Anda di halaman 1dari 28

Inkontinensia Urine dan

Inkontinensia Fecal
Kelompok 16

I Gusti Ayu Putu Candra Wulandari


Nurunniswati
Zaetun
KONSEP PENYAKIT
Definisi Inkontinensia Urine dan Inkontinensia Fecal
1.Inkontinensia Urine.
Inkontinensia urine (IU) atau pengeluaran urine involunter adalah pengeluaran urine
secara tidak sadar, sering pada orang tua dan menyebabkan meningkatnya resiko infeksi
saluran kemih, masalah psikologi, dan isolasi social.
2.Inkontinensia Fecal.
Inkontinensia fecal adalah perubahan kebiasaan defekasi dari pola normal dengan
karakteristik pengeluaran feses secara involunter.
Etiologi Inkontinensia Urine dan Inkontinensia Fecal
1.Etiologi Inkontinensia Urine.
Etiologi inkontinensia urine menurut (Soeparman & Waspadji Sarwono, 2001) :
a.Poliuria, noktoria
b.Gagal jantung
c.Faktor usia : lebih banyak ditemukan pada usia >50 tahun
d.Lebih banyak terjadi pada lansia wanita dari pada pria hal ini disebabkan oleh :
• Penurunan produksi esterogen menyebabkan atropi jaringan uretra dan efek akibat
dilahirkan dapat mengakibatkan penurunan oror-otot dasar panggul.
• Perokok, minum alcohol.
• Obesitas.
• Infeksi saluran kemih (ISK).
2.Etiologi Inkontinensia Fecal
Penyebab utama timbulnya inkontinensia fecal adalah masalah sembelit, penggunaan pencaha
yang berlebihan, gangguan saraf seperti demensia dan stroke serta gangguan kolorektum
seperti diare, neuropati diabetic, dan kerusakan sfingter rectum.
Patofisiologi Inkontinensia Urine dan
Inkontinensia Fecal
1.Patofisiologi Inkontinensia Urine.
Inkontinensia urine membutuhkan input dari SSP, kandung kemih dapat mengembang
dan berkontraksi serta sfingter yang dapat mempertahankan tekanan uretra lebih tinggi
dari tekanan dalam kandung kemih.
2.Patofisologi Inkontinensia Fecal.
Untuk memahami patofisiologi inkontinensia fecal, mekanisme defekasi normal harus
dipahami. Normalnya rectum dalam keadaan kosong. Ketika rectum terdistensi akibat
feses yang masuk melalui kolon sigmoid, reflex defekasi terstimulus. Refleks ini
menyebabkan relaksasi sfingter internal secara involunter dan menstimulasi keinginan
defekasi.
Klasifikasi Inkontinensia Urine dan Inkontinensia Fecal
1.Klasifikasi Inkontinensia Urine.
Inkontinensia secara umum digolongkan sebagai :
a.Inkontinensia stres.
Inkontinensia stress adalah pengeluaran urine berkaitan dengan peningkatan tekanan intra-
abdomen selama bersin, batuk, mengangkat. Jumlah pengeluaran urine biasanya kecil.

b. Inkontinensia urgensi (juga disebut kandung kemih overaktif).


