Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN INKONTINENSIA URIN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Gerontik

Disusun Oleh:
Arrahmah Nurfadilah (0432950921014)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1 JURUSAN KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH
BEKASI
TAHUN 2022
A. PENGERTIAN
Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak
terkendali atau terjadi diluar keinginan (Brunner and Suddart,2002).
Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak terkendali
pada watktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya,
yang mengakibatkan masalah social dan higienis penderitanya.
Menurut international continence society, inkontinensia urin adalah kondisi
keluarnya urin yang tidak terkendali yang dapat didemonstrasikan secara obyektif dan
menimbulkan gangguan hygiene dan social.

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi inkontinensia urin menurut (H. Alimun Azis,2006)
a. Inkontinensia dorongan
Inkontinensia dorongan merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urin tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat
untuk berkemih
b. Inkontinensia total
Inkontinensia total merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran
urin terus menerus dan tidak dapat diperkirakan.
c. Inkontinensia stress
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin kurang dari
50ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen.
d. Inkontinensia refleks
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin yang tidak
dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume kandung
kemih mencapai jumlah tertentu.
e. Inkontinensia fungsional
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin tanpa disadari
dan tidak dapat diperkirakan.

C. ETIOLOGI
Etiologi inkontinensia urin menurut (Soeparman & Waspadji Sarwono,2001):
a. Polyuria, nocturia
b. Gagal jantung
c. Faktor usia : lebih banyak ditemukan pada usia >50 tahun.
d. Lebih banyak terjadi pada lansia Wanita daripada pria, hal ini disebabkan oleh:
 Penurunan produksi estrogen menyebabkan atropi jaringan uretra dan efek
akibat melahirkan dapat mengakibatkan penurunan otot-otot dasar
panggul.
 Perokok, minuman alcohol.
 Obesitas
 Infeksi saluran kemih (ISK)

D. TANDA DAN GEJALA


a. Tanda-tanda inkontinensia urin menurut (H. Alimun Aziz,2006)
1). Inkontinensia dorongan :
 Sering miksi
 Spasme kandung kemih
2). Inkontinensia total
 Aliran konstan terjadi pada saat tidak diperkirakan
 Tidak ada distensi kandung kemih
 Nocturia dan pengobatan inkontinensia tidak berhasil
3). Inkontinensia stress

