PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses).
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini jugadisebut bowel movement.
Frekwensi defekasi pada setiap orang sangatbervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali
perminggu.Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltic mendorong feses
kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalamrektum dirangsang dan individu menjadi sadar
terhadap kebutuhan untukdefekasi.
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untukfungsi tubuh yang normal. Perubahan
pada eliminasi dapat menyebabkanmasalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena
fungsi usustergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaanmasing-masing
orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dariperawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi
yang normal. Keadaan sakitdapat menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur.
Merekamenjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitastoilet yang normal ;
lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untukklien dengan perubahan mobilitas, perubahan
kebutuhan peralatan kamarmandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawata harus
mengertiproses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi.
B. TINJAUAN TEORI
PENGERTIAN
Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko tinggi
mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses kering. Untuk
mengatasi gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan huknah, baik huknah tinggi maupun huknah
rendah. Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai ke kolon desenden dengan menggunakan
kanul rekti.
1. Konstipasi, merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan
pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri
rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air
diserap.
2. Impaction, merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang keras
di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid.
3. Diare, merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi intestinal
melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan
yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga
pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
4. Inkontinensia fecal, yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal,
penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi
tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik.
Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat.
5. Flatulens, yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan
distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau
anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan
oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang menghasilkan CO2.
6. Hemoroid, yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau eksternal).
Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun.
Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi
infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan
oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.
C. ETIOLOGI
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat pada
makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau
tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian
jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat
mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari
mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola
aktivitas peristaltik di colon.
b. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun
pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk
mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering
dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan
memperlambat perjalananchyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan
darichym e
Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan dapat menyebabkan
melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses
mengeras
e. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal.
Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti
dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara
langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan
memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan
tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang- kadang
digunakan untuk mengobati diare
g. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan tumor.
Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan stimulus sensori untuk defekasi.
Gangguan mobilitas bisa membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi
ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami
konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi
dari spinkter ani.
D. FAKTOR PREDISPOSISI/PENCETUS
2. Gaya hidup.
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi urine dan defekasi. Tersedianya
fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi frekuensi eliminasi dan defekasi. Praktek
eliminasi keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku.
3. Stress psikologi
Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan berkemih, hal
ini karena meningkatnya sensitif untuk keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang
diproduksi.
4. Tingkat perkembangan.
Tingkat perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih. Pada wanita hamil kapasitas kandung
kemihnya menurun karena adanya tekanan dari fetus atau adanya lebih sering berkemih. Pada usia tua
terjadi penurunan tonus otot kandung kemih dan penurunan gerakan peristaltikintes tinal.
5. Kondisi Patologis
6. Obat-obatan, diuretiik dapat meningkatkan output urine. Analgetik dapat terjadi retensi urine.
b.Impaction
c. Diare
1). BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk
2). Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
3). Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan
4). feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
d. Inkontinensia Fekal
3). Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinalcord dan tumor spingter anal
eksternal
e. Flatulens
f. Hemoroid
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan USG
G. PENGKAJIAN
Riwayat keperawatan eliminasi fekal dan urin membantu perawat menentukan pola defekasi normal
klien. Perawat mendapatkan suatu gambaran feses normal dan beberapa perubahan yang terjadi dan
mengumpulkan informasi tentang beberapa masalah yang pernah terjadi berhubungan dengan
eliminasi, adanya ostomy dan faktor-faktor yang mempengaruhi pola eliminasi.
Pengkajiannya meliputi:
a.Pola eliminasi
b.Gambaran feses dan perubahan yang terjadi
c.Masalah eliminasi
d.Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat bantu,diet, cairan, aktivitas dan latihan,
medikasi dan stress.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi dan
palpasi dikhususkan pada saluran intestinal. Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapat
merubah peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus meliputi inspeksi dan palpasi. Inspeksi feses,
meliputi observasi feses klien terhadap warna, konsistensi, bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya
unsur-unsur abdomen.
3. Pemeriksaan Diagnostik
H. Diagnosa Keperawatan
TUJUAN
N DIAGNOSA KEPERAWATAN RENCANA TINDAKAN
KEPERAWATAN
O (NANDA 2007-2008) (NIC 2006)
(NOC 2006)
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol 3.Penerbit Kedokteran EGC:
Jakarta.
3. Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Medikal Bedah. Penerbit Kedokteran EGC: Jakarta.
Supratman. 2000. askep Klien Dengan Sistem Perkemihan
4. Siregar, c. Trisa , 2004, Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi BAB, Program Studi Ilmu Keprawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
5. Johnson M., Meridean, M., Moorhead, 2000. NANDA, NIC, NOC. PENERBIT:MOSBY
Penatalaksanaan
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan yang
bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6
bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi
ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan
larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak
Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut:
-1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1 ml=15 tts atau
Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
(1 ml=20 tetes).
Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
(1 ml=20 tetes).
-7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit
(1 ml=20 tetes).
-Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4
-Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1
2. Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7
Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh.
Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak
mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
3. Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang mengandung