Anda di halaman 1dari 8

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SYOK SEPSIS

RSUD Dr. H. CHASAN BOSOERIE TERNATE

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. PENGERTIAN
Sepsis adalah kondisi dimana bakteri menyebar ke seluruh tubuh melalui
aliran darah dengan kondisi infeksi yang sangat berat, bisa menyebabkan organ-
organ tubuh gagal berfungsi dan berujung pada kematian (Purnama, 2014). Sepsis
adalah kumpulan gejala sebagai manifestasi respons sistemik terhadap infeksi.
Respon inflamasi sistemik adalah keadaan yang melatarbelakangi sindrom sepsis.
Respon ini tidak hanya disebabkan oleh adanya bakterimia, tetapi juga oleh sebab-
sebab lain. Oleh karena itu kerusakan dan disfungsi organ bukanlah disebabkan oleh
infeksinya, tetapi juga respon tubuh terhadap infeksi dan beberapa kondisi lain yang
mengakibatkan kerusakan-kerudasakan pada sindrom sepsis tersebut. Pada keadaan
normal, respon ini dapat diadaptasi, tapi pada sepsis respon tersebut menjadi
berbahaya (Bakta & Suastika, 2012).
Contoh dari pengertian diatas adalah reaksi dari mediator leukotrine dan PAF (
Plateled Activating Factor ) adalah untuk merangsang neutrofil yang mengadakan
agregasi disekitar sumber pelepas mediator ini. Akibatnya akan meningkatkan
kemampuan neutrofil untuk membunuh bakteri yang difagositosis. Normalnya hal ini
sangat menguntungkan, tapi pada keadaan sepsis sebagian dari molekul reaktif ini
akan dilepaskan langsung pada sel endotel permukaan. Hal ini merupakan salah satu
penyebab dari kerusakan endotel yang khas terjadi pada sepsis, dan berakibat
kerusakan organ. Banyak mediator yang ditemukan berperan dalam pathogenesis
sepsis dengan efek yang berbeda-beda (Bakta & Suastika, 2012).
2. ETIOLOGI
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat
disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme
kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah Escherichia coli,
Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia. Spesies Enterococcus,
Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan
suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik langsung dari mikroorganisme
penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari host terhadap infeksi.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok septik.
Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70% isolat yang
ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja; sisanya
ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Kultur lain seperti sputum,
urin, cairan serebrospinal, atau cairan pleura dapat mengungkapkan etiologi spesifik,
tetapi daerah infeksi lokal yang memicu proses tersebut mungkin tidak dapat diakses
oleh kultur.
Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi
dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih lama,
terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-pasien AIDS, terapi
medis (misalnya dengan glukokortikoid atau antibiotika), prosedur invasif (misalnya
pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis.
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi
yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan
panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
1) Infeksi paru-paru (pneumonia)
2) Flu (influenza)
3) Appendiksitis
4) Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
5) Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
6) Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter telah
dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
7) Infeksi pasca operasi
8) Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis.
3. PATOFISIOLOGI
Normalnya, pada keadaan infeksi terdapat aktivitas lokal bersamaan dari
sistem imun dan mekanisme down-regulasi untuk mengontrol reaksi. Efek yang
menakutkan dari sindrom sepsis tampaknya disebabkan oleh kombinasi dari
generalisasi respons imun terhadap tempat yang berjauhan dari tempat infeksi,
kerusakan keseimbangan antara regulator pro-inflamasi dan anti inflamasi selular,
serta penyebarluasan mikroorganisme penyebab infeksi.
Umumnya, respons imun terhadap infeksi mengoptimalkan kemampuan sel-
sel imun (eutrophil, limfosit, dan makrofag) untuk meninggalkan sirkulasi dan
memasuki tempat infeksi. Signal oleh mediator ini terjadi melalui sebuah reseptor
trans-membran yang dikenal sebagai Toll-like receptors. Dalam monosit, nuclear
factor-kB (NF-kB) diaktifkan, yang mengarah pada produksi sitokin pro-inflamasi,
tumor necrosis factor α (TNF-α), dan interleukin 1 (IL-1). TNF-α dan IL-1 memacu
produksi toxic downstream mediators, termasuk prostaglandin, leukotrien, platelet-
activating factor, dan fosfolipase A2. Mediator ini merusak lapisan endotel, yang
menyebabkan peningkatan kebocoran kapiler. Selain itu, sitokin ini menyebabkan
produksi molekul adhesi pada sel endotel dan neutrofil. Interaksi endotel neutrofilik
menyebabkan cedera endotel lebih lanjut melalui pelepasan komponen neutrofil.
Akhirnya, neutrofil teraktivasi melepaskan oksida nitrat (NO), vasodilator kuat.
Dengan demikian memungkinkan neutrofil dan cairan mengalami ekstravasasi ke
dalam ruang ekstravaskular yang terinfeksi.yang mengarah ke syok septik.
4. MANIFESTASI KLINIS
Demam dan menggigil merupakan gejala yang sering ditemukan pada kasus
dengan sepsis. Gejala atau tanda yang terjadi juga berhubungan dengan lokasi
penyebab sepsis. Penilaian klinis perlu mencakup pemeriksaan fungsi organ vital,
termasuk (Davey, 2011):
1) Jantung dan sistem kardiovaskular, meliputi pemeriksaan suhu, tekanan darah
vena dan arteri.
2) Perfusi perifer, paseien terasa hangat dan mengalami vasodilatasi pada awalnya,
namun saat terjadi syok septic refrakter yang sangat berat, pasien menjadi dingin
dan perfusinya buruk.
3) Status mental, confusion sering terjadi terutama pada manula.
4) Ginjal, seberapa baik laju filtrasi glomerulus (GFR), kateterisasi saluran kemih
harus dilakukan untuk mengukur output urin tiap jam untuk mendapatkan
gambaran fungsi ginjal.
5) Fungsi paru, diukur dari laju pernapasan, oksigenasi, dan perbedaan O2 alveoli-
arteri (dari analisis gas darah arteri). Semuanya harus sering diperiksa, dan
apabila terdapat penurunan fungsi paru, maka pasien perlu mendapatkan bantuan
ventilasi mekanis.
6) Perfusi organ vital, yang terlihat dari hipoksia jaringan, asidemia gas darah arteri
dan kadar laktat.
7) Fungsi hemostatik, diperiksa secara klinis dengan mencari ada atau tidaknya
memar-memar, perdarahan spontan (misal pada tempat-tempat pungsi vena,
menimbulkan dugaan adanya kegagalan sistem hemostatik, yang membutuhkan
tambahan produk darah.

Menurut (Muttaqin, 2010), pada pasien syok sepsis sering ditemukan edema
paru, sehingga diperkirakan insufisiensi paru pascatrauma merupakan sebagai faktor
penyebab, kecuali pada luka bakar, lesi intrakranial, atau kontusio paru. Septikemia
karena basil gram negatif infeksi ekstrapulmonal merupakan faktor penyebab penting
edema paru karena peningkatan permeabilitas kapiler paru. Edema paru difus dapat
terjadi tanpa multiplikasi aktif mikroorganisme dalam paru. Bakta & Suastika (2012)
mengatakan bahwa penyebab dasar sepsis dan syok septik yang paling sering adalah
infeksi bakteri. Sebelum pemakaian anti biotik meluas, penyebab tersering adalah
bakteri gram positif terutama dari jenis streptokokus dan stafilokokus. Akan tetapi
setelah anti biotik berspektrum luas mulai tersedia, maka sepsis sering muncul
sebagai akibat infeksi nosokomial oleh bakteri gram negatif, sehingga sekarang ini
jumlah sepsis yang disebabkan oleh gram positif dan negatif hampir sama.

Serum Procalsionin diproduksi di sel C kelenjar Tyroid, merupakan prekursor


kalsitonin. Protease secara spesifik membelah serum prokalsitonin menjadi
calcitonin, catacalcin dan residu N-terminal. Biasanya serum Procalsitonin dibelah
dan tidak ada yang dilepaskan kedalam aliran darah. Tingkat serum Procalsitonin
tidak terdeteksi ( < 0,1 ng /ml.). Tingkat serum Prokalsitonin dapat meningkat lebih
dari 100 ng / ml selama infeksi berak dengan manifestasi sistemik. Pada kondisi ini,
serum prokalsitonin mungkin diproduksi oleh jaringan exstra Thyroid.Pada saat
terjadi sepsis Prokalsionin berfungsi menghambat Prostaglandin dan sintesis
tromboksan ( Sudhir et al, 2011 ).

