Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

INKONTINENSIA URIN

Dibuat oleh :

1. Anne oktarina (1714201018)

2. Cut tiara sungkar (1714201022)

3. Ryan Nur Febriana (1714201035)

4. Adhe Tri Putri (1714201036)

5. Zainal Arifin (1714201037)

6. Titin Suhartini (1714201038)

7. Maryati (1714201041)

8. Kartika NurLutvia (1714201042)

9. RiaVinola Anggarani (1714201043)

10. Hafni Yulfizar (1714201044)

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis mengucapkan puji dan syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT
atas rahmat, hidayah dan petunjuk-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Makalah ini.

Adapun judul dari Makalah ini “ Inkontinensia Urine“. Penyusunan Makalah ini
merupakan salah satu syarat untuk melengkapi tugas mata kuliah Maternitas di Universitas
Muhammadiyah Tangerang Fakultas Kesehatan program studi ilmu keperawatan.. Dalam
menyelesaikan makalah, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik berupa saran,
bimbingan dan dukungan moril dan materil akhirnya makalah ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan
saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga Makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan semua pihak yang membacanya. Amin.

Tangerang, 27 maret 2019

Kelompok
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak terkendali atau
terjadi diluar keinginan. Jika Inkontinensia urin terjadi akibat kelainan inflamasi (sistitis),
mungkin sifatnya hanya sementara. Namun, jika kejadian ini timbul karena kelainan neurologi
yang serius (paraplegia), kemungkinan besar sifatnya akan permanent (Brunner & Suddarth,
2002. hal: 1471).

Penyebab inkontinensia urine antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian
bawah, efek obat-obatan, serta produksi urin yang meningkat (keinginan sering ke kamar mandi).
Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi saluran kemih,
maka tatalaksananya adalah terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau uretritis atrofi
penyebabnya, maka dilakukan tertapi estrogen topical. Terapi perilaku harus dilakukan jika
pasien baru menjalani prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi feses, maka harus dihilangkan
misalnya dengan makanan kaya serat, mobilitas, asupan cairan yang adekuat, atau jika perlu
penggunaan laksatif.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum : Mahasiswa mampu menyusun laporan tentang konsep dan asuhan
keperawatan pada Inkontinensia

1.2.2 Tujuan Khusus :

a. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dan klasifikasi Inkontinensia


b. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dan faktor resiko Inkontinensia
c. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi Inkontinensia
d. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor resiko Inkontinensia
e. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis Inkontinensia
f. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostik Inkontinensia
g. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan Inkontinensia
h. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi Inkontinensia
BAB II

KONSEP DAN TEORI


2.1 DEFINISI

Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak terkendali
atau terjadi diluar keinginan. Jika Inkontinensia urin terjadi akibat kelainan inflamasi ( sistitis ),
mungkin sifatnya hanya sementara. Namun, jika kejadian ini timbul karena kelainan neurologi
yang serius ( paraplegia ), kemungkinan besar sifatnya akan permanent (Brunner & Suddarth,
2002. hal: 1471). Variasi dari inkontinensia urin meliputi keluar hanya beberapa tetes urin saja,
sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang juga disertai inkontinensia alvi (disertai
pengeluaran feses). Inkontinensia urine lebih sering terjadi pada wanita yang sudah pernah
melahirkan daripada yang belum pernah melahirkan (nulipara). Hal ini terjadi karena adanya
perubahan otot dan fasia di dasar panggul. Ada beberapa jenis inkontinensia urine, yaitu :

1) Inkontinensia Urgensi
Pelepasan urine yang tidak terkontrol sebentar setelah ada peringatan ingin
melakukan urinasi. Disebabkan oleh aktivitas otot destrusor yang berlebihan atau
kontraksi kandung kemih yang tidak terkontrol.
2) Inkontinensia Tekanan
Pelepasan urine yang tidak terkontrol selama aktivitas yang meningkatkan
tekanan dalam lubang intra abdominal. Batuk, bersin, tertawa dan mengangkat beban
berat adalah aktivitas yang dapat menyebabkan inkontinensia urine.
3) Inkontinensia Aliran Yang Berlebihan ( Over Flow Inkontinensia )
Terjadi jika retensi menyebabkan kandung kemih terlalu penuh dan sebagian
terlepas secara tidak terkontrol, hal ini pada umumnya disebabkan oleh neurogenik
bladder atau obstruksi bagian luar kandung kemih. (Charlene J.Reeves at all)

2.2 ETIOLOGI dan FAKTOR RESIKO

Etiologi umum yang terjadi pada pasien incontinence adalah :

 Gejala infeksi saluran kemih


Serangan bakteri memicu infeksi lokal yang mengiritasi mukosa kandung kemih dan
menyebabkan dorongan kuat untuk buang air kecil. Kemudian mendesak pengeluaran
urin, yang mungkin satu-satunya tanda peringatan dari infeksi saluran kemih, juga dapat
disertai dengan frekuensi kencing, disuria, dan urin berbau busuk
 Atrofi vaginitis
Atrofi atau peradangan pada vagina akibat penurunan yang signifikan dari kadar
estrogen; kurangnya estrogen dapat menyebabkan penurunan kekuatan otot-otot dasar
panggul. atrofi mukosa vagina juga menyebabkan ketidak nyamanan vagina, rasa
terbakar, gatal, dan terkait dispareuni
 Efek samping obat
Polifarmasi dan penggunaan a--adrenergik, neuroleptik, benzodiazepines, bethanechol,
cisapride, diuretik, antikolinergik, agen anti-Parkinsonian, β-blocker, disopyramides,
angiotensin-converting enzyme inhibitor, narcoleptics, atau obat psikotropika dapat
memperburuk inkontinensia, efek sedatif dan benzodiazepin dapat mengganggu
kemampuan pasien untuk mengendalikan fungsi kandung kemih, sehingga urge
incontinence iatrogenik Diuretik dan meningkatkan Volume kemih konsumsi cairan cepat
dan berpotensi memperburuk gejala inkontinensia urin.
 Konsumsi kopi dan alkohol
Kopi menyebabkan kedua efek diuretik dan efek iritasi independen, sehingga mengisi
kandung kemih yang cepat dan keinginan yang mendesak dan tidak sukarela untuk buang
air kecil. Alkohol, ketika dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar, juga dapat
menumpulkan kemampuan kognitif pasien untuk mengenali dorongan untuk buang air
kecil, sehingga inkontinensia.
 Inkontinensia urin biasanya berhubungan dengan penyakit fisik yang mendasari,
termasuk disfungsi kandung kemih, melemah dasar panggul atau otot kandung kemih,
penyakit neurologis, operasi panggul sebelumnya, atau obstruksi saluran kemih.
 Hypoestrogenic states, penuaan, dan kelainan jaringan ikat dapat menyebabkan
penurunan kekuatan otot-otot dasar panggul
 Faktor-faktor yang dapat menyebabkan inkontinensia kronis meliputi: Gejala sisa
kehamilan dan masa nifas

Etiologi berdasar pada faktor tertentu diantaranya :

 Penyebab inkontinensia stress


Penyebab inkontinensia stress terjadi ketika tekanan di dalam kandung kemih terisi air
kencing lebih bsar dari kekuatan uretra untuk tetap tertutup. Uretra anda mungkin tidak
dapat tetap menutup jika:
 Otot panggul anda lemah ataurusak
 Sfingter uretra anda rusak setiap tekanan ekstra mendadak pada kandung kemi,
seperti ertawa atau bersin, dapat menyebabkan urin yang keluar dari uretra.
Hilangnya kekuatan dalam uretra disebabkan oleh:
 Kerusakan saraf saat melahirkan
 Meningkatkan tekanan pada perut anda
 Kurangnya hormon estrogen pada wanita
 Konsumsi obat tertentu
 Penyebab urge incontinence
Kebutuhan buang air kecil dapat disebabkan oleh masalah dengan otot detrusor pada
dinding kandung kemih. Otot-otot detrusor rileks untuk memungkinkan kandung kemih
untuk mengisi dengan air kencing, dan kontraksi ketika ingin pergi ke toilet untuk
membiarkan urin keluar. Kadang-kadang kontraksi otot detrusor yang terlalu sering,
menciptakan kebutuhan mendesak untuk pergi ke toilet. Hal Ini disebut detrusor
overactivity. Alasan kontraksi otot detrusor terlalu sering mungkin tidak jelas, tetapi
kemungkinan penyebabnya termasuk:
 kondisi neurologis yang mempengaruhi otak dan sumsum tulang belakang, seperti
penyakit Parkinson atau multiple sclerosis
 kondisi yang mempengaruhi saluran kemih bawah (uretra dan kandung kemih),
seperti infeksi saluran kemih (ISK) atau tumor di dalam kandung kemih
 terlalu banyak minum alkohol atau kafein
 sembelit
 obat tertentu
Beberapa kemungkinan penyebab akan menyebabkan inkontinensia urin jangka
pendek, yang lain dapat menyebabkan masalah jangka panjang. Jika penyebabnya
dapat diobati, hal ini dapat menyembuhkan inkontinensia.
 Penyebab inkontinensia overflow
Inkontinensia overflow, juga disebut retensi urin kronis, sering disebabkan oleh
penyumbatan atau obstruksi kandung kemih. Kandung kemih mungkin mengisi seperti
biasa, tapi karena terhalang atau tersumbat tidak akan dapat mengosongkan sepenuhnya,
bahkan akan terasa nyeri jika dipaksakan. Pada saat yang sama, tekanan dari urin yang
masih dalam kandung kemih membangun obstruksi yang baru, sehingga dinding uretra
sisi lain akan terjadi kebocoran.Obstruksi disebabkan oleh:
 pembesaran kelenjar prostat pada pria
 batu kandung kemih
 sembelit

Inkontinensia overflow juga bisa disebabkan oleh otot-otot detrusor tidak sepenuhnya
berkontraksi, yang berarti bahwa kandung kemih Anda tidak benar-benar kosong
ketika Anda pergi ke toilet. Akibatnya, kandung kemih menjadi melar. Otot detrusor
Anda mungkin tidak sepenuhnya kontraksi jika:

 ada kerusakan pada saraf Anda, misalnya sebagai akibat dari operasi untuk bagian
dari usus atau cedera tulang belakang
 Anda mengambil obat-obatan tertentu (lihat di etiologi umum di atas)
 Penyebab inkontinensia Total Jumlah inkontinensia terjadi ketika kandung kemih tidak
dapat menyimpan urin sama sekali. Hal ini dapat mengakibatkan intensitas aliran baik
melewati jumlah besar urin terus-menerus, atau buang air kadang-kadang dengan sering
bocor. Jumlah inkontinensia dapat disebabkan oleh:
 masalah dengan kandung kemih sejak lahir
 cedera pada tulang belakang, yang dapat mengganggu sinyal saraf antara otak dan
kandung kemih, fistula kandung kemih, yang merupakan lubang seperti
terowongan kecil yang dapat terbentuk antara kandung kemih dan daerah
terdekat, seperti vigina, dalam wanita
2.3 KLASIFIKASI

 Inkontinensia stress
Adanya tekanan di alam abdomen, seperti bersin, dapat menyebabkan kebocoran
urine dari kandung kemih serta tidak terdapat aktivitas kandung kemih. Tipe
inkontinensia ini sering diderita wanita yang mempunyai banyak anak.
pencegahan penyakit ini dilakukan dengan cara mengajarkan ibu melakukan
latihan dasar pelviks. Latihan ini bertujuan untuk mengtkan otot rangka pada dasar
pelviks sehingga membentuk fungsi sfingter eksternal padda kandung kemih.

 Inkontinensia mendesak (urge incontinence)


Berkemih dapat dilakukan, etapi orang biasanya berkemih sebelum sampai ke
toilet. Mereka tidak merasakan adanya tanda berkemih. Kondisi ini terjadi karena
kandung kemih seseorang berkontraksi tanpa didahului oleh keinginan untuk
berkemih.Kehilangan sensasi untuk berkemih ini disebabkan oleh adanya perununan
fungsi pesyarafan yang mengatur perkemihan.
 Inkontinensia overflow
Seseorang yang menderita inkontinensia overflow akan mengeluh bahwa urinenya
mengalir terus menerus. Hal ini disebabkn karena obstruksi pada saluran kemih seperti
pada pembesaran prostat atau konstipasi.Untuk pembesaran prostat yang menyebabkan
inkontinensiadibutuhkan tindakan pembedahan dan untuk konstipasinya relatif mudah
diatasi.
 Inkontinensia reflex
Ini terjadi karena kondisi sistem saraf pusat yag terganggu seperti pada demensia.
Dalam hal ini, pengosongan kandung kemih dipengaruhi refleks yang dirangsang oleh
pengisian. Kemampuan rasa ingin berkemih dan berhenti berkemih tidak ada.
 Inkontinensia fungsional

Pada klien ini mempunyai kandung kemih dan saluran urine yang utuh dan tidak
mengalami kerusakan persyarafan yang secara langsung memengaruhi sistem perkemihan
tersebut. Kondisi ini muncul akibat beberapa ketidakmampuan lain yang mengurangi
kemampuanya untuk mempertahankan kontinensia. Contohnya, seseoang yang
mempunyi keterbatasan gerak atau berada di kursi rda, mungkin tidak mampu pergi ke
toilet atau berpindah ke dan dari toilet duduk. seseorang yang menderita ini masih
mampu untuk mempertahankan kontinensia dengan bantuan dan masih mempunyai
keinginan kontinensia. Klien perlu diberi kesempatan untuk berkemih (Siti.R
maryam,dkk.2008).
2.5 MANIFESTASI KLINIS

 Inkontinensia urgensi
Ketidakmampuan menahan keluanya urin denagn gambaran seringnya terburu-buru
untuk berkemih. Kontraksi otot detrusor yang tidak terkontrol menyebabkan kebocoran
urine, kandungan kemih yang hiperaktif, atau ketidaksetabilan detrusor.
 Disfungsi neurologis
 Sistisis
 Obstruksi pintu keluar kandung kemih
 Inkontenesia stress
Keluarnya urine selama batuk, mengedan, dan sebagainya. Urine keluar tanpa
kontraksi detrusor
 Tonus otot panggul yang buruk
 Defisiensi sfreingter uretra, congenital atau didapat
 Kelebihan berat badan
 Inkontenensia kombinasi
Kombinasi poin a dan b diatas.
 Inkontinensia overflow
Urine menetes saat kandung kemih penuh
 Disfungsi neutrologis
 Penyakit endokrin
 Penurunan kelenturan dinding kandung kemih
 Obstruksi pintu keluar kandung kemih
 Enuresis noktural
10 % anak usia 5 tahun dan 5 % anak usia 10 tahun mengompol selama tidur.
Mengompol pada anak yang tua merupakan sesuatu yang abnormal dan menunjukan
adsanya kandung kemih yang tidak setabil.
 Gejala infeksi urine (frekuensi, disuria, nukturia), obstruksi (pancaran lemah, menetes),
trauma(termasuk pembedahan, misalnya reseksi abdominoperineal), fistula (menetes
terus-menerus ), penyakit neurologis (disfungsi seksual atau usus besar) atau penyakit
sistemik (misalnya diabetes) dapat menunjukkan penyakit yang mendasari.

2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

 Kultur Urine
Untuk menyingkirkan infeksi
 IVU
Untuk menilai saluran bagian atas dan obstruksi atau fistula
 Sistoskopi
jika dicurigai terdapat batu atau neoplasma kandung kemih
 Pemeriksan speculum vagina ±sistogram jika dicurigai terdapat fistula vesilovagina.
(Piere A. Grace & Neil R. Borley. 2007)
 Uji uro dinamik
Kegagalan dalam menentukan etiologi dan diagnose inkontinensia urin terjadi
pada 50% kasus yang mendasarkan pada anamnesa dan pemeriksaan fisik saja sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan urodinamik sebagai uji tambahan Urodinamik didefinisikan
sebaga suatu pengujian faktor normal dan abnormal padaproses pengisian, transport dan
pengosongan urin pada kandung kemih dan uretra dengan menggunakan metode tertentu.
Pemeriksaan urodinamik,meliputi:
o Uroflowmetri (mengukur kecepatan aliran)
o Sistometri (menggambarkan kontraktur detrusor)
o Sistometri video (menunjukkan kebocoran urin saat mengedan saat pasien dengan
inkontinensia stress)
o Flowmetri tekanan uretra (mengukur tekanan uretra dan kandung kemih saat
istirahat dan selama berkemih Jika penyebab inkontinensia urin pasien tetap tidak
dapat ditentukan, evaluasi urodinamik merupakan langkah selanjutnya yang harus
dipertimbangkan). Uji uro dinamik bermanfaat pada kondisi :
 Diagnosis yang belum pasti sehingga akan dapat mempengaruhi terapi,
 Terapi empiris tidak berhasil mengatasi keadaan dan akan dicoba
pendekatan terapi lain.
 Obstruksi yang dapat dikoreksi (diduga terjadi pada pasien dengan
overflow incontinence)
 Pada pasien yang berusia lebih dari 70-75 tahun, ujiurodinamik ini
mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis sebelum dilakukan
terapi invasif.(Vitriana. 2002)
 Q-tip test
Tes ini dilakukan dengan menginsersikan sebuah cotton swab (Q-tip) yang steril
kedalam uretra wanita lalu kekandung kemih. Secara perlahan tarik kembali hingga leher
dari Q-tip berada di leherkandungkemih. Pasien lalu diminta untuk melakukan
Valsavamanuver atau mengkontraksikan otot abdominalnya. Perubahansudut Q-tip
diukur dan dipergunakan sebagai ukuran laksiti dasarpanggul. Bila sudut yang terjadi
lebih dari 35 derajat dengan melakukan hal tersebut maka hal tersebut mengindikasikan
adanya hipermobilitas uretra (tipe II stress incontinence). Akan tetapi karena laksiti
mempunyai nilai yang kecil dalam menentukan penyebab inkontinensia, maka kegunaan
tes ini untuk diagnostic menjadi sangat terbatas. (Vitriana. 2002)
 Marshall test (Marshall -Bonney test)
Jika pemeriksa mendeteksi keluarnya urin bersamaan dengan adanya kontraksi
otot abdomen, maka uji ini dapat dilakukan untuk mengetahui apakah kebocoran dapat
dicegah dengan cara menstabilisasi dasar kandung kemih sehingga mencegah herniasime
lalu diafragma urogenital atau tidak. Dilakukan dengan meletakkan dua jari (jari ke dua
dan ketiga) di fornices lateral vagina (leher kandung kemih) dan meminta pasien untuk
batuk. Kandung kemih saat itu haruslah penuh. Dua jari pada leher kandung kemih itu
bertindak sebagai penyokong uretra proksimal selama Valsavamanuver.
Diagnosa hipermobilitas uretra dapat ditegakkan jika tidak terjadi kebocoran,
akan tetapi nilai diagnose ini menjadi terbatas karena pada usia stenosis vaginal
merupakan hal yang umum terjadi dan false positive dapat timbul bila kurang tepat
meletakkan jari saat pemeriksaan. Bila pemeriksa meletakkan jarinya kurang lateral maka
bukannya menstabilisasi outlet kandung kemih akan tetapi menutup outlet sehingga akan
mencegah kebocoran. Karena sifatnya yang tidak spesifik ataun sensitive itulah maka tes
ini menjadi jarang dipergunakan dan bukan merupakan standar pemeriksaan (Vitriana.
2002).
 Pad test
Merupakan penilaian semi objektif untuk mengetahui apakah cairan yang keluar
adalah urin, seberapa banyak keluarnya urin dan dapat digunakan untuk memantau
keberhasilan terapi inkontinensia. Bermanfaat sebagai tambah anamnesa pasien dan
pemeriksaan fisik. Intravesical methylene blue, oral Pyridium, or Urised dapat
dipergunakan sebagai zat pewarna. Jika pembalut mengalami perubahan warna maka
cairan yang keluar adalah urin. Pad test ini dapat dilakukan selama 1 jam atau 24 jam.
Pad kemudian ditimbang (1g=1ml) untuk menilai berapa banyak urin yang keluar.
(Vitriana.2002).
 Standing pelvic examination
Pemeriksaan ini dilakukan jika pemeriksaan pelvis gagal untuk menampakkan
keluarnya urin atau jika diduga terdapat prolaps organ. Jika tampak prolaps pelvis,
dorong organ yang prolapse keatas dengan pessary atau gauze kemudian ulangi cough
stress test dalam posisi berdiri. (Vitriana. 2002)

2.7 PENATALAKSANAAN MEDIS

a. Penatalaksanaan menurut Grace. A Pierce, 2006 (Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : Erlangga)
 Inkontinensia urgensi
 Terapi medikamentosa
Modifikasi asupan cairan, hindari kafein, obati setiap penyebab (infeksi, tumor,
batu), latihan berkemih, antikolinergik/relaksan otot polos (oksibutin, tolterdin).
 Terapi pembedahan Sistoskopi (cystoscopy) adalah prosedur pemeriksaan dengan
sebuah tabung fleksibel berlensa yang dimasukkan melalui uretra ke dalam
kandung kemih dan kemudian untuk mempelajari kelainan dalam kandung kemih
dan saluran kemih bawah. Alatnya disebut sistoskop.
 Inkontinensia Stres
 Terapi medikamentosa
Latihan otot-otot dasar panggul, estrogen untuk vaginitis atrofik
 Terapi Pembedahan
Uretropeksi retroubik atau endoskopik, perbaikan vagina, sfinger buatan.
 Inkontinensia overflow
 Jika terdapat obstruksi
Obati penyebab obstruksi, misalnya TURP.
 Jika tidak terdapat obstruksi
Drainase jangka pendek dengan kateter untuk memungkinkan otot detrusor pulih
dari peregangan berlebihan, kemudian penggunaan stimulan otot detrusor jangka
pendek (bethanekol ; distigmin). Jika semuanya gagal, katerisasi interminten yang
dilakukan sendiri (inkontensia overflow neurogenik).
b. Penatalaksanaan INKONTINENSIA
Pada umumnya terapi inkontinensia urine adalah dengan cara operasi. Akan tetapi
pada kasus ringan ataupun sedang, bisa dicoba dengan terapi konservatif. Latihan otot
dasar panggul adalah terapi non operatif yang paling populer, selain itu juga dipakai obat-
obatan, stimulasi dan pemakaian alat mekanis.
 Latihan Otot Dasar Pinggul (Pelvic Floor Exercises)
Kontinensia dipengaruhi oleh aktifitas otot lurik urethra dan dasar pelvis.
Fisioterapi meningkatkan efektifitas otot ini. Otot dasar panggul membantu
penutupan urethra pada keadaan yang membutuhkan ketahanan urethra misalnya pada
waktu batuk. Juga dapat mengangkat sambungan urethrovesikal kedalam daerah yang
ditransmisi tekanan abdomen dan berkontraksi secara reflek dengan peningkatan
tekanan intraabdominal, perubahan posisi dan pengisian kandug kemih.
Pada inkompeten sfingter uretra, terdapat hilangnya transmisi tekanan abdominal
pada uretra proksimal. Fisio terapi membantu meningkatkan tonus dan kekuatan otot
lurik uretra dan periuretra.
Pada kandung kemih neurogrik, latihan kandung kemih (ladder training) telah
menunjukan hasil yang efektif. Latihan kandung kemih adalah upaya melatih
kandung kemih dengan cara konservatif, sehingga secara fungsional kandung kemih
tersebut kembali normal dari keadaannya yang abnormal. Langkah-langkah
LKK(Latihan kandung kecing) :
 Tentukan tipe kandung kemih neurogenic
 Tiap waktu miksi dimulai dengan stimulasi :
 Tipe UMN : Menepuk paha dalam, menarik rambut daerah pubis,masukkan
jari pada rektum.
 Tipe LMN : Metode Crade atau manuver valsava.
 Obat-obatan
 Alfa Adrenergik Agonis
Otot leher vesika dan uretha proksimal megandung alfa adrenoseptor yang
menghasilkan kontraksi otot polos dan peningkatan tekanan penutupan urethra
obat aktif agonis alfa-reseptor bisa menghasilkan tipe stmulasi ini dengan efek
samping relatif ringan.
 Efedrin
Efek langsung merangsang alfa sebaik beta-adrenoseptor dan juga melepaskan
noradrenalin dari saraf terminal obat ini juga dilaporkan efektif pada inkotinensia
stres.Efek samping menigkatkan tekanan darah, kecemasan dan insomnia oleh
karena stimulasi SSP
 Phenylpropanololamine
PPA (Phenylpropanololamine) efek stimulasi perifer sebanding dengan efedrin,
akan tetapi dengan efek CNS yang terkecil. PPA adalah komponen utama obat
influensa dalam kombinasi dengan antihistamin dan anthikholinergik. Dosis 50
mg dua kali sehari. Efek samping minimal. Didapatkan 59 % penderita
inkontinensia stres mengalami perbaikan.
 Estrogen
Penggunaannya masih kontroversi. Beberapa penelitian menunjukkan efek
meningkatkan transmisi tekanan intra abdominal pada uretra dengan estrogen
dosis tinggi oral dan intravaginal. Estrogen biasanya diberikan setelah tindakan
bedah pada inkontinensia dengan tujuan untuk memperbaiki vaskularisasi dan
penyembuhan jaringan urogential, walaupun belum ada data yang akurat.
 Stimulasi Elektrik
Metode ini paling sedikit diterima dalam terapi walaupun sudah rutin digunakan
selama 2 dekade. Prinsip stimulasi elektrik adalah menghasilkan kontraksi otot lurik
uretra dan parauretra dengan memakai implant/non-implant (anal atau vaginal)
elektrode untuk meningkatkan tekanan uretra. Aplikasi stimulasi dengan kekuatan
rendah selama beberapa jam per hari selama beberapa bulan. Terdapat 64 %
perbaikan penderita dengan cara implant, tapi metode ini tidak populer karena sering
terjadi efek mekanis dan morbiditas karena infeksi. Sedang stimulasi non-implant
terdiri dari generator mini yang digerakkan dengan baterai dan dapat dibawa dalam
pakaian penderita dan dihubungkan dengan elektrode anal/vaginal. Bentuk elektrode
vaginal : ring, Hodge pessary, silindris.
 Alat Mekanis (Mechanical Devices)
 Tampon
(Tampon dapat membantu pada inkontinensia stres terutama bila kebocoran
hanya terjadi intermitten misal pada waktu latihan. Penggunaan terus menerus
dapat menyebabkan vagina kering atau luka).
 Edward Spring
(Dipasang intravagina. Terdapat 70 % perbaikan pada penderita dg
inkontinensia stres dengan pengobatan 5 bulan. Kerugian terjadi ulserasi
vagina).
 Bonnas’s Device
(Terbuat dari bahan lateks yang dapat ditiup. Bila ditiup dapat mengangkat
sambungan urethrovesikal dan urethra proksimal).
c. Penanganan Operatif
Penatalaksanaan stres inkontinensia urine secara operatif dapat dilakukan dengan
beberapa cara meliputi :
 Kolporafi anterior
 Uretropeksi retropubik
 Prosedur jarum
 Prosedur sling pu
 Periuretral bulking agent
 Tension vaginal tape (TVT)
Tindakan operatif sangat membutuhkan informed consent yang cermat dan baik
pada penderita dan keluarganya karena angka kegagalan maupun rekurensi tindakan
ini tetap ada.

2.8 KOMPLIKASI

 Ruam kulit atau iritasi


Diantara komplikasi yang paling jelas dan manifestasi kita menemukan masalah dengan
kulit, karena mereka yang menderita masalah ini terkait kandung kemih, memiliki
kemungkinan mengembangkan luka, ruam atau semacam infeksi kulit, karena fakta
bahwa kulit mereka overexposed cairan dan dengan demikian selalu basah. Ruam kulit
atau iritasi terjadi karena kulit yang terus-menerus berhubungan dengan urin akan iritasi,
sakit dan dapat memecah.
 Infeksi saluran kemih
Inkontinensia meningkatkan risiko infeksi saluran kemih berulang.
 Prolapse
Prolaps merupakan komplikasi dari inkontinensia urin yang dapat terjadi pada wanita.
Hal ini terjadi ketika bagian dari vagina, kandung kemih, dan dalam beberapa kasus
uretra, drop-down ke pintu masuk vagina. Lemahnya otot dasar panggul sering
menyebabkan masalah. Prolaps biasanya perlu diperbaiki dengan menggunakan operasi.
 Perubahan dalam kegiatan sehari-hari
Inkontinensia dapat membuat pasien tidak dapat berpartisipasi dalam aktivitas normal.
Pasien dapat berhenti berolahraga, berhenti menghadiri pertemuan social. Salah satu jenis
tersebut adalah inkontinensia stres. Hal ini terjadi ketika otot-otot dasar panggul
mengalami kelemahan dari beberapa macam, dan tidak lagi mampu menjaga uretra
tertutup. Karena itu, membuat gerakan tiba-tiba seperti batuk atau tertawa dapat
menyebabkan kebocoran urin. Penyebab melemahnya otot dasar panggul bisa berbeda
dan disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya untuk kehamilan dan persalinan (strain
dan otot terlalu melar), menopause (kurangnya estrogen melemahkan otot), penghapusan
rahim (yang kadang-kadang dapat merusak otot), usia, obesitas.
 Perubahan dalam kehidupan pribadi pasien.
Inkontinensia dapat memiliki dampak pada kehidupan pribadi pasien. Keluarga pasien
mungkin tidak memahami perilaku pasien. Pasien dapat menghindari keintiman seksual
karena malu yang disebabkan oleh kebocoran urin. Ini tidak jarang mengalami
kecemasan dan depresi bersama dengan inkontinensia (Mayo,2012)
 Komplikasi terapi bedah inkontinensia stres terutama terdiri dari pembentukan sisa urine
segera dalam fase pascabedah.
Biasanya masalah ini bersifat sementara dan dapat diatasi dengan kateterisasi intermiten,
dengan karakter yang ditinggalkan atau lebih baik dengan drainase kandung kemih
suprapubik. Hal ini memungkinkan pencarian pembentukan sisa urine tanpa kateterisasi.
Komplikasi lain biasanya berasal dari indikasi yang salah. Perforasi kandung kemih
dengan kebocoran urine, infeksi saluran kemih yang berkepanjangan dan osteitis pubis
pada operasi Marshall-Marchetti-Krantz merupakan komplikasi yang jarang terjadi.
(Andrianto,1991)
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak terkendali
atau terjadi diluar keinginan. Jika Inkontinensia urin terjadi akibat kelainan inflamasi
(sistitis), mungkin sifatnya hanya sementara. Namun, jika kejadian ini timbul karena
kelainan neurologi yang serius (paraplegia), kemungkinan besar sifatnya akan permanent
(Brunner & Suddarth, 2002. hal: 1471). Variasi dari inkontinensia urin meliputi keluar
hanya beberapa tetes urin saja, sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang juga disertai
inkontinensia alvi (disertai pengeluaran feses). Inkontinensia urine lebih sering terjadi pada
wanita yang sudah pernah melahirkan daripada yang belum pernah melahirkan (nulipara).
Hal ini terjadi karena adanya perubahan otot dan fasia di dasar panggul.
Dari pengkajian yang dilakukan pada klien maka prioritas diagnosa keperawatan pada
kasus diatas adalah:
1. Inkontinensia urine stress berhubungan dengan tekanan intraabdomen tinggi ditandai
dengan -melaporkan rembesan involunter sedikit urine pada saat tertawa, bersin, dan
batuk - Q tip test diketahui penyimpangan >35
2. Ketidakseimbangan nutrisi > kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan berlebihan
dalam kaitannya dengan kebutuhan metabolic ditandai dengan berat badan 20% di atas
tinggi dan kerangka tubuh ideal (TB : 144 cm, BB : 70 kg, BMI : 33,75 kg)
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan ditandai dengan
perasaan tidak nyaman dan ketakutan
3.2 Saran
a. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa agar dapat meningkatkan pengetahuannya tentang macam-
macam penyakit terutama pada system urinarius dan juga meningkatkan kemampuan
dalam pembuatan asuhan keperawatan pada pasien khususnya dengan inkontinensia.
b. Bagi perawat
Diharapkan bagi perawat agar dapat meningkatkan keterampilan dalam memberikan
asuhan keperawatan serta pengetahuannya sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan yang optimal terkhususnya pada pasien inkontinensia.
c. Bagi Dunia keperawatan
Meningkatkan profesionalitas sebagai seorang perawat sehingga diharapkan asuhan
keperawatan ini dapat terus diperbaiki kekurangannya dan dapat menambah pengetahuan
yang lebih baik bagi dunia keperawatan, serta dapat diaplikasikan untuk mengembangkan
kompetensi dalam keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai