Oleh:
Diah Ayu Permatasari G3A019117
A. Latar Belakang
Hirschprung atau megakolon congenital merupakan penyakit yang
menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, tepatnya pada usus besar.
Hirschprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak
terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon,
keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya
peristaltic dan evakuasi usus secara spontan, kemudian dapat menyebabkan
isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak ada ganglion dan akhirnya
feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan
dilatasi usus proksimal. Umumnya terjadi pada kebanyakan neonatus.Dalam
keadaan ini tatalaksana yang akan dilakukan adalah pembedahan berupa
mereseksi bagian abnormal usus yang tidak bekerja, hal ini akan
mengakibatkan menurunannya kualitas tidur bayi, dikarenakan kurang
nyamannya atas faktor-faktor yang diderita si bayi tersebut.
Tidur berkualitas memiliki peran krusial pada kondisi
perkembangan kesehatan anak dan peningkatan system kekebalan tubuh bayi.
Tercukupinya kebutuhan tidur bayi akan menunjang kecerdaan emosional
bayi yang berpengaruh pada kepribadiannya (Widyastuti, 2012). Tidur
memiliki banyak manfaat antara lain memberikan kesempatan
mengistirahatkan tubuh, meningkatkan metabolism, mengoptimalkan
pertumbuhan dan perkembangan otak bayi karena 75% hormon pertumbuhan
dikeluarkan saat bayi tidur (Faelaema, 2009). Beberapa langkah untuk
meningkatkan kualitas tidur bayi antara lain dengan memperdengarkan music
untuk pengiring tidur bayi, karena music meupakan media yang sangat baik
mengantarkan bayi tidur.
Terapi Musik klasik atau lembut memberikan stimulasi pada
jaringan otak serta memberikan efek menenangkan pada bayi. Membuat bayi
rileks akan membantu meningkatkan kwalitas tidur bayi. Bayi yang rileks
dalam tidur akan tertidur dengan nyenyak dan tidak mudah terkejut ketika
bangun (Mardiyah, 2012). Terapi musik selain digunakan untuk efektifitas
lagu pengantar tidur, juga dapat digunakan dalam terapi music neonatal
intensif care unit dalam menstabilkan tanda tanda vital bayi, sekaligus
mengurangi kecemasan orang tua pada bayi yang dirawat. Lagu yang akan
digunakan adalah lagu Lullaby, song of kin twinkle (Loewy, 2015).
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Hirschsprung’s disease atau penyakit megacolon kongenital
merupakan suatu kondisi tidak adanya segmen ganglion intrinsik
parasimpatis pada submukosa dan myenteric plexuses yang secara
anatomi terletak pada bagian anus dan membentang secara proksimal.
Kondisi ini menyebabkan obstruksi akibat penurunan fungsi relaksasi
kolon (Kessmann, 2006).
Pada tahun 1691, seorang anatomist Belanda, Fredericus Ruysche,
melakukan otopsi pada anak perempuan berusia 5 tahun dimana
ditemukan megacolon dengan riwayat nyeri abdomen dan konstipasi
(Georgeson, 2010). Hal ini sebagai awal dikenalnya penyakit megacolon
namun patogenesis penyakit belum dapat dijelaskan. Harald
Hirschsprung, seorang dokter anak berasal dari Denmark, merupakan
orang pertama yang dapat menjelaskan penyakit ini secara definitif
melalui presentasi ilmiah dalam konfrensi asosiasi pediatri di Berlin,
Jerman pada tahun 1886 Dia memaparkan dua kasus bayi yang
meninggal akibat komplikasi obstruksi usus. Usus besar tampak dilatasi
dan hipertropi namun rektum tampak normal. Tidak ditemukannya sel
ganglion intramural pada myenteric dan Meissner’s plexuses
(Auerbach’s dan Meissner’s plexuses) turun ke arah bawah dari bagian
colon yang mengalami dilatasi menjadi hal yang paling dikaitkan
sebagai penyebab penyakit megacolon kongenital.
Insiden penyakit ini sebesar 1: 5000 kelahiran hidup. Secara
epidemiologi, Hirschsprung’s disease ditemukan empat kali lebih
banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Terdapat studi yang
menyatakan bahwa risiko lebih tinggi (12.4%-33%) terjadi pada
penderita yang memiliki saudara kandung dengan total colonic
involvement. Sekitar 25% obstruksi intestinal pada newborn disebabkan
oleh Hirschsprung’s disease (Georgeson, 2010).
2. Klasifikasi
Berdasarkan pada segmen kolon yang aganglionik, penyakit
Hirschsprung dibagi menjadi Hirschsprung segmen panjang bila segmen
aganglionik tidak melebihi batas atas sigmoid dan Hirschsprung segmen
pendek bila segmen aganglionik melebihi sigmoid (Browne, et al.,
2008). Sedangkan Amiel dan Lyonnet (2001) menuliskan penyakit
Hirschprung ada empat jenis yaitu (1) Total colonic aganglionosis
(TCA), (2) Hirschprung intestinal total jika semua usus terlibat, (3)
Hirschprung segmen sangat pendek meliputi bagian distal rektum
dibawah rongga pelvis dan anus serta (4) suspended Hirschprung,
sebuah kondisi kontroversial dimana bagian kolon aganglionik berada
diatas segmen distal yang normal.
3. Patofisiologi
Secara normal, neural crest-derived neuroblast terlihat pada
perkembangan esofagus pada masa gestasi minggu ke-5. Sel ini akan
mengalami migrasi ke arah craniocaudal kemudian memasuki fase
perkembangan usus pada usia gestasi minggu ke-5 sampai ke-12.
Abnormalitas seluler dan molekuler dalam perkembangan enteric
nervous system, yaitu tidak sempurnanya migrasi neural crest cells
adalah penyebab utama Hirschsprung’s disease. Fenotif Hirschsprung
disebabkan oleh besarnya kemungkinan abnormalitas selama
perkembangan enteric nervous system dan menahan migrasi neural
crest-derived cells. Semakin dini migrasi nueral crest tertahan, maka
akan semakin panjang segmen usus yang tidak memiliki sel ganglion
(aganglionosis). Faktor lain yang juga dicurigai sebagai penyebab
berkembangnya Hirschsprung’s disease antara lain berubahnya matriks
ekstraselular, abnormalitas faktor neutrophic, dan neural cell adhesion
molecules.
Beberapa penelitian terbaru yang dilakukan para ahli mendukung
bahwa faktor genetik besar kaitannya sebagai etiologi Hirschsprung’s
disease, yaitu kurang lebih 12% dari keseluruhan kasus. Walaupun
banyak perkembangan yang menunjukkan kemungkinan peran
mekanisme malfungsi gen dalam patofisiologi Hirschsprung’s disease,
etiologi kompleks penyakit ini tetap berkaitan dengan dua hal utama,
genetik dan microenvironmental, dalam mempengaruhi perkembangan
klinis fenotif . Selain itu, beberapa kondisi lain yang dicurigai berkaitan
dengan penyakit ini antara lain hydrocephalus, diverticulum kandung
kemih, Meckel’s diverticulum, imperforated anal, ventricular septal
defect, agenesis ginjal, cryptorchidism, Waardenburg’s syndrome,
neuroblastoma, dan Ondine’s curse.
Terdapat empat jenis kasus Hirschsprung’s disease yang
dilaporkan para ahli, yaitu (1) total colon aganglionosis (TCA, 3-8%
kasus), (2) total intestinal Hirschsprung’s disease dimana seluruh usus
besar terlibat, (3) ultra short segment Hirschsprung’s disease dimana
melibatkan rectum bagian distal, dan (4) tidak termasuk Hirschsprung’s
disease yang merupakan kondisi yang kontroversial dimana bagian
colon yang aganglionosis berada di atas segmen distal yang normal
(Georgeson, 2010).
4. Manifestasi Klinis
Sekitar 92% bayi dengan Hirschsprung’s disease lahir dari ibu
dengan riwayat antenatal yang normal dan memiliki nilai APGAR yang
baik. Namun, evaluasi klinis selama 24 jam pertama kehidupan masih
merupakan bagian yang penting untuk mengidentifikasi kelainan
kongenital pada neonatus (hampir 90% manifestasi klinis nampak pada
periode setelah lahir). Keterlambatan pengeluaran meconium (>24 jam)
atau sedikitnya jumlah meconeum yang keluar menjadi salah satu gejala
klinis utama untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait dengan
Hirschsprung’s disease (>80% dari keseluruhan kasus). Gejala lainnya
yang menguatkan diagnosis antara lain obstruksi usus fungsional dan
mulai usia 2 hari. Pada usia yang lebih tua (10%- 50% kasus), dapat juga
ditemukan distensi abdomen (hampir 100% kasus), konstipasi, diare, dan
keterlambatan pertumbuhan (Moore, 2010). Gejala lain yang perlu
diperhatikan yaitu Hirschsprung’s-associated enterocolitis (HAEC).
Kasus ini terjadi kurang lebih 16%, muncul pada 2-4 minggu pertama
setelah lahir dengan gejala diare berdarah, distensi abdomen, dan
muntah. HAEC penting untuk diperhatikan karena meningkatkan
mortalitas penderita Hirschsprung’s disease hingga 53% (Pirie, 2010;
Yan, et al., 2014).
