. Atresia hanya
melibatkan duktuskoledukus distal. Sirosis bilier terjadi lambat.
b. Atresia Billiary Ekstra Hepatik
Merupakan Atresia yang tidak dapat dikoreksi. Bentuk ini sekitar 90 %dari penderita
atresia. Prognosis buruk menyebabkan kematian.Ditemukan bahwa seluruh sistem
saluran empedu ekstra hepatik mengalami obliterasi sirosis bilier terjadi cepat. Gejala
klinik dan patologik bergantung pada awal proses penyakitnya dan bergantung padasaat
penyakit terdiagnosis. Atresia Ekstra Hepatik terbagi menjadi 2 yaitu:
1. Embrional :
1/3 penderita atresia ekstra hepatik terjadi pada masa embrional. Awal prosesnya
merusak saluran empedu mulai sejak masa intrauterinhingga saat bayi lahir. Pada
penderita tidak ditemukan masa bebasikterus setelah pperiode ikterus neonatorum
fisiologis (2 minggu pertama kelahiran).
2. Perinatal:
2/3 penderita atresia ekstra hepatik terjadi pada masa perinatal. Awal prosesnya
adalah gejala ikterus setelah periode ikterus psikologik menghilang. Kemudian
diteruskan ikterus yang progresif.
3. Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :
a. I. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten.
b. IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus sistikus,
dankandung empedu semuanyanormal).
c. IIb. Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus.
Kandungempedu normal.
d. III. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi, sampai ke
hilus.Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi
(correctable), sedangkantipe III adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi (non-
correctable). Sayangnya dari semua kasusatresia bilier, hanya 10% yang tergolong
tipe I dan II.

Gambar 3. Klasifikas Atresia Bilier

2.4 Etiologi
Etiologi Atresia Billiary masih belum diketahui dengan pasti. Atresia Billiary terjadi
antara lain karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif
pada duktus bilier ekstra hepatik sehingga menyebabkan hambatan aliiran empedu. Ada juga
sebagian ahli yang menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan
adanya kelainan kromosom trisomi 17, 18 dan 21 serta terdapatnya anomalioragan pada 10-
30 % kasus Atresia Billiary.
Insiden Atresia Billiary adalah1/10000 sampai 1/14.000 kelahiran hidup. Rasio
Atresia Billiary pada anak perempuan dan laki-laki adalah + 1,4 : 1.Dari 904 kasus Atresia
Billiary yang terdaftar di lebih dari 100 institusi,Atresia Billiary terdapat pada Ras Kaukasia
(62 %), berkulit hitam (20 %), Hispanik (11 %), Asia (4,2 %) dan Indian Amerika (1,5 %).
Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses
inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi (Behrman, Richard E.
(1992).
Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali
memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus.
Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan penyakit
keturunan. Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar identik, dimana hanya 1
anak yang menderita penyakit tersebut. Atresia bilier kemungkinan besar disebabkan oleh
sebuah peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar saat kelahiran. Kemungkinan
yang "memicu" dapat mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor predisposisi berikut:
a) infeksi virus atau bakteri
b) masalah dengan sistem kekebalan tubuh
c) komponen yang abnormal empedu
d) kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
e) hepatocelluler dysfunction
2.5 Manifestasi Klinis
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala
penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala
termasuk:
a) Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat
tinggi (pigmen empedu) tertahan di dalam hati dan akan dikeluarkan dalam aliran
darah.
Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru
lahir. Ini biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari kehidupan.
Seorang bayi dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus
berkembang pada dua atau tiga minggu setelah lahir
b) Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari
hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang
dalam urin.
c) Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang
masuk ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak
akibat pembesaran hati.
d) Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
e) degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan
hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang larut
dalam air sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak larut dalam
air serta gagal tumbuh
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
a) Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.
b) Gatal-gatal : karena asam empedu yang menumpuk dan menyebar kedalam aliran
darah yang menyebabkan kulit merasa gatal
c) Rewel
d) splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal /
Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah
dari lambung, usus dan limpa ke hati).

