Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN ELIMINASI

Disusun Oleh :

AKBAR FEBRIYANTO

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU


JURUSAN KEPERAWATAN PRODI PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KONSEP DASAR KEBUTUHAN ELIMINASI

A. Pengertian
Eliminasi adalah proses pembungan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel
(feses). (Mubarak, 2015). ElIminasi atau pembuangan urine normal adalah proses
pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Eliminasi bowel/fekal/Buang
Air Besar (BAB) atau disebut juga defekasi merupakan proses normal tubuh yang
penting bagi kesehatan untuk mengeluarkan sampah dari tubuh. Sampah yang
dikeluarkan ini disebut feces atau stool. Eliminasi produk sisa pencernaan yang teratur,
hal ini penting untuk normal tubuh.
B. Fisiologi Berkemih
Fisiologi berkemih secara umum menurut Gibson (2003) dapat dilihat pada grafik
Proses kejadian eleminasi urine ada dua langkah utama: Pertama, bila kandung kemih
saudara secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai
ambang dikirim ke medulla spinalis diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat.
Kedua, pusat miksi mengirim sinyal ke otot kandung kemih (destrusor), maka spinter
ekterna relaksasi berusaha mengosongkan kandung kemih, sebaliknya bila memilih tidak
berkemih spinter eksterna berkontraksi. Kerusakan pada medulla spinalis menyebabkan
hilangnya kontrol volunter berkemih, tetapi jalur refleks berkemih dapat tetap sehingga
terjadinya berkemih secara tetap, maka kondisi ini disebut refleks kandung kemih.
Apa yang harus diketahui tentang eleminasi urine normal ?
1. Pola Eleminasi Urine Normal
Seseorang berkemih sangat tergantung pada individu dan jumlah cairan yang masuk.
Orang-orang biasanya berkemih: pertama kali pada waktu bangun tidur, setelah berkerja
dan makan.
2. Frekuensi
Normalnya miksi dalam sehari sekitar 5 kali. Frekuensi untuk berkemih tergantung
kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang berkemih kira-kira 70% dari urine setiap hari
pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari.
Orang- orang biasanya berkemih: pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum tidur
dan berkisar waktu makan.
3. Karakteristik Urine normal
Untuk mengetahui warna urine normal adalah kuning terang. disebabkan adanya pigmen
oruchrome, juga tergantung intake cairan. Seseorang dalam keadaan dehidrasi maka
kosentrasi urine menjadi lebih pekat dan kecoklatan, penggunaan obat-obatan tertentu
seperti multivitamin dan preparat besi menyebabkan warna urine menjadi kemerahan
sampai kehitaman.
Bau urine normal adalah bau khas amoniak. merupakan hasil pecahan urea oleh bakteri.
Pemberian pengobatan akan mempengaruhi bau urine.
Jumlah urine yang dikeluarkan tergantung pada usia, intake cairan dan status kesehatan.
Pada orang dewasa jumlah urine yang dikeluarkan sekitar 1.200 – 1.500 atau 150 sampai
600 ml / sekali miksi. Berat jenis plasma (tanpa protein) berkisar 1,015 -1,020. Berat jenis
plasma (tanpa protein) berkisar 1,015 -1,020.
C. Fisiologi Defekasi
Saluran pencernaan terdiri dari dua bagian, yaitu bagian atas terdiri dari mulut,
esophagus dan lambung dan bagian bawah terdiri dari usus halus dan besar.
Saluran gastrointestinal bagian atas terdiri mulut, esophagus & lambung. Makanan
yang masuk ke mulut kita dicerna secara mekanik dan kimia, dengan bantuan gigi untuk
mengunyah dan memecah makanan. Saliva mencairkan dan melunakkan bolus makanan
sehingga mudah masuk esofogus menuju pada lambung. Dalam lambung makanan
disimpan sementara, lambung melakukan ekresi asam hidroklorida (HCL), lendir, enzim
pepsin dan faktor intrinsik. HCL mempengaruhi keasaman lambung dan keseimbangan
asam-basa tubuh. Lendir melindungi mukosa dari keasaman, aktivitas enzim dan
membantu mengubah makanan menjadi semi cair yang disebut kimus (cbyme), lalu
didorong ke usus halus.
Saluran gastrointestinal bawah meliputi, usus halus terdiri dari duodenum, jejenun,
ileum, dengan diameter 2.5 cm dan panjang 6 m. Kimus bercampur dengan empedu dan
amilase. Kebanyakan nutrisi dan elektolit diabsorsi duodenum dan jejunum, sedang
ileum mengabsorsi vitamin, zat besi dan garam empedu. Fungsi ileum terganggu maka
proses pencernaan mengalami perubahan. Usus besar panjangnya 1.5 m merupakan
organ utama dalam eleminasi fekal terdiri cecum, colon dan rectum. Kimus yang tidak
diabsorpsi masuk sekum melalui katub ileosekal yang fungsinya katub ini untuk
regurgitasi dan kembalinya isi kolon ke usus halus. Kolon mengabsorpsi air. nutrient,
elektolit, proteksi, sekresi dan eleminasi, sedangkan perubahan fungsi kolon bisa diare
dan kontraksi lambat. Gerakan peristaktik 3-4 kl/hr dan paling kuat setelah makan.
Rectum bagian akhir pada saluran pencernaan. Panjangnya bayi 2.5 cm, anak 7.5-10 cm,
dewasa 15 – 20 cm, rektum tidak berisi feses sampai defekasi. Rektum dibangun lipatan
jaringan berisi sebuah arteri dan vena, bila vena distensi akibat tekanan selama
mengedan bisa terbentuk hemoraid yang menyebabkan defekasi terasa nyeri.
Usus sendiri mesekresi mucus, potassium, bikarbonat dan enzim, sekresi musin (ion
karbonat) yang pengeluarannya dirangsang oleh nervus parasimpatis.
Cbyme bergerak karena adanya peristaltik usus dan akan berkumpul menjadi feses di
usus besar. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya 400-700 ml/24 jam.
Feses terdiri atas 75% air dan 25% padat, bakteri yang umumnya sudah mati, lepasan
epithelium dari usus, sejumlah kecil zat nitrogen.
Jadi makanan sampai mencapai rectum normalnya diperlukan waktu 12 – 20 jam,
isinya menjadi makin lunak bahkan bila terlalu lama maka akan semakin padat karena air
diabsorpsi apabila tidak segera di keluarkan. Pada keadaan infeksi, reseksi bedah atau
obstruksi dapat mengganggu peristaltik absorpsi berkurang dan aliran kimus terhambat.
Saat emosi sekresi mucus akan meningkat berfungsi melindungi dinding usus dari
aktivitas bakteri, bila hal ini berlebihan akan meningkatkan peristaltik berdampak pada
penyerapan feses yang cepat sehingga feses menjadi encer, diare, absorpsi berkurang dan
flatus.
Kesimpulan bahwa dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi abdomen, tekanan
diafragma, dan kontraksi otor elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan
posisi jongkok

