2. Ureter
Ureter adalah suatu saluran moskuler berbentuk silider yang menghantarkan urine dari ginjal
menuju kandung kemih. Panjang ureter adalah sekitar 20 – 30 cm dengan diameter maksimum
sekitar 1,7 cm didekat kandung kemih dan berjalan dari hilus ginjal menuju kandung kemih.
Dinding ureter terdiri dari mukosa yang dilapisi oleh sel – sel transisional, otot polossirkuler, dan
longitudinal yang dapat melakukan kontraksi guna mengeluarkan urine menuju kandung kemih.
3. Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot polos yang berfungsi sebagai
tempat penampungan air seni (urine). Di dalam kandung kemih, terdapat lapisan jaringan otot
yang memanjang ditengah dan melingkar disebut sebagai detrusor, dan berfungsi untuk
mengeluarkan urine. Pada dasar kandung kemih terdapat lapisan tengah jaringan otot yang
berbentuk lingkaran bagian dalam atau disebut sebagai otot lingkaran yang berfungsi menjaga
saluran antara kandung kemih keluar tubuh.
Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan motoris ke otot lingkar bagian dalam
diatur oleh system saraf simpatis. Akibat dari rangsangan ini, otot lingkar menjadi kendur dan
terjadi kontraksi sphinoter bagian dalam sehingga urine tetap tinggal di dalam kandung kemih.
System para simpatis menyalurkan rangsangan motoris kandung kemih dan rangsangan
penghalang ke bagian dalam otot lingkar. Rangsangan ini dapat menyebabkan terjadinya
kontraksi otot detrusor dan kendurnya shinoter.
4. Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar. Saluran
perkemihan dilapisi membrane mukosa, dimulai dari meatus uretra hingga ginjal. Secara normal,
mikroorganisme tidak ada yang bias melewati uretra bagian bawah, namun membrane mukosa
ini pada keadaan patologis yang terus – menerus akan menjadikannya media baik untuk
pertumbuhan beberapa patogen.
C. Proses Berkemih
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Vesika urinaria
dapat menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria berisi ± 250-400 cc (pada orang dewasa) dan
200-250 cc (pada anak – anak).
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urie yang dapat menimbulkan
rangsangan pada saraf – saraf di dinding vesika urinaria. Kemudian rangsangan tersebut
diteruskan melalui medulla spinalis ke pusat pengontrol berkemih yang terdapat di korteks
serebral. Selanjutnya, otak memberikan impuls melalui medula spinalis ke neuromotoris di
daerah sakral, kmudian terjadi kontraksi otot detrusor dan relaksasi otot sphincter internal. Urine
dilepaskan dari vesika urinaria, tetapi masih tertahan oleh spincter eksternal. Jika waktu dan
tempat memungkinkan, akan menyebabkan relaksasi spincter eksternal dan urine dikeluarkan
(berkemih).
3. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal ini terkait
dengan tersedianya fasilitas toilet.
4. Stres psikologis
Meningkatnya stress dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena
meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
5. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sphincter.
Kemampuan tonus otot didapatkan dengan braktivitas. Hilangnya tonus otot vesika urinaria
dapat menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun.
6. Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat mempengaruhi pola berkemih. Hal tersebut
dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki kesulitan untuk mengontrol buang air kecil.
Namun, kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat seiring dengan pertambahan
usia.
7. Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit dapat mempengaruhi produksi urine, seperti diabetes mellitus.
8. Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada
masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
9. Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet, biasanya mengalami kesulitan untuk
berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
11. Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari pemberian obat
anestesi sehingga menyebabkan penurunanjumlan produksi urine.
12. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau penurunan
proses perkemihan. Misalnya pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan
pemberian obat antikolinergik dan anthipertensi dapat menyebabkan retensi urine.
2. Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal sementara atau
menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Secara umum, penyebab dari inkontinensia urine
adalah proses penuaan, pembesaran kelenjar prostat, serta penuaaan kesadaran, serta penggunaan
obat narkotik. Inkotinensia terdiri atas:
a. Inkotinensia Dorongan : Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran
urine tanpa sadar,terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat untuk berkemih.
Tanda-tanda inkotinensia dorongan:
• Sering miksi (miksi lebih dari 2 jam sekali)
• Sepasme kandung kemih
Kemungkinan penyebab
• Penurunan kapasitas kandung kemih
• Iritasi pada reseptor regangan kandung kemih yang menyebabkan sepasme
• Minum alkohol atau caffeine
• Peningkatan cairan
• Peningkatan konsentrasi urine
• Distensi kandung kemih yang berlebihan
b. Inkontinensia total : Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine
yang terus-menerus dan tidak dapat diperkirakan. Kemungkinan penyebab:
• Dispungsi neurologis
• Kontraksi independent dan refleks detrusor karena pembedahan
• Trauma atau penyakit yang mempengaruhi syaraf medula spinalis
• Fistula
• Neuropati
Tanda-tanda inkontinensial total:
• Aliran konstant yang terjadi pada saat tidak diperkirakan
• Tidak ada distensi kandung kemih
• Nocturia
• Pengobatan inkontinensia tidak berhasil
c. Inkontinensia stress : Merupakan keadaan seseorang yang mengalami kehilangan urine
kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen.
Kemungkinan penyebab:
• Perubahan degeneratif pada otot pelfis dan struktur penunjang yang berhubungan dengan
penuaan.
• Tekanan intra abdominal tinggi (obesitas)
• Distensi kandung kemih
• Otot pelfis dan struktur penunjang lemah
Tanda-tanda inkontensia setres:
• Adanya urine menetes dengan peningkatan tekanan abdomen
• Adanya dorongan berkemih
• Sering miksi (lebih dari 2 jam sekali)
d. Inkotinensia Refleks : Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine
yang tidak dirasakan<terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume kandung kemih
mencapai jumlah tertentu. Kemungkinan penyebab:
• Kerusakan neurologis (lesi medula spinalis)
Tanda-tanda Inkontinensia refleks:
• Tidak ada dorongan berkemih.
• Merasa bahwa kandung kemih penuh.
• Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak di hambat pada interval teratur.
e. Inkontinensial fugsional : Merupakan keadaan seseorang yang mengalami pengeluaran urine
secara tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan. Kemungkinan penyebab:
• Kerusakan neurologis(lesi medula sepinalis)
Tanda-tanda inkontinensial fungsional:
• Adanya dorongan untuk berkemih
• Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan
3. Enuresis
Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang diakibatkan tidak mampu
mengontrol sphincter eksternal. Biasanya, enuresis terjadi pada anak atau otang jompo.
Umumnya enuresis terjadi pada malam hari.
Faktor penyebab:
• Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari normal
• Vesika urinaria peka ransang, dan seterusnya tidak dapat menampung urine dalam jumlah besar
• Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah
• Infeksi saluran kemih, perubahan fisik, atau neorologis sistem perkemihan
• Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral
• Anak yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi.
4. Perubahan Pola Eliminasi Urine
Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang mengalami gangguan pada
eliminasi urine karena obstruksi anatomis, kerusakan motorik sensorik, dan infeksi saluran
kemih. Perubahan pola eliminasi terdiri atas:
a. Frekuensi : merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari. Peningkatan frekuensi
berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa
suatu tekanan asupan cairan dapat disebabkan oleh sistisis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan
juga pada keadaan stres atau hamil.
b. Urgensi : perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika tidak berkemih. Pada
umumnya, anak kecil memiliki kemampuan yang buruk dalam mengontrol sphincter eksternal.
Biasanya, perasaan segera ingin berkemih terjadi pada anak karena kurangnya pengontrolan pada
sphincter.
c. Disuria : rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering ditemukan pada penyakit
infeksi saluran kemih, trauma, dan striktur uretra.
d. Poliuria : merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, tanpa adanya
peningkatan asupan cairan. Biasanya, hal ini dapat ditemukan pada penyakit diabetes mellitus
dan penyakit ginjal kronis.
e. Urinaria Supresi : berhentinya produksi urine secara mendadak. Secara normal, urine
diproduksi oleh ginjal pada kecepatan 60 – 120 ml/jam secara terus – menerus.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan pola eliminasi urine berdasarkan :
• Ketidakmampuan salurab kemih akibat anomali saluran urinaria
• Penurunan kapsitas atau iritasi kandung kemih akibat penyakit
• Kerusakan pada saluran kemih
• Efek pembedahan pada saluran kemih
b. Inkontinensia fungsional berdasarkan :
• Penurunan isyarat kandung kemih dan kerusakan kemampuan untuk mengenl isyarat akibat
cedera atau kerusakan k. Kemih
• Kerusakan mobilitas
• Kehilangan kemampuan motoris dan sensoris
c. Inkontinensia refleks berdasarkan gagalnya fungsi rangsang di atas tingkatan arkus refleks
akibat cedera pada m. spinalis
d. Inkontinensia stress berdasarkan :
• Tingginya tek. Intraabdimibal dan lemahnya otor peviks akibat kehamilan
• Penurunan tonus otot
e. Inkontinensia total berdasarkan defisit komnikasi atau persepsi
f. Inkontinensia dorongan berdasarkan penurunan kapasitas k. Kemih akibat penyakit infeksi,
trauma, tindakan pembedahan, faktor penuaan
g. Retesi urine berdasarkan adanya hambatan pada sfingter akibat penyakit struktur, BHP
h. Perubahan body image berdasarkan inkontinensia dan enuresis
i. Resiko terjadinya infeksi salura kemih berdasarkan pemasangan kateter, kebersihan perineum
yang kurang
j. Resiko perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d gangguan drainase ureterostomi.
3. Perencanaan Keperawatan
Tujuan :
a. Memahami arti eliminasi urine
b. Membantu mengosongkan kandung kemih secara penuh
c. Mencegah infeksi
d. Mempertahankan integritas kulit
e. Memberikan rasa nyaman
f. Mengembalikan fungsi kandung kemih
g. Memberikan asupan secara tepat
h. Mencegah kerusakan kulit
i. Memulihkan self sistem atau mencegah tekanan emosional
Rencanakan Tindakan :
a. Monitor/obervasi perubahan faktor, tanda dan gejala terhadap masalah perubahan eliminasi
urine, retensi dan urgensia
b. Kurangi faktor yang mempengaruhi/penyebab masalah
c. Monitor terus perubahan retensi urine
d. Lakukan kateterisasi urine
Inkontinensia dorongan
a. Pertahankan hidrasi secara optimal
b. Ajarkan untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih dengan cara
c. Ajarkan pola berkemih terencana (untuk mengatasi kontraksi kandung kemih yang tidak biasa)
d. Anjurkan berkemih pada saat terjaga seperti setelah makan, latihan fisik, mandi
e. Anjurkan untuk menahan sampai waktu berkemih
f. lakukan kolaborasi dengan tim dokter dalam mengatasi iritasi kandung kemih
Inkontinensia total
a. Pertahankan jumlah cairan dan berkemih
b. Rencanakan program kateterisasi intermiten apabila ada indikasi
c. Apabila terjadi kegagalan pada latihan kandung kemih pertimbangan untuk pemasangan
kateter indweeling
Inkontinensia stress, kurangi faktor penyebab seperti :
a. ehilangan jaringan atau tonus otot, dengan cara :
• Ajarkan untuk mengidentifikasi otot dasar pelviks dan kekuatan dan kelemahannya saat
melakukan latihan
• Untuk otot dasar pelviks anterior bayangkan anda mencoba menghentikan aliran urine,
kencangkan otot-otot belakang dan depan dalam waktu 10 detik, kemudian lepaskan atau rileks,
ulangi hingga 10 kalidan lakukan 4 kali sehari
b. Meningkatkan tekanan abdomen dengan cara :
• Latih untuk menghindari duduk lama
• Latih untk sering berkemih sedikitnya tiap 2 jam.