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil laboratorium sering ditemukan asidosis metabolik, trombositopenia,
pemanjangan waktu prothrombin dan tromboplastin parsial, penurunan kadar
fibrinogen serum dan peningkatan produk fibrin split, anemia, penurunan PaO2 dan
peningkatan PaCO2, serta perubahan morfologi dan jumlah neutrofil. Peningkatan
neutrofil serta peningkatan leukosit imatur, vakuolasi neutrofil, granular toksik, dan
badan Dohle cenderung menandakan infeksi bakteri. Neutropenia merupakan tanda
kurang baik yang menandakan perburukan sepsis. Pemeriksaan cairan serebrospinal
dapat menunjukkan neutrofil dan bakteri. Pada stadium awal meningitis, bakteri dapat
dideteksi dalam cairan serebrospinal sebelum terjadi suatu respons inflama
6. KOMPLIKASI
Komplikasi bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari. Potensi
komplikasi yang mungkin terjadi meliputi:
1) Cedera paru akut (acute lung injury) dan sindrom gangguan fungsi respirasi akut
(acute respiratory distress syndrome)
Milieu inflamasi dari sepsis menyebabkan kerusakan terutama pada paru.
Terbentuknya cairan inflamasi dalam alveoli mengganggu pertukaran gas,
mempermudah timbulnya kolaps paru, dan menurunkan komplian, dengan hasil
akhir gangguan fungsi respirasi dan hipoksemia. Komplikasi ALI/ ARDS timbul
pada banyak kasus sepsis atau sebagian besar kasus sepsis yang berat dan
biasanya mudah terlihat pada foto toraks, dalam bentuk opasitas paru bilateral
yang konsisten dengan edema paru. Pasien yang septik yang pada mulanya tidak
memerlukan ventilasi mekanik selanjutnya mungkin memerlukannya jika pasien
mengalami ALI/ ARDS setelah resusitasi cairan.
2) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, kaskade koagulasi diaktivasi
secara difus sebagai bagian respons inflamasi. Pada saat yang sama, sistem
fibrinolitik, yang normalnya bertindak untuk mempertahankan kaskade
pembekuan, diaktifkan. Sehingga memulai spiral umpan balik dimana kedua
sistem diaktifkan secara konstan dan difus−bekuan yang baru terbentuk, lalu
diuraikan. Sejumlah besar faktor pembekuan badan dan trombosit dikonsumsi
dalam bekuan seperti ini. Dengan demikian, pasien berisiko mengalami
komplikasi akibat thrombosis dan perdarahan. Timbulnya koagulopati pada sepsis
berhubungan dengan hasil yang lebih buruk.
3) Gagal jantung
Depresi miokardium merupakan komplikasi dini syok septik, dengan
mekanisme yang diperkirakan kemungkinannya adalah kerja langsung molekul
inflamasi ketimbang penurunan perfusi arteri koronaria. Sepsis memberikan
beban kerja jantung yang berlebihan, yang dapat memicu sindroma koronaria
akut (ACS) atau infark miokardium (MCI), terutama pada pasien usia lanjut.
Dengan demikian obat inotropic dan vasopressor (yang paling sering
menyebabkan takikardia) harus digunakan dengna berhati-hati bilamana perlu,
tetapi jangan diberikan bila tidak dianjurkan.
4) Gangguan fungsi hati
Gangguan fungsi hati biasanya manifest sebagai ikterus kolestatik, dengan
peningkatan bilirubin, aminotransferase, dan alkali fosfatase. Fungsi sintetik
biasanya tidak berpengaruh kecuali pasien mempunyai status hemodinamik yang
tidak stabil dalam waktu yang lama.
5) Gagal ginjal
Hipoperfusi tampaknya merupakan mekanisme yang utama terjadinya
gagal ginjal pada keadaan sepsis, yang dimanifestasikan sebagai oliguria,
azotemia, dan sel-sel peradangan pada urinalisis. Jika gagal ginjal berlangsung
berat atau ginjal tidak mendapatkan perfusi yang memadai, maka selanjutnya
terapi penggantian fungsi ginjal (misalnya hemodialisis) diindikasikan.
6) Sindroma disfungsi multiorgan
Disfungsi dua sistem organ atau lebih sehingga intervensi diperlukan