D. Masalah-masalah pada Gangguan Eliminasi


a. Masalah-masalah dalam eliminasi urin :
1. Retensi urine. Retensi urine adalah kondisi seseorang terjadi karena penumpukan
urine dalam bladder dan ketidakmampuan bladder untuk mengosongkan kandung
kemih. Penyebab distensi bladder adalah urine yang terdapat dalam bladder
melebihi 400 ml. Normalnya adalah 250 - 400 ml. Kondisi ini bisa disebabkan oleh
hipertropi prostat, pembedahan, otot destrusor lemah dan lain-lain.

2. Inkontinensia Urine. Bila seseorang mengalami ketidak mampuan otot spinter


eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol pengeluaran urine. Ada dua
jenis inkontinensia: Pertama, stres inkontinensia yaitu stres yang terjadi pada saat
tekanan intra-abdomen meningkat dan menyebabkan kompresi kandung kemih.
Contoh sebagian orang saat batuk atau tertawa akan mengalami terkencing-
kencing, hal tersebut bisa dikatakan normal atau bisa terjadi pada lansia. Kedua,
urge inkontinensia yaitu inkontinensia yang terjadi saat klien terdesak ingin
berkemih atau tiba-tiba berkemih, hal ini terjadi akibat infeksi saluran kemih
bagian bawah atau spasme bladder, overdistensi, peningkatan konsumsi kafein atau
alkohol (Taylor,1989).

3. Enuresis. Enuresis adalah ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang


tidak disadari yang diakibatkan ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter
eksterna. Biasanya terjadi pada anak-anak atau orang jompo. Faktor penyebab
takut keluar malam, kapasitas kandung kemih kurang normal, infeksi dan lain-lain.
4. Urgency. Perasaan ingin segera berkemih dan biasanya terjadi pada anak-anak
karena kemampuan spinter untuk mengontrol berkurang.

5. Dysuria. Rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misalnya pada infeksi saluran
kemih, trauma, dan striktur uretra.

6. Polyuria (Diuresis). Produksi urine melebihi normal, tanpa peningkatan intake


cairan misalnya pada pasien DM.

7. Urinary Suppression. Keadaan di mana ginjal tidak memproduksi urine secara tiba-
tiba. Anuria (urine kurang dari 100 ml/24 jam), olyguria (urine berkisar 100-500
ml/24 jam).
b. Masalah eliminasi fekal yang sering ditemukan yaitu:
a. Konstipasi, merupakan gejala bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB
disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang
keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di
intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.
b. Fecal Impaction, merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga
tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat,
tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid.
c. Diare, merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi
intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon
merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa.
Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB.
d. Inkontinensia fecal, yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara
dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan
fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor
spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan
kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung
pada perawat.
e. Flatulens, yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang
dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut
(sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus
adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan,
pembusukan di usus yang menghasilkan CO2.
f. Hemoroid, yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal
atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung
dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding
pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien
merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat
BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.

E. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. Riwayat keperawatan eliminasi
Riwayat keperawatan eliminasi fekal dan urin membantu perawat menentukan pola
defekasi normal klien. Perawat mendapatkan suatu gambaran feses normal dan
beberapa perubahan yang terjadi dan mengumpulkan informasi tentang beberapa
masalah yang pernah terjadi berhubungan dengan eliminasi, adanya ostomy dan
faktor-faktor yang mempengaruhi pola eliminasi.
Pengkajiannya meliputi:
a. Pola eliminasi
b. Gambaran feses dan perubahan yang terjadi
c. Masalah eliminasi
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat bantu, diet, cairan,
aktivitas dan latihan, medikasi dan stress.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi inspeksi,
auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluran intestinal. Auskultasi
dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapat merubah peristaltik. Pemeriksaan
rektum dan anus meliputi inspeksi dan palpasi. Inspeksi feses, meliputi observasi
feses klien terhadap warna, konsistensi, bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya
unsur-unsur abdomen. Perhatikan tabel berikut :

KARAKTERISTIK FESES NORMAL DAN ABNORMAL


Karakteristik Normal Abnormal Kemungkinan
penyebab
Warna Dewasa : Pekat / putih Adanya pigmen empedu
kecoklatan (obstruksi empedu);
pemeriksaan
Bayi : diagnostik
kekuningan menggunakan
barium

Hitam / spt ter. Obat (spt. Fe); PSPA


(lambung, usus
halus); diet tinggi
buah merah dan
sayur hijau tua (spt.
Bayam)

Merah PSPB (spt. Rektum),


beberapa makanan
spt bit.

Pucat Malabsorbsi lemak; diet


tinggi susu dan
produk susu dan
rendah daging.

Orange atau Infeksi usus


hijau

Konsistensi Berbentuk, lunak, Keras, kering Dehidrasi, penurunan


agak cair / motilitas usus akibat
lembek, basah. kurangnya serat,
kurang latihan,
gangguan emosi dan
laksantif abuse.

Diare Peningkatan motilitas


usus (mis. akibat
iritasi kolon oleh
bakteri).

