Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK TENTANG

INKONTINENSIA URINE
KELOMPOK 2
ALFIN FADILLAH (161010100009)
AMBAR YULIANI (161030100183)
MAGHDA KHAIRUNNISAH AHWAN (161010100023)
SHELLY YULLYA PHUSPITTA (161010100025)
Definisi Inkontinensia Urine

Inkontinensia Urine (IU) atau yang lebih dikenal dengan beser sebagai bahasa awam merupakan salah
satu keluhan utama pada penderita lanjut usia.

Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi
diluar keinginan (Brunner and Suddarth, 2002).

Inkontinensia urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang cukup
sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan sosial. Variasi dari inkontinensia urin meliputi
keluar hanya beberapa tetes urin saja, sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang juga disertai
inkontinensia alvi (disertai pengeluaran feses) (brunner, 2011).
Klasifikasi Inkontinensia Urine
1. Inkontinensia Urin Akut Reversibel
Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol atau tak dapat pergi ke toilet sehingga berkemih tidak pada
tempatnya. Bila delirium teratasi maka inkontinensia urin umumnya juga akan teratasi. Setiap kondisi yang menghambat
mobilisasi pasien dapat memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau memburuknya inkontinensia persisten,
seperti fraktur tulang pinggul, stroke, arthritis dan sebagainya. Resistensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi
anatomis dapat pula menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada vagina dan urethra (vaginitisdan
urethritis) mungkin akan memicu inkontinensia urin. Gagal jantung dan insufisiensi vena dapat menyebabkan edema
dan nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinya inkontinensia urin nokturnal. Berbagai macam obat juga dapat
mencetuskan terjadinya inkontinensia urin seperti Calcium Channel Blocker, agonist adrenergic alfa, analgesicnarcotic,
psikotropik, antikolinergik dan diuretic.
Untuk mempermudah mengingat penyebab inkontinensia urin akut reversible dapat dilihat akronim di bawah ini :
a. Delirium.
b. Restriksi mobilitas, retensi urin.
c. Infeksi, inflamasi, Impaksi.
d. Poliuria, pharmasi.
Next..
2. Inkontinensia Urin Kronik (Persisten)
Inkontinensia urin persisten dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, meliputi anatomi, patofisiologi
dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi klinis lebih bermanfaat karena dapat membantu
evaluasi dan intervensi klinis. Kategori klinis meliputi :
a. Inkontinensia Urine Stress
Tak terkendalinya aliran urin akibat meningkatnya tekanan intra abdominal, seperti pada saat batuk,
bersin atau berolah raga. Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul, merupakan penyebab
tersering inkontinensia urin pada lansia dibawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkin
terjadi pada laki-laki akibat kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan transurethral dan radiasi.
b. Inkontinensia Urine Urgensi
Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih. Inkontinensia urin
jenis ini umumnya dikaitkan dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity). Inkontinensia
tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75 tahun. Satu variasi
inkontinensia urgensi adalah hiperaktifitas detrusor dengan kontraktilitas yang terganggu.
Next..
3. Inkontinensia Aliran Yang Berlebihan ( Over Flow Inkontinensia )
Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Hal
ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus
atau sclerosis multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih, dan
faktor-faktor obat-obatan.

4. Inkontinensia Urin Fungsional


Penyebab tersering adalah demensia berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang
menyebabkan kesulitan unutk pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis. Seringkali inkontinensia urin
pada lansia muncul dengan berbagai gejala dan gambaran urodinamik lebih dari satu tipe inkontinensia urin.
Faktor – faktor yang berkaitan dengan bertambahnya usia antara lain :
a. Mobilitas yang lebih terbatas karena menurunnya panca indra dan kemunduran system lokomosi.
b. Kondisi – kondisi medic yang patologik dan berhubungan dengan pengaturan urin, misalnya pada
penyakit DM, gagal jantung kongestif.
Etiologi Inkontinensia Urine

1. Kelainan traktus urinenarius bagian bawah


2. Usia
3. Kelainan Neurologis
4. Kelainan Sistemik
5. Kondisi Fungsional
6. Efek Samping Pengobatan
Etiologi Inkontinensia Urine Pada Lansia
Inkontinensia urine khususnya pada lansia dapat merupakan sebuah gejala dari penyakit lain. Terlebih
bila gejala tersebut disertai dengan polyuria, nokturia, peningkatan tekanan abdomen atau gangguan system
saraf pusat. Beberapa kondisi yang dapat menjadi penyebabnya ialah sebagai berikut :
1. Gagal jantung
2. Penyakit ginjal kronik
3. Diabetes
4. Penyakit paru obstruktif kronik
5. General cognitive impairment
6. Gangguan tidur, misalnya sleep apnea
7. Penyakit neurologis, misalnya stroke dan sclerosis multiple
8. Obesitas
Anatomi Fisiologi Inkontinensia Urine
Sistem urinaria adalah suatu system tempat
terjadinya proses penyaringan darah sehingga
darah bebas dari zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat
yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat
yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam
air dan dikeluarkan berupa urine (air kemih).
1. Ginjal
2. Ureter
3. Vesika urinaria (kandung kemih)
4. Uretra
Pathway Inkontinensia Urine

