Menurut (Muttaqin, 2010), pada pasien syok sepsis sering ditemukan edema
paru, sehingga diperkirakan insufisiensi paru pascatrauma merupakan sebagai faktor
penyebab, kecuali pada luka bakar, lesi intrakranial, atau kontusio paru. Septikemia
karena basil gram negatif infeksi ekstrapulmonal merupakan faktor penyebab penting
edema paru karena peningkatan permeabilitas kapiler paru. Edema paru difus dapat
terjadi tanpa multiplikasi aktif mikroorganisme dalam paru. Bakta & Suastika (2012)
mengatakan bahwa penyebab dasar sepsis dan syok septik yang paling sering adalah
infeksi bakteri. Sebelum pemakaian anti biotik meluas, penyebab tersering adalah
bakteri gram positif terutama dari jenis streptokokus dan stafilokokus. Akan tetapi
setelah anti biotik berspektrum luas mulai tersedia, maka sepsis sering muncul
sebagai akibat infeksi nosokomial oleh bakteri gram negatif, sehingga sekarang ini
jumlah sepsis yang disebabkan oleh gram positif dan negatif hampir sama.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil laboratorium sering ditemukan asidosis metabolik, trombositopenia,
pemanjangan waktu prothrombin dan tromboplastin parsial, penurunan kadar
fibrinogen serum dan peningkatan produk fibrin split, anemia, penurunan PaO2 dan
peningkatan PaCO2, serta perubahan morfologi dan jumlah neutrofil. Peningkatan
neutrofil serta peningkatan leukosit imatur, vakuolasi neutrofil, granular toksik, dan
badan Dohle cenderung menandakan infeksi bakteri. Neutropenia merupakan tanda
kurang baik yang menandakan perburukan sepsis. Pemeriksaan cairan serebrospinal
dapat menunjukkan neutrofil dan bakteri. Pada stadium awal meningitis, bakteri dapat
dideteksi dalam cairan serebrospinal sebelum terjadi suatu respons inflama
6. KOMPLIKASI
Komplikasi bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari. Potensi
komplikasi yang mungkin terjadi meliputi:
1) Cedera paru akut (acute lung injury) dan sindrom gangguan fungsi respirasi akut
(acute respiratory distress syndrome)
Milieu inflamasi dari sepsis menyebabkan kerusakan terutama pada paru.
Terbentuknya cairan inflamasi dalam alveoli mengganggu pertukaran gas,
mempermudah timbulnya kolaps paru, dan menurunkan komplian, dengan hasil
akhir gangguan fungsi respirasi dan hipoksemia. Komplikasi ALI/ ARDS timbul
pada banyak kasus sepsis atau sebagian besar kasus sepsis yang berat dan
biasanya mudah terlihat pada foto toraks, dalam bentuk opasitas paru bilateral
yang konsisten dengan edema paru. Pasien yang septik yang pada mulanya tidak
memerlukan ventilasi mekanik selanjutnya mungkin memerlukannya jika pasien
mengalami ALI/ ARDS setelah resusitasi cairan.
2) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, kaskade koagulasi diaktivasi
secara difus sebagai bagian respons inflamasi. Pada saat yang sama, sistem
fibrinolitik, yang normalnya bertindak untuk mempertahankan kaskade
pembekuan, diaktifkan. Sehingga memulai spiral umpan balik dimana kedua
sistem diaktifkan secara konstan dan difus−bekuan yang baru terbentuk, lalu
diuraikan. Sejumlah besar faktor pembekuan badan dan trombosit dikonsumsi
dalam bekuan seperti ini. Dengan demikian, pasien berisiko mengalami
komplikasi akibat thrombosis dan perdarahan. Timbulnya koagulopati pada sepsis
berhubungan dengan hasil yang lebih buruk.
3) Gagal jantung
Depresi miokardium merupakan komplikasi dini syok septik, dengan
mekanisme yang diperkirakan kemungkinannya adalah kerja langsung molekul
inflamasi ketimbang penurunan perfusi arteri koronaria. Sepsis memberikan
beban kerja jantung yang berlebihan, yang dapat memicu sindroma koronaria
akut (ACS) atau infark miokardium (MCI), terutama pada pasien usia lanjut.
Dengan demikian obat inotropic dan vasopressor (yang paling sering
menyebabkan takikardia) harus digunakan dengna berhati-hati bilamana perlu,
tetapi jangan diberikan bila tidak dianjurkan.
4) Gangguan fungsi hati
Gangguan fungsi hati biasanya manifest sebagai ikterus kolestatik, dengan
peningkatan bilirubin, aminotransferase, dan alkali fosfatase. Fungsi sintetik
biasanya tidak berpengaruh kecuali pasien mempunyai status hemodinamik yang
tidak stabil dalam waktu yang lama.
5) Gagal ginjal
Hipoperfusi tampaknya merupakan mekanisme yang utama terjadinya
gagal ginjal pada keadaan sepsis, yang dimanifestasikan sebagai oliguria,
azotemia, dan sel-sel peradangan pada urinalisis. Jika gagal ginjal berlangsung
berat atau ginjal tidak mendapatkan perfusi yang memadai, maka selanjutnya
terapi penggantian fungsi ginjal (misalnya hemodialisis) diindikasikan.
6) Sindroma disfungsi multiorgan
Disfungsi dua sistem organ atau lebih sehingga intervensi diperlukan
untuk mempertahankan homeostasis. Primer, dimana gangguan fungsi organ
disebabkan langsung oleh infeksi atau trauma pada organ-organ tersebut. Misal,
gangguan fungsi jantung/paru pada keadaan pneumonia yang berat. Sekunder,
dimana gangguan fungsi organ disebabkan oleh respons peradangan yang
menyeluruh terhadap serangan. Misal, ALI atau ARDS pada keadaan urosepsis.
7. PENATALAKASANAAN
8. PENCEGAHAN
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian primer(Morton & Fontaine, 2012)a.
1) Airway-
Yakinkan kepatenan jalan nafas klien
Berikan alat bantu napas jika perlub.
2) Breathing
Kaji pernapasan klien jika lebih dari 24x merupakan gejala
Kaji saturasi oksigen-Periksa gas darah arteri untuk mnegkaji status
oksigenasi dan kemungkinan asidosis-Berikan 100% oksigen melalui
non re-breath mask
Auskutasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada-Periksa foto
thorakc.
3) Circulation
Kaji denyut jantung > 100 kali per menit merupakan tanda syok-
Monitor tekanan darah, hipotensi salah satu tanda syok
Kaji CRT
Pemeriksaan darah lengkap
Kaji temperatur kemungkinan klien pyreksia atau tempertur kurang dari
36oC-Lakukan pemeriksaan urindan sputum
Berikan antibiotik spectrum luas
4) Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada klien sepsis.
Kaji tingkat kesadarn dengan AVPU
A : Korban sadar, jika tidak segera lanjutkan dengan Verbal
V : Coba memanggil klien dengan keras di dekat telinga klien, jika
tidak ada respon lanjut ke Pain
P : Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling
mudah adalah menekan bagian putih dari kuku tangan (di pangkal
kuku), selain itu dapat juga dengan menekanbagian tengah tulang
dada (sternum) dan juga areal diatas mata (supra orbital).
U : Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih tidak bereaksi
maka pasien berada dalam keadaan unresponsivee.
5) Exposure
Jika sumbe rinfeksi tidak diketahui cari adanya cidera, luka dan tempat
suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya
b. Pengkajian sekunder(Talbot, 2010)
1) Aktivitas dan istirahat
Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomniab.
2) Sirkulasi
Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass
cardiopulmonary, fenomena embolik (darah, udara, lemak)
Obyektif : hipotensi terjadi pada stadium lanjut (syok)
3) Heart rate : takikardi biasa terjadid.
4) Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat
terjadi disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normale.
5) Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Sianosis biasa
terjadi (stadium lanjut)
6) Integritas Ego
Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian
Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
7) Makanan/Cairan
Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea
Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan,
hilang/melemahnya bowel sounds
8) Neurosensori
Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan
mental, disfungsi motoriki.
9) Respirasi
Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi
pulmolal diffuse, kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”
Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting.
10) Rasa Aman
Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis,
transfusi darah, episode anaplastikk.
11) Seksualitas
Subyektif atau obyektif : Riwayat kehamilan dengan
komplikasi eklampsia
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
I. 0003 Gangguan Pertukaran Gas
II. 0001 Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif.
III. 0005 Pola Napas Tidak Efektif.
IV. 0129 Hipertermia.
V. 0019 Defisit Nutrisi.
VI. 0011 Risiko Penurunan Curah Jantung.