untuk mempertahankan homeostasis.  Primer, dimana gangguan fungsi organ
disebabkan langsung oleh infeksi atau trauma pada organ-organ tersebut. Misal,
gangguan fungsi jantung/paru pada keadaan pneumonia yang berat.  Sekunder,
dimana gangguan fungsi organ disebabkan oleh respons peradangan yang
menyeluruh terhadap serangan. Misal, ALI atau ARDS pada keadaan urosepsis.
7. PENATALAKASANAAN
8. PENCEGAHAN
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian primer(Morton & Fontaine, 2012)a.
1) Airway-
 Yakinkan kepatenan jalan nafas klien
 Berikan alat bantu napas jika perlub.
2) Breathing
 Kaji pernapasan klien jika lebih dari 24x merupakan gejala
 Kaji saturasi oksigen-Periksa gas darah arteri untuk mnegkaji status
oksigenasi dan kemungkinan asidosis-Berikan 100% oksigen melalui
non re-breath mask
 Auskutasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada-Periksa foto
thorakc.
3) Circulation
 Kaji denyut jantung > 100 kali per menit merupakan tanda syok-
Monitor tekanan darah, hipotensi salah satu tanda syok
 Kaji CRT
 Pemeriksaan darah lengkap
 Kaji temperatur kemungkinan klien pyreksia atau tempertur kurang dari
36oC-Lakukan pemeriksaan urindan sputum
 Berikan antibiotik spectrum luas
4) Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada klien sepsis.
 Kaji tingkat kesadarn dengan AVPU
A : Korban sadar, jika tidak segera lanjutkan dengan Verbal
V : Coba memanggil klien dengan keras di dekat telinga klien, jika
tidak ada respon lanjut ke Pain
P : Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling
mudah adalah menekan bagian putih dari kuku tangan (di pangkal
kuku), selain itu dapat juga dengan menekanbagian tengah tulang
dada (sternum) dan juga areal diatas mata (supra orbital).
U : Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih tidak bereaksi
maka pasien berada dalam keadaan unresponsivee.
5) Exposure
Jika sumbe rinfeksi tidak diketahui cari adanya cidera, luka dan tempat
suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya
b. Pengkajian sekunder(Talbot, 2010)
1) Aktivitas dan istirahat
 Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomniab.
2) Sirkulasi
 Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass
cardiopulmonary, fenomena embolik (darah, udara, lemak)
 Obyektif : hipotensi terjadi pada stadium lanjut (syok)
3) Heart rate : takikardi biasa terjadid.
4) Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat
terjadi disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normale.
5) Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Sianosis biasa
terjadi (stadium lanjut)
6) Integritas Ego
 Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian
 Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
7) Makanan/Cairan
 Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea
 Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan,
hilang/melemahnya bowel sounds
8) Neurosensori
 Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan
mental, disfungsi motoriki.
9) Respirasi
 Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi
pulmolal diffuse, kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”
 Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting.
10) Rasa Aman
 Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis,
transfusi darah, episode anaplastikk.
11) Seksualitas
 Subyektif atau obyektif : Riwayat kehamilan dengan
komplikasi eklampsia

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
I. 0003 Gangguan Pertukaran Gas
II. 0001 Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif.
III. 0005 Pola Napas Tidak Efektif.
IV. 0129 Hipertermia.
V. 0019 Defisit Nutrisi.
VI. 0011 Risiko Penurunan Curah Jantung.

Anda mungkin juga menyukai