 Adanya urin menetes dan peningkatan tekanan abdomen


 Adanya dorongan kemih
 Sering miksi
 Otot pelvis dan struktur penunjang lemah.
4). Inkontinensia refleks
 Tidak ada dorongan untuk berkemih
 Merasa bahwa kandung kemih penuh
 Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada
interval
5). Inkontinensia fungsional
 Adanya dorongan kemih
 Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urin
E. PATOFISIOLOGI
Inkontinensia urin dapat terjadi dengan berbagai manifestasi antara lain:
1. Perubahan yang terkait dengan usia pada system perkemihan vesika urinaria
(kandung kemih). Kapasitas kandung kemih yang normal sekitar 300-600ml.
dengan sensasi keinginan untuk berkemih diantara 150-350ml, berkemih dapat
ditunda dalam 1-2 jam sejak keinginan berkemih dirasakan. Ketika keinginan
berkemih atau miksi terjadi pada otot detrusor kontraksi dan sfingter internal dan
sfingter eksternal relaksasi, yang membuka uretra. Pada orang dewasa muda
hampir semua urin dikeluarkan dengan proses ini. Pada lansia tidak semua urin
dikeluarkan, tetapi residu urin 50ml atau kurang dianggap adekuat. Jumlah yang
lebih dari 100ml mengindikasikan adanya retensi urin. Perubahan yang lainnya
pada proses penuaan adalah terjadinya kontraksi kandung kemih tanpa disadari.
Wainita lansia, terjadi penurunan produksi estrogen menyebabkan atrofi jaringan
uretra dan efek akibat melahirkan mengakibatkan penurunan pada otot-otot dasar
(Stanley M &Beare G Patricia,2006)
2. Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih.
Terjadi hambatan pengeluaran urin dengan pelebaran kandung kemih, urin banyak
dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan. Fungsi sfingter yang
terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang inkontinensia urin menurut (Soeparman & Waspadji
S,2001). Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat
mahal. Sisa-sisa urin pasca kemih perlu diperkirakan pada pemeriksaan fisik.
Pengukuran yang spesifik dapat dilakukan dengan ultrasound atau kateterisasi urin.
Merembesnya urin pada saat dilakukan penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi
tersebut juga harus dikerjakan Ketika kandung kemih penuh dan desakan untuk
berkemih. Diminta untuk batuk Ketika sedang diperiksa dalam posisi litotomi atau
berdiri. Merembesnya urin sering kali dapat dilihat informasi yang daopat diperoleh
antara lain saat pertama ada keinginan berkemih, ada atau tidak adanya kontraksi
kandung kemih tak terkendali, dan kapasitas kandung kemih.
1. Elektolit, ureum, kreatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk menentukan
fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan polyuria. Tes laboratorium tambahan
seperti kultur urin, blood urin nitrogen, kreatinin, kalsium, glukosa sitol.
2. Catatan berkemih dilakukan untuk mengetahui pola berkemih. Catatan ini
digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah urin saat mengalami inkontinensia
urin dan tidak inkontinensia urin, dan gejala berkaitan dengan inkontinensia urin.
Pencatatan pola berkemih tersebut dilakukan selama 1-3 hari. Catatan tersebut
dapat dilakukan untuk memantau respon terapi dan juga dapat dipakai sebagai
intervensi terapeutik karena dapat menyadarkan pasien faktor pemicu.

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan inkontinensia urin adalah untuk mengurangi faktor resiko,
mempertahankan homeostatis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan,
medikasi, Latihan otot pelvis dan pembedahan.
Dari beberapa hal tersebut diatas, dapat dilakukan sebagai berikut. Pemanfaatan kartu
catatan berkemih yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan
jumlag urin yang keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena
tak tertahankan, selain itu dicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang
diminum.
 Terapi non farmakologis
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya
inkontinensia urin, seperti hyperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretic,
gula darah tinggi, dll. Adapun terapi yang dapat dilakukan antara lain:
melakukan Latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu
berkemih) dengan Teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekuensi berkemih
6-7 kali/ hari. Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih
bila belum waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu
tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap
sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam. Membiasakan berkemih pada
waktu-waktu yang telah ditentukan.
R : pengawas invasive diperlukan untuk mengkaji volume interval vascular,
khususnya pada pasien dengan kondisi fungsi jantung buruk.
 Catat pemasukan dan pengeluaran
R : untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan
penurunan resiko kelebihan cairan
 Awasi berat jens urin
R : Untuk mengukur kemampuan ginjal dalam mengkonsestrasikan urin
 Berikan minuman yang disuka selama 24 jam
R : membantu periode tanpa cairan, meminimalkan kebosanan pilihan yang
terbatas dan menurunkan rasa haus
 Timbang BB setiap hari
 R : untuk mengawasi status cairan
Evaluasi

Evaluasi keperawatan terhadap gangguan inkontinensia data dinilai dari adanya


kemampuan dalam:

 Miksi dengan normal, ditunjukan dengan kemampuan berkemih sesuai


dengan asupan cairan dan pasien mampu berkemih tanpa menggunakan
obat, kompres pada kandung kemih atau kateter
 Mempertahankan integritas kulit, ditunjukan dengan adanya perineal kering
tanpa inflamasi dan kulit di sekitar uterostomi kering
 Memeriksa rasa nyaman, ditunjukan dengan berkurangnya dysuria, tidak
ditemukan adanya distensi kandung kemih.
 Melakukan bladder training, ditunjukkan dengan berkurangnya frekuensi
inkontinensia dan mampu berkemih di saat ingin berkemih.

Anda mungkin juga menyukai