Merupakan pengeluaran urine involunter berkaitan dengan desakan kuat untuk berkemih.
c. Inkontinensia overflow.
Merupakan ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih, yang menyebabkan
distensi berlebihan dan pengeluaran urine dalam jumlah kecil yang sering
-
d.Inkontinensia fungsional.
Merupakan inkontinensia yang ditimbulkan oleh penyebab fisik, lingkungan atau
psikososial
e.Inkontinensia campuran, dengan elemen I kontinensia stres dan urgensi, umum terjadi.
f.Inkontinensia total
Adalah kehilangan semua control volunteer tehadap urinasi berlebihan, dengan
pengeluaran urine terjadi tanpa ada stimulus dan pada semua posisi,
2.Klasifikasi Inkontinensia fecal.
a.Inkontinensia fecal akibat konstipasi
b.Inkontinensia fecal simtomatik
c.Inkontinensia fecal neurogenic
d.Inkontinensia fecal akibat hilangnya reflex anal.
e.Inkontinensia fecal akibat konstipasi kolonik
f.Inkontinensia fecal akibat konstipasi dirasakan
g.Inkontinensia fecal akibat diare
h.Inkontinensia fecal akibat hemorrhoid
i.Fecal impaction
Manifestasi Klinis Inkontinensia Urine dan Inkontinensia Fecal
Manifestasi klinis inkontinensia urine.
• Inkontinensia stress : Keluarnya urine selama batuk, mengedan dan sebagainya. Gejala-gejala ini
sangat spesifik untuk inkontinensia stress
• Inkontinensia urgensi : Manifestasinya dapat berupa perasaan ingin kencing yang mendadak (urge),
kencing berulang kali (frekuensi) dan kencing di malam hari ( nokturia)
• Enuresis diagnostic : 10% anak usia 5 tahun dan 5% anak usia 10 tahun mengompol selama tidur
Mengompol pada anak yang lebih tua merupakan sesuatu yang abnormal dan menunjukkan adanya
kandung kemih yang tidak stabil
• Gejala infeksi urine (frekuensi, dysuria, nokturia), obstruksi, trauma (termasuk pembedahan), fistula
(menetes terus menerus). Penyakit neurologis (sifungsi seksual atau usus besar) atau penyakit sistemik
(misalnya diabetes) dapat menunjukkan penyakit yang mendasari.
Manifestasi klinis inkontinensia fecal
• Secara klinis, inkontinensia fecal dapat tampak sebagai feses yang cair atau belum berbentuk dan
feses keluar yang sudah berbentuk, sekali atau dua kali sehari dipakaian atau tempat tidur. Perbedaan
penampilan klinis ini dapat menunjukkan penyebab yang berbeda-beda, antara lain inkontinensia fecal
akibat konstipasi atau sulit buang air besar, simtomatik berkaitan dengan penyakit usus besar, akibat
gangguan saraf pada proses defekasi atau neurogenic dan akibat hilangnya reflex pada anus.
Pemeriksaan Penunjang Inkontinensia Urine dan
Inkontinensia Fecal

1.Pemeriksaan penunjang inkontinensia urine 2.Pemeriksaan penunjang inkontinensia fecal


-Pemeriksaan specimen urine -Anal manometry
-Pengukuran jumlah urine -USG anorektal atau MRI
-USG saluran kemih -Defecography
-Sistoskopi -Proctosigmoidoscopy
-Pemeriksaan urodinamik -Anal electromyography (EMG)
-Uroflowmetry
Penatalaksanaan Inkontinensia Urine dan Inkontinensia Fecal
1.Penatalaksanaan inkontinensia urine
a.Penatalaksanaan inkontinensia urine dengan menggunakan tindakan non farmakologi
dapat dilakukan dengan cara terapi perilaku, pengaturan makanan dan minuman,
bladder training, penguatan otot panggul.
b.Penatalaksanaan inkontinensia urine dengan menggunakan tindakan farmakologis
dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obatan
c.Penatalaksanaan inkontinensia dengan menggunakan tindakan pembedahan, biasanya
dilakukan pada penderita inkontinensia tipe urgensi dan stress.
2.Penatalaksanaan inkontinensia fecal
Penatalaksanaan inkontinensianfecal diarahkan kepada penyebab yang teridentifikasi. Medikasi
untuk meredakan diare atau konstipasi mungkin diresepkan. Diet tinggi serat, cairan yang lebih
banyak, dan olahraga teratur dapat membantu bagi banyak pasien Olahraga untuk memperbaiki
tonus otot sfingter dan dasar pelvis (latihan kegel) dapat bermanfaat jangka panjang. Pasien dapat
memperoleh manfaat dari penggnaan loperamid sebelum makan dan secara profilaktik sebelum
melakukan kegiatan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Inkontinensia Urine.
1.Pengkajian.
• Adapun data-data yang akan dikumpulkan dikaji pada asuhan keperawatan dengan
diagnosa medis inkontinensia urine :
-Identitas klien.
-Keluhan utama
-Riwayat penyakit sekarang.
-Riwayat penyakit dahulu.
-Riwayat penyakit keluarga
-Pemeriksaan Fisik ( Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah B1-B6)
2.Diagnosa.
• Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan tidak adanya sensasi untuk berkemih dan
kehilangan kemampuan untuk menghambat kontraksi kantung kemih.
• Resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter dalam waktu yang lama.
• Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi kontras oleh urine.
• Resiko kekurangan volume tubuh berhubungan dengan intake yang adekuat
3.Intervensi.
a.Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan tidak adanya sensasi untuk berkemih dan
kehilangan kemampuan untuk menghambat kontraksi kandung kemih.
Kriteria Hasil :
Klien dapat menjelaskan penyebab inkontinensia dan rasional penatalaksanaan.
Intervensi :
• Kaji kebiasaan pola berkemih dan gunakan catatan berkemih sehari.
Rasional : Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan beri distensi kandung kemih.
• Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari.
Rasional : Pembatasan cairan pada malam hari dapat mencegah terjadinya enuresis.
• Bila masih terjadi inkontinensia kurangi waktu antara berkemih yang telah direncanakan.
Rasional : Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine sehingga diperlukan untuk
lebih sering berkemih.
• Instruksikan klien batuk dalam posisi litotomi, jika tidak ada kebocoran, ulangi dengan posisi klien membentuk sudut
45, lanjutkan dengan klien berdiri jika tidak ada kebocoran yang lebih dulu.
Rasional : Untuk membantu dan melatih pengosongan kandung kemih.
• Pantau pemasukan dan pengeluaran, pastikan klien mendapat masukan cairan 2000 ml, kecuali harus dibatasi.
Rasional : Dehidrasi optimal diperlukan untuk mencegah ISK dan batu ginjal.
• Kolaborasi dengan dokter dalam mengkaji efek medikasi dan tentukan kemungkinan perubahan obat, dosis/jadwal
pemberian obat untuk menurunkan frekuensi inkontinensia.
b.Resiko infeksi berhubungan dengan inkontinensia, imobilitas dalam waktu yang lama.
Kriteria hasil :
Urine jernih, urinalisis dalam batas normal, culture urine menunjukkan tidak adanya bakteri.
Intervensi :
• Berikan perawatan perineal dengan air sabun setiap shift. Jika pasien inkontinensia, cuci daerah perineal
segera mungkin.
Rasional : Untuk mencegah kontaminasi uretra.
• Jika dipasang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2x sehari (merupakan bagian dari waktu mandi
pagi dan pada waktu akan tidur) dan setelah buang air besar.
Rasional : Kateter memberikan jalan pada bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke saluran
perkemihan.
• Ikuti kewaspadaan umum (cuci tangan sebelum dan sesudah kontak langsung, pemakaian sarung tangan),
bila kontak dengan cairan tubuh atau darah yang terjadi (memberikan perawatan perineal, pengosongan
kandung drainase urine, penampungan specimen urine). Pertahankan teknik aseptic bila melakukan
katerisasi, bila mengambil contoh urine dari kateter indwelling.
Rasional : Untuk mencegah kontaminasi silang.
• Kecuali dikontraiindikasi, ubah posisi pasien setiap 2 jam dan anjurkan masukan sekurang-
kurangnya 2400ml/hari. Bantu melakukan ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
Rasional : Untuk mencegah stasis urine.
• Lakukan tindakan untuk memelihara asam urine.
-Tingkatkan masukan sari buah berry.
-Berikan obat obatan, untuk meningkatkan asam urine.
-R : asam urine menghalangi tumbuhnya kuman. Karena jumlah sari buah berry diperlukan untuk
mencapai dan memelihara keasaman urine. Peningkatan masukan cairan sari buah dapat
berpengaruh dalam pengobatan infeksi saluran kemih.
c.Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi kontras oleh urine.
Kriteria hasil :
• Jumlah bakteri <100.000/ml
• Kulit periostomal penuh
• Suhu 37oC
• Urine jernih dengan sendimen minimal
Intervensi :
• Pantau penampilan kulit periostomal setiap 8 jam.
Rasional : Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpanan dari hasil yang diharapkan.
• Ganti wafer stomehensif setiap minggu atau bila bocor terdefekasi. Yakinkan kulit bersih dan kering sebelum
memasang wafer yang baru. Potongan lubang wafer kira-kira setengah inci lebih besar dan diameter stoma
untuk menjamin ketepatan ukuran kantung yang benar-benar menutupi kulit periastomal. Kosongkan kantung
urostomi bila telah seperempat sampai setengah penuh.
Rasional : Peningkatan berat urine dapat merusak segel periostomal, memungkinkan kebocoran urine. Pemajanan
menetap pada kulit periostomal terhadap asam urine dapat menyebabkan kerusakan kulit dan peningkatan resiko
infeksi.
d.Resiko kekurangan volume tubuh berhubungan dengan intake yang adekuat.
Kriteria hasil : Pengeluaran urine tepat, berat badan 50 kg
Intervensi :
• Awasi tanda – tanda vital.
Rasional : Pengawasan invasive diperlukan untuk mengkaji volume intravascular, khususnya pada pasien
dengan fungsi jantung buruk.
• Catat pemasukan dan pengeluaran.
Rasional : Untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan resiko
kelebihan cairan.
• Awasi berat jenis urine.
Rasional : Untuk mengukur kemampuan ginjal dalam mengkonsestrasikan urine.
• Berikan minuman yang disukai sepanjang 24 jam.
Rasional : membantu periode tanpa cairan meminimalkan kebosanan pilihan yang terbatas dan
menurunkan rasa haus.
• Timbang BB setiap hari.
Rasional : Untuk mengawasi status cairan.
4.Implementasi.
Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan pelaksanaan atau tindakan yang
dilakukan berdasarkan intervensi atau rencana yang telah ditulis.
5.Evaluasi.
Evaluasi adalah hasil akhir dari proses keperawatan dilakukan untuk mengetahui
sampai dimana keberhasilan tindakan yang diberikan sehingga dapat menemukan
intervensi yang akan dilanjutkan, sesuai dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
B.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Inkontinensia Fecal (Alvi).
1.pengkajian
-Identitas klien.
-Keluhan utama
-Riwayat penyakit sekarang.
-Riwayat penyakit dahulu.
-Riwayat penyakit keluarga
-Pola fungsional kesehatan.
-Pemeriksaan fisik.
-Pemeriksaan penunjang.
2.Diagnosa.
• Inkontinensia defekasi b.d penurunan kontrol sfingter volunter.
• Harga diri rendah b.d rasa malu tentang inkontinensia di depan orang lain.
• Kerusakan integritas kutit b.d inkontinensia fekal.
• Resiko ketidakseimbangan cairan b.d output berlebihan.
3. Intervensi
a. Inkontinensia defekasi b.d penurunan kontrol sfingter volunter.
Kriteria Hasil :
• BAB teratur,mulai dari setiap hari sampai 3 – 5
• Status nutrisi makanan dan minuman adekuat.
• Integritas jaringan kulit dan
• membrane mukosa baik
Intervensi
• Konsul ke dokter jika pasein memerlukan suppositoria
• Instruksikan pasien/ kekuranga untuk mencetat keluaran feses
• Cuci area perianal dengan sebum dan air lalu keringkan
• Jaga kebersihan baju dan empat tidur
• Lakukan program latihan BAB
• Monitor efek samping pengobatan.
b. Harga diri rendah b.d rasa malu tentang inkontinensia di depan orang lain.
Kriteria Hasil
• Menunjukan penilaian pribadi tentang harga diri
• Menggungkapkan penerimaan diri
• Komunikasi terbuka
• penyesuaian psikososial: perubahan hidup :respon psikososial adaptive individu terhadap
perubahan dalam hidup
Intervensi :
• Dorong pasien mengidentifikasi kekuatan diri
• Ajarkan keterampilan perilaku yang positif melalu bermain peran, model peram, diskusi
• Dukung peningkatan tanggung jawab diri, jika diperlukan
• Kolaborasi dengan sumber-sumber lain (petugas dinas social, perawatan spesialis klinis,
dan layanan keagamaan)
c. Kerusakan integritas kutit b.d inkontinensia fekal.
Kriteria Hasil :
• Intergritas kulit yang baik bisa dipertahankan(sensasi,elastisitas,tempratur,hidrasi,pigmentasi )
• Tidak ada luka/lesi pada kulit
• Perfusi jaringan baik
• Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang
• Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
Intervensi:
• Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
• Hindari kerutan pada tempat tidur.
• Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
• Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada darah yang tertekan.
• Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat.
d. Resiko ketidakseimbangan cairan b.d output berlebihan.
Kriteria Hasil :
• Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ, urine normal, HT normal.
• Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
• Tidak ada tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, mebran mukosa lembab, tidak ada
rasa haus yang berlebihan
Intervensi :
• Kolaborasi pemberian cairan IV.
• Monitor status nutrisi
• Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
• Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukos, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik) jika diperlukan.
4.Implementasi.

Tahapan melaksanakan tindakan yang telah dirumuskan.

5.Evaluasi

Keefektifan perawatan bergantung pada keberhasilan dalam mencapai tujuan dan hasil akhir yang diharapkan dari
perawatan secara optimal klien akan mampu mengeluarkan feses yang lunak secara teratur tanpa merasa nyeri.
Kesimpulan

Inkontinensia fecal adalah perubahan kebiasaan defekasi dari pola normal dengan
karakteristik pengeluaran feses secara involunter. Sedangkan inkontinensia urine adalah
pengeluaran urine secara tidak sadar, sering pada orang tua dan menyebabkan
meningkatnya resiko infeksi saluran kemih, masalah psikologi, dan isolasi social. Proses
keperawatan terdiri dari 5 proses yaitu pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi
dan evaluasi
terimakasih

Anda mungkin juga menyukai