Bentuk Silinder (bentuk Mengecil, Kondisi obstruksi rektum


rektum) dgn Æ bentuk
2,5 cm u/ orang pensil atau
dewasa seperti
benang

Jumlah Tergantung diet


(100 – 400
gr/hari)

Bau Aromatik : Tajam, pedas Infeksi, perdarahan


dipenga-ruhi
oleh makanan
yang dimakan
dan flora
bakteri.

Unsur pokok Sejumlah kecil Pus Infeksi bakteri


bagian kasar
makanan yg Mukus Konsidi peradangan
tdk dicerna,
Parasit Perdarahan
potongan bak-
gastrointestinal
teri yang mati, Darah
sel epitel, Malabsorbsi
lemak, protein, Lemak dalam
unsur-unsur jumlah besar Salah makan
kering cairan
pencernaan Benda asing
(pigmen
empedu dll)

3. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik saluran gastrointestinal meliputi tehnik visualisasi langsung /
tidak langsung dan pemeriksaan laboratorium terhadap unsur-unsur yang tidak
normal.

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi urine
2. Inkontinensia Urin Berlanjut
3. Inkontinensia Urin Berlebih
4. Inkontinensia Urin Fungsional
5. Inkontinensia Urin Refleks
6. Inkontinensia Urin Stress
7. Inkontinensia Urin Urgensi
8. Kesiapan Peningkatan Eliminasi Urin
9. Retensi Urin
10. Inkontinensia Fekal
11. Konstipasi
12. Risiko Inkontinensia Urin Urgensi
13. Risiko Konstipasi
RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Indonesia Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

1 Gangguan Eliminasi Urine SLKI Manajemen Eliminasi Urine


Setelah diberikan intervensi selama …x….
Tindakan:
jam maka eliminasi urine membaik,
dengan kriteria hasil :
Observasi
Penyebab :  Sensasi berkemih meningkat
 Desakan berkemih menurun
 Identifikasi tanda dan gejala retensi
 Penurunan kapasitas kandung  Distensi kandung kemih menurun atau inkontinensia urine
kemih  Berkemih tidak tuntas menurun
 Iritasi kandung kemih  Volume residu urine menurun  Identifikasi faktor yang
 Penurunan kemampuan  Urin menetes (dribbling) menurun menyebabkan retensi atau
menyadari tanda-tanda gangguan  Nokturia menurun inkontinensia urine
kandung kemih  Enuresis menurun
 Efek tindakan medis dan  Disuria menurun  Monitor eliminasi urine (misal:
diagnostik (mis. operasi ginjal ,  Anuria menurun frekuensi, konsistensi, aroma,
operasi saluran kemih, anestesi,
volume, dan warna)
dan obat-obatan)
 Kelemahan otot pelvis
 Ketidakmampuan mengakses
toilet (mis. imobilitas) Terapeutik
 Hambatan lingkungan
 Ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan  Catat waktu-waktu dan haluaran
eliminasi berkemih
 Outlet kandung kemih tidak
lengkap (mis. anomali saluran  Batasi asupan cairan jika perlu
kemih kongenital)
 Imaturitas (pada anak usia < 3  Ambil sample urine tengah (midstream)
tahun)
atau kultur

Gejala dan Tanda Mayor


Edukasi
Subjektif
 Ajarkan tanda dan gejala infeksi
 Desekan berkemih (Urgensi) saluran kemih
 Urin menetas (dribbling)
 Sering buang air kecil  Ajarkan mengukur asupan cairan
 Nokturia dan haluaran urine
 Mengompol
 Enuresis  Ajarkan mengambil spesimen
urine midstream
 
 Ajarkan mengenali tanda
Objektif berkemih dan waktu yang tepat
untuk berkemih
 Distensi kandung kemih
 Berkemih tidak tuntas (Hesitancy)  Ajarkan terapi modalitas
 Volume residu urin meingkat penguatan otot-otot
panggul/perkemihan

 Anjurkan minum yang cukup,


Gejala dan Tanda Minor jika tidak ada kontraindikasi

Subjektif  Anjurkan mengurangi minum


menjelang tidur
(tidak tersedia)

 
Kolaborasi
Objektif
 Kolaborasi pemberian obat
(tidak tersedia) supositoria uretra jika perlu
 

