DOSEN PEMBIMBING:
OLEH:
UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS KEPERAWATAN
ILMU KEPERAWATAN
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin
atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung
kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine
adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra (Hidayat, 2010).
Eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus di penuhi oleh
setiap manusia. Apabila sistem perkemihan tidak dapat berfungsi dengan baik,
sebenarnya semua organ akhirnya akan terpengaruh. Secara umum gangguan pada
ginjal mempengaruhi eliminasi. Sehingga mengakibatkan masalah kebutuhan
eliminasi urine, antara lain : retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, dan
ureterotomi. Masalah kebutuhan eliminasi urine sering terjadi pada pasien-pasien
rumah sakit yang terpasang kateter tetap (Hidayat, 2010).
Eliminasi normal adalah defekasi merupakan faeces normal tubuh yang
penting bagi kesehatan membuang sisa metabolism tubuh, seperti melalui
gastrointertinal (berhubungan eliminasi fekal/buang air besar) dan perkemihan
(berhubungan dengan eliminasi urin/berkemih). Hal ini merupakan fungsi dasar yang
banyak orang mengalaminya.
B. Tujuan
a. Untuk memahami definisi eliminasi.
b. Untuk memahami anatomi dan fisiologi organ eliminasi.
c. Untuk memahami masalah atau penyakit yang berkaitan dengan eliminasi
d. Untuk memahami faktor yang memengaruhi eliminasi urin dan pola eliminasi
urin.
C. Manfaat
Dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi
bagi pembaca mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan eliminasi serta
dapat dimanfaatkan sebagai rujukan dalam menentukan asuhan keperawatan yang
baik guna mengoptimalkan pelayanan kesehatan kepada klien.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFENISI ELEMINASI
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Pembuangan
dapat melalui urine ataupun bawel. Eliminasi urine normalnya adalah pengeluaran cairan.
Proses pengeluaran ini sangat bergantung pada fungsi-fungsi organ eliminasi urine seperti
ginjal, ureter, bladder dan uretra. Ginjal memindahkan air air dari darah dalam bentuk
urine. Ureter mengalirkan urine ke bladder. Bladder urine ditampung sampai mencapai
batas tertentu yang kemudian dikeluarkan melalui uretra (Tarwoto dan Hartonah, 2006).
Eliminasi urine tergantung kepada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
Semua organ sistem perkemihan harus utuh dan berfungsi dengan baik, supaya urine
berhasil di keluarkan dengan baik (Potter & Perry, 2005).
1. Ginjal
Ginjal adalah organ yang bentuknya seperti kacang dengan warna merah tua.
Panjang : ± 12,5 cm
Tebal : ± 2,5 cm
Letak ginjal adalah pada bagian belakang rongga abdomen bagian atas setinggi
thorakal 11 dan 12, dan letak ginjal sebelah kiri lebih tinggi daripada ginjal sebelah
kanan. Ginjal dilindungi oleh : Otot abdomen, jaringan lemak, kapsul adipose.
Nefron merupakan unit structural dan fungsional dari ginjal. 1 ginjal mengandung ± 4
juta nefron sebagai unit pembentuk urine. Ada beberapa proses kegiatan yang terjadi pada
nefron, yaitu Filtrasi, Absorbsi, dan Sekresi.
Pembentukan urine dimulai dari darah mengalir melalui arteri aferen ginjal,
masuk ke dalam glomerulus yang tersusun atas kapiler-kapiler darah. Saat darah
masuk ke glomerulus, tekanan darah pun menjadi tinggi sehingga mendorong air dan
zat-zat yang memiliki ukuran kecil akan keluar melalui pori-pori kapiler, dan
menghasilkan filtrat. Cairan hasil penyaringan tersebut (filtrat), tersusun atas:
Urobilin;
Urea;
Glukosa;
Air;
Asam amino;
Ion-ion seperti natrium, kalium, kalsium, dan klor.
2) Reabsorpsi
Urine primer yang terbentuk pada tahap filtrasi masuk ke tubulus proksimal.
Di dalamnya terjadi proses penyerapan kembali zat-zat yang masih diperlukan oleh
tubuh (tahap reabsorpsi). Glukosa, asam amino, ion kalium, dan zat-zat yang masih
diperlukan oleh tubuh juga diangkut ke dalam sel, kemudian ke dalam kapiler darah
di dalam ginjal. Sedangkan urea hanya sedikit yang diserap kembali.
Cairan yang dihasilkan dari proses reabsorpsi disebut urine
sekunder yang mengandung air, garam, urea (penimbul bau pada urine), dan urobilin
(pemberi warna kuning pada urine). Urine sekunder yang terbentuk dari proses
reabsorpsi selanjutnya mengalir ke lengkung henle, kemudian menuju tubulus distal.
Selama mengalir dalam lengkung henle, air dalam urine sekunder juga terus
direabsorpsi.
3) Augmentasi
Pada bagian tubulus distal masih ada proses penyerapan air, ion natrium, klor,
dan urea. Di sinilah terjadi proses augmentasi, yaitu pengeluaran zat-zat yang tidak
diperlukan tubuh ke dalam urine sekunder. Ketik telah bercampur, inilah yang
merupakan urine sesungguhnya. Kemudian disalurkan ke pelvis renalis (rongga
ginjal). Urine yang terbentuk selanjutnya keluar dari ginjal melalui ureter, menuju
kandung kemih yang merupakan tempat menyimpan urine sementara.
Kandung kemih memiliki dinding yang elastis dan mampu meregang untuk
dapat menampung sekitar 0,5 L urine. Proses pengeluaran urine dari dalam kandung
kemih disebabkan oleh adanya tekanan akibat adanya sinyal yang menunjukkan
bahwa kandung kemih sudah penuh. Kontraksi otot perut dan otot-otot kandung
kemih akan terjadi saat adanya sinyal penuh dalam kandung kemih. Akibat kontraksi
ini, urine dapat keluar dari tubuh melalui uretra.
2. Ureter
Setelah urine terbentuk kemudian akan di alirkan ke pelvis ginjal lalu ke bladder
melalui ureter. Panjang ureter pada orang dewasa antara 26 sampai 30 cm dengan
diameter 4 sampai 6 mm. Setelah meninggalkan ginjal, ureter berjalan ke bawah
dibelakang peritoneum ke dinding bagian belakang kandung kemih. Lapisan tengah ureter
terdiri atas otot-otot yang di stimulasi oleh transmisi impuls elektrik berasal dari saraf
otonom. Akibat gerakan peristaltik ureter maka urine di dorong ke kandung kemih.
3. Kandung Kemih
4. Uretra
Merupakan saluran pembuangan urine yang langsung keluar dari tubuh. Kontrol
pengeluaran urine terjadi karena adanya spinter kedua yaitu spinter eksterna yang dapat di
kontrol oleh kesadaran kita. Panjang uretra wanita lebih pendek yaitu 3,7 cm sedangkan
pria 20 cm. Sehingga pada wanita lebih sering beresiko terjadinya infeksi saluran kemih.
c. Mikturisi
Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin.
Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
1. Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya
meningkatmelampaui nilai ambang batas (Hal ini terjadi bila telah tertimbun
170-230 ml urin), keadaanini akan mencetuskan tahap ke 2).
2. Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan
kandung kemih.
Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang belakang) Sebagian
besar pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan dapat di pelajari “latih”. Sist
em sarafsimpatis : impuls menghambat Vesika Urinaria dan gerak spinchter
interna, sehingga ototdetrusor relax dan spinchter interna konstriksi. Sistem saraf
parasimpatis: impulsmenyebabkan otot detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter
relaksasi terjadi MIKTURISI(normal: tidak nyeri).
Banyak faktor yang mempengaruhi volume dan kualitas urine serta kemampuan klien
untuk berkemih (Hidayat, 2006).
F. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Dalam pengkajian harus melakukan harus menggerakkan semua indera dan tenaga
untuk melakukan pengkajian secara cermat baik melalui wawancara , observasi,
pemeriksaan fisik untuk menggali data yang akurat .
a. Tanyakan riwayat keperawatan klien tentang pola berkemih, gejala
berkemih,gejala dari perubahan berkemih, faktor yang mempengaruhi berkemih .
b. Pemeriksaan fisik klien meliputi :
Abdomen ,pembesaran , pelebaran pembuluh darah vena distensi bledder ,
pembesaran ginjal, nyeri tekan, tandamess , bising usus.
Genetalia : wanita , inflamasi, nodul, lessi, adanya secret dari meatus,
kesadaran, antropi jaringan vagina dan genitalia laki-laki kebersihan , adanya
lesi ,tenderness, adanya pembesaran scrotum .
c. Identifikasi intake dan output cairan dalam (24 jam ) meliputi pemasukan minum
dan infus, NGT, dan pengeluaran perubahan urine dari urinal, cateter bag, ainage ,
ureternomy, kateter urine, warna kejernihan , bau kepekatan .
d. Pemeriksaan diagnostik :
Pemeriksaan urine (urinalisis)
Warna (jernih kekuningan )
Penampilan (N : jernih )
Bau (N : beraroma)
pH (N : 4,5-8,0)
Berat Jenis (N : 1,005- 1,030)
Glukosa (N: Negatif )
Keton (N; negatif )
Kultur urine (N : kuman petogen negatif)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman atau
respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan, pada resiko
masalah kesehatan atau pada proses kehidupan . Diagnosa keperawatan merupakan
bagian vital dalam menentukanasuhan keperawatan yang sesuai untuk membantu
pasien mencapai kesehatan yang optimal.Diagnosis keperawatan yang berhubungan
dengan proses eliminasi urin antara lain (NANDA 2018-2020):
a. Hambatan eliminasi urin
Definisi: disfungsi eliminasi urine
b. Inkontinensia urinarius fungsional
Definisi: ketidak mampuam individu yang biasanya kontinen untuk mencapai
toilet tepat waktu untuk berkemih, sehingga mengalami pengeluaran urine yang
tidak disengaja
c. Inkontinensia urin aliran berlebih
Definisi: pengeluaran urine involunter yang dikaitkan dengan distensi kandung
kemih berlebihan
d. Inkontinensia urin refleks
Definisi: pengeluaran urine involunter pada interval yang dapat diduga saat
kandung kemih terisi dalam volume tertentu
e. Inkontinensia urin stres
Definisi: rembesan urine tiba-tiba karena aktivitas yang meningkatkan tekanan
intra abdomen
f. Inkontinensia urin dorongan
Definisi: pengeluaran urine involunter yang terjadi segera setelah suatu rasa
dorongan kuat untuk berkemih
g. Risiko Inkontinensia urin dorongan
Definisi: rentan mengalami pengeluaran urine involunter yang dikaitkan dengan
sensasi dorongan berkemih yang kuat dan tiba-tiba yang dapat mengganggu
kesehatan
h. Retensi urine
Definisi: pengosongan kandung kemih tidak tuntas
3. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah panduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan
dari klien, dan atau/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi
dilakukan untuk membantuk klien mencapai hasil yang diharapkan (Deswani, 2009).
Kriteria hasil untuk contoh kasus hambatan eliminasi urin:
Noc: eliminasi urin
definisi: pengumpulan dan pembuangan urin
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 5 jam maka eliminasi urin kembali
normal dengan kriteria:
pola eliminasi (ditingkatkan ke 5)
jumlah urin (ditingkatkan ke 5)
intake cairan(ditingkatkan ke 5)
mengosongkan kantong kemih sepenuhnya(ditingkatkan ke 5)
ragu untuk berkemih(ditingkatkan ke 5)
frekuensi berkemih (ditingkatkan ke 5)
keinginan untuk berkemih (ditingkatkan ke 5)
intervensi keperawatan:
Monitor eliminasi urin termasuk frekuensi, konsistensi, bau, volume dan warna
Pertimbangakan kemampuan dalam rangka mengenai keinginan untuk BAK.
Lakukan pencatatan mengenai spesifikasi kontinensia selama 3 hari untuk
mendapatkan pola pengeluaran urin.
Identifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya episode
inkontinensia
Tetapkan interval untuk jadwal membantu berkemih, berdasarkan pada pola
pengeluaran urin.
Catat wakti eliminasi urine terakhir
Ajarkan pasien untuk minum 8 gelas per hari pada saat makan, diantara jam
makan dan di sore hari
Rujuk ke dokter jika tanda dan gejala infeksi saluran kemih terjadi
Dokumentasikan outcomes dari sesi toileting dalan pencatatan toileting.
4. Implementasi
Pertimbangkan kemempuan untuk mengenali dorongan pengosongan kandung
kemih
Tentukan jadwal awal dan akhir untuk eliminasi,jika tidak ada selama 24 jam
Tentukan interval eliminasi tidak kurang dari 1 jam dan sebaiknya tidak kurang
dari 2 jam
Lakukan eliminasi pada pasien atau ingatkan pasien untuk mengosongkan
kandung kemih pada interval yg sudah ditentukan
Memberikan privasi untuk eliminasi
Gunakan kekuatan sugesti(misalnya penggunaan air yg mengalir atau menyiram
toilet) untuk membantu pasien mengosongkan kandung kemih
Kurangin interval eliminasi dalam satu setengah jam jika lebih dari 3 episode
inkontinensia terjadi dalam 24 jam
Ajarkan pasien untuk secara sadar menahan urin sampai saat buang hajat yg
dijadwalkan
Diskusikan catatan harian dari kontinensia dengan pasien untuk memberikan
kekuatan
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Namun, evaluasi dapat
dilakukan pada setiap tahap dari proses perawatan. Evaluasi mengacu pada penilaian,
tahapan dan perbaikan. Pada tahap ini, perawat menemukan penyebab mengapa suatu
proses keperawatan dapat berhasil atau gagal (Alfaro-Lefevre, 1994 dalam Deswani,
2009). Pada tahap evaluasi, perawat dapat menemukan reaksi klien terhadap
intervensi keperawatan yang telah diberikan dan menetapkan apakah sasaran dari
rencana keperawatan dasar mendukung proses evaluasi.
o Volume cairan normal ditandai dengan intake dan output pasien dalam rentang
normal
o Frekuensi urine normal terlihat hasil evaluasi urine pasien sudah bertambah
o Retensi urin pasien teratasi ditandai dengan kandung kemih kosong secara penuh.
S : Informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan.
A: Membandingkan antara informasi subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria
hasil.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kebutuhan eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus di
penuhi oleh setiap manusia. Dalam pemenuhannya, terdapat beberapa anatomi dan
fisiologi yang memiliki peran aktif yaitu ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra
yang masing-masing memiliki fungsi yang penting. Apabila salah satu organ
terganggu, maka yang lainnya akan ikut terkena dampaknya. Dalam proses eliminasi,
terdapat beberapa tahapan yang dimulai dari tahap filtrasi, reabsorpsi, serta
augmentasi yang masing-masing memiliki peranan penting hingga urin keluar dari
tubuh.
Apabila proses eliminasi tidak berjalan dengan baik, maka akan menimbulkan
beberapa penyakit serta masalah bagi tubuh sehingga faktor-faktor yang
mempengaruhi proses eliminasi haruslah diperhatikan dengan baik agar terhindar dari
faktor yang menyebabkan ketidakefektifan pengeluaran urin.
2. Saran
Setelah memahami makalah ini, pembaca dapat kembali mendalami materi
asuhan keperawatan mengenai pemenuhan kebutuhan eliminasi agar dapat
memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Khasanah, Avisha Mufidatul. 2020. Penerapan Bladder Training pada Pasien yang Terpasang
Kateter Tetap dalam Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi. Diploma Thesis, Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2624/ (diakses 6 April 2021
pukul 11.55)
Anonim. 2020. Respositoey Universitas Sumatra Utara. Diakses pada 6 April 2021 pukul
14.29 (chapter II.pdf(usu.ac.id))
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/49738/Chapter%20II.pdf?sequence=4