Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Kebutuhan Eliminasi


1.1. Definisi/deskripsi Kebutuhan Eliminasi
Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan berperan penting
dalam menentukan kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk
mempertahankan homeostatis melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme yang terbagi
menjadi dua jenis, yaitu sampah yang berasal dari saluran cerna yang dibuang sebagai
feses (nondigestible waste) serta sampah metabolisme yang dibuang bersama feses
maupun melalui saluran lain seperti urine, CO2, nitrogen, dan H2O dan terbagi menjadi
dua bagian utama, yaitu fekal (buang air besar/bab) dan eliminasi urine (buang air
kecil/bak) (Asmadi, 2008).
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa urine dan
bowel (feses), eliminasi ini digolongkan menjadi dua macam, yaitu defekasi yang
merupakan tindakan membuang kotoran/tinja yang padat maupun setengah padat
berasal dari system pencernaan dan miksi sebagai proses pengosongan kandung emih
yang sering disebut buang air kecil (Dianawuri, 2009).
1.2. Fisiologi Sistem/ Fungsi Normal Sistem Kebutuhan Eliminasi
Eliminasi sampah digestif berkaitan dengan organ sistem pencernaan usus
besar/kolon. Dinding kolon tersusun dari dua lapisan otot polos. Sel mukosa pada
kolon menyekresi mukus yang berfungsi melicinkan jalannya chyme. Fungsi kolon
untuk mengonsentrasikan chyme menjadi massa yang lebih padat melalui penyerapan
air yang lebih banyak lalu diekskresikan oleh tubuh dalam bentuk feses. Saluran cerna
juga memiliki banyak bakteri yang mengadakan fermentasi zat makanan yang tidak
dicerna sehingga akan mengakibatkan seseorang mengalami kembung dan
menghasilkan gas yang dikeluarkan melalui anus setiap harinya yang disebut flatus.
Proses pembuangan urine disebut miksi yang dimulai dari adanya distensi vesika
urinaria oleh urine yang merangsang stretch receptors yang terdapat pada dinding
vesika urinaria. Jumlah urine sebanyak 250cc sudah cukup untuk memberikan
rangsangan tersebut dan membuat kontraksi dinding vesika urinaria. Pada saat yang
sama terjadi relaksasi sphincter interna dan eksterna. Akhirnya terjadinya
pengosongan kandung kemih yang dihantarjan melalui serabut saraf parasimpatis.
Sphincter eksterna bekerja secara volunter yang dapat mencegah atau menghentikan
miksi sesuai keinginan dan terjadi apabila tidak ada gangguan atau kerusakan pada
saraf yang mempersarafi proses miksi.
1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi Sistem Kebutuhan Eliminasi
a. Usia
Usia tidak hanya berpengaruh pada eliminasi feses dan urine saja, tapi juga
berpengaruh terhadap control eliminasi tersebut. Anak-anak masih belum mampu
dalam mengontrol buang air besar maupun buang air kecil karena sistem
neuromuskulernya belum berkembang baik. Manusia usia lanjut juga akan
mengalami perubahan dalam eliminasi dengan penurunan tonus otot, sehingga
peristaltic menjadi lambat. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam pengontrolan
eliminasi feses yang berisiko mengalami konstipasi termasuk dalam eliminasi urine
terjadi penurunan control otot sphincter sehingga terjadi inkontinensia.
b. Diet
Makanan berserat diperlukan untuk pembentukan feses, makanan yang rendah
serat akan menyebabkan pergerakan sisa digestif menjadi lambat mencapai rektum,
sehingga meningkatkan penyerapan air yang berakibat konstipasi. Pemilihan
makanan juga dapat menghambat proses miksi seperti jengkol, karena mengandung
sam jengkolat yang dalam jumlah banyak akan menyebabkan terbentuknya Kristal
asam jengkolat yang akan menyumbat saluran kemih sehingga pengeluaran urine
menjadi terganggu.
c. Cairan
Bila intake cairan tidak adekuat atau output cairan berlebih, maka tubuh akan
mengabsorbsi cairan dari usus besar dalam jumlah besar. Hal tersebut dapat
menyebabkan feses menjadi kering, keras dan sulit melewati saluran pencernaan.
Pada eliminasi urine, kurangnya intake cairan menyebabkan volume darah yang
masuk ke ginjal untuk difiltrasi menjadi berkurang sehingga urine menjadi
berkurang dan lebih pekat. Kebiasaan minum dan makan tertentu seperti kopi, teh,
coklat, (mengandung kafein) dan alkohol akan menghambat Anti Diuretik Hormon
(ADH), hal ini dapat meningkatkan pembuangan dan ekresi urine.
d. Latihan fisik
Tonus otot yang baik dari otot-otot abdominal, otot pelvis, dan diafragma sangat
penting bagi defekasi dan miksi. Latihan fisik juga merangsang terhadap timbulnya
peristaltik.
e. Stress Psikologis
Seseorang yang mengalami kecemasan atau ketakutan terkadang akan
mengalami diare namun terkadang dapat menyebabkan susah buang air besar.
f. Temperature
Demam akan mengalami peningkatan penguapan cairan tubuh karena
meningkatknya aktivitas metabolik yang menyebabkan tubuh kekurangan cairan
sehingga berdampak terjadinya konstipasi dan pengeluaran urine menjadi sedikit.
Demam juga dapat berpengaruh pada nafsu makan seseorang menjadi anoreksia,
kelemahan otot dan penurunan intake cairan
g. Obat-obatan
Penggunaan terapi diuretik meningkatkan output urine, antikolinergik, dan
antihipertensi, sehingga menimbulkan seseorang akan mengalami retensi urine.
h. Nyeri
Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid, fraktur
ospubis, epesiotomi akan mengurangi keinginan untuk buang air besar.
1.4. Macam-Macam Gangguan yang Mungkin Terjadi Pada Sistem Kebutuhan Eliminasi
1.4.1. Gangguan eliminasi urine
a. Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih.
Hal ini menyebabkan distensia vesika urinaria atau merupakan keadaan
ketika seseorang mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak
lengkap. Dalam keadaan distensi vesika urinaria dapat menampung urine
sebanyak 3.000 – 4.000 ml urine. Tanda klinis retensi, yaitu
ketidaknyamanan daerah pubis, distensi vesika urinaria,
ketidaksanggupan untuk berkemih, sering berkemih saat vesika urinaria
berisi sedikit urine (25-50 ml), ketidakseimbangan jumlah urine yang
dikeluarkan dengan asupannya, meningkatnya keresahan dan keinginan
berkemih, adanya urine sebanyak 3.000- 4.000 ml dalam kandung kemih.
Penyebabnya operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis, vesika
urinaria. Trauma sumsum tulang belakang. Tekanan uretra yang tinggi
karena otot detrusor yang lemah. Sphincter yang kuat. Sumbatan (striktur
uretra dan pembesaran kelenjar prostat).
b. Inkontinensia Urine, bila seseorang mengalami ketidakmampuan otot
spinter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol pengeluaran
urine. Ada dua jenis inkontinensia; pertama, stres inkontinensia yaitu stres
yang terjadi pada saat tekanan intra-abdomen meningkat dan
menyebabkan kompresi kandung kemih. Contoh sebagian orang saat
batuk atau tertawa akan mengalami terkencing-kencing, hal tersebut bisa
dikatakan normal atau bisa terjadi pada lansia. Kedua, urge inkontinensia
yaitu inkontinensia yang terjadi saat klien terdesak ingin berkemih atau
tiba-tiba berkemih, hal ini terjadi akibat infeksi saluran kemih bagian
bawah atau spasme bladder, overdistensi, peningkatan konsumsi kafein
atau alkohol (Taylor,1989).
c. Enurisis adalah ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang
tidak disadari yang diakibatkan ketidakmampuan untuk mengendalikan
spinter eksterna. Biasanya terjadi pada anak-anak atau orang jompo.
Faktor penyebab takut keluar malam, kapasitas kandung kemih kurang
normal, infeksi dan lain-lain.
d. Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering
ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma, dan striktur
uretra.
e. Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh
ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Biasanya, ditemukan
pada penyakit diabetes dan GGK.
f. Oliguria sejumlah kecil urin atau keluaran antara 100 sampai 500 mL / 24
jam
g. Anuria, kurangnya produksi urine
h. Nokturia berminyak berlebihan pada malam hari mengganggu tidur
i. Hematuria, sel darah merah di dalam urin
j. Frekuensi, membatalkan yang terjadi lebih dari biasanya bila
dibandingkan dengan pola reguler seseorang atau norma yang berlaku
umum dari kekosongan setiap 3 sampai 6 jam sekali.
k. Urinari Supresi, urinaria supresi adalah berhentinya produksi urie secara
mendadak. Secara normal, urine diproduksi oleh ginjal pada kecepatan 60
– 120 ml/jam secara terus menerus.
1.4.2. Gangguan Eliminasi Fecal
a. Konstipasi, gangguan eliminasi yang diakibatkan adnaya feses yang
kering dan keras melalui usus besar. Biasanya disebabkan oleh pola
defekasi yang tidak diatur, penggunaan laksatif yang lama, sters
psikologis, obat-obatan, kurang aktivitas, usia. Berbaring ke sisi kiri
ternyata selaras dengan gravitasi. Secara spesifik, hal ini memungkinkan
makanan di perut dengan mudah berpindah dari usus besar ke dalam kolon
desendens (dengan kata lain kita cenderung lebih lancar buang air besar
saat bangun tidur). Tidur di sisi kiri juga memungkinkan perut dan
pankreas menggantung secara alami (lambung kita terletak di sisi kiri
tubuh), yang dapat menjaga produksi enzim pankreas dan proses
pencernaan lainnya.
b. Fecal imfaction, masa feses yang keras dilipatan rektum yang diakibatkan
oleh retensi dan akumulasi material feses yang berkepanjangan atau
skibala yang ditemukan pada pemeriksaan colok dubur atau tinja yang
berlebihan dalam kolon yang terlihat pada foto abdomen. Biasanya
disebabkan oleh konstipasi, intake cairan yang kurang, kurang aktivitas,
diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.
c. Diare, keluarnya feses cairan dan meningkatkan frekuensi buang air besar
akibat cepatnya chyme melewati usus besar, sehingga usus besar tidak
mempunyai waktu yang cukup untuk menyerap air. Diare dapat
disebabkan karena sters fisik, obat-obatan, alergi, penyakit kolon, dan
iritasi intestinal.
d. Inkontinensia, hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran
feses dan gas yang melalui spinter anus akibat kerusakan fungsi spinter
atau persyarafan di daerah anus. Penyebabnya karena penyakit-penyakit
neuromuskuler, trauma spinal cord, tumor spinter anus eksterna.
e. Kembung, flatus yang berlebihan di daerah di daerah intestinal sehingga
menyebabkan distensi intestinal, dapat disebabkan karena konstipasi,
penggunaan obat-obatan (barbiturat, penurunnan ansietas, penurunan
aktivitas intestinal), mengkonsumsi makan yang banyak mengandung gas
dapat berefek anestesi. Memasukkan pipa rectum/rectal tube ke dalam
usus besar melalui anus juga dapat mengeluarkan udara dari usus
/menghilangkan ketegangan perut.
f. Hemorroid, pelebaran vena didaerah anus sebagai akibat peningkatan
tekanan didaerah tersebut. Penyebabnya adalah konstipasi kronis,
peregangan maksimal saat defekasi, kehamilan, dan obesitas. Tindakan
keperawatan untuk mengatasi hemoroid atau wasir adalah memberikan
dan anjurkan pasien untuk minum + 2 liter / hari, berikan posisi semi
fowler atau senyaman mungkin, dan anjurkan klien mengkonsumsi
makanan tinggi serat.
II. Rencana Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Kebutuhan Eliminasi Urine
2.1 Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
1) Pola berkemih
Perawat menanyakan pada klien mengenai pola berkemih hariannya, tremasuk
frekuensi dan waktunya, volume normal urine yang dikeluarkan setiap kali
berkemih, dan adanya perubahan yang terjadi baru-baru ini. Frekuensi
berkemih bervariasi pada setiap individu dan sesuai dengan asupan serta jenis-
jenis haluaran cairan dari jalur yang lain. Waktu berkemih yang umum ialah
saat bangun tidur, setelah makan, dan sebelum tidur. Kebanyakna orang
berkemih rata-rata sebanyak lima kali atau lebih dalam satu hari. Klien yang
sering berkemih padamalam hari kemungkinan mengalami penyakit ginjal atau
pembesaran prostat. Informasi tentang pola berkemih merupakan dasar yang
tidak dapat dipungkiri untuk membuat suatu perbandingan. Dibawah
merupakan gejala umum pada perubahan perkemihan:
a) Urgensi: merasakan kebutuhan untuk segera berkemih
b) Disuria: merasa nyeri atau sudut berkemih
c) Frekuensi: berkemih dengan sering
d) Keraguan: sulit memulai berkemih
e) Poliuria: mengeluarkan sejumlah besar urine
f) Oliguria: haluaran urine menurun dibandingkan cairan yang
g) Nukturia: berkemih berlebihan atau sering pada malam hari
h) Dribling (urine yang menetes): kebocoran atau rembesan urine walaupun
ada kontrol terhadap pengeluaran urine.
i) Hematuria: terdapat darah dalam urine
j) Retensi: akumulasi urine di dalam kandung kemih disertai ketidakmampuan
kandung kemih untuk benar-benar mengosongkan diri
k) Residu urine: volume urine yang tersisa setalah berkemih (volume 100 ml
atau lebih)
2) Gejala dari perubahan berkemih
Gejala tertentu yang khusus terkait dengan perubahan perkemihan, dapat
timbul dalam lebih dari satu jenis gangguan. Selama pengkajian, perawat
menanyakan klien tentang gejala-gejala yang tertera. Perawat juga mengkaji
pengetahuan klien mengenai kondisi atau faktor-faktor yang mempresipitasi
atau memperburuk gejala tersebut.
3) Faktor yang memengaruhi berkemih
Perawat merangkum faktor-faktor dalam riwayat klien, yang dalam kondisi
normal mempengaruhi perkemihannya, seperti usia, faktor-faktor lingkungan
dan riwayat pengobatan.
b. Pemeriksaan Fisik: data fokus
1) Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder, pembesaran
ginjal, nyeri tekan.
2) Genetalia wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi jaringan
vagina.
3) Genetalia laki-laki
Kebersihan, adanya lesi, terderness, adanya pembesaran skrotum.
4) Intake dan output cairan
a) Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam).
b) Kebiasaan minum di rumah.
c) Intake, cairan infus, oral, makanan, NGT.
d) Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan.
e) Output urine dari urinal, cateter bag, drainage ureterostomy, sistostomi.
f) Karakteristik urine: warna, kejernihan, bau, kepekatan.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan urine (urinalisis):
a) Warna (N: jernih kekuningan)
b) Penampilan (N: jernih)
c) Bau (N: beraroma)
d) pH (N:4,5-8,0)
e) Berat jenis (N: 1,005-1,030)
f) Glukosa (N: negatif)
g) Keton (N: negatif)
h) Kultur urine (N: kuman patogen negatif).
2) Pemeriksaan darah meliputi: HB, SDM, kalium, natrium, pencitraan
radionulida, klorida, fosfat dan magnesium meingkat.
