Disusun Oleh:
Arrahmah Nurfadilah (0432950921014)
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi inkontinensia urin menurut (H. Alimun Azis,2006)
a. Inkontinensia dorongan
Inkontinensia dorongan merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urin tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat
untuk berkemih
b. Inkontinensia total
Inkontinensia total merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran
urin terus menerus dan tidak dapat diperkirakan.
c. Inkontinensia stress
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin kurang dari
50ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen.
d. Inkontinensia refleks
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin yang tidak
dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume kandung
kemih mencapai jumlah tertentu.
e. Inkontinensia fungsional
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin tanpa disadari
dan tidak dapat diperkirakan.
C. ETIOLOGI
Etiologi inkontinensia urin menurut (Soeparman & Waspadji Sarwono,2001):
a. Polyuria, nocturia
b. Gagal jantung
c. Faktor usia : lebih banyak ditemukan pada usia >50 tahun.
d. Lebih banyak terjadi pada lansia Wanita daripada pria, hal ini disebabkan oleh:
Penurunan produksi estrogen menyebabkan atropi jaringan uretra dan efek
akibat melahirkan dapat mengakibatkan penurunan otot-otot dasar
panggul.
Perokok, minuman alcohol.
Obesitas
Infeksi saluran kemih (ISK)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang inkontinensia urin menurut (Soeparman & Waspadji
S,2001). Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat
mahal. Sisa-sisa urin pasca kemih perlu diperkirakan pada pemeriksaan fisik.
Pengukuran yang spesifik dapat dilakukan dengan ultrasound atau kateterisasi urin.
Merembesnya urin pada saat dilakukan penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi
tersebut juga harus dikerjakan Ketika kandung kemih penuh dan desakan untuk
berkemih. Diminta untuk batuk Ketika sedang diperiksa dalam posisi litotomi atau
berdiri. Merembesnya urin sering kali dapat dilihat informasi yang daopat diperoleh
antara lain saat pertama ada keinginan berkemih, ada atau tidak adanya kontraksi
kandung kemih tak terkendali, dan kapasitas kandung kemih.
1. Elektolit, ureum, kreatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk menentukan
fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan polyuria. Tes laboratorium tambahan
seperti kultur urin, blood urin nitrogen, kreatinin, kalsium, glukosa sitol.
2. Catatan berkemih dilakukan untuk mengetahui pola berkemih. Catatan ini
digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah urin saat mengalami inkontinensia
urin dan tidak inkontinensia urin, dan gejala berkaitan dengan inkontinensia urin.
Pencatatan pola berkemih tersebut dilakukan selama 1-3 hari. Catatan tersebut
dapat dilakukan untuk memantau respon terapi dan juga dapat dipakai sebagai
intervensi terapeutik karena dapat menyadarkan pasien faktor pemicu.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan inkontinensia urin adalah untuk mengurangi faktor resiko,
mempertahankan homeostatis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan,
medikasi, Latihan otot pelvis dan pembedahan.
Dari beberapa hal tersebut diatas, dapat dilakukan sebagai berikut. Pemanfaatan kartu
catatan berkemih yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan
jumlag urin yang keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena
tak tertahankan, selain itu dicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang
diminum.
Terapi non farmakologis
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya
inkontinensia urin, seperti hyperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretic,
gula darah tinggi, dll. Adapun terapi yang dapat dilakukan antara lain:
melakukan Latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu
berkemih) dengan Teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekuensi berkemih
6-7 kali/ hari. Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih
bila belum waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu
tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap
sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam. Membiasakan berkemih pada
waktu-waktu yang telah ditentukan.
R : pengawas invasive diperlukan untuk mengkaji volume interval vascular,
khususnya pada pasien dengan kondisi fungsi jantung buruk.
Catat pemasukan dan pengeluaran
R : untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan
penurunan resiko kelebihan cairan
Awasi berat jens urin
R : Untuk mengukur kemampuan ginjal dalam mengkonsestrasikan urin
Berikan minuman yang disuka selama 24 jam
R : membantu periode tanpa cairan, meminimalkan kebosanan pilihan yang
terbatas dan menurunkan rasa haus
Timbang BB setiap hari
R : untuk mengawasi status cairan
Evaluasi