Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

INKONTINENSIA URINE PADA PASIEN GERONTIK

Disusun Oleh :

PRIYO GUNANTO

NPM 2022207209336

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU-LAMPUNG
TAHUN 2022

1
A. KONSEP DASAR MEDIK

1. Definisi

Inkontinensia urine adalah berkemih diluar kesadaran, pada waktu dan tempat

yang tidak tepat, dan menyebabkan masalah kebersihan atau sosial. Aspek sosial yang

akan dialami oleh lansia antara lain kehilangan harga diri, merasa terisolasi dan

depresi.

Inkontinensia urine adalah sering berkemih/ngompol yang tanpa disadari

merupakan salah satu keluhan orang lanjut usia.

Inkontinensia urine adalah pengeluaran urine dalam jumlah dan frekuensi

yang cukup banyak, sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan sosial

(Kane, dkk, 1989).

2. Klasifikasi

1) Inkontinensia Stress

Akibat adanya tekanan didalam abdomen, seperti bersin, atau selama

latihan, menyebabkan kebocoran urine dari kandung kemih. Tidak terdapat

aktivitas kandung kemih. Tipe inkontinensia urine ini sering diderita wanita yang

mempunyai banyak anak.

2) Inkontinensia Mendesak (urge incontinence)

Berkemih dapat dilakukan, tetapi orang biasanya berkemih sebelum

sampai ke toilet. Mereka tidak merasakan adanya tanda untuk berkemih. Kondisi

ini terjadi karena kandung kemih seseorang berkontraksi tanpa didahului oleh

keinginan untuk berkemih.

Kehilangan sensasi untuk berkemih ini disebabkan oleh adanya penurunan

fungsi persarafan yang mengatur perkemihan.

3) Inkontinensia Overflow

Seseorang yang menderita inkontinensia overflow akan mengeluh bahwa

urinenya mengalir terus menerus. Hal ini disebabkan karena obstruksi saluran

kemih seperti pada pembesaran prostat atau konstipasi. Untuk pembesaran prostat

yang menyebabkan inkontinensia dibutuhkan tindakan pembedahan. Dan untuk

konstipasinya relatif mudah diatasi.

2
4) Inkontinensia Refleks

Ini terjadi karena kondisi sistem saraf pusat yang terganggu, seperti

demensia. Dalam hal ini, pengosongan kandung kemih dipengaruhi refleks yang

dirangsangoleh pengisian. Kemampuan rasa ingin berkemih dan berhenti

berkemih tidak ada. Penatalaksanaannya dengan permintaan untuk miksi secara

teratur setiap jam atau dengan menggunakan diapers ukuran dewasa.

5) Inkontinensia fungsional

Pada klien ini mempunyai kandung kemih dan saluran urine yang utuh dan

tidak mengalami kerusakan persarafan yang secara langsung mempengaruhi

sistem perkemihan tersebut. Kondisi ini muncul akibat ketidakmampuan lain yang

mengurangi kemampuannya untuk mempertahankan kontinensia.

3. Etiologi

Etiologi inkontinensia urine menurut (Soeparman & Waspadji Sarwono, 2001) :

a. Poliuria, noktoria

b. Gagal jantung

c. Faktor usia : lebih banyak ditemukan pada usia > 50 tahun.

d. Lebih banyak terjadi pada lansia wanita dari pada pria hal ini disebabkan oleh:

1) Penurunan produksi esterogen menyebabkan atropi jaringan uretra dan efek

akibat dilahirkan dapat mengakibatkan penurunan otot-otot dasar panggul.

2) Perokok, minum alkohol.

3) Obesitas.

4) Infeksi saluran kemih (ISK)

4. Anatomi Fisiologi

3
1) Ureter

Terdiri dari 2 saluran pipa untuk mengalirkan urine dari ginjal ke

kandung kemih (vesika urinaria), panjangnya sekitar 25 cm dengan

penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan

sebagian terletak dalam rongga pelvis.

Lapisan dinding ureter terdiri dari 3 lapisan :

a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)

b. Lapisan tengah otot polos (smooth muscle)

c. Lapisan sebelah dalam (lapisan mukosa)

2) Vesika urinaria (kandung kemih)

Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon

karet, terletak dibelakang simfisis pubis didalam rongga panggul. Bentuk

kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat dan

berhubungan dengan ligamentum vesika umbikalis medius.

3) Uretra

Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung

kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar dari tubuh. Pada laki-laki

uretra berjalan berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian

menembus lapisan fibrosa ke bangian penis. Uretra pada wanita terletak

dibelakang simfisis pubis, berjalan mirirng sedikit kearah atas, panjangnya

sekitar 3-4 cm.

5. Patofisiologi

Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:

a. Perubahan yang terkait dengan usia pada sistem perkemihan vesika urinaria

(kandung kemih). Kapasitas kandung kemih yang normal sekitar 300-600 ml.

Dengan sensasi keinginan untuk berkemih diantara 150-350 ml. Berkemih dapat

ditundas 1-2 jam sejak keinginan berkemih dirasakan. Ketika keinginan berkemih

atau miksi terjadi pada otot detrusor kontrasi dan sfingter internal dan sfingter

ekternal relaksasi, yang yang membuka uretra. Pada orang dewasa muda hampir

semua urine dikeluarkan dengan proses ini. Pada lansia tidak semua urine

4
dikeluarkan, tetapi residu urine 50 ml atau kurang dianggap adekuat. Jumlah

yang lebih dari 100 ml mengidentifikasi adanya retensi urine. Perubahan yang

lainnya pada proses penuaan adalah terjadinya kontraksi kandung kemih tanpa

disadari. Wanita lansia, terjadi penurunan produksi estrogen menyebabkan atrofi

jaringan uretra dan efek akibat melahirkan mengakibatkan penurunan pada otot-

otot dasar ( Stanley M & Beare G Patricia, 2006 ).

b. Fungsi otot besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih.

Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine

banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan. Fungsi sfingter yang

terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin .

6. Tanda dan Gejala

a. Melaporkan merasa desakan berkemih, disertai ketidakmampuan mencapai

kamar mandi karena telah mulai berkemih.

b. Desakan, frekuensi, dan nokturia.

c. Inkontinensia stres, dicirikan dengan keluarnya sejumlah kecil urine ketika

tertawa, bersin, melompat, batuk, atau membungkuk.

d. Inkontinensia overflow, dicirikan dengan aliran urine buruk atau lambat dan

merasa menunda atau mengejan.

e. Inkontinensia fungsional, dicirikan dengan volume dan aliran urine yang

adekuat.

f. Higiene atau tanda-tanda infeksi.

g. Kandung kemih terletak diatas simfisis pubis.

7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Urinalisis digunakan untuk melihat apakah ada bakteri, darah dan glukosa dalam

urine.

b. Uroflowmetry digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan menunjukkan

obstruksi pintu bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran ketika pasien

berkemih.

5
c. Cysometry digunakan untuk mengkaji fungsi neuromuskular kandung kemih

dengan mengukur efisiensi refleks otot detrusor, tekanan dan kapasitas

intravesikal, dan reaksi kandung kemih terhadap rangsangan panas.

d. Urografi eksretorik, disebut juga pielografi intravena, digunakan untuk

mengevaluasi struktur dan fungsi ginjal, ureter, dan kandung kemih.

e. Voiding cystourethrography digunakan untuk mendeteksi ketidaknormalan

kandung kemih dan uretra serta mengkaji hipertrofi lobus prostat, struktur uretra,

dan tahap gangguan uretra prostatik stenosis (pada pria).

f. Urterografi retrograde, digunakan hampir secara eksklusif pada pria, membantu

diagnosis struktur dan obstruksi orifisium uretra.

g. Elektromiografi sfingter eksternal mengukur aktivitas listrik sfingter urinarus

eksternal.

h. Pemeriksaan rektum pada pasien pria dapat menunjukkan pembesaran prostat atau

nyeri, kemungkinan menandakan hipertfrofi prostat jinak atau infeksi.

Pemeriksaan tersebut juga dapat menunjukkan impaksi yang mungkin dapat

mentebabkan inkontinensia.

i. Kateterisasi residu pascakemih digunakan untuk menentukan luasnya

pengosongan kandung kemih dan jumlah urine yang tersisa dalam kandung kemih.

8. Penatalaksanaan Medik

a. Terapi obat disesuaikan dengan penyebab inkontinensia. Antibiotik diresepkan jika

inkontinensia akibat dari inflamasi yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Obat

antikolinergik digunakan untuk memperbaiki fungsi kandung kemih dan mengobati

spasme kandung kemih jika dicurigai ada ketidakstabilan pada otot destrusor. Obat

antispasmodik diresepkan untuk hiperrefleksia detrusor aktivitas otot polos kandung

kemih. Estrogen baik dalam bentuk oral, topikal, maupun supositoria, digunakan jika

ada vaginitis atrofik. Inkontinensia stress kadang dapat diterapi dengan obat

antidepresan.

b. Terapi perilaku meliputi latihan berkemih, latihan kebiasaan dan waktu berkemih,

penyegeraan berkemih, dan latihan otot panggul (latihan kegel). Pendekatan yang

6
dipilih disesuaikan dengan masalah pasien yang mendasari. Latihan kebiasaan dan

latihan berkemih sangat sesuai untuk pasien yang mengalami inkontinensia urgensi.

Latihan otot panggul sangat baik digunakan oleh pasien dengan fungsi kognitif yang

utuh yang mengalami inkontinensia stress. Intervensi perilaku umumnya tidak dipilih

untuk pasien yang mengalami inkontinensia sekunder akibat overflow. Teknik

tambahan, seperti umpan biologis dan rangsangan listrik, berfungsi sebagai tambahan

pada terapi perilaku.Latihan kebiasaan, bermanfaat bagi pasien yang mengalami

demensia atau kerusakan kognitif, mencakup menjaga jadwal berkemih yang tetap,

biasanya setiap 2 sampai 4 jam.

c. Spiral dapat diresepkan bagi pasien wanita yang mengalami kelainan anatomi seperti

prolaps uterus berat atau relaksasi pelvik. Spiral tersebut dapat dipakai secara internal,

seperti diafragma kontrasepsi, dan menstabilkan dasar kandung kemih serta uretra,

yang mencegah inkontinensia selama ketegangan fisik.

d. Toileting terjadwal

e. Penggunaan pads

f. Indwelling kateter, jika retensi urine tidak dapat dikoreksi secara medis/pembedahan

dan untuk kenyamanan klien terakhir.

9. Komplikasi

a. Infeksi saluran kemih.

B. Konsep Dasar Medik

1. Pengkajian

Adapun data-data yang akan di kumpulkan dikaji pada asuhan keperawatan

klien dengan diagnosa medis inkontinensia urine :

a. Identitas klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama/kepercayaan, status perkawinan,

pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, diagnosa medis

b. Keluhan utama

Pada kelayan inkontinensia urine keluhan-keluhan yang ada adalah nokturia,

urgence, disuria, poliuria, oliguri, dan strategi

c. Riwayat penyakit sekarang

7
Memuat tentang perjalanan penyakit sekarang sejak timbul keluhan, usaha yang

telah dilakukan untuk mengatasi keluhan

d. Riwayat penyakit dahulu

Adanya penyakit yang berhubungan dengan ISK ( infeksi saluran kemih ) yang

berulang, penyakit kronis yang pernah di derita

e. Riwayat penyakit keluarga

Apakah ada penyakit keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita

penyakit inkontinensia urine, adakah anggota keluarga yang menderita DM,

hipertensi

f. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang digunakan adalah B1-B6 :

1) B1 (breathing)

Kaji adanya pernafasan adanya gangguan pada palo nafas, sianosis karena

suplai oksigen menurun. Kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi

2) B2 (blood)

Terjadi peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah

3) B3 (brain)

Kesadaran biasanya sadar penuh

4) B4 (bladder)

Inspeksi : periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat

karena adanya aktifitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta

disertai keluhan keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder, pembesaran

daerah supra pubik lesi pada neatus uretra, banyak kencing dan nyeri saat

berkemih mendadah disurea akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter

sebelumnya.

Palpasi : rasa nyeri disapat pada daerah supra pubik atau pelvis, seperti rasa

terbakar di uretra luar sewaktu kencing atau dapat juga diluar waktu kencing.

5) B5 (bowel)

Bising usus adalah peningkatan atau penurunan, adanya nyeri tekan abdomen,

adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.

6) B6 (bone)

8
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkan dengan ekstremitas yang

lain, adakah nyeri pada persendian.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan tidak adanya sensasi untuk

berkemih dan kehilangan kemampuan untuk menghambat kontraksi kantung

kemih.

b. Resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter dalam waktu yang lama.

c. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi kontras oleh urine

d. Resiko kekurangan volume tubuh berhubungan dengan intake yang adekuat

3.

9
Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Rencana
Tujuan Kriteria Hasil Rasional Paraf
DP keperawatan Keperawatan
1 Gangguan Setelah 1. Kandung 1. Kaji kebiasaan 1. Berkemih yang
Eliminasi dilakuka kemih pola berkemih sering dapat
Urine b.d n kosong dan gunakan mengurangi
kehilangan tindakan secara catatatn dorongan dan
kemampuan keperwat penuh berkemih beri distensi
untuk an 2. Intake sehari kandung
menghambat selama cairan kemih
kontraksi 3x24 dalam
kandung jam, rentang 2. Pembatasan
kemih klien normal 2. Ajarkan unutk cairan pada
ditandai mampu 3. Balance membatasi malam hari
oleh : mengont cairan masukan dapat
DS: keluarga rol seimbang cairan pada mencegah
mengatakan eliminasi 4. Keluhan malam hari terjadniya
NY.M seing urine tidak bisa enurasis
kencing tanpa menahan
disadari kencing 3. Ajarkan teknik 3. Unutk
(ngompol). berkurang unutk membantu dan
Klien sendiri 5. Keluhan mencetuskan melatih
mengatakan nyeri di refleks pengosongan
tidak bisa daerah berkemih kandung
menahan jika perut (ransangan kemih
sudah terasa hilang pacantus
ingin BAK. dengan
klien juga penepukan
mengatakan supra pubik)
frekuensi 4. Berikan 4. Hidrasi
berkemih tiap penjelasan optimal
ahri tentang diperlukan
15-18x/hari. penitngnya unutk menegah
Sebelumnya hidrasi ISK dan batu
Ny.M ada optimal, ginjal
riwayat sedikitnya
hipertensi 2 2000cc/hari
tahun lalu bila tidak ada
dan kontra indikasi
mengonsumsi 5. Kapasitas
obat diuretik. 5. Bila masih kandung
Klien juga terjadi kemih
mengatakan inkontinensia mungkin tidak
saat dia kurangi waktu cukup untuk
bersin, antara menumpang
membungkuk berkemih yang volume urine
, batuk tiba- telah sehingga
tiba keluar direncaakan diperlukan
sedikit untuk lebih
kencing. 6. Kolaborasi sering
DO : Klien dengan dokter berkemih
tampak dalam
terpasang mengkaji efek 6. Menurunkan
kateter medikasi dan frekuensi
indweling, tentukan inkontinensia
terdapat kemungkinan
distensi perubahan
kandung obat,
kemih. dosis/jadwal
pemberian
obat

10
2 Gangguan Setelah 1. Fungsi 1. Ingatkan
fungsi dilakuka kognitif kembali hal-
kognitif n bernilai hal yang lupa,
berhubungan tindakan 10 seperti bak,
dengan keperaw 2. Klien bisa bab, tempat
Proses atan menginga 2. Ingatkan hari,
degenerasi selama t tanggal tanggal, bulan
ditandai 3x24 lahirm dan tahun,
oleh : jam, umurnya, serta ingatkan
DS: klien fungsi tahun untuk
mengatakan kognitif kemerdek mencoret
tidak tidak aan dan kalender
mengingat mengala menghitu 3. Buat catatan
umurnya, mi ng. unutk nomor
kapan dia ganggua telepon
lahir, dan n penting
tidak tahau 4. Meltih
tahun berapa mengingat dan
dia lahir memperlihatka
DO: analisis n album pada
hasil fungsi orang-oran
kognitif yang dikenal
berjumlah 6, 5. Memperkenal
dikategorikan kan keluarga
bahwa fungsi kembali di
kognitifnya ajak
ada gangguan berkomunikasi
Mencatat
seriap pesan,
siapkan obat
pada tempat
yang sudah
ada lebelnya\

3 Resiko Jatuh Setalah 1. Jatuh 1. Kaji 1. Mengetahui


berhubungan dilakuka tidak tingkat tingkat
dengan n terjadi kemampua kemampuan
Modifikasi tindakan 2. Modifikas n pasien pasien dalam
lingkungan, keperaw i dalam beraktivitas
yang ditandai atan lingkunga melakukan
oleh : 3x24 n yang aktivitas
DS : Klien jam, baik sehari-hari
sendiri resiko
mengatakan jatuh 2. Kaji 2. Penglihatan
tidak bisa teratasi kemampua merupakan
menahan jika n pasien salah satu
sudah terasa dalam indikator
ingin BAK. melihat dalam
Klien juga terjadinya
mengatakan 3. Pasang jatuh
frekuensi pagar 3. Mencegah
berkemih tiap pengaman terjadinya
ahri tempat resiko jatuh
15-18x/hari. tidur
Klien juga 4. Mencegah
mengatakan, 4. Jaga lantai terjadinya
sring bolak- jangan jatuh dan
balik WC. sampai fraktur
DO : Skor basah 5. Mencegah
status 5. WC, terjadinya
fungsional dibuat ada terpeleset
hasil pegangan 6. Meminimalisir

11
analisisnya terjadinya
berjumlah 13 6. Temani jatuh dan
dikategorikan pasien menghindari
bahwa pasien kalau lantai yang
mandiri. WC berjalan licin
terpisah dari 7. Memudahkan
kamar, klien untuk
jaraknya 7. Tempat mencapai
sekitar 10 tidur lebih lantai.
meter. rendah,
sehingga
klien bisa 8. Meminimalisir
mencapai terjadinya
lantai jatuh
8. Berikan
peneranga
n yang
cukup
4 Gangguan Setelah 1. Freku 1. Ciptakan 1. Meningkatkan
Pola Tidur dilakuka ensi suasana kualitas tidur
berhubungan n tidur dan lansia
dengan tindakan pasien peneranga
Nokturia kan mala n yang
pada malam keperaw m hari cukup
hari atan menin bagi lansia 2. Memberikan
DS : Klien selama gkat tidur suasana yang
mengatakan 3x24 ja, 2. Pasien 2. Hindari tenang bagi
tidurnya kebutuha tampa penyebab lansia untuk
tergaggu n tidur k keributan istirahat
karna sering pasien tidak yang akan
kencing pada dalam meng menggang
malam hari rentang uap, gu tidur
DO : normal ocnju pasien
conjungtiva ngtiva seperti
anemis, anemi kebisingan
palpebrae s, musik
gelap, sering palpe 3. Meminimalka
menguap brae n keadaan
gelap 3. Kurangi sering
intake berkemih pada
cairan malam hari
yang
berlebihan
pada saat 4. Untuk
menjelang meningkatkan
tidur frekuensi
4. Jika perlu tidur, karena
tingkatkan dengan
aktivitas aktivitas maka
lansia akan membuat
pada siang pasien tidur
hari lebih nyenyak
seperti
berkebun 5. Menambah
pengetahuan
lansia tentang
pentingnya
5. Beritahu tidur
lansia
tentang
manfaat
istirahat

12
DAFTAR PUSTAKA

Nadirawati, 2018. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Keluarga : Teori dan Aplikasi Praktik.
Bandung : Refika Aditama.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

13

Anda mungkin juga menyukai