3) Pemeriksaaan ultrasound ginjal
4) Arteriogram ginjal
5) EKG
6) CT scan
7) Enduorologi
8) Urografi
9) Ekstretorius
10) Sistouretrogram berkemih
2.2 Diagnosa keperawatan dan intervensi
Diagnosa 1: Gangguan Eliminasi Urin
a. Definisi: Disfungsi pada eliminasi urine
b. Batasan Karakteristik:
1) Disuria
2) Sering berkemih
3) Enuresis
4) Inkontinensia
5) Nokturia
6) frekuensi
7) Urgensi
c. Faktor yang kemungkinan berhubungan:
1) Obstruksi anatomic
2) Kandung kemih tidak kompeten
3) Gangguan sensori motorik
4) lnfeksi saluran kemih
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Gangguan Eliminasi Urin
NOC NIC
1. Kandung kemih kosong 1. Pantau penggunaan obat dengan sifat
secara penuh antikolinergik atau properti alpha agonis
2. Pasien mempertahankan 2. Memonitor efek dari obat-obatan yang
intake dan output seimbang diresepkan, seperti calcium chanel blockers
dengan urin bebas tanpa dan antikolinergik
bau, bebas dari distensi 3. Merangsang refleks kandung kemih dengan
kandung kemih/ kebocoran menerapkan dingin untuk perut, membelai
urin. tinggi batin, atau air
3. Bebas dari infeksi saluran 4. Mulailah pelatihan ulang kandung kemih per
kemih protokol bila sesuai (cairan di antara jam-jam
4. Tidak ada spasme blader tertentu, rangsangan digital daerah pemicu,
5. Pasien verbalisasi kontraksi otot perut, manuver Credé)
pemahaman akan 5. Dorong asupan cairan yang adekuat (2-4 L per
kondisinya hari), hindari kafein dan gunakan aspartam,
dan batasi asupan pada saat larut malam dan
menjelang tidur. Sarankan penggunaan jus
cranberry / vitamin C
6. Amati air kencing mendidih atau berdarah,
berbau busuk sebagai tanda infeksi. Urin
dipstick sebagaimana ditunjukkan.

Diagnosa 2: Inkontinensia Urine Fungsional

NOC NIC
1. Dapat mengidentifikasi 1. Identifikasi faktor yang menyebabkan
keinginan berkemih inkontinensia (produksi urine, pola berkemih,
2. Berespon tepat waktu dan fungsi kognitif, masalah berkemih yang dialami,
dapat mencapai toilet dan pengobatan)
antara waktu dorongan 2. Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda dan
berkemih dan pengeluaran gejala infeksi saluran kemih
urine 3. Tetapkan interval jadwal eliminasi dengan
3. Mengosongkan kandung rutinitas yang dilakukan setiap hari
kemih secara tuntas 4. Kurangi konsumsi yang dapat menyebabkan
4. Perawatan diri: eliminasi iritasi blader (minuman bersoda, teh, kopi dan
(toileting) cokelat).

Diagnosa 3: Retensi Urine

NOC NIC
1. Kandung kemih kosong 1. Monitor derajat distensi kandung kemih
sempurna dengan palpasi
2. Bebas dari infeksi saluran 2. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
kemih kemih
3. Pasien melaporkan tidak 3. Lakukan stimulasi reflek kandung kemih
adanya kram/nyari kandung (dengan mengalirkan air atau kompres
kemih hangat/dingin)
4. Eliminasi urine tidak 4. Monitor intake dan output cairan
terganggu (jumlah, warna, 5. Monitor efek pemberian obat yang
frekuensi) mempengaruhi fungsi otot kandung kemih
6. Kolaborasi dalam pemasangan kateter jika
diperlukan
III. Rencana Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Kebutuhan Eliminasi Fekal
2.4 Pengkajian
2.4.1 Riwayat Keperawatan
Riwayat keperawatan eliminasi fekal dan urin membantu perawatmenentukan
pola defekasi normal klien. Perawat mendapatkan suatu gambaran feses normal
dan beberapa perubahan yang terjadi dan mengumpulkan informasi tentang
beberapa masalah yang pernah terjadi berhubungan dengan eliminasi, adanya
ostomy dan faktor-faktor yang mempengaruhi pola eliminasi. Pengkajiannya
meliputi:
a. Pola eliminasi
b. Gambaran feses dan perubahan yang terjadi
c. Masalah eliminasi
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti: penggunaan alat bantu, diet,
cairan, aktivitas dan latihan, medikasi dan stress.
2.4.2 Pemeriksaan fisik
a. Mulut: Pengkajian meliputi inspeksi gigi, lidah, dan gusi klien. Gigi yang
buruk atau struktur gigi yang buruk mempengaruhi kemampuan
mengunyah, sehingga berpengaruh pada proses defekasi.
b. Abdomen:
1) Inspeksi: memriksa adanya masa, gelombang peristaltik, jaringan
parut, pola pembuluh darah vena, dan stoma.
2) Auskultasi: bising usus normal terjadi 5-15 detik dan berlangsung ½
sampai beberapa detik.
3) Palpasi: Untuk melihat adanya massa atau area nyeri tekan.
4) Perkusi: Mendeteksi cairan atau gas di dalam abdomen.
5) Rektum: Menginspeksi daerah di sekitar anus dan mempalpasi untuk
memeriksa rectum.
Karakteristik Feses Normal Dan Abnormal
Karakteristik Normal Abnormal Kemungkinan penyebab
Warna Dewasa: Pekat / putih Adanya pigmen empedu (obstruksi
kecoklatan empedu); pemeriksaan diagnostik
Bayi: menggunakan barium
kekuningan Hitam Obat (spt. Fe); PSPA (lambung, usus halus);
diet tinggi buah merah dan sayur hijau tua
(spt. Bayam)
Merah PSPB (spt. Rektum), beberapa makanan spt
bit.
Pucat Malabsorbsi lemak; diet tinggi susu dan
produk susu dan rendah daging.
Orange atau Infeksi usus
hijau
Konsistensi Berbentuk, Keras, Dehidrasi, penurunan motilitas usus akibat
lunak, agak kering kurangnya serat, kurang latihan, gangguan
cair / lembek, emosi dan laksantif abuse.
basah. Diare Peningkatan motilitas usus (mis. akibat
iritasi kolon oleh bakteri).
Bentuk Silinder Mengecil, Kondisi obstruksi rektum
(bentuk bentuk
rektum) dgn pensil atau
Æ 2,5 cm u/ seperti
orang dewasa benang
Jumlah Tergantung
diet (100 –
400 gr/hari)
Bau Aromatik : Tajam, Infeksi, perdarahan
dipenga-ruhi pedas
oleh makanan
yang dimakan
dan flora
bakteri.
Unsur pokok Sejumlah Parasit Infeksi bakteri
kecil bagian Darah Konsidi peradangan
kasar
makanan Lemak Perdarahan gastrointestinal
yang tidak dalam
dicerna, jumlah besar Malabsorbsi
potongan
bak-teri yang Benda asing
mati, sel Salah makan
epitel, lemak,
protein,
unsur-unsur
kering cairan
pencernaan
(pigmen
empedu dll)

2.4.3 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik saluran gastrointestinal meliputi tehnik visualisasi
langsung/tidak langsung dan pemeriksaan laboratorium terhadapunsur- unsur
yang tidak normal.
2.5 Diagnosa keperawatan dan intervensi
Diagnosa 1: Konstipasi
2.5.1 Definisi
Konstipasi atau sering disebut sembelit adalah kelainan pada sistem
pencernaan di mana seorang manusia (atau mungkin juga pada hewan)
mengalami pengerasan tinja yang berlebihan sehingga sulit untuk dibuang atau
dikeluarkan dan dapat menyebabkan kesakitan yang hebat pada penderitanya.

2.5.2 Batasan Karakteristik


a. Nyeri perut
b. Nyeri tekan pada abdomen dengan atau tanpa disertai dengan resistensi otot
yang dapat dipalpasi
c. Anoreksia
d. Tampilan atipikal pada lansia (misal perubahan status mental, inkontiinensia
urin, jatuh yang tidak dapat dijelaskan dan peningkatan suhu tubuh
e. Perubahan pada suara abdomen (borborigmi)
f. Darah merah segar dalam feses
g. Perubahan pola defekasi
h. Penurunan frekuensi
i. Penurunan volume feses
j. Perasaan penuh pada rektal
k. Perasaan tekan pada rektal
l. Kelelahan umum
m. Feses yang kering, keras dan berbentuk
n. Sakit kepala
o. Bising usus hiperaktif
p. Bising usus hipoaktif
q. Peningkatan tekanan abdomen
r. Nausea
s. Pengeluaran cairan feses lambat
t. Massa abdomen yang dapat dipalpasi
u. Massa rektal yang dapat dipalpasi
v. Adanya feses seperti pastel lembut dalam rektum
w. Bunyi pekak pada perkusi abdomen
x. Nyeri saat defekasi
y. Flatus berat
z. Mengejan saat defekasi
aa. Tidak mampu mengeluarkan feses
bb. Mual
2.5.3 Faktor Yang Berhubungan
a. Fungsi: kelemahan otot abdominal, Aktivitas fisik tidak mencukupi
b. Perilaku defekasi tidak teratur
c. Perubahan lingkungan
d. Toileting tidak adekuat: posisi defekasi, privasi
e. Psikologis: depresi, stress emosi, gangguan mental
f. Farmakologi: antasid, antikolinergis, antikonvulsan, antidepresan, kalsium
karbonat diuretik, besi, overdosis laksatif, NSAID, opiat, sedatif.
g. Mekanis: ketidakseimbangan elektrolit, hemoroid, gangguan neurologis,
obesitas, obstruksi pasca bedah, abses rektum, tumor
h. Fisiologis: perubahan pola makan dan jenis makanan, penurunan motilitas
gastrointestnal, dehidrasi, intake serat dan cairan kurang, perilaku makan
yang buruk.
2.6 Perencanaan
Diagnosa 1: Konstipasi
NOC NIC
1. Pola BAB dalam batas 1. Periksa pola eliminasi yang biasa, termasuk
normal frekuensi dan konsistensi tinja.
2. Feses lunak 2. Perhatikan penggunaan dan jenis pencahar dan
3. Cairan dan serat adekuat penggunaan pencahar dan enema.
4. Aktivitas adekuat 3. Kaji kebiasaan makan, jadwal makan, dan
5. Hidrasi adekuat asupan cairan.
4. Kaji tingkat aktivitas pasien.
5. Klasifikasikan penggunaan obat saat ini yang
dapat menyebabkan sembelit.
6. Berikan privasi untuk eliminasi.
7. Evaluasi rasa takut sakit ketika buang air besar.
8. Pertimbangkan sejauh mana pasien merespons
dorongan untuk buang air besar.
9. Ketahuilah jika ada riwayat penyakit
neurogenik, seperti multiple sclerosis atau
penyakit Parkinson.

Diagnosa 2: Diare

NOC NIC
1. Feses berbentuk, BAB 1. Identifikasi faktor penyebab diare
sehari sekali-tiga hari 2. Instruksikan pasien dan keluarga untuk mencatat
2. Menjaga daerah sekitar warna, jumlah, frekuensi dan konsistensi dari
rektal dari iritasi feses
3. Menjelaskan penyebab 3. Evaluasi intake makanan yang masuk
diare Observasi turgor kulit secara rutin
4. Mempertahankan turgor 4. Instruksikan pasien untuk makan rendah serat,
kulit tinggi protein dan tinggi kalori
5. Ajarkan tehnik menurunkan stress
IV. Daftar Pustaka

Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasii Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta: Salemba Medika
Kasiati dan Ni Wayan Dwi Rosmalawati. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan
Kebutuhan Dasar Manusia I. Jakarta: KEMENKES Pusdik SDM Kesehatan
Nanda. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017.Edisi 10.editor T
Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
Pearce, E.C. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia
Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 1. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai