Anda di halaman 1dari 24

Inkontinensia Urin

dan Tinja
Kelompok 3 :
Desti Putri Syafitri (PO7139121047)
Agoesthine Putri Dinanti (PO7139121072)
Yulianti (PO7139121074)
Nyayu Nurmadira (PO7139121086)
Melda Via Ariska (PO7139121087)
Ikontinensia urine
Konsep dasar medik

Inkontinensia urine adalah berkemih diluar kesadaran,


pada waktu dan tempat yang tidak tepat, dan
menyebabkan masalah kebersihan atau sosial. Aspek
sosial yang akan dialami oleh lansia antara lain
kehilangan harga diri, merasa terisolasi dan depresi.
definisi
Inkontinensia urine adalah sering
berkemih/ngompol yang tanpa disadari
merupakan salah satu keluhan orang lanjut usia.
Inkontinensia urine adalah pengeluaran urine
dalam jumlah dan frekuensi yang cukup banyak,
sehingga mengakibatkan masalah gangguan
kesehatan dan sosial (Kane, dkk, 1989).
2.Klasifikasi
1. Inkontinensia Stress
Akibat adanya tekanan didalam abdomen, seperti bersin, atau selama latihan, menyebabkan kebocoran urine dari
kandung kemih. Tidak terdapat aktivitas kandung kemih. Tipe inkontinensia urine ini sering diderita wanita yang
mempunyai banyak anak.

2. Inkontinensia Mendesak (urgensi incontinence)


Berkemih dapat dilakukan, tetapi orang biasanya berkemih sebelum sampai ke toilet. Mereka tidak merasakan
adanya tanda untuk berkemih. Kondisi ini terjadi karena kandung kemih seseorang berkontraksi tanpa didahului oleh
keinginan untuk berkemih.
Kehilangan sensasi untuk berkemih ini disebabkan oleh adanya penurunan fungsi persarafan yang mengatur
perkemihan.

3. Inkontinensia Overflow
Seseorang yang menderita inkontinensia overflow akan mengeluh bahwa urinenya mengalir terus menerus. Hal
ini disebabkan karena obstruksi saluran kemih seperti pada pembesaran prostat atau konstipasi. Untuk pembesaran
prostat yang menyebabkan inkontinensia dibutuhkan tindakan pembedahan. Dan untuk konstipasinya relatif mudah
diatasi.
Lanjutan.....
4. Inkontinensia Refleks
Ini terjadi karena kondisi sistem saraf pusat yang terganggu, seperti demensia.
Dalam hal ini, pengosongan kandung kemih dipengaruhi refleks yang
dirangsangoleh pengisian. Kemampuan rasa ingin berkemih dan berhenti
berkemih tidak ada. Penatalaksanaannya dengan permintaan untuk miksi
secara teratur setiap jam atau dengan menggunakan diapers ukuran dewasa.
5. Inkontinensia fungsional
Pada klien ini mempunyai kandung kemih dan saluran urine yang utuh dan
tidak mengalami kerusakan persarafan yang secara langsung mempengaruhi
sistem perkemihan tersebut. Kondisi ini muncul akibat ketidakmampuan lain
yang mengurangi kemampuannya untuk mempertahankan kontinensia.
3.Etiologi
Etiologi inkontinensia urine menurut (Soeparman & Waspadji Sarwono, 2001) :
a. Poliuria, noktoria
b. Gagal jantung
c. Faktor usia : lebih banyak ditemukan pada usia > 50 tahun.
d. Lebih banyak terjadi pada lansia wanita dari pada pria hal ini disebabkan oleh:
1) Penurunan produksi esterogen menyebabkan atropi jaringan uretra dan efek akibat
dilahirkan dapat mengakibatkan penurunan otot-otot dasar panggul.
2) Perokok, minum alkohol.
3) Obesitas.
4) Infeksi saluran kemih (ISK)
4.Anatomi
1. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa untuk mengalirkan
urine dari ginjal ke kandung kemih (vesika
urinaria), panjangnya sekitar 25 cm dengan
penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak
dalam rongga abdomen dan sebagian terletak
dalam rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari 3 lapisan :
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah otot polos (smooth muscle)
c. Lapisan sebelah dalam (lapisan mukosa)
2. Vesika urinaria (kandung kemih)
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti
balon karet, terletak dibelakang simfisis pubis didalam rongga
panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi
oleh otot yang kuat dan berhubungan dengan ligamentum
vesika umbikalis medius.

3. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih keluar dari tubuh. Pada laki-laki uretra
berjalan berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus
lapisan fibrosa ke bangian penis. Uretra pada wanita terletak dibelakang
simfisis pubis, berjalan mirirng sedikit kearah atas, panjangnya sekitar 3-4 cm.
5.Patofisiologi
Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:
a. Perubahan yang terkait dengan usia pada sistem perkemihan vesika urinaria (kandung kemih).
Kapasitas kandung kemih yang normal sekitar 300-600 ml. Dengan sensasi keinginan untuk
berkemih diantara 150-350 ml. Berkemih dapat ditundas 1-2 jam sejak keinginan berkemih
dirasakan.
b. Fungsi otot besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih. Terjadi
hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine banyak dalam kandung
kemih sampai kapasitas berlebihan. Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung
kemih bocor bila batuk atau bersin .
6.Tanda DaN Gejala
1. Melaporkan merasa desakan berkemih, disertai
ketidakmampuan mencapai kamar mandi karena
telah mulai berkemih.
2. Desakan, frekuensi, dan nokturia.
3. Inkontinensia stres, dicirikan dengan keluarnya
sejumlah kecil urine ketika tertawa, bersin,
melompat, batuk, atau membungkuk.
4. Inkontinensia overflow, dicirikan dengan aliran
urine buruk atau lambat dan merasa menunda
atau mengejan.
5. Inkontinensia fungsional, dicirikan dengan
volume dan aliran urine yang adekuat.
6. Higiene atau tanda-tanda infeksi.
7. Kandung kemih terletak diatas simfisis pubis.
7.Pemeriksaan diagnostik
a. Urinalisis digunakan untuk melihat apakah ada bakteri, darah dan glukosa dalam urine.
b. Uroflowmetry digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan menunjukkan obstruksi pintu bawah
kandung kemih dengan mengukur laju aliran ketika pasien berkemih.
c. Cysometry digunakan untuk mengkaji fungsi neuromuskular kandung kemih dengan mengukur efisiensi
refleks otot detrusor, tekanan dan kapasitas intravesikal, dan reaksi kandung kemih terhadap rangsangan
panas.
d. Urografi eksretorik, disebut juga pielografi intravena, digunakan untuk mengevaluasi struktur dan fungsi
ginjal, ureter, dan kandung kemih.
e. Voiding cystourethrography digunakan untuk mendeteksi ketidaknormalan kandung kemih dan uretra
serta mengkaji hipertrofi lobus prostat, struktur uretra, dan tahap gangguan uretra prostatik stenosis (pada
pria).
f. Urterografi retrograde, digunakan hampir secara eksklusif pada pria, membantu diagnosis struktur dan
obstruksi orifisium uretra.
g. Elektromiografi sfingter eksternal mengukur aktivitas listrik sfingter urinarus
eksternal.
h. Pemeriksaan rektum pada pasien pria dapat menunjukkan pembesaran prostat
atau nyeri, kemungkinan menandakan hipertfrofi prostat jinak atau infeksi.
Pemeriksaan tersebut juga dapat menunjukkan impaksi yang mungkin dapat
mentebabkan inkontinensia.
i. Kateterisasi residu pascakemih digunakan untuk menentukan luasnya
pengosongan kandung kemih dan jumlah urine yang tersisa dalam kandung
kemih.
INKONTINENSIA
TINJA
Inkontinensia tinja adalah kondisi ketika tubuh
tidak mampu mengendalikan proses buang air
besar. Akibatnya, tinja dapat keluar secara tiba-
tiba atau tanpa disadari. Jika dibiarkan, kondisi
ini bisa mengganggu kualitas hidup
penderitanya.
Penyebab iNkontensiA tinja
ADA BERAGAM KONDISI YANG DAPAT MENYEBABKAN IKONTENSI TINJA
YAITU :
1. Cedera Pada Sfingter anus
Kerusakan pada cincin otot yang terletak di ujung lubang dubur (sfingter anus) bisa
menyebabkan seseorang menderita inkontinensia tinja. Kondisi ini biasanya terjadi pada
wanita saat melahirkan, terutama yang menjalani tindakan episiotomi.

2. Kerusakan saraf pengontrol sfingter anus


Saraf yang mengendalikan sfingter anus bisa mengalami cedera sehingga terjadi
inkontinensia tinja. Cedera tersebut dapat disebabkan oleh kondisi medis tertentu,
seperti multiple sclerosis dan diabetes.
3.Prosedur Operasi
Prosedur operasi untuk menangani kondisi yang berkaitan dengan anus atau rektum,
seperti hemoroid (wasir) atau penyakit Hirschprung, dapat menyebabkan inkontinensia
tinja.
Lanjutan...
4. Prolaps rektum
Prolaps rektum atau rectal prolapse adalah kondisi ketika
rektum turun ke anus. Kondisi ini bisa menyebabkan
penderitanya mengalami inkontinensia tinja.

5. Rectocele
Rectocele juga menjadi salah satu penyebab inkontinensia
tinja. Kondisi ini ditandai dengan rektum yang menonjol
melalui vagina.

6. Fleksibiltas rektum berkurang


Pada kondisi normal, rektum dapat menampung tinja dengan
baik. Namun, kondisi seperti penyakit radang usus

7. Sembelit kronis
Sembelit kronis, seperti pada penderita megakolon jangka
panjang, menyebabkan kotoran mengeras.

8. Diare
Tinja yang encer saat diare akan sulit ditahan di dalam rektum.
Kondisi ini dapat memperburuk inkontinensia tinja.
la m i o le h s ia p a saja. Namun,
dapat dia
Inkontinensia tinja d a p at m e n in g katkan risiko
r ya n g
ada beberapa fakto
rj ad in ya k o n d is i in i, yaitu:
te
5 tahun
1. Berusia di atas 6
lalui vagina
Faktor Resiko 2. Melahirkan me
3. Menjalani terap
i p en
A
g g
lz
a
h
n
e
ti
im
h
e
o
r
rm
 da
o
n
n menopause
d emensia
yakit
4. Menderita pen
INkontINEnsia 5. Mengalami ced
s u li t k
era yan
e to
g m e nye
ilet tepat waktu
b a bka n cacat fisik

se h in g ga
Tinja
Gejala iNkontINEnsia tinja
• Gejala inkontinensia tinja dapat berbeda pada setiap penderita, tetapi umumnya meliputi:
• Tidak dapat menunda buang air besar sebelum sampai di toilet (urge incontinence)
• Tinja keluar tanpa disadari (inkontinensia pasif)
• Tinja keluar saat penderita buang angin
• Gatal di anus
• Nyeri atau kram perut
• Perut kembung
• Sembelit
• Diare
KAPAN HARUS KE
DOKTER
Segera periksakan diri ke dokter jika
mengalami gejala inkontinensia tinja,
terutama bila tidak sembuh dalam
beberapa hari. Inkontinensia tinja yang
tidak ditangani dengan tepat dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari,
bahkan bisa menyebabkan stres.
DIAGNOSIS Inkontinensia tinja
Diagnosis inkontinensia tinja dimulai dengan tanya jawab seputar gejala dan riwayat penyakit. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan
fisik yang diikuti dengan pemeriksaan penunjang, seperti:
• Kultur tinja
Tes ini dilakukan dengan mengambil sampel tinja untuk kemudian diteliti di laboratorium. Tujuannya adalah untuk mendeteksi keberadaan
bakteri yang diduga menyebabkan inkontinensia tinja.
• USG anorektal
USG anorektal bertujuan untuk memeriksa fungsi rektum dan sfingter anus dalam mengatur proses keluarnya tinja.
• MRI
MRI bertujuan untuk memeriksa kondisi sfingter anus dan melihat apakah otot-otot yang berperan dalam proses pengeluaran tinja masih
berfungsi dengan baik.
• Barium enema
Barium enema adalah pemeriksaan foto Rontgen untuk mendeteksi saluran pencernaan bagian bawah, termasuk usus besar dan rektum.
Pada tes ini, dokter akan meminta pasien menelan cairan barium sebelum memulai tindakan foto Rontgen.
• Proktografi
Tes ini bertujuan untuk memeriksa banyaknya tinja yang dapat dikeluarkan tubuh. Pemeriksaan ini juga berfungsi mengukur kemampuan
rektum dalam menahan kotoran agar tidak merembes.
• Elektromiografi (EMG)
EMG digunakan untuk memeriksa apakah kerusakan saraf menyebabkan sfingter anus tidak bekerja dengan baik. Tes ini juga bertujuan
memeriksa koordinasi otot dan saraf di sekitar anus dan rektum.
• Kolonoskopi
Kolonoskopi bertujuan untuk memeriksa seluruh bagian anus, dengan memasukkan selang fleksibel berkamera melalui anus.
Pengobatan iNkontinensiA tinja
• Melalui hasil diagnosis, dokter akan menentukan metode penanganan yang tepat dan sesuai
dengan penyebab inkontinensia tinja pada pasien. Metode penanganan yang dapat dilakukan oleh
dokter antara lain:
PEMBERIAN OBAT-OBATAN
• Pemberian obat-obatan dapat dilakukan untuk mengatasi inkontinensia tinja yang disebabkan oleh diare dan sembelit.
Obat-obatan yang dapat diresepkan dokter meliputi:
• Obat antidiare, seperti loperamide, diphenoxylate, dan atropine sulfate
• Obat pencahar, seperti metilselulosa dan psyllium, bila inkontinensia tinja disebabkan oleh sembelit jangka panjang

TERAPI FISIK
•Terapi fisik dilakukan untuk menangani inkontinensia tinja yang disebabkan oleh kerusakan otot di sekitar anus.
Seiring otot pulih, kemampuan sfingter anus untuk mengontrol sensasi buang air besar pun akan
•Beberapa terapi fisik yang dapat dilakukan antara lain:
•Biofeedbackmembaik.
•Balon vaginal
•Latihan Kegel
•Latihan usus
METODE OPERASI
Metode operasi yang dapat dilakukan oleh dokter untuk menangani inkontinensia tinja antara lain:
• Sphincteroplasty
Prosedur operasi ini bertujuan untuk memperbaiki otot dubur yang melemah atau cedera saat melahirkan.
• Bedah koreksi
Bedah koreksi bertujuan untuk memperbaiki otot anus dan rektum pasien yang rusak. Tindakan ini dilakukan
dengan mengatasi turunnya rektum, rectocele, dan wasir, yang menyebabkan inkontinensia tinja.
• Kolostomi
Kolostomi dilakukan dengan membuat lubang di dinding perut sebagai jalan untuk membuang kotoran
(feses). Kotoran yang keluar dari lubang tersebut akan ditampung di sebuah kantong khusus.
• Transplantasi otot gracilis
Transplantasi otot gracilis dilakukan terhadap pasien yang kehilangan fungsi saraf di sfingter anus. Tindakan
ini dilakukan dengan cara mengambil otot dari paha bagian atas untuk ditempatkan di sekitar otot sfingter
anus guna memperkuat otot tersebut.
• Stimulasi saraf
Pada prosedur ini, dokter akan menanamkan alat atau implan khusus di dalam tubuh pasien, untuk
merangsang fungsi saraf panggul agar dapat berfungsi kembali.
KOMPLIKASI Inkontinensia tinja

• Inkontinensia tinja yang tidak ditangani dapat menimbulkan sejumlah komplikasi berupa:
• Gangguan emosional
Inkontinensia tinja dapat menimbulkan rasa malu, frustrasi, bahkan depresi. Akibatnya, penderita
inkontinensia tinja cenderung menjauhkan diri dari lingkungan sosial.
• Iritasi kulit
Jika mengalami kontak berulang dengan tinja, kulit di sekitar anus yang sangat sensitif dapat
mengalami iritasi yang disertai infeksi.
Pencegahan iNkontINEnsia tinja
• Mengonsumsi makanan tinggi serat, seperti buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian, untuk mencegah sembelit
• Tidak mengejan terlalu kuat saat buang air besar
• Mencukupi kebutuhan air putih setiap hari
• Rutin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
• Menggunakan pakaian dalam berbahan katun
• Berolahraga secara rutin
Inkontinensia tinja akibat kondisi medis dan penuaan tidak selalu dapat dicegah. Namun, ada beberapa cara yang bisa
dilakukan untuk mempermudah aktivitas, yaitu:
• Buang air besar sebelum melakukan perjalanan.
• Gunakan pembalut atau popok dewasa saat menempuh perjalanan jarak jauh.
• Persiapkan pakaian ganti dan alat pembersih sesuai kebutuhan.
• Ketahui letak toilet di tempat yang sedang dikunjungi agar Anda mudah mencapainya dengan cepat bila muncul dorongan
untuk BAB.
• Gunakan pil penghilang bau (fecal deodorant) untuk mengurangi aroma tidak sedap dari kotoran atau buang angin.
Terimak
asih

Anda mungkin juga menyukai