2.6 Patofisiologi
3. Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan
aliran empedu, dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan
traktus bilier ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu. Obstruksi
saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang
disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial.
Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier
ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus,
karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau
operasi.
4. Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal
empedu dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan
menyebabkan cairan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema,
degenerasi hati. Dan apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati
menjadi fibrosis dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena
portal sehingga mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati.
5. Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal.
Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang
dapat mewarnai kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning. Degerasi
secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly. Karena
tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak
dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan gagal
tumbuh.Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat
diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan disimpan dalam hati dan
lemak didalam tubuh, kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi
berlebihan vitamin yang larut dalam lemak dapat membuat anda keracunan sehingga
menyebabkan efek samping seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung

1. Vitamin A
Vitamin A terdapat dalam makanan berwarna kuning-oranye, berdaun hijau gelap dan dalam
bentuk retinol pada makanan yang berasal dari hewan. Wortel, mangga, labu, pepaya, bayam,
brokoli, selada air, kuning telur, susu dan hati adalah makanan yang kaya vitamin A.
Vitamin A berperan dalam pertumbuhan dan pemeliharaan tulang dan jaringan epitel,
meningkatkan kekebalan, dan memerangi radikal bebas (antioksidan). Kekurangan vitamin A
adalah penyebab utama kebutaan pada anak-anak di banyak negara berkembang.
2. Vitamin D
Ikan berlemak seperti sarden, mackerel, tuna, telur, makanan yang diperkaya seperti margarin
dan sereal adalah sumber vitamin D. Vitamin ini sangat penting untuk pertumbuhan dan
pemeliharaan tulang karena mengontrol penyerapan kalsium dan fosfor yang penting untuk
metabolisme tulang. Kekurangan vitamin D pada anak-anak akan menyebabkan penyakit
rakhitis, dan pada orang dewasa menyebabkan osteomalasia, kondisi di mana tulang menjadi
lemah dan lunak. Vitamin D dapat diproduksi tubuh saat kulit menerima ultraviolet dari sinar
matahari. Kekurangan vitamin D dapat terjadi pada mereka yang memiliki diet rendah vitamin D
atau jarang terkena sinar matahari. Dosis besar vitamin dapat menyebabkan kelebihan kalsium,
terutama pada anak-anak, yang mengganggu pembentukan tulang. Namun, hal tersebut sangat
jarang terjadi. Tidak ada rekomendasi mengenai diet vitamin D untuk orang dewasa yang hidup
normal dan cukup terpapar sinar matahari.
3. Vitamin E
Vitamin E hadir dalam minyak wijen, kacang kedelai, beras, jagung dan biji bunga matahari,
kuning telur, kacang-kacangan dan sayuran. Vitamin ini adalah antioksidan penting yang
mencegah penuaan dini sel-sel, merangsang sistem kekebalan tubuh, mengurangi risiko katarak,
melindungi dari penyakit jantung, mencegah penyakit kanker dan menjaga kesehatan kulit.
Kekurangan vitamin E pada manusia jarang terjadi, kecuali pada bayi prematur dan mereka yang
memiliki masalah pencernaan.
4. Vitamin K
Selada, kubis, kembang kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau tua adalah
sumber terbaik vitamin ini. Vitamin K terlibat dalam pembekuan darah dan kekurangannya dapat
menyebabkan perdarahan berlebihan dan kesulitan dalam penyembuhan. Kekurangan vitamin ini
jarang terjadi, kecuali pada bayi baru lahir dan mereka yang memiliki masalah penyerapan atau
metabolisme vitamin, seperti penderita penyakit hati kronis.
Obstruksi atau tidak adanya
Saluran empedu ekstrahepatik

Empedu tersumbat dan

kembali ke liver
peradangan, oedema Malabsorbs lemak, vitamin
degenerasi hepatic

Fibrosis Mal
nutrisi

Cirrhosis hipertensi portal kekurangan


vitamin larut lemak

Gagal hati
gagal tumbuh
Gambar patologi: sumber dari Aswhill and Droske (1997). Nursing Care of
Children:

Principles and Practice. Philadelphia; W.B. Saunders Company

2.7 WOC ATRESIA BILIER

2.8 Pemeriksaan Diagnosis


Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan
untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis besar,
pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :

1) Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui fungsi
hati (darah,urin, tinja)
2) Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai parenkim hati
3) Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis
atresia bilier.
2.9 Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen
bilirubin untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu
dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar
bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuai dengan obstruksi total. Peningkatan kadar
SGOT/SGPT > 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke
suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali dengan
peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier. Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin serum total
atau bilirubin direk, dan alkalifosfatase mempunyai spesifisitas 92,9%
dalam menentukan atresia bilier.
a) Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang
mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan adanya
bendungan saluran empedu total.
b) Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja /
stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
c) Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time,
partial thromboplastin time.
b) Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup
sensitif, tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari
pemeriksaan visualisasi tinja. Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar bilirubin
dalam empedu hanya10%, sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah
60%, maka tidak adanya asam empedu di dalam cairan duodenum dapat menentukan
adanya atresia bilier.
2.10Pencitraan
a) Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat
ditingkatkan bilapemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat
minum dan sesudah minum.Bila pada saat atau sesudah minum kandung empedu
berkontraksi, maka atresia bilier kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan.
Dilatasi abnormal duktus bilier, tidak ditemukannya kandung empedu, dan
meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung diagnosis atresia bilier. Namun
demikian, adanya kandung empedu tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier,
yaitu atresia bilier tipe I / distal.
b) Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m
mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum pemeriksaan dilakukan,
kepada pasien diberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis
selama 5 hari. Pada kolestasisintrahepatik pengambilan isotop oleh hepatosit
berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus normal, sedangkan pada atresia bilier
proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya keusus lambat atau tidak terjadi
sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik yang beratjuga tidak akan
ditemukan ekskresi isotop ke duodenum. Untuk meningkatkan sensitivitas
danspesifisitas pemeriksaan sintigrafi, dilakukan penghitungan indeks hepatik
(penyebaran isotop dihati dan jantung), pada menit ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat
menyingkirkan kemungkinanatresia bilier, sedangkan indeks hepatik < 4,3
merupakan petunjuk kuat adanya atresia bilier.Teknik sintigrafi dapat digabung
dengan pemeriksaan DAT, dengan akurasi diagnosis sebesar 98,4%. Torrisi
mengemukakan bahwa dalam mendetcksi atresia bilier, yang terbaik
adalahmenggabungkan basil pemeriksaan USG dan sintigrafi.
c) Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary
Iminodeacetic Acid). Hida melakukan pemotretan pada jalur dari empedu dalam
tubuh, sehingga dapat menunjukan bilamana ada blokade pada aliran empedu.
d) Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography).
Merupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara atresia
bilier dengan kolestasis intrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan,
dapat dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante operasionam.
Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas
untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.
2.11Biopsi hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Ditangan
seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95%,sehingga dapat
membantu pengambilan keputusan untuk melakukan laparatomi eksplorasi, danbahkan berperan
untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai di 6 tukan oleh
diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus100 200 u atau
150 400 u maka aliran empedu dapat terjadi. Desmet dan Ohya menganjurkan agar dilakukan
frozen section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah portoenterostomi dapat
dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke atresia bilier mengharuskan
intervensi bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan adalah waktu yang paling optimal untuk
melakukan biopsi hati. Harus disadari, terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik
yang menyokong diagnosis atresia bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh
karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu
2.12Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa
1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu
(asamlitokolat), dengan memberikan :
a) Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
b) Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase (untuk mengubah
bilirubin indirek menjadi bilirubin direk); enzimsitokrom P-450 (untuk
oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+ ATPase (menginduksi
aliranempedu). Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal
pemberian susu. Kolestiraminmemotong siklus enterohepatik asam empedu
sekunder
2) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat, 310
mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam ursodeoksikolat mempunyai daya ikat
kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.
2. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal
mungkin, yaitu :
1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk
mengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme. Disamping itu,
metabolisme yang dipercepat akan secara efisien segera dikonversi menjadi
energy untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot, ketimbang digunakan
sebagai lemak dalam tubuh. Makanan yang mengandung MCT antara lain seperti
lemak mentega, minyak kelapa, dan lainnya.
2) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti vitamin A, D,
E, K
3. Terapi bedah

a. Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu keusus.
Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati atresia
bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut
prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada
akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.

b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati


Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier dan kemampuan
hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Karena hati
adalah organ satu-satunya yang bisa bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya
akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak dengan atresia bilier sekarang dapat
hidup hingga dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai anak. Kemajuan dalam operasi
transplantasi telah juga meningkatkan kemungkianan untuk dilakukannya transplantasi pada
anak-anak dengan atresia bilier. Di masa lalu, hanya hati dari anak kecil yang dapat digunakan
untuk transplatasi karena ukuran hati harus cocok. Baru-baru ini, telah dikembangkan untuk
menggunakan bagian dari hati orang dewasa, yang disebut"reduced size" atau "split liver"
transplantasi, untuk transplantasi pada anak dengan atresia bilier.
Berdasarkan treatment yang diberikan :
a. Palliative treatment
Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu dengan mempertahankan
fungsi hati dan mencegah komplikasi kegagalan hati.
b. Supportive treatment
d) Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang berperan dalam
pembekuan darah dan apabila kekurangan vitamin K dapat menyebabkan
perdarahan berlebihan dan kesulitan dalam penyembuhan. Ini bisa ditemukan pada
selada, kubis, kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau tua adalah
sumber terbaik vitamin ini.
e) Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan atresia bilier mengalami
obstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga menyebabkan lemak dan vitamin
larut lemak tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu diberikan makanan yang
mengandung medium chain triglycerides (MCT) seperti minyak kelapa.
f) Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik yang menyebar
ke dalam darah dan kulit yang mengakibatkan gatal (pruiritis) pada kulit.
g) Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga turut membantu
dalam memberikan stimulasi perkembangan dan pertumbuhan klien.
2.13 Komplikasi
1. Kolangitis:
komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran empedu
yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis. Hal ini terjadi
terutamadalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30-
60% kasus.Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada tanda-tanda sepsis
(demam, hipotermia,status hemodinamik terganggu), ikterus yang berulang, feses acholic
dan mungkin timbul sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan dengan kultur darah dan /
atau biopsi hati.
2. Hipertensi portal:
Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah
portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.
3. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal:
Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic
hipertensi portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus
pulmo mungkin terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan dyspneu.
Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain itu, hipertensi pulmonal dapat
terjadi pada anak-anak dengan sirosis yang menjadi penyebab kelesuan dan bahkan
kematian mendadak. Diagnosis dalam kasus ini dapat ditegakan oleh echocardiography.
Transplantasi liver dapat membalikan shunts, dan dapat membalikkan hipertensi
pulmonal ke tahap semula.
4. Keganasan:
Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul pada pasien
dengan atresia bilier yang telah mengalami sirosis. Skrining untuk keganasan
harusdilakukan secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi Kasai yang
berhasil.
Hasil setelah gagal operasi Kasai
Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk memulihkan aliran
empedu,dan pada keadaan ini harus dilakukan transplantasi hati. Hal ini biasanya
dilakukan di tahun kedua kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan
hidup) untuk mengurangi kerusakan dari hati. Atresia bilier mewakili lebih dari
setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di masa kanak-kanak. Hal ini juga
mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana pada awalnya sukses setelah operasi
Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan sekunder operasi Kasai), atau untuk
berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).
2.14Prognosis
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran histologik
porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi
dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya 71,86%, sedangkan bila operasi
dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 34,43%. Sedangkan bila
operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-
rata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi,
faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60 hari,
adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik hati, tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik
yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi portal. (Dewi, Kristiana.2010.Atresia bilier)
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Anak


a. 3.1.1 Data klien :
1) Nama : An. M 6) Agama : Islam
2) Usia : 7 bulan 4 hari
3) Jenis Kelamin : Laki-laki
4) Suku / bangsa : Jawa/ Indonesia
5) Alamat : Kradian Kadipuro, Banjarsari
6) Agama : islam
7) Tanggal masuk RS : 11 Oktober 2013
8) Jam masuk RS :16.00 WIB
9) Diagnosa : Atresia bilier
b. Identitas Penanggung Jawab :
1) Nama : Tn. D
2) Umur : 40 tahun
3) Jenis kelamin : Laki-laki
4) Pendidikan/ pekerjaan : SLTA/ wiraswasta
5) Hubungan dg klien : ayah klien
c. Keluhan Utama : ayah klien mengatakan anak M mengalami demam (38,4
°C)
d. Riwayat Penyakit Sekarang : Demam selama 4 hari, rewel, perut klien buncit dan keras,
kulit tampak kuning, kencing klien berwarna gelap, dan feses pucat.
e. Riwayat Penyakit sebelumnya : -
f. Riwayat Tumbuh Kembang anak :
g. Imunisasi : Hepatitis B-1 diberikan waktu 12 jam setelah lahir, BCG
diberikan saat lahir,
H Polio oral diberikan bersamaan dengan DTP
a) Status Gizi : Kekurangan gizi akibat gangguan penyerapan makanan
terutama vitamin larut lemak (A,D,E,K)
b) Tahap perkembangan anak menurut teori psikososial :
Klien An. M mencari kebutuhan dasarnya seperti kehangatan, makanan
dan minuman serta kenyamanan dari orang tua sendiri.
c) Tahap kepribadian anak menurut teori psikoseksual :
Klien An M. menujukkan karakter awal kepribadiannya dengan mengenali siapa
yang mengasuhnya. Klien menyukai saat digendong dan diayun-ayun Perilaku
kegiatan motorik sederhana terkoordinasi, dengan menggerakkan jari tangan,
menggenggam ibu jari ibu yang berhubungan emosi dengan orang tua, saudara
(sibling), dan orang lain.
h. Riwayat Kesehatan Keluarga:
d) Komposisi keluarga : Keluarga berperan aktif terutama ibu klien An. M
dalam merawat klien.
e) Lingkungan rumah dan komunitas : Lingkungan sekitar rumah berada di
area perindustrian kimia.
f) Kultur dan kepercayaan : -
g) Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan : -
Persepsi keluarga tentang penyakit anak : cobaan Tuhan
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
a. B1 (breath) : RR meningkat >40x/menit, Suhu (38,4 °C),
penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung,
napas pendek.
b. B2 (blood) : TD meningkat 100/150 mmhg, HR meningkat
103x/ menit (tachicardi).
c. B3(brain) : gelisah (rewel), gangguan mental, gangguan
kesadaran sampai koma
d. B4 (bladder) : Perubahan warna urin dan feses
-Urine : warna gelap, pekat
-Feses : warna pucat, steatorea, diare
e. B5 (bowel) : anoreksia, mual muntah, tidak toleran
terhadap lemak dan makanan pembentuk gas,
regurgitasi berulang, penurunan berat badan BB/TB (5,1 Kg/ 62
cm), dehidrasi, distensi abdomen, hepatomegali.
f. B6 (bone) :
letargi atau kelemahan,otot tegang atau kaku
bila kuadran kanan atas ditekan,ikterik, kulit berkeringat dan gatal
(pruritus),kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K),
oedem perifer, jaundice, kerusakan kulit
Keterangan tambahan :.
Anak dengan Atresia Billiary ekstrahepatik, setelah usia 6 tahun terjadi gangguan neuromuskuler
seperti tidak ada reflek-reflek tendo dalam, kelemahan memandang ke atas, ketidakmampuan
berjalan akibat parosis kedua tungkai bawah serta kehilangan rasa getar.
Apabila kolestasis kronis berat terjadi akibat Atresia Billiary ekstrahepatik, maka akan tampak
gambaran wajah yang disebut Watson Syndrome-Alagine ( Displasia Anterio B Hepatis)
yaitu perkembangan tulang dahi yang menonjol, hipertelorisme,
kemiringanokuler, anti mongoloid, tulang hidung yang datar serta dagu yang runcing.
Penderita juga mengalami sterosis arteri pulmonar serta cacat-cacat pada lengkungan bagian
depan vertebra.
3.1.3 Pemeriksaan Penunjang

a)Laboratorium
1. Bilirubin direk dalam serum meninggi. Normalnya (0,3 – 1,9 mg/dl)
2. Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan
empedu yang luas. Normalnya (1,7 – 7,1 mg/dl)
3. Tidak ada urobilinogen dalam urin.
4. Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase (5-
20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid trigliserol).
b) Pemeriksaan Diagnostik
1.USG yaitu untuk mengetahui kelainan kongenital penyebab
kolestasis ekstra hepatik (dapat berupa dilatasi kristik saluran empedu).
2. Memasukkan pipa lambung sampa duodenum lalu cairan duodenum diaspirasi. Jika
tidak ditemukan cairan empedu, dapat berarti atresia empedu terjadi.
3. Sintigrafi Radio Kolop Hepatobilier untuk mengetahui kemampuan
hati memproduksi empedu dan mengekskresikan ke saluran empedu sampai
tercurah ke duodenum. Jika tidak ditemukan empedu di duodenum, maka dapat
berarti terjadi katresia intrahepatik.
4. Biopsi hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler.
Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75 % penderita tidak ditemukan lumen
yang jelas.
3.2 Analisis Data
no Data etiologi Masalah keperawatan
1 DS: pasien menangis, rewel Inflamasi yg progresiv hypertermi
DO: kerusakan
Suhu tubuh meningkat progresif pada
(38,4°C) duktus bilier
Takikardi (103x/menit) ekstrahepatik
RR meningkat >24x/menit
Mekanisme tubuh untuk
meningkatkan suhu
tubuh

Hypertermi
2 DS : pasien terlihat sesak. cairan asam empedu Pola napas tidak efektif
DO : RR= 35x/menit balik ke hati
Penggunaan otot bantu pernapasan Peradangan sel hati
Napas pendek
Hepatomegali
(pembesaran hepar)

distensi abdomen

menekan diafragma
peningkatan Komplain
paru

Kebutuhan oksigen
meningkat

Frekuensi napas
meningkat

3 DS: Tidak mau makan, rewel, Obstruksi aliran dari hati Gangguan pemenuhan
mual/muntah. ke dalam usus Nutrisi kurang dari
Do: kebutuhan tubuh
Berat badan turun (6 kg menjadi gangguan penyerapan
5,1 kg) ,muntah, konjungtiva lemak dan vitamin larut
lemak (A, D, E, dan K)
anemis.
Nutrisi kurang dari
kebutuhan
4 Ds:- cairan asam empedu Kerusakan integritas
Do: balik ke hati kulit
Anak tampak tidak nyaman
dengan posisi tidurnya itching dan akumulasi
Terdapat pruritus di daerah pantat dari toksik
& punggung anak
Albumin 3,27 g/dL tersebar ke dalam darah
dan kulit
(N:3,8-5,4)
Pruiritis (gatal) pd kulit

5 Ds:- obstruksi aliran dari hati Gangguan eliminasi


Do: ke dalam usus
BAB
Feses cair, frekuensiBAB
lemak dan vitamin larut
meningkat (lebihdari 3 x sehari),
lemak tidak dapat
bunyi bising usus meningkat. diabsorbsi

Mal absorbsi usus

Diare
6 DS : - Pembesaran hepar Kekurangan volume
DO : Penurunan turgor kulit
cairan
Frekuensi nadi meningkat > Distensi abdomen
100x/menit
Produksi keringat meningkat Perut terasa penuh
Input = 700 ml/hr
Output = 1000 ml/hr Mual muntah

cairan banyak yang


keluar
7 DS: Orang tua sering menanyakan Kurang sumber Ansietas
keadaan anaknya informasi
DO: Orang tua tampak gelisah dan
ansietas
bingung
8 DS: Ibu mengatakan sakit anaknya
Obstruksi aliran dari hati Gangguan Pertumbuhan
sudah lama (sekitar 4bulan) dan
ke dalam usus
ibu mengatakan
gangguan penyerapan
anaknya susah makan (bubur
lemak
halus) dan tidak mau minum ASI
dan vitamin larut lemak
DO : Berat badan turun (6 kg
(A, D, E, dan K)
menjadi 5,1 kg) ,muntah,
Gangguan Pertumbuhan
konjungtiva anemia

3.3 Diagnosa Keperawatan


1) Hypertermi berhubungan dengan inflamasi akibat kerusakan progresif pada duktusbilier
ekstrahepatik
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan distensi abdomen
3) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan gangguan penyerapan lemak, ditandai dengan berat badan turun dan
konjungtiva anemis.
4) Gangguan eliminasi BAB (diare) berhubungan dengan mal absorbsi
usus,ditandai dengan feses cair, frekuensi BAB meningkat (lebih dari 3 xsehari), bunyi
bising usus meningkat.
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu
dalam jaringan, ditandai dengan adanya pruritis.
6) Kekurangan volume cairan b.d dengan mual dan muntah
7) Ansietas berhubungan dengan minimnya informasi tentang penyakit akibat kurang
pengetahuan
8) Gangguan pertumbuhan berhubungan dengan tidak adekuatnya suplai zatnutrisi ke
jaringan seperti gangguan penyerapan lemak dan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K).
3.4 Intervensi Keperawatan
1. Hypertermi b.d inflamasi akibat kerusakan progresif pada duktusbilier ekstrahepatik
Tujuan : suhu akan kembali normal dalam waktu 1x 24 jam
Kriteria hasil :- suhu normal 36,50 – 37,5 0C
- Nadi dan pernapasan dalam rentan normal (N= < 160 x / menit ,
RR= 30-40 x/menit)
Intervensi Rasional
Mandiri: 1. Dapat membantu mengurangi demam.
1. Berikan kompres air biasa pada aksila,
2. Mengetahui kemungkinan adanya
kening, leher dan lipatan paha.
kenaikan suhu secara mendadak
2. Pantau suhu minimal setiap 2 jam
3. Membantu mengurangi panas di tubuh
sekali, sesuai kebutuhan
4. Memberikan rasa nyaman dengan
3. Berikan pasien pakaian tipis
mengurangi keadaan panas akibat suhu
4. Manipulasi lingkungan seperti
pengaruh lingkungan
penggunaan AC/ kipas angin
5. Digunakan untuk mengurangi demam

Kolaborasi: dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.


5. Berikan obat anti piretik sesuai
kebutuhan

2. Pola nafas tidak efektif b.d peningkatan distensi abdomen


Tujuan : Menunjukkan pola nafas yang efektif
Kriteria Hasil :
a) RR= 30-40 napas/ menit
b) Kedalaman inspirasi dan kedalaman bernafas
c) Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
Intervensi Rasional
Mandiri: 1. dengan mengukur lilitan atau lingkar
1. Kaji distensi abdomen
abdomen
2. Kaji RR, kedalaman, dan kerja
2. Untuk mengetahui adanya gangguan
pernafasan.
pernafasan pada pasien
3. Waspadakan klien agar leher tidak
3. Menghindari penekanan pada jalan
tertekuk/posisikan semi ekstensi atau
nafas untuk meminimalkan
eksensi pada saat beristirahat
penyempitan jalan nafas
Kolaborasi:
Operasi diperlukan untuk memperbaiki
Persiapkan operasi bila diperlukan
kondisi pasien
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan gangguan penyerapan lemak, ditandai dengan berat badan turun dan
konjungtiva anemis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
polanutrisi adekuat.
Kriteria hasil :
i. BB pasien stabil ⅟2 (n+9)kg= ½ (2+9)kg= 5,5 kg

ii. Konjungtiva tidak anemis


Intervensi Rasional
Mandiri: 1. Distensi abdomen merupakan tanda
non verbal gangguan pencernaan.
1. Kaji distensi abdomen
2. Mengidentifikasi kekurangan /
2. Pantau masukan nutrisi dan kebutuhan nutrisi dengan mengetahui
frekuensi muntah intake dan output klien.
3. Mengawasi keefektifan rencana diet
3. Timbang BB setiap hari.
4. Untuk menurunkan rangsang
4. Berikan makanan /minuman sedikit
mual/muntah.
tapi sering.
5. Mulut yang bersih meningkatkan nafsu
5. Berikan kebersihan oral sebelum
makan.
makan
Kolaborasi: 6. Berguna dalam memenuhikebutuhan
6. Konsul dengan ahli diet sesuai
nutrisi individudengan diet yang paling
indikasi.
tepat.

7. Berikan diet rendah lemak, tinggi 7. Memenuhi kebutuhan nutrisidan

serat dan batasi makanan penghasil meminimalkan rangsang pada kantung

gas. empedu.

8. Berikan makanan yang mengandung 8. Meningkatkan pencernaan dan absorbsi

medium chain triglycerides (MCT) lemak serta vitamin yang larut dalam

sesuai indikasi. lemak.


9. Memberi informasi tentang keefektifan
9. Monitor laboratorium; albumin, terapi.
protein sesuai program. Vitamin-vitamin tersebut terganggu
Berikan vitamin-vitaminyang larut penyerapannya

dalaam lemak (A, D, E dan K)


4. Gangguan eliminasi BAB (diare) berhubungan dengan mal absorbsi
usus,ditandai dengan feses cair, frekuensi BAB meningkat (lebih dari 3 xsehari),
bunyi bising usus meningkat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan fungsi usus mendekati normal
Kriteria hasil:
i. Feses lembek
ii. Frekuensi BAB 1-2 x sehari
iii. Penurunan frekuensi bising usus
Intervensi Rasional
Mandiri: Mengidentifikasi derajat gangguan
1. Catat jumlah feses.
1. dan kemungkinan bantuan yang
2. Auskultasi bunyi bising usus.
diperlukan.
2. Bunyi usus secara umum meningkat
3. Awasi masukan dan haluaran
pada diare.
dengan perhatian khusus pada
3. Dapat mengidentifikasi dehidrasi,
makanan/cairan.
kehilangan berlebihan atau alat
4. Batasi masukan lemak sesuai
dalam mengidentifikasi defisiensi
indikasi.
diet.
5. Dorong masukan cairan 2500- 4. Diet rendah lemak menurunkan
3000 ml/hari. resiko feses cair.
Kolaborasi: 5. Membantu mempertahankan status
6. Berikan obat diare sesuai indikasi.
hidrasi pada diare.
7. Konsultasi dengan ahli gizi untuk
memberikan diet seimbang dengan 6. Obat diare menurunkan mobilitas
tinggi serat. usus.
7.Serat menahan enzim pencernaan
danmengabsorbsi air dan alirannya
sepanjang traktus intestinal.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu
dalam jaringan, ditandai dengan adanya pruritis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan integritas kulit baik
Kriteria hasil:
i. tidak ada pruritus/lecet
ii. jaringan/ kulit utuh bebas eskortasi
Intervensi Rasional
Mandiri: 1. Mencegah kulit
1. Gunakan air mandi biasa atau pemberian
kering berlebihan,
lotion/ cream, hindari sabun alkali. Berikan
memberikan penghilang rasa
minyak kalamin sesuai indikasi.
gatal,
2. Berikan massage pada waktu tidur.
Sekaligus menghindari infeksi.
2. Bermanfaat dalam meningkatkan
3. Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan
tidur dan menurunkan integritas
kulit.
4. Gunting kuku jari, berikan sarung tangan
3. Kelembaban
bila diindikasikan.
meningkatkan pruritus dan
Kolaborasi:
5. Berikan obat sesuai indikasi (antihistamin). meningkatkanresiko kerusakan
6. Berikan obat resin kholestiramin (questian). kulit.
7. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai 4. Mencegah pasien dari cidera
indikasi. (bilirubin direk dan indirek) tambahan pada kulit, khususnya
bila tidur.
5. Antihistamin dapat mengurangi
gatal.
6. Berfungsi untuk
mengurangi pruritus dan
hiperbilirubinemia.
7.Bilirubin direk dikonjugasi oleh
enzim hepar glukoronitin direk yang
dikonjugasi dan tampak dalam bentuk
bebas dalam darah atau terikat pada
albumin.

6. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah


Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan intake dan ouput cairan
menjadi seimbang.
Kriteria hasil :
a) Tanda-tanda vital stabil.
b) Turgor kulit membaik.
c) Pengisian kapiler nadi perifer kuat.
d) Haluaran urine individu sesuai.
Intervensi Rasional
1. Berikan cairan IV ( biasanya 1. memberikan terapi cairan dan
glukosa ) elektrolit. penggantian elektrolit
2. Awasi nilai laboraturium, 2. menunjukkan hidrasi dan
contoh Hb/Ht, nat, albumin. mengidentifikasikan retensi
natrium/ kadar protei yang dapat
menimbulkan pembentukan
3. Kaji tanda-tanda vital, nadi
edema.
perifer, pengisian kapiler,
3. indikator volume sirkulasi/
turgor kulit.
perfusi.
4. Awasi intake dan output,
bandingkan dengan BB .
4.memberikan informasi tentang
misal muntah.
kebutuhan penggantian cairan / efek
terapi.
7. Ansietas berhubungan dengan minimnya informasi tentang penyakit akibat kurangnya
pengetahuan
Tujuan : meningkatkan pemahaman orang tua tentang perawatan pada anak yang sakit
Kriteria hasil :
i. Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan.
ii. Berpartisipasi dalam pengobatan.
Intervensi Rasional
1. Jelaskan tentang 1. mengidentifikasi area
pengobatan yang kekurangan dan pengetahuan/
diberikan, dosis, reaksi salah informasi dan
obat dan tujuannya memberikan kesempatan untuk
memberikan informasi
tambahan sesuai keperluan.
2. Jelaskan pentingnya
2. Stimulasi dapat meningkatkan
stimulasi pada anak,
kekebalan tubuh klien
pendengaran, visual,
sentuhan
membantu perawat dalam melakukan
3. Jelaskan pentingnya
pengkajian selanjutnya terhadap output
monitor adanya muntah,
klien
mual, dan diare.

8. Gangguan pertumbuhan berhubungan dengan tidak adekuatnya suplai zat nutrisi ke


jaringan seperti gangguan penyerapan lemak dan vitamin larut lemak (A, D, E, dan
K).
Tujuan : mempertahankan pertumbuhan-perkembangan secara normal
Kriteria Hasil : anak akan memperlihatkan pertumbuhan-perkembangan secara normal
Intervensi Rasional
1. Monitor TB, BB, dan BMR 1. Mencegah adanya tanda-tanda
tubuh setiap hari, lalu BMR, BB, TB yang tidak normal.
didokumentasikan dalam bentuk
grafik (antropometri).
2. Mencegah adanya tanda-tanda
2. Tentukan kebutuhan kalori
kekurangan kebutuhan kalori pada
tubuh.
bayi.
3. Mencegah bayi malnutrisi dan
3. Berikan makanan yang banyak kekurangan vitramin
mengandung vitamin A, D, E, K. 4. Mengurangi rasa mual/ muntah
dan menambah nafsu makan.
4. Kolaborasi pada tim medis untuk
diberikan antibiotik penambah
nafsu makan.

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-
saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu
(gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran.
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan bahwa
faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi17,
18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian
besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang
merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi.
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala
penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala seperti
Ikterus, Jaundice Urin gelap Tinja berwarna pucat, Penurunan berat badan dan ini
berkembang ketika tingkat ikterus meningkat.
4.2 Saran
Perlu deteksi dini kasus atresia bilier dan pemberian penatalaksanaan yang tepat demi
tercapainya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental yang optimal bagi penderita
atresia bilier.

DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Richard E. (1992). Ilmu Kesehatan Anak Ed. 2. Jakarta: EGC.David. (1994).
Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Kumar, Robbins Cotran. (1999). Buku Saku Robbins Dasar Patologi Penyakit Ed. 5.
Jakarta: EGC.

Markum, A. H. (1999). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Gaya Baru.

Sjamsuhidajat dan Win De Jong. (1998). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Ed. 1.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI
Oldham, Keith T.et all (eds); Biliary Atresia at Principles and Practice of Pediatric
Surgery, 4th Edition.
Carpenito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
Widodo Judarwanto. 2010. Atresia Bilier, Waspadai Bila Kuning Bayi Baru Lahir yang
berkepanjangan. From : url :http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2012/02/07/atresia-bilier
waspadai-bila-kuning-bayi-baru-lahir-yang-berkepanjangan/
Steven M. Biliary Atresia. Emedicine. 2009. Available From: url: http:// emedicine.
medscape.com/ article/927029-overview
Sjamsul Arief. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. Divisi Hepatologi Ilmu Kesehatan Anak FK
UNAIR.Surabaya. 2006. Available from : url :http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-ena504-
pkb.pdf

MAKALAH ATRESIA ATRESIA DUCTUS HEPATICUS


KELOMPOK 1

 WINDA JULYARNI
 MARIA DEDA
 MARETA M BOKY
 YUBELIN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

TAHUN 2018/2019

Anda mungkin juga menyukai