Inkontinensia fungsional, Ajarkan teknik merangsang refleks berkemih, dengan berkemih seperti
: mekanisme supra pubis kutaneus
a. Ketuk supra pubis secara dalam, tajam dan berulang
b. Anjurkan pasien untuk
• Posisi setengah duduk
• Mengetuk kandung kemih secara langsug denga rata-rata 7-8 kali / detik
• Gunakan sarung tangan
• Pindahkan sisi rangsangan di atas kandung kemih untuk menentukan posisi saling berhasil
• Lakukan hingga aliran baik
• Tunggu kurang lebih 1 menit dan ulangi hingga kandung kemih kosong
• Apabila rangsangan dua kali lebih dan tidak ada respon, berarti sudah tidak ada lagi yang
dikeluarkan.
c. Apabila belum berhasil, lakukan hal berikut ini selama 2- 3 menit dan berikan jeda waktu 1
menit di antara setiap kegiatan
• Tekan gland penis
• Pukul perut di atas ligamen inguinalis
• Tekan paha bagian dalam
d. Catat jumlah asupan dan pengeluaran
e. Jadwalkan program kateterisasi pada saat tertentu
4. Tindakan Keperawatan
Pengumpulan Urine untuk bahan pemeriksaan
Mengingat tujuan pemeriksaan berbeda-beda, maka pengambilan sampel urine juga dibeda-
bedakan sesuai dengan tujuannya. Cara pengambilan urine tersebut atara lain : pegambilan urine
biasa, pegambila urine steril dan pengumpulan selama 24 jam.
a. Pengambilan urine biasa merupaka pengambilan urine dengan cara mengeluarkan urine seperti
biasa, yaitu buang air kecil. Biasanya untuk memeriksa gula atau kehamilan.
b. Pengambilan urine steril merupakan pengambilan urine dengan cara dengan menggunakan alat
steril, dilakukan dengan menggunakan alat steril, dilakukan dengan keteterisasi atau pungsi supra
pubis. Pengambilan urine steril bertujuan mengetahui adanya infeksi pada uretra, ginjal atau
saluran kemih lainnya.
c. Pengambilan urine selama 24 jam merupakan pengambilan urine yang dikumpulkan dalam 24
jam, bertujuan untuk mengeetahui jumlah urine selama 24 jam dan mengukur berat jenis urine,
asupan dan pengeluaran serta mengetahui fungsi ginjal.
Menolong untuk buang air kecil dengan menggunakan urinal
Menolong BAK dengan menggunakan urinal merupakan tindakan keperawatan dengan
membantu pasien yang tidak mampu BAK sendiri dikamar kecil dengan menggunakan alat
penampung dengan tujuan menampung urine dan mengetahui kelainan urine (warna dan jumlah)
Melakukan kateterisasi
Indikasi :
a. Tipe Intermitten
• Tidak mampu berkemih 8 – 12 jam setelah operasi
• Retensi akut setelah trauma uretra
• Tidak mampu berkemih akibat obat sedatif atau analgesic
• Cedera pada tulang belakang
• Degenerasi neuromuskular secara progresif
• Pengeluaran urine residual
b. Tipe Indwelling
• Obstruksi aliran urine
• Pasca operasi saluran uretra dan struktur disekitarnya
• Obstruksi uretra
• Inkontinensia dan disorientasi berat
Menggunakan kondom kateter
Menggunakan kondom kateter merupakan tindakan keperawata dengan cara memeberikan
kondom kateter pada pasine yang tidak mampu mengontrol berkemih. Cara ini bertujuan agar
pasine dapat berkemih dan mempertahankannya.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan terhadap gangguan kebutuhan eliminasi urine secara umum dapat dinilai
dari adanya kemampuan dalam :
a. Miksi dengan normal, ditunjukkan dengan kemampuan berkemih sesuai dengan asupan cairan
dan pasien mampu berkemih tanpa menggunakan obat, kompresi pada kandung kemih atau
kateter.
b. Mengosongkan kandung kemih, ditunjukkan dengan berkurannya distensi, volume urine
residu, dan lancarnya kepatenan drainase
c. Mencegah infeksi/ bebas dari infeksi, ditunjukkan dengan tidak adanya infeksi, tidak
ditemukan adanya disuria, urgensi, frekuensi, dan rasa terbakar
d. Mempertahankan intergritas kulit, ditunjukkan dengan adanya perineal kering tanpa inflamasi
an kulit di sekitar uterostomi kering.
e. Memberikan pasa nyaman, ditunjukkan dengan berkurangnya disuria, tidak ditemukan adanya
distensi kandung kemih dan adanya ekspresi senang.
f. Melakukan Bladder training, ditunjukkan dengan berkurangnya frekuensi inkontinensia dan
mampu berkemih di saat ingin berkemih.