C:\Users\Home\Documents\Pathway Inkontinensia
Urine.docx
Prognosis Inkontinensia Urine
1. Inkontinensia Tekanan Urine
Pengobatan tidak begitu efektif. Pengobatan yang efektif adalah dengan latihan otot (latihan Kegel) dan
tindakan bedah. Perbaikan dengan terapi alfa agonis hanya sebesar 17%-74%, tetapi perbaikan dengan
latihan Kegel bisa mencapai 87%-88%.
2. Inkontinensia Urgensi
Dari studi, menunjukkan bahwa latihan kandung kemih memberikan perbaikan yang cukup signifikans
(75%) dibandingkan dengan penggunaan obat antikolinergik (44%). Pilihan terapi bedah sangat terbatas dan
memiliki tingkat morbiditas yang tinggi.
3. Inkontinensia Luapan
Terapi medikasi dan bedah sangat efektif untuk mengurangi gejala inkontinensia.
4. Inkontinensia Campuran
Latihan kandung kemih dan latihan panggul memberikan hasil yang lebih memuaskan dibandingkan
penggunaan obat-obata antikolinergik.
Manifestasi Klinis Inkontinensia Urine

1. Sering berkemih
2. Frekuensi
3. Nokturia
4. Urgensi
5. Urge Inkontinensia
Orang dengan inkontinensia urine mengalami kontraksi yang tak teratur pada kandung kemih selama
fase pengisian dalam siklus miksi. Urge inkontinensia merupakan gejala akhir pada inkontinensia urine.
Jumlah urine yang keluar pada inkontinensia urine biasanya lebih banyak dari pada kapasitas kandung
kemih yang menyebabkan kandung kemih berkontraksi untuk mengeluarkan urine.
Kompikasi Inkontinensia Urine

1. Infeksi saluran kemih


2. Ulkus pada kulit
3. Problem tidur
4. Depresi dan kondisi medis lainnya
Therapi Inkontinensia Urine

1. Terapi non farmakologi


Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia urin, seperti
hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi, dan lain-lain. Adapun terapi yang
dapat dilakukan adalah :
a. Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih) dengan teknik relaksasi
dan distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari.
b. Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kebiasaan lansia.
c. Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi berkemih mereka serta dapat
memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih.
d. Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar panggul secara berulang-
ulang.
Next..

2. Terapi farmakologi
a. Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik seperti
Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine.
b. Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk
meningkatkan retensi urethra.
c. Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfakolinergik
antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan secara
singkat.
Penatalaksanaan Medik
Inkontinensia Urine
1. Latihan otot-otot dasar panggul, latihan penyesuaian berkemih, obat-obatan untuk merelaksasi kandung
kemih dan estrogen, tindakan pembedahan memperkuat muara kandung kemih.
a. Inkontinen Stres
 Latihan otot-otot dasar panggul.
 Latihan penyesuaian berkemih.
 Obat-obatan untuk merelaksasi kandung kemih dan estrogen.
 Tindakan pembedahan memperkuat muara kandung kemih.
b. Inkontinensia urgensi
 Latihan mengenal sensasi berkemih dan penyesuaianya.
 Obat-obatan untuk merelaksasi kandung kemih dan estrogen.
 Tindakan pembedahan untuk mengambil sumbatan dan lain-lain keadaan patologik yang menyebabkan iritasi pada
saluran kemih bagian bawah.
Next..
c. Inkontensia overflow
 Kateterisasi, bila mungkin secara intermiten, dan kalau tidak mungkin secara menetap.
Tindakan pembedahan untuk mengangkat penyebab sumbatan.
d. Inkontinensia tipe fungsional
 Penyesuaian sikap berkemih antara lain dengan jadwal dan kebiasaan berkemih.
 Pakaikan dalam dan kain penyerap khusus lainnya.
 Penyesuaian/modifikasi lingkungan tempat berkemih.
 Kalau perlu digaunakan obat-obatan yang merelaksasi kandung kemih.
Next..
2. Penatalaksanaan Nonfarmakologis
Pada umumnya terapi inkontinensia urine adalah dengan cara operasi. Akan tetapi pada kasus ringan ataupun
sedang, bisa dicoba dengan terapi konservatif. Latihan otot dasar panggul adalah terapi non operatif yang paling
populer, selain itu juga dipakai obat-obatan, stimulasi dan pemakaian alat mekanis.
a. Latihan Otot Dasar Pinggul (‘Pelvic Floor Exercises’)
Otot dasar panggul membantu penutupan urethra pada keadaan yang membutuhkan ketahanan urethra misalnya
pada waktu batuk. Juga dapat mengangkat sambungan urethrovesikal ke dalam daerah yang ditransmisi tekanan
abdomen dan berkontraksi secara reflek dengan peningkatan tekanan intra abdominal, perubahan posisi dan pengisian
kandug kemih. Latihan kandung kemih adalah upaya melatih kandung kemih dengan cara konservatif, sehingga secara
fungsional kandung kemih tersebut kembali normal dari keadaannya yang abnormal.
b. Bladder Training
Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih) dengan teknik relaksasi dan
distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari. Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-
mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam. Membiasakan
berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kebiasaan lansia.
Next..
3. Penatalaksanaan Farmakologik
a. Alfa Adrenergik Agonis
Otot leher vesika dan uretha proksimal megandung alfa adrenoseptor yang menghasilkan kontraksi otot polos dan
peningkatan tekanan penutupan urethra obat aktif agonis alfa-reseptor bisa menghasilkan tipe stimulasi ini dengan efek
samping relatif ringan.
b. Efedrin
Efek langsung merangsang alfa sebaik beta-adrenoseptor dan juga melepaskan noradrenalin dari saraf terminal obat
ini juga dilaporkan efektif pada inkotinensia stres. Efek samping meningkatkan tekanan darah, kecemasan dan insomnia
oleh karena stimulasi SSP.
c. Phenylpropanololamine
PPA (Phenylpropanololamine) adalah komponen utama obat influensa dalam kombinasi dengan antihistamin dan
anthikholinergik.
d. Estrogen
Estrogen biasanya diberikan setelah tindakan bedah pada inkontinensia dengan tujuan untuk memperbaiki
vaskularisasi dan penyembuhan jaringan urogential, walaupun belum ada data yang akurat.
Next..
4. Stimulasi Elektrik
Prinsip stimulasi elektrik adalah menghasilkan kontraksi otot lurik uretra dan parauretra dengan memakai implant/non-
implant (anal atau vaginal) elektrode untuk meningkatkan tekanan uretra. Aplikasi stimulasi dengan kekuatan rendah selama
beberapa jam per hari selama beberapa bulan.

5. Alat Mekanis (Mechanical Devices)


a. Tampon
Tampon dapat membantu pada inkontinensia stres terutama bila kebocoran hanya terjadi intermitten misal pada waktu
latihan. Penggunaan terus menerus dapat menyebabkan vagina kering/luka.
b. Edward Spring
Dipasang intravagina. Terdapat 70 % perbaikan pada penderita dengan inkontinensia stres dengan pengobatan 5 bulan.
Kerugian terjadi ulserasi vagina.
c. Bonnas’s Device
Terbuat dari bahan lateks yang dapat ditiup. Bila ditiup dapat mengangkat sambungan urethrovesikal dan urethra proksimal.
Next..

6. Penatalaksanaan Pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapi non
farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnya memerlukan tindakan
pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum,
hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).

7. Modalitas Lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan inkontinensia urin, dapat
pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang mengalami inkontinensia urin, diantaranya :
a. Pampers
b. Kateter
Pemeriksaan Diagnostik
Inkontinensia Urine
1. Tes diagnostik pada inkontinensia urin
a. Kultur Urine : untuk menyingkirkan infeksi.
b. IVU : untuk menilai saliuran bagian atas dan obstruksi atau fistula.
c. Urodinamik :
 Uroflowmetri : mengukur kecepatan aliran.
 Sistrometri : menggambarkan kontraksi detrusor.
 Sistometri video: menunjukkan kebocoran urin saat mengedan pada pasien dengan inkontinensia stres.
 Flowmetri tekanan udara : mengukur tekanan uretra dan kandung kemih saat istirahatdan selama berkemih.
2. Pemeriksaan Penunjang
d. Urinalisis : Digunakan untuk melihat apakah ada bakteri, darah dan glukosa dalam urine.
e. Uroflowmeter : Digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan menunjukkan obstruksi pintu bawah kandung
kemih dengan mengukur laju aliran ketika pasien berkemih.
Next..
c. Cysometry : Digunakan untuk mengkaji fungsi neuromuskular kandung kemih dengan mengukur efisiensi
refleks otot destrusor, tekana dan kapasitas intravesikal, dan reaksi kandung kemih terhadap rangsangan
panas.
d. Urografi ekskretorik : Urografi ekskretori bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran ketika
pasien berkemih. Disebut juga pielografi intravena, digunakan untuk mengevaluasi struktur dan fungsi
ginjal, ureter dan kandung kemih.
e. Kateterisasi residu pascakemih : Digunakan untuk menentukan luasnya pengosongan kandung kemih dan
jumlah urine yang tersisa dalam kandung kemih setelah pasien berkemih.

3. Laboratorium
Tes yang biasanya dilakukan adalah urinealisa (tes urine untuk menetukan apakah gejalanya disebabkan
oleh inkontinensia urine, atau masalah lain, seperti infeksi saluran kemih atau batu kandung kemih). Tes ini
akan memberikan data mengenai tekanan/ volume dan hubungan tekanan/ aliran di dalam kandung kemih.
Pengukuran tekanan detrusor selama sistometri digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis overaktifitas
detrusor.
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
TENTANG INKONTINENSIA URINE PADA
LANSIA

..\Downloads\makalah gerontik.docx
THANKS YOU 
ANY QUESTION?

Anda mungkin juga menyukai