Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hidrocephalus merupakan sindrom, tanda yang muncul karena
gangguan pergerakan CSS.Banyak factor penyebab terjadinya Hidrosefalus
termasuk tumor, perdarahan intraventrikuler, meningitis, stenosis aqueduktus
dan trauma serebri atau kongenital.Tidak mudah mendeteksi atau
mendiagnosa Hidrosefalus sejak prenatal.
Insiden Hidrosefalus terjadi pada 5,8 % per 10.000 kelahiran hidup.
Hidrosefalus dengan spinabifida terdapat kira - kira 3 - 4 bayi dari 1000
kelahiran hidup, sedangkan type Hidrosefalus obstruksi terdapat 99 % kasus
pada anak- anak.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan
permasalahan tentang “asuhan keperawatan pada Hidrocefalus”

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada Hidrosefalus
1.3.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat menjelaskan kembali :
1. Pengertian Hidrocefalus
2. Etiologi Hidrosefalus
3. Patofisiologi Hidrosefalus
4. Fokus Pengkajian
5. Penatalaksanaan
6. Intervensi

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat untuk mahasiswa
Melalui makalah ini mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh selama mengikuti pembelajaran terutama Pengetahuan
tentang Hidrosefalus.
1.4.2 Manfaat untuk profesi keperawatan

1
Melalui makalah ini diharapkan dapat menambah keilmuan dalam
keperawatan terutama keperawatan tentang Hidrosefalus, sehingga
mahasiswa dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
1.4.3 Manfaat Lain
Makalah ini dapat dipergunakan sebagai bahan dalam melanjutkan
penelitian terkait dengan hubungan antara pengetahuan tentang
Hidrosefalus.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hidrocephalus adalah : suatu keadaan patologis otak yang
mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah
dengan tekanan intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran
ruangan tempat mengalirnya CSS.
Hidrosefalus berarti jumlah cairan cerebrispinal dalam ventrikel bertambah.
Penyebab yang paling sering adalah obstruksi aliran keluar CSS. Pada fetus /
neonatus penyebab obstruksi kebanyakan adalah akibat kelainan
perkembangan, sedangkan pada orang tua, obstruksi terjadi akibat trauma,
infeksi, atau tumor.

2.2 Etiologi
Hidrosefalus dapat terjadi karena :
1. Obstruksi aliran cairan Cerebrospinalis (CSS)
2. Gangguan absorpsi CSS
3. Produksi CSS yang berlebihan
Hidrosefalus pada anak dan bayi, penyumbatan CSS sering terjadi disebabkan
oleh :
1. Kelainan bawaan (kongenital)
a. Stenosis Aqueduktus sylvii
b. Spina bifida dan cranium bifida
c. Sindrom Dandy-walkel
d. Anomali pembuluh darah
2. Infeksi
3. Neoplasma
4. Perdarahan

2.3 Patofisiologi
Produksi CSF terutama tergantung pada transpor aktif, terutama
natrium melintasi membran epitel khusus dari pleksus koroideus ke dalam
rongga ventrikel.Air secara pasif mengikuti untuk memulihkan keseimbangan
osmotik.Hasilnya adalah masuknya cairan ke dalam ventrikel otak.Cairan
bersirkulasi lewat akuaduktus silvii dan ventrikel keempat, masuk ke dalam
ruang subarakhnoid melalui foramena lusheka dan megendie.Kemudian

3
diabsorbsi ke dalam sirkulasi vena dari ruang subarakhnoid yang meliputi
otak, sejumlah tertentu medula spinalis dan lapisan ependim yang melapisi
ventrikel.
Hidrosefalus memberikan gejala bila disertai tekanan CSS yang meninggi.
Terdapat dua macam yaitu :
1) Hidrosefalus Obstruktif
Tekanan CSS yang tinggi disebabkan obstruksi pada salah satu tempat
antara pembentukan CSS oleh fleksus koroides dan keluarnya dari
ventrikel IV melaui foramina luschka dan magendie.
2) Hidrosefalus Komunikans
Yaitu bila tekanan CSS yang meninggi tanpa penyumbatan system
ventrikel.

Tanda dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat


ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorpsi CSS.Pembesaran kepala
abnormal merupakan gambaran tetap Hidrosefalus kongenital dan
Hidrosefalus dengan awitan masa bayi.
Pada kasus – kasus Hidrosefalus kongenital yang berat, pembesaran
kepala selama masa janin menghambat persalinan bayi secara normal. Pada
bentuk yang lebih ringan, kepala berukuran normal pada saat lahir tetapi
kemudian bertumbuh dengan laju berlebihan.Rangkaian pengukuran lingkar
kepala penting untuk diagnosis awal dan penilaian laju progresivitas. Kranium
terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal.Ekspansi
oksipitali terlihat pada malformasi dandy-waikel akibat dilatasi massif
ventrikel keempat, yang dapatdiperlihatkan dengan transsiluminasi oksipital
cranium. Bayi dengan Hidrosefalus yang cepat progresif mempunyai
fontanela anterior yang membesar dan menonjol, dengan pemisahan sutura
cranium yang dapat dipalpasi. Akan tetapi tegangan fontanela yang
tampaknya normal, tidak menyingkirkan diagnosis. Pemisahan sutura cranium
menimbulkan nada resonan pada perkusi (tanda macewen atau “pot retak”)
vena kulit kepala seringkali mencolok dan kulit kepala tipis serta mengkilat.
Dengan meningkatnya tekanan intracranial, tangisan menjadi bernada tinggi.
Pada Hidrosefalus infatil yang berat, mata seringkali berdeviasi kebawah
(tanda “matahari terbenam”). Atrofi optic akibat kompresi saraf optilus dan
kiasma, terjadi pada akhir masa kanak-kanak, maka pembesaran kepala tidak
bermakna. Akan tetapi anak akan memperlihatkan bukti-bukti peningkatan
tekanan intracranial dengan papill edema kronik. Kombinasi spastisitas dan

4
ataksia yang lebih mempengaruhi tungkai dari pada lengan sering ditemukan,
demikian pila inkontenisia kemih. Aktivitas mental progresif, fungsi korteks
yang lebih tinggi seperti mempertimbangkan dan berfikir cenderung
terpengaruh secara tak sebanding, sementara fungsi bicara seringkali masih
baik, sehingga bermanisfestasi sebagai ocean kosong yang agak karakteristik.
Korelasi derajat Hidrosefalus dengan disfungsi intelektual tidak jelas.
Beberapa anak dengan system ventrikel yang sangat membesar dengan lapisan
otak yang tipis memiliki kecerdasan normal.

5
Pathways

Kelainan Kongenital : Trauma dan Infeksi : Neoplasma


Bifida, stenosis aquaductus Perdarahan karena meningitis, dll
sylvii proses persalinan

- Gangguan absorrpsi di vikesarhenoid


- Obstruksi pada sirkulasi CSS
- Produksi CSS meningkat di fleksus koroidalis

Timbunan CSS

Tindakan Invasif

Sutura belum menutup MK :


- Risiko Infeksi
- Kecemasan Keluarga
Pembesaran kepala : Teraba tegang, dahi melebar,
kulit kepala menjadi lunak, pelebaran pembuluh
darah, cracket pot sign : sunset sign, pergerakan
terbatas

TIK Meningkat :
MK : Kesadaran menurun, muntah proyektil, gelisah,
kejang
- Risiko gangguan
integritas kulit
- Intoleransi aktivitas MK :
- Gangguan Tumbuh
- Perubahan perfusi jaringan serebral
kembang
- Risiko kurang nutrisi
- Kecemasan keluarga
- Risiko perubahan suhu
- Risiko tidak efektif pola nafas
- Risiko deficit volume cairan
- Risiko gangguan tumbuh kembang

6
2.4 Fokus Pengkajian
2.4.1 Bayi
1. Pertumbuhan kepala yang berlebihan (dapat terlihat sampai usia 3
tahun)
2. Dahi menonjol (jenong)
3. Kulit kepala tampak bercahaya (jenong)
4. Bayi mengalami kesulitan dalam menahan kepala tegak
5. Penutupan terhambat dari fontanel anterior
6. Fontanel menegang dan meninggi diatas permukaan tengkorak
7. Tanda – tandapeningkatan TIK : muntah proyektil, gelisah, dan
peka terhadap rangsang, tangisan bernada tinggi dan melengking,
perubahan tanda –tanda vital (peningkatan tekanan darah diastolic,
penurunan nadi), perubahan pupil, latergi, kejang
8. Alis dan kelopak mata dapat tertarik ke atas, membuka sclera diatas
iris
9. Bayi tidak bias melihat ke atas menyebabkan “sunset eyes”
10. Strabismus, iris tagmus dan atrofi mata dapat terjadi
11. Perubahan pada tonus otot ekstremitas

2.4.2 Anak yang lebih tua disertai tanda – tanda peningkatan TIK
1. Sakit kepala, trauma pada saat bangun
2. Muntah
3. Latergi, lemah aputi
4. Perubahan kepribadian
5. Pemisahan struktur kranial (dapat terlihat sampai usia 10 tahun)
6. Penglihatan ganda, pandangan perifer terkontriksi tampilan tiba –
tiba dari strabismus internal, perubahan pupil
7. Perubahan tanda – tanda vital sama dengan yang terlihat pada bayi
8. Kesulitan untuk berjalan
9. Stupor koma
10. Papiledema

7
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Nelhaus (1987) hidrosefalus sering mempunyai gejala-gejala
dan tanda-tanda. Namun ada kasus-kasus samar yang tidak terdiagnosis
sampai dewasa, dengan demikian perlu adanya ketelitian dalam menangani
penderita yang diduga menderita hidrosefalus, mulai dari pengambilan
amnanesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan radiologis.

a. Aloamnanesis/amnanesis
Amnanesis perlu dilakukan untuk menentukan hidrosefalus kongenital
atau akuisita. Bayi yang lahir prematur atau posterm dan merupakan
kelahiran anak yang keberapa adalah penting sebagai faktor
resiko.Adanya riwayat cedera kepala sehingga menimbulkan hematom,
subdural atau perdarahan subarachnoid yang dapat mengakibatkan
terjadinya hidrosefalus.
Demikian juga riwayat peradangan otak sebelumnya.Riwayat keluarga
perlu dilacak, riwayat gangguan perkembangan, aktivitas,
perkembangan mental, kecerdasan serta riwayat nyeri kepala, muntah-
muntah, gangguan visus dan adanya bangkitan kejang.
b. Pemeriksaanfisik
Kesan umum penderita terutama bayi dan anak, proporsi kepala
terhadap badan, anggota gerak secara keseluruhan tidak seimbang. Anak
biasanya dalam keadaan tidak tenang, gelisah, iritable, gangguan
kesadaran, rewel,sukar makan atau muntah-muntah.
Pada hidrosefalus kongenital kepala sangat besar, fontanela tidak
menutup, sutura melebar, kepala tampak transluse, dengan tulang kepala
yang tipis, adanya tanda mac ewens cracked pot, tanda berupa sunset
sign dengan dahi yang lebar. Pada pemeriksan auskultasi kemungkinan
akan terdengarnya bising daerah posterior oleh karena malformasi V.
Galeni. Pertumbuhan kepala yang cepat mengakibatkan muka terlihat
lebih kecil dan tampak kurus.
c. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan terhadap komposisi cairan serebrospinal dapat sebagai
petunjuk penyebab hidrosefalus, seperti peningkatan kadar protein yang
amat sangat terdapat pada papiloma pleksus khoroideuis, setelah infeksi
susunan saraf pusat, atau perdarahan susunan saraf pusat atau
perdarahan saraf sentral. Penurunan kadar glukosa dalam cairan
serebrospinal terdapat pada invasi meninggal oleh tumor, seperti

8
leukemia, medula blastama dan dengan pemeriksaan sitologis cairan
serebrospinal dapat diketahui adanya sel-sel tumor. Meningkatnya kadar
hidroksi doleaseti kasid pada cairan serebrospinal didapat pada obstruksi
hidrosefalus. Pemeriksaan serologis darah dalam upaya menemukan
adanya infeksi yang disebabkan oleh TORCH.
Penelitian sitologi kualitatif pada cairan serebrospinal neonatus dapat
digunakan sebagai indicator untuk mengetahui tingkat gangguan
psikomotor.
d. Pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan foto polos kepala, pelebaran fontanela, serta pelebaran
sutura.Kemungkinan ditemukannya pula keadaan-keadaan lain seperti
adanya kalsifikasi periventrikuler sebagai tanda adanya infeksi
cytomegalo inclusion dioase, kalsifikasi bilateral menunjukkan adanya
infeksi tokso plasmosis.Pemeriksaan ultrasonografi, dapat memberikan
gambaran adanya pelebaran sistem ventrikel yang lebih jelas lagi pada
bayi, dan untuk diagnosis kelainan selama masih dalam kandungan.
Pemeriksaan CT-Scanning menunjukkan adanya pelebaran ventrikel.
Disamping itu juga dapat untuk mempelajari sirkulasi cairan
serebrospinal yaitu dengan menyuntikkan kontras radio opak ke dalam
sisterna magna kemudian perjalan kontras diikuti dengan CT-Scan
sehingga akan jelas adanya obstruksi terhadap cairan
serebrospinal.
Pemeriksaan pneumoensefalografi, berguna untuk memantau dilatasi
ventrikel dan ruang subarakhnoid.Apabila sudut korpus kolosum kurang
dari 120 menunjukkan hidrosefalus komunikan, bila lebih dari 120
mungkin hidrosefalus obstruksi.

2.6 Penatalaksanaan
Ada 3 prinsip pengobatan hidrosefalus:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak sebagian
pleksus khoroideus dengan tindakan reseksi (pembedahan) atau
koagulasi.
Akan tetapi hasilnya kurang memuaskan. Obat-obatan yang
berpengaruh disini antara lain :
a) Diamox,Cazetasolamoid.
b) Isosorbid.
c) Cairan osmotik (manitol, urea).

9
d) Kartikosteroid dan diuretik.
e) Fenobarbital.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal
dengan tempat absorbsi yakni menghubungkan ventrikel dengan
subarakhnoid.
3. Pengeluaran CSS ke dalam rongga ekstra kranial dengan operasi
pemasangan shunt. Operasi pemasangan shunt dilakukan sedini
mungkin, tetapi biasanya dipasang pada usia 3-4 bulan, sedangkan revisi
pada usia 18-24 bulan, 1-6 tahun, 10-12 tahun.
Prognosis hidrosefalus infatil mengalami perbaikan bermakna namun
tidak dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-
60% bayi akan meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit
penyerta. Skitar 40% bayi yang bertahan memiliki kecerdasan hampir
normal. Dengan bedah saraf dan penatalaksanaan medis yang baik,
sekitar 70% diharap dapat melampaui masa bayi, sekitar 40% dengan
intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek dan motorik
bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel lebih
buruk.

2.7 Diagnosa Keperawatan


1. Perfusi jaringan tidak efektif: serebral b.d peningkatan tekanan
intrakranial, hipervolemia.
2. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pusat persepsi sensori.
3. Kerusakan intregritas kulit b.d penurunan mobilitas fisik, defisiensi
sirkulasi.
4. Resiko defisit volume cairan b.d mual, muntah, anoreksia.
5. Perubahan proses keluarga b.d perubahan status kesehatan anggota
keluarga.
6. Kurang pengetahuan orang tua tentang penyakit, perawatan, komplikasi
serta perawatan di rumah b.d kurang informasi.
7. Resiko infeksi b.d pemasangan shunt.
8. Kurang pengetahuan tentang b.d kurangnya informasi.
9. Nyeri akut b/d agen injuri fisik.

10
2.8 Intervensi Keperawatan
1. Perfusi jaringan tidak efektif: serebral b.d peningkatan tekanan intrakranial,
hipervolemia.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam :
- Tekanan intrakranial 0-15 mmHg
- Perfusi otak lebih dari 50 mmHg.
- Terpeliharanya status neurologis.
- Tanda vital stabil (120/80mmHg)

Intervensi
- Kaji status neurologis yang berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial, terutama GCS.
- Monitor tanda-tanda vital:TD, nadi, respirasi, suhu, minimal tiap 15
menit sampai keadaan pasien stabil.
- Monitor tingkat kesadaran, sikap reflek, fungsi motorik, sensorik tiap
1-2 jam.
- Naikkan kepala dengan sudut 15-450, tanpa bantal (tidak hiperekstensi
atau fleksi) dan posisi netral (posisi kepala sampai lumbal ada dalam
garis lurus).
- Anjurkan anak dan orang tua untuk mengurangi aktivitas yang dapat
menaikkan tekanan intrakranial atau intraabdominal, misal: mengejan
saat BAB, menarik nafas, membalikkan badan, batuk.
- Monitor tanda kenaikan tekanan intrakranial, misalnya: iritabilitas,
tangis, sakit kepala, mual muntah.
- Monitor intake output cairan setiap hari.

2. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pusat persepsi sensori.


Setelah dilakukan tindakan keperawatan:
- Tanda vital normal.
- Orientasi baik.
- GCS lebih dari 13
- Tekanan intrakranial <10 mmHg.
- Refleks fisiologis (+)
- Refleks patologis (-).
- Kaji tingkat kesadaran dan respon.

11
Intervensi :
- Ukur vital sign, status neurologis.
- Monitor tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial seperti iritabilitas,
tangis melengking, sakit kepala, mual muntah.
- Ukur lingkar kepala dengan meteran/ midline.
- Lakukan terapi auditori dan stimuli taktil.
3. Kerusakan intregritas kulit b.d penurunan mobilitas fisik, defisiensi
sirkulasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan:
- Eritema (-).
- Kulit kepala turgor baik, utuh.
- Luka (-).
Intervensi :
- Monitor kondisi fontanella mayor tiap 4 jam.
- Ubah posisi tiap 2 jam, pertimbangkan perubahan posisi kepala tiap 1
jam.
- Gunakan lotion atau minyak dan lindungi posisi daerah kepala dari
penekanan.
- Letakkan kepala pada bantal karet atau gunakan water bed jika perlu.
- Gunakan penggantian alat tenun dari bahan yang lembut.
- Stimuli daerah kepala setiap perubahan posisi.
- Pertahankan nutrisi sesuai program terapi.
4. Resiko defisit volume cairan b.d mual, muntah, anoreksia.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan:
- Hidrasi adekuat.
- Turgor kulit baik.
- Membran mukosa lembab.
- Tanda vital normal.
- Urin output 0,5-1 cc/ kgBB/ jam.
Intervensi :
- Monitor intake output makanan dan cairan.
- Ukur dan observasi tanda vital.
- Catat jumlah, frekuensi dan karakter muntah.
- Timbang BB tiap hari.
- Kaji tanda-tanda dehidrasi.

12
5. Perubahan proses keluarga b.d perubahan status kesehatan anggota
keluarga.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan:
- Keluarga partisipasi dalam perawatan dan pengobatan.
- Keluarga memberikan sentuhan, perasaan senang dan bicara pada
anaknya.
- Keluarga mampu mengidentifikasi perilaku negatif dan cara
mengatasinya.
Intervensi :
- Beri kesempatan pada keluarga atau orang tua untuk mendiskusikan
masalah.
- Beri dorongan sikap penerimaan terhadap anak (misal dipeluk,
berbicara dan menyenangkan anak).
- Bantu orang tua untuk ikut merawat anaknya, libatkan orang tua
sebanyak mungkin.
- Jelaskan setiap prosedur perawatan dan pengobatan.
- Dorong sikap positif dari orang tua, beri penjelasan tentang sifat
negatif.
- Diskusikan sikap yang mengindikasikan frustasi, ajarkan cara
menyelesaikan masalah dengan strategi koping yang baru.
- Hubungi konsultan jika perlu.
6. Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan, komplikasi b.d kurang
informasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, keluarga mampu:
- Ungkapkan pengertian rencana perawatan. Menerima kenyataan
terhadap anaknya.
- Demonstrasikan perawatan yang diperlukan.
- Mengetahui tanda infeksi dan peningkatan tekanan intrakranial.
- Menjelaskan pengobatan yang diberikan, minum obat sesuai rencana
dan mengerti efek samping.
Intervensi :
- Jelaskan semua prosedur dan pengobatan, kehadiran perawat
diperlukan bila ada informasi oleh team kesehatan lain untuk
memperkuat penjelasan.
- Beri dorongan pada orang tua untuk mengekspresikan perasaan dan
harapan dan partisipasi dalam perawatan anaknya dengan perasaan
yang menyenangkan.

13
- Bantu orang tua untuk dapat menerima kenyataan tentang perubahan
dan perkembangan anaknya.
- Yakinkan orang tua bahwa anak membutuhkan kasih sayang dan
keamanan.
- Demonstrasikan perawatan yang diperlukan (bagaimana mengecek
fungsi shunt, posisi anak), berikan kesempatan untuk mengulang.
- Beri penjelasan tentang pengobatan.
- Berikan dafatar nomor telepon team kesehatan untuk dapat digunakan
bila muncul masalah.

PASCA OPERASI
1. Gangguan persepsi sensori b.d infeksi pemasangan shunt.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan:
- Mengembalikan fungsi persepsi sensori dan komplikasi dapat dicegah
atau seminimal mungkin tidak akan terjadi.
Intervensi :
- Kaji reaksi pupil dan kesimetrisan, vital sign, tingkat kesadaran,
kepekaan, kemampuan neuromuskuler.
- Ukur lingkar kepala dan awasi ukuran fontanella.
- Atur posisi daerah kepala yang tidak dilakukan operasi jangan pada
posisi shunt.
- Ukur tanda vital.
- Atur anak tetap terlentang dengan posisi 15-450, akan meningkatkan
dan melancarkan aliran balikdaerah vena kepala sehingga mengurangi
edema dan mencegah terjadinya kenaikan TIK.
- Ukur suhu dan atur suhu lingkungan sesuai indikasi, batasi pemakaian
selimut, kompres bila suhu tinggi.
2. Resiko infeksi b.d pemasangan shunt.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan :
- Status imun normal.
Intervensi :
- Kontrol status infeksi.
- Kontrol faktor resiko.
- Penyembuhan luka, ILO (-).
- Abses otak, meningitis (-).Ukur vital sign tiap 4 jam.
- Gunakan teknik aseptik dalam perawatan.
- Observasi luka operasi.

14
- Lakukan perawatan luka bekas operasi sesuai instruksi.
- Kolaborasi: antibiotik, pemeriksaan AL, kultur dan sesnsitivitas tes.
3. Kerusakan integritas kulit b.d prosedur pembedahan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan:
- Incisi sembuh tanpa ada eritema.
- Luka kering dan bersih.
Intervensi :
- Kaji lokasi incisi adanya robekan permukaan kulit, pus, darah.
- Ukur vital sign tiap 4 jam.
- Perhatikan teknik aseptik dan septik saat penggantian balutan.
- Observasi tanda-tanda peningkatan TIK karen infeksi akibat
pemasangan infus.
- Jaga kebersihan kulit pasien tetap bersih dan kering.
4. Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah b.d kurangnya
informasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan:
- Orang tua mampu ungkapkan pengertian rencana perawatan.
- Orang tua dapat mendemonstrasikan kemampuan merawat di rumah.
- Orang tua mengerti tentang cara pewngobatab di rumah.
Intervensi :
- Kaji tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua pasien.
- Beri penjelasan tentang hidrosefalus dan prosedur pembedahannya
pada orang tua.
- Libatkan orang tua pada perawatan pasca operasi.
- Jelaskan pada orang tuatentang tanda dan gejala infeksi CSF dan
kegagalan shunt.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Hidrocephalus adalah : suatu keadaan patologis otak yang
mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah
dengan tekanan intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran
ruangan tempat mengalirnya CSS.
Hidrosefalus berarti jumlah cairan cerebrispinal dalam ventrikel bertambah.
Penyebab yang paling sering adalah obstruksi aliran keluar CSS. Pada fetus /
neonatus penyebab obstruksi kebanyakan adalah akibat kelainan
perkembangan, sedangkan pada orang tua, obstruksi terjadi akibat trauma,
infeksi, atau tumor.
Hidrosefalus dapat terjadi karena :
1. Obstruksi aliran cairan Cerebrospinalis (CSS)
2. Gangguan absorpsi CSS
3. Produksi CSS yang berlebihan
Penatalaksanaannya ada 3 prinsip yaitu dengan mengurangi produksi
CSS, memperbaiki hubungan antara tempat produksi dan absorpsi,
mengeluarkan cairan CSS ke ekstra kranial melalui pemasangan shunt.
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul adalah
1. Perfusi jaringan tidak efektif: serebral
2. Gangguan persepsi sensori
3. Kerusakan intregritas kulit.
4. Resiko defisit volume cairan
5. Perubahan proses keluarga.
6. Kurang pengetahuan orang tua tentang penyakit, perawatan, komplikasi
serta perawatan di rumah
7. Resiko infeksi
8. Nyeri akut

3.2 SARAN
1. Untuk mahasiswa sebaiknya dalam memberikan asuhan keperawatan
pada klien dengan hidrosefalus diharapkan mampu memahami konsep
dasar tentang hidrosefalus
2. Untuk institusi pendidikan hendaknya lebih melengkapi literature yang
berkaitan dengan penyakit ini

16
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Rupseno, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak II, Jakarta, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UI.
Lismidar, 1990, Proses Keperawatan, Jakarta, UI.
NANDA, 2000, Nursing Diagnosis Definition and Clasification, 2001-2002,
Philadhelpia, USA.
Nelhaus, G. Stumpf, D.A. Moe, P.G.,1987, Neurological and Neuromusculer
Disorder, Current Pediatric Diagnosis, Hinth ed.
Price, S.A., 1988,
Patofisiologi Konsep Klinik Prose-proses Penyakit, Bag. II Terjemahan Adji Dharma,
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Smith, C., 1988, Nursing Care Planning Guides for Children, California, Assisten
Professor Child California State University Long Beach.
Tucker, S.M., 1988, Patient Care Standars, The Mosby Com

17

Anda mungkin juga menyukai