Pemeriksaan anorectal manometry (ARM) merupakan tes
diagnostik noninvasif yang digunakan untuk mendeteksi refleks pada
m
rectoanal (rectosphincteric reflex). Hirschsprung’s disease dikatakan
positif apabila ditemukan adanya hambatan pada refleks rectoanal.
Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa ARM berguna untuk
mengeksklusi Hirschsprung’s disease (negative predictive value 100%)
(Jarvi, et al., 2009). ARM termasuk dalam tes diagnostik yang mudah
dilakukan namun memerlukan penderita yang kooperatif sehingga
pemeriksaan ini lebih akurat dilakukan pada anak-anak usia diatas satu
tahun. Hal ini menyebabkan ARM lebih sering digunakan sebagai
preliminary screening kasus Hirschsprung’s disease (Ishfaq, et al.,
2014).
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang untuk Menegakkan Diagnosis Penyakit
Hirschprung Diagnosis penyakit Hirschprung dapat ditegakkan melalui
beberapa pemeriksaan antara lain pemeriksaan fisik, radiologi, dan
laboratorium. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi
abdomen, pada pemeriksaan rektum ditemukan adanya kelemahan
sfingter internal dan tidak adanya feses, diikuti oleh pelepasan gas dan
feses yang eksplosif dan tiba-tiba tetapi peningkatan ukuran rektum
hanya berlangsung sementara. Sedangkan pada pemeriksaan radiologi
dengan barium enema diperoleh hasil adanya zona transisi diantara zona
dilatasi normal dan segmen aganglionik distal. Sementara pada
pemeriksaan laboratorium dengan cara biopsi rektal didapatkan tidak
adanya sel ganglion. Selain pemeriksaan fisik, radiologis dan
laboratorium jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan patologi
klinik dengan biopsi usus pada saat operasi untuk menentukan lokasi
usus dimana sel ganglion dimulai.
6. Penatalaksanaan
Tanpa penegakan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat,
maka kondisi penderita Hirschsprung’s disease akan berkembang
kearah komplikasi yang serius seperti enterokolitis akut atau toxic
megacolon . Setelah Hirschsprung’s disease terdiagnosa, pembedahan
merupakan terapi definitif utama (Kessmann, 2006). Tujuan
dilakukannya pembedahan adalah mereseksi bagian abnormal usus
(aganglionic) dan menganastomis bagian usus yang normal dengan
rectum tanpa mempengaruhi kontinensia. Sebelum dilakukan
pembedahan, penderita harus mendapatkan beberapa tindakan, antara
lain pemberian cairan dan elektrolit, antibiotik serta irigasi
menggunakan salin hangat melalui rektal secara berkala untuk
mengurangi tekanan intraabdomen (dekompresi usus) dan mencegah
enterokolitis .
Berbagai teknik pembedahan sudah dilakukan untuk mengatasi
Hirschsprung’s disease. Prosedur Swenson adalah teknik pembedahan
pertama yang diperkenalkan Swenson dan Bill (1948), yaitu dengan
merese ksi bagian usus aganglionic dan anastomosis. Komplikasi yang
dapat terjadi antara lain trauma pada saraf pelvis dan pembuluh darah
akibat diseksi perirektal. Kemudian Rehbein memperkenalkan teknik
dengan prinsip mereseksi aganglonic colon sampai di atas rektum (± 2
cm dari peritoneal reflection) diikuti tindakan dilatasi adekuat pada sisa
rektum dan anal kanal. Namun, pada studi menunjukkan bahwa
konstipasi paska-operasi lebih banyak terjadi dan dianggap kurang
radikal digunakan sebagai terapi definitif.
Pada tahun 1960, Duhamel memperkenalkan teknik pembedahan
yang berbeda, yaitu dengan prinsip bypass partially rectum dan end to
end anastomosis menggunakan anal approach. Dibandingkan dengan
teknik sebelumnya, teknik ini relatif tidak menimbulkan komplikasi
pada persarafan sekitar anus. Soave pada tahun 1964 menyempurnakan
prosedur Duhamel dengan menggunakan transabdominal approach.
Prinsip prosedur Soave adalah mencegah diseksi luar pada rektum dan
mempertahankan normal muscular cuff untuk menjaga inervasi di
sekitar anal sphincter (Wang, et al., 2009). Total transanal endorectal
pull-through (TTEP) diperkenalkan pertama kali oleh De La Torre dan
Ortega pada tahun 1998 dengan prinsip prosedur complete dissection
dan mobisasi aganglionic colon secara keseluruhan serta anastomosis
kolon normal ke anus melalui muscular tube. Teknik ini paling banyak
digunakan oleh para ahli bedah karena komplikasi konstipasi dan
inkontinensia yang minimal. Minimally invasive surgery (MIS) saat ini
menjadi teknik pembedahan pilihan pada banyak kasus thoraks,
abdomen, dan cervical. Georgeson adalah ahli bedah pertama yang
melakukan pendekatan ini pertama kali sebagai terapi pada neonatus
penderita Hirschsprung’s disease, dimana dilakukan reseksi pada colo-
anal dan dikeluarkan menggunakan laparoskopi tanpa melakukan
colostomy secara cepat dan hati-hati sehingga meminimalisasi
komplikasi metode laparotomi.
BAB III
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN
A. BIODATA BAYI
Identitas bayi
Nama : By. N
Tanggal lahir/usia : 01 September 2019 / 4 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 02 Desember 2019
No. Register : C789808
Diagnosa medis : Hirschpung
Penanggung jawab
Nama : Ny. A
Umur : 27 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah Tangga
Hubungan : Ibu kandung bayi
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama:
Tanggal pengkajian 13 Januari 2020, Pasien mengeluh rewel sudah 3
hari ini, tidur sering terbangun terutama malam hari (5x), pasien
hanya tidur selama 14 jam (normal tidur bayi 16.5 jam), pasca
operasi penutupan stoma dan rekontruksi usus, pasien terikat
bandage dipaha serta terpasang rectal tube.
Pengkajian nyeri :
P : Saat terlalu lama posisi miring S : Score Nips 4 (Nyeri sedang)
Q : Tidak dapat terkaji T : Hilang timbul
R : Abdominal left iliac region
Skala NIPS (Neonatal Infant Pain Scale)
Ekspresi wajah Meringis 1
Tangisan Menangis keras 2
Pola nafas Pernafasan biasa 0
Tungkai Relaks 0
Tingkat kesadaran Gelisah 1
Total skala NIPS 4 (nyeri sedang)
Antropometry :
BB : 5800 gram ; TB : 52cm ; LK :14cm ; LP : 40cm
C. ANALISA DATA
DO :
An. N terpasang bandage pada
bagian kedua paha, dan
terpasang rectal tube.
An. N hanya diperbolehkan
mobilisasi miring kanan dan
kiri
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (pasca operasi
penutupan stoma dan rekontruksi usus)
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan restrain fisik
E. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan dan
Intervensi Keperawatan
Keperawatan Kriteria Hasil
Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi
berhubungan asuhan keperawatan 1. Monitor karakteristik nyeri
dengan agen selama 1 x 24 jam (lokasi, durasi,intensitas)
pencedera fisik diharapkan : rasa perhatikan tanda non verbal
(pasca operasi nyeri berkurang nyeri
penutupan dengan kriteria hasil
stoma dan - Pasien tidak rewel Terapeutik
rekontruksi - Pasien tidak 2. Beri posisi yang nyaman
usus) menunjukan rasa pada daerah nyeri
kesakitan 3. Ciptakan lingkungan yang
. nyaman (seperti
meredupkan lampu,
menciptakan ketenangan
ruangan)
Edukasi
4. Gunakan teknik distraksi
seperti membawakan
mainan yang disukai,
melihatkan video (sesuai
dengan usia).
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian
analgesik
Gangguan pola Setelah dilakukan Dukungan Tidur
tidur asuhan keperawatan Observasi
berhubungan selama 1 x 24 jam 1. Identifikasi faktor
dengan diharapkan : pola gangguan tidur
restraint fisik tidur membaik Terapeutik
dengan kriteria hasil 2. Lakukan prosedur
- Pasien tidak rewel peningkatan kenyamanan
- Keluhan sering Edukasi
terbangun menurun 3. Jelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit
4. Ajarkan cara
nonfarmakologi
(memberikan terapi
musik)
F. IMPLEMENTASI
A. Data Fokus
DS dan DO Masalah Etiologi
DS : restrain fisik Gangguan
Ny. A mengatakan An. N tidak pola tidur
nyenyak tidur, sering terbangun
terutama malam hari (5x), dan hanya
tidur selama 14 jam (normalnya
adalah 16.5 jam)
DO :
An. N terpasang bandage pada bagian
kedua paha, dan terpasang rectal tube.
An. N hanya diperbolehkan mobilisasi
miring kanan dan kiri
B. Diagnosa Keperawatan
Gangguan pola tidur berhubungan dengan restrain fisik (terpasang
bandage pada kedua paha dan terpasang rectal tube)
C. Analisis Data
Restrain fisik
Ketidaknyamanan fisik
D. Kesimpulan
Setalah dilakukan terapi musik sesuai dengan jurnal penelitian
sebelumnya, mendapatkan hasil pasien tampak rileks,sedikit lebih nyaman
saat tidur, dan tidak mudah terbangun saat malam hari.
DAFTAR PUSTAKA