Anda di halaman 1dari 50

PENGKAJIAN FISIK SISTEM GENITOURINARIA DAN SISTEM

REPRODUKSI

Dosen Pengampu : Dr. Sudirman, MN.

Disusun oleh Kelompok 3:

1. Dian Noviantika (P1337420618082)


2. Renita Wahyuni (P1337420618062)
3. Heru Trias Yunanto (P1337420618079)
4. Amelia Laraswati (P1337420618095)
5. Heny Tri Suryani (P1337420618010)
6. Sinta Widhi Kurniawati (P1337420618063)
7. Syaqiq Balkhy Alwany (P1337420618094)
8. Fajar Oktavian Raharjo (P1337420618077)

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2A3 INTERNASIONAL
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Beberapa tahun terakhir ini angka morbiditas dan mortalitas penyakit di


pada sistem perkemihan di Indonesia semakin meningkat jumlahnya. Perubahan
gaya hidup masyarakat dan pengetahuan masyarakat mengenai informasi
penyakit-penyakit sistem perkemihan diyakini sebagai salah satu penyebab
tingginya penyakit tersebut. Keluhan penyakit yang terkait dengan sistem ini
banyak dijumpai di layanan kesehatan primer. Sehingga kemampuan seorang
tenaga kesehatan dalam mendeteksi dini kelainan tersebut akan sangat membantu
dalam menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan meningkatkan kualitas hidup
penderita.
Kemajuan penatalaksanaan penyakit sistem perkemihan mulai dari
pengkajian yang tepat, diagnostik, terapi medik, terapi bedah dan rehabilitasi
menyebabkan jumlah penderita penyakit sistem perkemihan yang ditangani
semakin baik yang meningkatkan harapan hidup penderita. Meskipun demikian,
hal ini tidak menyelesaikan masalah karena adakalanya, beberapa penyakit
meninggalkan gejala sisa bagi penderita sehingga mengurangi produktivitas kerja
dan kualitas hidup. Selain itu semuanya memerlukan biaya yang sangat besar, dan
sumber daya manusia yang terampil dalam penatalaksanaannya.
Tindakan pencegahan terhadap penyakit sistem perkemihan perlu
ditingkatkan karena selain murah dan mudah, dapat dilakukan dimana saja, kapan
saja dan oleh siapa saja, tetapi memerlukan perubahan gaya hidup masyarakat
Indonesia terhadap penyakit sistem perkemihan. Faktor risiko dari penyakit sistem
perkemihan perlu mendapat perhatian khusus, karena risiko hari ini merupakan
penyakit di masa yang akan datang. Selain memfokuskan perhatian pada mereka
yang telah menderita penyakit, kita juga perlu memusatkan perhatian pada mereka
yang belum menderita tetapi mempunyai resiko untuk menderita penyakit. Karena
sesungguhnya jumlah orang yang mempunyai risiko jatuh sakit jauh lebih banyak
daripada mereka yang telah menderita penyakit.
Penegakkan diagnosis kelainan-kelainan pada sistem perkemihan yang
tepat menjadi sangat penting dalam tata laksana pasien berikutnya. Seorang tenaga
kesehatan dituntut untuk dapat melakukan pemeriksaan-pemeriksaan dasar urologi
dengan seksama dan sistematik mulai dari:
1. Pemeriksaan subyektif untuk mencermati keluhan yang disampaikan oleh
pasien yang digali melalui anamnesis yang sistematik
2. Pemeriksaan obyektif yaitu melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien
untuk mencari data-data objektif mengenai keadaan pasien, dan
3. Pemeriksaan penunjang yaitu melalui pemeriksaan-pemeriksaan
laboratorium maupun pemeriksaan diagnostik lainnya.

Alat kelamin atau sistem reproduksi merupakan bagian yang pening untuk
dikaji pada wanita. Berbagai masalah yang berkaitan dengan sistem reproduksi
wanita dapat terjadi misalnya masalah yang berkaitan dengan kontrasepsi,
kehamilan, gangguan menstruasi maupun menopause.

Sistem reproduksi wanita terdiri dari dua bagian utama aitu alat kelamin luar
dan dalam yang berkembang dan berfungsi sesuai dengan pengaruh hormon-
hormon yang juga mempengaruhi fertilitas, kehamilan, melahirkan, dan
kemampuan mencapai kepuasan sexual. Alat kelamin luar terdiri dari mons pubis,
klitoris, labia mayora, labia minora, dan beberapa struktur yang berkaitan
(kelenjar bartholini, skene’s,dan meatus uretra) alat kelamin dalam terrdiri dari
vagina uteruss, ovarium dan tuba falopii.

Pada tahun-tahun sebelum menstruasi dan saaat hamil, uterus wanita


mengalami perubahan ukuran. Menstruasi pertama kali pada wanita terjadi
memasuki usia remaja dan menopause pada saat wanita berusia 40-55tahun.
B. Tujuan
1. Menjelaskan konsep dasar pemeriksaan fisik pada sistem perkemihan
2. Menjelaskan teknik pemeriksaan fisik ginjal
3. Menjelaskan teknik pemeriksaan fisik genitalia eksterna
4. Menjelasakan standar operasional prosedur pemeriksaan fisik ginjal
5. Menjelaskan standar operasional prosedur pemeriksaan fisik genitalia
eksterna
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM GENITOURINARIA

A. Konsep dasar pemeriksaan Sistem Genitourinaria


Pemeriksaan sistem perkemihan terhadap kelainan yang mungkin dialami
oleh klien dilakukan dengan melakukan anamnesis keluhan yang dialami oleh
klien, pemeriksaan fisik terhadap fungsi dari sistem perkemihan, dan kemudian
dibandingkan dengan hasil dari pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
diagnostik lainnya.

1. Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu wawancara kepada klien yang ditujukan
untuk mengetahui secara dini penyakit yang kemungkinan di derita oleh klien.
Anamnesis merupakan suatu proses pengumpulan data adalah mengumpulkan
informasi yang sistematik tentang klien termasuk kekuatan dan kelemahan klien.
Data dikumpulkan dari klien (autoanamnesa) atau dari orang lain (alloanamnesa),
yaitu dari keluarga, orang terdekat, masyarakat.
Data yang diperoleh dari proses anamnesis merupakan data subjektif. Data
Subjektif menunjukkan persepsi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan.
Klien mengungkapkan persepsi dan perasaan subjektif seperti harga diri atau
nyeri. Data subjektif adalah informasi yang diucapkan oleh klien kepada perawat
selama wawancara atau pengkajian keperawatan, yaitu komentar yang didengar
oleh perawat. Data subjektif biasa disebut ”gejala”. Data subjektif atau gejala
adalah fenomena yang dialami oleh klien dan mungkin suatu permulaan kebiasaan
dari sensasi normal klien. Contoh : saya merasa sakit dan perih ketika buang air
kecil, perut saya terasa melilit, badan saya sakit semua, dll.
a. Keluhan utama dan riwayat penyakit
a. Tanda dan gejala utama pada klien dengan gangguan sistem perkemihan
adalah pola berkemih, nyeri dan perubahan urin.
b. Sangat penting juga untuk mengkaji gejala awal, faktor presipitasi, seting
seputar masalah (aktivitas dan kondisi lingkungan), pola umum dan
episode penyakit (akut, kronis dan intermitten), dan apakah klien pernah
mengalami hal yang serupa.

c. Riwayat pengobatan juga perlu dikaji karena sangat berpengaruh terhadap


perawatan selanjutnya. Dari sini juga kemungkinan diketemukan faktor
pencetus pen\yakit yang diakibatkan karena pengobatan tertentu

b. Keluhan Miksi
Keluhan yang dirasakan oleh pasien pada saat miksi meliputi keluhan iritasi,
obstruksi, inkontinensia dan enuresis. Keluhan iritasi meliputi urgensi,
polakisuria, nokturia dan disuria; sedangkan keluhan obstruksi meluiputi
hesitansi, harus mengejan saat miksi, pancaran urine melemah, intermitensi dan
menetes serta masih terasa ada sisa urine sehabis miksi. Keluhan iritasi dan
obstruksi dikenal sebagai lower urinary tract syndrome.

a. Gejala Iritasi
Urgensi adalah rasa sangat ingin kencing hingga terasa sakit, akibat
hiperiritabilitas dan hiperaktivitas buli-buli sehingga inflamasi, terdapat
benda asing di dalam buli-buli, adanya obstruksi intravesika atau karena
kelainan buli-buli nerogen. Frekuensi, atau polaksuria, adalah frekuensi
berkemih yang lebih dari normal (keluhan ini paling sering ditemukan pada
pasien urologi). Hal ini dapat disebabkan karena produksi urine yang
berlebihan atau karena kapasitas buli buli yang menurun. Nokturia adalah
polaksuria yang terjadi pada malam hari. Pada malam hari, produksi urin
meningkat pada pasien-pasien gagal jantung kongestif dan edema perifer
karena berada pada posisi supinasi. Pada pasien usia tua juga dapat
ditemukan produksi urine pada malam hari meningkat karena kegagalan
ginjal melakukan konsenstrasi urine.
b. Gejala Obstruksi
Normalnya, relaksasi sfingter uretra eksterna akan diikuti pengeluaran urin.
Apabila terdapat obstruksi intravesika, awal keluarnya urine menjadi lebih
lama dan sering pasien harus mengejan untuk memulai miksi. Setelah urine
keluar, seringkali pancarannya lemah dan tidak jauh, bahkan urine jatuh
dekat kaki pasien. Di pertengahan miksi seringkali miksi berhenti dan
kemudian memancar lagi (disebut dengan intermiten), dan miksi diakhiri
dengan perasaan masih terasa ada sisa urine di dalam buli buli dengan masih
keluar tetesan urine (terminal dribbling). Apabila buli-buli tidak mampu lagi
mengosongkan isinya, akan terasa nyeri pada daerah suprapubik dan diikuti
dengan keinginan miksi yang sakit (urgensi). Lama kelamaan, buli-buli isinya
makin penuh hingga keluar urin yang menetes tanpa disadari yang dikenal
sebagai inkontinensia paradoksa. Obstruksi uretra karena striktura uretra
anterior biasanya ditandai dengan pancaran kecil, deras, bercabang dan
kadang berputar putar.
c. Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine adalah ketidak mampuan seseorang untuk menahan urine
yang keluar dari buli buli, baik disadari ataupun tidak disadari. Terdapat
beberapa macam inkontinensia urine, yaitu inkontinensia true atau continuous
(urine selalu keluar), inkontinensia stress (Tekanan abdomen meningkat),
inkontinensia urge (ada keinginan untuk kencing) dan inkontinensia
paradoksa (Buli-buli penuh).
d. Hematuria
Hematuria adalah didapatkannya darah atau sel darah merah di dalam urine.
Hal ini perlu dibedakan dengan bloody urethral discharge, yaitu adanya
perdarahan per uretram yang keluar tanpa proses miksi. Porsi hematuria perlu
diperhatikan apakah terjadi pada awal miksi (hematuria inisial), seluruh
proses miksi (hematuria total) atau akhir miksi (hematuria terminal).
Hematuria dapat disebabkan oleh berbagai kelainan pada saluran kemih,
mulai dari infeksi hingga keganasan.
e. Pneumaturia
Pneumaturia adalah berkemih yang tercampur dengan udara, dapat terjadi
karena adanya fistula antara buli-buli dengan usus, atau terdapat proses
fermentasi glukosa menjadi gas karbondioksida di dalam urine, seperti pada
pasien diabetes mellitus.
f. Hematospermia
Hematospermia atau hemospermia adalah adanya darah di dalam ejakulat,
biasa ditemukan pada pasien usia 30-40 tahun. Kurang lebih 85-90%
mengeluhkan hematospermia berulang. Hematospermia paling sering
disebabkan oleh kelainan pada prostat dan vesikula seminalis. Paling banyak
hematospermia tidak diketahui penyebabnya dan dapat sembuh sendiri.
Hematospermia sekunder dapat disebabkan oleh paska biopsi prostat, adanya
infeksi vesikula seminalis atau prostat, atau oleh karsinoma prostat.
g. Cloudy Urine
Cloudy urine adalah urine bewarna keruh dan berbau busuk akibat adanya
infeksi saluran kemih.

2. Variasi dan pola berkemih


a. Frekuensi berkemih per hari
Peningkatan frekuensi dapat diakibatkan karena penurunan
kapasitas vesika urinaria karena inflamasi, infeksi, penyakit neurogenik,
adanya masa asing, radiasi dan trauma kimia.gangguan frekuensi dapat
juga terjadi karena distensi vesika urinaria lama dan adanya obstruksi.
b. Frekuensi nocturia dan approximate volume
Nocturia atau kencing pada malam hari dapat meningkat
frekuensinya jika terjadi masalah-masalah seperti pada poin a juga
ditambah adanya gangguan mobilisasi pada dependent edema. Nocturia
dengan frekuensi tinggi bisa menjadi indiksasi pertama kali terjadinya
insufisiensi renal dan ginjal kehilangan fungsinya dalam membentuk
konsentrasi urin. Pada laki-laki hal ini juga mengindikasikan pembesaran
kelenjar prostat.
c. Ketidakmampuan atau kesulitan berkemih
Keadaan ini merupakan tanda dari keadaan penyakit-penyakit
obstruksi pada traktus urinaria bawah atau penyakit neurologi
d. Dysuria dan urgency
Perasaan terbakar atau tidak nyaman saat berkemih (dysuria)
berhubungan dengan aching suprapubic dan spasme. Serta perasaan
urgency atau keinginan yang teramat sangat untuk berkemih yang tiba-tiba
walaupun sudah berkemih. Hal ini disebabkan karena infeksi pada bladder
dan urethra, calculi (batu), nonbacterial inflamasi, benda asing, tumor dan
prostatitis.
e. Estimasi output urin
Oliguria (100-500mL/24jam), anury (<100mL/24jam)
mengindikasikan insufisiensi renal yang mungkin disebabkan karena
hypovolemia, shock, trauma, incompatibility transfusi darah, atau
keracunan obat. Peningkatan volume urin (polyuria) muncul pada
penderita diabetes mellitus, diabetes insipidus, beberapa type chronic renal
failure (CRF) dan peningkatan diuretik.
f. Involuntary voiding (inkontinensia)
Eneuresis adalah inkontinensia yang terjadi saat tidur. Hal ini dapat
terjadi karena penyakit psychogenic, obstruksi, infeksi, dan disfungsi
neurogenic

3. Nyeri
Nyeri yang disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada organ urogenitalia
dirasakan sebagai nyeri lokal (nyeri yang dirasakan di sekitar organ tersebut)
atau berupa referred pain (nyeri yang dirasakan jauh dari tempat organ yang
sakit). Inflamasi akut pada organ padat traktus urogenitalia seringkali
dirasakan sangat nyeri, hal ini disebabkan karena regangan kapsul yang
melingkupi organ tersebut. Maka dari itu, pielonefritis, prostatitis, maupun
epididimitis akut dirasakan sangat nyeri, berbeda dengan organ berongga
sperti buli-buli atau uretra, dirasakan sebagai kurang nyaman/discomfort.
a. Nyeri Ginjal
Nyeri ginjal terjadi akibat regangan kapsul ginjal. Regangan kapsul ini dapat
terjadi pada pielonefritis akut yang menumbulkan edema, pada obstruksi
saluran kemih yang menjadi penyebab hidronefritis, atau pada tumor ginjal.
b. Nyeri Kolik
Nyeri kolik terjadi pada spasmus otot polos ureter karena gerakan
peristaltik yang terhambat oleh batu, bekuan darah atau corpus alienum lain.
Nyeri ini sangat sakit, namun hilang timbul bergantung dari gerakan
perilstaltik ureter. Nyeri tersebut dapat dirasakan pertama tama di daerah sudut
kosto-vertebra, kemudian menjalar ke dinding depan abdomen, ke regio
inguinal hingga ke daerah kemalian. Sering nyeri ini diikuti keluhan pada
sistem pencernaan, seperti mual dan muntah.
c. Nyeri Vesika
Nyeri vesika dirasakan pada daerah suprasimfisis. Nyeri terjadi akibat
overdistensi vesika urinaria yang mengalami retensi urin atau terdapatnya
inflamasi pada buli buli. Nyeri muncul apabila buli-buli terisi penuh dan nyeri
akan berkurang pada saat selesai miksi. Stranguria adalah keadaan dimana
pasien merasakan nyeri sangat hebat seperti ditusuk-tusuk pada akhir miksi
dan kadang disertai hematuria.
d. Nyeri Prostat
Nyeri prostat disebabkan karena inflamasi yang mengakibatkan edema
kelenjar postat dan distensi kapsul prostat. Lokasi nyeri sulit ditentukan,
namun umunya diaraskan pada abdomen bawah, inguinal, perineal,
lumbosakral atau nyeri rektum. Nyeri prostat ini sering diikuti keluhan miksi
seperti frekuensi, disuria dan bahkan retensi urine.
e. Nyeri testis atau epididimis
Nyeri dirasakan pada kantong skrotum dapat berupa nyeri primer (yakni
berasal dari kelainan organ di kantong skrotum) atau refered pain (berasal dari
organ di luar skrotum). Nyeri akut primer dapat disebabkan oleh toriso testis
atau torsio apendiks testis, epididimitis/orkitis akut, atau trauma pada testis.
Inflamasi akut pada testis atau epididimis menyebabkan pergangan pada
kapsulnya dan sangat nyeri. Nyeri testis sering dirasakan pada daerah
abdomen, sehingga sering dianggap disebabkan kelainan organ abdominal.
Blunt pain disekitar testis dapat disebabkan varikokel, hidrokel, maupun
tumor testis.
f. Nyeri penis
Nyeri yang dirasakan pada penis yang sedang flaccid (tidak ereksi) biasanya
merupakan refered pain dari inflamasi pada mukosa buli buli atau ueretra,
terutama pada meatus uretra eksternum. Nyeri pada ujung penis dapat
disebabkan parafimosis atau keradangan pada prepusium atau glans penis.
Sedangkan nyeri yang terasa pada saat ereksi mungkin disebabkan oleh
penyakit Peyronie atau priapismus (ereksi terus menerus tanpa diikuti ereksi
glans).

4. Perubahan-perubahan pada urin


a. Tanyakan pada pasien tentang perubahan bau urin, hematuria baik gross
maupun mikroskopic hematuria. Tanyakan perubahan warna yang terjadi,
kapan waktunya dan kemungkinan penyebabnya kalau memungkinkan.
Jika hematuri terjadi, tanyakan pula kemungkinan penggunaan
antikoagulan misalnya coumarin, obat antiplatelet semacam aspirin, dan
obat yang menyebabkan urin berwarna merah semacam pyridium.

b. Urin kemungkinan menjadi lebih gelap seperti warna “kola” , yang


berhubungan dengan stres fisik, latihan dan trauma. Hal ini berhubungan
dengan hilangnya myoglobulin dari kerusakan otot-otot yang menyaring
menuju urin. Warna gelap kemungkinan hanya terjadi beberapa jam tetapi
hal ini sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Tanyakan pula urin
yang keruh, bau, dan tampak cloudy white yang kemungkinan terjadi
infeksi saluran perkemihan

c. Nyeri uretral, biasanya berhubungan dengan inflamasi atau adanya benda


asing. Sensasi terbakar pada saat berkemihdan diikuti oleh nyeri seperti
spasme yang diakibatkan inflamasi.
d. Nyeri prostat (prostatic pain), berhubungan dengan prostatitis akut dan
digambarkan sebagai perasaan vague discomport atau perasaan penuh
pada area perineal dan rektal. Jika obstruksi akut terjadi, nyeri bladder dan
backache (nyeri punggung) dapat muncul

5. Tanda-tanda klinis tambahan


a. Gangguan gastrointestinal juga kemungkinan terjadi karena organ-organ
urinaria berdekatan dan bersharing autonomy dan sensory innervation.

b. Keluhan-keluhan gastrointestinal biasanya menyertai gangguan


perkemihan.

c. Nausea, vomiting, anoreksia, diare, abdominal discomfort, dan gangguan


lainnya akan muncul.

d. Itching secara general dan iritasi kulit mungkin juga terjadi karena adanya
penumpukan zat-zat toxic sebagai akibat menurunnya fungsi ginjal
sehingga tidak dapat mengekskresi sampah metabolisme.

e. Tanyakan pula adanya gangguan pada meatus uretra yaitu tentang sekresi
dan drainase. Tanyakan pula pada klien perempuan tentang drainase pada
traktus urinaria seperti infeksi jamur atau penyakit akibat hubungan
seksual. Menstruasi juga perlu dikaji, karena saat menstruasi erytrosite
akan bercampur urin sehingga mengaburkan hasil pemriksaan. Perawat
harus hati-hati dalam mengambil specimen urin saat pasien mengalami
menstruasi.

f. Perhatikan pula tanda-tanda klinis seperti malaise, fever, dan penurunan


berat badan atau penambahan berat badan akibat edema. Tanda-tanda
umum tersebut kemungkinan disebabkan karena infeksi, maligna, CRF,
atau penyakit perkemihan yang lain.

6. Riwayat medis yang lalu


a. Tanyakan tentang penyakit medikal atau bedah yang dialami pada masa
lampau.
b. Penyakit ginjal juga berhubungan dengan gangguan metabolis, neurologis,
GI, hematologi, dermatologi, skeletal, dan respirasi

7. Riwayat keluarga
a. Kaji tentang keadaan anomalies pada tractus urinaria pada anggota
keluarga yang lain contohnya polycistic ginjal.

8. Psikososial dan gaya hidup


a. Kaji gaya hidup dan kebiasaan pasien yang bisa menjadi faktor
predisposisi penyakit sistem urinaria misalnya kebiasaan merokok serta
terkontaminasinya seseorang dengan zat-zat yang bisa memperberat
tibulnya kanker.

b. Faktor-faktor kekurangan minum serta pengkonsumsian diit tinggi purin


atau kalsium yang akan menyebabkan penyakit calculi (batu saluran
perkemihan).

c. Kaji pula tentang konsep diri pasien dalam menghadapi penyakitnya saat
ini.

B. Pemeriksaan Fisik Pada Ginjal

Inspeksi :
Langkah pertama pada pemeriksaan pasien dengan gangguan sistem
perkemihan adalah inspeksi, yaitu melihat dan mengevaluasi pasien secara visual
dan merupakan metode tertua yang digunakan untuk mengkaji/menilai pasien.
Secara formal, pemeriksa menggunakan indera penglihatan berkonsentrasi untuk
melihat pasien secara seksama, persisten dan tanpa terburu-buru, sejak detik
pertama bertemu, dengan cara memperoleh riwayat pasien dan, terutama,
sepanjang pemeriksaan fisik dilakukan.
Inspeksi juga menggunakan indera pendengaran dan penciuman untuk
mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan memvalidasi apa yang dilihat oleh mata
dan dikaitkan dengan suara atau bau yang berasal dari pasien. Pemeriksa
kemudian akan mengumpulkan dan menggolongkan informasi yang diterima oleh
semua indera tersebut, baik disadari maupun tidak disadari, dan membentuk opini,
subyektif dan obyektif, mengenai pasien, yang akan membantu dalam membuat
keputusan diagnosis dan terapi. Pemeriksa yang telah melakukan observasi selama
bertahun-tahun (ahli) melaporkan bahwa mereka seringkali mempunyai persepsi
intuitif mengenai sumber/penyebab masalah kesehatan pasien segera setelah
melihat pasien. Inspeksi pada sistem perkemihan meliputi :

a. pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas harus diperhatikan


pada saat melakukan inspeksi pada daerah ini. Pembesaran itu mungkin
disebabkan oleh karena hidronefrosis atau tumor pada daerah
retroperitonium.
b. edema terutama di wajah dan mata, ekstremitas bawah, dan jika pasien
dalam keadaan bedfast kaji edema pada permukaan sakral.

c. Kaji turgor kulit dan status hydrasi.

d. Observasi warna kulit, pallor menandakan anemia.

e. Fullness pada flank, kemungkinan adanya tumor, kista, abses atau


akumulasi cairan pada pelvis renal (hydronephrosis). Hal ini akan
menjadi bertambah terasa jika pasien duduk dan lean forward.

f. Suprapubic bulge, jika terjadi distensi bladder (500mL) atau lebih.

g. Inspeksi meatus uretra jika ada edema, kemerahan, dan sekresi

h. Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan atau massa


jaringan parut bekas irisan atau operasi di suprasimfisis

Prosedur Inspeksi pada Ginjal


Prosedur Temuan
1. Pasien tidur terlentang Normal keadaan abdomen simetris tidak
pemeriksaan di sebelah kanan tampak masa dan tidak ada pulsasi
2. Kaji daerah abdomen pada garis
mid klaikula kiri dan kanan atau
daerah costovetebral angle Bila tampak masa dan pulsasi
(CVA) atau lower edge of rib kemungkinan ada
cage polikistik,hidroneprosis ataupun nefroma
3. Perhatikan simetris atau tidak
tampak ada masa dan pulsasi

Palpasi
a. Palpasi Ginjal Kanan
1. Letakkan tangan kiri anda di belakang pasien, paralel pada costa ke-12,
dengan ujung jari anda menyentuh sudut kostovertebral. Angkat, dan
cobalah mendorong ginjal kanan ke depan (anterior).
2. Letakkan tangan kanan anda dengan lembut pada kuadran kanan atas, di
sebelah lateral dan sejajar terhadap otot rektus (muskulus rektus abdominis
dekstra)
3. Mintalah penderita untuk bernapas dalam. Pada waktu puncak inspirasi,
tekanlah tangan kanan anda dalam-dalam ke kuadran kanan atas, di bawah
arcus costa, dan cobalah untuk “menangkap” ginjal diantara kedua tangan
anda.
4. Mintalah penderita untuk membuang napas dan menahan napas. Pelan-
pelan, lepaskan tekanan tangan kanan anda, dan rasakan bagaimana ginjal
akan kembali ke posisi pada waktu ekspirasi. Apabila ginjal teraba
(normalnya jarang teraba), tentukan ukurannya, contour, dan ada/tidaknya
nyeri tekan.
Gambar . Teknik palpasi bimanual pada ginjal kanan

b. Palpasi Ginjal Kiri


Untuk meraba ginjal kiri, pindahlah ke sebelah kiri penderita. Gunakan tangan
kanan Anda untuk menyanggga dan mengangkat dari belakang, dan tangan kiri
untuk meraba pada kuadran kiri atas. Lakukan pemeriksaan seperti ginjal kanan.
Ginjal kiri yang normal jarang dapat teraba.

Prosedur Palpasi Pada Ginjal


Prosedur Temuan
1. Ginjal setinggi dibawah
diaphragma sehingga tersembunyi 1. Pada keadaan normal ginjal
dibawah lekung iga tidak teraba, apabila ginjal
2. Untuk ginjal kiri dilakukan teraba dan mendasar dengan
pemeriksa berada pada sisi kanan kenyal, kemungkinan adanya
pasien posisi terlentang. polikistik maupaun
Pemeriksa meletakan tangan kiri hidroneposis
di bawah pinggang di nyeri tekan
costovertebral angle (CVA) kiri, 2. Bila dilakukan penekanan
tangan kanan berada dibawah iga pasien mengeluh sakit, hal ini
kiri pada garis mid di bawah tanda kemungkinan adanya
klavikula peradangan
3. instruksikan pasien menarik nafas
dalam dan mengeluaarkaan
dengan lengkap
4. Pada saat pasien menarik napas,
angkat bagian CVA kiri dengan
tangan kiri dan tangan kanan
melakukan palpasi kanan dalam
5. Bila ginjal teraba rasakan kontur
(bentuk), ukuran dan adanya nyeri
tekan
6. Untuk ginjal kanan tempatkan
tangan kiri dibaawah pinggang di
daerah CVA kanan, tangan kanan
berada dilengkungan iga kanan
7. Lakukan maneuver yang sama
seperti pada palpasi ginjal kiri

Perkusi

Perkusi langsung dan tak langsung juga dapat dilakukan dengan kepalan
tangan. Perkusi langsung kepalan tangan melibatkan kepalan dari tangan yang
dominan yang kemudian mengetuk permukaan tubuh langsung. Perkusi langsung
kepalan bermanfaat untuk toraks posterior, terutama jika perkusi jari tidak
berhasil. Pada perkusi tak langsung dengan kepalan, plessimeter menjadi tangan
yang pasif, diletakkan pada tubuh ketika pleksimeter (kepalan dari tangan yang
dominan) mengetuk. Kedua metode prekusi bermanfaat untuk menilai, misalnya,
nyeri tekan costovertebral angle (CVA) ginjal.
Pada pemeriksaan fungsi sistem perkemihan pada saat dilakukan perkusi
mungkin akan dirasakan nyeri pada lokasi yang sakit. Sehingga perlu
diperhatikan dalam melakukan tindakan perkusi agar dilakukan dengan hati-hati
dengan memperhatikan ekspresi klien.
Gambar Perkusi kepalan tangan.
(A) Perkusi tak langsung pada daerah costovertebral (CVA).
(B) Perkusi langsung pada CVA.
Prosedur Perkusi Pada Ginjal
Prosedur Temuan
1. Pasien dalam posisi terlungkup Normal tidak menghasilkan nyeri
atau posisi duduk perkusi tekan bila ada nyeri tekan diduga ada
dilakukan dari arah belakang inflamasi akut
karena posisi ginjal berada
didaerah belakang.
2. Letakan tangan kiri diatas CVA
dan lakukan perkusi diatas
tangan kiri dengan
menggunakan kepalan tangan
untuk mengevaluasi nyeri tekan
ginjal

Auskultasi

Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut


kostovertebral dan kuadran atas abdomen
Pada pemeriksaan sistem perkemihan beberapa suara abnormal yang
mungkin ditemukan adalah suara desiran (bising) yang merupakan indikasi
terjadinya stenosis arteri renal.

Prosedur Auskultasi Pada Ginjal


Prosedur Temuan
1. Dengan menggunakan stetoskop 1. Normal tidak terdengar bunyi
kita dapat mendengar apakah ada naskuler aorta maupaun arteri renalis
bunyi desiran pada aorta dan bila ada bunyi desiran kemungkinan,
arteri renalis adanya RAS ( renalis arteri stenosis)
2. Gunakan sisi bel stetoskop, nephrosclerotik
pemeriksaan mendengarkan
bunyi desiran(bruits) di daerah
epigastrik (aorta) di area ini kita
bisa mendengarkan bunyi aorta.
3. Dengar pula pada daerah kuadran
kiri dan kanan atas karena pada
area ini terdapat arteri renalis kiri
dan kanan

C. Pemeriksaan Fisik Pada Uretra

Ureter tidak bisa dilakukan pemeriksaan di luar, harus digunakan diagnostik


lain seperti BNO,IVP, USG, CT Renal. cyloscopy tetapi keluhan pasien dapat
dijadikan petunjuk adannya masalah pada ureternya, seperti pasien mengeluh sakit
di daerah abdomen yang menjalar kebawah, hal ini yang disebut dengan kolik dan
biasanya behubungan dengan adanya distensi ureter dan spasme ureter dan adanya
obsrtuksi karena batu

D. Pemeriksaan Fisik Pada Kandung Kemih

Prosedur Pemeriksaan Pada Kandung Kemih

Pemeriksaan Temuan

P Inspeksi
1. Perhatikan bagian abdomen bagian Normalnya kandungan kemih terletak
bawah, kandungan kemih adalah organ dibwah simpisis pubis. tetapi setelah
berongga yang mampuh memebesar membesar organ ini dapat dilihat
untuk mengumpulkan dan distensi pada area supra pubis
mengeluarkan urin yang dibuat ginjal
2. 2. Didaerah supra pubis apakah adanya
distensi Bila kandungan kemih penuh maka
Perkusi akan terdengar bunyi dullness atau
1. Pasien dalam posisi terlentang, redup
perkusi dilakukan mengetukan pada
daerah kandung kemih daerah supra
pubis Pada kondisi normal urin dapat
palpasi dikeluarkan secara lengkap dan
1. Lakukan palpasi kandungan kemih kandungan kemih tidak teraba. Bila
pada daerah supra pubis ada obstruksi dibawah ada produksi
urin normal maka urin tidak dapat
dikeluarkan pada kandung kemih
sehingga akan terkumpul pada
kandung kemih. Hal ini
mengakibatkan distensi kandungan
kemih yang bisa dipalapasi didaerah
supra pubis

E. Pemeriksaan Urethra Dan Meatus Urethra


Urethra tidak bisa diperiksa dari luar perlu pemeriksan penunjang sperti
BNO, CYSTOCOPY, yang bisa di identifikasi adalah urin yang keluar

a. Karakteristik urin
1. jumlah perhari
 oliguri : 100-400cc/hari
 anuri : urin output sampai 100cc/hari
 total anuri : urin output 0cc/hari
 polyuria : urin output lebih dari 1500cc/hari
2. dysuria sakit pada saat mengeluarkan urin
3. warna (merah,kuning)
4. baunya
5. pola buang air kecil yang mengalami perubahan
6. kemampuan mengontrol buang aur kecil
 Urgency : tiba-tiba sangat mendesak ingin BAK
 Hesistensy : kesulitan pada saat memulai dan mengakiri BAK
 Dribling : urin keluar secara menetes
 Incontinensia urin : urin keluar dengan sendirinya tidak bisa dikontrol
 Retensi urin : Urin tidak bisa dikeluarkan
7. Nocturia bak pada malam hari

F. Pemeriksaan Meatus Uretha

Pada laki-laki posisi duduk atau berdiri, tekan ujung gland penis dengan
memakai sarung tangan untuk membuka meatus urinary.

Pada wanita posisi dorsal recumbent, buka labia dengan memakai sarung
tangan. Perhatikan meatus urinary

Inspeksi pada meatus urethra apakah ada kelainan sekitar labia. Untuk warna
apakah ada kelainan pada orifisiumuretra pada laki-laki dan juga lihat cairan yang
keluar.

G. Pemeriksaan Prostat Melalui Anus

Pemeriksaan prostat untuk mengidentifikasi pembesaran kelenjar prostat


bagi pasien laki-laki yang mempunyai keluhan yang mengarah pada hypertrhepy
prostat. Prostat merupakan kelenjar yang berkapsul yang beratnya kira-kira 20
gram yang melingkari
urethra pria dibawah leher kandung kemih akibat pembesaran kelenjar
prostat. Berdampak penyumbatan partial atau sepenuhnya pada saluran kemih
bagian bawah.

Prosedur Pemeriksaan Kelenjar Prostat

Prosedur Temuan

1. Bantu pasien mengatur posisi Normal kelenjar prostat dapat teraba


dorsal rekumben atur paha berotasi dengan diameter 4cm dan tidak nyeri
keluar, lutut fleksi dan tutuplah bagian tekan
tubuh yang tidak diperiksa
2. 2. Nampakkan bagian pantat dan
anjurkan pasien untuk memusatkan
perhatian
3. 3. Kenakan sarung tangan dan beri
pelumas pada jari telunjuk kemudian
perlahan-lahan masukan jari telunjuk
ke dalam anus dan rectum
4. 4. Lakukan palpasi pada dinding
anterior untuk mengetahui kelenjar
prostat

H. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pengambilan specimen urin


I) first voided morning specimen menunjukkan keakuratan karakteristik
urin pada bladder

II) specimen urin yang ideal karena pH urin cenderung rendah

○ urin midstream

○ urin dari indweling kateter

○ urin 24 jam

○ residual urin

b. Pemeriksaan urin
I) urinalisis, untuk melihat:

- pH urin

- spesific gravity

- substansi-substansi abnormal (glukosa, protein, aceton)

II) Osmolalitas urin

- Digunakan untuk melihat konsentrasi urin. Peningkatan


osmolalitas urin menunjukkan adanya dehidrasi.

c. Pemeriksaan diagnostik untuk fungsi ginjal melalui pemeriksaan serum


Blood urea nitrogen (BUN) (normal 5-20 mg/dL.)

I) Peningkatan kadar BUN adalah salah satu indikator terjadinya


penurunan fungsi ginjal.

II) Tetapi peningkatan BUN juga disebabkan oleh faktor-faktor lain


misalnya tingginya pemecahan protein dalam tubuh sebagai akibat
sepsis, fever, dehidrasi, shock, congestif heart failure dan perdarahan
gastrointestinal.
III) Peningkatan BUN yang diakibatkan penurunan ffungsi ginjal sendiri
diakibatkan karena glumerulonefritis, pyogenic infeksi, dan trauma.
Peningkatan BUN tidak terjadi pada penyakit parenkim ginjal kecuali
terjadi kerusakan sampai 2/3 dari nefron.

IV) Penurunan kadar BUN bisa disebabkan karena overhydrasi,


malnutrisi, penyakit liver berat.

V) Level BUN juga dapat dijadikan acuan untuk memonitor fungsi renal
saat penderita menggunakan obat yang dapat meraacuni ginjal
misalnya aminoglycosides.

d. Kreatinin (normal: 0,5-1,5 mg/dL.)


I) Kreatinin adalah prosuk sampah di dalam darah yang berasal dari
kreatin sebagai partisipasi dalam fisiologi konstraksi otot.

II) Kadar kreatinin adalah konstan dan tidak dipengaruhi oleh beberapa
variabel lain sehingga jika ada peningkatan kadar kreatinin serum di
dalam darah, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi gangguan
ekskresi.

III) Berarti dapat pula disimpulkan telah terjadi insufisiensi fungsi renal.
Jadi peningkatan kadar kreatin merupakan indikator pasti kerusakan
ginjal.

e. Creatinin clearance (normal 72-140 mL/mnt)


I) Adalah tes untuk membandingkan level kreatinin serum dengan
ekskresi kreatinin dalam volume urin selama periode tertentu.
Penurunan hasil tes creatinin clearance menunjukkan penurunan fungsi
glumerulo. Rumusnya:

II) Urin creatin x urin volume = CCR

Serum kreatinin
f. Uric acid (asam urat) (normal 2-7 mg/dL)
I) Peningkatan kadar asam uran diakibatkan karena beberapa penyakit
metabolisme seperti gout. Hal ini perlu dikaji karena
peningkatannya bisa menyebabkan terbentuknya calculi.

g. Lain-lain
I) Plain abdominal X-Ray: Digunakan untuk pemeriksaan calculi

II) Excretory urogram (intravenous pyelogram/ IVP): Digunakan untuk


mendeteksi lesi pada traktus urinaria

III) Cystography dan urethrography: Untuk melihat struktur dan fungsi


traktus urinaria bawah

IV) Cystoscopy dan uretroscopy: Memvisualisasikan struktur traktus


urinaria

V) Uroflowmetry

VI) Cystometrogram (mengukur tekanan bladder saat berkemih)

VII) Elektromyography (memeriksa kelistrikan otot pada area perineal


seperti spincter selama berkemih).

VIII) Urethral pressure profile (untuk mengevaluasi aktivitas otot pada


uretra)

IX) Biopsi jaringan renal: Pengambilan sebagian contoh jaringan ginjal


untuk menegakkan diagnosa.

X) Uretrografi

Uretrografi adalah pencitraan uretra dengan memakai bahankontras.


Bahan kontras dimasukkan langsung melalui meatus uretra eksterna
melalui klem Broadnya yang dijepitkan pada glans penis. Gambaran
yang mungkin terjadi pada uretrogram adalah :
1. Jika terdapat striktura uretra akan tampak adanya penyempitan
atauhambatan kontras pada uretra.
2. Trauma uretra tampak sebagai ekstravasasi kontras ke luar dinding
uretra, atau
3. Tumor uretra atauuu baru non opak pada uretra tampak sebagai
filling defect pada uretra.

XI) Pielografi Retrograd (RPG)

Pielografi retrograde atau retrograde pyelography (RPG) adalah


pencitraan system urinaria bagian atas (dari ginjal hingga ureter)
dengan cara memasukkan bahan kontras radio-opak langsung melalui
transuretra (Gambar 2-5). Indikasipembuatanfoto adalah :

1. jika ada kontra indikasi pembuatan foto PIV atau


2. PIV belum bisa menjelaskan keadaan ginjal maupun ureter, antara lain
pada ginjal non visualized.
XII) Pielografi Antegrad
Foto pielografi antegrad adalah pencitraan system urinaria bagian atas
dengan cara memasukkan kontras melalui system saluran (kaliks)
ginjal. Bahan kontras dimasukkan melalui kateter nefrostomi yang
sebelumnya sudah terpasang, atau dapat pula dimasukkan melalui
pungsi pada kaliks ginjal.
XIII) USG (Ultrasonografi)
Prinsip pemeriksaan ultrasonografi adalah menangkap gelombang
bunyi ultra yang dipantulkan oleh organ-organ (jaringan) yang berbeda
kepadatanyya. Pemeriksaan ini tidak invasive dan tidak menimbulkan
efek radiasi. USG dapat membedakan antara masa padat (diperekoik)
dengan mas kistus (hipoekoik), sedangkan batu non opak yang tidak
dapat dideteksi dengan foto rontgen akan terdeteksi oleh USG sebagai
echoic shdow.
XIV) CT scan dan MRI (computerized Tomography Scan dan Magnetic
Resonance Imaging)
Pemeriksaan ini lebih baik daripada ultrasonografi tetapi harganya
masih sangat mahal, kedua pemeriksaan ini banyak dipakai dalam
bidang nkolgi untuk menetukan penderajatan (staging) tumor yaitu
batas-batas tumor, invasi ke organdi sekitar tumor, dan mencari adanya
metastasis ke kelenjar limfe serta ke organ lain.
XV) Sintigrafi
Dengan menyuntikkan bahan isotop (radioaktif) yang telah diikat
dengan bahan radiofarma maka tertentu, keberadaan isotop I dalam
organ tdideteksi dengan alat kamera gama. Sintigrafi mampu
menunjukkan keadaan anatomi dan fungsi suatu organ.

SISTEM REPRODUKSI

A. Konsep dasar pemeriksaan Sistem Reproduksi

1. ANAMNESA

Keluhan utama pasien wanita yang pergi ke dokter ginekologi atau poli
kandungan adalah :

1. Keputihan (leucorrhoe) atau infeksi genitalia.

2. Perdarahan pervaginam.
3. Tumor abdomen atau payudara.

4. Kehamilan

Riwayat Kesehatan

Data riwayat kesehatan yang di kumpulkan meliputi pola sehat-sakit riwayat


kesehatan sekarang menggunakan PQRST :

a. kapan pasien mengalami menstruasi,

b. periode menstruasi,

c. menggunakan kontrasepsi,

d. apakah pasien merokok?,

e. menggunakan alkohol,

f. apakah pasangannya menderita infeksi alat kelamin?,

g. bagaimana intensitas melakukan hubungan seks?

Riwayat penyakit keluarga

Ajukan pertanyaan apakah anggota keluarga yang menderita gangguan sistem


reproduksi pembedahan pada sistem reproduksi, atau yang menderita gangguan
sistemik diabetes mellitus, obesitas, penyakit jantung.

Riwayat perkembangan

Pertanyaaan-pertanyaan juga diajukan dengan pertimbangan perkembangan


terutama bila pengkajian dilakukan pada anak-anak, remaja, dewasa, atau usia
lanjut dimana mempunyai ciri-ciri perkembangan yang berbeda. Pengkajian pada
wanita hamil memerlukan ketrampilan khusus yang lebih mendalam.

B. Pemeriksaan Fisik Genitalia Eksterna

1. Pemeriksaan fisik genetalia Pria

Pemeriksaan fisik genitalia dengan inspeksi dan palpasi termasuk prosedur


rutin yang harus dikerjakan pada penderita dengan indikasi kelainan genitalia pria
dan traktus urinarius segmen distal. Organ genitalia pria terdiri dari penis,
scrotum, testis, epididimis, vesika seminalis dan kelenjar prostat. Uretra
merupakan saluran berbentuk pipa yang berfungsi saluran pengeluaran urine yang
telah ditampung di dalam vesica urinaria (kandung kencing) ke luar badan (dunia
luar) dan saluran semen. Saluran tersebut dimulai dari orificium urethra internum
dan masuk lewat di dalam prostat, berlanjut berjalan di dalam corpus cavernosum
urethrae dan berakhir pada lubang luar pada ujung penis (orificium uretra
eksternum). Dengan demikian uretra laki-laki menurut tempat yang dilewati dapat
dibedakan menjadi tiga bagian berurutan, yaitu pars prostatica, pars membranosa
clan pars spongiosa urethrae.
Penis terdiri atas dua buah corpora cavernosa penis, satu buah corpus
cavernosum urethrae (corpus spongiosum penis) dan satu buah corpus
cavernosum glandis sebagai lanjutannya. Saluran uretra melewati corpus
spongiosum. Penis mempunyai 2 permukaan yaitu permukaan ventral dan dorsal,
dan terdiri atas akar, batang dan glans.
Skrotum merupakan kantung yang dibentuk oleh lapisan yang tipis, kulit
yang berkerut-kerut (rugous skin) yang menutupi lapisan tebal, tunica dartos yang
terdiri dari serat-serat otot polos dan fascia. Skrotum menggantung pada pangkal
penis, dimana bagian kiri lebih rendah dibanding yang kanan karena pada skrotum
yang kiri funiculus spermaticus lebih panjang. Kulit skrotum terbagi dua oleh
median raphe yang memanjang dari bagian ventral korpus penis, melewati
pertengahan skrotum sampai ke anus. Dibagian dalam, kedua skrotum dipisahkan
oleh septal fold dari tunica dartos. Masing-masing skrotum berisi testis,
epididimis dan funiculus spermaticus. Kulit skrotum hiperpigmentasi dan
mengandung banyak folikel sebasea yang dapat menyebabkan timbulnya kista.
Kelenturan otot dartos menentukan ukuran skrotum; paparan suhu eksternal yang
dingin menyebabkan skrotum mengecil, sebaliknya sensasi hangat akan
merelaksasikan otot dan memperbesar ukuran skrotum.

Gambar Organ genetalia pria

Hal yang harus diperiksa atau dilihat pada saat melakukan pemeriksaan genitalia
eksternal pria adalah:
a. inspeksi kulit dan rambut disekitar genitalia: bertujuan untuk melihat
perubahan warna, bercak kemerahan dan sebagainya
b. inspeksi penis dan skrotum:
- pasien telah sirkumsisi atau belum
- ukuran penis dan skrotum (bandingkan kiri dan kanan)
- adanya lesi
- bentuk penis (phimosis)
c. inspeksi meatus eksternal uretra
- letak muara eksternal (normalnya terletak ditengah gland penis)
- adanya cairan abnormal yang keluar dari muara (discharge)
d. Skrotum
- adanya lesi atau perubahan warna
- pembengkakan
- memeriksa bagian posterior skrotum

Prosedur Pemeriksaan

INSPEKSI

1. Pertama-tama inspeksi rambut pubis, perhatikan penyebaran dan pola


pertumbuhan rambut pubis. Catat bila rambut pubis tumbuh sedikit atau
tidak sama sekali.
2. Inspeksi kulit, ukuran, dan adanya kelainan lain yang tampak pada penis.
3. Pada pria yang tidak dikhitan, pegang penis dan buka kulup penis, amati
lubang uretra dan kepala penis untuk mengetahui adanya ulkus, jaringan
parut, benjolan, peradangan, dan rabas (bila pasien malu,penis dapat dibuka
oleh pasien sendiri Lubang uretra normalnya terletak di tengah kepala penis.
Pada beberapa kelainan lubang uretra ada yang terletak di bawah batang
penis (hipospadia ) dan ada yang terletak di atas batang penis (epispadia)
4. Inspeksi skrotum dan perhatikan bila ada tanda kemerahan, bengkak, ulkus,
ekskoriasi (goresan), atau nodular. Angkat skrotum dan amati area di
belakang skrotum

PALPASI

1. Lakukan palpasi penis untuk mengetahui adanya nyeri tekan, benjolan, dan
kemungkinan adanya cairan kental yang keluar
2. Palpasi skrotum dan testis dengan menggunakan jempol dan tiga jari
pertama. Palpasi tiap testis dan perhatikan ukuran, konstitensi, bentuk, dan
kelicinannya. Testis normalnya teraba elastis.licin, tidak ada benjolan atau
massa, dan berukuran sekitar 2-4 cm
3. Palpasi epidemis yang memanjang dari puncak testis ke belakang. Normalnya
epididimis teraba lunak
4. Palpasi saluran sperma dengan jempol dan jari telunjuk. Saluran sperma
biasanya ditemukan pada puncak bagian lateral skrotum dan teraba lebih
keras daripada epidedimis

2. Pemeriksaan fisik genetalia Wanita


Genitalia eksternal wanita atau vulva terdiri dari: mons veneris, labia
majora, labia minora, vestibulum dan kelenjar-kelenjarnya, introitus vaginal,
meatus urethra and clitoris. Saluran uretra wanita panjangnya sekitar 3,8 cm.
Uretra bermuara sekitar 2,5 cm dibawah klitoris dan terletak tepat didepan vagina.

Gambar . Organ gentelia wanita


Bagian-bagian organ genetalia wanita :
1. Mons veneris adalah tonjolan bulat dari jaringan lemak diatas simfisis
pubis.
2. Labia mayora adalah dua buah lipatan kulit lebar yang membentuk batas
lateral vulva. Kedua labia mayora bertemu dibagian anterior di mons
veneris untuk membentuk komisura anterior. Labia mayor dan mons
veneneris mempunyai folikel rambut dan kelenjar sebasea.
3. Labia minora sesuai dengan skrotum pada pria. Labia minora adalah
lipatan kulit yang sempit dan berpigmen yang antara labia mayora dan
menutupi vestibulum, yang merupakan daerah diantara kedua labia
minora. Diantara anterior, kedua labia minora membentuk prepusium
klitoris.
4. Klitoris, yang analog dengan penis, terdiri dari jaringan erektil dan banyak
mengandung ujung saraf, klitoris mempunyai satu glans dan dua korpora
kavernosa. Meatus uretra eksternal terletak dibagian anterior vestibulum
dibawah kritoris.
5. Kelenjar parauretra, atau kelenjar Skene, adalah kelenjar –kelenjar kecil
yang bermuara di lateral uretra. Sekresi kelenjar sebasea di daerah ini
melindungi jaringan yang rentan terhadap urin.
6. Kelenjer Bartholin terdiri dari struktur kecil,ukuran diameter sekitar 0,5
sampai 1 cm, merupakan kelenjer vestibular mayor, terdapat pada batas
sisi luar orifisium vagina kearah fourchette.

Pemeriksaan Bagian Luar

1. Persiapan pasien
2. Anjurkan pasien membuka celana
3. Meminta klien untuk menaruh kedua tumit pada dudukan. Jika Tidak ada
dudukan, membantu klien menaruh kedua kakinya di tepi luar ujung meja.
Tutupi bagian klien yang tidak diamati dengan selimut atau kain
4. Mencuci Tangan dengan air sabun sampai bersih dan dikeringkan dengan
kain dan kering, atau dianginkan
5. Memakai Sepasang sarung tangan periksa yang baru
6. Menyentuh Paha sebelah dalam sebelum menyentuh daerah genital klien
7. Ambil kapas, basahi dengan larutan antiseptik kemudian usapkan pada
daerah vulva dan perineum.
8. Mulai Amati kulit dan area pubis, perhatikan adanya lesi, eritema, fisura,
leukoplakia, dan ekskorasi. Kemudian amati rambut pubis, perhatikan
distribusi dan jumlahnya, dan bandingkan sesuai usia perkembangan pasien.
9. Dengan memisahkan labia mayora dengan dua jari, amati bagian dalam labia
mayora, labia minora, klitoris, dan meatus uretra. Perhatikan setiap ada
pembengkakan, ulkus, rabas atau nodular
10. Meminta klien untuk mengejan ketika menahan labia dalam posisi terbuka.
Periksa Apakah terdapat benjolan pada dinding anterior atau posterior vagina
11. Memeriksa Kelenjar Skene Untuk melihat adanya keputihan dan nyeri.
Dengan Telapak tangan menghadap ke atas, masukkan jari telunjuk ke dalam
vagina lalu dengan lembut mendorong ke atas mengenai uretra dan menekan
kelenjar pada kedua sisi kemudian langsung ke uretra.
12. Memeriksa Kelenjar Bartholin Untuk melihat apakah ada nyeri dan
pembesaran. Masukkan Jari telunjuk ke dalam vagina di sisi bawah mulut
vagina dan meraba dasar masing-masing labia majora. Dengan menggunakan
jari dan ibu jari, mempalpasi setiap sisi untuk mencari apakah ada benjolan
atau nyeri.

Inspeksi genitalia eksterna :

Pada posisi lithotomi, genitalia eksterna dapat dilihat dengan jelas

1) Keadaan vulva bagian luar:

 Kotor atau bersih, keadaan rambut pubis.


 Terdapat ulkus, pembengkakan.

2) Cairan yang keluar dari vulva : pus, darah, leucorrhoe

Pemeriksaan Bagian Dalam

1. Atur posisi pasien secara tepat dan pakai sarung tangan steril
2. Lumasi jari telunjuk dengan air steril, masukkan ke dalam vagina, dan
identifikasi kelunakan serta permukaan serviks. Tindakan bermanfaat untuk
mempergunakan dan memilih speculum yang tepat. Keluarkan jari bila sudah
selesai
3. Siapkan speculum dengan ukuran dan bentuk yang sesuai dan lumasi dengan
air hangat terutama bila akan mengambil specimen
4. Letakkan dua jari pada pintu vagina dan tekankan ke bawah kearah perianal
5. Yakinkan bahwa tidak ada rambut pubis pada pintu vagina dan masukkan
speculum dengan sudut 45° dan hati-hati dengan menggunakan tangan yang
satunya sehingga tidak menjepit rambut pubis atau labia.
6. Bila spekulum sudah berada di vagina, keluarkan dua jari, dan putar speculum
kearah posisi horizontal dan pertahankan penekanan pada sisi bawah
posterior
7. Buka bilah speculum, letakkan serviks dan kunci bilah sehingga tetap
membuka
8. Bila serviks sudah terlihat, atur lampu untuk memperjelas penglihatan dan
amati ukuran, laserisasi, erosi, nodular, massa, rabas, dan warna serviks.
Normalnya bentuk serviks melingkar atau oval pada nulipara, sedangkan pada
para membentuk celah.
9. Bila diperlukan specimen sitologi, ambil dengan cara usapan menggunakan
aplikator dari kapas
10. Bila sudah selesai, kendurkan sekrup speculum,, tutup speculum, dan keluar
secara perlahan-lahan.
11. Lakukan palpasi secara bimanual bila diperlukan dengan cara memakai
sarung tangan steril, melumasi jari telunjuk dan jari tengah, kemudian
memasukkan jari tersebut ke lubang vagina dengan penekanan ke arah
posterior, dan meraba dinding vagina untuk mengetahui adanya nyeri tekan
dan nodular
12. Palpasi serviks dengan dua jari anda dan perhatikan posisi, ukuran,
konsistensi, regularitas, mobilitas, dan nyeri tekan. Normalnya serviks dapat
digerakkan tanpa terasa nyeri
13. Palpasi uterus dengan cara jari-jari tangan yang ada dalam vagina
menghadap ke atas. Tangan yang ada diluar letakkan di abdomen dan
tekankan ke bawah. konsistensi Palpasi uterus untuk mengetahui ukuran,
bentuk dan mobilitasnya
14. Palpasi ovarium dengan cara menggeser dua jari yang ada dalam vagina ke
formiks lateral kanan. Tangan yang ada di abdomen tekankan ke bawah ke
arah kuadran kanan bawah. Palpasi ovarium kanan untuk mengetahui ukuran,
mobilitas, bentuk, konsistensi, dan nyeri tekan (normalnya tidak teraba)
ulangi sebelahnya.
BAB III

PROSEDUR PEMERIKSAAN

Standar Operasional Prosedur Pemeriksaan Fisik Ginjal

1 PENGERTIAN Pemeriksaan fisik ginjal untuk mengetahui adanya


kelainan pada ginjal yang dilakukan dengan cara
inspeksi, palpasi ,perkusi, dan auskultasi

2 TUJUAN Pemeriksaan fisik ginjal untuk mengetahui adanya


kelainan pada ginjal
3 INDIKASI -
4 KONTRA -
INDIKASI
5 PERSIAPAN 1. Pastikan identitas klien
PASIEN 2. Kaji kondisi klien (lakukan anamnesis)
3. Beritahu dan jelaskan pada klien atau keluarganya
tindakan yg dilakukan
4. Jaga privacy klien
5. Posisi klien : duduk, tidur
6 PERSIAPAN 1. Sarung tangan
ALAT 2. Stetoskop
3. Bengkok atau tempat sampah
4. Lembar hasil periksa dan alat tulis
7 CARA Tahap Orientasi
BEKERJA 1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya
(kesukaanya)
2. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
3. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan
pada klien atau keluarga

Tahap Kerja
1. Berikan kesempatan klien bertanya atau
melakukan sesuatu sebelum kegiatan
dilakukan
2. Menanyakan keluhan utama klien, kaji riwayat
penyakit dan riwayat penyakit dahulu serta
riwayat penyakit keluarga
3. Jaga privacy klien
4. Memulai dengan cara yang baik
5. Gunakan sarung tangan bersih
6. Atur posisi yang nyaman bagi klien, posisikan
klien terlentang
7. Berdiri disisi kanan klien
8. Minta klien membuka pakaian atas,bantu jika
perlu
9. Buat klien dalam kondisi relaks dengan
menekukkan lutut, mengajak bicara
10. Persiapan sebelum melakukan palpasi
(mengesekkan kedua telapak tangan untuk
menghangatkan)
Inspeksi
1. Atur posisi pasien dengan tidur terlentang,
minta klien membuka bajunya.
2. Perhatikan sekitar abdomen klien. Lakukan
inspeksi pada abdominal jika terdapat massa di
abdominal atas, massa keras dan padat
kemungkinan terjadi keganasan atau infeksi
perinefritis.
Palpasi Ginjal Kanan
1. Letakkan tangan kiri anda di belakang
penderita (dinding posterior), paralel pada
costa ke-12, dengan ujung jari anda menyentuh
sudut kostovertebral. Angkat, dan cobalah
mendorong ginjal kanan ke depan (anterior).
2. Letakkan tangan kanan anda dengan lembut
pada kuadran kanan atas, di sebelah lateral dan
sejajar terhadap otot rektus (muskulus rektus
abdominis dekstra)
3. Mintalah penderita untuk bernapas dalam.
Pada waktu puncak inspirasi, tekanlah tangan
kanan anda dalam-dalam ke kuadran kanan
atas, di bawah arcus costa, dan cobalah untuk
“menangkap” ginjal diantara kedua tangan
anda.
4. Mintalah penderita untuk membuang napas
dan menahan napas. Pelan-pelan, lepaskan
tekanan tangan kanan anda, dan rasakan
bagaimana ginjal akan kembali ke posisi pada
waktu ekspirasi.
5. Apabila ginjal teraba (normalnya jarang
teraba), tentukan ukurannya, contour, dan
ada/tidaknya nyeri tekan.

Palpasi Ginjal Kiri


1. Pindahlah ke sebelah kiri pasien.
2. Gunakan tangan kanan untuk mendorong dan
mengangkat dari bawah
3. Kemudian gunakan tangan kiri menekan di
kwadrant kiri atas lateral, sejajar dengan M.
Rectus Abdominis sinistra.
4. Lakukan seperti sebelumnya. Secara serentak
kedua tangan tersebut melakukan palpasi
seperti pada palpasi ginjal kanan

Perkusi Ginjal (nyeri tekan dan nyeri ketok ginjal)


Nyeri tekan:
1. Pada sudut costovertebrae dilakukan
penekanan dengan ujung ibu jari, lihat reaksi
pasien apakah ada nyeri.
Nyeri Ketok :
1. Pada sudut costovertebrae dilakukan dengan
meninju menggunakan permukaan ulnar
kepalan tangan kanan dengan beralaskan volar
tangan kiri ( fish percussion). lihat reaksi
pasien apakah ada nyeri

Auskultasi :
1. Dengan menggunakan stetoskop kita dapat
mendengar apakah ada bunyi desiran pada aorta
dan arteri renalis
2. Gunakan sisi bel stetoskop, pemeriksa
mendengarkan bunyi desiran di daerah epigastrik
di area ini kita bisa mendengarkan bunyi aorta.
3. Dengar pula pada daerah kuadran kiri dan kanan
atas karena pada area ini terdapat arteri renalis kiri
dan kanan
4. Tulislah hasil pemeriksaan pada pada lembar
kerja.
5. Posisikan klien dalam posisi yang nyaman
6. Lepas sarung tangan dan buang ke tempat sampah
7. Cuci tangan

8 HASIL 1. Evaluasi respon klien


2. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3. Mengakhiri kegiatan dengan baik
9 DOKUMENTASI 1. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan
jam pelaksanaan
2. Catat hasil tindakan (respon subjektif dan objektif)
di dalam catatan
3. Dokumentasikan tindakan dalam bentuk SOAP

Hasil Abnormal Pemeriksaan Fisik Pada Ginjal

1. Inspeksi
terdapat massa di abdominal atas, massa keras dan padat kemungkinan
terjadi keganasan atau infeksi perinefritis.
2. Palpasi
 Pada keadaan normal ginjal tidak teraba, apabila ginjal teraba dan
mendasar dengan kenyal, kemungkinan adanya polikistik maupaun
hidroneposis

 Bila dilakukan penekanan pasien mengeluh sakit, hal ini tanda


kemungkinan adanya peradangan
3. Perkusi
Normal tidak menghasilkan nyeri tekan bila ada nyeri tekan diduga ada
inflamasi akut
4. Auskultasi
Pada pemeriksaan sistem perkemihan beberapa suara abnormal yang
mungkin ditemukan adalah suara bruit (bising) yang merupakan indikasi
terjadinya stenosis arteri renal (RAS)
Standar Operasional Prosedur Pemeriksaan Fisik Genitalia Pria

1 PENGERTIAN Pemeriksaan fisik pada organ genetalia eketerna


untuk mengetahui adanya kelainan pada organ
tersebut yang dilakukan dengan cara inspeksi dan
palpasi

2 TUJUAN Mengetahui adanya kelainan organ genetalia


eketerna pria
3 INDIKASI -
4 KONTRA -
INDIKASI
5 PERSIAPAN 1. Pastikan identitas klien
PASIEN 2. Kaji kondisi klien (lakukan anamnesis)
3. Beritahu dan jelaskan pada klien atau
keluarganya tindakan yg dilakukan
4. Jaga privacy klien
5. Posisi klien : tidur
6 PERSIAPAN 1. Sarung tangan steril
ALAT 2. Wadah specimen urine
3. Bengkok/ tempat sampah
4. Lembar hasil periksa dan alat tulis
7 CARA BEKERJA Tahap Orientasi
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya
(kesukaanya)
2. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
3. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan
pada klien/keluarga
Tahap Kerja
1. Berikan kesempatan klien bertanya atau
melakukan sesuatu sebelum kegiatan
dilakukan
2. Menanyakan keluhan utama klien, kaji
riwayat penyakit dan riwayat penyakit
dahulu serta riwayat penyakit keluarga
3. Jaga privacy klien
4. Memulai dengan cara yang baik
5. Usahakan untuk menyentuh pasien dengan
punggung tangan sambil mengatakan bahwa
akan dilakukan pemeriksaan genitalia
6. Gunakan sarung tangan steril
7. Atur posisi yang nyaman bagi klien,
posisikan klien terlentang
8. Berdiri disisi kanan klien
9. Minta klien membuka pakaian atas, bantu
jika perlu dan pasang selimut mandi
10. Buat klien dalam kondisi relaks dengan
menekukkan lutut, mengajak bicara
INSPEKSI

1. Pertama-tama inspeksi rambut pubis,


perhatikan penyebaran dan pola
pertumbuhan rambut pubis. Catat bila
rambut pubis tumbuh sedikit atau tidak sama
sekali.
2. Inspeksi kulit, ukuran, dan adanya kelainan
lain yang tampak pada penis.
3. Pada pria yang tidak dikhitan, pegang penis
dan buka kulup penis, amati lubang uretra
dan kepala penis untuk mengetahui adanya
ulkus, jaringan parut, benjolan, peradangan,
dan rabas (bila pasien malu,penis dapat
dibuka oleh pasien sendiri Lubang uretra
normalnya terletak di tengah kepala penis.
Pada beberapa kelainan lubang uretra ada
yang terletak di bawah batang penis
(hipospadia ) dan ada yang terletak di atas
batang penis (epispadia)
4. Inspeksi skrotum dan perhatikan bila ada
tanda kemerahan, bengkak, ulkus, ekskoriasi
(goresan), atau nodular. Angkat skrotum dan
amati area di belakang skrotum

PALPASI

1. Lakukan palpasi penis untuk mengetahui


adanya nyeri tekan, benjolan, dan
kemungkinan adanya cairan kental yang
keluar
2. Palpasi skrotum dan testis dengan
menggunakan jempol dan tiga jari pertama.
Palpasi tiap testis dan perhatikan ukuran,
konstitensi, bentuk, dan kelicinannya.
Testis normalnya teraba elastis.licin, tidak
ada benjolan atau massa, dan berukuran
sekitar 2-4 cm
3. Palpasi epidemis yang memanjang dari
puncak testis ke belakang. Normalnya
epididimis teraba lunak
4. Palpasi saluran sperma dengan jempol dan
jari telunjuk. Saluran sperma biasanya
ditemukan pada puncak bagian lateral
skrotum dan teraba lebih keras daripada
epidedimis
5. Setelah pemeriksaan selesai, lepas
handscoen, bantu pasien mengembalikan
posisinya yang nyaman.
6. Cuci tangan
7. Dokumentasi hasil pemeriksaan
8 HASIL 1. Evaluasi respon klien
2. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3. Mengakhiri kegiatan dengan baik
9 DOKUMENTASI 1. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan
jam pelaksanaan
2. Catat hasil tindakan (respon subjektif dan
objektif) di dalam catatan
3. Dokumentasikan tindakan dalam bentuk SOAP

Hasil Abnormal Pemeriksaan Fisik Genitalia Pria

1. melihat perubahan warna, bercak kemerahan dan sebagainya


2. inspeksi penis dan skrotum:
 ukuran penis abnormal dan skrotum berbeda bentuk kanan dan kiri
 adanya lesi
 bentuk penis (phimosis)
 adanya nyeri tekan
3. inspeksi meatus eksternal uretra
 letak muara eksternal (normalnya terletak ditengah gland penis)
 adanya cairan kental yang keluar
4. Skrotum
 adanya lesi atau perubahan warna
 pembengkakan
 memeriksa bagian posterior skrotum
5. Testis
 Testis normalnya teraba elastis.licin, tidak ada benjolan atau massa, dan
berukuran sekitar 2-4 cm.
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan

Anamnesis sistem genitourinaria yang sistematik mencakup : keluhan


utama pasien, riwayat penyakit saat ini yang sedang di derita klien, seperti :
keluhan sistemik yang merupakan penyulit dari kelainan urologi, seperti malaise,
pucat, uremia yang merupakan gejala gagal ginjal, atau demam akibat infeksi dan
keluhan lokal, seperti nyeri, keluhan miksi, disfungsi seksual, atau infertilitas.
Selain itu perlu adanya pengkajian terhadap riwayat penyakit lain yang pernah
dideritanya maupun pernah diderita keluarganya. Beberapa pertanyaan yang bias
diajukan kepada klien adalah :
a) Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam, warna, kekeruhan
dan ada/tidaknya sedimen.
b) Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan hematuria,
serta riwayat infeksi saluran kemih.
c) Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang terkait
dengan sistem perkemihan.

Di dalam melakukan pengkajian fisik sistem reproduksi harus diketahui


keluhan utama, riwayat kesehatan, riwayat penyakit keluarga dan riwayat
perkembangan pada kondisi tertentu. Pengkajian sistem reproduksi wanita
meliputi pengkajian alat kelamin bagian luar dan alat kelamin bagian dalam.
Dalam melakukan pengkajian ini perawat harus memahami struktur anatomi, cara
pengunaan alat dan teknis aseptik agar tidak terjadi infeksi nosokomial.
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo, Basuki B. 2009. Dasar-dasar Urologi Edisi 2. Jakarta : CV


Sagung Seto
2. Wardyatmi. 2012. Modul KMB III Pengkajian Sistem Perkemihan.
Surakarta

3. Adams. Textbook of Physical Diagnosis.17ed.Williams & Wilkins.1987.


4. DeGowin RL, Donald D Brown.2000.Diagnostic Examination. McGraw
Hill.USA.
5. Delp MH, Manning RT. Major Diagnosis Fisik. Terjemahan Moelia Radja
Siregar.EGC 1996
6. De Jong W.1997.Buku Ajar Ilmu Bedah.EGC. Jakarta Lynn. S. Bickley;
Bates Guide to Physical Examination and History taking, 8 th Edition,
Lippincott 2003.
7. Simadibrata MK, 2006. Pemeriksaan abdomen, urogenital dan anorektal.
Dalam:
8. Sudoyo A. W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK. S, Setiati S, eds.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi IV, Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, hal:51-55.
9. Zubir N. Pemeriksaan abdomen. Dalam: Acang N, Zubir N, Najirman,
Yuliwansyah R, Eds. Buku Ajar Diagnosis Fisik. Penerbit Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang. 2008
10. Priharjo,Robert. 1995. Pengkajian Fisik dan diagnostik. Jakarta : EGC
11. Departemen Kesehatan RI.2004. pelayanan kebidanan dasar berbasis hak
asasi manusia dan keadilan gender. Jakarta : Direktorat Bina Kesehatan
Keluarga.
12. http://www.acog.org/publications/patient-
education/bp099.cfm.accessed.april.2013

Anda mungkin juga menyukai