Kondisi Klinis Terkait

 Infeksi ginjal dan saluran kemih


 Hiperglikemi
 Trauma
 Kanker
 Cedera/tumor/infeksi medula
spinalis
 Neuropati diabetikum
 Neuropati alkoholik
 Stroke
 Parkinson
 Skeloris multipel
 Obat alpha adrenergik
2 Inkontinensia Urine Berlanjut SLKI SIKI
Penyebab Setelah diberikan intervensi selama …x…. Kateterisasi Urine (I.04148)
 Neuropati arkus refleks jam maka kemampuan berkemih Observasi
 Disfungsi neurologis meningkat, dengan kriteria hasil :  Periksa kondisi pasien (mis. Kesadaran,
 Kerusakan reflex kontraksi detrusor  Nokturia menurun tanda-tanda vital, daerah perineal, distensi
 Trauma  Residu volume urin setelah kandung kemih, inkontinensia urine, reflex
 Kerusakan medulla spinalis berkemih menurun berkemih)
 Kelainan anatomis (mis.fistula)  Distensi kandung kemih menurun
Terapeutik
 Dribbling menurun
 Siapkan peralatan, bahan-bahan dan
Gejala dan Tanda Mayor  Hesitancy menurun
Subjektif ruangan tindakan
 Enuresis menurun
 Keluarnya urin konstan tanpa  Siapkan pasien: bebaskan pakaian bawah
 Sensasi berkemih meningkat
distensi dan posisikan dorsal rekumben (untuk
 Frekuensi berkemih meningkat wanita) dan supine (untuk laki-laki
 Nokturia lebih dari 2 kali sepanjang
tidur  Pasang sarung tangan
Objektif  Bersihkan daerah perineal atau preposium
(tidak tersedia) dengan cairan NACL atau aquades
 Lakukan insersi kateter urine dengan
Gejala dan Tanda Minor menerapkan prinsip aseptik
Subjektif  Sambungkan kateter urin dengan urine bag
 Berkemih tanpa sadar  Isi balon dengan Nacl 0,9% sesuai anjuran
 Tidak sadar inkontinensia urin pabrik
Objektif  Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau
(tidak tersedia) di paha
 Pastikan kantung urine ditempatkan lebih
Kondisi Klinis Terkait rendah dari kandung kemih
 Cedera kepala  Berikan label waktu pemasangan
 Trauma
 Tumor Edukasi
 Infeksi medula spinalis  Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan
 Fistula saluran kemih kateter urine
 Anjurkan menarik napas saat insersi
selang kateter

Kolaborasi
-
Perawatan Inkontinensia Urine (I.04163)
Observasi
 Identifikasi penyebab inkontinensia
urine (mis. Disfungsi neurologis,
gangguan medulla spinalis, gangguan
reflex destrusor, obat-obatan, usia,
riwayat operasi, gangguan fungsi
kognitif)
 Identifikasi perasaan dan persepsi
pasien terhadap inkontinensia urine
yang dialaminya
 Monitor keefektifan obat, pembedahan
dan terapi modalitas berkemih
 Monitor kebiasaan BAK

Terapeutik
 Bersihkan genitalia dan kulit sekitar
secara rutin
 Berikan pujian atas keberhasilan
mencegah inkontinensia
 Buat jadwal komsumsi obat-obat
diuretik
 Ambil sampel urine untuk pemeriksaan
urine lengkap atau kultur
Edukasi
 Jelaskan definisi, jenis inkontinensia,
penyebab inkontinensia urine
 Jelaskan program penanganan
inkontinensia urine
 Jelaskan jenis pakaian dan lingkungan
yang mendukung proses berkemih
 Anjurkan membatasi komsumsi cairan
2-3 jam menjelang tidur
 Ajarkan memantau cairan keluar dan
masuk serta pola eliminasi urine
 Anjurkan minum minimal 1500 cc/hari,
jika tidak kontraindikasi
 Anjurkan menghindari kopi, minuman
bersoda, teh dan coklat
 Anjurkan konsumsi buah dan sayur
untuk menghindari konstipasi

Kolaborasi
 Rujuk ke ahli inkontinensia, jika perlu
3 Konstipasi SLKI SIKI
Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Konstipasi
Penyebab selama …… jam konstipasi pasien teratasi  Identifikasi faktor risiko konstipasi
Fisiologis:
dengan kriteria hasil:  Monitor tanda-tanda ruptur
 Penurunan motilitas gastrointestinal
 Kontrol pengeluaran feses meningkat bowel/peritonitis
 Ketidakadekuatan pertumbuhan gigi
 Ketidakcukupan diet  Keluhan defekasi lama dan sulit  Jelaskan penyebab dan rasionalisasi
 Ketidakcukupan asupan serat menurun tindakan pada pasien
 Ketidakcukupan asupan cairan  Konsistensi feses membaik  Lakukan massage abdomen
 Aganglionik (mis. penyakit  Frekuensi defekasi membaik  Anjurkan diet (cairan dan serat)
Hircsprung)  Jelaskan pada klien konsekuensi
 Kelemahan otot abdomen menggunakan laxative dalam waktu yang
Psikologis: lama
 Konfusi  Kolaborasi penggunaan obat pencahar
 Depresi
 Gangguan emosional
Situasional:
 Perubahan kebiasaan makan (mis.
jenis makanan, jadwal makan)
 Ketidakadekuatan toileting
 Aktivitas fisik harian kurang dari
yang dianjurkan
 Penyalahgunaan laksatif
 Efek agen farmakologis
 Ketidakteraturan kebiasaan defekasi
 Kebiasaan menahan dorongan
defekasi
 Perubahan lingkungan

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif
 Defekasi kurang dari 2 kali seminggu
 Pengeluaran fases lama dan sulit
Objektif
 Feses keras
 Peristalitik usus menurun

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
 Mengejan saat defekasi
Objektif
 Distensi abdomen
 Kelemahan umum
 Teraba massa pada rektal

Kondisi Klinis Terkait


 Lesi/cedera pada medula spinalis
 Spina bifida
 Stroke
 Sklerosis multipel
 Penyakit parkinson
 Demensia
 Hiperparatiroidisme
 Hipoparatiroidisme
 Ketidakseimbangan elektrolit
 Hemoroid
 Obesitas
 Pasca operasi obstruksi bowel
 Kehamilan
 Pembesaran prostat
 Abses rektal
 Fisura anorektal
 Striktura anorektal
 Prolaps rektal
 Ulkus rektal
 Rektokel
 Tumor
 Penyakit Hircsprung
 Impaksi feses
IMPLEMENTASI
Dilakukan berdasarkan interverensi
EVALUASI
a. Evaluasi Formatif (Merefleksikan observasi perawat dan analisi terhadap klien terhadap responlangsung pada intervensi keperawatan),
b. Evaluasi Sumatif (Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsi observasi dan analisis mengenai statuskesehatan klien terhadap waktu)
(Poer,2012).
DAFTAR PUSTAKA

Alman. 2000. Fundamental & Advanced Nursing Skill. Canada: Delmar Thompson,
Learning Publisher.

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan, Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.

A. Azis Alimun. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia I. Jakarta: Salemba Medika.

Elkin, et al. 2000. Nursing Intervention and Clinical Skills. Second Ed.

Kozier, B. 1995. Fundamental of Nursing: Concept Process and Practice, Ethics and
Values. California: Addison Wesley.

Perry,at al. 2005. Keterampilan dan Prosedur Dasar Kedokteran. Jakarta: EGC.
Potter,P. 1998. Fundamental of Nursing. Philadelphia: Lippincott.

Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,Proses dan
Praktik. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Tarwoto Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi
3. Jakarta: Salemba Medika.
Tim Poltekkes Depkes Jakarta III. 2009. Panduan Praktek KDM. Jakarta: Salemba
Medika.
Tim Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang. 2012. Modul Pembelajaran KDM.
Malang.
Tim Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang. 2012. Modul Pemeriksaan Fisik dan
Implikasinya dalam Keperawatan. Malang.

Wahid,IM dan Nurul, C. 2008. Buku Ajar Kebutuhan dasar Manusia, Teori dan
Aplikasi dalam Praktek. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai